Anda di halaman 1dari 38

Makassar, 18 Desember 2014

LAPORAN PBL 1
SKENARIO 2
BLOK KEDOKTERAN TROPIS

KELOMPOK : 4A
TUTOR : dr.
1102120001 Rizna Ainun Budiman
1102120018 Diva Aprilia Reynaldi
1102120019 Rendra Suryawan
1102120049 Nanik Sofari Alade
1102120050 Meitia Dwi Tirtasari
1102120079 Muh. Auliarahman Haq
1102120080 Rezkiyana Zainuddin
1102120108 Rafiah Bulqis
1102120109 Destria Kusumaratih
1102120137 Muh. Fachri Hanafi
1102120153 Faedil Ichsan C.

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2014
KASUS

SKENARIO B

Seorang anak perempuan berumur 15 tahun datang ke puskesmas dengan


keluhan demam sejak 3 hari yang lalu disertai mual dan muntah, selera makan
berkurang, kadang-kadang disertai sakit kepala. Demam agak berkurang pada pagi
hari. Buang air kecil agak kekuningan dan tidak buang air besar 2 hari terakhir.
Sehari sebelumnya penderita makan bakso di kantin sekolah.

KATA SULIT

Tidak ditemukan kata sulit.

KALIMAT KUNCI

1. Perempuan 15 tahun
2. Demam 3 hari yang lalu, mual muntah, selera makan berkurang, kadang
disertai sakit kepala
3. Demam agak berkurang pada pagi hari
4. BAK agak kekuningan dan tidak BAB 2 hari terakhir
5. Sehari sebelumnya penderita makan bakso di kantin sekolah.

PERTANYAAN

1. Definisi dan klasifikasi demam?


2. Jelaskan etiologi penyakit yang menyebabkan demam!
3. Bagaimana patomekanisme demam!
4. Jelaskan patomekanisme mual muntah, selera makan berkurang, dan sakit
kepala serta hubungan riwayat makan bakso dengan keluhan yang dialami
pasien!
5. Kenapa demam yang dirasakan penderita berkurang pada pagi hari!
6. Mengapa BAK agak kekuningan dan tidak BAB 2 hari terakhir?
7. Jelaskan Langkah-langkah diagnosis!
8. Diferensial diagnosis dari skenario?
9. Bagaimana pencegahan demam sesuai dengan etiologinya?
JAWABAN PERTANYAAN

1. Definisi dan klasifikasi demam


Demam adalah peningkatan suhu diatas normal (36,50C - 37,20C). Adapun
klasifikasi demam adalah:1
a. Demam intermiten : pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ketingkat
yang normalselama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi
setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam
diantara dua serangan demam disebut kuartana.
b. Demam kontinyu : Pada tipe ini demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari
tidak berbeda lebih dari satu derajat . Pada tingkat demam yang terus menerus
tinggi sekali disebut hiperpireksia.
c. Demam septik : Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat
yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal
pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam
yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
d. Demam remiten : pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari
tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu mungkin
tercatat.

2. Etiologi penyakit yang menyebabkan demam

Demam terjadi oleh karena perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada
hipotalamus yang dapat disebabkan antara lain oleh infeksi, vaksin, agen biologis
(faktor perangsang koloni granulosit-makrofag, interferon dan interleukin), jejas
jaringan (infark, emboli pulmonal, trauma, suntikan intramuskular, luka bakar),
keganasan (leukemia, limfoma, hepatoma, penyakit metastasis), obat-obatan (demam
obat, kokain, amfoterisin B), gangguan imunologik-reumatologik (lupus eritematosus
sistemik, artritis reumatoid), penyakit radang (penyakit radang usus), penyakit
granulomatosis (sarkoidosis), ganggguan endokrin (tirotoksikosis, feokromositoma),
ganggguan metabolik (gout, uremia, penyakit fabry, hiperlipidemia tipe 1), dan
wujud-wujud yang belum diketahui atau kurang dimengerti (demam mediterania
familial).2
Tanpa memandang etiologinya, jalur akhir penyebab demam yang paling sering
adalah adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubah set-point di
hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas. Pirogen adalah
suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen eksogen
dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh seperti toksin, produk-
produk bakteri dan bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang
pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu
interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon (INF), interleukin-6
(IL-6) dan interleukin-11 (IL-11). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag
yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini
merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian
dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.2

