Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “PSORIASIS”.
Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN di
RSUD Dr. R.M. DJOELHAM BINJAI. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Hj. Hervina, Sp.KK selaku dokter pembimbing
2. Para pegawai dibagian SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. R.M.
Djoelham.
3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD DR. R.M. Djoelham.
Untuk seluruh bantuan baik moril maupun materil yang diberikan kepada penulis
selama ini, penulis ucapkan terimakasih dan semoga Allah membalas dengan pahala yang
sebesar-besarnya, Aamiin.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan referat
ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi para dokter muda
yang memerlukan panduan dalam menjalani aplikasi ilmu.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Binjai, Januari 2018


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i


DAFTAR ISI ..............................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 2
2.1 DEFINISI ..................................................................................................................... 2
2.2 EPIDEMIOLOGI ......................................................................................................... 2
2.3 ETIOLOGI ................................................................................................................... 2
2.4 GEJALA KLINIS ........................................................................................................ 3
2.5 PATOGENESIS ........................................................................................................... 5
2.6 PATOFISIOLOGI ....................................................................................................... 7
2.7 FAKTOR RESIKO ...................................................................................................... 7
2.8 DIAGNOSIS ................................................................................................................ 8
2.8.1 Anamnesis ............................................................................................................ 8
2.8.2 Pemeriksaan fisik .................................................................................................. 9
2.8.3 Pemeriksaan penunjang ...................................................................................... 10
2.9 DIAGNOSIS BANDING .......................................................................................... 10
2.10 PENATALAKSANAAN ........................................................................................... 10
2.10.1 Non-Farmakologi ............................................................................................... 10
2.10.2 Farmakologi ........................................................................................................ 13
2.10.3 Edukasi ............................................................................................................... 15
2.11 KOMPLIKASI ........................................................................................................... 15
2.12 PROGNOSIS ............................................................................................................. 16
BAB III KESIMPULAN .......................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 18

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Jenis Psoriasis ...........................................................................................................4

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Kata psoriasis berasal dari bahasa Yunani “psora” yang berarti gatal.
Psoriasis merupakan suatu penyakit kulit yang bersifat kronik residif dengan
gambaran klinik bervariasi. Kelainan ini dikelompokkan dalam penyakit
eritroskuamosa dan ditandai bercak-bercak eritema berbatas tegas, ditutupi oleh
skuama tebal berlapis-lapis berwarna putih mengkilat seperti mika disertai
fenomena tetesan lilin, tanda auspitz dan fenomena kobner.(1)
Penyakit ini secara klinis tidak mengancam jiwa dan tidak menular tetapi
timbulnya dapat terjadi pada bagian tubuh manapun sehingga dapat menurunkan
kualitas hidup seseorang bila tidak dirawat dengan baik. Penyakit inipun tidak
fatal namun berdampak negatif terhadap kehidupan di masyarakat, misalnya
pertimbangan pekerjaan dan hubungan sosial karena penampilan kulitnya yang
tidak menarik. Berbagai masalah psikologis dan sosial sering dijumpai pada
pasien psoriasis, antara lain malu karena keadaan kulit yang mengelupas dan
pecah-pecah, rasa tidak nyaman karena gatal atau harga obat yang mahal dengan
berbagai efek samping. Berbagai alas an tersebutlah yang menyebabkan
menurunnya kualitas hidup seorang penderita psoriasis. (1,2)
Pengobatan psoriasis bertujuan untuk menghambat proses peradangan dan
proliferasi epidermis, karena keterkaitannya dengan sindrom metabolic maka
diperlukan juga penanganan kegemukan, diabetes mellitus, gangguan lipid dan
hipertensi. Penanganan holistic harus diterapkan dalam penatalaksanaan psoriasis
meliputi gangguan kulit, internal dan psikologis.(4)

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik


yang kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel
epidermis disertai manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem
saraf. (1)

Psoriasis adalah suatu penyakit peradangan pada kulit, dimana


penderitanya mengalami proses pergantian kulit yang sangat cepat yang
ditandai adanya bercak-bercak kemerahan disertai sisik kasar yang tebal.(1,2)

