Anda di halaman 1dari 76

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud
1.3 Tujuan
1.4 Acuan Normatif
1.5 Sasaran
1.6 Ruang Lingkup Petunjuk Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat

BAB II PENDEKATAN, PRINSIP DAN POLA PENYELENGGARAAN DAK SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS
MASYARAKAT
2.1 Pendekatan
2.2 Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan
2.3 Pola Penyelenggaraan
2.4 Prasarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat

BAB III PENGELOLAAN SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT


3.1 Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat
3.2 Sampah Pola 3R Berbasis Masyarakat
3.3 Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat

BAB IV TAHAPAN PELAKSANAAN


4.1 Umum
4.2 Tahap Persiapan
4.2.1 Sosialisasi
4.2.2 Rapat Konsultasi Teknis Regional
4.2.3 Rencana Kegiatan Definitif
4.3 Tahap Seleksi Lokasi
4.3.1 Persiapan Tenaga Fasilitator Lapangan
4.3.2 Syarat Lokasi
4.3.3 Daftar Panjang Lokasi
4.3.4 Daftar Pendek Lokasi
4.3.5 Sosialisasi Kampung
4.3.6 Seleksi Kampung
4.3.7 Monitoring dan Evaluasi
4.4 Tahap Penyusunan RKM
4.4.1 Rencana Kegiatan Masyarakat
4.4.2 Pembentukan KSM
4.4.3 Pilihan Teknologi Sanitasi
4.4.4 Dokumen Rencana Pembangunan
4.4.5 Monitoring dan Evaluasi
4.5 Tahap Konstruksi
4.5.1 Persiapan Pelaksanaan
4.5.2 Proses Pelaksanaan
4.5.3 Etika Pelaksanaan
4.5.4 Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan
4.5.5 Pelaksanaan Konstruksi
4.5.6 Monitoring dan Evaluasi

BAB V OPERASI DAN PEMELIHARAAN


5.1 Aspek Operasi dan Pemeliharaan
5.2 Dukungan Pemerintah Kabupaten/Kota
5.3 Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat
5.4 Sampah Pola 3R Berbasis Masyarakat
5.5 Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat
5.6 Monitoring dan Evaluasi
BAB VI PEMBIAYAAN
6.1 Sumber Pendanaan
6.2 Rencana Pembiayaan
6.3 Pembiayaan Komponen Kegiatan
6.4 Penyaluran Dana
6.5 Pengelolaan Dana dan Pengawasan
6.6 Pelaporan

BAB VII PENUTUP

LAMPIRAN

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Contoh Alat Pengumpul Sampah


Gambar 3.2. Contoh Alat Pembuat Kompos
Gambar 4.1. Bagan Alir Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Masyarakat Berbasis Masyarakat
Gambar 4.2. Skema dan Prosedur Implementasi
Gambar 4.3. Contoh Venn Diagram
Gambar 4.4. Overview Pelaksanaan RPA dalam Tahap Implementasi Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
(SLBM)
Gambar 4.5 Tahapan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM)
Gambar 4.6 Kegiatan dalam Tahap Penyusunan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM)
Gambar 4.7. Contoh Peta Sanitasi Masyarakat
Gambar 4.8. Contoh Bagan Organisasi Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
Gambar 4.9 Contoh MCK Umum
Gambar 4.10. Contoh Saluran Pembuangan Limbah Bersama/Komunal
Gambar 4.11. Tangki Septik Bersama
Gambar 4.12. Bio-Digester
Gambar 4.13. Baffled Reaktor/Tangki Septik Bersusun
Gambar 4.14. Contoh Pewadahan
Gambar 4.15. Contoh Komposter
Gambar 4.16. Contoh Tempat Pengolahan Sampah Terpadu
Gambar 4.17. Sistem Drainase Mandiri dengan Kolam Tampungan di Samping Saluran yang Bermuara di Badan
Air/Sungai
Gambar 4.18. Sistem Drainase Mandiri dengan Kolam Tampungan Segaris dengan Saluran atau Berada dalam Saluran,
Outlet Kolam Tampungan Langsung Bermuara ke Badan Air/Sungai
Gambar 5.1. Bagan Struktur Organisasi Badan Pengelola Pasca Konstruksi
Gambar 6.1 Bagan Sumber Pendanaan

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Jenis Informasi dan Alat RPA yang digunakan


Tabel 4.2. Contoh Timeline
Tabel 4.3. CS1.1 Pengalaman Membangun Prasarana* secara Gotong-Royong
Tabel 4.4. Contoh Ladder – 1*
Tabel 4.5. CS2.1 Kesediaan Masyarakat Untuk Mengeluarkan Biaya
Tabel 4.6. CS3.1 Kondisi Drainase
Tabel 4.7. CS3.2 Toilet/Jamban
Tabel 4.8. CS3.3 Ketersediaan Air
Tabel 4.9. CS3.4 Ketersediaan Lahan
Tabel 4.10. Contoh Venn Diagram
Tabel 4.11. CS4.1 Ketersediaan Lembaga-Lembaga Setempat*
Tabel 4.12 CS5.1 Rencana Perbaikan Sanitasi*
Tabel 4.13 Topik dan Metode yang digunakan dalam Penyusunan RKM
Tabel 4.14. Contoh Alokasi Waktu RKM
Tabel 5.1. Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan Sistem MCK untuk 250 Jiwa
Tabel 5.2. Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan Sistem Komunal untuk 750 Jiwa
Tabel 6.1 Pembiayaan per Komponen Kegiatan

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase di Indonesia saat ini belum
mencapai kondisi yang diinginkan terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah di lingkungan permukiman padat
penduduk, kumuh dan rawan sanitasi di perkotaan.

Akses penduduk kepada prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase pada dasarnya erat
kaitannya dengan aspek kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan, sosial budaya serta kemiskinan. Hasil berbagai
pengamatan dan penelitian telah membuktikan bahwa semakin besar akses penduduk kepada fasilitas prasarana dan
sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase (serta pemahaman tentang hygiene) semakin kecil
kemungkinan terjadinya kasus penyebaran penyakit yang ditularkan melalui media air (waterborne diseases).

Pemerintah menyediakan program sanitasi lingkungan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam penyediaan
prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase bagi masyarakat berpenghasilan rendah di
lingkungan padat penduduk, kumuh dan rawan sanitasi, yang diimplementasikan melalui kegiatan DAK Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); yaitu sebuah inisiatif untuk mempromosikan penyediaan prasarana dan
sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase yang berbasis masyarakat dengan pendekatan tanggap
kebutuhan.

Kegiatan Dana Alokasi Khusus Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat ini mencakup: (1) pengembangan prasarana
dan sarana air limbah komunal, (2) pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan
recycle) dan (3) pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan. Melalui
pelaksanaan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat ini, masyarakat memilih sendiri prasarana dan
sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase yang sesuai, ikut aktif menyusun rencana aksi, membentuk
kelompok dan melakukan pembangunan fisik termasuk mengelola kegiatan operasi dan pemeliharaannya, bahkan bila
perlu mengembangkannya, dalam rangka meningkatkan kondisi sanitasi lingkungan permukiman kumuh perkotaan.

1.2 Maksud
Petunjuk pelaksanaan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini dimaksudkan sebagai acuan
bagi para pemangku kepentingan (stakeholder) khususnya di kabupaten/kota dalam melaksanakan kegiatan DAK
Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat, yang bersifat melengkapi berbagai pedoman dan petunjuk lain yang berlaku.

1.3 Tujuan
Petunjuk pelaksanaan penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur Sub Bidang Sanitasi ini bertujuan agar
para pemangku kepentingan dapat mengerti dan memahami penyelenggaraan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan
Berbasis Masyarakat (SLBM) sehingga dapat:
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melaksanakan pola hidup sehat.
2. Meningkatkan peran serta dan pelibatan masyarakat.
3. Membina organisasi/kelompok masyarakat.
4. Memfasilitasi masyarakat dalam penyediaan prasarana dan sarana air limbah, persampahan dan drainase
5. Membina masyarakat dalam pengelolaan prasarana dan sarana air limbah, persampahan dan drainase
6. Menumbuhkan inisiatif masyarakat/pokmas dalam pengembangan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM)

1.4 Acuan Normatif


1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
5. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP)
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman (KSNP-SPALP)
9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 42/PRT/M/2007 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi
Khusus Bidang Infrastruktur
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.07/2009 tentang Alokasi dan Pedoman Umum Dana Alokasi Khusus
Tahun Anggaran 2010
1
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana Alokasi
Khusus di Daerah
12. SEB Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri; Nomor 0239/M.PPN/11/2008, SE 1722/MK/07/2008 dan 900/3556/SJ
Tanggal 21 November 2008 perihal Petunjuk Pelaksanaan, Pemantauan, Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi
Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus
13. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor KU.01.01-Mn/678, tanggal 15 Desember 2009, tentang Ruang
Lingkup Penggunaan DAK Bidang Infrastruktur Tahun 2010

1.5 Sasaran
Sasaran dari tersedianya Petunjuk pelaksanaan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) adalah
individu/kelompok/institusi dari berbagai stakeholder yang terlibat langsung maupun tak langsung dalam
penyelenggaraan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), yaitu:
1. Kelompok Masyarakat;
2. LSM/Swasta;
3. Pemerintah Kabupaten/Kota;
4. Pemerintah Provinsi; dan
5. Pemerintah Pusat.

1.6 Ruang Lingkup Petunjuk Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
Ruang lingkup Petunjuk pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini meliputi tahap-tahap:
1. Persiapan, berupa kegiatan sosialisasi kepada seluruh stakeholder tentang penyelenggaraan DAK Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).
2. Penyiapan Tenaga Fasilitator, berupa seleksi dan pelatihan 2 (dua) orang Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL), yaitu
TFL Teknis dan TFL Pemberdayaan di setiap lokasi yang akan bertugas mendampingi masyarakat dalam tahap
seleksi kampung, penyusunan RKM, konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan.
3. Seleksi Lokasi, berupa tata cara pemilihan lokasi sesuai kriteria, mulai dari daftar panjang (longlist), daftar pendek
(shortlist) sampai dengan penetapan lokasi terpilih.
4. Penyusunan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM), berupa dokumen yang memuat sarana terpilih, daftar calon
penerima manfaat, pembentukan forum pengguna, pembentukan KSM, DED & RAB, jadwal konstruksi, rencana
pembiayaan, rencana pelatihan serta rencana pengoperasian dan pemeliharaan sarana yang dibangun.
5. Penguatan Kelembagaan, berupa pelatihan-pelatihan Tenaga Fasilitator Lapangan, Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM), Mandor, Tukang, Calon Operator dan Calon Pengguna.
6. Pengoperasian dan Perawatan, berupa tata cara pengoperasian dan pemeliharaan.
7. Pembiayaan.

2
BAB II
PENDEKATAN, PRINSIP DAN POLA PENYELENGGARAAN
DAK SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT

2.1 Pendekatan
DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) merupakan salah satu kegiatan pembangunan prasarana air
limbah, persampahan dan drainase yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat melalui :
1. Keberpihakan pada warga yang berpenghasilan rendah, dimana orientasi kegiatan baik dalam proses maupun
pemanfaatan hasil ditujukan kepada penduduk miskin yang bermukim di permukiman padat perkotaan berdasarkan
kebutuhan;
2. Otonomi dan desentralisasi, dimana masyarakat memperoleh kepercayaan dan kesempatan yang luas dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemanfaatan dan pengelolaan hasilnya;
3. Mendorong prakarsa lokal dengan iklim keterbukaan, dimana masyarakat menyampaikan permasalahan dan
merumuskan kebutuhannya secara demokratis dan transparan;
4. Partisipatif, dimana masyarakat terlibat secara aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pemanfaatan dan pengelolaan;
5. Keswadayaan, dimana kemampuan masyarakat menjadi faktor pendorong utama dalam keberhasilan kegiatan, baik
proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, maupun pemanfaatan hasil kegiatan.

2.2 Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan


Prinsip Dasar DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) adalah :
1. Program ini bersifat tanggap kebutuhan, masyarakat yang layak mengikuti DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM) akan bersaing mendapatkan kegiatan ini dengan cara menunjukkan komitmen serta kesiapan
untuk melaksanakan sistem sesuai pilihan mereka.
2. Pengambilan keputusan berada sepenuhnya di tangan masyarakat, sedangkan peran pemerintah atau Swasta,
hanya sebatas sebagai fasilitator.
3. Masyarakat menentukan, merencanakan, membangun dan mengelola sistem yang mereka pilih sendiri, dengan
difasilitasi oleh LSM atau konsultan pendamping yang bergerak secara profesional dalam bidang teknologi
pengolahan limbah, persampahan, drainase maupun bidang sosial.
4. Pemerintah daerah tidak sebagai pengelola sarana, hanya memfasilitasi inisiatif kelompok masyarakat.

Prinsip Penyelenggaraan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) adalah :


1. Dapat diterima, pilihan kegiatan berdasarkan musyawarah sehingga memperoleh dukungan dan diterima
masyarakat.
2. Transparan, pengelolaan kegiatan dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat dan
aparatur sehingga dapat diawasi dan dievaluasi oleh semua pihak.
3. Dapat dipertanggungjawabkan, pengelolaan kegiatan harus dapat dipertanggung jawabkan kepada seluruh lapisan
masyarakat.
4. Berkelanjutan, pengelolaan kegiatan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan, yaitu
ditandai dengan adanya manfaat bagi pengguna serta pemeliharaan dan pengelolaan sarana dilakukan secara
mandiri oleh masyarakat pengguna.

2.3 Pola Penyelenggaraan


Pola penyelenggaraan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dilakukan oleh masyarakat
dengan difasilitasi Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) atau Konsultan Pendamping yang memiliki kemampuan teknis dan
sosial kemasyarakatan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Namun jika
dalam tahap pelaksanaan konstruksi terdapat kegiatan yang secara teknis tidak mampu dilaksanakan oleh masyarakat
sendiri, maka dapat ditunjuk pihak ketiga dengan melalui Kerja Sama Operasional (KSO) sehingga terjadi kerja sama
kelompok masyarakat setempat.
2.4 Prasarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menyediakan prasarana
penyehatan lingkungan permukiman berbasis masyarakat, terdiri dari:
1. pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal,
2. pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) dan
3. pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan

Prasarana sanitasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:


1. Prioritas pertama:
Pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal berbasis masyarakat, adalah penyelenggaraan prasaran
air limbah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat berdasarkan
kebutuhan dan kesesuaian masyarakat itu sendiri. Salah satu modul pengelolaan air limbah komunal berbasis
masyarakat membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp.300 juta dan mempunyai 3 alternatif utama:
3
Modul A berupa unit tangki septik komunal yang masing.-masing unit tangki septik dimanfaatkan oleh 4 atau 5
rumah. Modul ini dibangun untuk rumah yang berkelompok dan hanya tersedia lahan yang terbatas.
Modul B berupa 1 unit MCK Plus++ yang dapat dimanfaatkan oleh 100-200 jiwa (25-100 KK) terdiri dari kamar
mandi, sarana cuci, dan unit pengolahan air limbahnya.
Modul C berupa sistem jaringan perpipaan air limbah skala lingkungan 100-200 jiwa (25-100 KK). Modul ini
merupakan modul yang disarankan, sepanjang kondisi lapangan memenuhi persyaratan.

2. Prioritas ke-2
Apabila prioritas pertama sudah dipenuhi (tidak ada BAB sembarangan) maka dapat dikembangkan:
a. Pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) berbasis masyarakat
adalah penyelengaraan prasarana persampahan yang meliputi kegiatan mengurangi (reduce), mengguna ulang
(reuse) dan mendaur ulang (recycle) sampah. 1 modul pengelolaan sampah pada 3R (reduce, reuse dan
recycle) berbasis masyarakat membutuhkan dana pembangunan dan pelatihan sekitar Rp.300 juta
b. Pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan berbasis masyarakat
adalah penyelengaraan prasarana drainase yang menunjang kegiatan konservasi dan keseimbangan
lingkungan. Untuk prasarana drainase ini membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp.300 juta/Ha.

4
BAB III
PENGELOLAAN SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT

3.1 Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat


Air limbah domestik merupakan air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman, rumah makan
(restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Air limbah ini berasal dari air bekas memasak, mandi,
cuci, dan kakus.

Air limbah domestik mengandung bahan organik tinggi dan bakteri yang berbahaya bagi kehidupan. Apabila meresap ke
dalam tanah atau masuk ke dalam sungai, maka unsur tersebut akan mencemari air tanah dan lingkungan. Oleh karena
itu, sebelum air limbah dialirkan ke sungai atau meresap ke dalam tanah perlu diolah terlebih dahulu.

Masuknya air limbah domestik ke lingkungan tanpa diolah akan mengakibatkan menurunnya kualitas air di badan air
penerima seperti sungai, yang pada akhirnya menyebabkan beberapa masalah, yaitu: kerusakan keseimbangan ekologi
di aliran sungai, masalah kesehatan penduduk yang memanfaatkan air sungai secara langsung, yang dapat menurunkan
derajat kesehatan masyarakat dan meningkatkan angka kematian akibat penyakit infeksi air, bertambahnya biaya
pengolahan air minum (PAM), serta kerusakan perikanan di muara.

Air limbah domestik adalah pencemar badan air di daerah perkotaan, yang berdasarkan penelitian Kantor Kementerian
Lingkungan Hidup mencapai 60%. Dalam rangka meningkatkan taraf kesehatan untuk mencapai kualitas hidup yang
optimal, maka diperlukan adanya sistem pengelolaan lingkungan secara baik dan terpadu. Salah satu upaya untuk
mencapai tujuan tersebut adalah dengan pengelolaan air limbah domestik yang dilakukan secara baik dan teratur.

Pada dasarnya semua penduduk harus mempunyai akses kepada fasilitas pembuangan air limbah yang benar dan
secara teknis dapat dipertanggungjawabkan, prasarana dan sarana pembuangan air limbah secara individu maupun
komunal perlu diupayakan keberadaannya sehingga setiap penduduk dapat memanfaatkannya.

Kondisi dan permasalahan dalam pengelolaan air limbah domestik/sanitasi saat ini adalah:
• Pesatnya pembangunan di perkotaan yang tidak diimbangi oleh penyediaan sarana dan prasarana air limbah
sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan.
• Pembangunan sarana dan prasarana air limbah masih banyak yang belum sesuai dengan kondisi setempat,
kebutuhan, dan daya beli masyarakat, serta rencana pengembangan kota.

Sistem pengolahan air limbah domestik secara garis besar dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu Sistem Pengolahan
Air Limbah Terpusat (Off Site System) dan Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat (On Site System). Sistem
pengolahan air limbah terpusat merupakan sistem pengolahan dimana fasilitas instalasi pengolahan air limbah berada di
luar persil atau dipisahkan dengan batas tanah atau jarak, sedangkan sistem pengolahan air limbah setempat
merupakan sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada di dalam persil atau batas tanah yang dimiliki.

1. Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (Off Site System).


Sistem pengolahan air limbah terpusat adalah suatu system pengelolaan air limbah dengan menggunakan suatu
sistem jaringan perpipaan untuk menampung dan mengalirkan air limbah ke suatu tempat untuk selanjutnya diolah.

Kelebihan system pengolahan air limbah terpusat :


• Menyediakan pelayanan yang terbaik;
• Sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi;
• Pencemaran terhadap air tanah dan badan air dapat dihindari;
• Memiliki masa guna lebih lama;
• Dapat menampung semua air limbah.

Kekurangan sistem pengolahan air limbah terpusat :


• Memerlukan biaya investasi, operasi, dan pemeliharaan yang tinggi;
• Menggunakan teknologi tinggi;
• Tidak dapat dilakukan oleh perseorangan;
• Manfaat secara penuh diperoleh setelah selesai jangka panjang;
• Waktu yang lama dalam perencanaan dan pelaksanaan;
• Memerlukan pengelolaan, operasi, dan pemeliharaan yang baik

2. Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat (On Site System)


Sistem pengolahan air limbah setempat sebagai sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada di dalam
persil atau batas tanah yang dimiliki.
5
Kelebihan sistem pengolahan air limbah setempat :
• Menggunakan teknologi sederhana;
• Memerlukan biaya yang rendah;
• Masyarakat dan tiap-tiap keluarga dapat menyediakan sendiri;
• Pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat;
• Manfaat dapat dirasakan secara langsung.

Kekurangan sistem pengolahan air limbah setempat :


• Tidak dapat diterapkan pada setiap daerah, misalkan tergantung pada sifat permeabilitas tanah, tingkat
kepadatan, dan lain-lain;
• Fungsi terbatas hanya dari buangan kotoran manusia, tidak melayani air limbah kamar mandi dan air bekas
mencuci;
• Operasi dan pemeliharaan sulit dilaksanakan.

Untuk menjembatani atau meminimalisir kekurangan dan memaksimalkan kelebihan dari kedua sistem pengolahan air
limbah diatas adalah dengan mengembangkan prasarana dan sarana air limbah komunal berbasis masyarakat, yaitu
penyelenggaraan prasarana air limbah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kesehatan
masyarakat berdasarkan kebutuhan dan kesesuaian masyarakat itu sendiri, seperti modul yang selama ini
dikembangkan di Indonesia, yaitu Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS). Satu modul pengelolaan air limbah
komunal berbasis masyarakat membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp. 300 Juta dan mempunyai 3 alternatif
utama yaitu :
- Modul A : berupa beberapa unit tangki septik komunal yang masing-masing unit tangki septik dimanfaatkan oleh 4
atau 5 rumah. Modul ini dibangun untuk rumah yang berkelompok dan hanya tersedia lahan yang sedikit
karena dibangun di bawah tanah.
- Modul B : berupa satu unit MCK Plus++ yang dapat dimanfaatkan oleh 100-200 KK, terdiri dari kamar mandi,
sarana cuci, dan unit pengolahan air limbahnya.
- Modul C : berupa sistem jaringan perpipaan air limbah skala lingkungan (100-200 KK). Modul ini merupakan modul
yang disarankan, sepanjang kondisi lapangan memenuhi persyaratan teknis.

Pemilihan modul diserahkan kepada kelompok masyarakat yang bersangkutan.

Modul ini sesuai diterapkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan permukiman padat, kumuh, dan rawan
sanitasi di perkotaan, karena memiliki gabungan kelebihan dari sistem pengolahan air limbah terpusat (off site system)
dan sistem pengolahan air limbah setempat (on site system), yaitu :
• Menyediakan pelayanan yang terbaik;
• Sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi;
• Pencemaran terhadap air tanah dan badan air dapat dihindari;
• Memiliki masa guna lebih lama;
• Dapat menampung semua air limbah.
• Menggunakan teknologi sederhana;
• Memerlukan biaya yang rendah;
• Masyarakat dan tiap-tiap keluarga dapat menyediakan sendiri, misalnya untuk jamban sendiri bila pilihan
teknologinya adalah tangki septik bersama atau perpipaan komunal;
• Pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat;
• Manfaat dapat dirasakan secara langsung;
• Melibatkan semua pihak untuk bekerja sama (Masyarakat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, dan LSM).

3.2 Sampah Pola 3R Berbasis Masyarakat

3.2.1 Pemilahan Sampah


Pemilahan sampah dilakukan untuk memilah sampah menurut jenisnya sehingga mendukung kegiatan / proses
penanganan selanjutnya. Sebagai contoh bila akan dilakukan proses pengomposan maka sampah organik hendaknya
dipilah terlebih dahulu.

3.2.1.1 Metode
1. Pemilahan hendaknya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan masyarakat dan proses selanjutnya.
2. Awal pemilahan dianjurkan untuk memisahkan sampah menjadi 2 bagian yaitu sampah organik bahan kompos dan
sampah non organik.
- Sampah bahan organik kompos meliputi : sisa makanan, sisa buah, sisa sayur dan daun.
- Sampah non organik meliputi : plastik, kaca, logam, karet, dan bahan lain yang tidak membusuk. Sampah kertas
dan kayu sebenarnya merupakan jenis sampah organik, tetapi mengingat kandungannya (pada kertas
6
mengandung tinta dll) yang berpotensi mengganggu kualitas kompos, dan sifatnya yang memerlukan waktu lama
untuk proses pengomposan (misal kayu), maka keduanya tidak disertakan dalam kategori sampah organik
bahan kompos.
- Bila kondisi memungkinkan, sampah non organik dapat dipilah atas komponen lainnya sesuai kebutuhan; misal
plastik, kertas, logam, kaca, dan lain-lain.
3. Sampah organik dikumpulkan dalam wadah yang yang terpisah dengan sampah non organik. Untuk sampah berupa
sisa sayur sebaiknya ditiriskan terlebih dahulu dengan menggunakan saringan plastik, karena sampah yang terlalu
basah akan menyebabkan kadar air bahan kompos menjadi tinggi sehingga proses pengomposan akan terganggu.

3.2.1.2 Fasilitas
Untuk pemilahan sampah akan diperlukan beberapa fasilitas/peralatan yang dapat meliputi :
1. Wadah sampah organik
2. Wadah sampah non organik
3. Saringan plastik untuk meniriskan air dari sisa sayur

3.2.2 Pengumpulan Sampah


1. Metode pengumpulan sampah dapat dilakukan oleh petugas dari rumah ke rumah atau masyarakat membawa
sendiri sampahnya ke Wadah/Bin Komunal/Kontainer yang sudah ditentukan.
2. Peralatan pengumpulan sampah di kawasan perumahan dapat dilakukan dengan menggunakan alat angkut, seperti
gerobak sampah, becak sampah, motor sampah atau alat angkut lain yang sesuai dengan kondisi setempat
3. Jadual pengumpulan sampah non organik terpilah seperti kertas, plastik, logam/kaca dapat dilakukan seminggu
sekali, sedangkan untuk sampah yang masih tercampur harus dilakukan minimal seminggu 2 kali.
4. Motor/Gerobak sampah yang mengumpulkan sampah terpilah dapat dimodifikasi dengan sekat atau dilengkapi
karung-karung besar (3 unit atau sesuai dengan jenis sampah).