1) Pirogen Eksogen
Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar.
Umumnya, pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk
merangsang sintesis interleukin-1 (IL-1). Mekanisme lain yang mungkin berperan
sebagai pirogen eksogen, misalnya endotoksin, bekerja langsung pada hipotalamus
untuk mengubah pengatur suhu. Radiasi, racun DDT dan racun kalajengking dapat
pula menghasilkan demam dengan efek langsung terhadap hipotalamus. Beberapa
bakteri memproduksi eksotoksin yang akan merangsang secara langsung makrofag
dan monosit untuk melepas IL-1. Mekanisme ini dijumpai pada scarlet fever dan
toxin shock syndrome. Pirogen eksogen dapat berasal dari mikroba dan non-
mikroba.2
A. Pirogen Mikrobial
a) Bakteri gram negative
Pirogenitas bakteri Gram-negatif (misalnya Escherichia coli, Salmonela)
disebabkan adanya heat-stable factor yaitu endotoksin, yaitu suatu pirogen eksogen
yang pertama kali ditemukan. Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri
yaitu lipopolisakarida (LPS). Endotoksin menyebabkan peningkatan suhu yang
progresif tergantung dari dosis (dose-related). Apabila bakteri atau hasil pemecahan
bakteri terdapat dalam jaringan atau dalam darah, keduanya akan difagositosis oleh
leukosit, makrofag jaringan dan natural killer cell (NK cell). Seluruh sel ini
selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan interleukin-1,
kemudian interleukin-1 tersebut mencapai hipotalamus sehingga segera menimbulkan
demam. Endotoksin juga dapat mengaktifkan sistem komplemen dan aktifasi faktor
Hageman.2
b) Bakteri gram positif
Pirogen utama bakteri gram-positif (misalnya Stafilokokus) adalah peptidoglikan
dinding sel. Bakteri gram-positif mengeluarkan eksotoksin, dimana eksotoksin ini
dapat menyebabkan pelepasan daripada sitokin yang berasal dari T-helper dan
makrofag yang dapat menginduksi demam. Per unit berat, endotoksin lebih aktif
daripada peptidoglikan. Hal ini menerangkan perbedaan prognosis yang lebih buruk
berhubungan dengan infeksi bakteri gram-negatif. Mekanisme yang bertanggung
jawab terjadinya demam yang disebabkan infeksi pneumokokus diduga proses
imunologik. Penyakit yang melibatkan produksi eksotoksin oleh basil gram-positif
(misalnya difteri, tetanus, dan botulinum) pada umumnya demam yang ditimbulkan
tidak begitu tinggi dibandingkan dengan gram-positif piogenik atau bakteri gram-
negatif lainnya.2
c) Virus
Telah diketahui secara klinis bahwa virus dapat menyebabkan demam. Pada
tahun 1958, dibuktikan adanya pirogen yang beredar dalam serum kelinci yang
mengalami demam setelah disuntik virus influenza. Mekanisme virus memproduksi
demam antara lain dengan cara melakukan invasi secara langsung ke dalam
makrofag, reaksi imunologis terjadi terhadap komponen virus yang termasuk
diantaranya yaitu pembentukan antibodi, induksi oleh interferon dan nekrosis sel
akibat virus.2
d) Jamur
Produk jamur baik yang mati maupun yang hidup, memproduksi pirogen
eksogen yang akan merangsang terjadinya demam. Demam pada umumnya timbul
ketika produk jamur berada dalam peredaran darah. Anak yang menderita penyakit
keganasan (misalnya leukemia) disertai demam yang berhubungan dengan
neutropenia sehingga mempunyai resiko tnggi untuk terserang infeksi jamur invasif.2
B. Pirogen Non microbial
a) Fagositosis
Fagositosis antigen non-mikrobial kemungkinan sangat bertanggung jawab untuk
terjadinya demam, seperti dalam proses transfusi darah dan anemia hemolitik imun
(immune hemolytic anemia).2
b) Kompleks Antigen – antibody
Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul baik sebagai
akibat reaksi antigen terhadap antibodi yang beredar, yang tersensitisasi (immune
fever) atau oleh antigen yang teraktivasi sel-T untuk memproduksi limfokin, dan
kemudian akan merangsang monosit dan makrofag untuk melepas interleukin-1 (IL-
1). Contoh demam yang disebabkan oleh immunologically mediated diantaranya
lupus eritematosus sistemik (SLE) dan reaksi obat yang berat. Demam yang
berhubungan dengan hipersensitif terhadap penisilin lebih mungkin disebabkan oleh
akibat interaksi kompleks antigen-antibodi dengan leukosit dibandingkan dengan
pelepasan IL-1.2
c) Steroid
Steroid tertentu bersifat pirogenik bagi manusia. Ethiocholanolon dan metabolik
androgen diketahui sebagai perangsang pelepasan interleukin-1 (IL-1).
Ethiocholanolon dapat menyebabkan demam hanya bila disuntikan secara
intramuskular (IM), maka diduga demam tersebut disebabkan oleh pelepasan
interleukin-1 (IL-1) oleh jaringan subkutis pada tempat suntikan. Steroid ini diduga
bertanggung jawab terhadap terjadinya demam pada pasien dengan sindrom
adrogenital dan demam yang tidak diketahui sebabnya (fever of unknown origin =
FUO).2
d) Sistem monosit – makrofag
Sel mononuklear bertanggung jawab terhadap produksi interleukin-1 (IL-1) dan
terjadinya demam. Granulosit polimorfonuklear tidak lagi diduga sebagai
penanggung jawab dalam memproduksi interleukin-1 (IL-1) oleh karena demam
dapat timbul dalam keadaan agranulositosis. Sel mononuklear selain merupakan
monosit yang beredar dalam darah perifer juga tersebar di dalam organ seperti paru
(makrofag alveolar), nodus limfatik, plasenta, rongga peritoneum dan jaringan
subkutan. Monosit dan makrofag berasal dari granulocyte-monocyte colony-forming
unit (GM-CFU) dalam sumsum tulang, kemudian memasuki peredaran darah untuk
tinggal selama beberapa hari sebagai monosit yang beredar atau bermigrasi ke
jaringan yang akan berubah fungsi dan morfologi menjadi makrofag yang berumur
beberapa bulan. Sel-sel ini berperan penting dalam pertahanan tubuh termasuk
diantaranya merusak dan mengeliminasi mikroba, mengenal antigen dan
mempresentasikannya untuk menempel pada limfosit, aktivasi limfosit-T dan
destruksi sel tumor. Keadaan yang berhubungan dengan perubahan fungsi sistem
monosit-makrofag diantaranya bayi baru lahir, kortikosteroid dan terapi
imunosupresif lain, lupus eritematosus sistemik (SLE), sindrom Wiskott-Aldrich dan
penyakit granulomatosus kronik. Dua produk utama monosit-makrofag adalah
interleukin-1 (IL-1) dan Tumor necroting factor (TNF).2
2) Faktor Endogen
a) Interleukin-1 (IL-1)
Interleukin-1 (IL-1) disimpan dalam bentuk inaktif dalam sitoplasma sel
sekretori, dengan bantuan enzim diubah menjadi bentuk aktif sebelum dilepas melalui
membran sel kedalam sirkulasi. Interleukin-1 (IL-1) dianggap sebagai hormon oleh
karena mempengaruhi organ-organ yang jauh. Penghancuran interleukin-1 (IL-1)
terutama dilakukan di ginjal. Interleukin-1 (IL-1) terdiri atas 3 struktur polipeptida
yang saling berhubungan, yaitu 2 agonis (IL-1α dan IL-1β) dan sebuah antagonis (IL-
1 reseptor antagonis).2
Reseptor antagonis IL-1 ini berkompetisi dengan IL-1α dan IL-1β untuk
berikatan dengan reseptor IL-1. Jumlah relatif IL-1 dan reseptor antagonis IL-1 dalam
suatu keadaan sakit akan mempengaruhi reaksi inflamasi menjadi aktif atau ditekan.
Selain makrofag sebagai sumber utama produksi IL-1, sel kupfer di hati, keratinosit,
sel langerhans pankreas serta astrosit juga memproduksi IL-1.2
Pada jaringan otak, produksi IL-1 oleh astrosit diduga berperan dalam respon
imun dalam susunan saraf pusat (SSP) dan demam sekunder terhadap perdarahan
SSP. Fagositosis Antigen Mikrobial dan Non-mikrobial Memproses dan
mempresentasikan Peran utama mekanisme pertahanan sebelum antigen antigen
dipresentasikan pada sel-T Aktivasi sel-T Sel-T menjadi aktif hanya setelah kontak
antigen pada permukaan monosit-makrofag Tumorisidal Umumnya disebabkan oleh
TNF Sekresi dari : Interferon α dan β Mempengaruhi respon imun, anti virus, anti
proliferatif IL-1 Efek primer pada hipotalamus untuk mengindusi demam, aktivasi
