PENDAHULUAN
Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis yaitu terjadinya akumulasi cairan
di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi peningkatan volume
intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea) maupun ekstraseluler (daerah substansia
Etiologi edema serebri dapat muncul pada kondisi neurologis dan non neurologis. Kondisi
neurologis yaitu pada stroke iskemik dan perdarahan intraserebral, trauma kepala, tumor otak, dan
infeksi otak. Kondisi non neurologis yaitu ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat, hipertensi
maligna, ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan pada opioid, gigitan reptil tertentu, atau high
Klasifikas edema serebri dibagi atas dua bagian besar yaitu pertama berdasarkan lokalisasi
cairan dalam jaringan otak yang terdiri dari edema serebri ekstraseluler ( kelebihan air terutama
dalam substansia alba) dan edema serebri intraseluler (kelebihan air terutama dalam substansia
grisea). Kedua berdasarkan pathogenesis yang terdiri dari edema serebri vasogenik, edema serebri
Tanda dan gejala edema serebri yaitu pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat
ditemukan tanda dan gejala berupa nyeri kepala hebat, muntah; dapat proyektil maupun tidak,
penglihatan kabur, bradikardi dan hipertensi, Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan, dan
Pemeriksaan diagnostic pada edema serebri dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI otak
TINJAUAN PUSTAKA
Otak terletak di dalam tengkorak dan melanjutkan diri menjadi saraf tulang belakang (medulla
spinalis). Berat Otak kurang lebih 1.300-1400 gr (2% berat badan). Tidak Ada hubungan langsung
antara berat otak dan besarnya kepala dengan tingkat kecerdasan. Otak bertambah besar tetapi tetap
dalam tengkorak sehingga makin lama akan semakin berlekuk - lekuk (konvolusi), semakin dalam
lekukan berarti semakin banyak informasi yg disimpan dan semakin cerdas pemiliknya. Otak
manusia dewasa kira-kira 1.300-1.400 gram, terdiri dari 100 milyar sel saraf dan satu trilyun sel
Secara anatomis bongkahan otak di bagi menjadi otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum)
dan batang otak (brain stem). Cerebrum berhubungan dengan pembelajaran, cerebellum
bertanggung jawab dalam proses koordinasi dan keseimbangan, batang otak berfungsi mengatur
Otak besar terbelah menjadi dua belahan (hemisfer cerebri) yaitu otak kiri dan otak kanan.
Keduanya dihubungkan dengan semacam serat atau kabel yang disebut corpus callosum. Bila otak
dibelah secara vertikal, tampak bagian otak sebelah luar berwarna abu-abu dan otak bagian dalam
berwarna putih. Alur yang membagi otak menjadi dua belahan disebut fisura longitudinal. Otak kiri
berfungsi antara lain cara berfikir linear, sekuensial, mengatur hal-hal yang bersifat rasional,
berurusan dengan kata-kata, bahasa dan matematika. Otak kanan berfungsi antara lain berhubungan
Otak terbagi atas lobus-lobus dan berbeda fungsi. Lobus frontal berada di depan (dahi) berfungsi
untuk kegiatan berfikir, perencanaan, penyusunan konsep, dan perilaku social. Lobus temporal (di
sekitar daerah telinga) bertanggung jawab terhadap persepsi suara dan bunyi. Lobus parietal
(dipuncak kepala) bertanggung jawab untuk kegiatan berfikir, terutama pengaturan memori. Lobus
ketebalan bervariasi (1,5 mm-4,5 mm) rata-rata 2,5 mm (lobus frotal), paling tebal 4,5 mm (area
motoric) dan paling tipis 1,5-2,2 mm (area visual). Dari luar tampak tidak beraturan, ada sungai
(sulcus) dan pinggirannya meninggi (gyrus). Cortex cerebri mengandung badan sel saraf dan
bertanggung jawab pada proses berfikir rasional. Fungsi cortex cerebri yaitu sensorik (menerima
masukan), asosiasi (mengolah masukan) dan motoric (mereaksi masukan dengan gerakan tubuh).
