BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud
1.3 Tujuan
1.4 Acuan Normatif
1.5 Sasaran
1.6 Ruang Lingkup Petunjuk Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
BAB II PENDEKATAN, PRINSIP DAN POLA PENYELENGGARAAN DAK SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS
MASYARAKAT
2.1 Pendekatan
2.2 Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan
2.3 Pola Penyelenggaraan
2.4 Prasarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
LAMPIRAN
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Akses penduduk kepada prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase pada dasarnya erat
kaitannya dengan aspek kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan, sosial budaya serta kemiskinan. Hasil berbagai
pengamatan dan penelitian telah membuktikan bahwa semakin besar akses penduduk kepada fasilitas prasarana dan
sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase (serta pemahaman tentang hygiene) semakin kecil
kemungkinan terjadinya kasus penyebaran penyakit yang ditularkan melalui media air (waterborne diseases).
Pemerintah menyediakan program sanitasi lingkungan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam penyediaan
prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase bagi masyarakat berpenghasilan rendah di
lingkungan padat penduduk, kumuh dan rawan sanitasi, yang diimplementasikan melalui kegiatan DAK Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); yaitu sebuah inisiatif untuk mempromosikan penyediaan prasarana dan
sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase yang berbasis masyarakat dengan pendekatan tanggap
kebutuhan.
Kegiatan Dana Alokasi Khusus Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat ini mencakup: (1) pengembangan prasarana
dan sarana air limbah komunal, (2) pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan
recycle) dan (3) pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan. Melalui
pelaksanaan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat ini, masyarakat memilih sendiri prasarana dan
sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase yang sesuai, ikut aktif menyusun rencana aksi, membentuk
kelompok dan melakukan pembangunan fisik termasuk mengelola kegiatan operasi dan pemeliharaannya, bahkan bila
perlu mengembangkannya, dalam rangka meningkatkan kondisi sanitasi lingkungan permukiman kumuh perkotaan.
1.2 Maksud
Petunjuk pelaksanaan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini dimaksudkan sebagai acuan
bagi para pemangku kepentingan (stakeholder) khususnya di kabupaten/kota dalam melaksanakan kegiatan DAK
Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat, yang bersifat melengkapi berbagai pedoman dan petunjuk lain yang berlaku.
1.3 Tujuan
Petunjuk pelaksanaan penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur Sub Bidang Sanitasi ini bertujuan agar
para pemangku kepentingan dapat mengerti dan memahami penyelenggaraan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan
Berbasis Masyarakat (SLBM) sehingga dapat:
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melaksanakan pola hidup sehat.
2. Meningkatkan peran serta dan pelibatan masyarakat.
3. Membina organisasi/kelompok masyarakat.
4. Memfasilitasi masyarakat dalam penyediaan prasarana dan sarana air limbah, persampahan dan drainase
5. Membina masyarakat dalam pengelolaan prasarana dan sarana air limbah, persampahan dan drainase
6. Menumbuhkan inisiatif masyarakat/pokmas dalam pengembangan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM)
1.5 Sasaran
Sasaran dari tersedianya Petunjuk pelaksanaan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) adalah
individu/kelompok/institusi dari berbagai stakeholder yang terlibat langsung maupun tak langsung dalam
penyelenggaraan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), yaitu:
1. Kelompok Masyarakat;
2. LSM/Swasta;
3. Pemerintah Kabupaten/Kota;
4. Pemerintah Provinsi; dan
5. Pemerintah Pusat.
1.6 Ruang Lingkup Petunjuk Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
Ruang lingkup Petunjuk pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini meliputi tahap-tahap:
1. Persiapan, berupa kegiatan sosialisasi kepada seluruh stakeholder tentang penyelenggaraan DAK Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).
2. Penyiapan Tenaga Fasilitator, berupa seleksi dan pelatihan 2 (dua) orang Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL), yaitu
TFL Teknis dan TFL Pemberdayaan di setiap lokasi yang akan bertugas mendampingi masyarakat dalam tahap
seleksi kampung, penyusunan RKM, konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan.
3. Seleksi Lokasi, berupa tata cara pemilihan lokasi sesuai kriteria, mulai dari daftar panjang (longlist), daftar pendek
(shortlist) sampai dengan penetapan lokasi terpilih.
4. Penyusunan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM), berupa dokumen yang memuat sarana terpilih, daftar calon
penerima manfaat, pembentukan forum pengguna, pembentukan KSM, DED & RAB, jadwal konstruksi, rencana
pembiayaan, rencana pelatihan serta rencana pengoperasian dan pemeliharaan sarana yang dibangun.
5. Penguatan Kelembagaan, berupa pelatihan-pelatihan Tenaga Fasilitator Lapangan, Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM), Mandor, Tukang, Calon Operator dan Calon Pengguna.
6. Pengoperasian dan Perawatan, berupa tata cara pengoperasian dan pemeliharaan.
7. Pembiayaan.
2
BAB II
PENDEKATAN, PRINSIP DAN POLA PENYELENGGARAAN
DAK SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT
2.1 Pendekatan
DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) merupakan salah satu kegiatan pembangunan prasarana air
limbah, persampahan dan drainase yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat melalui :
1. Keberpihakan pada warga yang berpenghasilan rendah, dimana orientasi kegiatan baik dalam proses maupun
pemanfaatan hasil ditujukan kepada penduduk miskin yang bermukim di permukiman padat perkotaan berdasarkan
kebutuhan;
2. Otonomi dan desentralisasi, dimana masyarakat memperoleh kepercayaan dan kesempatan yang luas dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemanfaatan dan pengelolaan hasilnya;
3. Mendorong prakarsa lokal dengan iklim keterbukaan, dimana masyarakat menyampaikan permasalahan dan
merumuskan kebutuhannya secara demokratis dan transparan;
4. Partisipatif, dimana masyarakat terlibat secara aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pemanfaatan dan pengelolaan;
5. Keswadayaan, dimana kemampuan masyarakat menjadi faktor pendorong utama dalam keberhasilan kegiatan, baik
proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, maupun pemanfaatan hasil kegiatan.
2. Prioritas ke-2
Apabila prioritas pertama sudah dipenuhi (tidak ada BAB sembarangan) maka dapat dikembangkan:
a. Pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) berbasis masyarakat
adalah penyelengaraan prasarana persampahan yang meliputi kegiatan mengurangi (reduce), mengguna ulang
(reuse) dan mendaur ulang (recycle) sampah. 1 modul pengelolaan sampah pada 3R (reduce, reuse dan
recycle) berbasis masyarakat membutuhkan dana pembangunan dan pelatihan sekitar Rp.300 juta
b. Pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan berbasis masyarakat
adalah penyelengaraan prasarana drainase yang menunjang kegiatan konservasi dan keseimbangan
lingkungan. Untuk prasarana drainase ini membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp.300 juta/Ha.
4
BAB III
PENGELOLAAN SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT
Air limbah domestik mengandung bahan organik tinggi dan bakteri yang berbahaya bagi kehidupan. Apabila meresap ke
dalam tanah atau masuk ke dalam sungai, maka unsur tersebut akan mencemari air tanah dan lingkungan. Oleh karena
itu, sebelum air limbah dialirkan ke sungai atau meresap ke dalam tanah perlu diolah terlebih dahulu.
Masuknya air limbah domestik ke lingkungan tanpa diolah akan mengakibatkan menurunnya kualitas air di badan air
penerima seperti sungai, yang pada akhirnya menyebabkan beberapa masalah, yaitu: kerusakan keseimbangan ekologi
di aliran sungai, masalah kesehatan penduduk yang memanfaatkan air sungai secara langsung, yang dapat menurunkan
derajat kesehatan masyarakat dan meningkatkan angka kematian akibat penyakit infeksi air, bertambahnya biaya
pengolahan air minum (PAM), serta kerusakan perikanan di muara.
Air limbah domestik adalah pencemar badan air di daerah perkotaan, yang berdasarkan penelitian Kantor Kementerian
Lingkungan Hidup mencapai 60%. Dalam rangka meningkatkan taraf kesehatan untuk mencapai kualitas hidup yang
optimal, maka diperlukan adanya sistem pengelolaan lingkungan secara baik dan terpadu. Salah satu upaya untuk
mencapai tujuan tersebut adalah dengan pengelolaan air limbah domestik yang dilakukan secara baik dan teratur.
Pada dasarnya semua penduduk harus mempunyai akses kepada fasilitas pembuangan air limbah yang benar dan
secara teknis dapat dipertanggungjawabkan, prasarana dan sarana pembuangan air limbah secara individu maupun
komunal perlu diupayakan keberadaannya sehingga setiap penduduk dapat memanfaatkannya.
Kondisi dan permasalahan dalam pengelolaan air limbah domestik/sanitasi saat ini adalah:
• Pesatnya pembangunan di perkotaan yang tidak diimbangi oleh penyediaan sarana dan prasarana air limbah
sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan.
• Pembangunan sarana dan prasarana air limbah masih banyak yang belum sesuai dengan kondisi setempat,
kebutuhan, dan daya beli masyarakat, serta rencana pengembangan kota.
Sistem pengolahan air limbah domestik secara garis besar dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu Sistem Pengolahan
Air Limbah Terpusat (Off Site System) dan Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat (On Site System). Sistem
pengolahan air limbah terpusat merupakan sistem pengolahan dimana fasilitas instalasi pengolahan air limbah berada di
luar persil atau dipisahkan dengan batas tanah atau jarak, sedangkan sistem pengolahan air limbah setempat
merupakan sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada di dalam persil atau batas tanah yang dimiliki.
Untuk menjembatani atau meminimalisir kekurangan dan memaksimalkan kelebihan dari kedua sistem pengolahan air
limbah diatas adalah dengan mengembangkan prasarana dan sarana air limbah komunal berbasis masyarakat, yaitu
penyelenggaraan prasarana air limbah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kesehatan
masyarakat berdasarkan kebutuhan dan kesesuaian masyarakat itu sendiri, seperti modul yang selama ini
dikembangkan di Indonesia, yaitu Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS). Satu modul pengelolaan air limbah
komunal berbasis masyarakat membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp. 300 Juta dan mempunyai 3 alternatif
utama yaitu :
- Modul A : berupa beberapa unit tangki septik komunal yang masing-masing unit tangki septik dimanfaatkan oleh 4
atau 5 rumah. Modul ini dibangun untuk rumah yang berkelompok dan hanya tersedia lahan yang sedikit
karena dibangun di bawah tanah.
- Modul B : berupa satu unit MCK Plus++ yang dapat dimanfaatkan oleh 100-200 KK, terdiri dari kamar mandi,
sarana cuci, dan unit pengolahan air limbahnya.
- Modul C : berupa sistem jaringan perpipaan air limbah skala lingkungan (100-200 KK). Modul ini merupakan modul
yang disarankan, sepanjang kondisi lapangan memenuhi persyaratan teknis.
Modul ini sesuai diterapkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan permukiman padat, kumuh, dan rawan
sanitasi di perkotaan, karena memiliki gabungan kelebihan dari sistem pengolahan air limbah terpusat (off site system)
dan sistem pengolahan air limbah setempat (on site system), yaitu :
• Menyediakan pelayanan yang terbaik;
• Sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi;
• Pencemaran terhadap air tanah dan badan air dapat dihindari;
• Memiliki masa guna lebih lama;
• Dapat menampung semua air limbah.
• Menggunakan teknologi sederhana;
• Memerlukan biaya yang rendah;
• Masyarakat dan tiap-tiap keluarga dapat menyediakan sendiri, misalnya untuk jamban sendiri bila pilihan
teknologinya adalah tangki septik bersama atau perpipaan komunal;
• Pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat;
• Manfaat dapat dirasakan secara langsung;
• Melibatkan semua pihak untuk bekerja sama (Masyarakat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, dan LSM).
3.2.1.1 Metode
1. Pemilahan hendaknya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan masyarakat dan proses selanjutnya.
2. Awal pemilahan dianjurkan untuk memisahkan sampah menjadi 2 bagian yaitu sampah organik bahan kompos dan
sampah non organik.
- Sampah bahan organik kompos meliputi : sisa makanan, sisa buah, sisa sayur dan daun.
- Sampah non organik meliputi : plastik, kaca, logam, karet, dan bahan lain yang tidak membusuk. Sampah kertas
dan kayu sebenarnya merupakan jenis sampah organik, tetapi mengingat kandungannya (pada kertas
6
mengandung tinta dll) yang berpotensi mengganggu kualitas kompos, dan sifatnya yang memerlukan waktu lama
untuk proses pengomposan (misal kayu), maka keduanya tidak disertakan dalam kategori sampah organik
bahan kompos.
- Bila kondisi memungkinkan, sampah non organik dapat dipilah atas komponen lainnya sesuai kebutuhan; misal
plastik, kertas, logam, kaca, dan lain-lain.
3. Sampah organik dikumpulkan dalam wadah yang yang terpisah dengan sampah non organik. Untuk sampah berupa
sisa sayur sebaiknya ditiriskan terlebih dahulu dengan menggunakan saringan plastik, karena sampah yang terlalu
basah akan menyebabkan kadar air bahan kompos menjadi tinggi sehingga proses pengomposan akan terganggu.
3.2.1.2 Fasilitas
Untuk pemilahan sampah akan diperlukan beberapa fasilitas/peralatan yang dapat meliputi :
1. Wadah sampah organik
2. Wadah sampah non organik
3. Saringan plastik untuk meniriskan air dari sisa sayur
b. Fasilitas TPST
1. Fasilitas TPST meliputi wadah komunal, areal pemilahan dan areal composting dan juga dilengkapi dengan
fasilitas penunjang lain seperti saluran drainase, air bersih, listrik, barrier (pagar tanaman hidup) dan gudang
penyimpan bahan daur ulang maupun produk kompos serta biodigester (opsional)
c. Daur Ulang
1. Sampah yang didaur ulang minimal adalah kertas, plastik dan logam yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan untuk
mendapatkan kualitas bahan daur ulang yang baik, pemilahan sebaiknya dilakukan sejak di sumber.