sel-T dan produksi antibodi oleh sel-B IL-6 Induksi demam dan hepatic acute phase
proteins, aktivasi sel-B dan stem cell, resistensi non spesifik pada infeksi IL-8
Aktivasi neutrofil dan sintesis IgE IL-11 Efek pada sel limfopoetik dan
mieloid/eritroid, perangsangan sekresi T-cell dependent B-cell Tumor necrosis factor
Aktivasi selular, aktivasi anti tumor Prostaglandin Beraksi sebagai supresi imun,
mengurangi IL-1 Lisozim Zat penting bagi proses peradangan.2
Fungsi utama sistem Monosit-Makrofag Interleukin-1 mempunyai banyak fungsi,
fungsi primernya yaitu menginduksi demam pada hipotalamus untuk menaikkan
suhu. Peran IL-1 diperlukan untuk proliferasi sel-T serta aktivasi sel-B, maka
sebelumnya IL-1 dikenal sebagai lymphocyte activating factor (LAF) dan B-cell
activating factor (BAF). Interleukin-1 merangsang beberapa protein tertentu di hati,
seperti protein fase akut misalnya fibrinogen, haptoglobin, seruloplasmin dan CRP,
sedangkan sintesis albumin dan transferin menurun. Secara karakteristik akan terlihat
penurunan konsentrasi zat besi (Fe) serta seng (Zn) dan peningkatan konsentrasi
tembaga (Cu). Keadaan hipoferimia terjadi sebagai akibat penurunan asimilasi zat
besi pada usus dan peningkatan cadangan zat besi dalam hati. Perubahan ini
mempengaruhi daya tahan tubuh hospes oleh karena menurunkan daya serang
mikroorganisme dengan mengurangi nutrisi esensialnya, seperti zat besi dan seng.
Dapat timbul leukositosis, peningkatan kortisol dan laju endap darah. Fungsi Utama
Interleukin-1 Induksi demam Stimulasi Prostaglandin-E2 (PGE-2) Aktivasi sel-T dan
sel-B Reaksi fase akut Respon inflamasi Proteolisis otot Supresi nafsu makan
Absorpsi tulang Stimulasi Kolagenase Rasa kantuk/tidur Tabel 1.2 Fungsi Utama
Interleukin-1.2
b) Tumor Necrosis Factor (TNF)
Tumor necrosis factor ditemukan pada tahun 1968. Sitokin ini selain dihasilkan
oleh monosit dan makrofag, limfosit, natural killer cells (sel NK), sel kupffer juga
oleh astrosit otak, sebagai respon tubuh terhadap rangsang atau luka yang invasif.
Sitokin dalam jumlah yang sedikit mempunyai efek biologik yang menguntungkan.
Berbeda dengan IL-1 yang mempunyai aktivitas anti tumor yang rendah, TNF
mempunyai efek langsung terhadap sel tumor. Ia mengubah pertahanan tubuh
terhadap infeksi dan merangsang pemulihan jaringan menjadi normal, termasuk
penyembuhan luka. Tumor necrosis factor juga mempunyai efek untuk merangsang
produksi IL-1, menambah aktivitas kemotaksis makrofag dan neutrofil serta
meningkatkan fagositosis dan sitotoksik. Meskipun TNF mempunyai efek biologis
yang serupa dengan IL-1, TNF tidak mempunyai efek langsung pada aktivasi stem
cell dan limfosit. Seperti IL-1, TNF dianggap sebagai pirogen endogen oleh karena
efeknya pada hipotalamus dalam menginduksi demam. Tumor necrosis factor identik
dengan cachectin, yang menghambat aktivitas lipase lipoprotein dan menyebabkan
hipertrigliseridemia serta cachexia, petanda adanya hubungan dengan infeksi kronik.
Tingginya kadar TNF dalam serum mempunyai hubungan dengan aktivitas atau
prognosis berbagai penyakit infeksi, seperti meningitis bakterialis, leismaniasis,
infeksi virus HIV, malaria dan penyakit peradangan usus. Tumor necrosis factor juga
diduga berperan dalam kelainan klinis lain, seperti artritis reumatoid, autoimmune
disease, dan graft-versus-host disease.2
c) Limfosit yang teraktivasi
Dalam sistem imun, limfosit merupakan sel antigen spesifik dan terdiri atas 2
jenis yaitu sel-B yang bertanggung jawab terhadap produksi antibodi dan sel-T yang
mengatur sintesis antibodi dan secara tidak langsung berfungsi sebagai sitotoksik,
serta memproduksi respon inflamasi hipersensitivit tipe lambat. Interleukin-1
berperan penting dalam aktivasi limfosit (dahulu disebut sebagai LAF). Sel limfosit
hanya mengenal antigen dan menjadi aktif setelah antigen diproses dan
dipresentasikan kepadanya oleh makrofag. Efek stimulasi IL-1 pada hipotalamus
(seperti pirogen endogen menginduksi demam) dan pada limfosit-T (sebagai LAF)
merupakan bukti kuat dari manfaat demam. Sebagai jawaban stimulasi IL-1, limfosit-
T menghasilkan berbagai zat.2
d) Interferon
Interferon Interferon dikenal oleh karena kemampuan untuk menekan replikasi
virus di dalam sel yang terinfeksi. Berbeda dengan IL-1 dan TNF, interferon
diproduksi oleh limfosit-T yang teraktivasi. Terdapat 3 jenis molekul yang berbeda
dalam aktivitas biologik dan urutan asam aminonya, yaitu interferon-α (INF alfa),
interferon-β (INF beta) dan interferon-gama (ITNF gama). Interferon alfa dan beta
diproduksi oleh hampir semua sel (seperti leukosit, fibroblas dan makrofag) sebagai
respon terhadap infeksi virus, sedangkan sintesis interferon gama dibatasi oleh
limfosit-T. Meski fungsi sel limfosit-T pada neonatus normal sama efektifnya dengan
dewasa, namun interferon (khususnya interferon gama) fungsinya belum memadai,
sehingga diduga menyababkan makin beratnya infeksi virus pada bayi baru lahir.
Interferon gama dikenal sebagai penginduksi makrofag yang poten dan menstimulasi
sel-B untuk meningkatkan produksi antibodi. Fungsi interferon gama sebagai pirogen
endogen dapat secara tidak langsung merangsang makrofag untuk melepaskan
interleukin-1 (macrophage-activating factor) atau secara langsung pada pusat
pengatur suhu di hipotalamus. Interferon mungkin mempengaruhi aktivitas antivirus
dan sitolitik TNF, serta meningkatkan efisiensi natural killer cell. Aktivitas antivirus
disebabkan penyesuaian dari sistem interferon dengan berbagai jalur biokimia yang
mempunyai efek anti virus dan beraksi pada berbagai fase siklus replekasi virus.
Interferon juga memperlihatkan aktivitas antitumor baik secara langsung dengan cara
mencegah pembelahan sel melalui pemanjangan jalur siklus multiplikasi sel atau
secara tidak langsung dengan mengubah respon imun. Aktivitas antivirus dan
antitumor interferon terpengaruhi oleh meningkatnya suhu. Interleukin-4 (IL-4), yang
menginduksi sintesis imunoglobulin IgE dan IgG4 oleh sel polimorfonuklear, tonsil
atau sel limpa dari manusia sehat dan pasien alergi, dihalangi oleh interferon gama
dan interferon alfa, berarti limfokin ini beraksi sebagai antagonis IL-4. Interferon
melalui kemampuan biologiknya, dapat digunakan sebagai obat pada berbagai
penyakit. Interferon alfa semakin sering dipakai dalam pengobatan berbagai infeksi
virus, seperti hepatitis B, C dan delta. Efek toksik preparat interferon diantaranya
demam, rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala yang berat, somnolen dan
muntah. Demam dapat muncul pada separuh pasien yang mendapat interferon, dan
dapat mencapai 40˚C. Efek samping ini dapat diatasi dengan pemberian parasetamol
dan prednisolon. Efek samping berat diantaranya gagal hati, gagal jantung, neuropati
dan pansitopenia.2
e) Interleukin-2
Interleukin-2 (IL-2) merupakan limfokin penting kedua (setelah interferon) yang
dilepas oleh limfosit-T yang terakivasi sebagai respons stimulasi IL-1. Interleukin-2
mempunyai efek penting pada pertumbuhan dan fungsi sel-T, Natural killer cell (sel
NK) dan sel-B. Telah dilaporkan adanya kasus defisiensi imun kongenital berat
disertai dengan defek spesifik dari produksi IL-2. Interleukin-2 memperlihatkan efek
sitotoksik antitumor (terhadap melanoma ginjal, usus besar dan paru) sebagai hasil
aktivasi spesifik dari natural killer cell (lymphokine-activated killer cell atau LAK),
yang memiliki aktivitas sototoksik terhadap proliferasi sel tumor. Uji klinis dengan
IL-2 sedang dilakukan saat ini pada tumor tertentu pada anak. Respon neuroblastoma
tampak cukup baik terhadap terapi imun dengan IL-2. Sayangnya, terapi imun dengan
IL-2 dapat menyebabkan defek kemotaksis neutrofil yang reversibel, diikuti