Gambar 3.1. Contoh Alat Pengumpul Sampah

3.2.3 Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Skala Kawasan


a. Lokasi
1. Luas TPST bervariasi, tergantung kapasitas pelayanan dan tipe kawasan. Untuk kawasan perumahan baru
(cakupan pelayanan 2000 rumah) diperlukan TPST dengan luas 1000 m². Sedangkan untuk cakupan pelayanan
skala RW (200 rumah), diperlukan TPST dengan luas 200 – 500 m²
2. TPST dengan luas 1000 m² dapat menampung sampah dengan atau tanpa proses pemilahan sampah di
sumber.
3. TPST dengan luas < 500 m² hanya dapat menampung sampah dalam keadaan terpilah (50%) dan sampah
campur 50%.
4. TPST dengan luas < 200 m² sebaiknya hanya menampung sampah tercampur 20%, sedangkan sampah yang
sudah terpilah 80%.

b. Fasilitas TPST
1. Fasilitas TPST meliputi wadah komunal, areal pemilahan dan areal composting dan juga dilengkapi dengan
fasilitas penunjang lain seperti saluran drainase, air bersih, listrik, barrier (pagar tanaman hidup) dan gudang
penyimpan bahan daur ulang maupun produk kompos serta biodigester (opsional)

c. Daur Ulang
1. Sampah yang didaur ulang minimal adalah kertas, plastik dan logam yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan untuk
mendapatkan kualitas bahan daur ulang yang baik, pemilahan sebaiknya dilakukan sejak di sumber.
2. Pemasaran produk daur ulang dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lapak atau langsung dengan
industri pemakai.
7
3. Daur ulang sampah B3 Rumah tangga (terutama batu baterei dan lampu neon) dikumpulkan untuk diproses lebih
lanjut sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku (PP 18 tahun 1999 tentang pengelolaan sampah B3).
4. Daur ulang kemasan plastik (air mineral, minuman dalam kemasan, mie instan dll) sebaiknya dimanfaatkan
untuk barang-barang kerajinan atau bahan baku lain.

d. Pembuatan Kompos
1. Sampah yang digunakan sebagai bahan baku kompos adalah sampah dapur (terseleksi) dan daun-daun
potongan tanaman.
2. Metode pembuatan kompos dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan open windrow.
3. Perlu dilakukan analisa kualitas terhadap produk kompos secara acak dengan parameter antara lain warna, C/N
rasio, kadar N,P,K dan logam berat.
4. Pemasaran produk kompos dapat bekerja sama dengan pihak Koperasi dan Dinas (Kebersihan, Pertamanan,
Pertanian dll)

Gambar 3.2. Contoh Alat Pembuat Kompos

3.3 Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat


Pelestarian prasarana dan sarana drainase mandiri berbasis masyarakat sangat bergantung pada kemauan dan
kemampuan masyarakat dalam mengoperasikan, memanfaatkan, dan memelihara prasarana dan sarana yang ada.
Secara umum aspek yang perlu diperhatikan dalam pelestarian adalah pengelolaan prasarana dan sarana, penyuluhan
dan pedoman pemeliharaan.

3.3.1 Pengelolaan
Pengelolaan pada dasarnya merupakan aspek dan sendi utama keberlangsungan hasil fisik konstruksi. Pengelola
prasarana dan sarana perlu memperhatikan beberapa hal:
§ Kinerja prasarana yang dikelola (kolam tampungan, saluran, pintu-pintu air atau pompa (kalau ada))
§ Jumlah prasarana dan sarana yang tersedia
§ Jumlah prasarana dan sarana yang digunakan
§ Target/sasaran perencanaan
§ Standar prosedur operasional dan pemeliharaan
§ Standar kriteria teknis prasarana dan sarana
§ Rencana pengembangan sarana di masa datang

Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan, Badan/Kelompok/Organisasi Pengelola harus melakukan langkah-langkah


berikut:
§ Melakukan pemantauan rutin untuk mengetahui kondisi prasarana dan sarana
§ Mengetahui kerusakan sedini mungkin agar dapat disusun rencana perawatan dan pemeliharaan yang baik
§ Melakukan rehabilitasi tepat waktu
§ Melakukan evaluasi kinerja pelayanan secara berkala
§ Melakukan pengelolaan sesuai standar operasional prosedur

8
Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan, Badan/Kelompok/Organisasi Pengelola harus melakukan langkah-langkah
berikut:
1. Melakukan pemantauan rutin untuk mengetahui kondisi prasarana dan sarana
• Dalam keadaan tidak hujan, kolam tampungan harus dalam keadaan kosong (tidak ada air)
• Pintu-pintu air dalam keadaan siap digunakan
• Pompa dan daya listrik siap digunakan
• Saringan sampah dalam keadaan bersih
2. Mengetahui kerusakan sedini mungkin agar dapat disusun rencana perawatan dan pemeliharaan yang baik terhadap
pompa dan pintu-pintu air
3. Melakukan rehabilitasi tepat waktu terhadap saluran-saluran air dan sistem drainase
4. Melakukan evaluasi kinerja sistem drainase mandiri berwawasan lingkungan dan pelayanannya secara berkala
5. Melakukan pengelolaan sesuai dengan petunjuk operasi pemeliharaan ataupun standar operasi prosedur yang ada

9
BAB IV
TAHAPAN PELAKSANAAN

4.1 Umum
Tahapan pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) meliputi: Persiapan, Seleksi lokasi,
Penguatan Kelembagaan, Penyusunan RKM, Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan sarana terbangun.

Penyusunan
Petunjuk Pelaksanaan Sosialisasi Kepada
Sanitasi Lingkungan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota
Berbasis Masyarakat

Persiapan
PENYIAPAN TFL
(Seleksi, Pelatihan)

SELEKSI LOKASI Lokasi terpilih


Longlist, Shortlist

Penyiapan Masyarakat
oleh TFL
• PEMBENTUKAN KSM PENYUSUNAN RKM
• PELATIHAN KSM Organisasi, Pilihan Teknologi dan Dokumen RKM
• PELATIHAN MANDOR Sarana, DED, RAB dan Jadwal
• PELATIHAN TUKANG Kegiatan

Pelelangan
Material

• PELATIHAN OPERATOR KONSTRUKSI


Pelaksanaan dan pengawasan/ Sarana Siap Digunakan Pelaksanaan
• SOSIALISASI PENGGUNA
pengendalian oleh masyarakat Fisik

• Air Limbah Komunal


Berbasis Masyarakat Pendampingan
• Sampah Pola 3R O&M
O&M Berbasis Masyarakat
Operasi, Pemeliharaan • Drainase Mandiri
Berwawasan Lingkungan
Berbasis Masyarakat

Gambar 4.1. Bagan Alir Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat

4.2 Tahap Persiapan


4.2.1 Sosialisasi
Sosialisasi kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) kepada seluruh pemerintah Kabupaten/Kota
pada akhir tahun anggaran sebelumnya yang diselenggarakan bersamaan dengan Sosialisasi DAK oleh Kementerian
Pekerjaan Umum.

4.2.2 Rapat Konsultasi Teknis Regional


Rapat Konsultasi Teknis regional yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum.

10
4.2.3 Rencana Kegiatan Definitif
Penandatanganan Rencana Kegiatan definitif antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.

4.3 Tahap Seleksi Lokasi


Tahap kegiatan setelah penandatanganan nota kesepahaman oleh stakeholder, program Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM) diikuti dengan persiapan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) baik yang berasal dari pemerintah
kabupaten/kota maupun masyarakat, Penyusunaan Daftar Panjang (Longlist), Penetapan Daftar Pendek (Shortlist),
Presentasi/Sosialisasi Kampung, dan Seleksi Kampung/Masyarakat. Kegiatan penyusunan daftar panjang dapat
dilakukan bersamaan dengan kegiatan persiapan fasilitator lapangan.

4.3.1 Penyiapan Tenaga Fasilitator Lapangan


4.3.1.1 Seleksi TFL
Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) terdiri dari TFL Pemda yang ditugaskan oleh Dinas penanggung jawab dan TFL
masyarakat. TFL tersebut diseleksi sesuai dengan kriteria sebagai berikut:
1. Pendidikan minimal D3/sederajat
2. Penduduk asli/setempat atau mampu berkomunikasi dan menguasai bahasa serta adat setempat
3. Sehat jasmani dan rohani
4. Mengenal kondisi lingkungan calon lokasi.
5. Memiliki cukup waktu untuk melaksanakan tugas TFL
6. Memiliki pengetahuan/pengalaman dasar tentang air limbah, persampahan dan drainase
7. Bersedia tinggal dan bekerjasama dengan masyarakat di lokasi terpilih
8. ............................................ (syarat tambahan oleh Masyarakat)

4.3.1.2 Pelatihan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL)


Tujuan diselenggarakan pelatihan adalah memberi bekal pengetahuan tentang program dan tahapan sanitasi berbasis
masyarakat kepada fasilitator, serta meningkatkan kemampuan (capacity) fasilitator, sehingga fasilitator dapat
membantu masyarakat dalam mengidentifikasi masalah, merencanakan, melaksanakan, memutuskan dan mengelola
Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
(SLBM) mencakup 70% kegiatan pemberdayaan dan 30% kegiatan teknis. Untuk itu pelaksanaan pelatihan TFL perlu
memasukkan pengetahuan dasar teknologi dan teknis disamping segi pemberdayaan masyarakat.

Program pelatihan dirancang berdasarkan kebutuhan yang diidentifikasi dan dianalisis dengan metode yang sistematis
dan partisipatif, yaitu dengan RPA dan dikombinasikan dengan metode/teknik lain yang dianggap efektif, misalnya
observasi, wawancara, review dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tugas pekerjaan dari kelompok sasaran dan
tujuan kegiatan pada tahap seleksi masyarakat dan penyusunan rencana kerja masyarakat (tahap perencanaan), tahap
konstruksi dan capacity building (tahap pelaksanaan konstruksi) serta tahap evaluasi dan support OM (fase
pascakonstruksi).

Hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:


1. Penyampaian surat oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum ke masing-masing
Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengusulkan nama calon fasilitator dalam rangka pemilihan tenaga fasilitator
lapangan sesuai kriteria, yang terdiri dari 1 (satu) orang fasilitator teknis dan 1 (satu) orang fasilitator pemberdayaan
masyarakat untuk masing-masing rencana lokasi kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).
2. Penyampaian nama calon fasilitator oleh Bupati/Walikota ke Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan
Umum untuk mengikuti pelatihan.
3. Pelatihan tenaga fasilitator lapangan diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan
Umum.

Materi pelatihan TFL disesuaikan dengan tugas dan tanggung jawab yang ada, antara lain:
1. Prinsip-prinsip dasar Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM);
2. Tahap-tahap pelaksanaan Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) secara umum;
3. Prinsip dan metode seleksi masyarakat
• Longlist dan shortlist kampung
• Rapid Participatory Assessment (RPA)
• Community self selection stakeholders meeting
4. Penyusunan rencana kerja masyarakat (RKM)
• Penentuan calon penerima manfaat/pengguna sarana
• Pemetaan rumah dan infrastruktur sanitasi kampung
• Pemilihan sarana teknologi sanitasi
• Kontribusi masyarakat
• Lembaga Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) di tingkat masyarakat

11
• Penyusunan buku RKM dan Legalisasi RKM
5. Penyusunan Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) sarana teknologi Kegiatan Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dan penyusunan Rencana Anggaran Biaya untuk persiapan fase
pelaksanaan konstruksi berdasarkan sarana dan teknologi yang dipilih oleh masyarakat.
6. Capacity Building (pelatihan-pelatihan dalam Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM))
• Pelatihan KSM
• Pelatihan Mandor/Tukang
• Pelatihan Operator dan Pengguna
7. Evaluasi dan Support untuk operasi dan pemeliharaan
• Support OP pascakonstruksi
• Kampanye kesehatan bagi para pengguna Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)
• Pengukuran dampak program (pengukuran dampak kesehatan dan pengukuran kualitas air di sekitar sarana
Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)).

4.3.1.3 Tugas dan Tanggung Jawab TFL


Setiap TFL (Dinas & Masyarakat) mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
1. Tahap Seleksi Masyarakat
a. TFL Pemda
• Mengadakan rapat koordinasi dengan instansi terkait untuk mendapatkan daftar kampung dari dinas-dinas
bersangkutan;
• Menyiapkan daftar longlist kampung padat/kumuh/miskin sesuai form dan membuat laporan kepada Kepala
Dinas;
• Melakukan pengecekan lapangan sesuai persyaratan teknis minimal bersama TFL-masyarakat dan
pendamping/Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi;
• Mengisi form shortlist kampung berdasarkan hasil pengecekan lapangan dan minta pengesahan dari Kepala
Dinas;
• Mengundang stakeholder masyarakat (dalam shortlist) untuk menyelenggarakan pertemuan/ sosialisasi
Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM);
• Melakukan RPA (Rapid Participatory Appraisal atau penilaian cepat secara partisipatif) di kampung yang
mengirim undangan dan memfasilitasi community self-selection stakeholders meeting atau pertemuan
masyarakat untuk seleksi sendiri bersama dengan tim LSM pendamping;
• Membuat Berita Acara seleksi kampung serta menyusun laporan berkala ke dinas penanggung jawab
kabupaten/kota serta Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi.
b. TFL Masyarakat
• Membantu TFL Pemda menyiapkan daftar longlist kampung;
• Mengkomunikasikan kepada Pendamping dan Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Provinsi;
• Melakukan pengecekan lapangan sesuai persyaratan teknis minimal bersama TFL Pemda;
• Mengisi form shortlist kampung berdasarkan hasil pengecekan lapangan bersama TFL Pemda;
• Membantu TFL Pemda untuk mengundang stakeholder masyarakat (dalam shortlist) untuk sosialisasi
Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM);
• Menindaklanjuti penjelasan kepada masyarakat (jika ada permintaan) bersama TFL Pemda;
• Melakukan RPA di kampung yang mengirim undangan dan memfasilitasi community self-selection
stakeholders meeting bersama dengan tim pendamping;
• Membuat Berita Acara seleksi kampung.

2. Tahap Penyusunan Rencana Kerja Masyarakat (RKM)


a. TFL Pemda
• Melakukan pertemuan awal dengan masyarakat (bersama TFL-masyarakat);
• Mengkomunikasikan kepada Pimpinan Kegiatan/Kepala Dinas tentang jadwal dan agenda pertemuan untuk
penyusunan RKM;
• Memfasilitasi pertemuan masyarakat (bersama dengan TFL-masyarakat)untuk penentuan calon penerima
manfaat program, pemilihan sarana teknologi sanitasi, pembentukan dan pengesahan KSM (Kelompok
Swadaya Masyarakat), penyusunan rencana kontribusi, dan kegiatan lain sampai tersusunnya RKM;
• Membantu masyarakat melakukan survey harga-harga material yang dibutuhkan;
• Membuat dokumen RKM dan meminta pengesahan/legalisasi RKM kepada semua stakeholder (bersama
TFL-masyarakat);
• Mengadakan pertemuan koordinasi dengan dinas-dinas terkait untuk melaporkan perkembangan kegiatan
Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM);
• Membuat Berita Acara kegiatan sesuai kebutuhan dan menyusun laporan secara berkala ke dinas
penanggung jawab di Kabupaten/Kota dan Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Provinsi.
12
b. TFL Masyarakat
• Melakukan pertemuan awal dengan masyarakat (bersama TFL Pemda);
• Mengkomunikasikan kepada pendamping/Satker Pengembangan Kinerja Pengelolaan PLP Provinsi tentang
jadwal dan agenda pertemuan untuk penyusunan RKM;
• Memfasilitasi pertemuan masyarakat (bersama dengan TFL Pemda) untuk penentuan calon penerima
manfaat program, pemilihan sarana teknologi sanitasi, pembentukan dan pengesahan KSM/Kelompok
Swadaya Masyarakat, penyusunan rencana kontribusi, dan kegiatan lain sampai tersusunnya RKM;
• Membantu masyarakat melakukan survey harga-harga material yang dibutuhkan;
• Membuat dokumen RKM dan meminta pengesahan/legalisasi RKM kepada semua stakeholder (bersama
TFL Pemda);
• Membantu TFL Pemda untuk mengadakan pertemuan koordinasi dengan dinas-dinas terkait untuk
melaporkan perkembangan Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM);
• Membuat Berita Acara kegiatan sesuai kebutuhan.
3. Tahap Konstruksi dan Capacity Building
a. TFL Pemda
• Melakukan persiapan (survey dan pengukuran) dengan masyakarat untuk pembangunan sarana (bersama
dengan TFL-Masyarakat);
• Menyelenggarakan pelatihan KSM, Mandor/pengawas dan Tukang sesuai perencanaan (bersama dengan
TFL- Masyarakat);
• Meyakinkan bahwa semua rencana berjalan sesuai RKM, termasuk kontribusi dari berbagai pihak, tenaga
kerja, tukang, material dan gudang, alat-alat pengawasan material, dsb;
• Memfasilitasi pertemuan rutin masyarakat (bersama dengan TFL- Masyarakat);
• Memberikan persetujuan terhadap semua pengeluaran dana KSM dan administrasi keuangannya untuk
pelaporan;
• Ikut memberikan persetujuan keluar-masuknya material sesuai kualitas yang dipersyaratkan;
• Menyusun laporan keuangan dan ajuan pencairan dana sesuai perkembangan fisik;
• Melakukan pengawasan pekerjaan fisik dan tenaga kerja (bersama TFL- Masyarakat);
• Membuat Berita Acara pengecekan final teknis, kelembagaan, dan keuangan
• Melaporkan seluruh perkembangan kegiatan dan kemajuan pekerjaan kepada Pimpinan Kegiatan/Kepala
Dinas.
b. TFL-Masyarakat
• Melakukan persiapan (survey dan pengukuran) dengan masyakarat untuk pembangunan sarana (bersama
dengan TFL Pemda);
• Menyelenggarakan pelatihan KSM, Mandor/pengawas dan Tukang sesuai perencanaan (bersama dengan
TFL Pemda);
• Meyakinkan bahwa semua rencana berjalan sesuai RKM, termasuk kontribusi dari berbagai pihak, tenaga
kerja, tukang, material dan gudang, alat-alat pengawasan material, dsb;
• Memfasilitasi pertemuan rutin masyarakat (bersama dengan TFL Pemda);
• Memberikan persetujuan terhadap semua pengeluaran dana KSM dan administrasi keuangannya untuk
pelaporan;
• Ikut memberikan persetujuan keluar-masuknya material sesuai kualitas yang dipersyaratkan;
• Membantu TFL Pemda dalam menyusun laporan keuangan dan ajuan pencairan dana sesuai perkembangan
fisik;
• Melakukan pengawasan pekerjaan fisik dan tenaga kerja (bersama TFL Pemda);
• Membuat Berita Acara pengecekan final teknis, kelembagaan, dan keuangan
• Melaporkan seluruh perkembangan kegiatan dan kemajuan pekerjaan kepada Satker Pengembangan
Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi .

4. Tahap Evaluasi dan Support Operasional dan Pemeliharaan


a. TFL Pemda
• Menyelenggarakan pelatihan bagi operator dan pengguna (bersama dengan TFL- Masyarakat);
• Menyelenggarakan evaluasi kegiatan bersama dengan dinas-dinas terkait;
• Memberikan pedoman monitoring kualitas air dan hasil survei Indeks Status Perilaku Kesehatan kepada
dinas terkait;
• Menyelenggarakan kegiatan evaluasi partisipatif bersama masyarakat (TFL- Masyarakat);
• Membantu persiapan peresmian sarana;
• Menyusun laporan keuangan dan ajuan pencairan dana sesuai perkembangan fisik;
• Melakukan pengawasan pekerjaan fisik dan tenaga kerja;
• Membuat Berita Acara kegiatan sesuai kebutuhan.
b. TFL-Masyarakat
• Menyelenggarakan pelatihan bagi operator dan pengguna (bersama dengan TFL Pemda);
• Membantu masyarakat melakukan persiapan peresmian sarana;
13
• Meyakinkan bahwa semua rencana berjalan sesuai RKM, termasuk kontribusi dari berbagai pihak, tenaga
kerja, tukang, material dan gudang, alat-alat pengawasan material, dsb;
• Memfasilitasi pertemuan rutin masyarakat (bersama TFL Pemda);
• Memberikan persetujuan terhadap semua pengeluaran dana KSM dan administrasi keuangannya untuk
pelaporan;
• Menyelenggarakan kegiatan evaluasi partisipatif bersama masyarakat (TFL Pemda);
• Menyusun laporan keuangan dan ajuan pencairan dana sesuai perkembangan fisik;
• Melakukan pengawasan pekerjaan fisik dan tenaga kerja (bersama dengan TFL Pemda);
• Membuat Berita Acara kegiatan sesuai kebutuhan.

4.3.2 Seleksi Lokasi


1. Seleksi Lokasi dimulai dengan Pemerintah Kota/Kabupaten menetapkan calon lokasi penerima Sanitasi Lingkungan
Berbasis Masyarakat (SLBM) dalam bentuk daftar-panjang permukiman/kampung/kelurahan.
2. Penetapan daftar-panjang (minimal 5 lokasi) didasarkan pada wilayah yang merupakan urutan prioritas
Pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal berbasis masyarakat, Pengembangan pengurangan
sampah dengan pola 3R (reduce, reuse, dan recycle) berbasis masyarakat, Pengembangan prasarana dan sarana
drainase mandiri yang berwawasan lingkungan berbasis masyarakat. Oleh karena itu perlu disusun pemetaan
prasarana dan sarana sanitasi lingkungan sehingga penanganan sanitasi lingkungan akan lebih tepat sasaran dan
skala prioritas.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota bersama dengan fasilitator pendamping (LSM atau Konsultan) akan menyusun daftar-
pendek sesuai persyaratan teknis minimal yang ditetapkan dan melalui pengecekan lapangan.
4. Penentuan lokasi terpilih dilakukan dengan metode seleksi-sendiri atau oleh perwakilan masyarakat dengan sistem
kompetisi terbuka.

4.3.3 Syarat Lokasi


1. Kawasan permukiman padat, kumuh dan rawan sanitasi yang terdaftar dalam administrasi pemerintahan
Kabupaten/Kota, atau kawasan pasar dan permukiman sekitarnya (permukiman atau pasar legal sesuai
peruntukannya dalam RTRW Kabupaten/Kota)
2. Memiliki permasalahan sanitasi yang mendesak untuk segera ditangani seperti pencemaran limbah, banyaknya
sampah tidak terangkut atau terjadinya genangan.
3. Tersedia lahan yang cukup; 100 m2 untuk 1 (satu) unit bangunan Instalasi Pengolah Air Limbah/IPAL, 150 m2 untuk
1 (satu) MCK Plus++, atau 200 m2 untuk pengolahan sampah pola 3R dan kolam yang sebaiknya cukup menampung
150 m3/ha kawasan permukiman untuk drainase mandiri
4. Tersedia sumber air (PDAM/sumur/mata air/air tanah).
5. Adanya saluran/sungai/badan air untuk menampung efluen pengolahan air limbah dan drainase mandiri.
6. Masyarakat yang bersangkutan menyatakan tertarik dan bersedia untuk berpartisipasi melalui kontribusi, baik dalam
bentuk uang, barang maupun tenaga.

4.3.4 Daftar Panjang Lokasi


Daftar panjang merupakan data sekunder calon lokasi yang diusulkan oleh pemerintah daerah kota/ kabupaten pada
saat MoU, dengan ketentuan memiliki kriteria kelayakan sebagai berikut:
a. Kriteria Umum:
1. Lokasi yang berada di kawasan permukiman perkotaan
2. Lokasi yang rawan sanitasi
b. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan air limbah skala kawasan:
1. Kepadatan > 700 jiwa/Km2 (Wilayah Jawa & Bali);
2. Kumuh secara fisik;
3. Lingkungan masyarakat berpendapatan rendah (kumuh miskin, bukan kumuh kaya);
4. Memiliki masalah kesehatan/kasus diare kejadian luar biasa;
5. Terdapat masalah fisik sanitasi;
6. Selalu masuk di semua program penataan kampung kumuh/penataan kawasan di semua dinas.
c. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan persampahan skala kawasan:
1. Batasan administrasi lahan TPST dalam batas administrasi yang sama dengan area pelayanan pengelolaan
sampah terpadu 3R berbasis masyarakat.
2. Status kepemilikan lahan milik pemerintah atau lainnya dengan surat pernyataan bersedia digunakan untuk
prasarana dan sarana pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat.
3. Ukuran lahan minimal 200 m2
4. Mempunyai program lingkungan berbasis masyarakat.
5. Masalah sampah sudah mulai mengganggu masyarakat
d. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan drainase mandiri berwawasan lingkungan berbasis masyarakat:
1. Lokasi berada di kawasan permukiman perkotaan
2. Lokasi merupakan kawasan rawan genangan

14
3. Pembuatan Kolam Retensi dan Sistem Polder disusun dengan memperhatikan faktor sosial ekonomi antara lain
perkembangan kota dan rencana prasarana dan sarana kota serta dilaksanakan berdasarkan prioritas zona yang
telah ditentukan dalam Rencana Induk Sistem Drainase.
4. Kelayakan pelaksanaan Kolam Retensi dan Sistem Polder harus berdasarkan tiga faktor antara lain: biaya
konstruksi, biaya operasi dan biaya pemeliharaan.
5. Ketersediaan dan tata guna lahan

Daftar panjang tersebut bertujuan untuk mempermudah TFL dalam menentukan lingkup lokasi, survey, identifikasi lokasi
dan sosialisasi awal, sehingga efektifitas dan target sasaran dapat tercapai. Sebaiknya data sekunder calon lokasi
sejumlah minimal 5 (lima) kampung lokasi kumuh/miskin/padat penduduk perkotaan.

4.3.5 Daftar Pendek Lokasi


Daftar Pendek merupakan data primer yang ditentukan berdasarkan hasil survai dan identifikasi daftar panjang (longlist)
yang dilakukan oleh TFL dan dinas penanggung jawab kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)
berdasarkan kriteria kelayakan maksimal. Tujuan penyusunan daftar pendek adalah mempermudah dan mengefektifkan
sosialisasi stakeholder kampung dan seleksi kampung sasaran program.

