Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alam memberikan keanekaragaman tumbuhan dan hewan untuk dimanfaatkan sebaik-


baiknya oleh manusia. Bisa digunakan untuk makanan, pakaian hingga membuat rumah
semua sudah disediakan oleh alam. Hanya tinggal kita melihat manusia mampu untuk
memanfaatkan tumbuhan dan hewan sebaik mungkin atau mungkin saja
menyalahgunakannya untuk keperluan pribadi.

Dari zaman dahulu hingga sekarang banyak orang yang pengobatannya tergantung pada
tumbuhan dikarenakan tumbuhan lebih dirasa aman daripada obat kimia atau sintesis. Obat
kimia atau sintesis dirasa lebih banyak menimbulkan efek samping jangka pendek maupun
jangka panjang lain halnya dengan obat herbal. Obat herbal dapat memberikan efek yang
diinginkan lebih cepat karena zat kandungannya yang masih murni belum tercampur oleh
zat tambahan yang mengakibatkan berkurangnya efektivitasnya tumbuhan tersebut.

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) telah banyak digunakan dalam masyarakat
sebagai obat tradisional terutama pada daunnya. Secara tradisional, tanaman ini banyak
digunakan sebagai obat demam, obat kulit, obat sakit gigi, obat sariawan, obat luka, obat
rematik, obat batuk, perut kembung dan banyak khasiat lainnya.

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) juga 2 memiliki potensi yang besar untuk
pengembangan produk di bidang obatobatan, pertanian maupun industri kimia. Jarak pagar
(Jatropha curcas) merupakan tumbuhan liar berbentuk perdu dengan tinggi 1-7 meter,
bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, silindris, dan bila terluka mengeluarkan getah.
Tanaman ini termasuk dalam family Euphorbiaceae. Pada penelitian terdahulu juga telah
melaporkan bahwa ekstrak tumbuhan ini juga menunjukkan aktivitas antimikroba,
antioksidan, efek sitotoksis dan biodiesel.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui determinasi, pembuatan simplisia
2. Untuk mengetahui cara ekstraksi dan maserasi daun jarak pagar
3. Untuk mengetahui cara standarisasi daun jarak pagar.

1.3 Manfaat
2. Mampu melakukan determinasi, pembuatan simplisia
3. Tenaga farmasi dapat melakukan cara ekstraksi dan maserasi membuat sediaan
4. Tenaga farmasi cara standarisasi ekstrak daun jarak pagar.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Uraian Tentang Tumbuhan


1. klasifikasi tumbuhan jarak pagar

KINGDOM : Plantae
SUB KINGDOM : Viridiplantae
INFRA KINGDOM : Streptophyta
DIVISI : Tracheophyta
SUB DIVISI : Spermatophytina
KELAS : Magnoliopsida
ORDO : Malpighiales
FAMILI : Euphorbiaceae
GENUS : Jatropha L
SPESIES : Jatropha curcas L

2. Nama Lain

Tumbuhan ini dikenal dengan berbagai nama di Indonesia: jarak kosta, jarak
budeg (Sunda); jarak gundul, jarak pager (Jawa); kalekhe paghar (Madura); jarak
pager (Bali); lulu mau, paku kase, jarak pageh (Nusa Tenggara); kuman nema (Alor);
jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene (Sulawesi); aihuwa
kamala, balacai, kadoto (Maluku).

3. Ekologi dan penyebaran

Berdasarkan pengamatan terhadap keragaman di alam, tumbuhan ini diyakini berasal


dari Amerika Tengah, tepatnya di bagian selatan Meksiko, meskipun ditemukan pula
keragaman yang cukup tinggi di daerah Amazon. Penyebaran ke Afrika dan Asia diduga
dilakukan oleh para penjelajah Portugis dan Spanyol berdasarkan bukti-bukti berupa
nama setempat.

Ke Indonesia, tumbuhan ini didatangkan oleh Jepang ketika menduduki Indonesia antara
tahun 1942 dan 1945. Tumbuhan ini direncanakan sebagai sumber bahan bakar alternatif
bagi tank dan pesawat perang sewaktu Perang Dunia II.

Kemampuan untuk diperbanyak secara klonal menyebabkan keanekaragaman tumbuhan


ini tidak terlalu besar. Walaupun demikian, karena ia termasuk tumbuhan
berpenyerbukan silang maka mudah terjadi rekombinasi sifat yang membawa pada
tingkat keragaman yang cukup tinggi. Biji (dengan cangkang) jarak pagar mengandung
20-40% minyak nabati, namun bagian inti biji (biji tanpa cangkang) dapat mengandung
45-60% minyak kasar.

Tanaman jarak mudah beradaptasi terhadap lingkungan tumbuhnya, dapat tumbuh baik
pada tanah yang kurang subur asalkan memiliki drainase baik (tidak tergenang)
dengan pH tanah optimal 5.0–6.5. Tanaman jarak pagar merupakan tanaman tahunan jika
dipelihara dengan baik dapat hidup lebih dari 20 tahun. Ia sanggup menghasilkan secara
ekonomis pada tempat dengan curah hujan hanya empat bulan, berbeda dari kelapa sawit
yang memerlukan curah hujan konstan untuk hasil terbaiknya.

Bahan tanaman dapat berasal dari stek cabang atau batang, maupun benih. Jika
menggunakan stek dipilih cabang atau batang yang telah cukup berkayu. Untuk benih
dipilih dari biji yang telah cukup tua yaitu diambil dari buah yang telah masak biasanya
berwarna hitam.