2. Pemasaran produk daur ulang dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lapak atau langsung dengan
industri pemakai.
7
3. Daur ulang sampah B3 Rumah tangga (terutama batu baterei dan lampu neon) dikumpulkan untuk diproses lebih
lanjut sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku (PP 18 tahun 1999 tentang pengelolaan sampah B3).
4. Daur ulang kemasan plastik (air mineral, minuman dalam kemasan, mie instan dll) sebaiknya dimanfaatkan
untuk barang-barang kerajinan atau bahan baku lain.
d. Pembuatan Kompos
1. Sampah yang digunakan sebagai bahan baku kompos adalah sampah dapur (terseleksi) dan daun-daun
potongan tanaman.
2. Metode pembuatan kompos dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan open windrow.
3. Perlu dilakukan analisa kualitas terhadap produk kompos secara acak dengan parameter antara lain warna, C/N
rasio, kadar N,P,K dan logam berat.
4. Pemasaran produk kompos dapat bekerja sama dengan pihak Koperasi dan Dinas (Kebersihan, Pertamanan,
Pertanian dll)
3.3.1 Pengelolaan
Pengelolaan pada dasarnya merupakan aspek dan sendi utama keberlangsungan hasil fisik konstruksi. Pengelola
prasarana dan sarana perlu memperhatikan beberapa hal:
§ Kinerja prasarana yang dikelola (kolam tampungan, saluran, pintu-pintu air atau pompa (kalau ada))
§ Jumlah prasarana dan sarana yang tersedia
§ Jumlah prasarana dan sarana yang digunakan
§ Target/sasaran perencanaan
§ Standar prosedur operasional dan pemeliharaan
§ Standar kriteria teknis prasarana dan sarana
§ Rencana pengembangan sarana di masa datang
8
Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan, Badan/Kelompok/Organisasi Pengelola harus melakukan langkah-langkah
berikut:
1. Melakukan pemantauan rutin untuk mengetahui kondisi prasarana dan sarana
• Dalam keadaan tidak hujan, kolam tampungan harus dalam keadaan kosong (tidak ada air)
• Pintu-pintu air dalam keadaan siap digunakan
• Pompa dan daya listrik siap digunakan
• Saringan sampah dalam keadaan bersih
2. Mengetahui kerusakan sedini mungkin agar dapat disusun rencana perawatan dan pemeliharaan yang baik terhadap
pompa dan pintu-pintu air
3. Melakukan rehabilitasi tepat waktu terhadap saluran-saluran air dan sistem drainase
4. Melakukan evaluasi kinerja sistem drainase mandiri berwawasan lingkungan dan pelayanannya secara berkala
5. Melakukan pengelolaan sesuai dengan petunjuk operasi pemeliharaan ataupun standar operasi prosedur yang ada
9
BAB IV
TAHAPAN PELAKSANAAN
4.1 Umum
Tahapan pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) meliputi: Persiapan, Seleksi lokasi,
Penguatan Kelembagaan, Penyusunan RKM, Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan sarana terbangun.
Penyusunan
Petunjuk Pelaksanaan Sosialisasi Kepada
Sanitasi Lingkungan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota
Berbasis Masyarakat
Persiapan
PENYIAPAN TFL
(Seleksi, Pelatihan)
Penyiapan Masyarakat
oleh TFL
• PEMBENTUKAN KSM PENYUSUNAN RKM
• PELATIHAN KSM Organisasi, Pilihan Teknologi dan Dokumen RKM
• PELATIHAN MANDOR Sarana, DED, RAB dan Jadwal
• PELATIHAN TUKANG Kegiatan
Pelelangan
Material
Gambar 4.1. Bagan Alir Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
10
4.2.3 Rencana Kegiatan Definitif
Penandatanganan Rencana Kegiatan definitif antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Program pelatihan dirancang berdasarkan kebutuhan yang diidentifikasi dan dianalisis dengan metode yang sistematis
dan partisipatif, yaitu dengan RPA dan dikombinasikan dengan metode/teknik lain yang dianggap efektif, misalnya
observasi, wawancara, review dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tugas pekerjaan dari kelompok sasaran dan
tujuan kegiatan pada tahap seleksi masyarakat dan penyusunan rencana kerja masyarakat (tahap perencanaan), tahap
konstruksi dan capacity building (tahap pelaksanaan konstruksi) serta tahap evaluasi dan support OM (fase
pascakonstruksi).
Materi pelatihan TFL disesuaikan dengan tugas dan tanggung jawab yang ada, antara lain:
1. Prinsip-prinsip dasar Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM);
2. Tahap-tahap pelaksanaan Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) secara umum;
3. Prinsip dan metode seleksi masyarakat
• Longlist dan shortlist kampung
• Rapid Participatory Assessment (RPA)
• Community self selection stakeholders meeting
4. Penyusunan rencana kerja masyarakat (RKM)
• Penentuan calon penerima manfaat/pengguna sarana
• Pemetaan rumah dan infrastruktur sanitasi kampung
• Pemilihan sarana teknologi sanitasi
• Kontribusi masyarakat
• Lembaga Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) di tingkat masyarakat
11
• Penyusunan buku RKM dan Legalisasi RKM
5. Penyusunan Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) sarana teknologi Kegiatan Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dan penyusunan Rencana Anggaran Biaya untuk persiapan fase
pelaksanaan konstruksi berdasarkan sarana dan teknologi yang dipilih oleh masyarakat.
6. Capacity Building (pelatihan-pelatihan dalam Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM))
• Pelatihan KSM
• Pelatihan Mandor/Tukang
• Pelatihan Operator dan Pengguna
7. Evaluasi dan Support untuk operasi dan pemeliharaan
• Support OP pascakonstruksi
• Kampanye kesehatan bagi para pengguna Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)
• Pengukuran dampak program (pengukuran dampak kesehatan dan pengukuran kualitas air di sekitar sarana
Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)).
14
3. Pembuatan Kolam Retensi dan Sistem Polder disusun dengan memperhatikan faktor sosial ekonomi antara lain
perkembangan kota dan rencana prasarana dan sarana kota serta dilaksanakan berdasarkan prioritas zona yang
telah ditentukan dalam Rencana Induk Sistem Drainase.
4. Kelayakan pelaksanaan Kolam Retensi dan Sistem Polder harus berdasarkan tiga faktor antara lain: biaya
konstruksi, biaya operasi dan biaya pemeliharaan.
5. Ketersediaan dan tata guna lahan
Daftar panjang tersebut bertujuan untuk mempermudah TFL dalam menentukan lingkup lokasi, survey, identifikasi lokasi
dan sosialisasi awal, sehingga efektifitas dan target sasaran dapat tercapai. Sebaiknya data sekunder calon lokasi
sejumlah minimal 5 (lima) kampung lokasi kumuh/miskin/padat penduduk perkotaan.
Syarat kriteria kelayakan lokasi sasaran kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM):
a. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan air limbah skala kawasan:
1. Terdaftar dalam administrasi pemerintahan Kabupaten/Kota (Legal/proses legal) & cakupan 50-100 KK –
RT/RW/Lingkungan/Kampung;
2. Memiliki masalah fisik sanitasi yang sama (tidak terpengaruh batas RT/RW);
3. Tersedia lahan:
4. Luas min. 100 m2 (Simplified Sewerage System (SSS) atau komunal) dan min. 150 m2 (untuk Community
Sanitation Center (CSC) atau MCK Plus++)
5. Jarak dengan jalan besar ± 100 m.
6. Tersedia sumber air (PDAM, sumur gali, mata air), dan saluran untuk pembuangan air limbah (saluran
drainase/riol kota/sungai).
7. Bersedia untuk berkontribusi (in cash + in kind).
8. Tertarik untuk mengimplementasikan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).
b. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan persampahan skala kawasan:
1) Kriteria Fisik lingkungan:
1. Permukaan air tanah di TPST >10 m
2. Lahan yang diusulkan memang telah di manfaatkan/ difungsikan sebagai lokasi TPS Sampah.
3. Berada didalam area yang memang direncanakan diperuntukkan sebagai lokasi TPS Sampah atau Rencana
pemanfaatan rendah untuk fasilitas umum/taman.
4. Bebas banjir.
5. Berada di lahan datar.
6. Jalan keluar/masuk menuju dan dari TPST datar dengan kondisi baik dan lebar jalan yang cukup untuk
mobilisasi keluar/masuk motor/gerobak sampah.
7. Jarak lokasi ke permukiman lebih dari 200 m dari permukiman.
8. Terletak 500 m dari jalan raya
9. Berdampak minimal terhadap tata guna lahan.
10. Terdapat zona penyangga dan kegiatan operasionalnya tidak terlihat dari luar.
2) Kriteria Sosial Ekonomi
1. Cakupan pelayanan mendekati 600 KK.
2. Ada tokoh masyarakat yang disegani dan mempunyai wawasan lingkungan yang kuat.
3. Penerimaan masyarakat untuk melaksanakan program 3R merupakan kesadaran masyarakat secara
spontan.
4. Masyarakat bersedia membayar retribusi pengolahan sampah.
5. Sudah memiliki kelompok aktif di masyarakat seperti PKK, Forum-forum kepedulian terhadap lingkungan,
karang taruna, remaja mesjid, klub jantung sehat, club manula, pengelola kebersihan/sampah, dll
c. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan drainase berwawasan lingkungan berbasis masyarakat:
1. Daerah genangan dan parameter genangan yang meliputi luas genangan, tinggi genangan, lamanya genangan
dan frekuensi genangan;
2. Elevasi muka air di muara saluran lebih tinggi dari elevasi muka tanah di daerah genangan;
3. Lokasi Kolam Retensi yang akan dijadikan tempat penampungan kelebihan air permukaan dan perkirakan batas
luas Kolam Retensi tersebut;
4. Daerah pengaliran saluran primer (DPSAL) yang mengalir ke Kolam Retensi melalui peta topografi.
5. Adanya sistem, arah aliran dan outlet
6. Muka air di kolam retensi/kolam polder direncanakan dari dasar muka tanah terendah di daerah perencanaan
dan ditarik dengan lamanya tertentu sesuai dengan kemiringan lahan.
7. Adanya badan air/sungai berada dekat lokasi kegiatan
15
8. Masyarakat bersedia mengoperasikan dan memelihara sistem sendiri serta bersedia membentuk kelompok
pengurus O/P
Pemilihan maksimal 3 (tiga) kampung yang masuk dalam Daftar Pendek (shortlist) yang dilakukan oleh TFL (Pemda dan
Masyarakat) dan disahkan oleh Kepala Dinas penanggung jawab.
Hasil RPA ini akan dipresentasikan pada sesi Seleksi Lokasi Sendiri oleh masyarakat bersama-sama dengan hasil RPA
dari kampung lain dalam 1 (satu) kabupaten/kota. Sesi ini dinamakan Self-Selection Stakeholders Meeting, yang
bertujuan untuk menentukan lokasi masyarakat yang paling siap untuk implementasi Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM).
Tujuan RPA
Secara umum, tujuan RPA adalah teridentifikasinya masalah sanitasi dan keinginan masyarakat untuk memecahkannya
atas dasar kemampuan sendiri yang dilakukan secara partisipatif, sistematis, dan cepat. Tujuan akhirnya adalah
terseleksinya masyarakat yang paling siap untuk implementasi kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
(SLBM).
Untuk menilai kesiapan masyarakat akan diukur dengan 5 (lima) variabel, yaitu :
1. Pengalaman membangun infrastruktur kampung;
2. Kesiapan masyarakat untuk berkontribusi;
3. Kelayakan teknis untuk infrastruktur Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM);
4. Kesiapan lembaga setempat untuk mengelola sarana;
5. Prioritas perbaikan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).
16
Tabel 4.1. Jenis Informasi dan Alat RPA yang digunakan
No Jenis Informasi RPA Tools
Timeline Ladder-1
Problem Tree
Partisipan RPA
Partisipan RPA terdiri dari maksimum 20 orang berasal dari berbagai komponen masyarakat yang ada di kampung yang
bersangkutan, yaitu perempuan, laki-laki, kaya-miskin, dan tokoh formal maupun informal. Prinsipnya semakin banyak
komponen masyarakat yang terlibat dalam proses pelaksanaan RPA ini adalah semakin baik. Sebelum RPA dimulai,
komponen masyarakat yang perlu terlibat dalam RPA harus dibicarakan secara jelas dengan ketua RT/RW setempat.
Fasilitator (TFL) sangat berperan penting dalam RPA karena bertanggung jawab atas proses dan hasil RPA sesuai
dengan rencana. TFL bertugas memberikan ”tongkat komando” kepada masyarakat ketika mereka sudah siap dan
memahami tujuan dan cara kerjanya.
Waktu yang dibutuhkan untuk implementasi RPA adalah 390 menit (6,5 jam). Jika ditambah untuk introduksi, ice
breaking, pembagian kelompok, dan penutupan maksimal 90 menit (1,5 jam). Maka, total waktu yang dibutuhkan adalah
480 menit (8 jam) atau 1 hari efektif.
Tempat yang dibutuhkan untuk pelaksanaan RPA adalah tempat pertemuan besar (untuk pertemuan awal/introduksi dan
pertemuan akhir/presentasi hasil) dan tempat pertemuan kecil (untuk penerapan teknik-teknik RPA). Tempat pertemuan
ini diusahakan di tempat yang luas dan mudah dijangkau/diakses oleh masyarakat.