Syarat kriteria kelayakan lokasi sasaran kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM):
a. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan air limbah skala kawasan:
1. Terdaftar dalam administrasi pemerintahan Kabupaten/Kota (Legal/proses legal) & cakupan 50-100 KK –
RT/RW/Lingkungan/Kampung;
2. Memiliki masalah fisik sanitasi yang sama (tidak terpengaruh batas RT/RW);
3. Tersedia lahan:
4. Luas min. 100 m2 (Simplified Sewerage System (SSS) atau komunal) dan min. 150 m2 (untuk Community
Sanitation Center (CSC) atau MCK Plus++)
5. Jarak dengan jalan besar ± 100 m.
6. Tersedia sumber air (PDAM, sumur gali, mata air), dan saluran untuk pembuangan air limbah (saluran
drainase/riol kota/sungai).
7. Bersedia untuk berkontribusi (in cash + in kind).
8. Tertarik untuk mengimplementasikan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).
b. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan persampahan skala kawasan:
1) Kriteria Fisik lingkungan:
1. Permukaan air tanah di TPST >10 m
2. Lahan yang diusulkan memang telah di manfaatkan/ difungsikan sebagai lokasi TPS Sampah.
3. Berada didalam area yang memang direncanakan diperuntukkan sebagai lokasi TPS Sampah atau Rencana
pemanfaatan rendah untuk fasilitas umum/taman.
4. Bebas banjir.
5. Berada di lahan datar.
6. Jalan keluar/masuk menuju dan dari TPST datar dengan kondisi baik dan lebar jalan yang cukup untuk
mobilisasi keluar/masuk motor/gerobak sampah.
7. Jarak lokasi ke permukiman lebih dari 200 m dari permukiman.
8. Terletak 500 m dari jalan raya
9. Berdampak minimal terhadap tata guna lahan.
10. Terdapat zona penyangga dan kegiatan operasionalnya tidak terlihat dari luar.
2) Kriteria Sosial Ekonomi
1. Cakupan pelayanan mendekati 600 KK.
2. Ada tokoh masyarakat yang disegani dan mempunyai wawasan lingkungan yang kuat.
3. Penerimaan masyarakat untuk melaksanakan program 3R merupakan kesadaran masyarakat secara
spontan.
4. Masyarakat bersedia membayar retribusi pengolahan sampah.
5. Sudah memiliki kelompok aktif di masyarakat seperti PKK, Forum-forum kepedulian terhadap lingkungan,
karang taruna, remaja mesjid, klub jantung sehat, club manula, pengelola kebersihan/sampah, dll
c. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan drainase berwawasan lingkungan berbasis masyarakat:
1. Daerah genangan dan parameter genangan yang meliputi luas genangan, tinggi genangan, lamanya genangan
dan frekuensi genangan;
2. Elevasi muka air di muara saluran lebih tinggi dari elevasi muka tanah di daerah genangan;
3. Lokasi Kolam Retensi yang akan dijadikan tempat penampungan kelebihan air permukaan dan perkirakan batas
luas Kolam Retensi tersebut;
4. Daerah pengaliran saluran primer (DPSAL) yang mengalir ke Kolam Retensi melalui peta topografi.
5. Adanya sistem, arah aliran dan outlet
6. Muka air di kolam retensi/kolam polder direncanakan dari dasar muka tanah terendah di daerah perencanaan
dan ditarik dengan lamanya tertentu sesuai dengan kemiringan lahan.
7. Adanya badan air/sungai berada dekat lokasi kegiatan
15
8. Masyarakat bersedia mengoperasikan dan memelihara sistem sendiri serta bersedia membentuk kelompok
pengurus O/P

Pemilihan maksimal 3 (tiga) kampung yang masuk dalam Daftar Pendek (shortlist) yang dilakukan oleh TFL (Pemda dan
Masyarakat) dan disahkan oleh Kepala Dinas penanggung jawab.

4.3.6 Sosialisasi Kampung


Presentasi atau sosialisasi kampung dilaksanakan oleh dinas penanggung jawab kegiatan kota/ kabupaten bersama
dengan TFL dan bertempat di dinas penanggung jawab kegiatan. Undangan terdiri dari 3-5 orang wakil dari masing-
masing stakeholder kampung yang masuk dalam shortlist (telah memenuhi syarat kelayakan). Materi
presentasi/sosialisasi berupa penjelasan tentang kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) oleh Dinas
penanggung jawab dan TFL. Sosialisasi kampung merupakan syarat mengikuti seleksi kampung, dengan hasil yang
diharapkan antara lain:
• Adanya surat undangan dari stakeholder kampung kepada TFL dan dinas penanggung jawab kegiatan untuk
melakukan presentasi kepada stakeholder kampung yang berminat di balai pertemuan Kampung/
Lingkungan/RT/RW.
• Adanya surat undangan dari masyarakat untuk melakukan survai cepat partisipatif (Rapid Paticipatory Assessment/
RPA).

4.3.7 Seleksi Kampung


Kegiatan seleksi kampung dilakukan dengan metode Rapid Participatory Assessment (RPA) dan Community Self
Selection Stakeholders Meeting.

4.3.7.1 Rapid Participatory Assessment (RPA)


Rapid Participatory Assessment (RPA) merupakan metode yang digunakan untuk melakukan pemetaan kondisi sanitasi
masyarakat, masalah yang mereka hadapi, serta kebutuhan untuk memecahkan masalah sanitasi secara cepat dan
dilakukan secara partisipatif, atau bersama-sama masyarakat.

Alasan penggunaan metode ini adalah :


1. Memposisikan masyarakat sebagai subyek;
2. Memberikan ”ruang” kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan keinginannya;
3. Sebagai salah satu media pemberdayaan masyarakat pada tingkat bawah (grass root level).
Dalam tahap implementasi kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), RPA dilakukan setelah kegiatan
Presentasi Konsep Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) kepada stakeholder masyarakat. RPA akan
dilakukan hanya jika ada undangan atau permintaan dari masyarakat setelah mereka memahami konsep kegiatan
Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) melalui presentasi. Hal ini sesuai dengan pendekatan Demand
Responsive Approach (DRA), dimana undangan/permintaan menjadi salah satu indikator kebutuhan untuk memecahkan
masalah sanitasi yang mereka hadapi.

Hasil RPA ini akan dipresentasikan pada sesi Seleksi Lokasi Sendiri oleh masyarakat bersama-sama dengan hasil RPA
dari kampung lain dalam 1 (satu) kabupaten/kota. Sesi ini dinamakan Self-Selection Stakeholders Meeting, yang
bertujuan untuk menentukan lokasi masyarakat yang paling siap untuk implementasi Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM).

Tujuan RPA
Secara umum, tujuan RPA adalah teridentifikasinya masalah sanitasi dan keinginan masyarakat untuk memecahkannya
atas dasar kemampuan sendiri yang dilakukan secara partisipatif, sistematis, dan cepat. Tujuan akhirnya adalah
terseleksinya masyarakat yang paling siap untuk implementasi kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
(SLBM).

Untuk menilai kesiapan masyarakat akan diukur dengan 5 (lima) variabel, yaitu :
1. Pengalaman membangun infrastruktur kampung;
2. Kesiapan masyarakat untuk berkontribusi;
3. Kelayakan teknis untuk infrastruktur Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM);
4. Kesiapan lembaga setempat untuk mengelola sarana;
5. Prioritas perbaikan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).

16
Tabel 4.1. Jenis Informasi dan Alat RPA yang digunakan
No Jenis Informasi RPA Tools

1 Pengalaman membangun infrastruktur kampung Timeline


2 Kesiapan masyarakat untuk berkontribusi Ladder—1
3 Kelayakan teknis untuk infrastruktur sanitasi Transect Walk
4 Kesiapan lembaga setempat untuk mengelola Venn Diagram
5 Prioritas perbaikan sanitasi Problem Tree

Pemetaan Sanitasi Kampung

Diagram Venn Transect Walk

Timeline Ladder-1

Problem Tree

Community Self-selection Stakeholder Meeting

Gambar 4.2. Skema dan Prosedur Implementasi

Partisipan RPA
Partisipan RPA terdiri dari maksimum 20 orang berasal dari berbagai komponen masyarakat yang ada di kampung yang
bersangkutan, yaitu perempuan, laki-laki, kaya-miskin, dan tokoh formal maupun informal. Prinsipnya semakin banyak
komponen masyarakat yang terlibat dalam proses pelaksanaan RPA ini adalah semakin baik. Sebelum RPA dimulai,
komponen masyarakat yang perlu terlibat dalam RPA harus dibicarakan secara jelas dengan ketua RT/RW setempat.

Fasilitator (TFL) sangat berperan penting dalam RPA karena bertanggung jawab atas proses dan hasil RPA sesuai
dengan rencana. TFL bertugas memberikan ”tongkat komando” kepada masyarakat ketika mereka sudah siap dan
memahami tujuan dan cara kerjanya.

Penetapan Skor dan Pembobotan (Nilai)


Dalam RPA, setiap indikator dalam variabel akan diberi skor. Kemudian skor tersebut akan dikonversikan ke dalam nilai.
Skor berkisar antara 0, 1, 2, 3, dan 4; sedangkan Nilai berkisar antara 0, 25, 50, 75, dan 100. Nilai tersebut merupakan
kuantifikasi dari setiap pernyataan yang bersifat kualitatif. Penetapan skor dan pembobotan (nilai) ini penting dalam
rangka penyederhanaan dalam memberikan penilaian tentang kondisi masyarakat secara obyektif. Skor ini sangat
penting gunanya dalam Self-selection Stakeholder Meeting, dimana penentuan kampung yang lolos seleksi didasarkan
pada total skor yang dimiliki oleh masing-masing kampung. Logikanya : semakin miskin kondisi kampung dan semakin
besar tingkat keswadayaan masyarakat, maka semakin tinggi skornya, dan begitu pula sebaliknya. Maka, kampung yang
mengumpulkan skor nilai tertinggi yang dianggap paling siap untuk implementasi Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM).

Penentuan Waktu dan Tempat


Waktu pelaksanaan RPA perlu disepakati bersama antara tim fasilitator dengan masyarakat (misalnya ketua RT/RW dan
tokoh masyarakat) agar proses pelaksanaan dapat berjalan lancar, dan minimal 1 minggu sebelumnya.

Waktu yang dibutuhkan untuk implementasi RPA adalah 390 menit (6,5 jam). Jika ditambah untuk introduksi, ice
breaking, pembagian kelompok, dan penutupan maksimal 90 menit (1,5 jam). Maka, total waktu yang dibutuhkan adalah
480 menit (8 jam) atau 1 hari efektif.

Tempat yang dibutuhkan untuk pelaksanaan RPA adalah tempat pertemuan besar (untuk pertemuan awal/introduksi dan
pertemuan akhir/presentasi hasil) dan tempat pertemuan kecil (untuk penerapan teknik-teknik RPA). Tempat pertemuan
ini diusahakan di tempat yang luas dan mudah dijangkau/diakses oleh masyarakat.

17
Alat dan Bahan yang perlu disiapkan
Alat dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan RPA terdiri dari : Kertas lebar (plano), Kain lebar, Spidol besar aneka
warna, Spidol kecil aneka warna, Lem/perekat, Selotip, Gunting, Alat tulis, Bahan-bahan lokal seperti biji-bijian atau
kacang-kacangan, Lampu (jika ada kegiatan di malam hari). Akan sangat baik jika ada rekaman video/kamera yang
dapat dipergunakan untuk melengkapi laporan.

4.3.7.2 Peta Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)


Pemetaan kampung adalah salah satu teknik PRA (participatory rural appraisal) untuk memfasilitasi masyarakat dalam
mengungkapkan keadaan wilayah di kampung mereka beserta lingkungannya. Hasil yang diharapkan adalah peta atau
sketsa keadaan sumber daya umum kampung atau peta dengan topik tertentu (peta sanitasi).

Media pemetaan dapat dilakukan di atas tanah, papan tulis atau di atas kertas. Metode penyusunan peta
kampung umumnya menggunakan simbol-simbol dan peralatan yang sederhana seperti tongkat, batu-batuan, daun-
daunan dan biji-bijian. Untuk menggambar di atas media tanah, yang perlu diperhatikan adalah proporsi luas lahan yang
akan digunakan sehingga banyak orang/masyarakat yang dapat terlibat. Jika digambar di tanah, hasilnya harus
digambar kembali di atas kertas agar hasilnya tidak hilang. Untuk itu lebih efektif dan efisien penggambaran peta sanitasi
langsung di atas kertas besar/ plano.

Tabel 4.2. Contoh Timeline


No Proyek Pembangunan Tahun Pendanaan

Informasi yang diharapkan dari kegiatan timeline adalah:


1. Sejarah terbentuknya pembangunan bersangkutan, asal-usul perintis pembangunan, perkembangan yang terjadi
dan siapa yang terlayani.
2. Terjadinya wabah penyakit (malaria, muntaber, DB, dsb)
3. Sejarah organisasi kelurahan dan sistem pengorganisasian pada saat melaksanakan pembangunan.

Indikator dan Variabel penilaian TIMELINE


Tabel 4.3. CS1.1 Pengalaman Membangun Prasarana* secara Gotong-Royong
Pilihan Skor Konversi ke
Tidak ada pengalaman/belum pernah dilakukan 0 0
Pernah dilakukan, berbentuk hibah/ bantuan dari luar 1 25
Pernah dilakukan, masyarakat berkontribusi in-kind (tenaga+material) 2 50
Pernah dilakukan, masyarakat berkontribusi uang dan in-kind 3 75
(tenaga+material)
Pernah dilakukan, masyarakat berkontribusi uang dan in-kind 4 100
(tenaga+material), panitia pembangunan dan pengelola yang dibentuk
masih ada sampai sekarang
Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan
persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan)

4.3.7.3 Ladder-1 (Kesediaan Berkontribusi)


Ladder-1 bertujuan untuk mengenali dan mengkaji manfaat dan nilai guna iuran yang dirasakan oleh masyarakat dalam
kegiatan pembangunan sarana sanitasi kampung; serta digunakan untuk menilai kesiapan masyarakat berkontribusi
dalam pembangunan infrastruktur sanitasi.

Proses Ladder-1 adalah :


1. Kegiatan dilakukan secara terpisah antara masyarakat laki-laki dan perempuan, dan antar masyarakat kaya dan
miskin (jika memungkinkan);
2. TFL menjelaskan tujuan, maksud, dan cara penerapan teknik ini;
3. Mulai berdiskusi mengenai manfaat yang dirasakan oleh masyarakat terhadap sarana sanitasi yang ada saat ini,
kemudian ditulis pada kertas flip chart (satu kartu satu manfaat) dengan tulisan, simbol, atau gambar;
4. TFL memfasilitasi dan mengarahkan peserta untuk memberikan penilaian atas manfaat yang dapat dirasakan
dibandingkan dengan besarnya iuran yang telah mereka berikan terhadap pembangunan sarana sanitasi;
5. Gunakan biji-bijian untuk menghitung skor;

18
6. Skor untuk nilai manfaat dan nilai iuran dijumlahkan dan diisikan ke kolom total, lalu dibuat rata-ratanya;
7. Berdasarkan hasil analisis ini, TFL mengajak peserta untuk menilai kesanggupan mereka untuk berkontribusi
terhadap pembangunan/perbaikan sarana sanitasi yang akan dilakukan dengan cara memilih kartu-kartu yang
didalamnya sudah ada nilai yang disediakan oleh TFL;
8. Kartu yang dipilih adalah nilai yang dimiliki oleh masyarakat yang nanti akan dijumlahkan dengan skor yang lain
pada sesi Community Self-selection Stakeholders Meeting.

Tabel 4.4. Contoh Ladder – 1*


No Proyek Pembangunan Manfaat Biaya dibayarkan (1-10)
Sarana Sanitasi (1-10)
1
dst
Total Skor =
Rata-rata =
Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan
persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan)

Informasi yang diharapkan dari kegiatan ladder-1 adalah :


1. Pandangan kelompok mengenai keberadaan setiap jenis manfaat yang dialami oleh mereka.
2. Urutan manfaat-manfaat dengan memperhatikan kesesuaian kontribusi (dalam bentuk uang, waktu, tenaga, harta
benda, atau bentuk lainnya).
3. Manfaat-manfaat yang memperhatikan isu gender dan pelaksanaan pembagiannya.

Indikator dan Variabel penilaian Ladder – 1*


Tabel 4.5. CS2.1 Kesediaan Masyarakat Untuk Mengeluarkan Biaya
Pilihan Skor Konversi ke
Tidak bersedia memberikan kontribusi 0 0
Bersedia memberikan kontribusi hanya untuk biaya pembanguan toilet 1 25
Bersedia memberikan kontribusi untuk pembangunan prasarana & sarana 2 50
serta biaya pengoperasian & perawatan komponen terpilih lainnya
Bersedia memberikan kontribusi untuk biaya pembangunan toilet, biaya 3 75
pengoperasian & perawatan komponen terpilih lainnya, & sebagian dari
biaya pembangunan komponen lainnya
Bersedia memberikan kontribusi untuk biaya pembangunan prasarana 4 100
& sarana, biaya pengoperasian & perawatan komponen terpilih lainnya,
dan seluruh dari biaya pembangunan komponen lainnya
Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan
persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan)

4.3.7.4 Transect Walk (Kesiapan Teknis)


Transect walk bertujuan untuk (1) mengenali dan mengkaji kondisi sarana sanitasi kampung yang sudah ada, (2) menilai
tingkat kepuasan masyarakat terhadap fasilitas sanitasi yang ada, dan (3) menilai tingkat kelayakan teknis sebagai
prasyarat pembangunan infrastruktur sanitasi yang direncanakan dengan cara melakukan observasi langsung oleh TFL
bersama-sama dengan masyarakat.

Tugas TFL dan masyarakat di kegiatan transect walk adalah :


1. Menentukan, mengobservasi serta melakukan diskusi dengan masyarakat, antara lain :
• Lokasi yang dicalonkan masyarakat untuk bangunan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM);
• Sarana sanitasi yang digunakan masyarakat saat ini : jamban, sungai, kolam, dsb;
• Pola penggunaan sarana sanitasi;
• Ketersediaan lahan;
• Muka air tanah;
• Material lokal;
• Saluran drainase.
• (contoh cek list teknis dapat dilihat pada lampiran)
2. Mencatat semua sanitasi yang dibangun oleh proyek sebelumnya atau oleh pribadi. Secara acak pilihlah titik dengan
proporsional (10% dari total) dari masing-masing kategori.

19
3. Melakukan observasi dan pencatatan kualitas konstruksi dengan menggunakan format observasi jamban/sanitasi,
kemudian mendiskusikan dengan masyarakat yang ada di sekitar lokasi sarana sanitasi/jamban tentang
pemeliharaan (keberadaan dan keteraturannya), lingkup dan pemakaian, serta konflik kepentingannya. Kemudian
catat hasil temuannya. Untuk lokasi yang pernah mendapat proyek jamban/sarana sanitasi, perlu dipilih secara acak
jamban/sarana sanitasi yang dibangun sebelum, selama, dan setelah intervensi proyek dengan cara menjumlahkan
semua jamban/sarana sanitasi pada ketiga kategori tersebut dan digambarkan persentase perbandingan masing-
masing kategori. Penilaian menggunakan checklist terhadap kualitas konstruksi, operasi, dan pemeliharaan serta
menggunakan jamban keluarga.
4. Menilai kepuasan layanan yang diterima (demand responsiveness), dengan menggunakan skala penilaian dari
setiap rumah tangga yang dikunjungi selama transect. Masyarakat dapat membantu memilih aspek penilaian
kepuasan layanan.
5. Menilai kepuasan penggunaan sarana meliputi tingkat akses layanan, desain, penggunaan untuk anak-anak, kualitas
konstruksi, kemudahan penggunaan dan pemeliharaan, nilai manfaat yang dirasakan dari kontribusi untuk
memperoleh layanan tersebut, laporan mengenai layanan kepada pengguna dengan catatan terpisah untuk pria dan
wanita.

Indikator dan Variabel penilaian Transect Walk

Tabel 4.6. CS3.1 Kondisi Drainase


Pilihan Skor Konversi ke
Tidak ada saluran drainase 0 0
Ada saluran drainase tetapi sudah rusak 1 25
Ada saluran drainase tetapi mampet 2 50
Ada saluran drainase tetapi air mengalir lambat 3 75
Ada saluran drainase yang mengalir lancar 4 100

Tabel 4.7. CS3.2 Toilet/Jamban


Pilihan Skor Konversi ke
Ada jamban lengkap dengan Tangki Septik di masing-masing rumah 0 0
Ada MCK yang berfungsi, digunakan sebagian kecil penduduk. ATAU.
Setengah dari keseluruhan rumah telah mempunyai jamban + tangki septik 1 25
sendiri
Ada MCK yang berfungsi, digunakan sebagian besar penduduk. ATAU. 2 50
Hanya sebagian kecil Rumah yang mempunyai jamban + tangki septik sendiri
Sebagian kecil penduduk buang air besar di tempat terbuka/sungai. ATAU. 3 75
Sebagian kecil Jamban disalurkan langsung ke sungai.
Sebagian besar penduduk buang air besar di tempat terbuka/sungai. ATAU. 4 100
Sebagian besar Jamban disalurkan langsung ke sungai.

Tabel 4.8. CS3.3 Ketersediaan Air


Pilihan Skor Konversi ke
Air tidak mencukupi meskipun untuk minum 0 0
Air hanya mencukupi untuk minum 1 25
Air hanya mencukupi untuk minum, masak, & mencuci 2 50
Air hanya mencukupi untuk minum, masak, mencuci & mandi 3 75
Air mencukupi untuk semua kebutuhan 4 100

Tabel 4.9. CS3.4 Ketersediaan Lahan


Kondisi Skor Konversi ke
Tidak tersedia lahan milik perorangan/negara di dalam atau dekat 0 0
kampung
Ada lahan milik perorangan (100-200 m2) di dekat kampung 1 25

20
Kondisi Skor Konversi ke
2
Ada lahan milik negara (100-200 m ) di dekat kampung 2 50
Tersedia lahan milik perorangan (100-200 m2) di dalam kampung 3 75
Tersedia lahan milik negara (100-200 m2) di dalam kampung 4 100

4.3.7.5 Venn Diagram


Venn diagram bertujuan untuk mengenali dan mengkaji keberadaan lembaga lokal yang ada dalam masyarakat, manfaat
dan tingkat kedekatan hubungannya dengan masyarakat. Secara khusus dapat digunakan pula untuk menilai tingkat
kesiapan masyarakat untuk mengelola sanitasi secara kelembagaan lokal. Venn diagram dilaksanakan masyarakat
dengan difasilitasi TFL.

Langkah-langkah kegiatan venn diagram sebagai berikut :


1. Meminta warga menuliskan organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada di kampung
mereka;
2. Diskusikan dan urutkan organisasi atau lembaga yang ada berdasarkan nilai ”pentingnya” dalam metaplan berbeda
ukuran (makin penting, ukuran kertas makin besar);
3. Diskusikan dan urutkan organisasi atau lembaga yang ada menurut kedekatannya dengan warga;
4. Buat Lingkaran atau orbit sesuai banyaknya organisasi atau lembaga;
5. Tempatkan organisasi terdekat di lingkaran pertama dan seterusnya.

Tabel 4.10. Contoh Venn Diagram


Organisasi/ Lembaga Tingkat kedekatan dengan masyarakat
A 3
B 1
C 4
D 2

4
3
C 2
1

MASYARAKAT
D

B
A

Gambar 4.3. Contoh Venn Diagram

Indikator dan Variabel penilaian Venn Diagram

Tabel 4.11. CS4.1 Ketersediaan Lembaga-Lembaga Setempat*


Pilihan Skor Konversi ke
Tidak ada lembaga lokal yang sangat penting atau bermanfaat bagi 0 0
sebagian besar warga
Ada lembaga lokal yang penting dan bermanfaat untuk sebagian besar 1 25
warga, tapi tidak dekat dengan masyarakat (jarang berinteraksi dengan
masyarakat)
Ada lembaga lokal yang penting dan bermanfaat untuk sebagian besar 2 50
warga, rutin berinteraksi dengan masyarakat, namun tidak memperoleh
pengakuan resmi dari pemerintah
Ada lembaga lokal yang penting dan bermanfaat untuk sebagian besar 3 75
warga, rutin berinteraksi dengan masyarakat, dan memperoleh
pengakuan resmi dari pemerintah
Ada lembaga lokal yang penting dan bermanfaat untuk sebagian besar 4 100
warga, rutin berinteraksi dengan masyarakat, memperoleh pengakuan

21
Pilihan Skor Konversi ke
resmi dari pemerintah, dan memiliki akses keuangan (memiliki rekening
bank, memanfaatkan layanan pembukuan)
Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan
persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan)

4.3.7.6 Problem Tree (Rencana Perbaikan Sanitasi)


Kegiatan problem tree bertujuan untuk mengkaji dan mengenali masalah-masalah sanitasi yang ada di masyarakat dan
hubungan sebab-akibat yang timbul dalam masalah sanitasi yang mereka hadapi; menentukan masalah-masalah inti
sanitasi (sanitation core problems); serta mengkaji ide/gagasan/rencana masyarakat untuk memecahkan masalah
sanitasi yang mereka hadapi. Problem tree dilaksanakan oleh masyarakat dengan difasilitasi oleh TFL.