Pembibitan dapat dilakukan di polibag atau di bedengan yang diberi naungan. Setiap
polibag diisi media tanam berupa tanah lapisan atas (top soil) dan dapat dicampur pupuk
kandang. Setiap polibag ditanami satu bibit Lama pembibitan 2–3 bulan. Penanaman
dapat juga dilakukan secara langsung di lapangan (tanpa pembibitan) dengan
menggunakan stek cabang atau batang.
4. Morfologi tanaman

Tanaman jarak memiliki ketinggian 1-7 m, bercabang tidak beraturan. Umur tanaman
jarak mencapai 50 tahun dan pencabangan banyak mangandung getah (lateks). Pada
umumnya tanaman jarak disetiap bagian beracun sehingga tanaman ini hampir tidak
pernah terkena hama. Tanaman jarak ini juga dapat diperbanyak dengan dua cara yaitu
stek dan biji.

1. Daun

Daun jarak berbentuk tunggal, berlekuk, bersudut 3 atau 5, tulang daun menjari
dengan 5- 7 tulang utama, daun berwarna hijau dengan permukaan bawah hijau pucat
dibandingkan dengan permukaan atas yang cerah. Panjang dan lebar daun berkisar 6-
15 cm pada musim kemarau yang sangat panjang, tanaman ini akan mengugurkan
daunnya.

2. Batang

Batang jarak berkayu, berbentuk silindris, dan bila terluka akan mengeluarkan getah.
Fungsi utama batang adalah pada sistem percabangan yang akan mendukung
perluasan bidang fotosintesis serta merupakan sebuah transport utama air, udara,
unsure hara dan bahan organic sebagai fotosintesis.

3. Bunga

Bunga tanaman jarak tersusun dari dua bagian yaitu bunga berkelamin satu (
uniseksual ) dan berkelamin dua biseksual. Biasanya terdiri dari 100 bunga atau lebih,
dengan persentasi betina 5- 10 %. Bunga jantan mempunyai 10 tangkai sari yang
tersusun dari dua lingkaran, masing – masing berisi limia tangkai sari yang menyatu.
Penyerbukan bunga tanaman jarak dibantu dengan serangga, yang akan menghasilkan
nectar yang mudah terlihat dan memiliki bau yang harum.
4. Buah

Buah jarak berbentuk kendaga, oval, berupa buah kotak, berdiameter 2- 4 cm.
pembentukan buah ini membutuhkan waktu selama 90 hari dari pembungaan sampai
matang. Dalam satu tangkai akan terdapat bunga, buah muda serta buah yang sudah
kering, buah jarak terbagi menjadi tiga ruang yang masing- masing ruang berisi 3- 4
biji.

5. Biji

Biji tanaman jarak berbentuk oval lonjong, berwarna kecoklatan hitaman, dengan
ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm dan berat rata- rata 0,4 – 0,6 gram perbiji.

5. Kandungan kimia

Daun, ranting, batang, akar serta biji jarak mengandung berbagai macam senyawa kimia,
beberapa diantaranya merupakan senyawa-senyawa aktif. Senyawa kimia yang terisolasi dari
bagian daun dan ranting jarak pagar meliputi cyclic triterpene stigmasterol, stigmast-5-en-
3β,7β-diol, stigmast-5-en-3β,7α-diol, cholest-5-en-3β,7β-diol, cholest-5-en-3β,7α-diol,
campesterol, β-sitosterol, 7- keto- β-sitosterol. Selain itu, bagian daun dan ranting
mengandung senyawa flavanoid apigenin, vitexin dan isovitexin (Neuwinger 1994).

Senyawa kimia yang diisolasi dari bagian batang tanaman jarak pagar antara lain
friedelin, epi-friedelinol, tetracyclic triterpene ester jatrocurcin dan scopoletin methyl ester.
Senyawa β-amyrin, β-sitosterol dan juga taraxerol didapatkan terkandung pada bagian kulit
batang tanaman jarak, sedangkan bagian akar mengandung β-sitosterol, β-D-glucoside,
mermesin, propacin, curculathyranes A dan B dan juga curcusones A-D. Lebih lanjut,
diterpenoid jatrophol dan jatrpholone A dan B, coumarin tomentin, coumerin-lignan
jatrophin dan juga taraxerol juga ditemukan pada akar (Naengchomnong et al. 1994).

Bagian biji jarak merupakan bagian yang paling banyak dikaji mengandung senyawa
aktif. Biji jarak (physic nut, purging nut) memiliki bobot 0.75 g dan 8 daging buah
mengandung protein 27-32% dan minyak 58-60%. Makkar et al. (1998) melaporkan adanya
total fenol serta tannin pada kernel dan cangkang biji beberapa varietas jarak pagar (Cape
verde, Nicaragua, Ife-Nigeria). Pada bungkil jarak pagar (meal) ditemukan adanya aktivitas
tripsin inhibitor, lektin, saponin, juga phytat, sedangkan ester forbol ditemukan pada bagian
kernel jarak. Senyawa curcin dan ester forbol yang merupakan senyawa racun dan antinutrisi
paling banyak ditemukan pada bagian biji.