17
Alat dan Bahan yang perlu disiapkan
Alat dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan RPA terdiri dari : Kertas lebar (plano), Kain lebar, Spidol besar aneka
warna, Spidol kecil aneka warna, Lem/perekat, Selotip, Gunting, Alat tulis, Bahan-bahan lokal seperti biji-bijian atau
kacang-kacangan, Lampu (jika ada kegiatan di malam hari). Akan sangat baik jika ada rekaman video/kamera yang
dapat dipergunakan untuk melengkapi laporan.
Media pemetaan dapat dilakukan di atas tanah, papan tulis atau di atas kertas. Metode penyusunan peta
kampung umumnya menggunakan simbol-simbol dan peralatan yang sederhana seperti tongkat, batu-batuan, daun-
daunan dan biji-bijian. Untuk menggambar di atas media tanah, yang perlu diperhatikan adalah proporsi luas lahan yang
akan digunakan sehingga banyak orang/masyarakat yang dapat terlibat. Jika digambar di tanah, hasilnya harus
digambar kembali di atas kertas agar hasilnya tidak hilang. Untuk itu lebih efektif dan efisien penggambaran peta sanitasi
langsung di atas kertas besar/ plano.
18
6. Skor untuk nilai manfaat dan nilai iuran dijumlahkan dan diisikan ke kolom total, lalu dibuat rata-ratanya;
7. Berdasarkan hasil analisis ini, TFL mengajak peserta untuk menilai kesanggupan mereka untuk berkontribusi
terhadap pembangunan/perbaikan sarana sanitasi yang akan dilakukan dengan cara memilih kartu-kartu yang
didalamnya sudah ada nilai yang disediakan oleh TFL;
8. Kartu yang dipilih adalah nilai yang dimiliki oleh masyarakat yang nanti akan dijumlahkan dengan skor yang lain
pada sesi Community Self-selection Stakeholders Meeting.
19
3. Melakukan observasi dan pencatatan kualitas konstruksi dengan menggunakan format observasi jamban/sanitasi,
kemudian mendiskusikan dengan masyarakat yang ada di sekitar lokasi sarana sanitasi/jamban tentang
pemeliharaan (keberadaan dan keteraturannya), lingkup dan pemakaian, serta konflik kepentingannya. Kemudian
catat hasil temuannya. Untuk lokasi yang pernah mendapat proyek jamban/sarana sanitasi, perlu dipilih secara acak
jamban/sarana sanitasi yang dibangun sebelum, selama, dan setelah intervensi proyek dengan cara menjumlahkan
semua jamban/sarana sanitasi pada ketiga kategori tersebut dan digambarkan persentase perbandingan masing-
masing kategori. Penilaian menggunakan checklist terhadap kualitas konstruksi, operasi, dan pemeliharaan serta
menggunakan jamban keluarga.
4. Menilai kepuasan layanan yang diterima (demand responsiveness), dengan menggunakan skala penilaian dari
setiap rumah tangga yang dikunjungi selama transect. Masyarakat dapat membantu memilih aspek penilaian
kepuasan layanan.
5. Menilai kepuasan penggunaan sarana meliputi tingkat akses layanan, desain, penggunaan untuk anak-anak, kualitas
konstruksi, kemudahan penggunaan dan pemeliharaan, nilai manfaat yang dirasakan dari kontribusi untuk
memperoleh layanan tersebut, laporan mengenai layanan kepada pengguna dengan catatan terpisah untuk pria dan
wanita.
20
Kondisi Skor Konversi ke
2
Ada lahan milik negara (100-200 m ) di dekat kampung 2 50
Tersedia lahan milik perorangan (100-200 m2) di dalam kampung 3 75
Tersedia lahan milik negara (100-200 m2) di dalam kampung 4 100
4
3
C 2
1
MASYARAKAT
D
B
A
21
Pilihan Skor Konversi ke
resmi dari pemerintah, dan memiliki akses keuangan (memiliki rekening
bank, memanfaatkan layanan pembukuan)
Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan
persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan)
22
Kabupaten/Kot 1-2 masyarakat
a terseleksi, 7 terseleksi per
MoU ditanda- Kabupaten/Kota
tangani
Kabupaten/ Presentasi RPA oleh TFL Pertemuan
Kota kepada dan Konsultan stakeholder
terseleksi, 7 stakeholder terlaksana di seleksi sendiri
MoU masyarakat maks.3 per Kab/ masyarakat
TFL ditanda- terselenggara kota/kab.
terseleksi tangani terlaksana &
MoU
Briefing TFL
oleh konsultan
terlaksana
4.3.8 Monitoring
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan penyusunan daftar panjang/long list, Daftar Pendek/short list dan seleksi
kampung dilakukan untuk :
1. Memastikan syarat dan ketentuan calon lokasi terseleksi pada tahap awal (tahap daftar panjang dan daftar pendek
serta lama waktu proses seleksi) telah sesuai;
2. Memastikan fasilitator pendamping masyarakat memiliki kapasitas, integritas dan sosiometri yang sesuai dengan
kriteria;
3. Memastikan proses dan keluaran tahap-tahapan survey cepat (RPA) telah sesuai, terdokumentasikan secara
terbuka (transparancy) serta dapat terukur (accountability);
4. Memastikan lokasi terpilih sesuai dengan syarat teknis, lahan/lokasi tidak dalam kondisi konflik serta mendapat
persetujuan masyarakat.
Penyusunan RKM dilakukan dengan pendekatan partisipatif, artinya semaksimal mungkin melibatkan masyarakat dalam
semua kegiatan yang dilakukan, baik manajemen maupun teknis. Pekerjaan yang membutuhkan keahlian teknis
diserahkan kepada tenaga ahli, namun tetap melibatkan masyarakat. RKM ini dibuat dan diajukan oleh Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM), yang kemudian disetujui oleh semua stakeholder yang terlibat.
Dokumen RKM ini berisi mengenai Prasarana dan Sarana Sanitasi Lingkungan Terseleksi, Rencana Teknis Rinci (Detail
Engineering Design/DED) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB), Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), Mekanisme dan Jadwal Pencairan Kontribusi, Rencana Kerja Masyarakat
(RKM), Konstruksi dan Supervisi, Penguatan Kelembagaan (Capacity Building), Pengoperasian dan Perawatan (O & P),
serta Penjaminan Sistem.
23
Tujuan RKM secara umum adalah:
Teridentifikasinya kebutuhan masyarakat, baik laki-laki dan perempuan, maupun kelompok kaya-miskin untuk
memecahkan masalah sanitasi yang ada berdasarkan kemampuan masyarakat itu sendiri.
Persiapan Pelaksanaan
• Persiapan Tim Fasilitator
- Siapa berperan sebagai apa dan kapan
- Penyiapan logistik, materi dan alat-alat untuk RKM
- Kontak person di masyarakat
• Menentukan waktu dan tempat
• Melaksanakan pertemuan sesuai jadwal dan kesepakatan
• Komunikasi dan koordinasi dengan semua stakeholders
Tabel 4.13 Topik dan Metode yang digunakan dalam Penyusunan RKM
No Topik Metode Partisipatif
1 Penentuan calon penerima manfaat Wealth Classification & Community
program/pengguna sarana Mapping
2 Pilihan Prasarana dan Sarana Sanitasi Presentasi Pilihan Teknologi Sanitasi
Lingkungan Rencana Teknis Rinci (Detail (ICC), Transect Walk untuk data teknis
Engineering Design/DED) & RAB
3 Rencana kontribusi masyarakat Presentasi opsi-opsi kontribusi, Ladder-2
4 KSM Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat Presentasi opsi KSM, Venn Diagram
(SLBM)
5 Rencana Pelatihan Penguatan Kelembagaan Participatory Training Assessment
(Capacity Building)
24
Gambar 4.5 Tahapan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM)
Rencana Kerja
Minimal 1 Masyarakat (RKM)
kampung difinalisasikan (DED,
terseleksi per RAB, rencana
kota/kabupaten pendanaan dan
pelatihan, rencana
monitoring dan OP)
Gambar 4.6 Kegiatan dalam Tahap Penyusunan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM)
Peserta/Partisipan
Partisipan terdiri dari berbagai komponen masyarakat yang ada di kampung yang bersangkutan, baik perempuan, laki-
laki, kaya-miskin, maupun tokoh formal dan informal. Prinsipnya, semakin banyak komponen masyarakat yang terlibat
dalam proses penyusunan RKM ini adalah semakin baik. Sebelum proses penyusunan RKM dimulai, komponen
masyarakat yang perlu terlibat harus dibicarakan secara jelas pada saat pertemuan awal.
Waktu dan Tempat Pertemuan
Waktu pelaksanaan RKM (hari, tanggal, dan durasi per-pertemuan) disesuaikan dengan kesepakatan warga.
Keseluruhan waktu yang dibutuhkan untuk implementasi RKM yang terdiri dari 6 tools adalah 20 jam efektif. Dengan
demikian, apabila dalam satu hari masyarakat bisa meluangkan waktu 2-4 jam (biasanya malam jam 19.00 s/d jam
23.00), 2-3 kali seminggu, maka penerapan RKM ini bisa selesai dalam 3 bulan. Untuk tempat pertemuan, yang perlu
diperhatikan adalah cukup luas, bersifat netral, dan mudah diakses oleh masyarakat.
25
Tabel 4.14. Contoh Alokasi Waktu RKM
Kebutuhan
Minggu ke Kegiatan
Waktu
1 Perkenalan: tim, apa itu Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), 4 – 5 Jam
bagaimana proses Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), siapa
partisipan, Kontrak belajar: Kapan, siapa dan berapa partisipan, bagaimana
mengikuti proses, hasil apa saja yang hendak dicapai:
- Klasifikasi Kesejahteraan
- Pemetaan sosial
2-3 - Diskusi hasil mapping 4 – 5 Jam
- Presentasi Katalog Pilihan Informasi Sanitasi (ICC)
- Mengidentifikasi Pilihan Teknologi yg dipilih
- Transect walk
- Pembentukan KSM & Panitia Pembangunan
- Siapa melakukan apa
- Identifikasi took dan harga material
4-6 - Review pertemuan minggu lalu 4 – 5 Jam
- Memilih teknologi yang diinginkan
- Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) dan Rencana
Anggaran Biaya (RAB)
- Kontribusi
- Partisipasi saat pembangunan pelayanan
- Pembagian kerja berdasarkan peran gender dan waktu kerja (Ladder-2)
7-9 - Review pertemuan minggu lalu 4 – 5 Jam
- Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) dan revisi Rencana
Anggaran Biaya (RAB) lanjutan
- Kontribusi lanjutan
- Rekening Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dibuka
10 - 12 - Review pertemuan minggu lalu 4 – 5 Jam
- Rencana Pelatihan
- Finalisasi buku RKM
Proses:
1. Dimulai diskusi kelompok dengan menyertakan wanita dalam masyarakat, tentang bagaimana membedakan rumah
tangga dalam komunitas mereka;
2. Mencatat tingkatan status sosial yang ada di masyarakat serta menetapkan kriteria tiap tingkat status sosial, dengan
media kertas dan spidol/pena fasilitator mengarahkan masyarkat untuk menggambar orang kaya-pada umumnya
dalam masyarakat;
3. Setelah satu kelompok sibuk, fasilitator mengarahkan 2 (dua) kelompok untuk menggambar orang miskin dan
menengah, hasil dari ketiga gambar tersebut diletakkan secara berderet dan terpisah;
4. Fasilitator mengarahkan masyarakat untuk mendeskripsikan serta menulis di bawah masing-masing gambar tentang
kriteria kaya, menengah dan miskin (minimal 6-7 kriteria pada masing-masing strata);
5. Fasilitator menggali keterangan rasional atau alasan khusus di balik kriteria yang keluar. Setelah itu diklarifikasikan
ke masyarakat tentang kebiasaan mereka, apakah mereka mengutamakan sumber tunggal? sosio-ekonomi mereka?
serta seberapa jauh generalisasi dapat dilakukan;
6. Dengan mendistribusikan 100 benih/batu (menunjukkan populasi total masyarakat) menurut ketiga status sosial,
dimana jumlah benih pada setiap tingkat status sosial menunjukkan prosentase populasi pada tiap kategori; strata
7. Kelompok kemudian menulis karakteristik dan prosentase hasil diskusi dalam lembaran kertas yang besar sebagai
acuan pekerjaan berikutnya maupun pekerjaan yang membutuhkan pengelompokkan.
26
Informasi minimum yang diharapkan adalah :
a. Kesepakatan kriteria klasifikasi keluarga kaya, menengah, dan miskin;
b. Perkiraan distribusi keluarga/rumah tangga untuk setiap kategori yang muncul;
c. Memberikan informasi diatas untuk proses pemetaan sosial dan identifikasi peserta untuk berpartisipasi dalam
kelompok terfokus.
Tujuan:
• Mempelajari kondisi sarana air bersih dan sanitasi masyarakat (tradisional maupun yang berasal dari bantuan);
• Mempelajari akses keluarga kaya, menengah dan miskin terhadap sarana tersebut;
• Mempelajari dari keluarga kelas sosial apa (kaya, menengah dan miskin) anggota badan pengelola, baik laki–laki
atau perempuan yang bekerja dalam bidang pelayanan sarana air bersih, sanitasi dan promosi hidup sehat/bersih,
serta siapa yang pernah atau akan mendapat pelatihan.