Langkah-langkah problem tree sebagai berikut :


1. Jelaskan maksud, tujuan, dan proses kajian masalah sanitasi;
2. Tulis masalah secara singkat, padat dan jelas sesuai pandangan/perasaan masyarakat pada kartu-kartu dan
tempelkan pada papan;
3. Mintalah kepada masyarakat untuk menentukan masalah inti;
4. Teliti kartu-kartu lainnya yang menyebabkan terjadinya masalah inti tersebut dan letakkan kartu-kartu tersebut di
bawah masalah inti;
5. Minta warga menulis di kartu lain hal-hal yang menjadi akibat dari masalah inti tersebut, lalu letakkan kartu-kartu
tersebut di atas masalah inti;
6. Lakukan analisis hubungan sebab-akibat dengan cara memberi tanda panah antara kartu satu dengan kartu lain dan
tetap mengacu pada core problemnya;
7. Periksalah diagram secara keseluruhan, dan apabila diperlukan, perbaikilah untuk menjamin keabsahan dan
kelengkapan analisis permasalahan sanitasi.
8. Tanyakan kepada mereka tentang ide/gagasan/rencana/action plan perbaikan sanitasi, lalu tulislah di kertas lain.

AKIBAT MASALAH SANITASI 1 PENYEBAB MASALAH


SANITASI 1 dst
AKIBAT MASALAH SANITASI 2
PENYEBAB MASALAH
dst
AKIBAT MASALAH SANITASI 3 SANITASI 2

Gambar 4.4. Contoh Rencana Perbaikan Sanitasi

Indikator dan Variabel penilaian problem tree

Tabel 4.12 CS5.1 Rencana Perbaikan Sanitasi*


Pilihan Skor Konversi ke
Sanitasi tidak muncul dalam analisis masyarakat 0 0
Sanitasi muncul tapi tidak dibahas lebih lanjut dalam analisis 1 25
Sanitasi dan beberapa pilihan pemecahannya dibahas dalam analisis 2 50
Sanitasi dan pilihan pemecahannya dibahas, tetapi tidak ada rencana 3 75
kerja khusus.
Sanitasi dan pilihan pemecahannya dibahas, dan rencana kerja khusus 4 100
telah disusun oleh masyarakat
Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan
persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan)

22
Kabupaten/Kot 1-2 masyarakat
a terseleksi, 7 terseleksi per
MoU ditanda- Kabupaten/Kota
tangani
Kabupaten/ Presentasi RPA oleh TFL Pertemuan
Kota kepada dan Konsultan stakeholder
terseleksi, 7 stakeholder terlaksana di seleksi sendiri
MoU masyarakat maks.3 per Kab/ masyarakat
TFL ditanda- terselenggara kota/kab.
terseleksi tangani terlaksana &
MoU

Briefing TFL
oleh konsultan
terlaksana

Gambar 4.4. Overview Pelaksanaan RPA dalam Tahap Implementasi


Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)

4.3.7.7 Community Self Selection Stakeholders Meeting


Community self selection stakeholder meeting atau pertemuan perwakilan kampung dalam proses seleksi pemilihan
kampung merupakan alat untuk menentukan 1 (atau lebih sesuai kesiapan dana Pemerintah Kabupaten/Kota) lokasi
yang paling siap dengan sistem skoring. Kegiatan tersebut diikuti oleh kampung shortlist yang telah melaksanakan RPA
dengan difasilitasi oleh TFL. Kegiatan tersebut diawali dengan mengundang masyarakat tiap lokasi/ kampung yang telah
melaksanakan RPA, kemudian wakil masyarakat tiap kampung mempresentasikan hasil RPA langkah terakhir dengan
difasilitasi oleh TFL dan dilakukan perhitungan hasil skoring tiap kampung secara terbuka seperti Tabel Konsolidasi Skor
RPA (terlampir)

4.3.7.8 Berita Acara Seleksi Kampung


Penandatanganan berita acara seleksi kampung dilakukan:
1. Memberi tenggat waktu tertentu untuk konfirmasi lahan dan sebagainya kepada pemenang ke-1.
2. Bila pemenang ke-1 bermasalah, beri kesempatan kepada pemenang berikutnya.

4.3.8 Monitoring
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan penyusunan daftar panjang/long list, Daftar Pendek/short list dan seleksi
kampung dilakukan untuk :
1. Memastikan syarat dan ketentuan calon lokasi terseleksi pada tahap awal (tahap daftar panjang dan daftar pendek
serta lama waktu proses seleksi) telah sesuai;
2. Memastikan fasilitator pendamping masyarakat memiliki kapasitas, integritas dan sosiometri yang sesuai dengan
kriteria;
3. Memastikan proses dan keluaran tahap-tahapan survey cepat (RPA) telah sesuai, terdokumentasikan secara
terbuka (transparancy) serta dapat terukur (accountability);
4. Memastikan lokasi terpilih sesuai dengan syarat teknis, lahan/lokasi tidak dalam kondisi konflik serta mendapat
persetujuan masyarakat.

4.4 TAHAPAN PENYUSUNAN RKM


4.4.1 Rencana Kegiatan Masyarakat
Rencana kegiatan masyarakat (RKM) merupakan bukti dokumen resmi perencanaan perbaikan sanitasi oleh
masyarakat, sekaligus sebagai dasar untuk pencairan dana/material dari berbagai stakeholder yang telah memberikan
komitmen. RKM Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) hanya akan dilakukan oleh masyarakat yang
kampungnya terseleksi sebagai lokasi.

Penyusunan RKM dilakukan dengan pendekatan partisipatif, artinya semaksimal mungkin melibatkan masyarakat dalam
semua kegiatan yang dilakukan, baik manajemen maupun teknis. Pekerjaan yang membutuhkan keahlian teknis
diserahkan kepada tenaga ahli, namun tetap melibatkan masyarakat. RKM ini dibuat dan diajukan oleh Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM), yang kemudian disetujui oleh semua stakeholder yang terlibat.

Dokumen RKM ini berisi mengenai Prasarana dan Sarana Sanitasi Lingkungan Terseleksi, Rencana Teknis Rinci (Detail
Engineering Design/DED) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB), Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), Mekanisme dan Jadwal Pencairan Kontribusi, Rencana Kerja Masyarakat
(RKM), Konstruksi dan Supervisi, Penguatan Kelembagaan (Capacity Building), Pengoperasian dan Perawatan (O & P),
serta Penjaminan Sistem.

23
Tujuan RKM secara umum adalah:
Teridentifikasinya kebutuhan masyarakat, baik laki-laki dan perempuan, maupun kelompok kaya-miskin untuk
memecahkan masalah sanitasi yang ada berdasarkan kemampuan masyarakat itu sendiri.

Tujuan RKM secara khusus adalah :


• Mengumpulkan informasi sanitasi secara kwantitatif-sistematis dengan menggunakan alat-alat participatory, untuk
menilai kesinambungan dan ketanggapan terhadap kebutuhan;
• Teridentifikasinya mekanisme untuk mengenal sejumlah indikator untuk kesinambungan dengan memperhatikan
perlengkapan pelayanan sanitasi serta proses untuk melakukan penilaian terhadap partisipasi masyarakat;
• Teridentifikasinya informasi tentang kesetaraan akses pada pelayanan yang ada, partisipasi dalam pengambilan
keputusan, kebutuhan dan kepuasan pengguna, kualitas pelayanan dan pengelolaan oleh masyarakat;
• Teridentifikasinya kebutuhan pelatihan untuk mengembangkan kemampuan dengan tujuan agar pelayanan dapat
berkesinambungan;
• Teridentifikasinya kebutuhan dan rencana masyarakat untuk memecahkan masalah sanitasi.

Persiapan Pelaksanaan
• Persiapan Tim Fasilitator
- Siapa berperan sebagai apa dan kapan
- Penyiapan logistik, materi dan alat-alat untuk RKM
- Kontak person di masyarakat
• Menentukan waktu dan tempat
• Melaksanakan pertemuan sesuai jadwal dan kesepakatan
• Komunikasi dan koordinasi dengan semua stakeholders

Tabel 4.13 Topik dan Metode yang digunakan dalam Penyusunan RKM
No Topik Metode Partisipatif
1 Penentuan calon penerima manfaat Wealth Classification & Community
program/pengguna sarana Mapping
2 Pilihan Prasarana dan Sarana Sanitasi Presentasi Pilihan Teknologi Sanitasi
Lingkungan Rencana Teknis Rinci (Detail (ICC), Transect Walk untuk data teknis
Engineering Design/DED) & RAB
3 Rencana kontribusi masyarakat Presentasi opsi-opsi kontribusi, Ladder-2
4 KSM Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat Presentasi opsi KSM, Venn Diagram
(SLBM)
5 Rencana Pelatihan Penguatan Kelembagaan Participatory Training Assessment
(Capacity Building)

Tahapan RKM sebagai berikut :


• Klasifikasi Kesejahteraan, yaitu mengklasifikasi jumlah penduduk kampung ke dalam kategori tingkat kesejahteraan
(kaya, menengah, miskin) menurut kriteria khusus dan istilah setempat;
• Pemetaan Sanitasi Kampung oleh Masyarakat, yaitu mempelajari keadaan masyarakat menyangkut sarana air
bersih dan sanitasi;
• Transect Walk II, yaitu mempelajari akses masyarakat terhadap sarana sanitasi yang ada;
• Partisipasi dan Kontribusi, yaitu menilai dan menganalisa kesetaraan dan transparansi pengguna saat dan pasca
pembangunan sarana;
• Siapa Melakukan Apa, yaitu mengetahui peranan laki-laki dan perempuan pada tahap perencanaan, pembangunan,
dan pemeliharaan sarana;
• Pembagian Kerja berdasarkan Peran Gender, yaitu menilai dan menganalisa pembagian kerja, jenis pekerjaan, dan
pekerjaan yang dibayar atau tidak.

24
Gambar 4.5 Tahapan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM)

Presentasi Penyusunan KSM Sanitasi Skema dan Rencana


teknis ICC DED & RAB Lingkungan mekanisme konstruksi, Pembukaan
& Pilihan berdasarkan Berbasis kontribusi kontribusi, rekening S
teknologi klasifikasi Masyarakat disepakati pelatihan,
terseleksi kesejahteraan terbentuk O&P tersusun

Rencana Kerja
Minimal 1 Masyarakat (RKM)
kampung difinalisasikan (DED,
terseleksi per RAB, rencana
kota/kabupaten pendanaan dan
pelatihan, rencana
monitoring dan OP)

Metode-metode partisipatif (CPA) yang terkait dengan kegiatan : seleksi teknologi,


panitia Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat, kontribusi, O & P, terlaksana di
tiap masyarakat

Gambar 4.6 Kegiatan dalam Tahap Penyusunan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM)

Peserta/Partisipan
Partisipan terdiri dari berbagai komponen masyarakat yang ada di kampung yang bersangkutan, baik perempuan, laki-
laki, kaya-miskin, maupun tokoh formal dan informal. Prinsipnya, semakin banyak komponen masyarakat yang terlibat
dalam proses penyusunan RKM ini adalah semakin baik. Sebelum proses penyusunan RKM dimulai, komponen
masyarakat yang perlu terlibat harus dibicarakan secara jelas pada saat pertemuan awal.
Waktu dan Tempat Pertemuan
Waktu pelaksanaan RKM (hari, tanggal, dan durasi per-pertemuan) disesuaikan dengan kesepakatan warga.
Keseluruhan waktu yang dibutuhkan untuk implementasi RKM yang terdiri dari 6 tools adalah 20 jam efektif. Dengan
demikian, apabila dalam satu hari masyarakat bisa meluangkan waktu 2-4 jam (biasanya malam jam 19.00 s/d jam
23.00), 2-3 kali seminggu, maka penerapan RKM ini bisa selesai dalam 3 bulan. Untuk tempat pertemuan, yang perlu
diperhatikan adalah cukup luas, bersifat netral, dan mudah diakses oleh masyarakat.

25
Tabel 4.14. Contoh Alokasi Waktu RKM
Kebutuhan
Minggu ke Kegiatan
Waktu
1 Perkenalan: tim, apa itu Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), 4 – 5 Jam
bagaimana proses Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), siapa
partisipan, Kontrak belajar: Kapan, siapa dan berapa partisipan, bagaimana
mengikuti proses, hasil apa saja yang hendak dicapai:
- Klasifikasi Kesejahteraan
- Pemetaan sosial
2-3 - Diskusi hasil mapping 4 – 5 Jam
- Presentasi Katalog Pilihan Informasi Sanitasi (ICC)
- Mengidentifikasi Pilihan Teknologi yg dipilih
- Transect walk
- Pembentukan KSM & Panitia Pembangunan
- Siapa melakukan apa
- Identifikasi took dan harga material
4-6 - Review pertemuan minggu lalu 4 – 5 Jam
- Memilih teknologi yang diinginkan
- Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) dan Rencana
Anggaran Biaya (RAB)
- Kontribusi
- Partisipasi saat pembangunan pelayanan
- Pembagian kerja berdasarkan peran gender dan waktu kerja (Ladder-2)
7-9 - Review pertemuan minggu lalu 4 – 5 Jam
- Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) dan revisi Rencana
Anggaran Biaya (RAB) lanjutan
- Kontribusi lanjutan
- Rekening Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dibuka
10 - 12 - Review pertemuan minggu lalu 4 – 5 Jam
- Rencana Pelatihan
- Finalisasi buku RKM

4.4.1.1 Klasifikasi Kesejahteraan (Wealth Classification).


Tujuan:
• Mengklasifikasikan jumlah penduduk RT/RW/Kelurahan kedalam kategori tingkat kesejahteraan (kaya, miskin,
sedang), menurut kriteria khusus setempat dan sesuai dengan istilah setempat, serta proporsi populasi masing-
masing klasifikasi status sosial untuk tiap kategori;
• Klasifikasi kesejahteraan digunakan untuk mengidentifikasi kelompok yang terlibat pelaksanaan forum discussion
group (FGD), untuk memetakan akses orang miskin dan kaya terhadap sarana, fungsi dan pekerjaan, serta
mengidentifikasi perbedaan tingkat partisipasi masyarakat dan sebagainya.

Proses:
1. Dimulai diskusi kelompok dengan menyertakan wanita dalam masyarakat, tentang bagaimana membedakan rumah
tangga dalam komunitas mereka;
2. Mencatat tingkatan status sosial yang ada di masyarakat serta menetapkan kriteria tiap tingkat status sosial, dengan
media kertas dan spidol/pena fasilitator mengarahkan masyarkat untuk menggambar orang kaya-pada umumnya
dalam masyarakat;
3. Setelah satu kelompok sibuk, fasilitator mengarahkan 2 (dua) kelompok untuk menggambar orang miskin dan
menengah, hasil dari ketiga gambar tersebut diletakkan secara berderet dan terpisah;
4. Fasilitator mengarahkan masyarakat untuk mendeskripsikan serta menulis di bawah masing-masing gambar tentang
kriteria kaya, menengah dan miskin (minimal 6-7 kriteria pada masing-masing strata);
5. Fasilitator menggali keterangan rasional atau alasan khusus di balik kriteria yang keluar. Setelah itu diklarifikasikan
ke masyarakat tentang kebiasaan mereka, apakah mereka mengutamakan sumber tunggal? sosio-ekonomi mereka?
serta seberapa jauh generalisasi dapat dilakukan;
6. Dengan mendistribusikan 100 benih/batu (menunjukkan populasi total masyarakat) menurut ketiga status sosial,
dimana jumlah benih pada setiap tingkat status sosial menunjukkan prosentase populasi pada tiap kategori; strata
7. Kelompok kemudian menulis karakteristik dan prosentase hasil diskusi dalam lembaran kertas yang besar sebagai
acuan pekerjaan berikutnya maupun pekerjaan yang membutuhkan pengelompokkan.

26
Informasi minimum yang diharapkan adalah :
a. Kesepakatan kriteria klasifikasi keluarga kaya, menengah, dan miskin;
b. Perkiraan distribusi keluarga/rumah tangga untuk setiap kategori yang muncul;
c. Memberikan informasi diatas untuk proses pemetaan sosial dan identifikasi peserta untuk berpartisipasi dalam
kelompok terfokus.

4.4.1.2 Pemetaan Sanitasi Kampung oleh Masyarakat


Pemetaan sanitasi kampung oleh masyarakat ini dilaksanakan pada lokasi/lingkungan yang telah terpilih melalului
proses seleksi kampung.

Tujuan:
• Mempelajari kondisi sarana air bersih dan sanitasi masyarakat (tradisional maupun yang berasal dari bantuan);
• Mempelajari akses keluarga kaya, menengah dan miskin terhadap sarana tersebut;
• Mempelajari dari keluarga kelas sosial apa (kaya, menengah dan miskin) anggota badan pengelola, baik laki–laki
atau perempuan yang bekerja dalam bidang pelayanan sarana air bersih, sanitasi dan promosi hidup sehat/bersih,
serta siapa yang pernah atau akan mendapat pelatihan.

Proses:
1) Minimal sehari sebelum proses pemetaan, fasilitator berdiskusi dengan wakil masyarakat (laki atau perempuan)
mengenai kelurahan yang akan dipetakan (dalam beberapa kasus, gambarkan peta secara umum), sistem
penyediaan air bersih baik yang tradisonal maupun yang baru (proyek), serta rumah keluarga kaya, menengah,
maupun miskin berdasarkan kriteria yang telah dibuat pada saat klasifikasi kesejahteraan., Kemudian pilih satu atau
dua RT/RW/Lingkungan yang dipilih mewakili kelurahan, baik dari keluarga mampu maupun tidak mampu. Pastikan
warga yang akan ikut proses pemetaan berasal dari lokasi yang akan dipetakan, baik laki-laki atau perempuan, serta
si kaya maupun miskin;
2) Idealnya acara diadakan di lokasi yang mudah diakses orang banyak, cukup penerangan dan jauh dari gangguan
cuaca;
3) Fasilitator menjelaskan tujuan dari kegiatan ini, serta mengembangkan legenda yang akan digunakan dalam
pemetaan ini, seperti :
• Jalan, gang/lorong, jalan setapak;
• Rumah (tandai sesuai kategori kesejahteraan yang telah dibuat masyarakat);
• Tanda-tanda utama seperti sekolah, dll;
• Tempat ibadah : Masjid, Gereja, Pura, dll;
• Sumber air : alami atau buatan;
• Sarana sanitasi umum dan rumah-rumah yang memiliki jamban (bantuan atau lainnya);
• Rumah badan pengelola (laki-laki atau perempuan) pelayanan sarana air bersih dan program sanitasi;
• Rumah masyarakat yang telah menerima bantuan pelatihan dalam bentuk apapun.
4) Tandai dalam peta mengenai akses masyarakat terhadap sarana air bersih maupun Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM), baik maupun buruk. Perlu juga diketahui penyebabnya, kurang air atau jauh dsb;
5) Kelompok laki-laki dan perempuan, secara gabungan atau terpisah, tergantung hubungan gender, menggambar peta
permukiman setempat di atas kertas besar, dan dapat dilakukan di atas lantai atau ditempel di papan, serta
dilakukan di ruang terbuka;
6) Lakukan reproduksi (menyalin) hasil gambar peta ke dalam kertas, setelah kegiatan selesai;
7) Kelompok diskusi memberi skor/nilai mengenai keadaan akses terhadap sarana air bersih dan sanitasi;
8) Fasilitator mengisi lembar isian, jumlah titik air dan fasilitas sanitasi dalam peta;
9) Peta tersebut digunakan oleh tim untuk acuan kegiatan lanjutan, terutama untuk merencanakan jalur dan partisipan
yang terlibat dalam transect walk.

27
Gambar 4.7. Contoh Peta Sanitasi Masyarakat

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses pemetaan sanitasi :


a. Ada perwakilan dari masing-masing lokasi (RT, RW, Banjar, Lingkungan) baik laki-laki maupun perempuan;
b. Media yang digunakan dapat memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan pemetaan,
yakni :
• Media cukup luas, sehingga gambar/simbol tidak berhimpitan;
• Pelaksanaan kegiatan dilakukan di ruang umum sehingga tiap orang mudah untuk hadir (miskin/kaya);
• Ruang kegiatan terlindung dari gangguan cuaca (angin, hujan, dll).
c. Buat terlebih dulu simbol/legenda yang disepakati oleh masyarakat.

4.4.1.3 Perjalanan Transect (Transect Walk II)


Transect walk II memiliki tujuan yang sama dengan transect walk I (RPA), yaitu: untuk mengenali dan mengkaji kondisi
sarana sanitasi kampung, menilai tingkat kepuasan masyarakat terhadap fasilitas sanitasi yang ada, serta menilai tingkat
kelayakan teknis sebagai prasyarat pembangunan infrastruktur sanitasi yang direncanakan dengan cara melakukan
observasi langsung oleh TFL bersama-sama dengan masyarakat.

Proses:
1. Dilakukan di lokasi yang telah disepakati oleh masyarakat penerima bantuan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM);
2. Kegiatan transect walk II dilakukan lebih detail dari kegiatan transect walk awal (RPA), serta mendapat kesepakatan
dan persetujuan dari masyarakat.

4.4.1.4 Partisipasi dan Kontribusi


Tujuan kegiatan partisipasi dan kontribusi adalah:
• Menilai dan menganalisa kesetaraan dan transparansi kontribusi pengguna saat pembangunan dan paska
pembangunan sarana;
• Menilai dan menganalisa komposisi serta pengaruh badan pengelola masyarakat selama pembangunan sarana
layanan, termasuk keterwakilan gender, kemiskinan maupun kontrol mereka saat pelaksanaan.

Proses/Tahapan kegiatan:
1) Pemberian nilai sejarah pembangunan pelayanan yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan yang tinggal
dalam masyarakat serta mengetahui sejarah dari pengalamannya. Sebagai contoh, laki-laki dan perempuan yang
terlibat dalam badan pengelola setempat atau masyarakat yang terlibat dalam pembangunan;
2) Fasilitator menanyakan kepada peserta arti kontribusi oleh laki-laki dan perempuan. Apakah laki-laki dan perempuan
punya pengertian yang beda tentang kontribusi;
3) Melakukan diskusi kelompok, membahas tentang siapa berkontribusi apa pada saat pembangunan. Bentuk
kontribusi dapat berupa tenaga kerja, seperti menggali lubang, sumbangan berupa bahan-bahan setempat maupun
uang, disamping juga dalam bentuk bahan makanan untuk para pekerja dan tukang;
28
4) Apabila kelompok miskin memberi kontribusi lebih sedikit, maka perlu mencari tahu bagaimana keputusan tersebut
dibuat : oleh satu orang, tokoh elit setempat, atau laki-laki dan perempuan anggota masyarakat. Jika penentuan
variasi kontribusi yang disesuaikan dengan kemampuan membayar hanya dilakukan oleh elit, maka ada
kemungkinan mereka yang berkontribusi lebih besar akan menggunakan hal tersebut sebagai alasan untuk
melakukan kontrol terhadap pelayanan;
5) Perlu diketahui sumber pendapatan dari kaum laki-laki maupun perempuan, pengelolaan pengeluaran rumah
tangga, maupun pola kontribusi untuk pelayanan sarana sanitasi pada suatu lingkungan masyarakat.

Contoh lembar kerja, Partisipasi Saat dan Pasca Pembangunan Sarana dapat dilihat pada Lampiran.

4.4.1.5 Siapa Melakukan Apa


Kegiatan ini bertujuan:
a. Mengetahui peran laki-laki dan perempuan pada tahap perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan sarana
sanitasi;
b. Membangun kesadaran dan pengertian tugas-tugas rumah tangga dan kemasyarakatan yang dilakukan, baik oleh
perempuan maupun laki-laki;
c. Mengidentifikasi perubahan tugas yang sangat diperlukan dan layak yang telah dialokasikan.

Proses/Tahap Kegiatan:
1) Fasilitator memfasilitasi diskusi kelompok untuk mengulang pelajaran apa yang telah diperoleh pada pertemuan
sebelumnya;
2) Membagi kelompok, dengan masing-masing kelompok beranggotakan sebanyak 5 - 8 peserta;
3) Setiap kelompok diberi gambar seorang laki-laki, perempuan, pasangan laki-laki dan perempuan secara bersama-
sama, serta satu set gambar yang memperlihatkan tugas yang berbeda. Setelah itu, kelompok berdiskusi tentang
siapa biasanya yang melakukan pekerjaan tersebut.
Apabila kelompok setuju, tempatkan gambar tersebut di bawah gambar laki-laki, perempuan atau pasangan laki-laki
dan perempuan yang menjadi pilhan kelompok. Untuk gambar pasangan laki-laki dan perempuan artinya keduanya
melakukan pekerjaan tersebut;
4) Memfasilitasi kelompok untuk bekerja dengan gambar yang mereka miliki dan mendiskusikan temuan-temuan
mereka. Kelompok bisa melepas dan menempelkan kertas yang menggambarkan tugas laki-laki dan perempuan di
atas kertas kosong.
5) Masing-masing kelompok mempresentasikan pilihan mereka, dengan menjelaskan pilihan mereka dan menjawab
beberapa pertanyaan, diantaranya meliputi :
• Siapa melakukan apa;
• Beban kerja antara laki-laki dan perempuan;
• Bagaimana perbedaan beban kerja yang ada bisa mempengaruhi alokasi pekerjaan untuk menanggulangi
penularan penyakit diare;
• Keuntungan dan kerugian pergantian tugas yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan;
• Hal-hal potensial untuk perubahan tugas yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan
6) Menugaskan tiap kelompok untuk mengidentifikasi peran mana yang akan merubah atau memodifikasi hal-hal yang
layak untuk mengembangkan sanitasi dan kesehatan pribadi, merekam kesimpulan-kesimpulan hasil identifikasi
tersebut untuk dimanfaatkan pada kegiatan monitoring selanjutnya;
7) Memfasilitasi diskusi kelompok tentang apa yang menjadi pembelajaran dari kegiatan ini, serta apa yang masyarakat
suka dan tidak suka dari kegiatan ini.

Contoh lembar kerja, pembagian kerja berdasarkan gender : Siapa Melakukan Apa dapat dilihat pada Lampiran.

4.4.1.6 Pembagian Kerja Berdasarkan Gender dan Waktu Kerja (Ladder II)
Pembagian kerja berdasarkan gender dan waktu kerja (ladder II) bertujuan:
• Untuk menilai dan menganalisa pembagian kerja, jenis pekerjaan serta menentukan pekerjaan yang perlu dibayar
atau tidak, terkait dengan pelayanan sarana antara perempuan dan laki-laki, serta kaya dan miskin;
• Sebagai alat kaji ulang bagi data dari tools lain.