2.2. Kegunaan dan Khasiat Daun Jarak pagar

1. Mengobati Luka Sariawan


Getah jarak pagar dapat digunakan sebagai obat luka sariawan, caranya ambil getah
jarak dengan kapas, kemudian tempelkan ke bagian mulut yang terkena sariawan,
gunakan secara rutin sehingga sariawan akan segera sembuh.
2. Mengobati Sakit Gigi
Gigi yang berlubang akan mudah dimasuki oleh bakteri, yang menyebabkan rasa sakit,
untuk mengatasi rasa sakit pada gigi, dapat menggunakan getah jarak yang diteteskan
pada bagian gigi yang sakit, getah jarak dapat mengobati sakit gigi karena, getah jarak
mengandung antimikroba yang mampu membasmi bakteri Ecshereccia Coli,
Streptococcus, Staphylococcus.
3. Mengobati Sakit Luka
Getah jarak yang memiliki zat antimikroba dapat membuat luka cepat kering, dengan
meneteskan getahnya menggunakan kapas, dan diamkan beberapa saat maka, luka
tersebut akan cepat kering.
4. Mengobati Keputihan pada mulut bayi.
Keputihan yang dialami bayi biasanya diakibatkan karena bakteri candida yang
menempel di puting susu sang ibu, yang kemudian ketika menyusui bayinya akan
menempel dan berkembang biak, mengakibatkan mulut bayi mengalami keputihan.
5. Mengobati Radang Telinga
Untuk mengobati sakit pada telinga yang diakibatkan karena influensa, dapat
menggunakan getah jarak yang ada pada daun jarak.
6. Mengatasi Sembelit ( Susah Buang Air Besar )
Sembelit adalah penyakit yang bisa dialami oleh semua kalangan dari orang dewasa
hingga anak-anak, untuk mengatasi sembelit dapat menggunakan daun jarak pagar
caranya : Untuk Orang dewasa : tumbuk 8 – 10 biji jarak kemudian, beri sedikit air
panas dan peras, dan minum sekaligus air perasan tersebut.

7. Mengatasi Ketombe
Ketombe adalah pengelupasan kulit mati yang berlebihan pada kulit kepala, ketombe
biasanya tampak berwarna putih di rambut,
8. Menyuburkan rambut
9. Mengobati Rematik
Rematik biasanya adalah penyakit yang sering dialami oelh para lanjut usia .

2.3 simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunaakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan
(Depkes RI, 1995).

Menurut Material Medika Indonesia simplisia dibedakan menjadi tiga, yaitu simplisia
nabati, simplisia hewani, simplisia pelican (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang
berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi
sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya, atau senyawa nbati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan
dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes RI, 1995 dalam Saifudin,
Rrahayu, dan Tteruna, 2011).

2.4 Karakterisasi Simplisia

Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau pengumpulan dari tumbuhan liar (wild crop)
memiliki kandungan kimia yang tidak terjamin selalu konstan karena adanya variable bibit,
tempt tumbuh, iklim, kondisi ( umur dan cara) panen, serta proses pasca panen dan preparasi
akhir. Variasi kandungan senyawa dalam produk hasil panen tumbuhan obat disebabkan oleh
beberapa aspek sebagai berikut (Depkes RI, 2000) :

1) Genetik (bibit)
2) Lingkungan (tempat tumbuh, iklim)
3) Rekayasa agronom (fertilizer, perlakuan selama masa tumbuh)
4) Panen ( waktu dan pasca panen )

Besarnya variasi senyawa kandungan meliputi baik jenis ataupun kadarnya, sehingga
timbul jenis (species) lain yang disebut kultivar (Depkes RI, 2000). Proses pemanenan

2.5 Ekstraksi

1. Pengertian ekstraksi
Ekstraksi (penyarian) adalah suatu cara yang dilakukan untuk mnegeluarkan atau menarik
zat aktif yang terdapat di dalam sel bahan alam dengan menggunakan metode ekstraksi
dan pelarut pengekstraksi yang sesuai. Bahan alam berupa tumbuh-tumbuhan, hewan,
mineral dan biota laut adalah merupakan sumber bahan baku obat khususnya obat
tradisional. Faktor yang mempenaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat
yang terlarut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan yang
mengandung zat tersebut. Secara umum metode ekstraksi dapat dibagi menjadi infudasi,
maserasi, perkolasi, soxlethasi, refluks dan destilasi uap air. Ekstraksi bertujuan untuk
menarik komponen-komponen kimia yang terdapat dalam bahan alam. Pelarut organic
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif
di dalam sel dan diluar sel. Proses ini berulang terus sampai terjadi keadaan seimbang
antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan luar sel.
2. Jenis-jenis ektraksi (depkes RI, 1996)
a. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yaitu dengan cara merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel
dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut karena
adanya perubahan kosentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dengan diluar sel,
maka larutan terpekat didesak ke luar. Peristiwa ini berulang sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan didalam sel. Simplisia yang akan
diekstraksi di serbukkan lalu dimasukkan kedalam bejana maserasi. Simplisia tertentu
sekali-kali direndam dengan cairan penyari, setelah dalam waktu tertentu sekali-kali
diaduk. Hal ini dilakukan selama lima hari.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari
melalui serbuk simplisia yang dibasahi. Pada metode ini simplisia yang akan
diekstraksi ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi
sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas kebawah melalui serbuk tersebut.
Cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai keadaan jenuh.
Gerakan kebawah disebabkan oleh kekuatan beratnya sendiri dan cairan diatasnya,
dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahannya.
c. Soxhtelasi
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah penyarian berkesinambungan secara
dingin. Alat soxhtelasi dibuat dari bahan gelas yang terbagi tiga bagian. Bagian
tengah untuk menampung serbuk simplisia yang akan diekstraksi yang dilengkapi
dengan pipa pada bagian kiri dan kanan, satu untuk jalannya uap dan yang lain untuk
jalannya larutan yang berkondensasi uap menjadi cairan, agar cairan penyari yang
dipakai tidak terlalu banyak sedangkan bagian bawah terdapat labu alas bulat yang
berisi cairan penyari dan ekstrak.
d. Refluks
Cara ini termasuk cara ekstraksi yang berkesinambungan. Bahan yang akan
diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi
dengan alat pendingin tegak, kemudian dipanasi sampai mendidih, cairan penyari
akan menguap kemudian terkondensasi oleh pendingin tegak dan akan turun kembali
menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, hingga tersari dengan sempurna.
e. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat aktif
yang larut dalam air dari bahan nabati yang dilakukan dengan cara membasahi
dengan air secukupnya dan dipanaskan dalam tangas air dengan suhu 90-98oC sambil
sesekali diaduk. Infuse diserkai selagi masih panas melalui kain flannel. Untuk
mencukupi kekurangan air, ditambahkan air melalui ampasnya. Umunya 100 bagian
sari diperlukan 10 bagian bahan.
f. Destilasi uap air
Ekstraksi uap air dipertimbangkan menyari serbuk simplisia yang mengandung
komponen yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan normal. Pada pemanasan
biasanya kemungkinan akan terjadi kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal
tersebut maka penyarian dilakukan dengan destilasi uap air.
3. Proses yang terjadi selama ekstraksi
a. Pembilasan senyawa-senyawa dalam simplisia keluar dari simplisia.
b. Melarutnya kandungan senyawa kimia oleh pelarut keluar dari sel tanaman melalui
proses difusi.
4. Pertimbangan pemilihan metode ektraksi
a. Bentuk atau tekstur bahan yang digunakan
b. Kandungan air dari bahan yang diektraksi
c. Jenis senyawa yang akan diekstraksi
d. Sifat senyawa yang akan diekstraksi
5. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi
Pada umumnya untuk menghindari reaksi enzimatik dan hidrolisis, maka dilakukan
perendaman simplisia dalam alkohol yang mendidih untuk mematikan jaringan simplisia.
Alkohol secara umum sangat baik untuk proses ekstraksi awal simplisia. Proses ekstraksi
dalam simplisia berdasarkan prinsip keseimbangan konsentrasi, apabila konsentrasi
antara pelarut dan simplisia telah seimbang maka pelarut akan jenuh dan tidak bisa
menarik kandungan kimia dalam simplisia oleh sebab itu dilakukan penambahan pelarut
baru dalam metode ekstraksi jenis tertentu. Ekstraksi pada simplisa jaringan hijau
(berklorofil), bila diekstraksi ulang warna hijau akan hilang senpurna, maka diasumsikan
seluruh klorofil dan senyawa yang berbobot rendah sepenuhnya telat terekstraksi
seluruhnya.
2.6 STANDARISASI