Proses:
1) Minimal sehari sebelum proses pemetaan, fasilitator berdiskusi dengan wakil masyarakat (laki atau perempuan)
mengenai kelurahan yang akan dipetakan (dalam beberapa kasus, gambarkan peta secara umum), sistem
penyediaan air bersih baik yang tradisonal maupun yang baru (proyek), serta rumah keluarga kaya, menengah,
maupun miskin berdasarkan kriteria yang telah dibuat pada saat klasifikasi kesejahteraan., Kemudian pilih satu atau
dua RT/RW/Lingkungan yang dipilih mewakili kelurahan, baik dari keluarga mampu maupun tidak mampu. Pastikan
warga yang akan ikut proses pemetaan berasal dari lokasi yang akan dipetakan, baik laki-laki atau perempuan, serta
si kaya maupun miskin;
2) Idealnya acara diadakan di lokasi yang mudah diakses orang banyak, cukup penerangan dan jauh dari gangguan
cuaca;
3) Fasilitator menjelaskan tujuan dari kegiatan ini, serta mengembangkan legenda yang akan digunakan dalam
pemetaan ini, seperti :
• Jalan, gang/lorong, jalan setapak;
• Rumah (tandai sesuai kategori kesejahteraan yang telah dibuat masyarakat);
• Tanda-tanda utama seperti sekolah, dll;
• Tempat ibadah : Masjid, Gereja, Pura, dll;
• Sumber air : alami atau buatan;
• Sarana sanitasi umum dan rumah-rumah yang memiliki jamban (bantuan atau lainnya);
• Rumah badan pengelola (laki-laki atau perempuan) pelayanan sarana air bersih dan program sanitasi;
• Rumah masyarakat yang telah menerima bantuan pelatihan dalam bentuk apapun.
4) Tandai dalam peta mengenai akses masyarakat terhadap sarana air bersih maupun Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM), baik maupun buruk. Perlu juga diketahui penyebabnya, kurang air atau jauh dsb;
5) Kelompok laki-laki dan perempuan, secara gabungan atau terpisah, tergantung hubungan gender, menggambar peta
permukiman setempat di atas kertas besar, dan dapat dilakukan di atas lantai atau ditempel di papan, serta
dilakukan di ruang terbuka;
6) Lakukan reproduksi (menyalin) hasil gambar peta ke dalam kertas, setelah kegiatan selesai;
7) Kelompok diskusi memberi skor/nilai mengenai keadaan akses terhadap sarana air bersih dan sanitasi;
8) Fasilitator mengisi lembar isian, jumlah titik air dan fasilitas sanitasi dalam peta;
9) Peta tersebut digunakan oleh tim untuk acuan kegiatan lanjutan, terutama untuk merencanakan jalur dan partisipan
yang terlibat dalam transect walk.
27
Gambar 4.7. Contoh Peta Sanitasi Masyarakat
Proses:
1. Dilakukan di lokasi yang telah disepakati oleh masyarakat penerima bantuan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM);
2. Kegiatan transect walk II dilakukan lebih detail dari kegiatan transect walk awal (RPA), serta mendapat kesepakatan
dan persetujuan dari masyarakat.
Proses/Tahapan kegiatan:
1) Pemberian nilai sejarah pembangunan pelayanan yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan yang tinggal
dalam masyarakat serta mengetahui sejarah dari pengalamannya. Sebagai contoh, laki-laki dan perempuan yang
terlibat dalam badan pengelola setempat atau masyarakat yang terlibat dalam pembangunan;
2) Fasilitator menanyakan kepada peserta arti kontribusi oleh laki-laki dan perempuan. Apakah laki-laki dan perempuan
punya pengertian yang beda tentang kontribusi;
3) Melakukan diskusi kelompok, membahas tentang siapa berkontribusi apa pada saat pembangunan. Bentuk
kontribusi dapat berupa tenaga kerja, seperti menggali lubang, sumbangan berupa bahan-bahan setempat maupun
uang, disamping juga dalam bentuk bahan makanan untuk para pekerja dan tukang;
28
4) Apabila kelompok miskin memberi kontribusi lebih sedikit, maka perlu mencari tahu bagaimana keputusan tersebut
dibuat : oleh satu orang, tokoh elit setempat, atau laki-laki dan perempuan anggota masyarakat. Jika penentuan
variasi kontribusi yang disesuaikan dengan kemampuan membayar hanya dilakukan oleh elit, maka ada
kemungkinan mereka yang berkontribusi lebih besar akan menggunakan hal tersebut sebagai alasan untuk
melakukan kontrol terhadap pelayanan;
5) Perlu diketahui sumber pendapatan dari kaum laki-laki maupun perempuan, pengelolaan pengeluaran rumah
tangga, maupun pola kontribusi untuk pelayanan sarana sanitasi pada suatu lingkungan masyarakat.
Contoh lembar kerja, Partisipasi Saat dan Pasca Pembangunan Sarana dapat dilihat pada Lampiran.
Proses/Tahap Kegiatan:
1) Fasilitator memfasilitasi diskusi kelompok untuk mengulang pelajaran apa yang telah diperoleh pada pertemuan
sebelumnya;
2) Membagi kelompok, dengan masing-masing kelompok beranggotakan sebanyak 5 - 8 peserta;
3) Setiap kelompok diberi gambar seorang laki-laki, perempuan, pasangan laki-laki dan perempuan secara bersama-
sama, serta satu set gambar yang memperlihatkan tugas yang berbeda. Setelah itu, kelompok berdiskusi tentang
siapa biasanya yang melakukan pekerjaan tersebut.
Apabila kelompok setuju, tempatkan gambar tersebut di bawah gambar laki-laki, perempuan atau pasangan laki-laki
dan perempuan yang menjadi pilhan kelompok. Untuk gambar pasangan laki-laki dan perempuan artinya keduanya
melakukan pekerjaan tersebut;
4) Memfasilitasi kelompok untuk bekerja dengan gambar yang mereka miliki dan mendiskusikan temuan-temuan
mereka. Kelompok bisa melepas dan menempelkan kertas yang menggambarkan tugas laki-laki dan perempuan di
atas kertas kosong.
5) Masing-masing kelompok mempresentasikan pilihan mereka, dengan menjelaskan pilihan mereka dan menjawab
beberapa pertanyaan, diantaranya meliputi :
• Siapa melakukan apa;
• Beban kerja antara laki-laki dan perempuan;
• Bagaimana perbedaan beban kerja yang ada bisa mempengaruhi alokasi pekerjaan untuk menanggulangi
penularan penyakit diare;
• Keuntungan dan kerugian pergantian tugas yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan;
• Hal-hal potensial untuk perubahan tugas yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan
6) Menugaskan tiap kelompok untuk mengidentifikasi peran mana yang akan merubah atau memodifikasi hal-hal yang
layak untuk mengembangkan sanitasi dan kesehatan pribadi, merekam kesimpulan-kesimpulan hasil identifikasi
tersebut untuk dimanfaatkan pada kegiatan monitoring selanjutnya;
7) Memfasilitasi diskusi kelompok tentang apa yang menjadi pembelajaran dari kegiatan ini, serta apa yang masyarakat
suka dan tidak suka dari kegiatan ini.
Contoh lembar kerja, pembagian kerja berdasarkan gender : Siapa Melakukan Apa dapat dilihat pada Lampiran.
4.4.1.6 Pembagian Kerja Berdasarkan Gender dan Waktu Kerja (Ladder II)
Pembagian kerja berdasarkan gender dan waktu kerja (ladder II) bertujuan:
• Untuk menilai dan menganalisa pembagian kerja, jenis pekerjaan serta menentukan pekerjaan yang perlu dibayar
atau tidak, terkait dengan pelayanan sarana antara perempuan dan laki-laki, serta kaya dan miskin;
• Sebagai alat kaji ulang bagi data dari tools lain.
Proses/tahapan kegiatan:
1) Fasilitator melakukan diskusi kelompok terfokus laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin;
2) Kelompok menentukan tugas/pekerjaan yang berhubungan dengan sarana sanitasi yang ada, dengan cara peserta
menuliskan tiap jenis pekerjaan pada sebuah kartu. Peserta dengan kemampuan baca tulis rendah dapat membuat
gambar dari pekerjaan atau tugas yang terkait dengan konstruksi, pemeliharaan dan manajemen sarana yang telah
dibangun;
3) Dengan diskusi kelompok, kemudian menentukan mana pekerjaan yang membutuhkan keahlian/pelatihan seperti
pengelolaan administrasi keuangan dan sistem iuran. Dilihat dari sisi status pekerjaan, memimpin rapat memiliki
29
status yang paling tinggi, sedangkan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan fisik seperti membersihkan sarana
dan memperbaiki kerusakan merupakan pekerjaan dengan status rendah.
4) Fasilitator membuat gambar-gambar yang terkait dengan pembangunan dan pemeliharaan sarana. Jika kelompok
diskusi tidak setuju dengan arti sebuah gambar, maka sisihkan gambar tersebut. Sebaliknya, jika ada ide kelompok
yang belum ditunjukkan oleh gambar, maka fasilitator membuat gambar tersebut atau menulis di kertas baru;
5) Dengan menggunakan potongan kertas berwarna, batu, biji-bijian atau bahan lokal lainnya peserta menandakan
pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki, serta pekerjaan yang dibayar maupun tidak dibayar;
6) Fasilitator memfasilitasi diskusi hasil temuan dan hasil dari pertemuan.
Contoh lembar kerja, pembagian kerja berdasarkan gender dan waktu kerja/Ladder-2 dapat dilihat pada Lampiran.
Namun, apabila dibutuhkan, pembentukan/kepengurusan KSM dan AD/ART KSM dapat dilegalkan melalui notaris
setempat. Secara umum tugas KSM adalah memonitor, supervisi, dan mengelola kegiatan pembangunan, serta
mengelola sarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), sehingga dalam membentuk maupun menyusun
organisasinya disesuaikan dengan kepentingan kegiatan-kegiatan tersebut.
Catatan:
- Mekanisme kerja KSM tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang disepakati
oleh pengurus KSM dan seluruh calon pengguna/penerima manfaat.
30
- Status pembentukan KSM disahkan dengan Surat Keputusan (SK) Lurah yang diketahui oleh Camat setempat.
Untuk daerah tertentu, pembentukan KSM ini perlu legalitas notaris untuk kepentingan pembukaan rekening
masyarakat.
RAPAT ANGGOTA
PENGURUS BADAN
PENASEHAT
Ketua
Sekretaris
Bendahara
PEMBANGUNAN PENGELOLAAN
ANGGOTA-ANGGOTA
(PENGGUNA/PEMANFAAT SARANA)
Keterangan :
= Garis wewenang
= Garis pengawasan
= Garis Pelayanan
4. Prioritas ke-2
Apabila prioritas pertama sudah dipenuhi (tidak ada BAB sembarangan) maka dapat dikembangkan:
c. Pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) berbasis masyarakat
adalah penyelengaraan prasarana persampahan yang meliputi kegiatan mengurangi (reduce), mengguna ulang
(reuse) dan mendaur ulang (recycle) sampah. 1 modul pengelolaan sampah pada 3R (reduce, reuse dan
recycle) berbasis masyarakat membutuhkan dana pembangunan dan pelatihan sekitar Rp.300 juta
d. Pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan berbasis masyarakat
adalah penyelengaraan prasarana drainase yang menunjang kegiatan konservasi dan keseimbangan
lingkungan. Untuk prasarana drainase ini membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp.300 juta/Ha.
31
Sistem prasarana kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dipilih oleh masyarakat sesuai keinginan
mereka dan kondisi lingkungan setempat berdasarkan asas keberlanjutan (sustainability). Sarana sanitasi terpilih
menjadi dasar untuk menyusun Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) dan Rencana Anggaran Biaya
(RAB). Presentasi, penjelasan dan diskusi pilihan-pilihan teknologi berdasarkan buku Pemilihan Teknologi Sanitasi
(Informed Choice Catalogue/ICC) dilaksanakan dalam pertemuan masyarakat.
KELEBIHAN:
• Kloset paling umum di Indonesia
• Biaya pembangunan, pengoperasian dan perawatan murah
• Tidak memerlukan tenaga ahli
• Lokasi bangunan bisa di mana saja
• Nyaman, bersih, dan sehat jika air tersedia secara teratur
KEKURANGAN:
• Dibutuhkan air yang tersedia secara teratur
• Diperlukan sistem pemipaan dan pengolahan untuk air buangan
2. MCK Umum
Terdiri dari sejumlah pintu jamban, bisa dilengkapi kamar mandi, sarana cuci dan pengolahan air limbah. Setiap
jamban melayani 6 KK (25 orang). Sesuai untuk pemukiman yang kebanyakan tidak memiliki jamban
KELEBIHAN:
• Sistem sarana dasar sanitasi terpusat
• Nyaman untuk pemukiman padat
• Memungkinkan untuk meningkatkan sistem
KEKURANGAN:
• Memerlukan pengawasan konstruksi
• Pengoperasian dan perawatan oleh kelompok masyarakat dan penyedia jasa swasta yang mampu
32
KELEBIHAN:
• Lebih hemat daripada sistem pembuangan air limbah konvensional
• Masyarakat dapat berperan dalam proses perencanaan dan konstruksi
• Nyaman untuk pengguna, air limbah dijauhkan dari area pemukiman
KEKURANGAN:
• Memperlukan proses perencanaan matang
• Perawatan yang tidak rutin, menyebabkan kegagalan sistem secara total
Komponen Pengolahan:
1. Tangki Septik Bersama
Air limbah dialirkan melalui pipa ke tangki septik, yang dibangun di bawah tanah. Dalam tangki septik terdapat dua
proses pengolahan: pengendapan dan pengapungan. Air limbah yang berada di tengah (bagian bersih) mengalir
keluar.
