Anda di halaman 1dari 16

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
BATU GINJAL

I. Konsep Teori
A. Definisi

Batu ginjal adalah satu keadaan terdapat suatu atau lebih batu didalam
pelvis atau calyces ginjal atau disaluran kemih (Pratomo, 2007).

Mary Baradero (2009:59) mendefinisikan nefrolitiasis adalah batu


ginjal yang ditemukan didalam ginjal, yang merupakan pengkristalan mineral
yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah
mati. Biasanya batu kalkuli terdiri atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau
magnesium fosfat dan asam urat.

Batu ginjal adalah terbentuknya batu dalam ginjal (pelvis atau kaliks)
dan mengalir bersama urine (Susan Martin, 2007:726).

B. Etiologi

Menurut Kartika S. W. (2013:183) ada beberapa faktor yang menyebabkan


terbentuknya batu pada ginjal, yaitu :

1. Faktor dari dalam (intrinsik), seperti keturunan, usia (lebih banyak pada
usia 30-50 tahun, dan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada
perempuan.
2. Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air
(bila jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum
kurang), diet banyak purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan sayuran
berwarna hijau terutama bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin,
dan jeroan), dan pekerjaan (kurang bergerak).

Berapa penyebab lain adalah :

1. Infeksi saluran kemih


Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
akan menjadi inti pembentukan batu saluran kencing.

1
2. Stasis obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu
saluran kencing.
3. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat
sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air
minum meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Idiopatik (Arif Muttaqin, 2011:108)

C. Patofisiologi
Batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsertrasi substansi tertentu
seperti Ca oksalat,kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat
terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang
secara normal pencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang
mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup PH urine dan status cairan
pasien.
Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter
proksimal. Infeksi (peilonefritis & cystitis yang disertai menggigil, demam
dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu,
jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara fungsional perlahan-lahan
merusak unit fungsional ginjal dan nyeri luar biasa dan tak nyaman.
Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa.
Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan
biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu diameter
< 0,5-1 cm keluar spontan. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri
tekan di seluruh area kostovertebral dan muncul mual dan muntah, maka
pasien sedang mengalami kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal
dapat terjadi.
Selain itu ada beberapa teori yang ,membahas tentang proses
pembentukan batu yaitu:
a. Teori inti (nucleus):

2
Kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urine
yang sudah mengalami supersaturasi.
b. Teori matriks:
Matriks organik yang berasal dari serum dan protein urine memberikan
kemungkinan pengendapan kristal.
c. Teori inhibitor kristalisasi:
Beberapa substansi dalam urine menghambat terjadinya kristalisasi,
konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan
terjadinya kristalisasi.

Pembentukan batu membutuhkan supersaturasi dimana supersaturasi


ini tergantung dari PH urine, kekuatan ion, konsentrasi cairan dan
pembentukan kompleks. Terdapat beberapa jenis batu, di antaranya :

1. Batu kalsium
Batu jenis ini sering di temukan. Bentuknya besar dengan
permukaan halus, dapat bercampur antara kalsium dengan fosfat. Batu
kalsium sering di jumpai pada orang yang mempunyai kadar vitamin D
berlebihan atau gangguan kelenjar paratiroid. Orang menderita kangker,
struke, atau penyakit sarkoidisis juga dapat menderita batu kalsium. Batu
kalsium dapat di sebabkan oleh:
a. Hiperkalsiuria abortif:
Gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya absorbsi khusus
yang berlebihan juga pengaruh vitamin D dan hiperparatiroid.
b. Hiperkal siuria renalis:kebocoran pada ginjal
2. Batu oksalat
Batu oksalat dapat disebabkan oleh
a. Primer autosomal resesif
1) Ingesti-inhalasi: Vitamin C, ethylenglicol, methoxyflurane,
anestesi.
2) Hiperoksaloria: inflamasi saluran cerna, reseksi usus halus, by pass
jejenoikal, sindrom malabsorbsi
3. Batu asam urat

3
Permukaanya halus, berwarna coklat lunak. Batu ini dapat disebabkan
oleh:
a. Makanan yang banyak mengandung purin
b. Pemberian sitostatik pada pengobatan neoplasma
c. Dehidrasi kronis
d. Obat: tiazid, lazik, salisilat
4. Batu sturvit
Batu ini biasanya berbentuk tanduk rusa. Biasanya mengacu pada riwayat
infeksi, terbentuk pada urin yang kaya ammonia alkali persisten akibat
UTI kronik. Batu sistin terjadi terutama pada beberapa pasien yang
mengalami defek absorbsi sistin.
5. Batu Sistin
Berbentuk kristal kekuningan timbul akibat tingginya kadar sistin dalam
urin.keadan ini terjadi pada penyakit sistinuria. Kelainan herediter yang
resesif autosomal dari pengangkutan asam amino dimembran batas sikat
tubulus proksimal meliputi sistim, arginin, ornitin, sitrulin dan lisin.