2.2 EPIDEMIOLOGI

Psoriasis menyebar diseluruh dunia tetapi prevalensi usia psoriasis


bervariasi disetiap wilayah. Prevalensi anak-anak berkisar dari 0% di Taiwan
sampai dengan 2,1% di Itali. Sedangkan pada dewasa di Amerika Serikat
0,98% sampai dengan 8% ditemukan di Norwegia. Di Indonesia pencatatan
pernah dilakukan oleh sepuluh RS besar dengan angka prevalensi pada tahun
1996, 1997, dan 1998 berturut-turut 0,62%; 0,59%, dan 0,92%. Psoriasis terus
mengalami peningkatan jumlah kunjungan ke layanan kesehatan di banyak
daerah di Indonesia.(1)

2.3 ETIOLOGI

Penyebab psoriasis tidak diketahui, tetapi faktor genetik berperan dalam


penyakit ini. Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis risiko mendapatkan
psoriasis 12%, sedangkan jika salah satu orang tuanya menderita psoriasis
maka resikonya mencapai 34-39%. (1)

2
Psoriasis juga sering dikatakan sebagai penyakit kelainan sel imun.
Etiologi atau penyebab belum diketahui, yang jelas perubahan pada kulit
ini terjadi karena pergantian kulitnya terlalu cepat. Sel-sel kulit memiliki
siklus hidup. Tubuh kita memproduksi sel baru di tingkat lapisan kulit
terdalam. Sel-sel kulit secara bertahap bergerak ke atas melalui lapisan kulit
kita sampai mencapai tingkat terluar. Kemudian lapisan kulit itu akan mati dan
mengelupas. Seluruh proses biasanya memakan waktu sekitar 21 sampai 28
hari. Pada psoriasis, proses ini dipercepat dan hanya membutuhkan waktu dua
sampai enam hari. Akibatnya, sel-sel yang tidak sepenuhnya matang
membangun dengan cepat di permukaan kulit, menyebabkan merah, bersisik,
patch berkerak ditutupi dengan sisik keperakan.(3)

2.4 GEJALA KLINIS

Ada beberapa jenis psoriasis, termasuk psoriasis vulgaris (tipe umum),


psoriasis guttate (kecil, drop seperti bintik-bintik), psoriasis inverse (di lipatan
seperti ketiak, pusar, dan bokong), dan psoriasis pustular (berisi nanah,
kekuningan, lecet kecil). Ketika telapak tangan dan telapak yang terlibat, ini
dikenal sebagai psoriasis palmoplantar. Walaupun psoriasis memberikan
banyak keluhan klinis dan berbagai bentuk klinis, tetapi pada umumnya
keluhan yang sering di jumpai berupa keluhan pada kulit, kuku dan sendi: (4)
 Keluhan pada Kulit
o Psoriasis sesuai bentuk klinisnya memberi gambaran yang berbeda
namun pada dasarnya lesi psoriasis pada kulit menunjukkan 4
tanda utama:
 Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang
meninggi dengan skuama di atasnya. Eritema sirkumsrip
dan merata tetapi pada stadium penyembuhan sering
eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat
dipinggir.
 Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti
mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikular,

3
nummular atau plakat, dapat berkonfluensi, jika seluruhnya
atau sebagian besar lentikular disebut psoriasis gutata,
biasanya pada anak-anak dan dewasa muda dan terjadi
setelah infeksi akut oleh Streptococcus
 Lesi primer pada pasien psoriasis dengan kulit yang cerah
(putih) adalah
 Kemerahan, papul dan berkembang menjadi
kemerahan, plak yang berbatas tegas . Lokasi plak
pada umumnya terdapat pada siku, lutut, skalp (kulit
kepala), umbilikus, dan intergluteal.
 Pada pasien psoriasis dengan kulit gelap :
 distribusi hampir sama, namun papul dan plak
berwarna keunguan dengan sisik abu-abu.
 Pada telapak tangan dan telapak kaki, berbatas tegas
dan mengandung pustule steril dan menebal pada
waktu yang bersamaan.
 Pada psoriasis Terdapat tiga ciri khas sebagai sarana
diagnosa, yaitu fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Köbner
:
 Fenomena Kobner adalah Fenomena ini
tidak spesifik karena bisa dijumpai pada
beberapa penyakit kulit lain (misalnya liken
planus dan veruka plana juvenilis). Dimana
Bila kulit sehat pada orang psoriasis digaruk
maka dalam 3 minggu akan timbul lesi
psoriasis baru.
 Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang
berubah warnanya menjadi putih pada
goresan, seperti lilin yang digores,
disebabkan oleh berubahnya indeks bias.