KELEBIHAN:
• Sesuai untuk rumah yang berkelompok
• Butuh lahan sedikit karena dibangun dibawah tanah
• Biaya konstruksi kecil
• Pengoperasian dan perawatan mudah dan murah
KEKURANGAN:
• Efisiensi pengolahan rendah
• Perlu pengolahan tambahan
• Memerlukan pengurasan yang sering
2. Bio-Digester
Menghasilkan biogas, sebagai energi alternatif untuk memasak dan penerangan. Air hasil pengolahan belum efisien
tetapi sudah berbau dan tidak terlalu berbahaya. Sesuai untuk limbah WC dan industri tahu/tempe, RPH dan ternak.
KELEBIHAN:
• Efektif sebagai pengolahan awal
• Biaya konstruksi dan perawatan rendah
• Kebutuhan lahan sedikit
• Air hasil olahan tidak berbau
• Menghasilkan gas
KEKURANGAN:
• Masih diperlukan pengolahan lanjutan
• Diperlukan tenaga ahli untuk desain, mengawasi dan membangun
33
3. Baffled Reaktor/Tangki Septik Bersusun
Terdiri beberapa bak; bak pertama menguraikan zat yang mudah terurai, bak berikutnya menguraikan yang lebih
sulit terurai.
KELEBIHAN:
• Lahan yang dibutuhkan sedikit karena dibangun dibawah tanah
• Biaya pembangunan kecil
• Biaya pengoperasian dan perawatan murah dan mudah
• Efisiensi pengolahan tinggi
KEKURANGAN:
• Diperlukan tenaga ahli untuk desain dan pengawasan
• Tukang ahli diperlukan untuk pekerjaan plester kualitas tinggi
KEKURANGAN:
• Biaya konstruksi tinggi jika bahan filter tidak tersedia di tempat itu
• Diperlukan tenaga ahli untuk desain dan pengawasan
KELEBIHAN:
• Butuh lahan sedikit karena dibangun di bawah tanah
• Biaya investasi kecil
• Pengoperasian dan perawatan murah dan mudah
• Efisiensi pengolahan tinggi
KELEBIHAN:
• Pilihan pembuangan paling murah
• Dapat diterapkan oleh masyarakat
• Tidak memerlukan pengoperasian dan perawatan
KEKURANGAN:
• Konsumsi dan penggunaan air sungai mentah di bagian muara tidak dianjurkan
• Kemungkinan kelebihan beban pada sungai sangat memungkinkan. Hal ini tergantung pada cara pengolahan
dan derasnya aliran sungai
6. Pengurasan dengan Truk Tinja
Jika lumpur tidak diolah setempat, maka harus dikeluarkan dan dibuang dengan bantuan jasa penguras. Truk
penguras sebaiknya terletak tidak lebih dari 50 meter (untuk menyesuaikan panjang selang penguras = 50 m). Truk
penguras dihubungkan ke bak pengolah dengan pipa dan pompa sedot. Harus diperhatikan bahwa pengurasan
hanya mengambil lumpur "hitam" saja.
Pengurasan lumpur dengan truk tinja dilakukan setiap 2 tahun untuk kemudian lumpur diolah di Instalasi Pengolah
Lumpur Tinja (IPLT).
34
KELEBIHAN:
• Pilihan pembuangan berbiaya murah
• Masyarakat tidak perlu melakukan pengoperasian dan perawatan
• Pembuangan lumpur yang aman
KEKURANGAN:
• Perlu jasa penguras
• Truk penguras mungkin belum tersedia
• Perlu dibangun IPLT
1. Teknologi Pewadahan
Subsistem pewadahan merupakan subsistem awal dalam sistem pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis
masyarakat yang merupakan subsistem yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dalam pemilihan teknologi
untuk pewadahan, maka ada beberapa kriteria yang sebaiknya diikuti secara benar yaitu :
• Volume pewadahan minimal dapat menampung sampah dari penghuni untuk jangka waktu minimal 3 hari untuk
sampah non organik dan 1 hari untuk sampah organik.
• Terbuat dari bahan yang cukup kuat, tahan basah untuk sampah organik, sehingga umur teknis dari pewadahan
minimal dapat mencapai 6 bulan.
• Pada metoda pewadahan terpilah sesuai prinsip 3R maka setiap wadah dapat menyimpan sesuai jenis sampah
yang akan disimpan. Untuk itu pada perencanaan perlu dirujuk hasil penelitian lapangan komposisi sampah
setempat.
• Bahan wadah paling baik dapat diperoleh secara lokal.
• Pada metoda pewadahan terpilah 3R, maka warna wadah sebaiknya spesifik untuk setiap jenis sampah.
• Untuk menambah estetika yang lebih baik maka wadah dilengkapi dengan tutup.
• Mudah dalam operasi pemasukan sampah maupun pengosongan sampah.
• Mudah dalam perawatan.
Pada perencanaan pengkomposan sampah organik skala rumah tangga, maka dilakukan beberapa tahapan antara
lain:
• Dari penelitian komposisi dan timbulan sampah, maka diperoleh perkiraan timbulan sampah per orang per hari
pada lokasi terpilih, asumsi rata–rata 3 liter/orang/hari
• Dari penelitian sosial, diperoleh :
- Jumlah hunian rata-rata pada rumah tangga
- Kebiasaan masyarakat membuang sampah.
• Volume komposter sampah organik dari dapur dapat ditentukan melalui perkiraan sebagai berikut : (jumlah
hunian rata-rata) x timbulan sampah organik/orang/hari x 40 hari x 0,2. Rata-rata volume komposter 50 liter, jika
tingkat hunian lebih dari 5 orang, maka dapat digunakan kelipatannya.
• Diperlukan minimal dua komposter untuk setiap rumah tangga, dengan tata cara penggunaan, komposter yang
sudah penuh perlu didiamkan selama sebulan lagi dan dipanen jika komposter satunya sudah penuh.
Secara umum, perencanaan kegiatan daur ulang sampah non-organik dapat dilaksanakan berdasarkan beberapa
hal dibawah ini, antara lain:
Sampah yang akan didaur ulang sebaiknya berupa bahan yang terdiri dari kertas, plastik, karet/kulit dan logam.
Bahan ini memiliki nilai ekonomi tinggi, namun dalam pelaksanaannya memerlukan penanganan khusus (pemilahan
sesuai jenis dan bahan penyusunnya), merupakan bahan daur ulang kualitas baik, dan dipilah sejak dari sumbernya
Pemasaran produk daur ulang, dapat dilaksanakan dengan cara menjalin kerjasama dengan pihak lapak besar atau
langsung dengan industri/organisasi pengguna bahan tersebut (misal industri kertas daur ulang, industri pengolah
logam, pengolah karet bekas, dll)
Untuk limbah yang dikategorikan sebagai bahan B3, sebaiknya bahan ini hanya dikumpulkan dalam wadah khusus
yang tidak mudah bocor dan diberi label. Daur ulang bahan B3 ini sebaiknya di koordinasikan dengan pihak
pengumpul resmi yang memiliki ijin atau dinas kebersihan kabupaten/kota.
36
4. Teknologi Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah merupakan subsistem setelah pewadahan. Pengumpulan sampah dapat dilakukan langsung
oleh kendaraan pengangkut sampah atau tidak langsung melalui penggunaan gerobak atau motor sampah. Pada
kasus sistem pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat maka pengumpulan dilakukan melalui
penggunaan gerobak atau motor sampah. Dalam perencanaan teknologi pengumpulan maka digunakan beberapa
kriteria sebagai berikut :
• Volume gerobak atau motor sampah 1 m3 sehingga satu unit pengumpul dapat melayani 300 jiwa atau sekitar 60
KK untuk timbulan sampah 3 liter/orang/hari. Untuk timbulan yang berbeda (sesuai hasil penelitian lapangan)
maka cakupan pelayanan satu unit pengumpul dapat diperkirakan sebagai berikut : 1000 liter/(timbulan sampah
dalam liter/orang/hari).
• Kondisi topografi yang berbukit hanya dapat dilayani dengan motor sampah
• Kondisi topografi yang datar dapat menggunakan gerobak atau motor sampah.
• Pengumpulan sampah terpilah dapat dilakukan :
- Gerobak atau motor 3R yang tersekat sesuai jenis sampah yang terpilah digunakan sesuai hasil pemilahan
- Gerobak tanpa sekat digunakan dengan jadwal tertentu
• Mempunyai umur teknis minimal 1 tahun
• Menggunakan ban angin.
Perencanaan pengumpulan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat menggunakan beberapa tahapan sebagai
berikut :
• Pendataan jumlah warga pada lokasi terpilih
• Penentuan jumlah gerobak atau motor 3R yang dibutuhkan dengan cara :
((jumlah warga x jumlah timbulan sampah/orang/hari)/1000 liter/rit per hari.
• Pemilihan jenis pengumpul dilihat dari topografi lokasi
• Penyusunan anggaran investasi sesuai harga satuan setempat
• Penyusunan anggaran operasi pengumpulan yang terdiri dari :
- Biaya tetap :
· Pegawai
· Asuransi
· Pemeliharaan
- Biaya variabel :
· Bahan bakar
• Penyusunan jadwal pengumpulan
Perencanaan teknologi pengolahan sampah skala kawasan dilakukan pada beberapa tahapan :
• Penentuan wilayah/jumlah warga yang akan dilayani
• Dari penelitian komposisi dan timbulan sampah, dapat diperkirakan jumlah sampah yang harus diolah yang
terdiri dari jumlah sampah organik dan sampah non organik.
• Bersama-sama warga menentukan metoda atau teknologi yang akan diterapkan, untuk pengkomposan sampah
ada beberapa pilihan: teknologi open windrows, teknologi caspary dan open bin sesuai dengan tenaga dan biaya
yang ada.
• Menentukan layout dari TPST dengan memperhatikan jumlah sampah organik yang akan dikomposkan, metode
yang akan digunakan, dan bentuk lahan yang ada.
• Menentukan organisasi pengelola
• Penyusunan anggaran investasi sesuai harga satuan setempat
• Penyusunan anggaran operasi pengumpulan yang terdiri dari:
- Biaya tetap :
· Pegawai
· Asuransi
· Pemeliharaan
- Biaya variabel :
· Bahan bakar
· Listrik
Tujuannya agar daerah permukiman yang sering tergenang akibat hujan dapat terbebas dari genangan serta untuk
menjamin pengembangan baru tidak akan menambah puncak banjir di daerah bagian hilir dan sekitarnya pada saat
hujan besar sampai periode ulang 2-5 tahun melalui pengelolaan partisipatif berbasis masyarakat.
Pengembangan permukiman baru dan pengembangan kembali di bagian hulu dapat menyebabkan banjir di bagian hilir
di bawahnya sehingga untuk mencegah aliran air masuk ke badan air secara bersamaan, yang dapat menyebabkan
debit naik secara ekstrim maka perlu dibuat kolam tampungan di daerah hulunya. Kemudian air dari kolam tampungan
dibuang secara bertahap dengan debit moderat. Drainase mandiri ini selain akan mengelola air hujan di kawasannya
sendiri, juga akan ikut mencegah air hujan mengalir secara berlebihan di bagian hilir yang menyebabkan banjir di bagian
hilir.
Pilihan teknologi drainase mandiri berwawasan lingkungan berbasis masyarakat mempertimbangkan keadaan topografi
dan lingkungan di lokasi, untuk perhitungan detail teknis saluran dan kolam tampungannya dapat mengacu pada Tata
Cara Pembuatan Kolam Retensi dan Polder dengan saluran-salurannya. Di bawah ini contoh pilihan sistem drainase
mandiri berwawasan lingkungan.
38
1. Sistem drainase mandiri dengan kolam tampungan di samping saluran yang bermuara di badan air/sungai
Gambar 4.17. Sistem Drainase Mandiri dengan Kolam Tampungan di Samping Saluran
yang Bermuara di Badan Air/Sungai
• Kelengkapan Dasar:
a. Kolam tampungan/kolam retensi/kolam tandon
b. Sistem drainase internal kawasan
c. Pengatur debit:
- Apabila elevasi muka air kolam tampungan relatif lebih tinggi dari elevasi muka air badan air/sungai,
pengatur debit cukup memakai saluran outlet dengan dimensi dan kapasitas terbatas sesuai perhitungan
teknis.
- Apabila elevasi muka air kolam tampungan tidak berbeda jauh dengan elevasi muka air badan air/sungai,
maka perlu memakai pintu air untuk saluran pembuangannya.
- Apabila elevasi muka air kolam tampungan lebih rendah dari elevasi muka air badan air maka selain
membutuhkan pintu air outlet, diperlukan pompa untuk membuang air ke badan air/sungai.
Kelengkapan tambahan (apabila diperlukan)
d. Diperlukan juga pembuatan tanggul apabila air dari badan air sering melimpas ke area kawasan
e. Pintu inlet ke kolam tampungan
f. Saringan sampah
g. Kolam penangkap sedimen/grit chamber
• Kesesuaian tipe:
a. Dipakai apabila tersedia lahan kolam retensi
b. Kapasitas bisa optimal apabila lahan tersedia
c. Tidak mengganggu sistem aliran yang ada
2. Sistem drainase mandiri dengan kolam tampungan segaris dengan saluran atau berada dalam saluran, outlet
kolam tampungan langsung bermuara ke badan air/sungai
Gambar 4.18. Sistem Drainase Mandiri dengan Kolam Tampungan Segaris dengan Saluran atau Berada dalam
Saluran, Outlet Kolam Tampungan Langsung Bermuara ke Badan Air/Sungai
39
• Kelengkapan Dasar:
a. Kolam tampungan/kolam retensi/kolam tandon
b. Sistem drainase internal kawasan
c. Pengatur debit berada di kolam tandon yang berhadapan langsung dengan badan air/sungai
- Apabila elevasi muka air kolam tampungan relatif lebih tinggi atau tidak berbeda jauh dengan elevasi
muka air badan air/sungai, maka perlu memakai pintu air untuk saluran pembuangannya.