2.6.1. Karakteristik Simplisia

Karakteristik merupakan langkah awal dari standarisasi.Standarisasi simplisia


dilakukan untuk mengendalikan mutu simplisia. Standarisasi diperlukan agar dapat
diperoleh bahan baku yang seragam akhirnya dapat menjamin efek farmakolohi tanaman
tersebut. Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan
digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan tertentu.

Standarisasi dalam kefarmasian tidak lain adalah serangkain parameter, prosedur


dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigm mutu
kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar, termasuk jaminan stabilitas
sebagai produk kefarmasian.

Standarisasi suatu simplisia tidak lain pemenuhan terhadap persyaratan sebagai


bahan dan penetapan nilai di bebagai parameter dari suatu produk. Objek standarisasi
adalah ekstrak tumbuhan yakni material yang diperoleh dengan cara menyari bahan
tumbuhan dengan pelarut tertentu. Kecuali dinyatakan lain pelarut yang diperbolehkan
adalah etanol. Pelarut organic selain etanol memiliki potensi toksisitas yang lebih tinggi.

Etanol memiliki kemampuan menyari dengan polaritas yang lebar mulai senyawa
nonpolar sampai dengan polar. Sedangkan penyari air cukup sulit diuapkan pada suhu
rendah sehingga berpotensiterdegradasinya komponen aktif atau terbentuknya senyawa
lain karena pemanasan.
2.6.2. Parameter Standarisasi

2.6.2.1. Aspek Parameter Spesifik

Parameter spesifik yakni parameter yang berfokus pada senyawa atau golongan
senyawa yang bertanggungjawab terhadap aktifitas farmakologis.Analis kimia yang
dilibatkan ditujukan untuk analisa kulitatif dan kuantitatif terhadap senyawa aktif.
Parameter spesifik meliputi:
a. Parameter identitas ekstrak, meliputi deskripsi tata nama (Nama ekstrak, Nama latin
tumbuhan, Bagian tumbuhan yang digunakan dan Nama Indonesia tumbuhan) dan
senyawa identitas ( senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode
tertentu). Tujuannya untuk memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik
dari senyawa identitas.
b. Parameter organoleptic ekstrak, penentuan parameter yang menggunakan
pancaindra untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa dari suatu ekstrak
c. Parameter senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, parameter yang diuji dengan cara
melarutkan ekstrak dengan pelarut tertentu (air atau alcohol) untuk ditentukan
jumlah solute yang identic dengan jumlah senyawa kandungan seccara gravimetric.
Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya
heksana, diklorometan dan methanol.
d. Parameter kandungan kimia ekstrak
1) Pola kromatogram
Tujuannya untuk memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia
berdasarkan pola kromatogram.
2) Kadar kandungan kimia tertentu
Dengan tersedia suatu kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau
senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka secara
kromatogafi instrumental dapat dilakukan penetapan kadar kimia tersebut. Yang
dapat dilakukan adalah densitometer, kromatoggrafi gas, KCKT atau instrument
yang sesuai. Tujuannya memberikan data kadar kandungan kimia tertentu sebagai
senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggungjawab pada efek
farmakologi.

2.6.2.2 Aspek Parameter Non Spesifik

Aspek yang berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi
keamanan konsumen dan stabilitas. Aspek ini tidak berpengaruh pada aktifitas farmakologi
secara langsung.