4
 Fenomena Auspitz adalah tampak serum
atau darah berbintik-bintik yang disebabkan
oleh papilomatosis. Cara mengerjakannya
demikian: skuama yang berlapis-lapis itu
dikerok, misalnya dengan pinggir gelas alas.
Setelah skuamanya habis, maka pengerokan
harus dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu
dalam tidak akan tampak perdarahan yang
berbintik-bintik melainkan perdarahan yang
merata.(4)

Gambar 1. Jenis Psoriasis

2.5 PATOGENESIS

 Aktivasi sel T
o Telah banyak diketahui bahwa regulasi abnormal dari sel T yang
berhubungan dengan interaksi antara keratinosit dan jaringan
kompleks sitokin terlibat dalam patogenesis psoriasis. Defek
primer terdapat pada keratinosit, sedangkan trauma fisik maupun
kimia pada keratinosit yang mengalami defek tersebut dapat

5
mengaktifkan sintesis dan pelepasan sitokin yang berakibat
aktivasi limfosit T yang antigen-independent. Hal ini lebih jauh
lagi akan menyebabkan pelepasan sitokin tambahan yang diikuti
oleh proliferasi keratinosit, limfosit T, dan inflamasi.
o Telah didemonstrasikan bahwa sitokin yang disekresi oleh sel
epidermis yang mengalami psoriasis berpotensi mengaktivasi
limfosit T jauh lebih banyak dari pada sitokin yang disekresi oleh
sel epidermis kulit yang normal.
o Dipastikan juga bahwa hanya keratinosit yang mengalami psoriasis
yang berespon terhadap pesan dari sel T teraktivasi dengan
mengadakan hiperproliferasi, oleh karena reseptor spesifik yang
dimilikinya atau mekanisme penyampaian sinyal.
 Hiperproliferasi keratinosit
o Waktu yang dibutuhkan keratinosit yang mengalami psoriasis
untuk berproliferasi sangat pendek, yaitu 4 hari. Sedangkan pada
keratinosit normal proses pembentukan dan pematangan adalah 26
hari. Growth factors, yang dihasilkan dari berbagai macam tipe sel
diyakini mengontrol proliferasi.
 Angiogenesis
o Keratinosit diduga sebagai sumber utama sitokin pro-angiogenik,
tapi mekanisme pasti dari angiogenesis pada psoriasis belum
diketahui.
o Pada pembentukan plak psoriasis, sel endotel membengkak dan
teraktivasi memunculkan apparatus golgi prominen dan Weibel-
Palade bodies. Sel endotel yang teraktivasi bermigrasi,
berkembang, dan menempel pada membran basal dengan pericytes
yang menyokong struktur untuk membentuk jaringan pembuluh
darah baru. Aktivasi dan pembengkakan sel endotel mengakibatkan
perluasan ruang interstisial, dan pembuluh darah dermis
berdilatasi.

6
o Meskipun angiogenesis mungkin bukan peristiwa utama pada
patogenesis psoriasis, pemahaman tentang tahapan menuju angio-
proliferasi dapat membantu menemukan obat anti-psoriasis baru.
 Mediator inflamasi
o Aspek inflamasi pada psoriasis secara fisik ditandai dengan adanya
kemerahan pada plak psoriasis. Dasar biokimia dari jalur inflamasi
dari beberapa mediator sistem imun adalah variasi sitokin yang
dihasilkan dari keratinosit dan protein lainnya yang terlibat dalam
respon inflamasi, yang meningkat pada psoriasis dalam level lokal
maupun sistemik.
o Pituitary adenylate cyclase activating polypeptide (PACAP) adalah
suatu mediator inflamasi yang kerjanya meningkat pada lesi
psoriasis. Keterlibatan PACAP yang merupakan suatu
neuropeptida menyebabkan kecenderungan psoriasis memburuk
dengan stres, karena neuropeptida diketahui berhubungan dengan
interaksi kulit dan sistem saraf.(3,4)

2.6 PATOFISIOLOGI

Pada psoriasis terjadi pertumbuhan kulit yang cepat yaitu sekitar 3-4 hari,
pada kulit normal memerlukan waktu 26-28 hari. Karena pertumbuhan kulit
yang cepat tersebut, stratum granulosum tidak terbentuk sehingga interval
keratinisasi sel-sel stratum basale memendek mengakibatkan proses
pematangan dan keratinisasi stratum korneum gagal. Lalu terjadi parakeratosis
yaitu penebalan stratum korneum yang tidak disertai oleh hilangnya inti dari
sel yang mengalami penebalan. Tampak adanya skuama dimana hiperkeratotik
(kulit keras) dan terjadilah psoriasis(4)

2.7 FAKTOR RESIKO

 Stres psikis
merupakan faktor pencetus utama.