- Apabila elevasi muka air kolam tampungan lebih rendah dari badan air maka selain membutuhkan pintu
air, diperlukan pompa untuk membuang air ke badan air/sungai
Kelengkapan tambahan (apabila diperlukan)
d. Diperlukan juga pembuatan tanggul apabila air dari badan air sering melimpas ke area kawasan
e. Pintu inlet ke kolam tampungan
f. Saringan sampah
g. Kolam penangkap sedimen/grit chamber
• Kesesuaian tipe:
a. Dipakai apabila tersedia lahan kolam retensi
b. Kapasitas bisa optimal apabila lahan tersedia
c. Tidak mengganggu sistem aliran yang ada
3. Sistem drainase mandiri tanpa kolam tampung, menggunakan saluran drainase internal kawasan sebagai
penampung air sementara
• Kelengkapan Dasar:
a. Sistem drainase internal kawasan dengan kapasitas memadai, yang akan difungsikan juga sebagai
tampungan sementara (long storage)
b. Resapan air untuk mengurangi limpasan air permukaan, dapat berupa lahan tanah terbuka atau peresapan
buatan seperti sumur-sumur resapan
Kelengkapan yang diperlukan apabila elevasi muka air badan air/sungai lebih tinggi dari muka air saluran outlet
c. Pintu air di ujung saluran outlet, terutama bila fluktuasi muka air pada badan air/sungai cukup besar
d. Pompa air di ujung saluran outlet, kapasitas pompa dihitung sesuai dengan kondisi sistem
e. Tanggul keliling apabila air dari badan air/sungai sering melimpas ke area kawasan
Kelengkapan tambahan (apabila diperlukan)
f. Bak penangkap sedimen/grit chamber pada saluran sebelum masuk ke pompa
g. Saringan sampah di depan pompa air
• Kesesuaian tipe:
a. Dipakai apabila lahan sulit didapat
b. Pemeliharaan dan pengoperasian dilakukan secara rutin
Dokumen Perencanaan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) diusulkan dan disahkan dalam forum
musyawarah di lokasi pelaksanaan.
40
Pembangunan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).
Persiapan pelaksanaan dilakukan oleh KSM dibantu TFL pada forum rembug kampung, meliputi:
1. Mengecek dan merubah Jadwal Pelaksanaan yang telah disusun di dalam RKM, disesuaikan dengan kondisi terkini
(bila diperlukan).
2. Mengecek kembali rekening KSM untuk memastikan bahwa kontribusi masyarakat berupa uang di rekening KSM
(minimal sebesar 4% dari kebutuhan dana di RKM yang disetujui) sudah masuk ke dalam Rekening Bersama.
3. Memeriksa dan menyiapkan kontribusi masyarakat berupa tenaga (in-kind) sebesar 16% dan material (in-kind)
sebesar 16% dari kebutuhan dana di RKM yang disetujui.
4. Identifikasi tenaga terampil dan pendaftaran calon pekerja untuk pekerjaan yang akan dilaksanakan sendiri. Calon
pekerja harus digolongkan menurut jenis kelamin. Orang yang tergolong kurang mampu harus mendapatkan
prioritas. Pendaftaran tenaga kerja dapat diteruskan selama pelaksanaan bila terdapat calon tenaga kerja baru.
5. Menyusun organisasi pelaksanaan pembangunan
Hasil dari rembug kampung yang memenuhi kegiatan di atas adalah pernyataan kesiapan masyarakat untuk
melaksanakan kegiatan pembangunan. Pernyataan kesiapan diajukan kepada Pimbagpro kabupaten/kota terkait
sebagai kelengkapan “kontrak” dan sebagai dasar disetujuinya Surat Perintah Pembayaran (SPP) yang diajukan kepada
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Kemudian, apabila SPP disetujui, KPPN akan menerbitkan SPM
(Surat Perintah Membayar) kepada KSM.
Dalam pelaksanaan ini KSM akan dibantu oleh TFL yang secara periodik ditentukan jadwal pertemuan pelaksanaan
yang akan membahas kemajuan-kemajuan pekerjaan dan penyelesaian permasalahan yang timbul di lapangan.
Dalam pertemuan-pertemuan tersebut sekali waktu perlu dihadiri oleh pihak Dinas PU Kabupaten/Kota dan
Konsultan Kabupaten/Kota, terutama yang berkaitan dengan kemungkinan adanya perubahan atau revisi pekerjaan
yang menyangkut teknis maupun keuangan.
Setiap kontrak yang selesai dilakukan oleh KSM akan dievaluasi oleh Tim penerima barang/jasa yang dibentuk oleh
Dinas PU Kabupaten/Kota. Panitia Penerima bertugas melakukan evaluasi atau pengecekan pekerjaan yang
dikerjakan oleh KSM maupun pihak ketiga sesuai dengan spesifikasi teknis atau Kerangka Acuan Kerja dalam
kontrak.
Dengan kemampuan panitia yang terbatas untuk melakukan evaluasi terhadap pekerjaan tersebut, maka Kegiatan
dapat mengundang tenaga ahli Konsultan Kabupaten/Kota untuk melaksanakan evaluasi atau pengecekan tersebut.
Disamping pelaksanaan pekerjaan sendiri oleh masyarakat, KSM juga dapat secara langsung melakukan teguran-
teguran di lapangan baik lisan maupun tertulis kepada subkontraktor terhadap kualitas pekerjaan maupun
kemampuan tukang yang tidak memadai.
Dalam pelaksanaannya KSM akan melakukan pengawasan terhadap kinerja subkontraktor dengan dibantu oleh Tim
Fasilitator Masyarakat. Dalam melakukan pengawasan, KSM juga akan melakukan pertemuan-pertemuan secara
berkala dalam rangka memantau kemajuan pekerjaan yang telah dicapai oleh subkontraktor/pemasok serta
permasalahan-permasalahan yang timbul di lapangan.
Setiap kontrak yang selesai dilaksanakan oleh subkontraktor akan diperiksa oleh KSM terlebih dahulu dan dibantu
oleh konsultan, kemudian akan dievaluasi oleh Tim penerima barang/jasa yang dibentuk oleh Dinas PU
Kabupaten/Kota.
Panitia Penerima bertugas melakukan evaluasi atau pengecekan pekerjaan (Cek List Pekerjaan) yang dikerjakan
oleh pihak kedua atau pihak ketiga (Subkontraktor/Pemasok) sesuai dengan spesifikasi teknis atau Kerangka Acuan
Kerja dalam kontrak.
Salah satu cara pelatihan di lapangan adalah bersama-sama dengan tukang yang terampil membangun jamban
lengkap dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau memasang pipa (riol) dari rumah ke IPAL.
2. Gender
1. Dalam pelaksanaan kegiatan kegiatan, baik laki-laki maupun perempuan dapat terlibat aktif selama
pembangunan sarana sanitasi (pelaksanaan konstruksi)
2. Perempuan dapat terlibat dalam pelaksanaan konstruksi sebagai tenaga terampil ataupun kurang terampil
3. Perempuan dapat berperan sesuai kapasitasnya sebagai tenaga terampil dalam pelaksanaan konstruksi (sesuai
jabatan di KSM, misalnya: sebagai Ketua, bendahara dsb.)
4. Perempuan dapat menyediakan konsumsi sehingga pelaksanaan pekerjaan konstruksi dapat berjalan lancar
5. Perempuan dapat melakukan monitoring pada saat pekerjaan konstruksi
Pelaksanaan Konstruksi oleh masyarakat mempergunakan organisasi dan sumber daya yang telah disusun dalam
rembug kampung, dan langsung dapat melaksanakan pekerjaan dengan sumber pendanaan dari Rekening KSM,
dimana penggunaannya dibukukan sesuai dengan peraturan yang ada. TFL masyarakat mendampingi, memberikan
bimbingan teknis dan persetujuan terhadap kegiatan yang telah, sedang dan akan dilakukan.
KSM dan Masyarakat dengan dukungan TFL masyarakat secara terus- menerus melakukan monitoring kemajuan
pembangunan selama pelaksanaan pekerjaan, seperti pembelian material, kualitas pekerjaan, periode pembayaran,
administrasi keuangan, dsb. Hal ini untuk mempercepat langkah-langkah yang dapat segera diambil bila terdapat
penyimpangan dari Rancangan Rinci yang ada dalam Rencana Kerja Masyarakat (RKM).
TFL akan memfasilitasi kepada KSM atau anggota masyarakat yang berminat mengenai cara pelaksanaan dari kegiatan
percontohan untuk sarana sanitasi, baik untuk jamban komunal maupun untuk jamban pribadi yang telah dipilih
masyarakat.
Pembuatan papan informasi harus dimusyawarahkan dengan masyarakat/warga kampung agar secara bersama-sama
menetapkan pembiayaan, lokasi pemasangan, pembuat dan penanggung jawab dalam perawatan dan perbaikannya.
43
Agar masyarakat mudah membaca pengumuman yang tercantum di papan informasi tersebut, rancangannya harus
dibuat menarik, tidak mudah rusak dan berukuran ideal agar dapat terlihat dari jarak tertentu. Pada umumnya ukuran
yang digunakan sekitar 1 x 1,5 meter dan biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan papan informasi pada prinsipnya
ditanggung oleh masyarakat sendiri.
Jenis informasi minimal yang harus tercantum dalam papan informasi antara lain:
1. Jumlah dana kegiatan yang harus diterima masyarakat melalui rekening KSM
2. Jumlah kontribusi masyarakat
3. Sistem pencairan dana
4. Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan
5. Laporan pertanggungjawaban pencairan dan penggunaan dana
6. Nama Kecamatan/Desa/kampung dan alamat KSM
Agar informasi dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. papan informasi harus dipasang di tempat yang banyak dikunjungi orang, tetapi aman dari gangguan
2. Papan informasi harus dipasang agak tinggi agar tidak mudah dirusak
3. Tulisan agak besar, kalimat sederhana dan singkat disertai gambar berwarna agar menarik perhatian dan minat
pembacanya
4. Papan informasi dilindungi kaca atau plastik untuk mengurangi kemungkinan informasi dirusak orang
5. Informasi yang ditempel di papan informasi dapat berupa fotokopi atau tulisan tangan, asalkan jelas dan terbaca
dengan baik
6. Informasi harus selalu diperbaharui sesuai perkembangan pelaksanaan kegiatan
Sistem pemantauan perkembangan pelaksanaan kegiatan memerlukan rencana kegiatan yang terstruktur dengan baik.
Selain pemantauan dilakukan melalui pencatatan dan pelaporan secara berjenjang dan sistematis, monitoring kegiatan
dapat juga dilakukan dengan cara supervisi untuk melakukan pengawasan langsung, baik terhadap administrasi
kegiatan maupun kegiatan di lapangan. Kegiatan ini juga mencakup evaluasi kinerja pelaksana dan stakeholder dalam
bidang keuangan, teknis, ketepatan waktu operasi dan realisasi, serta kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh
kegiatan, terhadap pengadaan dan pelaksanaan konstruksi fisik prasarana, reqruitment staf, penyelenggaraan pelatihan
dan lainnya. Data tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan dalam formulir-formulir isian yang diolah dan dianalisis.
Sistem pengumpulan dan pengolahan data ini merupakan dasar utama Sistem Informasi Manajemen (SIM).
Pelaksanaan SIM dengan baik dapat menyediakan data dan informasi bagi kepentingan manajemen kegiatan. Dengan
informasi dan data yang sudah terkumpul, memungkinkan manajer kegiatan dan pelaksana kegiatan bersangkutan serta
lembaga penyandang dana mengetahui kinerja kegiatan dan mengenali hambatan serta kesenjangan yang ada sebagai
dasar untuk pengendalian kegiatan dan melakukan tindakan korektif bila diperlukan. Selain itu, Sistem Monitoring dan
Evaluasi (M&E) dalam kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) juga dilakukan secara patisipatif oleh
masyarakat untuk mengetahui keberlangsungan yang dicapai, masalah yang dihadapi dan alternatif pemecahan oleh
masyarakat langsung dengan mengunakan metode MP.
Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan laporan berkala digunakan untuk mengetahui kinerja dalam hubungannya dengan
tujuan dan target yang ingin dicapai dengan menggunakan indikator pencapaian hasil serta menyarankan tindakan
korektif yang sesuai apabila diperlukan. Laporan berkala mencakup data informasi yang dibutuhkan dan dimonitor
secara teratur baik secara bulanan maupun triwulan. Selain itu, data dan informasi terkait lainnya dapat diperoleh melalui
survei data dasar dan survei pemantuan serta evaluasi dampak dan studi-studi lainnya.
Laporan tengah dan akhir kegiatan biasanya disiapkan oleh pelaksana kegiatan setelah mid-term dan final evaluation
menjelang tengah dan akhir pelaksanaan kegiatan. Laporan ini merupakan dasar bagi Penilaian Akhir Kegiatan.
Tujuannya adalah menilai pencapaian hasil kegiatan dan keseluruhan keberhasilan, dan menyediakan informasi bagi
Pemerintah maupun Bank Penyandang Dana, tentang seluruh kinerja dan dampak akhir dari kegiatan serta
merumuskan pelajaran-pelajaran yang dapat ditarik dari pengalaman kegiatan.