Aspek parameter non spesifik antara lain:


a. Parameter susut pengeringan, pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
temperature 105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan
sebagai nilai prosen.
b. Parameter bobot jenis, masa per satuan vvolume pada suhu kamar tertentu (25°C)
yang ditentukan dengan alat khusus piknometer atau lainnya. Tujuannya untuk
memberikan batasan tentang besarnya masa persatuan volume yang merupakan
parameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat yang masih dapat dituang dan
untuk memberikan gambaran kandungan kimia terlarut
c. Parameter kadar air, pengukuran kandungan air yang berada didalam bahan,
dilakukan dengan cara yang tepat diantaranya cara titrasi, destilasi atau gravimetric.
Untuk memberikan batasan minimal atau rentang besarnya kandungan air dalam
bahan.
d. Parameter kadar abu, parameter yang dilakukan dengan cara memanaskan bahan pada
temperature dimana senyawa organic dan turunannya terdestruksi dan menguap.
Sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik. Untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal dar proses awal sampai terbentuknya
ekstrak
e. Parameter sisa pelarut, diuji dengan cara menentukan kandungan sisa pelarut tertentu
yang secara umum dengan kromatografi gas. Untuk kstrak cair berarti kandungan
pelarutnya, misal kadar alcohol
f. Parameter cemaran logam berat, penentuan kandungan logam berat secar
spektroskopi serapan atom atau lainnya yang lebih valid. Untuk memberikan jaminan
bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat melebihi nilai yang di tetapkan karena
berbahaya bagi kesehatan.

2.6.3 Manfaat Standarisasi

2.6.3.1 Standarisasi menjamin keseragaman khasiat

Tujuan dari standarisasi adalah menjaga konsistensi dan keseragaman khasiat dari bat
herbal. Standarisasi melibakan pemastian kadar senyawa aktif farmakologis melalui analisis
kuantitatif metabolit sekunder yang akan menjamin keseragaman khasiat.

2.6.3.2 Standarisasi untuk uji klinik

Uji senyawa kimia obat, obat herbal, ekstrak dan berbagai sediaan pada dosis tertentu
dengan target biologis manusia agar memberikan respon biologis berupa parameter-parameter
klinik perbaikan dari kondisi patologis yang terkait dengan penyakit tertentu.

2.6.3.3 Standarisasi menjamin aspek keamanan dan stabilitas ekstrak bentuk sediaan

Tempat tumbuh tanaman, penanganan pasca panen, proses ekstraksi, penyimpanan


simplisia tanaman dan ekstrak juga mempengaruhi elemen keamanan terhadap pemakaian logam
berat, pestisida dalam tanah, udara dan air, jenis dan jumlah mikroorganisme dan metabolit
pencemar berbahaya. Untuk itu dilakukan berbagai analisis untuk menentukan batas minimal
kadar air, zat dan jumlah mikroba pencemar.
2.6.3.4 Standarisasi meningkatkan nilai ekonomi

Tanaman obat dan rempah Indonesia mempunyai potensi besar sebagai produk
unggulan.Belum tingginya upaya lintas sektoral dan terpadu antara swasta-pemerintah-perguruan
tinggi untuk mengangkat secara sistematis natural product Indonesia mengakibatkan banyak
produk ekspor herbal yang berdaya tawar rendah.

2.7 Uji analisa kualitatif


Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapis senyawa kimia
yang terkandung dalam tanaman. Cara ini digunakan untuk mendeteksi senyawa tumbuhan
berdasarkan golongannya. Sebagai informasi awal dalam mengetahui senyawa kimia apa yang
mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman. Informasi yang diperoleh dari pendekatan ini
juga dapat digunakan untuk keperluan sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain seperti
sumber tannin, minyak untuk industri, seperti gum, dan lain-lain. Metode yang telah
dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid, flavinoid, senyawa fenolat,
tannin, saponin, kumarin, quinon, steroid/terpenoid (Teyler V.E,1988).
A. Alkaloid
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen membentuk cincin
heterosiklik atau aromatis. Alkaloid berbentuk padatan kristal amorf atau cairan. Alkaloid
berasal dari tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit batang. Alkaloid umumnya ditemukan
dalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang berasal
dari jaringan tumbuhan. Klasifikasi alkaloid dapat dilakukan berdasarkan kesamaan sumber asal
molekulnya (precursor) didalam sari dengan metabolisme pathway (metabolic pathway) yang
digunakan untuk membentuk molekul tersebut.
1. Berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari molekul struktur.
a. Golongan Piridina
b. Golongan Pyrolidine
c. Golongan Isokuinolina
d. Golongan Kuinolina
e. Golongan Indola
2. Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloid ditemukan
3. Berdasarkan asal usul biogenik:
a. Alkaloid alisiklik
b. Alkaloid aromatik jenis fenilalanin
c. Alkaloid aromatik jenis indol

B. Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6 dan
sering ditemukan berbagai macam tumbuhan dalam bentuk glikosida atau gugusan gula
bersenyawa pada satu atau grup hidroksil fenolik (Sirait, 2007; Bhat et al, 2009). Flavonoid
merupakam golongan metabolik sekunder yang disentesis dari asam piruvat melelalui
metabolisme asam amino (Bhat et al, 2009). Flafonoid adalah senyawa fenol, sehingga
warnannya berubah ditambah basa tau amonia. Terdapat sekitar 10 jenis flavonoid yaitu
antosianin, proantosianin, flavonolflavon, glikoflavon, khalkon, auron, flavanon, dan soflavon
(Harbone, 1987).