Proses/tahapan kegiatan:
1) Fasilitator melakukan diskusi kelompok terfokus laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin;
2) Kelompok menentukan tugas/pekerjaan yang berhubungan dengan sarana sanitasi yang ada, dengan cara peserta
menuliskan tiap jenis pekerjaan pada sebuah kartu. Peserta dengan kemampuan baca tulis rendah dapat membuat
gambar dari pekerjaan atau tugas yang terkait dengan konstruksi, pemeliharaan dan manajemen sarana yang telah
dibangun;
3) Dengan diskusi kelompok, kemudian menentukan mana pekerjaan yang membutuhkan keahlian/pelatihan seperti
pengelolaan administrasi keuangan dan sistem iuran. Dilihat dari sisi status pekerjaan, memimpin rapat memiliki

29
status yang paling tinggi, sedangkan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan fisik seperti membersihkan sarana
dan memperbaiki kerusakan merupakan pekerjaan dengan status rendah.
4) Fasilitator membuat gambar-gambar yang terkait dengan pembangunan dan pemeliharaan sarana. Jika kelompok
diskusi tidak setuju dengan arti sebuah gambar, maka sisihkan gambar tersebut. Sebaliknya, jika ada ide kelompok
yang belum ditunjukkan oleh gambar, maka fasilitator membuat gambar tersebut atau menulis di kertas baru;
5) Dengan menggunakan potongan kertas berwarna, batu, biji-bijian atau bahan lokal lainnya peserta menandakan
pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki, serta pekerjaan yang dibayar maupun tidak dibayar;
6) Fasilitator memfasilitasi diskusi hasil temuan dan hasil dari pertemuan.

Contoh lembar kerja, pembagian kerja berdasarkan gender dan waktu kerja/Ladder-2 dapat dilihat pada Lampiran.

4.4.2 Pembentukan KSM


Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) adalah organisasi pengelola berdasarkan pendekatan budaya dan kebutuhan
masyarakat dan ditetapkan/disahkan dalam berita acara yang ditandatangani minimal 2/3 peserta atau ditetapkan
melalui surat keputusan pejabat yang berwenang.

Namun, apabila dibutuhkan, pembentukan/kepengurusan KSM dan AD/ART KSM dapat dilegalkan melalui notaris
setempat. Secara umum tugas KSM adalah memonitor, supervisi, dan mengelola kegiatan pembangunan, serta
mengelola sarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), sehingga dalam membentuk maupun menyusun
organisasinya disesuaikan dengan kepentingan kegiatan-kegiatan tersebut.

Contoh Bentuk Kelompok:


• Kelompok Pembangunan terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, Seksi Kontribusi, Seksi Tenaga Kerja, dan Seksi
Logistik.
• Kelompok Pengelola terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, Seksi Kontribusi, Seksi Operasi dan Pemeliharaan,
Seksi Kampanye Kesehatan.

Dengan tugas sebagai berikut:


• Ketua:
- Mengkoordinasikan perencanaan kegiatan pembangunan.
- Memimpin pelaksanaan tugas panitia dan kegiatan rapat-rapat.
• Sekretaris:
- Menyusun rencana kebutuhan dan melaksanakan kegiatan tata usaha serta dokumentasi;
- Melaksanakan surat-menyurat;
- Melaksanakan pelaporan kegiatan pembangunan secara bertahap.
• Bendahara:
- Menerima, menyimpan dan mengeluarkan/membayar sesuai dengan RAB yang telah ditetapkan;
- Melakukan pengelolaan administrasi keuangan dan pembukuan realisasi serta laporan pertanggungjawaban
keuangan yang dikelola mingguan dan bulanan.
• Seksi Kontribusi:
- Melakukan penarikan kontribusi dari masyarakat berupa uang dan menyetorkan pada bendahara
• Seksi Tenaga Kerja:
- Melakukan inventarisasi tenaga kerja;
- Melakukan rekrutmen tenaga kerja;
- Mengatur tenaga kerja di lapangan;
- Mengatur dan mengkoordinir material yang diperlukan;
- Pengawasan kepada pekerja dan bekerjasama dengan mandor.
• Seksi Logistik:
- Bertanggung jawab terhadap keamanan material selama pembangunan;
- Membuat laporan tentang keadaan material;
- Mengalokasikan material sesuai dengan kebutuhan pekerjaan konstruksi.
• Seksi Operasi & Pemeliharaan:
- Mengoperasikan dan memelihara sarana sanitasi yang telah dibangun;
- Bertanggung jawab terhadap hal-hal teknis.
• Seksi Kampanye Kesehatan:
- Mengorganisir kegiatan kampanye kesehatan di masyarakat;
- Membantu dalam penyuluhan kesehatan masyarakat;
- Melakukan monitoring terhadap upaya penyehatan lingkungan.

Catatan:
- Mekanisme kerja KSM tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang disepakati
oleh pengurus KSM dan seluruh calon pengguna/penerima manfaat.
30
- Status pembentukan KSM disahkan dengan Surat Keputusan (SK) Lurah yang diketahui oleh Camat setempat.
Untuk daerah tertentu, pembentukan KSM ini perlu legalitas notaris untuk kepentingan pembukaan rekening
masyarakat.

RAPAT ANGGOTA

PENGURUS BADAN
PENASEHAT
Ketua
Sekretaris
Bendahara

PEMBANGUNAN PENGELOLAAN

Seksi Kontribusi Seksi Kontribusi


Seksi Tenaga Kerja Seksi OP
Seksi Logistik Seksi Kampanye

ANGGOTA-ANGGOTA
(PENGGUNA/PEMANFAAT SARANA)

Keterangan :
= Garis wewenang
= Garis pengawasan
= Garis Pelayanan

Gambar 4.8. Contoh Bagan Organisasi Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)

4.4.3 Pilihan Teknologi Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)


Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menyediakan prasarana
penyehatan lingkungan permukiman berbasis masyarakat, terdiri dari:
4. pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal,
5. pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) dan
6. pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan

Prasarana sanitasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:


3. Prioritas pertama:
Pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal berbasis masyarakat, adalah penyelenggaraan prasaran
air limbah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat berdasarkan
kebutuhan dan kesesuaian masyarakat itu sendiri. Salah satu modul pengelolaan air limbah komunal berbasis
masyarakat membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp.300 juta dan mempunyai 3 alternatif utama:
Modul A berupa unit tangki septik komunal yang masing.-masing unit tangki septik dimanfaatkan oleh 4 atau 5
rumah. Modul ini dibangun untuk rumah yang berkelompok dan hanya tersedia lahan yang terbatas.
Modul B berupa 1 unit MCK Plus++ yang dapat dimanfaatkan oleh 100-200 jiwa (25-100 KK) terdiri dari kamar
mandi, sarana cuci, dan unit pengolahan air limbahnya.
Modul C berupa sistem jaringan perpipaan air limbah skala lingkungan 100-200 jiwa (25-100 KK). Modul ini
merupakan modul yang disarankan, sepanjang kondisi lapangan memenuhi persyaratan.

4. Prioritas ke-2
Apabila prioritas pertama sudah dipenuhi (tidak ada BAB sembarangan) maka dapat dikembangkan:
c. Pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) berbasis masyarakat
adalah penyelengaraan prasarana persampahan yang meliputi kegiatan mengurangi (reduce), mengguna ulang
(reuse) dan mendaur ulang (recycle) sampah. 1 modul pengelolaan sampah pada 3R (reduce, reuse dan
recycle) berbasis masyarakat membutuhkan dana pembangunan dan pelatihan sekitar Rp.300 juta
d. Pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan berbasis masyarakat
adalah penyelengaraan prasarana drainase yang menunjang kegiatan konservasi dan keseimbangan
lingkungan. Untuk prasarana drainase ini membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp.300 juta/Ha.

31
Sistem prasarana kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dipilih oleh masyarakat sesuai keinginan
mereka dan kondisi lingkungan setempat berdasarkan asas keberlanjutan (sustainability). Sarana sanitasi terpilih
menjadi dasar untuk menyusun Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) dan Rencana Anggaran Biaya
(RAB). Presentasi, penjelasan dan diskusi pilihan-pilihan teknologi berdasarkan buku Pemilihan Teknologi Sanitasi
(Informed Choice Catalogue/ICC) dilaksanakan dalam pertemuan masyarakat.

Komponen-komponen sistem Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM):


4.4.3.1 Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat
Komponen Tolilet:
1. WC Individual
Biasanya ditempatkan di dalam rumah atau luar rumah. Menggunakan sistem leher angsa untuk menghindari bau
dan serangga, Tinja disiram air dengan gayung.

KELEBIHAN:
• Kloset paling umum di Indonesia
• Biaya pembangunan, pengoperasian dan perawatan murah
• Tidak memerlukan tenaga ahli
• Lokasi bangunan bisa di mana saja
• Nyaman, bersih, dan sehat jika air tersedia secara teratur

KEKURANGAN:
• Dibutuhkan air yang tersedia secara teratur
• Diperlukan sistem pemipaan dan pengolahan untuk air buangan

2. MCK Umum
Terdiri dari sejumlah pintu jamban, bisa dilengkapi kamar mandi, sarana cuci dan pengolahan air limbah. Setiap
jamban melayani 6 KK (25 orang). Sesuai untuk pemukiman yang kebanyakan tidak memiliki jamban

Gambar 4.9 Contoh MCK Umum

KELEBIHAN:
• Sistem sarana dasar sanitasi terpusat
• Nyaman untuk pemukiman padat
• Memungkinkan untuk meningkatkan sistem

KEKURANGAN:
• Memerlukan pengawasan konstruksi
• Pengoperasian dan perawatan oleh kelompok masyarakat dan penyedia jasa swasta yang mampu

3. Saluran Pembuangan Limbah Bersama/Komunal


Menggunakan sistem pemipaan PVC. Pipa biasanya diletakkan di halaman depan, gang, atau halaman belakang.
Membutuhkan bak kontrol pada tiap 20 m dan di titik-titik pertemuan saluran.

Gambar 4.10. Contoh Saluran Pembuangan Limbah Bersama/Komunal

32
KELEBIHAN:
• Lebih hemat daripada sistem pembuangan air limbah konvensional
• Masyarakat dapat berperan dalam proses perencanaan dan konstruksi
• Nyaman untuk pengguna, air limbah dijauhkan dari area pemukiman

KEKURANGAN:
• Memperlukan proses perencanaan matang
• Perawatan yang tidak rutin, menyebabkan kegagalan sistem secara total

Komponen Pengolahan:
1. Tangki Septik Bersama
Air limbah dialirkan melalui pipa ke tangki septik, yang dibangun di bawah tanah. Dalam tangki septik terdapat dua
proses pengolahan: pengendapan dan pengapungan. Air limbah yang berada di tengah (bagian bersih) mengalir
keluar.

Gambar 4.11. Tangki Septik Bersama

KELEBIHAN:
• Sesuai untuk rumah yang berkelompok
• Butuh lahan sedikit karena dibangun dibawah tanah
• Biaya konstruksi kecil
• Pengoperasian dan perawatan mudah dan murah

KEKURANGAN:
• Efisiensi pengolahan rendah
• Perlu pengolahan tambahan
• Memerlukan pengurasan yang sering

2. Bio-Digester
Menghasilkan biogas, sebagai energi alternatif untuk memasak dan penerangan. Air hasil pengolahan belum efisien
tetapi sudah berbau dan tidak terlalu berbahaya. Sesuai untuk limbah WC dan industri tahu/tempe, RPH dan ternak.

Gambar 4.12. Bio-Digester

KELEBIHAN:
• Efektif sebagai pengolahan awal
• Biaya konstruksi dan perawatan rendah
• Kebutuhan lahan sedikit
• Air hasil olahan tidak berbau
• Menghasilkan gas

KEKURANGAN:
• Masih diperlukan pengolahan lanjutan
• Diperlukan tenaga ahli untuk desain, mengawasi dan membangun

33
3. Baffled Reaktor/Tangki Septik Bersusun
Terdiri beberapa bak; bak pertama menguraikan zat yang mudah terurai, bak berikutnya menguraikan yang lebih
sulit terurai.

Gambar 4.13. Baffled Reaktor/Tangki Septik Bersusun

KELEBIHAN:
• Lahan yang dibutuhkan sedikit karena dibangun dibawah tanah
• Biaya pembangunan kecil
• Biaya pengoperasian dan perawatan murah dan mudah
• Efisiensi pengolahan tinggi

KEKURANGAN:
• Diperlukan tenaga ahli untuk desain dan pengawasan
• Tukang ahli diperlukan untuk pekerjaan plester kualitas tinggi

4. Anaerobik Filter atau Tangki Septik Bersusun dengan Filter


Pengolahan biologis oleh organisme anaerobik di filter (batu apung atau bio-ball)

KEKURANGAN:
• Biaya konstruksi tinggi jika bahan filter tidak tersedia di tempat itu
• Diperlukan tenaga ahli untuk desain dan pengawasan

KELEBIHAN:
• Butuh lahan sedikit karena dibangun di bawah tanah
• Biaya investasi kecil
• Pengoperasian dan perawatan murah dan mudah
• Efisiensi pengolahan tinggi

5. Komponen Pembuangan/Pemanfaatan Ulang (Dibuang ke Sungai)


Air limbah dapat dibuang ke sungai jika air tersebut telah memenuhi beberapa syarat yang ditetapkan. Pengolahan
air limbah harus efisien supaya air limbah yang dibuang tidak mencemari badan air (sungai).

KELEBIHAN:
• Pilihan pembuangan paling murah
• Dapat diterapkan oleh masyarakat
• Tidak memerlukan pengoperasian dan perawatan

KEKURANGAN:
• Konsumsi dan penggunaan air sungai mentah di bagian muara tidak dianjurkan
• Kemungkinan kelebihan beban pada sungai sangat memungkinkan. Hal ini tergantung pada cara pengolahan
dan derasnya aliran sungai
6. Pengurasan dengan Truk Tinja
Jika lumpur tidak diolah setempat, maka harus dikeluarkan dan dibuang dengan bantuan jasa penguras. Truk
penguras sebaiknya terletak tidak lebih dari 50 meter (untuk menyesuaikan panjang selang penguras = 50 m). Truk
penguras dihubungkan ke bak pengolah dengan pipa dan pompa sedot. Harus diperhatikan bahwa pengurasan
hanya mengambil lumpur "hitam" saja.

Pengurasan lumpur dengan truk tinja dilakukan setiap 2 tahun untuk kemudian lumpur diolah di Instalasi Pengolah
Lumpur Tinja (IPLT).

34
KELEBIHAN:
• Pilihan pembuangan berbiaya murah
• Masyarakat tidak perlu melakukan pengoperasian dan perawatan
• Pembuangan lumpur yang aman

KEKURANGAN:
• Perlu jasa penguras
• Truk penguras mungkin belum tersedia
• Perlu dibangun IPLT

4.4.3.2 Sampah Pola 3R Berbasis Masyarakat


Teknologi atau metoda yang berkaitan dengan pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat sangat terkait erat
dengan sistem pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat yang pada umumnya terdiri dari subsistem
pewadahan, subsistem komposter rumah tangga, subsistem pengumpulan, dan subsistem pengolahan sampah terpusat
untuk kawasan.

1. Teknologi Pewadahan
Subsistem pewadahan merupakan subsistem awal dalam sistem pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis
masyarakat yang merupakan subsistem yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dalam pemilihan teknologi
untuk pewadahan, maka ada beberapa kriteria yang sebaiknya diikuti secara benar yaitu :
• Volume pewadahan minimal dapat menampung sampah dari penghuni untuk jangka waktu minimal 3 hari untuk
sampah non organik dan 1 hari untuk sampah organik.
• Terbuat dari bahan yang cukup kuat, tahan basah untuk sampah organik, sehingga umur teknis dari pewadahan
minimal dapat mencapai 6 bulan.
• Pada metoda pewadahan terpilah sesuai prinsip 3R maka setiap wadah dapat menyimpan sesuai jenis sampah
yang akan disimpan. Untuk itu pada perencanaan perlu dirujuk hasil penelitian lapangan komposisi sampah
setempat.
• Bahan wadah paling baik dapat diperoleh secara lokal.
• Pada metoda pewadahan terpilah 3R, maka warna wadah sebaiknya spesifik untuk setiap jenis sampah.
• Untuk menambah estetika yang lebih baik maka wadah dilengkapi dengan tutup.
• Mudah dalam operasi pemasukan sampah maupun pengosongan sampah.
• Mudah dalam perawatan.

Gambar 4.14. Contoh Pewadahan


Perencanaan penentuan wadah sampah di sumbernya dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :
• Dari penelitian komposisi dan timbulan sampah, maka diperoleh perkiraan timbulan sampah per orang per hari
pada lokasi terpilih,
• Dari penelitian sosial, diperoleh :
- Jumlah hunian rata-rata pada rumah tangga
- Kebiasaan masyarakat membuang sampah.
• Untuk sampah campuran, volume wadah dihitung berdasarkan : (jumlah hunian rata-rata) x 3 liter/orang/hari x 3
hari.
• Untuk program 3R, volume wadah disesuaikan dengan jenis sampah yang akan dipilah sebagai berikut :
- Wadah sampah organik: (jumlah hunian rata-rata) x timbulan sampah organik/orang/hari x 1 hari.
- Wadah sampah non organik: (jumlah hunian rata-rata) x timbulan sampan non organik/orang/hari x 3 hari.
• Pemilihan warna dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :
- Warna gelap untuk sampah yang mudah membusuk
- Warna terang untuk sampah kering non organik (dapat lebih dari satu tergantung jenis sampah yang dipilah)
- Warna merah untuk bahan berbahaya dan beracun.

2. Teknologi Pengkomposan dengan Komposter


Dalam sistem pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat maka pengolahan sampah di rumah tangga
merupakan salah satu kegiatan penting dalam daur ulang sampah. Penggunaan komposter dalam proses
pengkomposan sampah organik di rumah tangga. Beberapa teknologi komposter rumah tangga yang sekarang ini
banyak digunakan antara lain:
35
Gambar 4.15. Contoh Komposter

Kriteria dalam pemilihan komposter rumah tangga adalah :


• Volume komposter minimal dapat menampung sampah organik dari dapur untuk jangka waktu minimal 40 hari.
• Satu rumah minimal menyediakan 2 (dua) unit komposter.
• Terbuat dari bahan yang cukup kuat, tahan basah untuk sampah organik, sehingga umur teknis dari komposter
minimal dapat mencapai 1 tahun.
• Terdapat lubang pengudaraan yang cukup
• Bahan pembuatan komposter paling baik dapat diperoleh secara lokal.
• Harus dilengkapi dengan tutup.
• Mudah dalam operasi pemasukan maupun pengosongan sampah.
• Mudah dalam perawatan.

Pada perencanaan pengkomposan sampah organik skala rumah tangga, maka dilakukan beberapa tahapan antara
lain:
• Dari penelitian komposisi dan timbulan sampah, maka diperoleh perkiraan timbulan sampah per orang per hari
pada lokasi terpilih, asumsi rata–rata 3 liter/orang/hari
• Dari penelitian sosial, diperoleh :
- Jumlah hunian rata-rata pada rumah tangga
- Kebiasaan masyarakat membuang sampah.
• Volume komposter sampah organik dari dapur dapat ditentukan melalui perkiraan sebagai berikut : (jumlah
hunian rata-rata) x timbulan sampah organik/orang/hari x 40 hari x 0,2. Rata-rata volume komposter 50 liter, jika
tingkat hunian lebih dari 5 orang, maka dapat digunakan kelipatannya.
• Diperlukan minimal dua komposter untuk setiap rumah tangga, dengan tata cara penggunaan, komposter yang
sudah penuh perlu didiamkan selama sebulan lagi dan dipanen jika komposter satunya sudah penuh.

3. Teknologi Daur Ulang Sampah Non Organik Skala Rumah Tangga


Daur ulang sampah non organik untuk kertas dan plastik dapat dilakukan di rumah tangga. Dari best practice yang
dilakukan oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, daur ulang sampah non organik kertas dan plastik
biasanya untuk membuat barang seni seperti kertas seni, tas plastik, hiasan plastik, dll.

Kriteria daur ulang sampah non organik :


- Tidak berbahaya bagi kesehatan
- Tidak menggunakan bahan kimia beracun
- Tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan
- Mudah dilaksanakan

Secara umum, perencanaan kegiatan daur ulang sampah non-organik dapat dilaksanakan berdasarkan beberapa
hal dibawah ini, antara lain:

Sampah yang akan didaur ulang sebaiknya berupa bahan yang terdiri dari kertas, plastik, karet/kulit dan logam.
Bahan ini memiliki nilai ekonomi tinggi, namun dalam pelaksanaannya memerlukan penanganan khusus (pemilahan
sesuai jenis dan bahan penyusunnya), merupakan bahan daur ulang kualitas baik, dan dipilah sejak dari sumbernya

Pemasaran produk daur ulang, dapat dilaksanakan dengan cara menjalin kerjasama dengan pihak lapak besar atau
langsung dengan industri/organisasi pengguna bahan tersebut (misal industri kertas daur ulang, industri pengolah
logam, pengolah karet bekas, dll)

Untuk limbah yang dikategorikan sebagai bahan B3, sebaiknya bahan ini hanya dikumpulkan dalam wadah khusus
yang tidak mudah bocor dan diberi label. Daur ulang bahan B3 ini sebaiknya di koordinasikan dengan pihak
pengumpul resmi yang memiliki ijin atau dinas kebersihan kabupaten/kota.

36
4. Teknologi Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah merupakan subsistem setelah pewadahan. Pengumpulan sampah dapat dilakukan langsung
oleh kendaraan pengangkut sampah atau tidak langsung melalui penggunaan gerobak atau motor sampah. Pada
kasus sistem pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat maka pengumpulan dilakukan melalui
penggunaan gerobak atau motor sampah. Dalam perencanaan teknologi pengumpulan maka digunakan beberapa
kriteria sebagai berikut :
• Volume gerobak atau motor sampah 1 m3 sehingga satu unit pengumpul dapat melayani 300 jiwa atau sekitar 60
KK untuk timbulan sampah 3 liter/orang/hari. Untuk timbulan yang berbeda (sesuai hasil penelitian lapangan)
maka cakupan pelayanan satu unit pengumpul dapat diperkirakan sebagai berikut : 1000 liter/(timbulan sampah
dalam liter/orang/hari).
• Kondisi topografi yang berbukit hanya dapat dilayani dengan motor sampah
• Kondisi topografi yang datar dapat menggunakan gerobak atau motor sampah.
• Pengumpulan sampah terpilah dapat dilakukan :
- Gerobak atau motor 3R yang tersekat sesuai jenis sampah yang terpilah digunakan sesuai hasil pemilahan
- Gerobak tanpa sekat digunakan dengan jadwal tertentu
• Mempunyai umur teknis minimal 1 tahun
• Menggunakan ban angin.

Perencanaan pengumpulan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat menggunakan beberapa tahapan sebagai
berikut :
• Pendataan jumlah warga pada lokasi terpilih
• Penentuan jumlah gerobak atau motor 3R yang dibutuhkan dengan cara :
((jumlah warga x jumlah timbulan sampah/orang/hari)/1000 liter/rit per hari.
• Pemilihan jenis pengumpul dilihat dari topografi lokasi
• Penyusunan anggaran investasi sesuai harga satuan setempat
• Penyusunan anggaran operasi pengumpulan yang terdiri dari :
- Biaya tetap :
· Pegawai
· Asuransi
· Pemeliharaan
- Biaya variabel :
· Bahan bakar
• Penyusunan jadwal pengumpulan

5. Teknologi Pengolahan Sampah Skala Kawasan


Teknologi pengolahan sampah terpadu skala kawasan yang disebut juga dengan Tempat Pengolahan Sampah
Terpadu (TPST). Tempat pengolahan sampah terpadu berdasarkan best practice yang ada biasanya terdiri dari
proses pemilahan, pengkomposan dan proses pengemasan bahan non organik untuk daur ulang. Dari TPST ini akan
keluar produk berupa kompos dan bahan lapak. Pada perencanaan teknologi pada TPST maka ada beberapa
kriteria antara lain:
Fasilitas TPST terdiri dari:
a. Luas lahan yang paling baik mendekati 1.000 m2 untuk keperluan lahan pengomposan, kantor pengendalian, dan
gudang penyimpanan.
b. Bangunan pelindung untuk :
- Areal pemilahan
- Areal pengkomposan
- Kantor pengendali
- Gudang penyimpanan
c. Peralatan mesin pendukung:
• Pencacah organik
• Pengayak kompos
• Pencacah plastik
• Buffer Zone

d. Karakteristik proses pengomposan :


• Volume tumpukan sampah untuk pengkomposan dengan open windrows mempunyai ukuran lebar 2 meter,
tinggi 1,5 meter dan panjang minimal 2 meter (dapat lebih dari ini sesuai lahan yang ada).
• Volume tumpukan sampah untuk pengkomposan dengan metode caspary lebar 1 meter, panjang 1 meter,
dan tinggi 1 meter.
• Volume tumpukan sampah untuk pengkomposan dengan metode open bin : lebar 1 meter, panjang 2 meter,
dan tinggi 1 meter.
e. Data yang dibutuhkan :
• Jumlah warga yang terlayani
37
• Jumlah sampah yang akan diolah di TPST.
• Tersedianya data komposisi sampah.