7
 Infeksi fokal
mempunyai hubungan erat dengan salah satu bentuk psoriasis, yaitu
psoriasis gutata. Pernah dilaporkan kasus-kasus psoriasis gutata yang
sembuh setelah dilakukan tonsilektomi. Umumnya infeksi disebabkan
oleh Streptococcus.
 Trauma
psoriasis banyak dijumpai di tempat yang sering digaruk dan tempat
insisi operasi. Biasanya timbul 3-4 hari setelah trauma, tapi bisa
tertunda sampai 3-4 minggu.
 Endokrin
mempengaruhi perjalanan penyakit. Puncak insiden psoriasis pada
waktu pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan umumnya
membaik, sedangkan pada masa pascapartus memburuk.
 Cahaya
sebagian kecil psoriasis dicetuskan oleh cahaya yang kuat.
 Gangguan metabolik
hipokalsemia dan dialisis.
 Obat
beta-adrenergic blocking agents, litium, antimalaria, dan penghentian
mendadak kortikosteroid sistemik.
 Alkohol
 Merokok(5)

2.8 DIAGNOSIS

2.8.1 Anamnesis
Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Terdapat keluhan
timbul bercak merah di daerah predileksi psoriasis, yaitu pada daerah scalp
(kulit kepala), perbatasan dengan wajah, pada daerah siku atau lutut, sakral
– gluteal, kulit kepala, telapak tangan dan kaki dengan pola distribusi
Bilateral, biasanya simetris (daerah predileksi).(5)

8
Pada anamnesis juga di tanyakan keluhan lain, misalnya apakah
gatalnya terjadi pada waktu atau musim tertentu atau akibat pemakaian
bahan-bahan kosmetik tertentu, reaksi alergi akibat obat, kontak dengan
barang atau benda iritan dan sebagainya. Riwayat penyakit dan riwayat
kesehatan di keluarga juga perlu di tanyakan, karena penyakit psoriasis ini
dapat di turunkan secara genetik, adanya penyakit kronis seperti gagal
ginjal kronik atau diabetes juga perlu di tanyakan, selain itu pola kebiasaan
hidup juga perlu di telusuri, karena walaupun penyakit ini tidak menular
tapi dapat berhubungan dengan sistim imun, dimana sistim imun yang
rendah, merokok, alkohol dan lain sebagainya merupakn faktor
predisposisi penyakit ini. dan perlu di ingat penyakit ini sering di temukan
pada penderita dengan imun yang rendah seperti penderita yang
mengkonsumsi obat-obatan imonosupresan ataupun penderita HIV
AIDS.(6)

2.8.2 Pemeriksaan fisik

Kelainan kulit pada psoriasis dapat berupa bercak-bercak eritema


yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan
merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema yang di tengah
menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar,
dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan
bervariasi : lentikular, numular, atau plakat, dapat berkonfluensi.(5)
Terdapat 3 tanda psoriasis, yaitu:
- Fenomena tetesan lilin : Skuama yang berubah warnanya menjadi
putih pada goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya
indeks bias. Cara menggores dapat dengan gelas alas.
- Fenomena Auspitz : Skuama yang berlapis-lapis dikerok, misalnya
dengan pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis, maka pengerokan
harus dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak
perdarahan yang berbintik-bintik, melainkan perdarahan yang merata.

9
- Fenomena Kobner (isomorfik) : Trauma pada kulit penderita
psoriasis, misalnya garukan, setelah kira-kira 3 minggu dapat
menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis. Tanda ini
tidak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada
penyakit lain, misalnya liken planus dan veruka plana juvenilis.