Ganglia basalis terdiri dari kumpulan badan sel saraaf, terletak di bagian dalam masing-masing
belahan otak. Bagian yang penting: nucleus caudatus, putamen dan globus palitus. Fungsi ganglia
basalis mengontrol aktivitas otot, memperkuat aktivitas motoric melalui sirkuti yang memberi
Edema serebral atau otak merupakan akumulasi cairan secara abnormal di dalam
C. Epidemiologi
Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi
pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi oleh penyakit
otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun
scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial. Patogenesis abses
otak tidak begitu dimengerti pada 10-15% kasus. Walaupun teknologi kedokteran diagnostik
dan perkembangan antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian
penyakit abses otak masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini
sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya
sangat tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan
Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-
laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif
yaitu sekitar 20-50 tahun. Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah
sakit merupakan faktoryang sangat mempengaruhi rate kemtian. Jika kondisi pasien buruk,
Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson Cancer
Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14 tahun
perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun dengan rate kematian 55%.2 Demikian juga
dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien abses otak yang terkumpul selama
2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo Surabaya, menunjukkan hasil yang tidak jauh
berbeda, dimana jumlah penderita abses otak pada laki-laki > perempuan dengan
perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan-50 tahun dengan angka kematian 355 (dari 20
penderita, 7 meninggal).5
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah,
Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik
(empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut
dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi
putih dan abu dari jaringan otak).6Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak
absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS,
penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem
kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang
dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit,
luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia.
Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus otak.
klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal,
terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat juga
menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis
dapat menyebakan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat
menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses
pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus temporalis.
Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti
kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma dapat
dan Clostridium spp), basil aerob gram-negatif (enteric rods, Proteus spp, Pseudomonas
Amoeba) dan fungus (Actinomycosis, Candida albicans) dapat pula menimbulkan abses,
Factor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau factor lingkungan:
yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang
2. faktor kuman
akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak bersangkut paut dengan faktor
pertahanan host. Kuman yang memiliki virulensi yang rendah dapat menyebabkan infeksi di
susunan saraf pusat jika terdapat ganggguan pada system limfoid atau retikuloendotelial.
3. faktor lingkungan
Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat masuk ke dalam tubuh
E. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi
seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian tekanan intrakranial berupa
muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas
berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik
menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke
didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan hemianopsi komplit.
Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses
ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga
gejala fokal adalah gejala sensorimotorik.7 Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu
hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan
nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan
berakibat fatal.
F. Pemeriksaan Penunjang
CT scan dan MRI menunjukkan efek massa dari edema dengan kompresi dari vertikel
lateral dan pergeseran struktur unline. Seperti yang kita ketahui, kecuali pada stroke fossa
posterior, pasien dengan infark yang luas dan banyak efek massa mempunyai prognosis yang
jelek. Pada stroke yang meleibatkan serebellum, jumlah kecil dari bengkak dapat
mengkompresi batang otak, melukai struktur vitalnya dan menyebabkan progresif yang
1. Gambaran CT Scan
Pada iskemia fokal serebri, edema dapat terlihat karena pengurangan radiodensitas
pada jaringan pada daerah infark dan karena ada midline shift dan desakan serta distorsi
ventrikular.
Infark arteri: menunjukan edema ringan di inti lentiformus kanan, yang terdiri
hipertensi.
vasogenic edema di lobus temporal kiri
2. Gambaran MRI
sinyal tinggi maka pada gambaran lemak akan tampak terang dengan sebaliknya lebih
lebih besar dari pada lemak sehingga sinyal dari air lebih tinggi yang berpengaruh air
nampak terang pada kontras. Bagaimanapun lemak lebih kecil sehingga sinyalnya
occipital.
1. Edema Vasogenic
Pada vasogenic edema, terdapat peningkatan volume cairan ekstrasel yang berhubungan
dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Vasogenic edema ini disebabkan oleh faktor
tekanan hidrostatik, terutama meningkatnya tekanan darah dan aliran darah dan oleh
faktor osmotik. Ketika protein dan makromolekul lain memasuki rongga ekstraseluler
otak karena kerusakan sawar darah otak, kadar air dan natrium pada rongga ekstraseluler
juga meningkat. Vasogenic edema ini lebih terakumulasi pada substansia alba cerebral
can cerebellar karena perbedaan compliance antara substansia abla dan grisea. Edema
vasogenic ini juga sering disebut “edema basah” karena pada beberapa kasus, potongan
permukaan otak nampak cairan edema. Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap
trauma, tumor, inflamasi fokal, stadium akhir dari iskemia cerebral, dll
2. Edema Sitotoksik
Pada edema sitotoksik, terdapat peningkatan volume cairan intrasel, yang berhubungan
dengan kegagalan dari mekanisme energi yang secara normal tetap mencegah air
memasuki sel, mencakup fungsi yang inadekuat dari pompa natrium dan kalium pada
membran sel glia. Neuron, glia dan sel endotelial pada substansia alba dan grisea
sitotoksik yang berarti terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati, yang akan
berakibat sangat buruk. Edema sitotoksik ini sering diistilahkan dengan edema kering.