Gambar 4.16. Contoh Tempat Pengolahan Sampah Terpadu

Perencanaan teknologi pengolahan sampah skala kawasan dilakukan pada beberapa tahapan :
• Penentuan wilayah/jumlah warga yang akan dilayani
• Dari penelitian komposisi dan timbulan sampah, dapat diperkirakan jumlah sampah yang harus diolah yang
terdiri dari jumlah sampah organik dan sampah non organik.
• Bersama-sama warga menentukan metoda atau teknologi yang akan diterapkan, untuk pengkomposan sampah
ada beberapa pilihan: teknologi open windrows, teknologi caspary dan open bin sesuai dengan tenaga dan biaya
yang ada.
• Menentukan layout dari TPST dengan memperhatikan jumlah sampah organik yang akan dikomposkan, metode
yang akan digunakan, dan bentuk lahan yang ada.
• Menentukan organisasi pengelola
• Penyusunan anggaran investasi sesuai harga satuan setempat
• Penyusunan anggaran operasi pengumpulan yang terdiri dari:
- Biaya tetap :
· Pegawai
· Asuransi
· Pemeliharaan
- Biaya variabel :
· Bahan bakar
· Listrik

4.4.3.3 Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat


Drainase mandiri berwawasan lingkungan adalah drainase suatu kawasan atau lingkungan yang mempunyai sistem
independen dan mempunyai tampungan/kolam sendiri yang mampu mengatasi curah hujan/limpasan air di kawasannya
sendiri.

Tujuannya agar daerah permukiman yang sering tergenang akibat hujan dapat terbebas dari genangan serta untuk
menjamin pengembangan baru tidak akan menambah puncak banjir di daerah bagian hilir dan sekitarnya pada saat
hujan besar sampai periode ulang 2-5 tahun melalui pengelolaan partisipatif berbasis masyarakat.

Pengembangan permukiman baru dan pengembangan kembali di bagian hulu dapat menyebabkan banjir di bagian hilir
di bawahnya sehingga untuk mencegah aliran air masuk ke badan air secara bersamaan, yang dapat menyebabkan
debit naik secara ekstrim maka perlu dibuat kolam tampungan di daerah hulunya. Kemudian air dari kolam tampungan
dibuang secara bertahap dengan debit moderat. Drainase mandiri ini selain akan mengelola air hujan di kawasannya
sendiri, juga akan ikut mencegah air hujan mengalir secara berlebihan di bagian hilir yang menyebabkan banjir di bagian
hilir.

Pilihan teknologi drainase mandiri berwawasan lingkungan berbasis masyarakat mempertimbangkan keadaan topografi
dan lingkungan di lokasi, untuk perhitungan detail teknis saluran dan kolam tampungannya dapat mengacu pada Tata
Cara Pembuatan Kolam Retensi dan Polder dengan saluran-salurannya. Di bawah ini contoh pilihan sistem drainase
mandiri berwawasan lingkungan.

38
1. Sistem drainase mandiri dengan kolam tampungan di samping saluran yang bermuara di badan air/sungai

Gambar 4.17. Sistem Drainase Mandiri dengan Kolam Tampungan di Samping Saluran
yang Bermuara di Badan Air/Sungai

• Kelengkapan Dasar:
a. Kolam tampungan/kolam retensi/kolam tandon
b. Sistem drainase internal kawasan
c. Pengatur debit:
- Apabila elevasi muka air kolam tampungan relatif lebih tinggi dari elevasi muka air badan air/sungai,
pengatur debit cukup memakai saluran outlet dengan dimensi dan kapasitas terbatas sesuai perhitungan
teknis.
- Apabila elevasi muka air kolam tampungan tidak berbeda jauh dengan elevasi muka air badan air/sungai,
maka perlu memakai pintu air untuk saluran pembuangannya.
- Apabila elevasi muka air kolam tampungan lebih rendah dari elevasi muka air badan air maka selain
membutuhkan pintu air outlet, diperlukan pompa untuk membuang air ke badan air/sungai.
Kelengkapan tambahan (apabila diperlukan)
d. Diperlukan juga pembuatan tanggul apabila air dari badan air sering melimpas ke area kawasan
e. Pintu inlet ke kolam tampungan
f. Saringan sampah
g. Kolam penangkap sedimen/grit chamber

• Kesesuaian tipe:
a. Dipakai apabila tersedia lahan kolam retensi
b. Kapasitas bisa optimal apabila lahan tersedia
c. Tidak mengganggu sistem aliran yang ada

2. Sistem drainase mandiri dengan kolam tampungan segaris dengan saluran atau berada dalam saluran, outlet
kolam tampungan langsung bermuara ke badan air/sungai

Gambar 4.18. Sistem Drainase Mandiri dengan Kolam Tampungan Segaris dengan Saluran atau Berada dalam
Saluran, Outlet Kolam Tampungan Langsung Bermuara ke Badan Air/Sungai

39
• Kelengkapan Dasar:
a. Kolam tampungan/kolam retensi/kolam tandon
b. Sistem drainase internal kawasan
c. Pengatur debit berada di kolam tandon yang berhadapan langsung dengan badan air/sungai
- Apabila elevasi muka air kolam tampungan relatif lebih tinggi atau tidak berbeda jauh dengan elevasi
muka air badan air/sungai, maka perlu memakai pintu air untuk saluran pembuangannya.
- Apabila elevasi muka air kolam tampungan lebih rendah dari badan air maka selain membutuhkan pintu
air, diperlukan pompa untuk membuang air ke badan air/sungai
Kelengkapan tambahan (apabila diperlukan)
d. Diperlukan juga pembuatan tanggul apabila air dari badan air sering melimpas ke area kawasan
e. Pintu inlet ke kolam tampungan
f. Saringan sampah
g. Kolam penangkap sedimen/grit chamber

• Kesesuaian tipe:
a. Dipakai apabila tersedia lahan kolam retensi
b. Kapasitas bisa optimal apabila lahan tersedia
c. Tidak mengganggu sistem aliran yang ada

3. Sistem drainase mandiri tanpa kolam tampung, menggunakan saluran drainase internal kawasan sebagai
penampung air sementara
• Kelengkapan Dasar:
a. Sistem drainase internal kawasan dengan kapasitas memadai, yang akan difungsikan juga sebagai
tampungan sementara (long storage)
b. Resapan air untuk mengurangi limpasan air permukaan, dapat berupa lahan tanah terbuka atau peresapan
buatan seperti sumur-sumur resapan
Kelengkapan yang diperlukan apabila elevasi muka air badan air/sungai lebih tinggi dari muka air saluran outlet
c. Pintu air di ujung saluran outlet, terutama bila fluktuasi muka air pada badan air/sungai cukup besar
d. Pompa air di ujung saluran outlet, kapasitas pompa dihitung sesuai dengan kondisi sistem
e. Tanggul keliling apabila air dari badan air/sungai sering melimpas ke area kawasan
Kelengkapan tambahan (apabila diperlukan)
f. Bak penangkap sedimen/grit chamber pada saluran sebelum masuk ke pompa
g. Saringan sampah di depan pompa air

• Kesesuaian tipe:
a. Dipakai apabila lahan sulit didapat
b. Pemeliharaan dan pengoperasian dilakukan secara rutin

4.4.4 Dokumen Rencana Pembangunan


Merupakan dokumen resmi perencanaan perbaikan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). Berisi tentang:
1. Profil lokasi
2. Ketersediaan Lahan
3. Penentuan Calon Pengguna
4. Pemilihan Teknologi Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)
5. Perencanaan Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB)
6. Kelembagaan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)
7. Mekanisme Pendanaan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) (Mekanisme Pencairan Dana)
8. Pengelolaan Keuangan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) (Rekening Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM), Administrasi pembukuan dana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), Mekanisme
pembelanjaan dan Laporan keuangan)
9. Rencana Kerja Masyarakat
• Rencana Konstruksi
• Rencana Kontribusi Masyarakat
• Rencana Pelatihan
• Rencana Operasi dan Pemeliharaan.

Dokumen Perencanaan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) diusulkan dan disahkan dalam forum
musyawarah di lokasi pelaksanaan.

4.4.5 Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan pada waktu proses pelaksanaan rencana kegiatan masyarakat,
Pembentukan KSM, Pendanaan, Pemilihan Teknologi Sanitasi sampai dengan Penyusunan Buku/dokumen Rencana

40
Pembangunan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).

Monitoring dan pengendalian ini digunakan untuk :


1. Memastikan keterlibatan semua status sosial yang ada di masyarakat serta gender dalam proses penerimaan
masyarakat akan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) untuk memperbaiki kondisi sanitasi
lingkungan maupun penerimaan masyarakat untuk berkontribusi sesuai dengan kemampuan masyarakat;
2. Memastikan proses pembentukan kelompok swadaya masyarakat dilakukan secara musyawarah dan transparan.
Kesepakatan kontribusi, pemilihan lokasi dan pemilihan teknologi pengolahan limbah domestik telah sesuai dengan
lokasi, kapasitas yang akan dilayani, kemampuan masyarakat untuk mengoperasikan dan merawat sarana sanitasi,
serta adanya transfer pengetahuan kepada masyarakat;
3. Memonitor proses pengalokasian dana terutama APBD II serta pencairan/penyerapan dana sesuai dengan progres
dan kebijakan dalam Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).

4.5 TAHAPAN KONSTRUKSI


4.5.1 Persiapan Pelaksanaan
Tahapan kegiatan konstruksi dilaksanakan setelah Rencana Kerja Masyarakat (RKM) mendapatkan persetujuan dan
telah ditandatangani, masyarakat mempunyai tugas dan kewajiban melaksanakan kegiatan sesuai dengan RKM dan
kesepakatan yang tertuang di dalam kontrak. Dalam melaksanakan kegiatan KSM difasilitasi oleh Tenaga Fasilitator
Lapangan (TFL).

Persiapan pelaksanaan dilakukan oleh KSM dibantu TFL pada forum rembug kampung, meliputi:
1. Mengecek dan merubah Jadwal Pelaksanaan yang telah disusun di dalam RKM, disesuaikan dengan kondisi terkini
(bila diperlukan).
2. Mengecek kembali rekening KSM untuk memastikan bahwa kontribusi masyarakat berupa uang di rekening KSM
(minimal sebesar 4% dari kebutuhan dana di RKM yang disetujui) sudah masuk ke dalam Rekening Bersama.
3. Memeriksa dan menyiapkan kontribusi masyarakat berupa tenaga (in-kind) sebesar 16% dan material (in-kind)
sebesar 16% dari kebutuhan dana di RKM yang disetujui.
4. Identifikasi tenaga terampil dan pendaftaran calon pekerja untuk pekerjaan yang akan dilaksanakan sendiri. Calon
pekerja harus digolongkan menurut jenis kelamin. Orang yang tergolong kurang mampu harus mendapatkan
prioritas. Pendaftaran tenaga kerja dapat diteruskan selama pelaksanaan bila terdapat calon tenaga kerja baru.
5. Menyusun organisasi pelaksanaan pembangunan

Struktur Organisasi Pelaksanaan untuk pekerjaan yang dikerjakan sendiri adalah:


• Sekurang-kurangnya terdapat Satu Kepala Pelaksana
Kepala Pelaksana mewakili Ketua KSM dalam memberikan arahan serta mengawasi jalannya pelaksanaan di
lapangan, baik dari segi teknik maupun administrasi kegiatan, dan sebagai penghubung dengan pihak luar
sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan. Kepala Pelaksana adalah Ketua Unit Teknis KSM atau anggota
KSM lain yang mampu untuk mengemban tugas tersebut.
• Satu orang Mandor atau lebih
Mandor adalah orang yang menguasai pekerjaan lapangan sesuai dengan jenis pekerjaannya, dan berfungsi
membantu Kepala Pelaksana dalam menangani satu maçam pekerjaan atau lebih. Mandor sebaiknya adalah
anggota Unit Kerja Teknis atau orang lain yang terampil/menguasai jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan.
• Bendahara/Administrasi Kegiatan adalah orang yang menguasai sistem pembukuan kegiatan, dan berfungsi
sebagai pembantu Kepala Pelaksana dalam masalah administrasi keuangan lapangan, seperti pembelian
material, pengeluaran untuk pekerja, dan sebagainya. Bendahara/Administrasi Kegiatan adalah Ketua Unit
Pengelola Keuangan/Bendaharawan KSM.

Hasil dari rembug kampung yang memenuhi kegiatan di atas adalah pernyataan kesiapan masyarakat untuk
melaksanakan kegiatan pembangunan. Pernyataan kesiapan diajukan kepada Pimbagpro kabupaten/kota terkait
sebagai kelengkapan “kontrak” dan sebagai dasar disetujuinya Surat Perintah Pembayaran (SPP) yang diajukan kepada
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Kemudian, apabila SPP disetujui, KPPN akan menerbitkan SPM
(Surat Perintah Membayar) kepada KSM.

4.5.2 Proses Pelaksanaan


Proses pelaksanaan kegiatan yang didanai KSM ini semaksimal mungkin dapat dilaksanakan secara swakelola
(Pelaksanaan Kegiatan dengan Partisipasi Masyarakat) oleh masyarakat kampung. Dalam pelaksanaannya, ada bagian
pekerjaan yang bila ditinjau dari jenis dan sifat pekerjaannya tidak memungkinkan untuk dilaksanakan sendiri oleh
masyarakat, sehingga perlu dilakukan klarifikasi untuk mendapatkan pertimbangan suatu pekerjaan dapat dikerjakan
oleh pihak ketiga sebagai sub pemasok/subkontraktor terhadap KSM.

1. Pelaksanaan Kegiatan Dengan Partisipasi Masyarakat (Swakelola)


Setelah Surat Kontrak ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka pihak kedua (KSM) berhak untuk melaksanakan
pekerjaan tersebut dalam RKM. Dalam hal ini KSM akan berfungsi sebagai Kontraktor/Pemasok.
41
Tata cara/metode pelaksanaan pengadaan barang maupun jasa konstruksi dengan Partisipasi Masyarakat
(community participation) ini dimaksudkan sebagai suatu sistem peran serta masyarakat dengan mengandalkan
masyarakat itu sendiri dalam mengelola pengadaan barang maupun pekerjaan konstruksi. Hal itu didasarkan pada
pengamatan dan pengalaman sendiri secara gotong-royong dengan memanfaatkan tukang dan pekerja khusus yang
ada di kampung atau dari kampung sekitarnya. Ketentuan upah tukang dan pekerja akan didasarkan pada harga
pasar di kampung tersebut dengan membandingkan harga dari daerah sekitarnya (minimal 3 kampung).

Dalam pelaksanaan ini KSM akan dibantu oleh TFL yang secara periodik ditentukan jadwal pertemuan pelaksanaan
yang akan membahas kemajuan-kemajuan pekerjaan dan penyelesaian permasalahan yang timbul di lapangan.
Dalam pertemuan-pertemuan tersebut sekali waktu perlu dihadiri oleh pihak Dinas PU Kabupaten/Kota dan
Konsultan Kabupaten/Kota, terutama yang berkaitan dengan kemungkinan adanya perubahan atau revisi pekerjaan
yang menyangkut teknis maupun keuangan.

Setiap kontrak yang selesai dilakukan oleh KSM akan dievaluasi oleh Tim penerima barang/jasa yang dibentuk oleh
Dinas PU Kabupaten/Kota. Panitia Penerima bertugas melakukan evaluasi atau pengecekan pekerjaan yang
dikerjakan oleh KSM maupun pihak ketiga sesuai dengan spesifikasi teknis atau Kerangka Acuan Kerja dalam
kontrak.

Dengan kemampuan panitia yang terbatas untuk melakukan evaluasi terhadap pekerjaan tersebut, maka Kegiatan
dapat mengundang tenaga ahli Konsultan Kabupaten/Kota untuk melaksanakan evaluasi atau pengecekan tersebut.

Disamping pelaksanaan pekerjaan sendiri oleh masyarakat, KSM juga dapat secara langsung melakukan teguran-
teguran di lapangan baik lisan maupun tertulis kepada subkontraktor terhadap kualitas pekerjaan maupun
kemampuan tukang yang tidak memadai.

2. Pelaksanaan Kegiatan Dengan Subkontraktor/ Pemasok


Pelaksanaan pekerjaan yang dianggap oleh masyarakat tidak mampu dikerjakan oleh masyarakat sendiri karena
memerlukan keahlian khusus atau pekerjaan yang memerlukan modal yang besar, setelah dievaluasi secara
bersama-sama dengan pihak TFL masyarakat, maka pihak kedua (KSM) diperbolehkan untuk melaksanakan
pekerjaan dengan disubkontrakkan melalui pihak ketiga.

Dalam pelaksanaannya KSM akan melakukan pengawasan terhadap kinerja subkontraktor dengan dibantu oleh Tim
Fasilitator Masyarakat. Dalam melakukan pengawasan, KSM juga akan melakukan pertemuan-pertemuan secara
berkala dalam rangka memantau kemajuan pekerjaan yang telah dicapai oleh subkontraktor/pemasok serta
permasalahan-permasalahan yang timbul di lapangan.

Setiap kontrak yang selesai dilaksanakan oleh subkontraktor akan diperiksa oleh KSM terlebih dahulu dan dibantu
oleh konsultan, kemudian akan dievaluasi oleh Tim penerima barang/jasa yang dibentuk oleh Dinas PU
Kabupaten/Kota.
Panitia Penerima bertugas melakukan evaluasi atau pengecekan pekerjaan (Cek List Pekerjaan) yang dikerjakan
oleh pihak kedua atau pihak ketiga (Subkontraktor/Pemasok) sesuai dengan spesifikasi teknis atau Kerangka Acuan
Kerja dalam kontrak.

4.5.3 Etika Pelaksanaan


Baik penyedia barang/jasa (KSM dan Subkontraktor/Pemasok) maupun pengguna barang (KSM dan Dinas PU
Kabupaten/Kota) harus memenuhi etika pelaksanaan pengadaan barang/pekerjaan konstruksi sebagai berikut:
1. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketetapan
tercapainya tujuan dalam pelaksanaan pengadaan barang
2. Bekerja secara operasional, mandiri atas dasar kejujuran dan mencegah terjadinya penyimpangan dalam
pelaksanaan
3. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan dalam rapat lapangan sesuai kesepakatan dengan pihak
terkait
4. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dalam pelaksanaan pekerjaan ini
5. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan atau melakukan kegiatan bersama dengan tujuan
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara
6. Menghindari dan mencegah pertentangan dengan pihak terkait, baik langsung maupun tidak langsung
7. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dalam pelaksanaan pekerjaan ini
8. Tidak menerima, tidak menawarkan dan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah/imbalan
berupa apapun kepada siapa saja yang diketahui patut diduga berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan ini

4.5.4 Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan


Untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam melaksanakan kegiatan kegiatan dapat dilakukan dengan cara
melakukan pelatihan yang dilakukan oleh TFL masyarakat, Konsultan Kabupaten/Kota ataupun Pihak ketiga. Laki-laki
42
dan perempuan memperoleh hak yang sama untuk mendapatkan pelatihan ini. Usaha lain untuk meningkatkan
kapasitas masyarakat dapat dilakukan dengan cara pendampingan secara terus-menerus oleh TFL selama proses
pelaksanaan kegiatan.
1. Pelatihan
Pelatihan pada tahap pelaksanaan diperlukan sesuai dengan kebutuhan KSM dan masyarakat, sehingga mampu
dan terampil melakukan kegiatan sesuai dengan kebutuhan yang tertuang dalam RKM. Pelatih untuk KSM dapat
berasal dari Dinas PU, Konsultan atau pihak lain yang ditentukan kemudian. Sistem pelatihan dapat dilakukan di
kelas atau langsung di lapangan agar lebih mudah dimengerti oleh masyarakat (on the job training).

Materi Pelatihan yang diberikan antara lain:


1. Cara membaca gambar teknis
2. Pengetahuan tentang spesifikasi teknis dan batasan-batasannya
3. Tata cara pengawasan pekerjaan (quality control) dan cara menghitung kemajuan kegiatan (progress fisik)
4. Administrasi dan keuangan

Salah satu cara pelatihan di lapangan adalah bersama-sama dengan tukang yang terampil membangun jamban
lengkap dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau memasang pipa (riol) dari rumah ke IPAL.

2. Gender
1. Dalam pelaksanaan kegiatan kegiatan, baik laki-laki maupun perempuan dapat terlibat aktif selama
pembangunan sarana sanitasi (pelaksanaan konstruksi)
2. Perempuan dapat terlibat dalam pelaksanaan konstruksi sebagai tenaga terampil ataupun kurang terampil
3. Perempuan dapat berperan sesuai kapasitasnya sebagai tenaga terampil dalam pelaksanaan konstruksi (sesuai
jabatan di KSM, misalnya: sebagai Ketua, bendahara dsb.)
4. Perempuan dapat menyediakan konsumsi sehingga pelaksanaan pekerjaan konstruksi dapat berjalan lancar
5. Perempuan dapat melakukan monitoring pada saat pekerjaan konstruksi

4.5.5 Pelaksanaan Konstruksi


Pelaksanaan konstruksi dilaksanakan setelah pencairan dana Tahap I dan pelatihan-pelatihan bagi KSM dan
Masyarakat yang ada hubungannya dengan konstruksi selesai dilaksanakan.
Pelaksanaan konstruksi dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri atau pihak ketiga (kontraktor/subkontraktor) bila
masyarakat mengalami kesulitan secara teknik dan resiko.
Pelaksanaan Konstruksi secara garis besar adalah:
1. Penjelasan teknis konstruksi dilakukan kepada KSM, tukang, mandor dan masyarakat pengguna sarana yang
berminat
2. Pekerjaan konstruksi dilakukan oleh tukang yang dipekerjakan oleh KSM, sedangkan supervisi dilakukan oleh KSM
bersama-sama dengan TFL dan Dinas PU kabupaten/Kota
3. Pekerjaan Perencanaan sarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dan Rencana Konstruksi
diperlihatkan kepada calon masyarakat pengguna
4. Wakil dari KSM dan Mandor melakukan pengawasan setiap hari di lokasi
5. Masyarakat ikut melakukan gotong-royong sesuai jadwal

Pelaksanaan Konstruksi oleh masyarakat mempergunakan organisasi dan sumber daya yang telah disusun dalam
rembug kampung, dan langsung dapat melaksanakan pekerjaan dengan sumber pendanaan dari Rekening KSM,
dimana penggunaannya dibukukan sesuai dengan peraturan yang ada. TFL masyarakat mendampingi, memberikan
bimbingan teknis dan persetujuan terhadap kegiatan yang telah, sedang dan akan dilakukan.
KSM dan Masyarakat dengan dukungan TFL masyarakat secara terus- menerus melakukan monitoring kemajuan
pembangunan selama pelaksanaan pekerjaan, seperti pembelian material, kualitas pekerjaan, periode pembayaran,
administrasi keuangan, dsb. Hal ini untuk mempercepat langkah-langkah yang dapat segera diambil bila terdapat
penyimpangan dari Rancangan Rinci yang ada dalam Rencana Kerja Masyarakat (RKM).

TFL akan memfasilitasi kepada KSM atau anggota masyarakat yang berminat mengenai cara pelaksanaan dari kegiatan
percontohan untuk sarana sanitasi, baik untuk jamban komunal maupun untuk jamban pribadi yang telah dipilih
masyarakat.

4.5.5.1 Papan Informasi


Papan informasi merupakan papan pemberitahuan atau pengumuman dengan ukuran tertentu yang memuat informasi
mengenai kebijakan dan pelaksanaan kegiatan di lokasi tertentu. Papan informasi tersebut dipasang di tempat strategis
agar mudah terlihat dan dibaca oleh seluruh lapisan masyarakat baik di kecamatan, kelurahan, kampung maupun lokasi
kegiatan.

Pembuatan papan informasi harus dimusyawarahkan dengan masyarakat/warga kampung agar secara bersama-sama
menetapkan pembiayaan, lokasi pemasangan, pembuat dan penanggung jawab dalam perawatan dan perbaikannya.
43
Agar masyarakat mudah membaca pengumuman yang tercantum di papan informasi tersebut, rancangannya harus
dibuat menarik, tidak mudah rusak dan berukuran ideal agar dapat terlihat dari jarak tertentu. Pada umumnya ukuran
yang digunakan sekitar 1 x 1,5 meter dan biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan papan informasi pada prinsipnya
ditanggung oleh masyarakat sendiri.

Tujuan utama digunakan papan informasi adalah untuk:


1. Mempermudah masyarakat memperoleh informasi mengenai kegiatan secara terbuka
2. Mempermudah masyarakat untuk berpartisipasi dalam seluruh tahapan pelaksanaan kegiatan dimulai dari
persiapan, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pengoperasian dan pemeliharaan
3. Mempermudah masyarakat untuk turut mengawasi secara langsung pelaksanaan kegiatan fisik dan penggunaan
dana kegiatan

4.5.5.2 Lokasi Papan Informasi


Papan informasi dipasang di tempat yang strategis dan mudah diakses oleh masyarakat.