peningkatan kerentanan terhadap infeksi pada pasien yang menerimanya. Efek
samping lainnya diantaranya lemah badan, demam, anoreksia dan nyeri otot. Gejala
ini dapat dikontrol dengan parasetamol. Interleukin-2 menstimulasi pelepasan sitokin
lain, seperti IL-1, TNF dan INF alfa, yang akan menginduksi aktivitas sel endotel,
mendahului bocornya pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan oedem paru dan
resistensi cairan yang hebat. Penyakit yang berhubungan dengan defisiensi IL-2
diantaranya SLE (Systemic Lupus Erytematosus), diabetes melitus (DM), luka bakar
dan beberapa bentuk keganasan.2
f) Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF)
Dari empat hemopoetic colony-stimulating factor yang berpotensi tinggi
menguntungkan adalah eritropoetin, granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF),
dan macrophage colony-stimulating factor (M-CSF). Granulocyte-macrophage
colony-stimulating factor (GM-CSF) adalah limfokin lain yang diproduksi terutama
oleh limfosit, meskipun makrofag dan sel mast juga mempunyai kemampuan untuk
memproduksinya. Fungsi utama GM-CSF adalah menstimulasi sel progenitor
hemopoetik untuk berproliferasi dan berdeferensiasi menjadi granulosit dan makrofag
serta mengatur kematangan fungsinya. Penggunaan dalam pengobatan diantaranya
digunakan untuk pengobatan mielodisplasia, anemia aplastik dan efek mielotoksik
pada pengobatan keganasan serta transplantasi. Pemberian GM-CSF dapat disertai
dengan terjadinya demam, yang dapat dihambat dengan pemberian obat anti inflamasi
non steroid (Non Steriod Anti Inflamation Drug = NSAID) seperti ibuprofen.2
3. Patomekanisme demam
Demam atau dalam bahasa medis disebut dengan febris merupakan suatu keadaan
dimana terjadi peningkatan suhu tubuh melebihi dari suhu tubuh normal. Suhu tubuh bisa
meningkat atau menurun karena adanya sistem pengaturan suhu tubuh yang diatur oleh
pengatur suhu yang terletak di otak tepatnya di bagian hipotalamus pre optik anterior.3
Hipotalamus sendiri merupakan bagian dari diensephalon yang merupakan bagian dari
otak depan (prosencephalon).Hipotalamus dapat dikatakan sebagai mesin pengatur suhu
(thermostat tubuh) karena terdapat reseptor yang sangat peka terhadap suhu yang lebih
dikenal dengan nama termoreseptor. Dengan adanya termorespetor ini, suhu tubuh dapat
senantiasa berada dalam batas normal yakni sesuai dengan suhu inti tubuh. Suhu inti tubuh
merupakan pencerminandari kandungan panas yang ada di dalam tubuh. Kandungan panas
didapatkan dari pemasukan panas yang berasal dari proses metabolisme makanan yang
masuk ke dalam tubuh.3
Pada umumnya suhu inti berada dalam batas 36,5-37,5°C. Bila pemasukan panas lebih
besar dari pengeluarannya, maka termostatini akanmemerintahkan tubuh untuk melepaskan
panas tubuh yang berlebih ke lingkunganluar tubuh salah satunya dengan mekanisme
berkeringat. Bila pengeluaran panas melebihi pemasukan panas, maka termostat ini akan
berusaha menyeimbangkan suhu tersebut dengan cara memerintahkan otot-otot rangka kita
untuk berkontraksi (bergerak) guna menghasilkan panas tubuh.3
Kontraksi otot-otok rangka ini merupakan mekanisme dari menggigil. Contohnya, saat
kita berada di lingkungan pegunungan yang hawanya dingin, tanpa kita sadari tangan dan
kaki kita bergemetar (menggigil). Hal ini dimaksudkan agar tubuh kita tetap hangat. Karena
dengan menggigil itulah, tubuh kita akan memproduksi panas.3
Hal diatas tersebut merupakan proses fisiologis (keadaan normal) yang terjadi dalam
tubuh kita manakala tubuh kita mengalami perubahan suhu. Lain halnya bila tubuh
mengalami proses patologis (sakit). Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam
keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin (racun) yang masuk ke dalam tubuh.
Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam
tubuh.3
Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh
terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan
diawali dengan masuknya toksin ke dalam tubuh. Contoh toksin yang paling mudah adalah
mikroorganisme penyebab sakit.Mikroorganisme (MO) yang masuk ke dalam tubuh
umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Pirogen
eksogen ini juga didapat dari obat-obatan dan hormonal, misalnya progesterone. Dengan
masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya yakni dengan
memerintahkan “tentara pertahanan tubuh” antara lain berupa leukosit, makrofag, limfosit,
dan sel Kupffer untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini,
sistem imun tubuh akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen
(khususnya interleukin 1/ IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi.3
Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus
(sel penyusun hipotalamus) untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat.
Asam arakhidonat bisa keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Proses
selanjutnya adalah, asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu
pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandinpun berkat bantuan dan
campur tangan dari enzim siklooksigenase(COX). Pengeluaran prostaglandin mengakibatkan
peningkatan set point (suhutermostat) di termoregulator hipotalamus. Adanya peningkatan set
point inidikarenakan mesin tersebut merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas
normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan
utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Adanya perubahan suhu tubuh di atas
normal karena memang “setting” hipotalamus yangmengalami gangguan oleh mekanisme di
atas inilah yang disebut dengan demam atau febris. Demam yang tinggi pada nantinya akan
menimbulkan manifestasi klinik (akibat) berupa kejang (umumnya dialami oleh bayi atau
anak-anak yang disebut dengan kejang demam). Hal ini dikarenakan mekanisme
pengontrolan suhu pada anak-anak belum stabil.3
4. Patomekanisme mual muntah, selera makan berkurang, dan sakit kepala
serta hubungan riwayat makan bakso dengan keluhan yang dialami pasien
Mual dan muntah pada penderita disebabkan oleh kuman yang masuk di dalam
tubuh dinetralisir sebagian oleh asam lambung dan terjadi peningkatan produksi asam
lambung. Lalu tubuh melakukan mual adalah sebagai suatu hal tersebut terjadi.
Muntah di akibatkan tubuh harus mengeluarkan sejumlah makanan yang ada di dalam
lambung untuk mengurangi produksi asam lambung tersebut.1
Nyeri kepala Disebabkan oleh tubuh kekurangan asupan nutrisi karena gejala
mual dan muntah di atas.Akibatnya terjadi hipoksia jaringan dan tubuh melakukan
fungsi homestasis dengan cara melebarkan pembuluh darah (vasodilatasi).
Vasodilatasi tersebut, lalu menekan struktur bangunan peka nyeri di otak dan
membuat nyeri kepala.1
Sedangkan hubungan riwayat makan bakso dengan keluhan yang dialami pasien
dikarenakan ketika makanan yang terinfeksi bakteri, makrofag akan teraktivasi
membentuk IL-1 dan IL-2. IL-1 kemudian akan menyintesis asam arakhidonat yang
akan memicu keluarnya PGE2 yang mampu mempengaruhi kerja thermostat di
hipotalamus yang akan meningkatkan suhu tubuh (DEMAM).1
Sementara IL-2 akan mengaktivasi sel T yang akan memicu pengeluaran IL-3
yang akan mengaktivasi sel mast yang dapat meningkatkan asam lambung untuk
meneteralisir bakteri yang masuk ke dalam tubuh (MUAL/MUNTAH). Selain
meningkatan asam lambung, sel mast juga mengaktifkan faktor pembekuan yang
merangsang serabut saraf otak, timbullah nyeri kepala.1
5. Kenapa demam yang dirasakan penderita berkurang pada pagi hari
Sifat demam pada penderita demam tifoid adalah meningkat perlahan-lahan dan
terutama pada sore hingga malam hari ini diduga dikarenakan Salmonella thypii aktif
mengeluarkan zat toksinnya pada sore dan malam hari.1