Edema sitotoksik ini terjadi bila otak mengalami kerusakan yang berhubungan dengan
hipoksemia berat
3. Edema osmotic
Apabila tekanan osmotic plasma turun >12% akan terjadi edema serebri dan kenaikan
TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan dengan infus air suling yang
menunjukan kenaikan volume air. Pada edema serebri osmotic tidak ada kelainan pada
4. Edema Interstisial
Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang terjadi pada
H. Penatalaksanaan
Posisi kepala harus netral, dan segala bentuk kompresi vena jugularis harus dihindari.
Praktek elevasi kepala untuk mengurangi edema otak adalah luas tetapi hanya didukung oleh
data yang tidak konsisten. ICP cenderung lebih rendah ketika kepala tempat tidur dinaikkan
menjadi 30 derajat dibandingkan dengan posisi horisontal. Namun, pengaruh elevasi kepala
pada tekanan perfusi serebral kurang dapat diprediksi. Pada pasien dengan stroke iskemik
iskemik, mungkin lebih baik untuk menjaga kepala tempat tidur datar kecuali pada saat saat
ICP akut crisis. Menentukan posisi kepala yang optimal secara individual tetap bijaksana
Rasa sakit, kecemasan, dan agitasi dapat meningkatkan metabolisme otak, aliran
darah otak, dan kadang-kadang juga ICP. Oleh karena itu, rejimen rasional analgesia dan
sedasi sesuai pada kebanyakan pasien dengan edema serebral dengan gejala ini. Opiat,
benzodiazepin, dan propofol adalah yang agen paling umum digunakan untuk mencapai
sedasi di unit perawatan intensif neurologis. Kodein sering digunakan pada pasien terjaga
untuk meminimalkan sedasi, tapi potensi analgesik mungkin tidak cukup dalam beberapa
situasi. Fentanyl dan sulfentanyl harus digunakan dengan hati-hati karena mereka telah
dikaitkan dengan peningkatan ICP pada pasien dengan trauma otak parah, meskipun hal ini
mungkin dapat dihindari dengan dosis titration dengan hati-hati. Di sisi positif, morfin sulfat
sangat efektif dalam mengendalikan gejala dari otonomik berlebihan. Benzodiazepin yang
lebih murah dari propofol (terutama lorazepam) dan memiliki keuntungan merangsang
amnesia, serta sedasi. Namun, lorazepam memiliki onset kerja yang lebih lama dan
midazolam memiliki onset kerja sangat singkat, tapi efek sedatif bertahan lebih lama sebagai
Hipoksia dan hiperkapnia adalah vasodilator serebral ampuh, dengan demikian dapat
menyebabkan peningkatan volume darah otak dan hipertensi intrakranial, terutama pada
pasien dengan permeabilitas kapiler yang abnormal. Intubasi dan ventilasi mekanik
diindikasikan jika ventilasi atau oksigenasi tidak cukup pada pasien dengan edema otak.
Lidokain intravena (1 mg/kg), etomidate (0,1-0,5 mg/kg), atau thiopental (1-5 mg/kg) dapat
digunakan untuk mencegah respon refleks yang merugikan. Setelah pasien diintubasi,
pengaturan ventilator harus disesuaikan untuk mempertahankan PO2 normal dan PCO2.10
4. Manajemen Cairan
Osmolaritas serum rendah harus dihindari pada semua pasien dengan pembengkakan
otak karena akan memperburuk edema sitotoksik. Tujuan ini dapat dicapai dengan
membatasi ketat asupan cairan hipotonik. Pada pasien dengan hiperosmolaritas serum
euvolemia.10
otak. Pada pasien trauma dan stroke, tekanan darah harus didukung untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat, menghindari kenaikan tekanan darah yang tiba-tiba dan sangat tinggi.
cedera otak karena trauma. Peningkatan tekanan darah sesuai parameter dengan
menggunakan obat inotropik harus dalam pengawasan. Target tekanan darah kontroversial
dalam kasus perdarahan intraserebral, tapi mungkin aman untuk fase akut, dan strategi ini
dapat mengurangi risiko awal berkembangnya hematoma. Setelah pertama 24-48 jam onset
hematoma, tekanan darah harus diatur mendekati normotensi karena risiko pengembangan
edema masih berlanjut. Pada pasien dengan stroke iskemik, penurunan tekanan darah yang
cepat merugikan pada fase akut (24-48 jam pertama) karena mereka dapat menghasilkan
Manfaat dari penggunaan profilaksis antikonvulsan tetap tidak terbukti pada pasien
dengan sebagian besar kondisi yang menyebabkan edema otak. Namun, penggunaan
pencegahan ini sangat umum dalam praktek dan mungkin dipertahankan pada pasien dengan
otak iskemik, dan nyata dapat memperburuk edema serebral. Oleh karena itu, intervensi
keperawatan harus mencakup pengukuran suhu tubuh (termasuk suhu otak jika probe
intraparekim tersedia) dan glukosa kapiler secara teratur. Normothermia ketat dan
normoglycemia (yaitu, glukosa darah pada setidaknya di bawah 120 mg/ dL) harus dijaga
setiap saat.10
7. Terapi Osmotik
Manitol dan salin hipertonik adalah 2 agen osmotik paling ekstensif dipelajari dan
paling sering digunakan dalam praktek untuk memperbaiki edema otak dan hipertensi
darah otak. Manitol juga menginduksi pengurangan cepat TIK melalui perubahan dalam
termasuk optimalisasi viskositas darah dan pengiriman tambahan oksigen pada kompensasi
osmotik (1375 mOsm/L), lebih besar dibandingkan salin hipertonik 3 % (1026 mOsm/L).