C. Saponin
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa bila
dikocok dengan air, beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Saponin merupakan senyawa
dalam bentuk glikosida tersebar pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan
koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantab jika dikocok dan tidak hilang dengan
penambahan asam (Harbone, 1996).
D. Glikosida
Glikosida adalah senyawa yang menghasilkan satu atau lebih gula (glikon) diantara produk
hidrolisisnya dan sisanya berupa senyawa bukan gula (aglikon). Bila gula yang terbentuk adalah
glukosa maka golongan senyawa itu disebut glukosida, sedangkan bila terbentuk gula lainnya
disebut glikosida. Ditemukan pada tumbuhan. Glikosida dibentuk oleh eliminasi air antara
hidroksil anomerik dari monosakarida siklik dan gugus hidroksil dari senyawa lain.

E. Terpenoid / steroid
Terpenoid adalah senyawa yang mengandung karbon dari hidrogen atau karbon, hidrogen
dan oksigen yang bersifat aromatis sebagian terpenoid mengandung atom karbon yang
jumlahnya merupakan kelipatan lima. Terpenoid memiliki kerangka karbon yang terdiri dari dua
atom atau lebih unit C5 disebut isopren. Terdapat kepala yaitu ujung terdekat kecabang metil dan
ekor merupaka ujung yang lain.
CH2 = C = CH2
Kaidah isopren merupakan ciri khas dari sebagian terpenoid sehingga digunakan sebagai dasar
penetapan struktur terpenoid (Achmad, 1987). Terpenoid umumnya larut dalam lemak dan dalam
sitoplasma sel tumbuhan. Kebanyakan terpenoid dalam mempunyai struktur siklik dan satu
gugus fungsi atau lebih (Harbone, 1987).

E. Tanin
Tanin merupakan golongan senyawa aktif tumbuhna bersifat kenol, mempunyai rasa
sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Tanin secara kimia terdiri dari dua golongan
yaitu golongan tanin terkondensasi atau tanin katekin dan tanin terhidrolisis (Robinson, 1995).
F. Kuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar teori kromofor pada
benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap
karbon-karbon. Warna pigmen kuinon di alam beragam, mulai dari kuning pucat sampai ke
hampir hitam, dan struktur yang telah dikenal jumlahnya lenih dari 450. Untuk tujuan
identifikasi dapat dibagi menjadi empat kelompok; benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan
kuinon terpenoid.
G. Kumarin
Kumarin adalah senyawa metabolit sekunder berupa minyak atsiri terbentuk terutama
dari turunan glukosa nonatsiri saat penuaan atau perlukaan.
H. Minyak Atsiri
Minyak atsiri/minyak essensial/minyak terbang serta minyak aromatik berwujud cairan
kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak
atsiri termasuk dalam golongan senyawa organik terpena dan terpenoid yang bersifat larut dalam
minyak (lipofil).
I. Steroid

adalah kelompok senyawa bahan alam kebanyakan strukturnya terdiri atas 17 atom
karbon dengan membentuk struktur dasar 1,2 – siklopentenoperhidrofenantren. Steroid memiliki
kerangka dasar triterpena asiklik. Ciri umum steroid adalah memiliki empat cincin yang
bergabung. Cincin A, B, dan C beranggotakan enam atom dan cincin D beranggotakan lima atom
karbon. Steroid adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang didapatkan dari
hasil reaksi penurunan dari terpena atau skualena. Senyawa yang termasuk turunan steroid
misalnya kolesterol, ergosterol, progesteron dan esterogen.

2.8 Uji
1. Uji Organoleptis
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada
prosespengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis,
yaitukesadaran.
2. Uji makroskopik
Makroskopik merupakan pengujian yang dilakukan dengan mata telanjang
atau dengan bantuan kaca pembesar terhadap berbagai organ tanaman yang
digunakan untuk simplisia.
3. Uji mikroskopik
Pengujian mikroskopis, yaitu pengujian yang dilakukan dengan
menggunakan mikroskop dengan pembesaran tertentu yang disesuaikan dengan
keperluan simplisia yang diuji dapat berupa sayatan melintang, membujur atau
berupa serbuk. Fungsinya untuk mengetahui unsur-unsur anatomi jaringan yang
khas dari simplisia.

4. Uji histokimia

Pengujian histokimia, yaitu pengujian yang dilakukan dengan cara mentetesi


serbuk simplisia dengan berbagai macam pereaksi yang spesifik.
5. Uji kadar abu
Pengujian kadar abu, adalah pengujian yang dilakukan dengan membakar
serbuk simplisia hingga membentuk arang dan menjadi abu.
6. Uji kadar air
Pengujian kadar air, adalah kadar bagian yang mengandung air. dilakukan
dengan mengoven serbuk simplisia sebanyak gram yang diinginkan, dan dilakukan
berkali –kali hingga diperoleh bobot yang konstan.

7. Uji susut pengeringan


Pengujian susut pengeringan, adalah kadar bagian yang menguap suatu zat.
pegujian yang dilakukan dengan mengoven serbuk simplisia sebanyak gram yang
diperlukan yang dilakukan berkali – kali hingga diperoleh bobot yang konstan.

2.9 Tujuan dilakukan uji


1. Uji Organoleptis
Tujuannya adalah untuk mengetahui kekhususan bau dan rasa.
2. Uji Makroskopis
Tujuannya adalah untuk mengetahui morfologi, ukuran,dan warna simplisia.
3. Uji mikroskopis
Tujuannya adalah untuk mengetahui kekhasan anatomi, mengetahui fragmen penanda.
4. Uji Histokimia
Tujuannya adalah untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam jaringan tumbuhan
dengan pereaksi yang spesifik.
5. Uji kadar air
Tujuannya adalah untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya
kandungan air dalam bahan.
6. Uji kadar abu
Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal
yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak.
7. Uji susut pengeringan
Tujuannya adalah untuk mengetahui simplisia tidak rusak jika disimpan dalam waktu
relative lama.