Selain itu suhu badan dapat bertambah tinggi lagi karena meningkatnya aktifitas
metabolisme yang juga mengakibatkan penambahan produksi panas dan karena
kurang adekuat penyalurannya ke permukaan maka rasa demam bertambah pada
seorang pasien.1
6. Mengapa BAK agak kekuningan dan tidak BAB 2 hari terakhir
Masuknya makanan yang telah terkontaminasi oleh mikroorganisme ke dalam
tubuh menyebabkan perlawanan dari tubuh yang kemudian mengeluarkan mediator-
mediator inflamasi sehingga terjadilah demam. Demam yang diderita oleh pasien
menyebabkan nafsu makan berkurang sehingga mempengaruhi proses-proses dalam
tubuh, antara lain menyebabkan peristaltik usus menurun sehingga sisa-sisa makanan
terlalu lama berada di rektum. Defekasi yang tertunda terlalu lama akan
menyebabkan konstipasi. Jika isi kolon tertahan dalam waktu yang lebih lama dari
normal, jumlah H2O yang diserap akan melebihi normal. Sehingga feses akan
menjadi lebih keras dan kering. Penyebab-penyebab tertundanya defekasi yang dapat
menimbulkan konstipasi: mengabaikan keinginan buang besar, penurunan motilitas
kolon yang terjadi pada usia lanjut, gangguan emosi atau diet rendah serat, obstruksi
gerakan feses di usus besar akibat tumor local atau spasme kolon, gangguan reflex
defekasi.4
Adapun hal-hal yang bisa menyebabkan urine bisa menjadi gelap atau kuning
sekali bukan hanya dehidrasi saja tetapi bisa karena ada gangguan pada organ ginjal
atau hati dan empedu, yang memproduksi bilirubin konjugasi dimana bilirubin ini
akan berubah menjadi urobilinogen untuk mewarnai feses yang juga akan diserap
oleh ginjal untuk mewarnai urin. selain itu bila urin agak berwarna hitam artinya ada
hemoglobin di dalam urin yang tak terfilter oleh ginjal. Jika dihubungkan dengan
gejala pasien berdasarkan skenario dimana warna urine nya berwarna agak
kekuningan masih dikategorikan urine normal atau dehidrasi yang masih kategori
ringan saja.5
Konstipasi berarti terdapat gangguan pada pergerakan saluran cerna bawah
sehingga menimbulkan kesulitan dalam buang air besar . normalnya frekuensi buang
air besar 1-2 kali sehari atau bervariasi tiap individu. Konstipasi pada penderita
diatas karena intake makanan yang kurang dikonsumsi (pasien anoreksia) seperti
kurangnya konsumsi makanan berserat.5
7. Langkah-langkah diagnosis
A. Anamnesis:6
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama
c. Onset, durasi
d. Sifat demam
e. Keluhan lain (mual muntah, sakit kepala, nafsu makan, bab, bak, mimisan)
f. Riwayat keluarga
g. Riwayat kontak dengan unggas
h. Keadaan lingkungan dan tempat tinggal
i. Riwayat makanan dan atau minuman
j. Riwayat penyakit sebelumnya
k. Riwayat pengobatan
B. Pemeriksaan Fisis7
a. Rambut: periksa rambut keriting, mudah dicabut
b. Ekspresi: malaise, tampak gelisah
c. Mata: anemia, ikterus, edema
d. Hidung: rinore, epistaksis
e. Mulut: lidah kotor, pucat, bibir kering, perdarahan gusi, kemerahan pada faring,
atau laring
f. Kulit: bintik kemerahan, ikterus, effloresensi kulit
g. Pemeriksaan fisis thoraks
h. Pemeriksaan fisis abdomen
C. Pemeriksaan Penunjang7
a. Laboratorium: darah rutin, mikrobiologi, parasitologi, dan serologi.
b. Radiologi: X-Ray, USG, CT-SCAN, dan MRI.
8. Diferensial diagnosis dari skenario
A. Demam Tifoid
a) Pendahuluan
Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini
mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan
wabah.1
b) Epidemiologi
Di Indonesia abad ke-20. Insiden demam tifoid banyak dijumpai pada populasi
yang berusia 3-19 tahun. Kejadian demam tifoid di Indonesia juga berkaitan dengan
rumah tangga, yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid,
tidak adanya sabun untuk mencuci tangan, menggunakan piring yang sama untuk
makan, dan tidak tersedianya tempat buang air besar dalam rumah.1
c) Patogenesis
Masuknya kuman salmonella typhi (s. typhi) dan Salmonella parathyphi (S.
paratyphi) kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi.
Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk kedalam usus
dan selanjutnya berkembang biak, bila respon imunitas humoral (IgA) mukosa usus
kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan
selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan
difagositosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan
berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak penyeri ileum
distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui
duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi
darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar
keseluruh organ retikulo endothelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ
ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel
atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bacteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala
penyakit infeksi sistemik.1
d) Gambaran Klinis
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis
yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik
hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.1
e) Langkah-langkah Diagnosis
1) PemeriksaanRutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan
leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis.
Leukosistosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada
pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun
limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.
SGOT dan SGPT sering kali meningkat, tetapi akan kembali menjadi
normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan
penangan khusus.1
2) Uji widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman s.thypi.
pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuma s.thypi
dengan antibodi yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada
uji widal adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya
agglutinin dalam serum penderita tersangka demamtifoid, yaitu : a).
Aglutinin O (dari tubuh kuman), b). Aglutinin H (flagella kuman) dan c).
aglutinin Vi(simpai kuman).1
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya
semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.1
3) Uji Typhidot
Uji Typhidot dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada
protein membrane luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji Typhidot
didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara
spesifik antibody IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi seberat 50 kD,
yang terdapat pada strip nitroselulosa.1
4) Uji IgM Dipstick
Uji ini secara khusus menderita antibody IgM spesifik terhadap S. typhi
pada specimen serum atauwhole blood.Ujiinimenggunakan strip yang
mengandung antigen lipopolisakarida (LPS) S. typhoiddan anti IgM
(sebagai control), reagen deteksi yang mengandung antibody anti IgM
yang dilekati dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum di
inkubasi dengan reagen dan serum pasien, tabung uji. Komponen
perlengkapan ini stabil untuk disimpan selama 2 tahun pada suhu 4-25o C
di tempat kering tanpa paparan sinar matahari.1
5) Kultur Darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi
hasil negative tidak menyingkirkan demam tifoid, Karena mungkin
disebabkan beberapa hal sebagai berikut : Telah mendapat terapi
antibiotik, volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 CC
darah ), riwayat vaksinasi, dan waktu pengambilan darah setelah minggu
pertama pada saat agglutinin meningkat.1
f) Penatalaksanaan
Sampai saat ini trilogy penatalaksanaan demam tifoid adalah:1
1. Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan
2. Diet dan terapi penunjang (sistematik dan suportif), dengan tujuan
mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.
3. Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah
pertumbuhan kuman