Tujuan umum pemantauan dan evaluasi kegiatan kegiatan adalah untuk pengawasan, pengendalian, pelaksanaan dan
kemajuan kegiatan, dampak kegiatan, kinerja kegiatan dan pengambilan keputusan. Selain itu monitoring & evaluasi
bertujuan untuk mengukur efisiensi, efektivitas dan manfaat serta kesinambungan kegiatan kegiatan.
Tujuan khusus dari Monitoring dan evaluasi kegiatan antara lain untuk:
1. Memantau kemajuan pelaksanaan kegiatan;
2. Memantau proses pelaksanaan;
3. Mengevaluasi dampak untuk menentukan apakah kegiatan atau intervensi yang dilakukan telah mencapai tujuan
yang telah ditetapkan bagi penerima manfaat dan stakeholder lainnya.
4. Memantau kinerja pelaksana dan institusi pelaksana kegiatan dalam menjamin keberhasilan kegiatan.
45
4.5.6.2 Mekanisme Monitoring dan Evaluasi
Monitoring, evaluasi dan Sistem informasi Manajemen (SIM) Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)
dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap, yaitu pengumpulan data (input), pengolahan data (proses), dan pelaporan (output) di
masing-masing tingkat administrasi.
Dalam rangka mempermudah pelaksana kegiatan mengikuti dan mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan
kegiatan secara keseluruhan, selain data dan informasi yang dikumpulkan dan dilaporkan melalui sistem monitoring,
evaluasi dan sistem informasi manajemen, kegiatan monitoring dilakukan juga melalui supervisi yang pada umumnya
menghasilkan tambahan data dan informasi yang tidak terlaporkan melalui sistem pelaporan.
Evaluasi pelaksanaan kegiatan secara berkala dapat dilakukan oleh pelaksana kegiatan atau Executing Agency,
sedangkan evaluasi dampak dilakukan oleh institusi independen pada tengah dan akhir tahun pelaksanaan kegiatan.
4.5.6.4 Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan tahap pelaksanaan suatu kegiatan atau hasil yang dicapai pada tiap
tahap pelaksanaan kegiatan dengan suatu pembanding tertentu seperti rencana kegiatan atau sasaran pencapaian yang
telah ditetapkan.
Dalam pelaksanaan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), evaluasi dilakukan oleh Dinas PU
Kabupaten/ Kota, SNVT Provinsi, serta Tim Koordinator Propinsi/Kabupaten/Kota. Selain itu evaluasi dilakukan oleh
masyarakat secara partisipatif (Community Self Evaluation) dengan menggunakan metode MPA.
Materi yang digunakan sebagai alat evaluasi adalah field book yang akan dilaksanakan oleh KSM didampingi TFL
masyarakat di bawah supervisi, pada tahap:
1) baseline data (analisa awal);
2) setelah penyusunan RKM (namun belum disetujui);
3) begitu konstruksi selesai
4) 1 tahun setelah konstruksi selesai.
Evaluasi kegiatan dapat dilakukan oleh Dinas PU Kabupaten/Kota, SNVT Provinsi, secara berkala sedangkan evaluasi
dampak dilakukan pada tengah dan tahap akhir kegiatan oleh institusi independen untuk mengetahui hasil dan dampak
pelaksanaan kegiatan yang dicapai secara keseluruhan terhadap masyarakat penerima manfaat.
46
BAB V
OPERASI DAN PEMELIHARAAN
Agar pelaksanaan operasional dan pemeliharaan dapat berjalan lancar, maka diperlukan organisasi untuk mengelola sarana sanitasi
setelah masa pelaksanaan konstruksi. Pada tahap ini berfungsinya Badan Pengelola untuk operasional dan pemeliharaan berperan
penting untuk keberlanjutan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).
Badan pengelola ini berfungsi setelah adanya keputusan dari pemerintah kampung dan kelurahan (yang ditanda tangani oleh
Kepala Kampung/Lurah).
Badan pengelola juga harus memiliki aturan-aturan organisasi dan operasional prasarana dan sarana, yang disusun dan diputuskan
bersama-sama secara musyawarah antar anggota badan pengelola dengan masyarakat agar semua pihak dapat mengetahui dan
mematuhinya.
Badan pengelola harus mempunyai aturan sesuai dengan kondisi setempat, yang mengatur siapa penerima manfaat, besarnya
iuran yang harus dibayar, waktu pembayaran iuran, serta siapa petugas yang melakukan pemeriksaan dan perbaikan kalau terjadi
kerusakan dan menentukan besarnya biaya operasi rutin seperti honor petugas, biaya listrik, dll. Setiap pengguna wajib untuk
memelihara sarana dan prasarana yang ada. Jika terjadi pelanggaran dapat ditindak.
Peningkatan kapasitas Badan Pengelola tetap dibutuhkan untuk keberlanjutan proyek sanitasi berbasis masyarakat, sehingga masih
diperlukan pelatihan lanjutan untuk memperkuat kapasitas dan meningkatkan jaringan kerja bagi Badan Pengelola. Badan Pengelola
sebaiknya berasal dari Kelompok Pemanfaat.
3. Penyuluhan Kesehatan
• Melakukan kampanye tentang kesehatan rumah tangga dan lingkungan.
47
Ketua Pelindung
Sekretaris &
Bendahara
5.1.1 Pengelolaan
Pengelolaan pada dasarnya merupakan aspek dan sendi utama pelestarian hasil fisik terbangun. Pengelola prasarana
dan sarana perlu memperhatikan beberapa hal:
• Kinerja prasarana yang dikelola
• Jumlah prasarana dan sarana yang tersedia
• Jumlah prasarana dan sarana yang digunakan
• Target/sasaran perencanaan
• Standar prosedur operasional dan pemeliharaan
• Standar kriteria teknis prasarana dan sarana
• Rencana pengembangan sarana di masa datang
Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan, Badan Pengelola harus melakukan langkah-langkah berikut:
• Melakukan pemantauan rutin untuk mengetahui kondisi prasarana dan sarana
• Mengetahui kerusakan sedini mungkin agar dapat disusun rencana perawatan dan pemeliharaan yang baik
• Melakukan rehabilitasi tepat waktu
• Melakukan evaluasi kinerja pelayanan secara berkala
• Melakukan pengelolaan sesuai standar operasional prosedur
5.1.2 Penyuluhan
Dari hal-hal di atas, kelompok pengguna diharapkan mampu menindaklanjuti pengoperasian dan pemeliharaan (O&P)
secara tepat. Melalui kegiatan O&P diharapkan dapat mencapai umur teknis prasarana dan sarana sesuai dengan target
dan standar perencanaan.
Dalam pelaksanaan pelestarian prasarana & sarana, diharapkan pemerintah kabupaten/kota dapat berperan aktif
memberikan dukungan teknis kepada masyarakat (penyuluhan) agar mereka mampu mengoperasikan dan
memanfaatkan prasarana dan sarana yang ada.
5.1.3 Pedoman
Badan pengelola perlu menyusun pedoman, yang akan menjadi acuan dalam melakukan kegiatannya. Selain pedoman
untuk operasional kegiatan, juga diperlukan aturan untuk organisasi Badan pengelola itu sendiri, yang di dalamnya
mengatur hak dan kewajiban anggota serta pengurusnya, lama periode kepengurusan dan mekanisme pemilihannya,
musyawarah berkala untuk pertanggung-jawaban pengurus, dan sebagainya.
Pedoman ini disusun oleh pengurus bersama Kelompok pemanfaat, dimusyawarahkan bersama dalam forum
musyawarah desa, dan setelah dicapai mufakat disahkan oleh Kepala Lurah. Setiap Kampung dapat mengembangkan
pedoman kerjanya sendiri, sesuai dengan kondisi, kemampuan dan budaya yang ada di daerahnya masing-masing.
Dalam upaya mencapai keberhasilan pengelolaan perlu didukung organisasi yang handal, dimana organisasi tersebut
harus:
1. Mampu mengorganisasikan anggotanya untuk mendukung program kerja yang telah dibuat;
48
2. Dapat menjamin kepentingan pemanfaat dan mencarikan alternatif pemecahan permasalahan yang dihadapi;
3. Mampu melakukan hubungan kerja dengan lembaga lain di luar Badan Pengelola;
4. Mampu menerapkan sanksi organisasi bagi anggota yang melanggar peraturan.
Selain itu dalam upaya melestarikan prasarana terbangun perlu adanya dukungan kemampuan teknis, seperti:
1. Kemampuan menyusun rencana operasional dan pemeliharaan;
2. Kemampuan untuk mempelajari prinsip dasar cara kerja prasarana terbangun, dan melakukan inventarisasi
kerusakan serta usulan perbaikannya;
3. Kemampuan untuk menyusun rencana kegiatan operasi dan pemeliharaan (O&P) serta pelaksanaannya.
5.1.4 Pendanaan
Sumber dana berasal dari masyarakat, berupa iuran yang dihitung berdasarkan kesepakatan bersama akan kebutuhan
operasional dan pemeliharaan serta rencana pengembangan sarana di masa datang. Pendanaan diperuntukkan bagi
operasional dan pemeliharaan ditambah honorarium pengelola untuk melakukan operasional dan pemeliharaan serta
orang yang bertugas untuk melakukan perbaikan jika terjadi kerusakan.
Komponen yang perlu dipertimbangkan dalam menghitung biaya pengoperasian dan pemeliharaan meliputi:
1. Biaya penggantian komponen yang rusak sesuai dengan sistem sarana yang dibangun;
2. Biaya perbaikan sarana;
3. Biaya Operasional (solar, listrik, dll)
4. Honorarium pengelola.
5. Depresiasi alat/sarana
Terkait dengan pendanaan prasarana dan sarana terbangun, Badan Pengelola perlu mengenal tipe dan jenis prasarana.
Berdasarkan pengguna/pemanfaatnya, prasarana dan sarana dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Prasarana Umum
Adalah prasarana terbangun yang dimanfaatkan oleh banyak orang (publik) tanpa pembatasan, misalnya Mandi Cuci
Kakus (MCK) di pasar, SPBU (Pom Bensin), terminal, stasiun kereta api, toilet/kakus umum, dll.
2. Prasarana dan Sarana Kelompok
Adalah prasarana terbangun yang dimanfaatkan oleh kelompok anggota masyarakat tertentu, misalnya toilet/kakus
di sekolah, MCK di kawasan kelompok beberapa kepala keluarga (KK), dsb.
Sesuai dengan tipe dan jenis prasarana dan sarana, dapat disusun mekanisme pendanaan pengelolaannya. Pendanaan
untuk prasarana dan sarana kelompok dapat dilakukan dengan mekanisme penarikan pembayaran atas
penggunaan/pemanfaatan prasarana dan sarana atau iuran bersama masyarakat. Sedangkan pendanaan untuk
prasarana umum, yang dimanfaatkan oleh orang banyak dapat dilakukan melalui pengenaan tarif kepada pengguna.
Pada dasarnya yang membiayai Badan Pengelola adalah warga pemanfaat prasarana berlandaskan gotong-royong dan
kesadaran bahwa pemeliharaan, perbaikan, dan pengembangan prasarana adalah tugas bersama. Namun hal ini tidak
menutup kemungkinan pengurus Badan Pengelola untuk mencari sumber dana di luar iuran warga pemanfaat,
diantaranya adalah:
1. Bantuan Pemerintah
Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan kepada Badan Pengelola yang bersumber dari APBD yang sudah
dituangkan dalam peraturan kampung, dimana hal ini disesuaikan dengan kemampuan Daerah masing-masing.
2. Bantuan dari pihak lain yang tidak mengikat.
Pengurus Badan Pengelola dapat mencari sumber dana dari Ormas, LSM, Orsospol, Perusahaan Swasta atau
Yayasan selama bantuan ini tidak bersifat mengikat
3. Usaha lain yang sesuai dengan peraturan yang ada.
Secara rinci mengenai Operasi dan Pemeliharaan mengacu pada Petunjuk Pelaksanaan kegiatan Sanitasi Lingkungan
Berbasis Masyarakat (SLBM) di tingkat masyarakat.