Manitol merupakan diuretik osmotik dengan rentang dosis 0,25-1 gram/kg berat badan,
diberikan secara bolus intermiten. Manitol menurunkan tekanan intrakranial melalui efek
reologik, yaitu menurunkan hematokrit dan viskositas darah, meningkatkan aliran darah ke
otak sehingga menurunkan diameter vaskuler otak sebagai hasil dari autoregulasi. Efek
reologi paling baik dicapai dengan pemberian bolus cepat dibandingkan infus kontinyu. Efek
puncak terjadi dalam 90 menit hingga 6 jam tergantung kondisi klinis. Oleh karena efek
diuretikum yang kuat, reduksi volume intravaskular seringkali terjadi. Efek samping
pemberian manitol termasuk nekrosis tubular akut, gagal ginjal, dan edema serebri berulang
(rebound). Risiko meningkat pada osmolalitas > 320 mOsm/L. Pada anak, manitol dapat
diberikan apabila kondisi pasien euvolemia dan osmolaritas serum < 320 mOsm/ L. Efek
samping manitol juga meningkat apabila diberikan dalam periode yang lama, misalnya infus
kontinyu atau dosis berulang yang berlebihan. Rekomendasi pemberian manitol adalah
dengan bolus intermitten dengan selang beberapa jam dan disertai penggantian cairan untuk
Salin hipertonik sebagai agen osmotik yang lebih efektif dan lebih tahan lama. Bukti
klinis dan hewan menunjukkan salin hipertonik sama efektif manitol dalam penurunan TIK
dan komponen cairan otak bahkan pada kasus refrakter terhadap manitol.11 Salin hipertonik
memberikan tekanan osmotik yang membawa air dari ruang interstisial memasuki
meregulasi keseimbangan air melalui permeabilitas astrositik dan berperan dalam terjadinya
edema serebri. Salin hipertonik menurunkan sekresi AVP dalam mekanisme yang belum
diketahui. Koefisien salin hipertonik terhadap sawar darah otak lebih tinggi (1,0)
dibandingkan manitol (0,9), yang artinya manitol tetap dapat menembus sawar darah otak
yang intak.12
Salin hipertonik menurunkan TIK lebih baik dibandingkan salin normal atau larutan
ringer laktat. Apabila dibandingkan dengan manitol, salin hipertonik dapat mempertahankan
atau meningkatkan tekanan perfusi serebral, yang merupakan penentu penting luaran
neurologis. Salin hipertonik (umumnya 3%) menurunkan TIK dengan mobilisasi osmotik
cairan melalui sawar darah otak intak, selanjutnya mengurangi isi cairan otak. Hal ini dapat
memperbaiki CBF regional dengan efek dehidrasi. Terapi salin hipertonis menyebabkan
melalui jalur sentral, dosis pemeliharaan salin 3% 1 mg/kg/jam dititrasi sampai Na serum
150-155 mEq/jam. Na harus diperiksa setiap 6 jam. Pemberian salin hipertonik berhubungan
dengan edema paru dan dapat menimbulkan hipotensi jika diberikan terlalu cepat. Bolus
salin hipertonik menunjukkan penurunan TIK lebih cepat daripada manitol dan efektif
7. Goodkin HP, Harper MB, Pomeroy SL. 2004. Prevalence, Symptoms, and
2011.
at http://biology.about.com/od/humananatomybiology/a/anatomybrain.htm
Dian Rakyat.
18
10. Nag S, Manias JL, Stewart DJ. Pathology and new players in the
12. Latchaw RE, Alberts MJ, Lev MH, et al. Recommendations for imaging of
13. Moritani T, Ekholm S, Westesson PL. Brain edema. In: Moritani T, Ekholm
15. Berkow R. Talbott JH. 1977. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy
16. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III Jilid II. Jakarta: Media
19