Pemberian antimikroba. Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk


mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut:1

1. Kloramfenikol, dosis yang diberikan adalah 4x500 mg perhari dapat diberikan


secara oral atau IV
2. Tiamfenikol, dosis tiamfenikol adalah 4x500 mg, demam rata-rata menurun
pada hari ke 5 sampai ke 6
3. Kotrimoksazol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2x2 tablet ( 1 tablet
mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimethoprim)
4. Ampisillin dan amoksisiliin. Dosis yang di anjurkan berkisar antara 50-150
mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.
5. Sefalosporin generasi ketiga. Dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram
dalam dekstrosa 100cc diberikan selama ½ jam perinfus sekalisehari,
diberikan selama 3 hingga 5 hari
6. Fluorokuinolon
Golongan Fluorokuinolon ini beberapa jenis bahan sediaan dan aturan
pemberiaannya:1
- Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
- Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
- Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
- Pefloksasin dosis 400 mg / hari selama 7 hari
- Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
- Levofloksasin dosis 1 x 500 mg/hari selama 5 hari
7. Azitromisin. Azitromisin 2 x 500 mg menunjukkan bahwa penggunaan obat
ini jika dibandingkan dengan fluorokuinolon, azitromisin secara signifikan
mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap.1
B. Malaria
a) Definisi
Adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam
darah.infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun dengan komplikasi
sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.1
b) Etiologi
Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium yang selain menginfeksi manusia
juga menginfeksi binatang. Plasmodium dari famili plasmodidae pada manusia
menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan
eritrosit. Dalam bentuk trofozoid malaria dapat ditularkan melalui jarum suntik,
transfusi darah, atau menular dari ibu ke bayi yang dikandungnya melalui plasenta.
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria
tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P.
ovale merupakan penyebab malria ovale,sedangkan P. falciparum menyebabkan
malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena
malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat
menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi
di dalam organ-organ tubuh.1
c) Epidemiologi
Malaria tersebar di seluruh dunia, terutama di daerah tropis. Di Indonesia
tersebar baik di Jawa-Bali maupun luar pulau lainnya. Penularan malaria terjadi
melalui gigitan nyamuk Anopheles yang berbeda spesiesnya sesuai dengan
daerahnya.1
d) Patomekanisme1
1. Siklus hidup plasmodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia
dan nyamuk Anopheles betina.
2. Siklus pada manusia
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang
berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama
kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan
menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari
10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang
berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian
tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi
bentuk dorman yang disebut hipnozoit.1
Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan
sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi
aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).1
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit
tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses
perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi
skizon pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya.
Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni
darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium
seksual yaitu gametosit jantan dan betina.1
3. Siklus pada nyamuk Anopheles betina
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Di luas dinding lambung nyamuk ookinet akan
menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat
infektif dan siap ditularkan ke manusia.1
Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit masuk
ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam
bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten atau
rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah
dengan pemeriksaan mikroskopik.1
e) Gejala Umum
Manifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya
transmissi infeksi. Berat ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium (p.
Falciparum sering memberikan komplikasi), daerah asal infeksi (pola resistensi
terhadap pengobatan), umur (usia lanjut dan bayi lebih berat), ada dugaan konstitusi
genetik, keadaan kesehatan dan nutrisi, komoprofilaktis, dan pengobatan
sebelumnya.1
Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadi demam berupa kelesuan,
malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan
tulang, demam ringan, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang dingin.
Keluhan prodromal sering terjadi pada p.vivax dan p.ovale, sedangkan pada
p.falciparum dan malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat
mendadak.1
Gejala yang klasik yaitu terjadinya “trias malariae” secara berurutan:
a. Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering
membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering
seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan.
Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperature.1
b. Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas
tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40 derajat celcius atau lebih,
penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri
retroorbital, muntah- muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung
lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan
keadaan berkeringat.1
c. Periode berkeringat
Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita
merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa
sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.1
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih
sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3
hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis.1
f) Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi
malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes
diagnostic cepat (Rapid Diagnotic Test).1
g) Penatalaksanaan
Pengobatan simptomatik: Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia:
parasetamol 15 mg/KgBB/x, beri setiap 4 jam dan lakukan juga kompres hangat.
Bila kejang, beri antikonvulsan : Dewasa : Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan
jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15 menit kemudian bila masih kejang. Jangan
diberikan lebih dari 100 mg/24 jam. Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternative
dapat dipakai Phenobarbital 100 mg IM/x (dewasa) diberikan 2 x sehari.1
Pemberian obat anti malaria spesifik, berdasarkan WHO, menggunakan golongan
artemisin (kombinasi dng anti malaria lain), contoh: Artesunate + amodiakuin
Artesunate 50 mg (4 x sehari) selama 3 hari dan amodiakuin 200 mg (3 x sehari) pada
hari 1&2, dan ½ tablet pada hari 3. Kina intra vena (injeksi) masih merupakan obat
pilihan (drug of choice) untuk malaria berat. Kemasan garam Kina HCL 25 % injeksi,
1 ampul berisi 500 mg / 2 ml.Pemberian anti malaria pra rujukan (di puskesmas) :
apabila tidak memungkinkan pemberian kina perdrip maka dapat diberikan dosis I
Kinin antipirin 10 mg/KgBB IM (dosis tunggal). Cara pemberian: kina HCL 25 %
(perdrip), dosis 10mg/Kg BB atau 1 ampul (isi 2 ml = 500 mg) dilarutkan dalam 500
ml dextrose 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8 jam dengan kecepatan
konstan 2 ml/menit, diulang dengan cairan yang sama setiap 8 jam sampai penderita
dapat minum obat. Bila penderita sudah dapat minum, Kina IV diganti dengan Kina
tablet / per oral dengan dosis 10 mg/Kg BB/ x dosis, pemberian 3 x sehari (dengan
total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian infus perdrip yang pertama).1
h) Prognosis
Tergantung pada:1
1. Kecepatan atau ketepatan mendiagnosis dan pengobatan
2. Banyaknya kegagalan fungsi organ
3. Kepadatan dari parasit penyebab
C. Demam Berdarah Dengue (DBD)
a. Pendahuluan
Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) dengue haemorrhagic
fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot/atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock
syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1
b. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4x106.1
Terdapat 4 serotipne virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan diindonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan flavivirus lain
seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus.1
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti
tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primata. Survei epidemilogi pada hewan ternak
didapatkan antibody terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi.
Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk
genus aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites.1
c. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar diwilayah asia tenggara, pasifik barat dan
karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh wilayah
tanah air. Insiden DBD di Indonesia 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga
1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000
penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga
mencapai 2% pada tahun 1999.1
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus aedes
(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk
betina yaitu bejana berisi air jernh (baik mandi, kaleng bekas, dan tempat
penampungan air lainnya).1
Beberapa factor diketahui berkaitan dengan tranmisi biakan virus dengue yaitu :
1). Vector : perkembangan vector, kebiasaan menggigit, kepadatan vector di
lingkungan, transportasi vector dari tempat satu ke tempat lain; 2). Pejamu :
terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasidan paparan terhadap
nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3). Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan
kepadatan penduduk.1
d. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan.1
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.1
Respons imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah : a).
respons humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis
ini disebut antibody dependent enhancement (ADE) ; b). limfosit T baik T-helper
(CD4) dan T- sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun selular terhadap virus
dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-5,
IL-6, dan IL-10; c). monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus ini
menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d).
selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a.1
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus
dengue dengan tipe yang berbeda.Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibody
sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.1
Kurane dan ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat halsted dan peneliti
lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang
memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di
makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-
helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma.
Interferon gamma akan mengaktifasi monosit sehingga disekresi sebagai mediator
inflamasi seperti TNF-a, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamine
yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus antibody yang
juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.1
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1). Supresi
sumsum tulang, 2).destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran
sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari ) menunjukkan keadaan hiposelular
dan supresi mengakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan
proses hematopoiesis termasuk mengakarioiesis kadar trombopoietin dalam darah
pada saat terjadi trombositopenia justru akan menunjukkan kenaikan, hal ini
menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi
terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan
fragmen C3g, terdapatnya antibody virus dengue, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan seku estrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui
mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4
yang merupakan pertanda degranulasi trombosit.1
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan edotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penilitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktifasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik
(tissue factor pathway). Jalur intrinsic juga ber peran melalui aktivasi factor Xia
namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein CI- inhibitor complex).1
e. Gambaran Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau
sindrom syok dengue (SSD).1
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh
fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi
mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang
adekuat.1
f. Diagnosis
Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin ,hemtokrit, jumlah trombosit
dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfosit relative disertai gambaran
limfosit plasma biru.1
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengandengan tekhnik RT PCR (reverse
transcriptase polymerase chan reaction), namun karena tekhnik yang lebih rumit, saat
ini tes serologi yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa
antibody total, Ig M maupn Ig G lebih banyak.1
Parameter yang diperiksa adalah:1
a) Leukosit dapat normal atau menurun
b) Trombositopenia pada hari ke 3-8
c) Hematokrit > 20%
d) Hemostatis
e) Hipoproteinemia akibat kebocoran p;asma
f) SGOT/SGPT dapat meningkat
g) Adanya ureum atau kreatinin
h) Elektrolit
i) Golongan darah dan cross match
j) Pemeiksaan imunoserologi
k) Uji HI
l) NS I
g. Pemeriksaan Radiologi
Dapat ditemukan efusi pleura. Pemerksaan dada yang dilakukan sebaiknya lateral
decubitus kanan . asites dan efusi pleura dapat pula terdeteksi dengan pemeriksaan
USG.1
h. Penatalaksanaan
Pencegahan
Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk flavivirus demam
berdarah. Pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau
mengurangi vektor nyamuk demam berdarah.1
1. Bersihakan tempat penyimpanan air ( bak mandi, WC ).
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air.
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas (kaleng bekas,
botol bekas ).
4. Tutuplah lubang-lubang, pagar pada pagar bambu dengan tanah.
5. Lipatlah pakaian atau kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk
tidak hinggap di situ.
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin untuk membunuh jintik-jintik
nyamuk ( ulangi hal ini setiap 2 sampai 3 bulan sekali.
Pengobatan Pengobatan penderita demam berdarah adalah dengan cara:1
1. Pengantian cairan tubuh
2. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter sampai 2 liter dalam 24 jam.
3. Gastroenteritis oral solution atau kristal diare yaitu garam elektrolid ( oralit
kalau perlu 1 sendok makan setiap 3 sampai 5 menit )
4. Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit diperlukan untuk mencegah
terjadinya syok yang dapat terjadi secara tepat.
5. Pemasangan infus NaCl atau Ringer melihat keperluanya dapat ditambahkan,
Plasma atau Plasma expander atau preparat hemasel.
6. Antibiotik diberikan bila ada dugaan infeksi sekunder.
i. Prognosis
Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, DF dan DHF
tidak ada yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat,
shock yang tidak teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang. Kematian
dapat juga disebabkan oleh sepsis karena tindakan dan lingkungan bangsal rumah
sakit yang kurang bersih. Kematian terjadi padakasus berat yaitu pada waktu muncul
komplikasi pada sistem syaraf, kardiovaskuler, pernapasan, darah, dan organ lain.1