2.8.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Patologi anatomi, di dapatkan :


 Akantosis (penebalan lapisan kulit stratum spinosum) dengan
elongasi teratur dari rete ridges, dan penebalan pada bagian
bawahnya.
 Penipisan epidermis lempeng suprapapilar dengan kadang-kadang
terdapat pustul spongiformis kecil
 Papilomatosis
 Berkurang atau hilangnya stratum granulosum
 Hyperkeratosis, parakeratosis, serta abses Munro
 Pada dermis ditemukan infiltrasi sel-sel polinuklear, limfosit dan
monosit
 serta pelebaran dan berkelok-keloknya ujung-ujung pembuluh
darah(7)

2.9 DIAGNOSIS BANDING

- Tinea Korporis
- Pityriasis Rosea

2.10 PENATALAKSANAAN

2.10.1 Non-Farmakologi

Terapi-terapi topikal yang digunakan untuk penatalaksanaan psoriasis


meliputi preparat ter, kortikosteroid topikal, antralin, calcipotriol, derivat
vitamin D topikal dan analog vitamin A, imunomodulator topikal

10
(takrolimus dan pimekrolimus), dan keratolitik (seperti asam salisilat).
Terapi-terapi tersebut merupakan pilihan untuk penderita-penderita dengan
psoriasis plak yang terbatas atau menyerang kurang dari 20% luas
permukaan tubuh.Terapi topikal digunakan secara tunggal atau kombinasi
dengan agen topikal lainnya atau dengan fototerapi.(1,7)
a) Preparat ter
Obat topical yang biasa digunakan adalah preparat ter,
memiliki efek sebagai antiradang. Preparat ter dibagi menjadi 3
yaitui; fosil (misalnya iktiol), kayu (misalnya oleum kadini dan
oleum ruski), dan batubara (misalnya liantral dan likuor
karbonis detergens). Preparat fosil dinilai kurang efektif dan
yang dinilai efektif adalah preparat ter dari kayu dan batubara.
Ter dari batubara lebih efektif dibandingkan ter dari kayu
dengan kemungkinan memberikan iritasi yang lebih besar.(1)
Pada psoriasis yang menahun digunakan ter dari batubara
karena lebih kuat dan memberikan iritasi sedikit. Ter dari kayu
digunakan pada psoriasis akut dan tidak diberikan ter dari
batubara karena di khawatirkan akan menjadi iritasi dan
eritriderma.(1)
b) Kortikosteroid topical
Kortikosteroid topikal memberikan hasil yang baik. Potensi
dan vehikulum bergantung pada lokasinya. Pada scalp, muka
dan daerah lipatan digunakan krim, di tempat lain digunakan
salep kortikosteroid potensi kuat. Pada daerah muka, lipatan,
dan genitalia eksterna dipilih potensi sedang. Bila diberikan
potensi kuat pada muka dapat member efek samping di
antaranya teleangiektasis, sedangkan dilipatan berupa striae
atrofikans. Pada batang tubuh dan ekstremitas digunakan salap
dengan potensi kuat atau sangat kuat bergantung lama penyakit.
Jika telah terjadi perbaikan potensinya dan frekuensinya
dikurangi.(1,7)

11
c) Antralin
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya ialah mewarnai
kulit dan pakaian. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-
0,8% dalam pasta, salap, atau krim. Lama pemakaian hanya ¼-
½ jam sehari sekali untuk mencegah iritasi. Penyembuhan
dalam 3 minggu.(1)
d) Kalsipotriol
Kalsipotriol merupakan sintetik dari vitamin D, yang
mempengaruhi proses diffensiasi keratinosit pada saat regulasi
epidermal beresponsif terhadap kalsium. Preparatnya berupa
salep atau krim. Sangat efektif pada penanganan tipe plak dan
skalp psosiaris. Sedangkan kombinasi terapi dengan steroid
potensi tinggi dapat menghasilkan hasil yang lebih baik dan
lebih sedikit efek samping.(1,5)
e) Tazaroten
Tazaroten merupakan molekul retinoid asetelinik topical
generasi ketiga, efeknya menghambat proliferasi dan
normalisasi dari differensiasi keratinosit dan menghambat
inflamasi. Indikasinya diberikan pada psoriasis sedang sampai
berat, dan terutama diberikan pada daerah badan. Pemikiran
yang diketahui adalah untuk mengikatkan asam retinoic ke
target molekul yang sebenarnya tidak diketahui. Tersedia gel
0,05% dan 0,1% juga krim. Bila digunakan secara monoterapi
akan muncul iritasi local. Pengobatan lebih baik bila
menyertakan pengobatan dengan glukokortikoid atau fototerapi
UVB. (1,5)
f) Emolien
Efek emolien adalah melembutkan permukaan tubuh selain
lipatan, juga pada ekstremitas atas dan bawah. Biasanya
digunakan salep dengan bahan dasar vaselin, fungsinya juga
sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya penetrasi