2.5.3 Syarat dan rumus uji

1. Uji Organoleptis
Bau tajam, warna kuning, rasa pahit.
Syarat uji organoleptis adalah serbuk simplisia yang telah dibuat, kekhususan bau dan
rasanya harus sesuai dengan Literatur ( Material Medika Indonesia).
2. Uji Makroskopis
Dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa menggunakan alat.
Cara ini dilakukan untuk mencari kekhususan morfologi, ukuran dan warna simplisia yang
diuji.

3. Uji mikroskopis
Dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya
disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji dapat berupa sayaan melintang, radial,
paradermal, maupun membujur atau berupa serbuk. Pada uji mikroskopis dicari unsure-
unsure anatomi jaringan khas. Dari pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan
fragmen pengenal yang spesifik bagi masing-masing simplisia.
4. Uji histokimia
Syarat pengujian histokimia adalah menggunakan serbuk simplisisa yang ditetesi dengan
pereaksi yang spesifik sesuai tabel uji histokimia , yang kemudian akan memberikan warna
yang spesifik pula sehinnga zat kandungan yang terdapat dalam tumbuhan tersebut mudah
terdeteksi.

5. Uji Kadar air


Prinsip metode uji ini adalah pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan,
dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi, atau gravimetri. Analisis
gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif dengan penimbangan. Syarat
kadar air suatu rimpang adalah dengan prosentase tidak lebih dari 8%.
Rumus % kadar air : bobot sebelum di oven – bobot sesudah di oven x 100%
Bobot sebelum di oven
6. Uji kadar abu
Kadar abu yang terdapat dalam serbuk simplisia temulawak dengan hasil
prosentase tidak lebih dari 4,4%.
Rumus % kadar abu : bobot sesudah menjadi abux 100%
Bobot sebelum sebelum menjadi abu
7. Uji susut pengeringan
suhu penetapan adalah 105oC , keringkan pada suhu penetapan hingga bobot
tetap. Susut pengeringan merupakan persentase senyawa bahan yang menghilang/
menguap selama proses pengeringan.
Rumus % susut pengeringan : bobot sebelum – bobot sesudah x 100%
Bobot sebelum
BAB III

METODE KERJA

3.1 Skema Kerja Pembuatan Simplisia Daun Jarak Pagar

A. Pembuatan Simplisia Daun Jarak pagar

No Pembuatan Gambar

1. Pengumpulan bahan baku

2. Sortasi Basah
3 Penimbangan

4 Pencucian

5. Perajangan
6. Pengeringan

7. Sortasi Kering

8. Penghalusan
9. Pengepakan

B. Uji Standarisasi Simplisia

1. Pendekatan skrining fitokimia

Sedangkan pendekatan skrining fitokimia meliputi: analisa kualitatif kandungan zat kimia
tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, biji dan lain-lain),
terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif, seperti alkaloid, antrakinon,
flavonoid, glikosida jantung, kumarin, saponin, tannin, minyak atsiri, dan sebagainya.
Dengan pereaksi yang spesifik, zat-zat tersebut akan memberikan warna yang khas, sehingga
mudah dideteksi.

1. Alat dan Bahan

Alat Bahan

1. Tabung reaksi 1. Kertas saring

2. Gelas beker 2. Aquadest


3. Erlenmeyer 3. HCl 1%

4. Corong 4. Pereaksi Mayer

5. Pipet tetes 5. I2 0,1 N

6. Cover glass 6. FeCl3 1N

7. Waterbath 7. HCl 0,5 N & 2 N

8. Pinset 8. NaCl

9. Penjepit kayu 9. H2SO4

10. Bunsen 10. Larutan Vanili 10%

11. Mikroskop 11. Amonia

12. Objek glass 12. NaOH 4 N

13. Kloroform

14. Eter

15. Pereaksi Liebermen Burchard

16. Pereaksi Dragendroft


2. CARA KERJA
Hasil Pengamatan

No Identifikasi Prosedur Hasil Pengamatan Gambar

1. Alkaloid Serbuk + 1ml HCL+ a)reagen bouchardat


Air 9 ml dipanaskan (-) tidak
2 menit , menghasilkan
didinginkan. endapan
Filtrate + merah/jingga

a) +reagen b) Reagen meyer (-)


bouchardat tidak menghasilkan
endapan kekuningan

b) + reagen mayer
c) Dragendroft (-)

c) + reagen tidak menghasilkan

dragendroft endapan jingga


2. Tanin a) serbuk + a. negatif, tidak
H2O, menghasilkan
panaskan endapan
filtrate + HCl
0,5 N.

b) serbuk + FeCl3 b. positif terhadap


1N FeCl3 1 N yang
menghasilkan
endapan hitam.

c) serbuk + H2SO4 c. positif terhadap


H2SO4
menghasilkan
endapan coklat.
3. Flavonoid Serbuk + air
panaskan 5 menit.
disaring panas .