Kematian disebabkan oleh banyak faktor, antara lain:1


1. Keterlambatan diagnosis
2. Keterlambatan diagnosis shock
3. Keterlambatan penanganan shock
4. Shock yang tidak teratasi
5. Kelebihan cairan
6. Kebocoran yang hebat

D. Difteri
a) Etiologi
Difteri adalah infeksi akut yang terjadi secara lokal pada membrana mukosa atau
kulit yang disebabkan oleh bakteri dari genus Corynebacterium yang terdiri dari
spesies Corynebacterium diphtheriae dan Corynecbacterium non difteri.
Corynecbacterium berasal dari bahasa yunani yaitu koryne yang berarti gada dan
bacterion, yang berarti batang kecil. Corynecbacterium adalah bakteri garam positif ,
aerobik atau anaerob fakultatif dan pada umumnya bersifat non motil.1
b) Patogenesis
Bakteri biasanya memasuki tubuh melalui saluran pernapasan bagian atas , tapi
dapat juga masuk melalui kulit saluran genital, atau mata. Permukaan sel C difteri
memiliki 3 struktur pilus yang berbeda: poros pilus utama (SpaA) dan 2 pil kecil
(SpaB, SpaC). Kepekaan terhadap sel epitel pernapasan dapat sangat berkurang
dengan menghalangi produksi dari dua pili kecil atau dengan menggunakan antibodi
yang diarahkan terhadap mereka.1
Difteri dalam hidung atau mulut, berkembang pada sel epitel mukosa saluran
napas atas terutama pada tonsil, kadang-kadang ditemukan dikulit dan konjungtiva
atau genitel. Basil ini kemudian menghasilkan eksotoksin, yang dilepaskan oleh
endosom, sehingga menyebabkan reaksi inflamasi lokal, selanjutnya terjadi
kerusakan jaringan dan nekrosis. Toksin terdiri dari dua fragmen protein pembentuk.
Fragmen B brerikatan dengan reseptor pada permukaan sel pejamu yang rentan, dan
sifat proteolitiknya memotong lapisan membran lipid, sehingga membantu fragmen A
masuk kedalam sel pejamu. Selanjutnya akna terjadi peradagan dan destruksi sel
epitel yang akan diikuti nekrosis. Pada daerah nekrosis ini terbentuk fibirin, yang
kemudian diinfiltrasi oleh sel darah putih, akibatnya terbentuk patchy exudat pada
awalnya dapat terkelupas.1
Pada keadaan ini lebih lanjut toksin yang diperoduksi lebih banyak, sehingga
daerah nekrosis makin luas dan dalam sehingga terbentuk eksudat fibrosa (membran
palsu) yang terdiri atas jaringan nekrotik, fibrin sel epitel, sel lekosit, sel eritrosit
yang berwarna abu-abu sampai hitam. Membran ini sulit terkelupas, kalu dipaksa
akan menimbulkan perdarahan.1
c) Gejala dan Tanda
Pasien dengan difteri pada umumnya datang dengan keluhan-keluhan berikut:1
1. Demam (jarang > 103o F) (50-85%) dan kadang-kadang menggiggil
2. Malaise
3. Sakit Tenggorokan (85-90%)
4. Sakit Kepala
5. Limfadenopati saluran pernapasan dan pembentukan pseudomembran
(sekitar 50%)
6. Suara serak, disfagia (26-40%)
7. Dispnea, stridor pernapasan, mengi, batuk.
d) Diagnosa
Untuk menegakan diagnosis infeksi C. Diphtheriae adalah dengan mengisolasi
baik dalam media kultur atau mengidentifikasi toksinnya.1
1. Diagnosa awal cepat (Presumatife diagnosis) dapat dilakukan dengan
pewarnaan Gram
2. Kultur melalui Media Tellurite atau Loeffler dengan Sampel dari
Pseudomembran
3. Pemeriksaan Toksin
4. Pemeriksaan lain seperti PCR untuk deteksi urutan DNA
e) Diagnosis Banding
Difteri nasal anterior:1
1. Korpus alaenium pada hidung
2. Common cold
3. Sinusitis

Difteri Fausial1

a. Tonsilofaringitis
1. Nyeri menelan lebih hebat
2. Pembesaran tonsil
3. Membran mudah lepas dan tidak menimbulkan perdarahan
b. Mononukleosis infeksiosa
1. Limfodenopati generalist
2. Splenomegali
3. Adanya sel mononuklear yang abnormal pada darah tepi
c. Kandidiasi mulut
d. Herpes zoster pada palatum