49
5.3 Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat
a. SISTEM MCK
Tabel 5.1. Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan Sistem MCK untuk 250 Jiwa
Kebutuhan Keterangan Rp /Bulan
1. Operator & Penjaga Pekerjaan yang tidak tetap 200,000,-
2. Listrik 250 Watt (Pompa air dan lampu) 100,000,-
3. Pengurasan IPAL Rp. 250,000,-/ 2 tahun 1,000,-
4. Peralatan Pembersih Sabun dan pembersih lantai, dll 20,000,-
5. Perbaikan Pompa Rp. 100,000,- / Tahun 9,000,-
6. Lain-lain Serok, lampu, kran, cat dinding, dll 20,000,-
Total biaya pengoperasian dan pemeliharaan 350,000,-
II. BIAYA PEMAKAIAN
Fasilitas Rp. / Pakai Rata2 per KK/hari
1. Kamar Mandi 150 – 600 Rp. 750,- s/d Rp. 3000,-
2. WC/Jamban 150 - 400 Rp. 750,- s/d Rp. 2000,-
3. Mencuci & ambil air 150 - 500 Rp. 750,- s/d 2.500,-
* 1 KK = 5 ORANG
Hindari air sabun dari air mandi maupun cuci masuk ke Jangan membuang bahan kimia karena akan mematikan
dalam kloset bakteri
Gunakan sabun cuci sehemat mungkin Jangan corat-coret di dinding kamar mandi, WC maupun
tempat cuci
50
Petunjuk Pelaksanaan Bagi Pengelola MCK/Operator
2 kali per hari gunakan pel untuk membersihkan teras luar Setiap hari bersihkan gayung dengan sikat atau sabut
(gunakan bahan pembersih jika sangat kotor saja)
Setiap hari bersihkan saringan di lantai KM/WC dari Setiap hari buang sampah dalam KM/WC dan bersihkan
kotoran padat/sampah tempat sampah
Setiap hari kuras bak dengan sikat (gunakan bahan Setiap hari bersihkan/sapu taman
pembersih jika sangat kotor saja) 1 kali per minggu rapikan taman (tanaman dan rumput)
1 kali per minggu kuras dan bersihkan tangki/tandon air 1 kali per bulan bersihkan langit-langit KM/WC dari sarang
dari lumut dan kotoran lain laba-laba
1 kali per minggu periksa bak kontrol, jika terdapat 1 kali per 6 bulan buang kotoran padat dan kotoran yang
kotoran padat/sampah, keluarkan kemudian buang ke mengapung tepat di bawah manhole
tempat sampah
Mulai dari bak inlet, dilanjutkan ke bak-bak berikutnya Ambil kotoran tepat di bawah manhole
Gunakan alat T untuk mengumpulkan kotoran tepat di Keluarkan semua kotoran yang terkumpul sampai tidak
bawah manhole ada yang tersisa
51
Mintalah tukang untuk memperbaiki semua kebocoran secepat mungkin dan lihat sebabnya
1 kali per 6 bulan, Test Kualitas Air Limbah
Telpon dinas terkait Ambil 2 sample air limbah dari bak inlet dan bak outlet,
masing-masing 2 liter dalam botol terpisah
Telpon perusahaan jasa pengurasan tinja Buka semua tutup manhole pada IPAL
Angkat kotoran mengapung dan buang ke tempat sampah Masukkan pipa sedot dari truk tinja sampai ke dasar bak,
sedot mulai dari bak pertama
Lumpur yang disedot adalah lumpur yang berwarna hitam Hentikan pengurasan jika lumpur sudah berwarna coklat
52
b. SISTEM KOMUNAL
Tabel 5.2. Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan Sistem Komunal untuk 750 Jiwa
Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan Rp./Bulan
I. Jamban Biaya pengoperasian dan perawatan menjadi
II. Sambungan dari Rumah tanggung jawab setiap pengguna (KK)
III. Pipa Utama dan IPAL
1. Operator Inspeksi 4x/bulan di IPAL, Pipa Utama, Pipa 100,000.00
Sekunder @ Rp. 25.000,- / Inspeksi
2. Pengurasan setiap 2 tahun Rp. 250.000,- 10,500.00
3. Lain-lain: Perbaikan pipa, bak kontrol, IPAL. 45,000.00
Asumsi: perbaikan pipa 40 m' setiap 2 tahun
Total Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan 155,500.00
Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan /KK/Bulan 1,952.94
Dibulatkan 2,000.00
IPAL akan berfungsi dengan baik jika Anda memasukkan limbah yang benar, IPAL bukan tempat pembuangan semua jenis sampah!
Jangan memasukkan limbah padat ke jamban karena akan Jangan membuang minyak bekas ke saluran pembuangan
menyumbat saluran. dapur karena ketika mengering, lemaknya dapat
menyumbat pipa
Jangan membuang bahan kimia ke saluran karena akan Jangan menanam pohon di dekat saluran perpipaan dan
mematikan bakteri di IPAL IPAL karena bisa merusak pipa
Gunakan secukupnya sabun cuci dan pembersih, baik Buanglah hanya limbah cair dari kamar mandi dan dapur
untuk sistem pengolahan dan menghemat dan beri saringan untuk memisahkan limbah padat
53
Bawa ke tempat pembuangan sampah
Periksa setiap bak kontrol pada sistem perpipaan Buang limbah padat dan kotoran mengapung
Jika tidak ada aliran air dalam bak kontrol, mungkin pipa Jika ada luapan air dari bak kontrol, mungkin pipa
tersumbat atau rusak tersumbat.
Hentikan kegiatan di rumah Hentikan kegiatan di rumah, segera perbaiki jika ada
Buka pemipaan, minta tukang untuk memperbaiki kerusakan pipa
kerusakan Sogok dari bak kontrol ke bak kontrol lain
Minta tukang untuk memperbaiki kerusakan secepatnya Buang limbah padat dan kotoran mengapung dari bak inlet
dengan sekop
Semua tutup bak kontrol dan manhole IPAL harus bisa Kumpulkan semua kotoran, masukkan dalam tas plastik.
dibuka untuk mempermudah pengoperasian dan Buang ke tempat sampah
pemeliharaan.
1 kali per 2 minggu:
buang kotoran padat dan kotoran yang mengapung tepat di bawah manhole
54
Mulai dari bak inlet, dilanjutkan ke bak-bak berikutnya Ambil kotoran tepat di bawah manhole
Telpon perusahaan jasa pengurasan tinja Buka semua tutup manhole pada IPAL
Angkat kotoran mengapung dan buang ke tempat sampah Masukkan pipa sedot dari truk tinja sampai ke dasar bak,
sedot mulai dari bak pertama
Lumpur yang disedot adalah lumpur yang berwarna hitam Hentikan pengurasan jika lumpur sudah berwarna coklat
a. Pemeliharaan Wadah/Bin
1. Setelah digunakan, wadah/bin sampah dibersihkan secara teratur setiap hari
f. Pemeliharaan Hanggar 3R
1. Kebersihan hanggar harus selalu dijaga
2. Proses pemilahan kompos daur ulang sesuai dengan SOP
3. Penyiraman debu dilakukan secara berkala
4. Saluran drainase dijaga kebersihannya, agar tidak ada sampah yang mengganggu aliran air
56
ii. Pada saat banjir di sungai telah surut, maka pintu outlet dibuka agar air di kolam retensi bisa mengalir ke
sungai secara gravitasi.
iii. Di musim kemarau pintu outlet dibuka secukupnya, sehingga di kolam retensi tetap ada air.
57
BAB VI
PEMBIAYAAN
SWASTA/DONOR/
LSM MASYARAKAT
58
Tabel 6.1 Pembiayaan per Komponen Kegiatan
No. Komponen Kegiatan APBN DAK APBD Masyarakat
I Persiapan
Sosialisasi Kab/Kota √
Workshop Regional √
Pelatihan TFL √
II Seleksi Kampung
Daftar Panjang (Long List) √
Daftar Pendek (Short List) √
Sosialisasi √
Kajian Cepat Partisipatif (Rapid √
Participatory Assessment)
III Penyusunan RKM
Penentuan pengguna √
Pilihan Teknologi √
DED + RAB √
Kelompok Swadaya Masyarakat √
Rencana Kerja Masyarakat √
Dokumentasi dan legalisasi RKM √
IV Pemberdayaan Masyarakat
Pelatihan Ketua KSM √
Pelatihan Bendahara KSM √
Pelatihan Mandor √
Pelatihan Pengelola √
Kampanye kesehatan √
V Konstruksi
Material √ √ √
Upah pekerja √ √ √
Lahan √ √
VI Pendampingan:
TFL Masyarakat (Sosial) √
TFL Pemda (Teknis) √
VII Pengoperasian & Pemeliharaan √
59
6.4 Penyaluran Dana
6.4.1. APBN
1. Penyaluran dana APBN dilakukan melalui Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Kementerian Pekerjaan Umum di Provinsi yang digunakan untuk melakukan pelatihan TFL, KSM dan mandor.
6.4.3 Masyarakat
1. Dana masyarakat dikumpulkan berdasarkan kesepakatan hasil musyawarah masyarakat calon pengguna/penerima
manfaat program dalam bentuk iuran pembangunan setiap minggu atau setiap bulan.
2. Pengumpulan dana masyarakat dilakukan oleh panitia/KSM yang dibentuk dimulai dari sejak terpilihnya sarana
teknologi sanitasi.
3. Dana dari masyarakat dalam bentuk tunai dimasukkan ke rekening bersama atas nama 3 (tiga) orang yaitu: ketua
KSM, wakil Dinas Penanggung Jawab Pemerintah Kabupaten/Kota dan fasilitator.
6.4.4 Swasta/Donor
1. Dana swasta/donor adalah dalam bentuk hibah sebagai bentuk kontribusi swasta dalam kegiatan perbaikan sanitasi
masyarakat
2. Pencairan dana dilakukan sesuai peraturan yang berlaku di masing-masing perusahaan/lembaga atau institusi yang
bersangkutan setelah ada rencana kerja masyarakat/RKM.
3. Dana dari Swasta/Donor diwujudkan dalam bentuk tunai yang ditransfer langsung ke rekening bersama KSM.
6.5.2. Pengawasan
Pengawasan dilakukan secara berjenjang dan bersama-sama antara masyarakat, Pemerintah Daerah dan Pemerintah
Pusat. Pada tahap pembangunan pengawasan dilakukan oleh masyarakat dibantu oleh Pemerintah Daerah. Sedangkan
pengawasan berkala dilakukan setahun 1-3 kali oleh Pemerintah Pusat bersama dengan Pemerintah Daerah.
6.6 Pelaporan
1. KSM membuat laporan kegiatan harian yang berisi kemajuan pelaksanaan pembangunan dan keuangan,
disampaikan setiap minggu kepada masyarakat.
2. KSM melaporkan kondisi fisik prasarana, serta hasil pemeriksaan laboratorium terhadap efluen pengolahan air
limbah setiap enam (6) bulan kepada instansi penanggung jawab di daerah.
3. Laporan yang bersifat administrasi proyek dilakukan oleh masing-masing Instansi (Penanggung jawab kegiatan)
yang mengikuti aturan pelaporan berjenjang berupa laporan bulanan, tiga bulanan dan tahunan.
60
BAB VII
PENUTUP
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini diharapkan dapat menjadi pegangan
bagi seluruh pelaku yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) pada berbagai
tingkatan, sehingga dengan adanya Petunjuk Pelaksanaan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini, pelaksanaan
kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) di lapangan dapat mencapai kinerja seperti yang diharapkan.
61
LAMPIRAN
62
63
Contoh Berita Acara Proses Seleksi Kampung
BERITA ACARA
PELAKSANAAN PROSES SELEKSI KAMPUNG
KABUPATEN ………………………………
_________________________________________________________________
Pada hari ini......... tanggal ................. bulan ................ tahun ............... bertempat di Ruang Rapat Kantor ………………. Kabupaten
………….. yang beralamat di jalan ………………….., ………….. telah dilaksanakan Seleksi Kampung dalam rangka implementasi
program DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat. Seleksi tersebut telah dilaksanakan dengan menggunakan metode Rapid
Participatory Assesment/RPA. Seluruh proses seleksi telah dilaksanakan secara fair, transparan dan demokratis oleh masyarakat
sendiri.
Sesuai dengan hasil skor yang dikumpulkan oleh masing-masing kampung, maka telah disepakati bersama bahwa kampung yang
paling siap untuk implementasi DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat adalah Kampung ………………………
Demikian berita acara ini dibuat agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.
………………. , ……..
64
Contoh Lembar Kerja Pemetaan Sanitasi Kampung
Kondisi PAM :
Kedalaman sumur m
Keterangan :
Lokasi Permukiman :
Bantaran sungai/bantaran rel KA/area industri/
permukiman nelayan/perumnas/kampung kota/kampung
desa.
Dan lain-lain ]
(Sebutkan)
65
Data Teknis Check Deskripsi
Ada/tidak ada MCK umum
Kebiasaan buang air selain di KM/WC/MCK umum,
sebutkan
Keterangan kondisi KM/WC/MCK umum
Septicktank/pengolahan Air limbah dari KM/WC langsung disalurkan ke
limbah sungai/danau/saluran kota/septictank
Air limbah dari MCK umum langsung disalurkan ke
sungai/danau/saluran/kota/septik
Ada/tidak peresapan dari tangki septik
Air dari peresapan disalurkan ke sungai/danau/saluran
kota/diresapkan ke tanah & kebun
Ada/tidak ada bau dari septicktank/pengolahan limbah
yang ada
Keterangan :
66
Contoh Lembar Kerja Klasifikasi Kesejahteraan (Wealth Classification)
Klasifikasi Kesejahteraan
1 Nama Kelurahan RT/RW/Lingkungan
2 Kecamatan/Kab/Kota/Provinsi
3 Kegiatan
4 Tanggal
6 Anggota Fasilitator
10 Waktu Dimulai
67
Kategori Tingkat Kesejahteraan
Indikator
Mampu Menengah Tidak Mampu
Pola Makan
Aset/Kepemilikan
Komposisi Rumah Tangga*
Pekerjaan
Akases Terhadap Pelayanan
Pendidikan Formal dan Non-
Formal
Rasa Aman Sosial dan Psikologis
Masyarakat
Lain – Lain**
68
Komposisi Masyarakat Berdasarkan Klasifikasi Kesejahteraan
Kode Pertanyaan Jumlah
Waktu Selesai
69
Contoh Lembar Kerja Partisipasi dan Kontribusi
Lembar Catatan
2 Kecamatan/Kab/Kota/Provinsi
3 Kegiatan
4 Tanggal
Waktu Dimulai
70
H2 Jenis dan Pembagian Kontribusi dari Sudut Pandang Gender dan Kemiskinan
Tidak berkontribusi
71
Analisa Temuan dan Diskusi
Kesetaraan dalam kontribusi, termasuk oleh perempuan dan kelompok miskin :
Monitoring dan control terhadap kontribusi dari dalam (dari sumbangan rumah tangga) :
Monitoring dan control terhadap pengerjaan oleh pihak luar (kontraktor, instansi lain) :
Waktu Selesai
72