Filtrate + 0,1g - Menghasilkan


serbuk Mg + 2ml endapan serbuk mg
Amil alcohol

Berubah menjadi
- kuning

4. Saponin Serbuk + H2O, Positif ,


kocok hingga menghasilkan busa
berbusa yang 3cm
bertahan 10 menit
2. Susut Pengeringan

a. Alat dan Bahan

Alat Bahan

1. Cawan porselin 1.Simplisia

2. pinset

3. loop

b. Cara Kerja

Panaskan cawan porselin kosong selama 30 menit

Dinginkan dalam desikator

Timbang bobot cawan porselin kosong

Timbang serbuk sebanyak 3 gram, masukkan dalam cawan

* masukkan kedalam oven selama 30 menit

Keluarkan cawan porselin, dinginkan dalam desikator

Timbang caawan porselin + serbuk (susut pengeringan I)

Ulangi langkah * , sampai ditentukan bobot cawan + serbuk yang konstan


hitung kadar susut pengeringan

d. Hasil Pengamatan

a. Susut Pengeringan

diketahui : - Berat cawan porselin kosong = 12,335 gram


- Berat serbuk simplisia daun jarak = 1,0046 gram
- Berat cawan + serbuk = 13,3351 gram
- Susut pengeringan: berat cawan + serbuk simplisia (I) = 13, 2065 gram ]
 0,0038g
berat cawan + serbuk simplisia (II) = 13, 2027 gram ]
0,002g
berat cawan + serbuk simplisia (III) = 13,2007 gram ]

hasil akhir dari selisih susut pengeringan 0,002g belum memenuhi standart.
Seharusnya dioven lagi sampai mencapai selisih susut pengeringan tidak lebih dari
0,0005g (0,5mg)

berat sampel− [(berat cawan+serbuk)− berat cawan kosong]


Susut pengeringan (%) = × 100%
berat sampel

1,0046g− (13,2007g+12,3305g)
= x100%
1,0046g

1,0046g−0,8702g
= x100%
1,0046g
0,1344g
= x100% = 13,378%
1,0046g

b. Pemeriksaan Kadar Sari

1. Alat dan bahan

Alat Bahan

1. Cawan porselin 1. Aquadest

2. Gelas beker 2. Simplisia

3. Gelas ukur 3. Kloroform

4. Corong 4. Etanol

5. Botol penyemprot

2. Cara kerja

1. Penetapan Kadar Sari Larut Air

Timbang serbuk kering sebanyak 5 gram


Maserasi sampel selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform

Lakukan pengadukan pada 6 jam pertama

Biarkan selama 18 jam

Saring ekstrak yang diperoleh

Uapkan filtrat sebanyak 20 ml hingga kering dalam cawan yang telah ditara

Panaskan sisa pada suhu 105 ºC, hingga bobot tetap

Hitung kadar sari dalam persen terhadap bahan yang dikeringkan di udara

𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔


Kadar bahan organik asing (%) = × 100%
𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙
2. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

Timbang serbuk kering sebanyak 5 gram

Maserasi sampel selama 24 jam dengan 100 ml etanol

Lakukan pengadukan pada 6 jam pertama

Biarkan selama 18 jam

Saring ekstrak yang diperoleh

Uapkan filtrat sebanyak 20 ml hingga kering dalam cawan yang telah ditara

Panaskan sisa pada suhu 105 ºC, hingga bobot tetap


Hitung kadar sari dalam persen terhadap bahan yang dikeringkan di udara

Hasil Pengamatan

1. Penetapan Kadar Sari Larut Air

Diketahui : - Bobot cawan kosong = 72,22 gram


- Bobot cawan + sampel = 90,3740 gram
- Volume air-kloroform = 100 ml
- Volume filtrat = 20 ml
- Bobot sampel = 5 gram
Hasil I dipanaskan diwaterbath hasil bobot tetap = 72,3422g

[(berat cawan+sampel)− berat cawan kosong] × 100


20
Kadar Sari Larut Air(%) = × 100%
berat sampel

(72,3422−72,22)gram
= × 100%
5 gram

0,1222g
= ×100 %
5gram

= 2,444 %

2. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

Diketahui : - Bobot cawan kosong = 65,132 gram


- Bobot cawan + sampel = 81,0405 gram
- Volume etanol = 100 ml
- Volume filtrat = 20 ml
- Bobot sampel = 5 gram

[(berat cawan+sampel)− berat cawan kosong] × 100


20
Kadar sari larut etanol(%) = × 100%
berat sampel

(65,2171−65,132)gram
= × 100%
5 gram

= 1, 702%

c. PEMERIKSAAN KADAR ABU

Alat dan Bahan

Alat Bahan

1. Cawan porselin 1. Aquadest

2. Gelas beker 2. Simplisia

3. Gelas ukur 3. Asam Sulfat

4. Corong

5. Botol penyemprot
Cara Kerja

1. Penetapan Kadar Abu

Panaskan cawan porselin dalam oven

Dinginkan cawan porselin dalam desikator

Timbang cawan porselin

Timbang sampel sebanyak 2 gram

Masukkan ke dalam tanur/vurnish selama 6 jam sampai menjadi abu

Dinginkan dalam desikator

Timbang cawan + sampel (abu), sampai bobot tetap


Hitung persentasi kadar abu

𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒂𝒃𝒖 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑


Kadar Abu (%) = 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝒂𝒘𝒂𝒍 × 100%

Hasil Pengamatan

1. Penetapan Kadar Abu

Diketahui : - Bobot cawan kosong = 52,3271 gram


- Bobot cawan + sampel (abu) = 54,3306 gram
- Bobot sampel (abu) = 0,2309 gram
- Bobot sampel = 2,0035 gram

𝐛𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐚𝐛𝐮 𝐭𝐞𝐭𝐚𝐩


Kadar Abu (%) = 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 𝐚𝐰𝐚𝐥 × 100%

𝟎,𝟐𝟑𝟎𝟗 𝐠𝐫𝐚𝐦
= × 𝟏𝟎𝟎%
𝟐,𝟎𝟎𝟑𝟓 𝐠𝐫𝐚𝐦

= 11,525 %

Anda mungkin juga menyukai