Difteri Laring1

a. Laringotrakeobronkitis
b. Croup spasmodik/nonspasmodik
c. Aspirasi benda asing
d. Abses retrofaringeal
e. Papiloma laring
f) Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul adalah sebagai berikut:1
1. Karena peseudomembran atau aspirasi menimbulkan kegagalan
pernpasan, edema jaringan, dan nekrosis
2. Jantung dan miokarditis, dilatasi jantung dan kegagalan pompa, aneurisma
mikotik, endokarditis.
3. Gangguan irama, blok jantung dan termasuk disosisasi atrioventikuler dan
disrimia
4. Pneumonia bacterial sekunder
5. Disfungsi saraf kranial dan neuropati perifer, kelumpuhan total
6. Neuritis optik
7. Septikemia/syok (jarang)
8. Artritis septik, osteomielitis (jarang)
9. Metastasi infeksi ketempat yang jauh seperti limpa, miokardium, atau SSP
(jarang)
10. Kematian
g) Pencegahan
Pencegahan yang paling baik adalah dengan vaksinasi sesuai dengan anjuran
Inisiatif global pertusis (dibentuk pada 2001) yaitu kelompok kerja yang mempunyai
tugas menjalankan imunisai global dan pencegahan penyakit pada bayi, remaja dan
dewasa.1
Pada orang yang kontak erat dengan penderita difteri terutama tidak pernah/
todak sempurna mendapat imunisasi aktif, dianjurkan pemberian booster dan
melengkapi pemberian vaksin.1
h) Penatalaksanaan
Secara umum:1
1. Isolasi penderita
2. Istirahat 2-3 minggu
3. Kebersihan saluran napas dan isap lendir

Terapi:1

1. Menetralisir toksin yang dihasilkan basil difteri


2. Membunuh basil difteri yang memproduksi toksin
Anti-toksin diberikan sedini mungkin begitu diagnosis ditegakkan, tidak
perlu menuggu hasil pemeriksaan bakteriologis. Dosis tergantung pada
jenis difterinya, tidak dipengaruhi oleh umur pasien yaitu:
a. Difteri nasal/fausial yang ringan: 20.000 - 40.000 U, secara iv dalam
waktu 60 menit
b. Difteri fausial sedang diberikan: 40.000 – 60.000 U, secara iv
c. Difteri berat (bullneck dyyephtheria): 80.000 – 120.000 secara iv

Pemberian anti-toksin harus didahului dengan uji sensitivitas, karena anti-


toksin dibuat dari serum kuda.1

Pemberian Antibiotik:1

a. Penisilin procain 1.200.000 unit/hari secara intramuskular, 2 kali sehari


selama 14 hari.
b. Eritomisin 2 gram/hari secara peroral dengan dosis terbagi 4 kali sehari
c. Preparat lain yang bisa diberikan adalah amoksilin, rifampisin dan
klindamisin
Antibiotik diberikan bersamaan dengan Antitoksin1

i) Prognosis
Prognosis tergantung pada: Virulensi basil difteri, Lokasi dan luas membran yang
terbentuk, status kekebalan penderita, cepat lambatnya pengobatan pengobatan yang
diberkan. Secara umum tingkat kematian penderita difteri 5-10%, dimana kematian
tertinggi pada pendeerita yang tidak mendapat imunisasi lengkap dan pasien yang
mempunyai kelainan sistemik.1
9. Pencegahan demam sesuai dengan etiologinya
Penyebab demam terbagi atas dua jenis: eksogen dan endogen.2
a. Eksogen: Virus, jamur, bakteri, parasit, racun.
b. Endogen: IL-, TNF-, INF-.
Demam merupakan suatu respon tubuh yang menandakan bahwa tubuh dalam
keadaan tidak stabil. Pencegahan demam sendiri harus berdasarkan etiologi nya.
Hindari faktor eksogen penyebab demam merupakan tindakan pencegahan demam.
Kebersihan makanan dan minuman sangat penting untuk mencegah demam tifoid
yang penyebarannya melalui salmonella typhi. Merebus air minum sampai mendidih
dan memasak makan sampai matang juga sangat membantu. Selain itu juga perlu
dilakukan sanitasi lingkungan termasuk membuang sampah pada tempatnya dengan
baik dan pelaksanaan program imunisasi. Pencegahan utama demam berdarah terletak
pada menghapuskan atau mengurangi vektor nyamuk demam berdarah.2
a. Cara pencegahan typhoid:
Cara pencegahan typhoid pada intinya adalah memutuskan rute penularan dan
meningkatkan imunitas terhadap penyakit ini.
Cara-cara yang dapat ditempuh adalah :
1. Memperhatikan sanitasi, suplai air, kesehatan masyarakat. Ada orang yang
membawa kuman dalam tubuhnya, tetapi tidak menimbulkan gejala (disebut
karier). Mereka pun harus diobati, untuk mencegah penularan.
2. Memperhatikan kualitas makanan dan air yang mereka makan, dengan cara
minum air yang sudah dididihkan, hindari memakan makanan yang tidak
dimasak atau buah yang tidak dikupas.
3. Melakukan vaksin terhadap kuman typhoid, yakni Ty21a. Perlu diketahui,
efek samping vaksin ini ialah demam, nyeri kepala, reaksi nyeri pada tempat
suntikan dan bengkak.8
b. Cara pencegahan malaria:
Upaya pencegahan malaria dilakuakan dengan cara pencegahan dari dalam yaitu
dengan obat-obatan maupun pencegahan dari luar yaitu dengan menggunakan
kelambu dan sebagainya. Upaya pencegahan malaria dengan menggunakan obat-
obatan umumnya dengan menggunakan jenis obat yang sama dengan jenis obat
yang digunakan untuk mengobati malaria, bahkan obat-obatan ini bekerja dengan
lebih baik sebagai pencegah karena akan langsung dapat membunuh parasit yang
masih sensitif pada saat baru memasuki sistem tubuh manusia. Berikut adalah
daftar obat yang dapat digunakan untuk mencegah penyakit malaria:
1. Atovaquone/Proguanil (Malarone) dapat digunakan 1-2 hari sebelum
melakukan perjalanan ke daerah epidemi malaria (dibanding dengan obat lain
yang harus digunakan dalam jangka waktu yang lebih panjang)
2. Klorokuin merupakan Pilihan yang baik untuk perjalanan yang panjang ke
daerah epidemi malaria karena obat ini digunakan mingguan (satu minggu
sekali), dapat digunakan oleh wanita hamil.
3. Doxycycline dapat diambil 1-2 hari sebelum tiba di tempat epidemi malaria.
Obat ini juga melindungi dari beberapa infeksi lain seperti Rickettsiae and
leptospirosis.
4. Mefloquine sangat cocok untuk perjalanan panjang dan lama ke tempat
epidemi malaria karena obat ini hanya digunakan seminggu sekali.
5. Primakuin. Obat ini sangat efektif menangkal plasmodium vivax sehingga
sangat cocok digunakan di daerah epidemi malaria vivax.9
c. Cara pencegahanDBD :
1. Bersihakantempatpenyimpanan air (bakmandi, WC).
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air.
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas (kaleng bekas,
botol bekas).
Untuk daerah-daerah endemik terhadap suatu penyakit dengan gejala demam bisa
dilakukan vaksinasi sebagai bentuk proteksi diri terhadap faktor eksogen penyebab
demam.2

Anda mungkin juga menyukai