Jenis informasi minimal yang harus tercantum dalam papan informasi antara lain:
1. Jumlah dana kegiatan yang harus diterima masyarakat melalui rekening KSM
2. Jumlah kontribusi masyarakat
3. Sistem pencairan dana
4. Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan
5. Laporan pertanggungjawaban pencairan dan penggunaan dana
6. Nama Kecamatan/Desa/kampung dan alamat KSM

Agar informasi dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. papan informasi harus dipasang di tempat yang banyak dikunjungi orang, tetapi aman dari gangguan
2. Papan informasi harus dipasang agak tinggi agar tidak mudah dirusak
3. Tulisan agak besar, kalimat sederhana dan singkat disertai gambar berwarna agar menarik perhatian dan minat
pembacanya
4. Papan informasi dilindungi kaca atau plastik untuk mengurangi kemungkinan informasi dirusak orang
5. Informasi yang ditempel di papan informasi dapat berupa fotokopi atau tulisan tangan, asalkan jelas dan terbaca
dengan baik
6. Informasi harus selalu diperbaharui sesuai perkembangan pelaksanaan kegiatan

4.5.5.3 Tugas Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)


Tugas-tugas Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) adalah :
1. Melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan bersama rnasyarakat dan telah dituangkan dalam RKM, sesuai
dengan Petunjuk Pelaksanaan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dan spesifikasi teknis; dengan
bantuan Fasilitator Lapangan.
2. Mengatur pengadaan dan pengelolaan dana tunai, bahan lokal dan tenaga gotong-royong sesuai yang telah
disepakati sebagai kontribusi masyarakat.
3. Pelaksanaan kegiatan tersebut termasuk:
• Membentuk unit pelaksana untuk kegiatan fisik pembangunan (sarana sanitasi), kegiatan Kesehatan Masyarakat
dan sekolah; pengelolaan dana; menetapkan personel dan/atau tukang yang ditugaskan untuk melaksanakan
setiap kegiatan tersebut di atas.
• Melakukan Pembelanjaan dana guna pengadaan bahan & material yang diperlukan.
• Melakukan pekerjaan administrasi kegiatan di tingkat desa, seperti administrasi keuangan, pengumpulan
dokumen pendukung dan pelaporan.
• Melakukan pengoperasian dan pemeliharaan guna melerestarikan hasil yang dicapai oleh masyarakat

4.5.5.4 Tenaga Pelaksana


1. Pada prinsipnya pelaksanaan kegiatan di tingkat kampung dilakukan oleh masyarakat sendiri (partisipasi
masyarakat) melalui suatu wahana organisasi yang dibentuk masyarakat sendiri dan disebut KSM.
2. Proses partisipasi masyarakat tersebut diharapkan menjadi wujud pemberdayaan dan memberi kesempatan agar
masyarakat menjadi pelaku dalam menangani kegiatan yang mereka inginkan.
3. Tenaga inti pelaksana yang diperlukan dalam pelaksanaan (misalnya tukang batu, tukang pasang pipa) dipilih dari
masyarakat setempat. Tenaga Fasilitator Lapangan Masyarakat bertugas untuk memberikan bimbingan kepada
mereka.
4. Tenaga inti diberi upah (kompensasi) sesuai dengan norma yang wajar di kampung tersebut. Besarnya upah yang
wajar tersebut ditetapkan bersama oleh KSM dan Fasilitator Lapangan, sesuai harga setempat.
5. Bila ada bagian pekerjaan tertentu yang tidak terdapat tenaga di kampung bersangkutan, maka KSM bersama
Fasilitator Lapangan dapat mencari tenaga yang dibutuhkan dari tempat lain (artinya kampung lain, Kecamatan,
Kabupaten, dsb). Fasilitator Lapangan bertugas untuk membantu KSM dalam identifikasi tenaga yang dibutuhkan
dan melakukan perundingan mengenai harga yang wajar. Penggunaan tenaga luar tersebut berbasis upah
44
harian/mingguan/bulanan atau bisa berbasis pada borongan.
6. Sedangkan kebutuhan tenaga lain yang sifatnya pembantu umum (seperti tenaga angkut, galian, dsb) akan
ditangani oleh masyarakat sendiri secara gotong-royong, dan hal tersebut merupakan bagian dari kontribusi
masyarakat.

4.5.5.5 Administrasi dan Pelaporan


1. Unit Keuangan harus melakukan pencatatan, penyusunan dan penyimpanan dokumen pendukung untuk
pengeluaran dana. Dokumen pendukung tersebut diantaranya: kwitansi, Bon, Nota Pembayaran, Faktur, dsb.
2. Seluruh catatan dan dokumen pendukung penggunaan dana tersebut harus tersedia pada waktu diadakan
pemeriksaan oleh pihak kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) Kabupaten/Kora, atau provinsi.
3. Catatan atau dokumen pendukung harus bersifat transparan
4. Fasilitator Masyarakat bertugas untuk memberikan dukungan dan bimbingan kepada KSM dalarn urusan
administrasi dan pelaporan tersebut
5. Pihak Kedua berkewajiban untuk melaporkan kemajuan kegiatan masyarakat setiap bulan sesuai dengan Petunjuk
Pelaksanaan Operasional Tingkat Kampung berupa laporan fisik dan biaya serta ditempel pada papan informasi.
6. KSM harus rnenyebarluaskan lkatan Kontrak (jika ada) dengan subpemasok/ subkontraktor melalui papan informasi.

4.5.6 Monitoring dan Evaluasi


4.5.6.1 Ruang Lingkup Monitoring
Monitoring merupakan kegiatan pemantauan yang dilaksanakan secara berkelanjutan dan teratur untuk mengetahui:
1. Kemajuan pelaksanaan suatu program/kegiatan;
2. Proses yang dijalankan dan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh kegiatan;
3. Keberlanjutan dari kegiatan.

Sistem pemantauan perkembangan pelaksanaan kegiatan memerlukan rencana kegiatan yang terstruktur dengan baik.
Selain pemantauan dilakukan melalui pencatatan dan pelaporan secara berjenjang dan sistematis, monitoring kegiatan
dapat juga dilakukan dengan cara supervisi untuk melakukan pengawasan langsung, baik terhadap administrasi
kegiatan maupun kegiatan di lapangan. Kegiatan ini juga mencakup evaluasi kinerja pelaksana dan stakeholder dalam
bidang keuangan, teknis, ketepatan waktu operasi dan realisasi, serta kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh
kegiatan, terhadap pengadaan dan pelaksanaan konstruksi fisik prasarana, reqruitment staf, penyelenggaraan pelatihan
dan lainnya. Data tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan dalam formulir-formulir isian yang diolah dan dianalisis.
Sistem pengumpulan dan pengolahan data ini merupakan dasar utama Sistem Informasi Manajemen (SIM).

Pelaksanaan SIM dengan baik dapat menyediakan data dan informasi bagi kepentingan manajemen kegiatan. Dengan
informasi dan data yang sudah terkumpul, memungkinkan manajer kegiatan dan pelaksana kegiatan bersangkutan serta
lembaga penyandang dana mengetahui kinerja kegiatan dan mengenali hambatan serta kesenjangan yang ada sebagai
dasar untuk pengendalian kegiatan dan melakukan tindakan korektif bila diperlukan. Selain itu, Sistem Monitoring dan
Evaluasi (M&E) dalam kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) juga dilakukan secara patisipatif oleh
masyarakat untuk mengetahui keberlangsungan yang dicapai, masalah yang dihadapi dan alternatif pemecahan oleh
masyarakat langsung dengan mengunakan metode MP.

Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan laporan berkala digunakan untuk mengetahui kinerja dalam hubungannya dengan
tujuan dan target yang ingin dicapai dengan menggunakan indikator pencapaian hasil serta menyarankan tindakan
korektif yang sesuai apabila diperlukan. Laporan berkala mencakup data informasi yang dibutuhkan dan dimonitor
secara teratur baik secara bulanan maupun triwulan. Selain itu, data dan informasi terkait lainnya dapat diperoleh melalui
survei data dasar dan survei pemantuan serta evaluasi dampak dan studi-studi lainnya.
Laporan tengah dan akhir kegiatan biasanya disiapkan oleh pelaksana kegiatan setelah mid-term dan final evaluation
menjelang tengah dan akhir pelaksanaan kegiatan. Laporan ini merupakan dasar bagi Penilaian Akhir Kegiatan.
Tujuannya adalah menilai pencapaian hasil kegiatan dan keseluruhan keberhasilan, dan menyediakan informasi bagi
Pemerintah maupun Bank Penyandang Dana, tentang seluruh kinerja dan dampak akhir dari kegiatan serta
merumuskan pelajaran-pelajaran yang dapat ditarik dari pengalaman kegiatan.

Tujuan umum pemantauan dan evaluasi kegiatan kegiatan adalah untuk pengawasan, pengendalian, pelaksanaan dan
kemajuan kegiatan, dampak kegiatan, kinerja kegiatan dan pengambilan keputusan. Selain itu monitoring & evaluasi
bertujuan untuk mengukur efisiensi, efektivitas dan manfaat serta kesinambungan kegiatan kegiatan.

Tujuan khusus dari Monitoring dan evaluasi kegiatan antara lain untuk:
1. Memantau kemajuan pelaksanaan kegiatan;
2. Memantau proses pelaksanaan;
3. Mengevaluasi dampak untuk menentukan apakah kegiatan atau intervensi yang dilakukan telah mencapai tujuan
yang telah ditetapkan bagi penerima manfaat dan stakeholder lainnya.
4. Memantau kinerja pelaksana dan institusi pelaksana kegiatan dalam menjamin keberhasilan kegiatan.

45
4.5.6.2 Mekanisme Monitoring dan Evaluasi
Monitoring, evaluasi dan Sistem informasi Manajemen (SIM) Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)
dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap, yaitu pengumpulan data (input), pengolahan data (proses), dan pelaporan (output) di
masing-masing tingkat administrasi.

Dalam rangka mempermudah pelaksana kegiatan mengikuti dan mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan
kegiatan secara keseluruhan, selain data dan informasi yang dikumpulkan dan dilaporkan melalui sistem monitoring,
evaluasi dan sistem informasi manajemen, kegiatan monitoring dilakukan juga melalui supervisi yang pada umumnya
menghasilkan tambahan data dan informasi yang tidak terlaporkan melalui sistem pelaporan.

Evaluasi pelaksanaan kegiatan secara berkala dapat dilakukan oleh pelaksana kegiatan atau Executing Agency,
sedangkan evaluasi dampak dilakukan oleh institusi independen pada tengah dan akhir tahun pelaksanaan kegiatan.

4.5.6.3 Pelaksanaan Monitoring


Monitoring dan evaluasi dilaksanakan oleh pelaksana di semua tingkat administrasi dimulai dari masyarakat penerima
manfaat kegiatan. Pelaksana di setiap tahap adalah:
1. masyarakat yang menerima manfaat kegiatan.
2. Pengelola kegiatan (Pusat, Pemda Kabupaten/Kota, TPP, TKP, TKK, TKKc, Konsultan)
3. Pihak Ketiga yang ditunjuk khusus untuk melakukan monitoring dan evaluasi.

4.5.6.4 Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan tahap pelaksanaan suatu kegiatan atau hasil yang dicapai pada tiap
tahap pelaksanaan kegiatan dengan suatu pembanding tertentu seperti rencana kegiatan atau sasaran pencapaian yang
telah ditetapkan.

Dalam pelaksanaan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), evaluasi dilakukan oleh Dinas PU
Kabupaten/ Kota, SNVT Provinsi, serta Tim Koordinator Propinsi/Kabupaten/Kota. Selain itu evaluasi dilakukan oleh
masyarakat secara partisipatif (Community Self Evaluation) dengan menggunakan metode MPA.

Tujuan dilaksanakannya evaluasi oleh masyarakat, agar:


a) masyarakat dapat mengetahui keberhasilan yang dicapai dan permasalahan yang dihadapi;
b) sebagai alat komunikasi baik secara vertikal maupun horizontal diantara staf kegiatan pada semua tingkatan dan
lokasi, dan dengan pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pelaksanaan kegiatan;
c) sebagai alat untuk masyarakat penerima manfaat berpatisipasi aktif dalam mengawasi jalannya pelaksanaan
kegiatan dan
d) membudayakan masyarakat Kampung, khususnya kelompok tertentu seperti keluarga miskin (berpenghasilan
rendah), perempuan atau pemuda untuk menumbuhkan rasa memiliki terhadap sarana yang dibangun, pelayanan,
tindakan, dan fasilitas lain yang disediakan kegiatan.

Materi yang digunakan sebagai alat evaluasi adalah field book yang akan dilaksanakan oleh KSM didampingi TFL
masyarakat di bawah supervisi, pada tahap:
1) baseline data (analisa awal);
2) setelah penyusunan RKM (namun belum disetujui);
3) begitu konstruksi selesai
4) 1 tahun setelah konstruksi selesai.

Evaluasi kegiatan dapat dilakukan oleh Dinas PU Kabupaten/Kota, SNVT Provinsi, secara berkala sedangkan evaluasi
dampak dilakukan pada tengah dan tahap akhir kegiatan oleh institusi independen untuk mengetahui hasil dan dampak
pelaksanaan kegiatan yang dicapai secara keseluruhan terhadap masyarakat penerima manfaat.

46
BAB V
OPERASI DAN PEMELIHARAAN

Agar pelaksanaan operasional dan pemeliharaan dapat berjalan lancar, maka diperlukan organisasi untuk mengelola sarana sanitasi
setelah masa pelaksanaan konstruksi. Pada tahap ini berfungsinya Badan Pengelola untuk operasional dan pemeliharaan berperan
penting untuk keberlanjutan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).

Badan pengelola ini berfungsi setelah adanya keputusan dari pemerintah kampung dan kelurahan (yang ditanda tangani oleh
Kepala Kampung/Lurah).

Badan pengelola juga harus memiliki aturan-aturan organisasi dan operasional prasarana dan sarana, yang disusun dan diputuskan
bersama-sama secara musyawarah antar anggota badan pengelola dengan masyarakat agar semua pihak dapat mengetahui dan
mematuhinya.

Badan pengelola harus mempunyai aturan sesuai dengan kondisi setempat, yang mengatur siapa penerima manfaat, besarnya
iuran yang harus dibayar, waktu pembayaran iuran, serta siapa petugas yang melakukan pemeriksaan dan perbaikan kalau terjadi
kerusakan dan menentukan besarnya biaya operasi rutin seperti honor petugas, biaya listrik, dll. Setiap pengguna wajib untuk
memelihara sarana dan prasarana yang ada. Jika terjadi pelanggaran dapat ditindak.

Peningkatan kapasitas Badan Pengelola tetap dibutuhkan untuk keberlanjutan proyek sanitasi berbasis masyarakat, sehingga masih
diperlukan pelatihan lanjutan untuk memperkuat kapasitas dan meningkatkan jaringan kerja bagi Badan Pengelola. Badan Pengelola
sebaiknya berasal dari Kelompok Pemanfaat.

Tugas-tugas pokok pascakonstruksi adalah :


1. Iuran Pengguna :
• Membicarakan tentang besarnya iuran pemanfaatan sarana
• Mengumpulkan iuran, membuat perencanaan belanja, membukukan dan melaporkan secara rutin.

2. Pengoperasian & Pemeliharaan


• Mengoperasikan dan memelihara sarana fisik Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)
• Mengontrol semua saluran pemipaan secara rutin
• Mengembangkan mutu pelayanan & jumlah sarana pengguna

3. Penyuluhan Kesehatan
• Melakukan kampanye tentang kesehatan rumah tangga dan lingkungan.

47
Ketua Pelindung

Sekretaris &
Bendahara

Seksi Seksi Seksi


Iuran Pengguna O&P Kesehatan

Gambar 5.1. Bagan Struktur Organisasi Badan Pengelola Pasca Konstruksi

5.1 Aspek Operasi dan Pemeliharaan


Pelestarian prasarana dan sarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) sangat bergantung pada kemauan
dan kemampuan masyarakat dalam mengoperasikan, memanfaatkan, dan memelihara prasarana dan sarana yang ada.
Secara umum aspek yang perlu diperhatikan dalam pelestarian adalah pengelolaan prasarana dan sarana, penyuluhan,
dan pedoman pemeliharaan.

5.1.1 Pengelolaan
Pengelolaan pada dasarnya merupakan aspek dan sendi utama pelestarian hasil fisik terbangun. Pengelola prasarana
dan sarana perlu memperhatikan beberapa hal:
• Kinerja prasarana yang dikelola
• Jumlah prasarana dan sarana yang tersedia
• Jumlah prasarana dan sarana yang digunakan
• Target/sasaran perencanaan
• Standar prosedur operasional dan pemeliharaan
• Standar kriteria teknis prasarana dan sarana
• Rencana pengembangan sarana di masa datang

Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan, Badan Pengelola harus melakukan langkah-langkah berikut:
• Melakukan pemantauan rutin untuk mengetahui kondisi prasarana dan sarana
• Mengetahui kerusakan sedini mungkin agar dapat disusun rencana perawatan dan pemeliharaan yang baik
• Melakukan rehabilitasi tepat waktu
• Melakukan evaluasi kinerja pelayanan secara berkala
• Melakukan pengelolaan sesuai standar operasional prosedur

5.1.2 Penyuluhan
Dari hal-hal di atas, kelompok pengguna diharapkan mampu menindaklanjuti pengoperasian dan pemeliharaan (O&P)
secara tepat. Melalui kegiatan O&P diharapkan dapat mencapai umur teknis prasarana dan sarana sesuai dengan target
dan standar perencanaan.

Dalam pelaksanaan pelestarian prasarana & sarana, diharapkan pemerintah kabupaten/kota dapat berperan aktif
memberikan dukungan teknis kepada masyarakat (penyuluhan) agar mereka mampu mengoperasikan dan
memanfaatkan prasarana dan sarana yang ada.

5.1.3 Pedoman
Badan pengelola perlu menyusun pedoman, yang akan menjadi acuan dalam melakukan kegiatannya. Selain pedoman
untuk operasional kegiatan, juga diperlukan aturan untuk organisasi Badan pengelola itu sendiri, yang di dalamnya
mengatur hak dan kewajiban anggota serta pengurusnya, lama periode kepengurusan dan mekanisme pemilihannya,
musyawarah berkala untuk pertanggung-jawaban pengurus, dan sebagainya.

Pedoman ini disusun oleh pengurus bersama Kelompok pemanfaat, dimusyawarahkan bersama dalam forum
musyawarah desa, dan setelah dicapai mufakat disahkan oleh Kepala Lurah. Setiap Kampung dapat mengembangkan
pedoman kerjanya sendiri, sesuai dengan kondisi, kemampuan dan budaya yang ada di daerahnya masing-masing.

Dalam upaya mencapai keberhasilan pengelolaan perlu didukung organisasi yang handal, dimana organisasi tersebut
harus:
1. Mampu mengorganisasikan anggotanya untuk mendukung program kerja yang telah dibuat;

48
2. Dapat menjamin kepentingan pemanfaat dan mencarikan alternatif pemecahan permasalahan yang dihadapi;
3. Mampu melakukan hubungan kerja dengan lembaga lain di luar Badan Pengelola;
4. Mampu menerapkan sanksi organisasi bagi anggota yang melanggar peraturan.

Selain itu dalam upaya melestarikan prasarana terbangun perlu adanya dukungan kemampuan teknis, seperti:
1. Kemampuan menyusun rencana operasional dan pemeliharaan;
2. Kemampuan untuk mempelajari prinsip dasar cara kerja prasarana terbangun, dan melakukan inventarisasi
kerusakan serta usulan perbaikannya;
3. Kemampuan untuk menyusun rencana kegiatan operasi dan pemeliharaan (O&P) serta pelaksanaannya.

5.1.4 Pendanaan
Sumber dana berasal dari masyarakat, berupa iuran yang dihitung berdasarkan kesepakatan bersama akan kebutuhan
operasional dan pemeliharaan serta rencana pengembangan sarana di masa datang. Pendanaan diperuntukkan bagi
operasional dan pemeliharaan ditambah honorarium pengelola untuk melakukan operasional dan pemeliharaan serta
orang yang bertugas untuk melakukan perbaikan jika terjadi kerusakan.

Komponen yang perlu dipertimbangkan dalam menghitung biaya pengoperasian dan pemeliharaan meliputi:
1. Biaya penggantian komponen yang rusak sesuai dengan sistem sarana yang dibangun;
2. Biaya perbaikan sarana;
3. Biaya Operasional (solar, listrik, dll)
4. Honorarium pengelola.
5. Depresiasi alat/sarana

Terkait dengan pendanaan prasarana dan sarana terbangun, Badan Pengelola perlu mengenal tipe dan jenis prasarana.
Berdasarkan pengguna/pemanfaatnya, prasarana dan sarana dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Prasarana Umum
Adalah prasarana terbangun yang dimanfaatkan oleh banyak orang (publik) tanpa pembatasan, misalnya Mandi Cuci
Kakus (MCK) di pasar, SPBU (Pom Bensin), terminal, stasiun kereta api, toilet/kakus umum, dll.
2. Prasarana dan Sarana Kelompok
Adalah prasarana terbangun yang dimanfaatkan oleh kelompok anggota masyarakat tertentu, misalnya toilet/kakus
di sekolah, MCK di kawasan kelompok beberapa kepala keluarga (KK), dsb.

Sesuai dengan tipe dan jenis prasarana dan sarana, dapat disusun mekanisme pendanaan pengelolaannya. Pendanaan
untuk prasarana dan sarana kelompok dapat dilakukan dengan mekanisme penarikan pembayaran atas
penggunaan/pemanfaatan prasarana dan sarana atau iuran bersama masyarakat. Sedangkan pendanaan untuk
prasarana umum, yang dimanfaatkan oleh orang banyak dapat dilakukan melalui pengenaan tarif kepada pengguna.

Pada dasarnya yang membiayai Badan Pengelola adalah warga pemanfaat prasarana berlandaskan gotong-royong dan
kesadaran bahwa pemeliharaan, perbaikan, dan pengembangan prasarana adalah tugas bersama. Namun hal ini tidak
menutup kemungkinan pengurus Badan Pengelola untuk mencari sumber dana di luar iuran warga pemanfaat,
diantaranya adalah:
1. Bantuan Pemerintah
Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan kepada Badan Pengelola yang bersumber dari APBD yang sudah
dituangkan dalam peraturan kampung, dimana hal ini disesuaikan dengan kemampuan Daerah masing-masing.
2. Bantuan dari pihak lain yang tidak mengikat.
Pengurus Badan Pengelola dapat mencari sumber dana dari Ormas, LSM, Orsospol, Perusahaan Swasta atau
Yayasan selama bantuan ini tidak bersifat mengikat
3. Usaha lain yang sesuai dengan peraturan yang ada.

5.2 Dukungan Pemerintah Kabupaten/Kota


Sesuai dengan definisi pelestarian sebelumnya, Pemerintah Daerah sebagai pembina atau fasilitator kegiatan Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) diharapkan dapat meneruskan bantuannya pada tahap pelestarian. Bentuk
pembinaan dan bantuan yang diberikan dapat berupa bantuan teknis dan/atau bantuan pendanaan.

Secara rinci mengenai Operasi dan Pemeliharaan mengacu pada Petunjuk Pelaksanaan kegiatan Sanitasi Lingkungan
Berbasis Masyarakat (SLBM) di tingkat masyarakat.

49
5.3 Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat
a. SISTEM MCK

Tabel 5.1. Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan Sistem MCK untuk 250 Jiwa
Kebutuhan Keterangan Rp /Bulan
1. Operator & Penjaga Pekerjaan yang tidak tetap 200,000,-
2. Listrik 250 Watt (Pompa air dan lampu) 100,000,-
3. Pengurasan IPAL Rp. 250,000,-/ 2 tahun 1,000,-
4. Peralatan Pembersih Sabun dan pembersih lantai, dll 20,000,-
5. Perbaikan Pompa Rp. 100,000,- / Tahun 9,000,-
6. Lain-lain Serok, lampu, kran, cat dinding, dll 20,000,-
Total biaya pengoperasian dan pemeliharaan 350,000,-
II. BIAYA PEMAKAIAN
Fasilitas Rp. / Pakai Rata2 per KK/hari
1. Kamar Mandi 150 – 600 Rp. 750,- s/d Rp. 3000,-
2. WC/Jamban 150 - 400 Rp. 750,- s/d Rp. 2000,-
3. Mencuci & ambil air 150 - 500 Rp. 750,- s/d 2.500,-
* 1 KK = 5 ORANG

Petunjuk Pelaksanaaan Bagi Pengguna Mck

Jangan memasukkan benda padat karena akan


menyumbat saluran Buang sampah di tempat sampah yang disediakan

Hindari air sabun dari air mandi maupun cuci masuk ke Jangan membuang bahan kimia karena akan mematikan
dalam kloset bakteri

Gunakan sabun cuci sehemat mungkin Jangan corat-coret di dinding kamar mandi, WC maupun
tempat cuci

50
Petunjuk Pelaksanaan Bagi Pengelola MCK/Operator

2 kali per hari gunakan pel untuk membersihkan teras luar Setiap hari bersihkan gayung dengan sikat atau sabut
(gunakan bahan pembersih jika sangat kotor saja)

Setiap hari bersihkan saringan di lantai KM/WC dari Setiap hari buang sampah dalam KM/WC dan bersihkan
kotoran padat/sampah tempat sampah

Setiap hari kuras bak dengan sikat (gunakan bahan Setiap hari bersihkan/sapu taman
pembersih jika sangat kotor saja) 1 kali per minggu rapikan taman (tanaman dan rumput)

1 kali per minggu kuras dan bersihkan tangki/tandon air 1 kali per bulan bersihkan langit-langit KM/WC dari sarang
dari lumut dan kotoran lain laba-laba

1 kali per minggu periksa bak kontrol, jika terdapat 1 kali per 6 bulan buang kotoran padat dan kotoran yang
kotoran padat/sampah, keluarkan kemudian buang ke mengapung tepat di bawah manhole
tempat sampah

Mulai dari bak inlet, dilanjutkan ke bak-bak berikutnya Ambil kotoran tepat di bawah manhole

Gunakan alat T untuk mengumpulkan kotoran tepat di Keluarkan semua kotoran yang terkumpul sampai tidak
bawah manhole ada yang tersisa
51
Mintalah tukang untuk memperbaiki semua kebocoran secepat mungkin dan lihat sebabnya
1 kali per 6 bulan, Test Kualitas Air Limbah

Telpon dinas terkait Ambil 2 sample air limbah dari bak inlet dan bak outlet,
masing-masing 2 liter dalam botol terpisah

Bawa 2 botol sample ke laboratorium yang dirujuk.


Minta pemeriksaan untuk:
pH, BOD5, COD, TSS, lemak

Petunjuk Pelaksanaan Pengurasan IPAL MCK

1 kali per 2 tahun, pengurasan dengan truk tinja

Telpon perusahaan jasa pengurasan tinja Buka semua tutup manhole pada IPAL

Angkat kotoran mengapung dan buang ke tempat sampah Masukkan pipa sedot dari truk tinja sampai ke dasar bak,
sedot mulai dari bak pertama

Lumpur yang disedot adalah lumpur yang berwarna hitam Hentikan pengurasan jika lumpur sudah berwarna coklat

52
b. SISTEM KOMUNAL

Tabel 5.2. Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan Sistem Komunal untuk 750 Jiwa
Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan Rp./Bulan
I. Jamban Biaya pengoperasian dan perawatan menjadi
II. Sambungan dari Rumah tanggung jawab setiap pengguna (KK)
III. Pipa Utama dan IPAL
1. Operator Inspeksi 4x/bulan di IPAL, Pipa Utama, Pipa 100,000.00
Sekunder @ Rp. 25.000,- / Inspeksi
2. Pengurasan setiap 2 tahun Rp. 250.000,- 10,500.00
3. Lain-lain: Perbaikan pipa, bak kontrol, IPAL. 45,000.00
Asumsi: perbaikan pipa 40 m' setiap 2 tahun
Total Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan 155,500.00
Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan /KK/Bulan 1,952.94
Dibulatkan 2,000.00

Petunjuk Pelaksanaan Bagi Pengguna Sistem Komunal

IPAL akan berfungsi dengan baik jika Anda memasukkan limbah yang benar, IPAL bukan tempat pembuangan semua jenis sampah!