12
bahan aktif. Emolien yang lain adalah lanolin dan minyak
mineral. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek
antipsoriasis.(1)

2.10.2 Farmakologi

a. Metotreksat
Metotreksat adalah antagonis asam folat yang menghambat
dihydrofolat reductase. Sintesis DNA terhambat setelah pemakaian
metotreksat akibat penurunan tiamin dan purin. Metotreksat menekan
reproduksi sel epidermal, sebagai anti inflamasi dan immunosupresif
sehingga kontraindikasi pada pasien dengan infeksi sistemik.
Metrotreksat sangat efektif untuk pengobatan penyakit psoriasis plak
kronik dan juga mengindikasikan untuk penatalaksanaan jangka
panjang dari keadaan psoriasis yang berat, termasuk psoriasis
eritroderma dan pustular psoiriasis. Metotreksat biasanya dipakai bila
pengobatan topikal dan fototerapi tidak berhasil.(7)
b. Etretinat dan Asitretin
Etrinat merupakan retinoid aromatic, digunakan bagi psoriasis
yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek
sampingnya. Cara kerjanya belum diketahui pasti. Pada psoriasis obat
tersebut mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan
kulit normal.(7)
Dosisnya bervariasi; pada bulan pertama diberikan 1mg/kgBB, jika
belum terjadi perbaikan dosisnya dapat dinaikkan menjadi 1½
mg/kgBB. Efek sampingnya sangat banyak diantaranya pada kulit;
selaput lendir pada mulut, mata, hidung kering: peninggian lipid darah;
gangguan fungsi hepar; hyperostosis; dan terotogenik.
Asitretin merupakan metabolit aktif etretinat utama. Efek samping
dan manfaatnya serupa dengan etretinat. Kelebihannya, waktu paruh
eliminasinya hanya 2 hari, dibandingkan dengan etretinat yang lebih

13
dari 100 hari. Dosis penggunaan dilaporkan 25mg perhari dengan dosis
penggunaan rata-rata 20-50mg perhari.
c. Siklosporin
Efeknya ialah imunosupresif. Dosis umumnya adalah 6 mg/kg/hari
untuk pasien dengan keadaan stabil tanpa faktor komorbid. Bersifat
nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik,
hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan.(7)
d. Fototerapi
Seperti diketahui bahwa sinar ultraviolet mempunyai efek
menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan
psoriasis. Cara yang terbaik untuk mengobati psoriasis ialah dengan
penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapat diukur dan jika
berlebihan malah akan memperparah psoriasis. Karena itu digunakan
sinar ultraviolet artifisial, diantaranya sinar A yang disebut UVA.
Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri maupun
dikombinasikan dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan
disebut PUVA, atau bersamaan dengan preparat ter yang dikenal
dengan pengobatan cara Goeckerman.
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi
efek yang sinergik. Mula-mula 10-20mg psoralen diberikan per os, 2
jam kemudian dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam
bagan, diantaranya 4x seminggu. Penyembuhan mencapai 93% setelah
pengobatan 3-4 minggu, setelah itu dilakukan terapi pemeliharaan
(maintenance) seminggu sekali atau dijarangkan untuk mencegah
rekuren. PUVA juga dapat digunakan untuk eritroderma psoriatic dan
psoriasis pustulosa. Beberapa penyelidik mengatakan pada pemakaian
yang lama kemungkinan terjadi kanker kulit.
Terdapat juga penggunaan UVB untuk pengobatan psoriasis tipe
plak, gutata, pustular, dan eritroderma. Pada tipe plak dan gutata
dikombinasi dengan salep likuor karbonis detergens 5-7% yang
dioleskan sehari dua kali. Sebelum disinar dicuci dahulu. Dosis UVB

14
pertama 12-23m J menurut tipe kulit, kemudian dinaikkan berangsur-
angsur. Setiap kali dinaikkan sebagai 15% dari dosis sebelumnya.
Diberikan seminggu tiga kali. Target pengobatan adalah pengurangan
75% skor PASI (psoriasis area and severity index). Hasil baik yang
dicapai pada 73,3% kasus, terutama tipe plak.
Pengobatan cara Goeckerman awalnya pada tahun 1925
menggunakan kombinasi ter berasal dari batu bara dan sinar
ultraviolet. Kemudian terdapat banyak modifikasi mengenai ter dan
sinar tersebut. Yang pertama digunakan adalah crude coal tar yang
bersifat fotosensitif. Lama pengobatan 4-6 minggu, penyembuhan
terjadi setelah 3 minggu. Ternyata ditemukan bahwa UVB lebih efektif
daripada UVA.(7)