Jangan memasukkan limbah padat ke jamban karena akan Jangan membuang minyak bekas ke saluran pembuangan
menyumbat saluran. dapur karena ketika mengering, lemaknya dapat
menyumbat pipa

Jangan membuang bahan kimia ke saluran karena akan Jangan menanam pohon di dekat saluran perpipaan dan
mematikan bakteri di IPAL IPAL karena bisa merusak pipa

Gunakan secukupnya sabun cuci dan pembersih, baik Buanglah hanya limbah cair dari kamar mandi dan dapur
untuk sistem pengolahan dan menghemat dan beri saringan untuk memisahkan limbah padat

Periksa bak kontrol di rumah setiap 3 hari sekali


Buang limbah padat, pasir/lumpur, dengan sekop/serok,
Ambil kotoran mengapung dari bak penangkap lemak kumpulkan dalam tas plastik
setiap 3 hari sekali Bawa ke tempat pembuangan sampah

53
Bawa ke tempat pembuangan sampah

Petunjuk Pelaksanaaan Bagi Operator Sistem Komunal

Lakukan 1 Kali per minggu

Periksa setiap bak kontrol pada sistem perpipaan Buang limbah padat dan kotoran mengapung

Jika tidak ada aliran air dalam bak kontrol, mungkin pipa Jika ada luapan air dari bak kontrol, mungkin pipa
tersumbat atau rusak tersumbat.
Hentikan kegiatan di rumah Hentikan kegiatan di rumah, segera perbaiki jika ada
Buka pemipaan, minta tukang untuk memperbaiki kerusakan pipa
kerusakan Sogok dari bak kontrol ke bak kontrol lain

Minta tukang untuk memperbaiki kerusakan secepatnya Buang limbah padat dan kotoran mengapung dari bak inlet
dengan sekop

Semua tutup bak kontrol dan manhole IPAL harus bisa Kumpulkan semua kotoran, masukkan dalam tas plastik.
dibuka untuk mempermudah pengoperasian dan Buang ke tempat sampah
pemeliharaan.
1 kali per 2 minggu:
buang kotoran padat dan kotoran yang mengapung tepat di bawah manhole

54
Mulai dari bak inlet, dilanjutkan ke bak-bak berikutnya Ambil kotoran tepat di bawah manhole

Keluarkan semua kotoran yang terkumpul sampai tidak


Gunakan alat T untuk mengumpulkan kotoran tepat di ada yang tersisa
bawah manhole

Petunjuk Pelaksanaan Pengurasan IPAL Komunal

1 kali per 2 tahun, pengurasan dengan truk tinja

Telpon perusahaan jasa pengurasan tinja Buka semua tutup manhole pada IPAL

Angkat kotoran mengapung dan buang ke tempat sampah Masukkan pipa sedot dari truk tinja sampai ke dasar bak,
sedot mulai dari bak pertama

Lumpur yang disedot adalah lumpur yang berwarna hitam Hentikan pengurasan jika lumpur sudah berwarna coklat

5.4 Sampah Pola 3R Berbasis Masyarakat

a. Pemeliharaan Wadah/Bin
1. Setelah digunakan, wadah/bin sampah dibersihkan secara teratur setiap hari

b. Pemeliharaan gerobak/becak sampah


1. Setelah digunakan, gerobak/becak sampah harus dibersihkan secara berkala, seminggu sekali
2. Usahakan tidak ada sampah yang menyangkut di roda gerobak/becak sampah
3. Perbaikan segera dilakukan jika ada kerusakan
4. Gerobak/becak dijaga agar tidak berlubang sehingga tidak ada sampah yang tercecer
55
c. Pemeliharaan Motor Sampah
1. Motor sampah dilengkapi dengan manual pengoperasian dan pemeliharaan
2. Pemeliharaan motor sampah sesuai dengan manual dari fabrikan
3. Pengelola harus mengetahui lokasi penjualan suku cadang terdekat

d. Pemeliharaan alat pencacah sampah


1. Alat pencacah dilengkapi dengan manual
2. Penggantian oli dilakukan secara berkala sesuai dengan spesifikasi teknis/manualnya
3. Pengelola mengetahui lokasi penjualan suku cadang terdekat
4. Pisau pencacah dijaga ketajamannya dengan cara diasah secara berkala
e. Pemeliharaan Alat pengayak
a. Alat pengayak dilengkapi dengan manual
b. Kebersihan alat pengayak selalu dijaga

f. Pemeliharaan Hanggar 3R
1. Kebersihan hanggar harus selalu dijaga
2. Proses pemilahan kompos daur ulang sesuai dengan SOP
3. Penyiraman debu dilakukan secara berkala
4. Saluran drainase dijaga kebersihannya, agar tidak ada sampah yang mengganggu aliran air

5.5 Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat

a. Uji Coba dan Pengoperasian Pompa


1. Hidupkan mesin diesel sesuai SOP atau petunjuk kerja yang berlaku atau kontakkan handle sakelar utama
apabila menggunakan PLN.
2. Pastikan tegangan, frekuensi, arus listrik sesuaikan dengan ketentuan atau SOP.
3. Geser sakelar utama pada posisi “ON”.
4. Hidupkan pompa apabila elevasi muka air di dalam kolam retensi melebihi elevasi normal sesuai dengan
ketentuan di dalam SOP.
5. Lakukan kegiatan seperti butir 3., sesuai dengan kecepatan naiknya elevasi muka air di dalam kolam retensi
dengan kapasitas pompa menurut ketentuan di dalam SOP.
6. Atur aliran air dari saluran yang masuk ke dalam kolam retensi dengan pintu air terutama pada musim kering.
Apabila pengaturan air masuk ke dalam kolam retensi dengan pintu air, supaya air limbah dari saluran tidak
masuk ke dalam kolam retensi.
7. Matikan pompa apabila elevasi muka air di dalam kolam retensi sudah mencapai elevasi normal sesuai dengan
ketentuan di dalam SOP.

b. Pemeliharaan Stasiun Pompa


1. Stasiun pompa sekalipun dibangun dengan konstruksi beton bertulang tetap harus dipelihara agar jangan
terkesan angker dan kumuh. Untuk itu secara rutin petugas harus menjaga kebersihan lingkungan instalasi.
2. Secara berkala stasiun pompa harus dicat agar dari segi estetika indah dan nyaman untuk dijadikan sarana
rekreasi bila perlu.
3. Sewaktu pompa tidak dioperasikan periksa kelengkapan saringan sampah di bagian depan pompa. Lakukan
pembersihan terutama dari sampah-sampah plastik yang dapat merusak poros dan propeller pompa.
4. Periksa secara rutin panel operasi jangan sampai ada kabel yang putus karena termakan usia atau oleh binatang
pengerat seperti tikus dll.
5. Perhatikan engsel-engsel pintu instalasi agar jangan sampai kering. Sebab semua petugas operasional pompa
harus tetap siaga menjaga kemungkinan terjadi banjir dadakan.

c. Pengoperasian Pintu Air Inlet, Outlet dan Pembagi


1. Untuk sistem drainase mandiri dengan kolam tampungan di samping saluran yang bermuara di badan air/sungai
i. Pada saat banjir datang pintu pembagi ditutup. Sebaliknya pintu inlet dibuka, sehingga air dari saluran
drainase akan masuk dan mengisi kolam retensi. Hal ini dilakukan bersamaan dengan pengoperasian
pompa.
ii. Pada saat banjir di sungai telah surut, maka pintu pembagi dibuka agar air di saluran drainase bisa mengalir
ke sungai secara gravitasi. Selain itu pintu air inlet harus ditutup, agar air tidak masuk ke kolam retensi.
iii. Di musim kemarau pintu air inlet ditutup, sesekali dibuka hanya untuk memasukkan air ke kolam retensi,
agar muka air di kolam retensi dalam keadaan normal.
2. Untuk sistem drainase mandiri dengan kolam tampungan segaris dengan saluran atau berada dalam saluran,
outlet kolam tampungan langsung bermuara ke badan air/sungai
i. Pada saat banjir datang pintu outlet ditutup, air dari saluran drainase akan masuk dan mengisi kolam retensi.
Hal ini dilakukan bersamaan dengan pengoperasian pompa.

56
ii. Pada saat banjir di sungai telah surut, maka pintu outlet dibuka agar air di kolam retensi bisa mengalir ke
sungai secara gravitasi.
iii. Di musim kemarau pintu outlet dibuka secukupnya, sehingga di kolam retensi tetap ada air.

d. Pemeliharaan Pintu Air Inlet, Outlet dan Pembagi


1. Melumasi pintu-pintu air.
2. Pengecatan pintu-pintu air.
3. Membersihkan sampah atau endapan di pintu-pintu air.
4. Lakukan perbaikan secara berkala untuk pintu-pintu air yang mengalami kerusakan.

e. Pemeliharaan Kolam Tampungan/Kolam Retensi/Kolam Tandon


1. Pembersihan sampah-sampah yang menyangkut di saringan sampah secara rutin.
2. Cegah sedini mungkin penyerobotan terhadap lahan dan bantaran kolam retensi dari bangunan-bangunan
pemukiman liar.
3. Secara berkala keruk sedimen yang terlanjur masuk ke kolam retensi agar fungsi daya tampung kolam retensi
tidak menyusut.
4. Angkat saringan sampah secara berkala bersihkan dan cat kembali.
5. Bersihkan saluran inlet/outlet secara rutin.
6. Lakukan perbaikan secara berkala untuk bangunan air yang mengalami kerusakan.
7. Tembok pasangan batu yang rusak segera diperbaiki, untuk ini harus secara rutin dilakukan inspeksi terutama
pada stalling basin pintu inlet. Atau kolam retensi dilengkapi dengan saluran gendong biasanya saluran tersebut
tepi kanan dan kirinya dilapisi dengan pasangan batu kali.
8. Bersihkan kolam retensi yang ditumbuhi gulma seperti eceng gondok. Bila perlu ajak pihak swasta untuk
memanfaatkan eceng gondok menjadi komoditi yang berguna seperti pembuatan tas, serta mungkin dapat diolah
menjadi gas bio.

5.6 Monitoring dan Evaluasi


Setelah konstruksi selesai dilaksanakan diperlukan pengoperasian dan pemeliharaan yang tepat agar sarana yang
dibangun dapat berfungsi dengan baik dan berkelanjutan.
1. Sarana yang sudah dibangun dikelola oleh KSM. Pengelolaan tersebut dapat menggunakan kelembagaan
masyarakat yang sudah ada ataupun dengan membentuk kelembagaan baru sesuai dengan kebutuhan. Proses
pengelolaan dilakukan berdasarkan hasil musyawarah masyarakat pengguna. Pada tahap ini masyarakat
memperoleh fasilitasi baik dari aparat, tenaga pendamping maupun pihak-pihak lain yang berkompeten.
Mekanisme pengelolaan pada tahap pemanfaatan dilakukan sebagaimana proses pelaksanaan kegiatan Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dimana proses musyawarah, transparansi, akuntabilitas publik maupun
kontrol sosial tetap berjalan.
2. Operasi dan pemeliharaan dilakukan oleh operator yang ditunjuk oleh KSM sesuai dengan petunjuk operasional
(SOP).

57
BAB VI
PEMBIAYAAN

6.1 Sumber Pembiayaan


Pembiayaan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini berasal dari berbagai sumber, yaitu:
Pemerintah Pusat (APBN), Pemerintah Kabupaten/Kota (DAK dan APBD), swadaya masyarakat dan swasta/donor.

APBN DAK APBN


Kab/Kota

SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT

SWASTA/DONOR/
LSM MASYARAKAT

Gambar 6.1 Bagan Sumber Pendanaan

6.2 Rencana Pembiayaan


Untuk setiap lokasi kegiatan, rencana pembiaaan diperlukan kontribusi dari masing-masing sumber, dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Biaya sosialisasi DAK, pelatihan TFL dan pelatihan Ketua KSM serta mandor dibiayai dari dana APBN.
2. Biaya pemberdayaan masyarakat termasuk gaji TFL, biaya pelatihan bendahara, tukang dan operator dari dana
APBD.
3. Biaya Konstruksi dibiayai oleh:
a. Pemerintah Daerah (DAK dan APBD) untuk biaya material dan upah.
b. Swadaya Masyarakat
berupa dana tunai (on cash) serta kontribusi dalam bentuk barang (in kind) berupa lahan, tenaga kerja, material
dan lain-lain.
c. Dana pihak swasta yang dapat dikumpulkan melalui berbagai upaya lain yang saling menguntungkan.
4. Biaya operasi dan pemeliharaan yang ditanggung oleh masyarakat.

6.3 Pembiayaan per Komponen Kegiatan


Pembiayaan per komponen kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), yang terdiri dari:
Persiapan, Seleksi, Penyusunan RKM, Pemberdayaan, Konstruksi, Pendampingan, Pengoperasian dan Pemeliharaan,
Monitoring dan Evaluasi dapat dilihat pada tabel 6.1.

58
Tabel 6.1 Pembiayaan per Komponen Kegiatan
No. Komponen Kegiatan APBN DAK APBD Masyarakat
I Persiapan
Sosialisasi Kab/Kota √
Workshop Regional √
Pelatihan TFL √

II Seleksi Kampung
Daftar Panjang (Long List) √
Daftar Pendek (Short List) √
Sosialisasi √
Kajian Cepat Partisipatif (Rapid √
Participatory Assessment)
III Penyusunan RKM
Penentuan pengguna √
Pilihan Teknologi √
DED + RAB √
Kelompok Swadaya Masyarakat √
Rencana Kerja Masyarakat √
Dokumentasi dan legalisasi RKM √

IV Pemberdayaan Masyarakat
Pelatihan Ketua KSM √
Pelatihan Bendahara KSM √
Pelatihan Mandor √
Pelatihan Pengelola √
Kampanye kesehatan √
V Konstruksi
Material √ √ √
Upah pekerja √ √ √
Lahan √ √
VI Pendampingan:
TFL Masyarakat (Sosial) √
TFL Pemda (Teknis) √
VII Pengoperasian & Pemeliharaan √

VIII Monitoring & Evaluasi √ √ √

59
6.4 Penyaluran Dana
6.4.1. APBN
1. Penyaluran dana APBN dilakukan melalui Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Kementerian Pekerjaan Umum di Provinsi yang digunakan untuk melakukan pelatihan TFL, KSM dan mandor.

6.4.2. DAK dan APBD


1. Dana DAK dan APBD berupa bantuan (langsung) ke masyarakat diwujudkan dalam bentuk tunai yang ditransfer
langsung ke rekening KSM.
2. Penyaluran dana DAK dan APBD dilakukan melalui Satker Perangkat Daerah sesuai dengan tata cara penyaluran
dan pencairan dana yang berlaku setelah ada rencana kerja masyarakat/RKM.
3. Jika ada dana pemberdayaan maka disalurkan langsung ke rekening bersama KSM.

6.4.3 Masyarakat
1. Dana masyarakat dikumpulkan berdasarkan kesepakatan hasil musyawarah masyarakat calon pengguna/penerima
manfaat program dalam bentuk iuran pembangunan setiap minggu atau setiap bulan.
2. Pengumpulan dana masyarakat dilakukan oleh panitia/KSM yang dibentuk dimulai dari sejak terpilihnya sarana
teknologi sanitasi.
3. Dana dari masyarakat dalam bentuk tunai dimasukkan ke rekening bersama atas nama 3 (tiga) orang yaitu: ketua
KSM, wakil Dinas Penanggung Jawab Pemerintah Kabupaten/Kota dan fasilitator.

6.4.4 Swasta/Donor
1. Dana swasta/donor adalah dalam bentuk hibah sebagai bentuk kontribusi swasta dalam kegiatan perbaikan sanitasi
masyarakat
2. Pencairan dana dilakukan sesuai peraturan yang berlaku di masing-masing perusahaan/lembaga atau institusi yang
bersangkutan setelah ada rencana kerja masyarakat/RKM.
3. Dana dari Swasta/Donor diwujudkan dalam bentuk tunai yang ditransfer langsung ke rekening bersama KSM.

6.5 Pengelolaan Dana dan Pengawasan


6.5.1 Pengelolaan Dana
Pengelolaan dana sepenuhnya dilakukan oleh KSM sesuai dengan perencanaan yang disusun.

6.5.2. Pengawasan
Pengawasan dilakukan secara berjenjang dan bersama-sama antara masyarakat, Pemerintah Daerah dan Pemerintah
Pusat. Pada tahap pembangunan pengawasan dilakukan oleh masyarakat dibantu oleh Pemerintah Daerah. Sedangkan
pengawasan berkala dilakukan setahun 1-3 kali oleh Pemerintah Pusat bersama dengan Pemerintah Daerah.

6.6 Pelaporan
1. KSM membuat laporan kegiatan harian yang berisi kemajuan pelaksanaan pembangunan dan keuangan,
disampaikan setiap minggu kepada masyarakat.
2. KSM melaporkan kondisi fisik prasarana, serta hasil pemeriksaan laboratorium terhadap efluen pengolahan air
limbah setiap enam (6) bulan kepada instansi penanggung jawab di daerah.
3. Laporan yang bersifat administrasi proyek dilakukan oleh masing-masing Instansi (Penanggung jawab kegiatan)
yang mengikuti aturan pelaporan berjenjang berupa laporan bulanan, tiga bulanan dan tahunan.

60
BAB VII
PENUTUP

Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini diharapkan dapat menjadi pegangan
bagi seluruh pelaku yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) pada berbagai
tingkatan, sehingga dengan adanya Petunjuk Pelaksanaan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini, pelaksanaan
kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) di lapangan dapat mencapai kinerja seperti yang diharapkan.

61
LAMPIRAN

62
63
Contoh Berita Acara Proses Seleksi Kampung

BERITA ACARA
PELAKSANAAN PROSES SELEKSI KAMPUNG
KABUPATEN ………………………………
_________________________________________________________________

Pada hari ini......... tanggal ................. bulan ................ tahun ............... bertempat di Ruang Rapat Kantor ………………. Kabupaten
………….. yang beralamat di jalan ………………….., ………….. telah dilaksanakan Seleksi Kampung dalam rangka implementasi
program DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat. Seleksi tersebut telah dilaksanakan dengan menggunakan metode Rapid
Participatory Assesment/RPA. Seluruh proses seleksi telah dilaksanakan secara fair, transparan dan demokratis oleh masyarakat
sendiri.

Seleksi kampung tersebut telah diikuti oleh 3 (tiga) kampung, yaitu:


1. Kampung ................ skor .........
2. Kampung ................ skor .........
3. Kampung ………… skor …….

Sesuai dengan hasil skor yang dikumpulkan oleh masing-masing kampung, maka telah disepakati bersama bahwa kampung yang
paling siap untuk implementasi DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat adalah Kampung ………………………

Demikian berita acara ini dibuat agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.

………………. , ……..

Berita acara ini ditandatangani oleh:

1. Ketua Panitia ...................


2. Wakil Ketua ...................
3. Sekretaris ...................
4. Wakil Masyarakat ...................
5. Wakil Masyarakat ...................
6. Wakil Masyarakat ...................

64
Contoh Lembar Kerja Pemetaan Sanitasi Kampung

Data Teknis Check Deskripsi


Saluran air Air biasa mengalir/menggenang
hujan/drainase
Terjadi penyumbatan/tidak
Ada bau tidak sedap/tidak
Ukuran dalam lantai dasar saluran cm
Ukuran lebar saluran cm
Tinggi air dari lantai dasar saluran cm
Bahan material saluran
Keterangan

Sumber Air Jumlah rumah yang memakai PAM

Kondisi PAM :

Jumlah sumur buah

Kedalaman sumur m

Kedalaman air di musim hujan m


Kedalaman air di musim kemarau m
Sumber air lainnya ]
(sebutkan)
Kondisi :

Keterangan :

Kondisi Tanah Jenis tanah : Lempung/liat/cadas/pasir/batu/kapur/biasa

Lokasi Permukiman :
Bantaran sungai/bantaran rel KA/area industri/
permukiman nelayan/perumnas/kampung kota/kampung
desa.
Dan lain-lain ]
(Sebutkan)

Tinggi air tanah m


Ketersediaan Lahan : Ada lahan/tidak ada lahan
Ukuran luas m2
Kepemilikan tanah
Ada/tidak ada sungai di dekatnya, jarak m
Ada/tidak adanya saluran/got di dekatnya, jarak m
Ada/tidak adanya sumur di dekatnya, jarak m
Ada/tidak adanya rumah di dekatnya, jarak m
Ada/tidak adanya MCK di dekatnya, jarak m
Ada/tidak adanya industri/pabrik di dekatnya, jarak m
Ada/tidak adanya kebun/sawah di dekatnya, jarak m
Keterangan :

KM/WC Ada/tidak ada di tiap rumah

65
Data Teknis Check Deskripsi
Ada/tidak ada MCK umum
Kebiasaan buang air selain di KM/WC/MCK umum,
sebutkan
Keterangan kondisi KM/WC/MCK umum
Septicktank/pengolahan Air limbah dari KM/WC langsung disalurkan ke
limbah sungai/danau/saluran kota/septictank
Air limbah dari MCK umum langsung disalurkan ke
sungai/danau/saluran/kota/septik
Ada/tidak peresapan dari tangki septik
Air dari peresapan disalurkan ke sungai/danau/saluran
kota/diresapkan ke tanah & kebun
Ada/tidak ada bau dari septicktank/pengolahan limbah
yang ada
Keterangan :

Topografi/bentuk muka Ada/tidak ada kemiringan tanah


tanah
Ada aliran air menggenang
Ada kemiringan jalan
Ada/tidak ada instalasi yang tertanam (pipa air/listrik/
telepon/gas/air limbah)
Keterangan :

Struktur permukiman Ada/tidak ada jarak antara rumah, jarak


Ada/tidak ada jalan yang cukup untuk keluar masuk mobil
angkut bahan bangunan ke lokasi pengolahan limbah.
Jauh/dekat jarak angkut material dari penjual bahan
bangunan ke lokasi pengolahan limbah.
Ketersediaan tenaga Ada/tidak ada pekerja tukang
bangunan
Ketersediaan bahan Ada tidak ada bahan bangunan di tempat
bangunan Air :
Batu bata :
Pasir :
Tradisi sosial pelaksanaan pembangunan pada bulan
……………………………………..
Pengaruh kultur social Ada/tidak ada pengganti pekerja/tukang
terhadap pelaksanaan
pembangunan

66
Contoh Lembar Kerja Klasifikasi Kesejahteraan (Wealth Classification)

Klasifikasi Kesejahteraan
1 Nama Kelurahan RT/RW/Lingkungan

2 Kecamatan/Kab/Kota/Provinsi

3 Kegiatan

4 Tanggal

5 Nama Ketua Fasilitator

6 Anggota Fasilitator

7 Jumlah Peserta yang Hadir

8 Perempuan Anak Perempuan

9 Laki - Laki Anak Laki - Laki

10 Waktu Dimulai

67
Kategori Tingkat Kesejahteraan

Indikator
Mampu Menengah Tidak Mampu

Pola Makan
Aset/Kepemilikan
Komposisi Rumah Tangga*
Pekerjaan
Akases Terhadap Pelayanan
Pendidikan Formal dan Non-
Formal
Rasa Aman Sosial dan Psikologis
Masyarakat
Lain – Lain**

* Termasuk Bila Kepala Rumah Tangga Adalah Perempuan.


** Periksa Kesehatan, Suku, Kelompok Agama, Kelas Sosial

68
Komposisi Masyarakat Berdasarkan Klasifikasi Kesejahteraan
Kode Pertanyaan Jumlah

P 1. Jumlah Rumah Tangga Mampu

P.2 Jumlah Rumah Tangga Menengah

P.3 Jumlah Rumah Tangga Tidak Mampu

Catatan untuk Pembuat Rencana Kegiatan Masyarakat

Waktu Selesai

69
Contoh Lembar Kerja Partisipasi dan Kontribusi

Partisipasi Saat dan Paska Pembangunan Sarana

Lembar Catatan

1 Nama Kelurahan RT/RW/Lingkungan/Banjar

2 Kecamatan/Kab/Kota/Provinsi

3 Kegiatan

4 Tanggal

5 Jumlah Peserta Perempuan

6 Posisi dalam Organisasi

7 Jumlah Peserta Laki-laki

8 Posisi dalam Organisasi

Waktu Dimulai

70
H2 Jenis dan Pembagian Kontribusi dari Sudut Pandang Gender dan Kemiskinan

Tipe Kontribusi Perempuan Laki-Laki Perempuan Laki-Laki


Miskin Miskin Kaya Kaya

Tidak berkontribusi

Satu jenis kontribusi (Uang, Bahan-bahan, atau


tenaga)

Dua jenis kontribusi

Tiga jenis kontribusi

Lebih dari tiga jenis kontribusi

71
Analisa Temuan dan Diskusi
Kesetaraan dalam kontribusi, termasuk oleh perempuan dan kelompok miskin :

Monitoring dan control terhadap kontribusi dari dalam (dari sumbangan rumah tangga) :

Monitoring dan control terhadap pengerjaan oleh pihak luar (kontraktor, instansi lain) :

Peranan perempuan dalam monitoring :

Apa relevansinya untuk pembuatan RKM :

Waktu Selesai

72

Anda mungkin juga menyukai