2.10.3 Edukasi

- Menenangkan pasien dan memberikan dukungan emosional adalah hal


yang sangat tidak terhingga nilainya. Menekankan bahwa psoriasis tidak
menular, menjelaskan perjalanan alami psoriasis, kemungkinan remisi
spontan dan tersedianya pengobatan yang bervariasi untuk setiap bentuk
psoriasis.
- Menghindari atau mengurangi faktor pencetus, yaitu stres psikis, infeksi
fokal, trauma, endokrin, cahaya, gangguan metabolik, obat, alkohol,
merokok dan pola hidup lain yang dapt meningkatkan resiko penurunan
sistim imun.(7)

2.11 KOMPLIKASI

Menurut Corwin (2009) komplikasi dari psoriasis diantaranya adalah :

a. Infeksi kulit yang parah dapat terjadi

15
b. Artritis deformans yang mirip dengan artritis rematoid, disebut

artritis psoriatika, timbul pada sekitar 30-40% pasien psoriasis. Bila berat,

psoriasis dapat menjadi penyakit yang melemahkan.

c. Berdampak pada penurunan harga diri pasien yang menimbulkan

stres psikologis, ansietas, depresi, dan marah.(7)

2.12 PROGNOSIS

Prognosis baik jika mendapat terapi yang efektif namun angka


kekambuhan dan perbaikan spontan tidak dapat diduga sebelumnya. Jarang
dilaporkan kematian pada kasus ini. Meskipun tidak menyebabkan kematian,
psoriasis bersifat kronis dan residif.(1,3)

16
BAB III

KESIMPULAN

Psoriasis merupakan dermatosis yang sering dijumpai, bersifat kronik

residif. Sampai sekarang etiopatogenesis psoriasis belum diketahui secara pasti,

tetapi diperkirakan ada dua komponen patogenesis psoriasis, yaitu infiltrasi sel-sel

radang di dermis dan hyperplasia epidermis.

Berbagai faktor pencetus pada psoriasis diantaranya stres psikis, infeksi

lokal, trauma, endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol, dan merokok. Lesi

kulit yang pertama kali timbul biasanya pada tempat yang mudah terkena trauma

seperti pada siku, lutut, sakrum, kepala, dan genitalia berupa makula eritematous

yang berbentuk bulat, tertutup skuama tebal. Skuama ini selalu menunjukkan

gambaran menebal yang konstan dan perlekatannya kendor. Pada psoriasis

terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik).

Pengobatan psoriasis terbagi tiga, terdiri dari pengobatan topikal, sistemik

dan fototerapi. Prognosis psoriasis adalah baik. Meskipun tidak dapat

disembuhkan, tetapi dapat dikontrol dengan pengobatan yang rutin dan teratur.

Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat residif. Sehingga

diperlukan pemberian edukasi kepada penderita tentang bagaimana psoriasis itu

dan bagaimana menghindari faktor pencetus yang memungkinkan terjadinya

psoriasis.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa . Dalam : Djuanda A, Hamzah M,


Aisah S, ed. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta : FK-UI.
2007.
2. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In : Feedberg IM et al, Editors. Psoriasis
Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 5th Edition. Volume 1. New
York : The McGraw-Hill Companies; 2008. p. 169-193.
3. Griffiths C Camp R, Barker J. Psoriasis. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,
Editors. Rook’s Textbook Of Dermatology. 7th Edition. Volume 1-4. USA:
Blackwell Publishing. Massachusetts; 2004. p. 20.1-60.
4. Nestle FO, Kaplan DH, Barker J. Mechanism of Disease Psoriasis. N Eng J
Med. Inggris: Massachusetts medical society. 2009; 361. 496-509.
5. Krueger JG, Bowcock A. Psoriasis Pathophysiologi : Current concept of
pathogenesis. Ann Rheum Dis 2005.
6. James WD, Berger TG, Elder JT. Psoriasis. Andrew’s Desease of The skin,
Clinical Dermatology. 10 ed. New York: Sauders Elsevier; 2006.
7. Vakirlis E, Kantanis A, Ioannides D. Calcipotriol/bethamethason
Dipropionate in the Treatment of Psoriasis Vulgaris. The Clin Risk Manag
2008 ; 4: 141-148

18

Anda mungkin juga menyukai