4
5
D. Manifestasi klinis
1. Nyeri dan pegal di daerah pinggang : Lokasi nyeri tergantung dari dimana
batu itu berada. Bila pada piala ginjal rasa nyeri adalah akibat dari
hidronefrosis yang rasanya lebih tumpul dan sifatnya konstan. Terutama
timbul pada costovertebral.
2. Hematuria : Darah dari ginjal berwarna coklat tua, dapat terjadi karena
adanya trauma yang disebabkan oleh adanya batu atau terjadi kolik
3. Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi
pelvis ginjal serta ureter proksimal yang menyebabkan kolik.
4. Sumbatan: batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi
saluran kemih: demam dan menggigil.
5. Gejala gastrointestinal, meliputi:
a. Mual
b. Muntah
c. Diare (Nursalam, 2011:67)
E. Komplikasi
1. Sumbatan: akibat pecahan batu
2. Infeksi: akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.
3. Kerusakan fungsi ginjal: akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan
dan pengangkatan batu ginjal
4. Hidronefrosis (Susan Martin, 2007:727)

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Urin
a. PH lebih dari 7,6
b. Sediment sel darah merah lebih dari 90%
c. Biakan urin
d. Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
2. Darah
a. Hb turun
b. Leukositosis
c. Urium kreatinin
d. Kalsium, fosfor, asam urat

6
3. Radiologi
a. Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan besar batu
b. USG abdomen
c. PIV (Pielografi Intravena)
d. Sistoskpi (Mary Baradero, 2008:61)

G. Penatalaksanaan
a. Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu
yang dapat dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut
solutin G. Terapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain
itu dapat diberikan minum yang lebih/banyak sekitar 2000 cc/hari dan
pemberian diuretik bendofluezida 5 – 10 mg/hr.
b. Terapi mekanik (Litotripsi)
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan
untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara
ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering
dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan
menggunakan gelombang kejut.
c. Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat
gelombang kejut). Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan
mode utama. Namun demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2%
pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon
terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi
setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase
urin.
Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:
a. Pielolititomi : jika batu berada di piala ginjal
b. Nefrolithotomi/nefrektomi : jika batu terletak didalam ginjal
c. Ureterolitotomi : jika batu berada dalam ureter
d. Sistolitotomi : jika batu berada di kandung kemih

7
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

II. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Menurut Asmadi (2008:167) pengkajian merupakan tahap awal dari proses
keperawatan. Disini, semua data dikumpulkan secara sistematis guna
menentukan status kesehatan klien saat ini.
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, no registrasi,
diagnose medis, dan tanggal medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasa sangat mengganggu saat ini.
Menurut (Arif Muttaqin, 2011:110) keluhan utama yang lazim didapatkan
adalah nyeri pada pinggang. Untuk lebih komprehensifnya, pengkajian
nyeri dapat dilakukan dengan pendekatan PQRST.
c. Riwayat Kesehatan

riwayat kesehatan di bagi menjadi 3 yaitu :

a) Riwayat penyakit sekarang.


Mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang
mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di
bawa ke RS.
b) Riwayat penyakit dahulu.
Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam
ginjal. Menurut Kartika S. W. (2013:137) kaji adanya riwayat batu
saluran kemih pada keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK
kronis, riwayat penyakit bedah usus halus, bedah abdomen
sebelumnya, hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, anti
hipertensi, natrium, bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan
berlebihan kalsium atau vitamin D.
d. Riwayat penyakit keluarga.

8
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan
dari orang tua.
e. Riwayat Psikososial
Bagaimana hubungan dengan keluarga, teman sebaya dan bagaimana
perawat secara umum. Menurut Arif Muttaqin (2011:112) pengkajian
psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat
untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif,
dan perilaku pasien. Perawat mengumpulkan pemerikasaan awal pasien
tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini, yang menentukan tingkat
perlunya pengkajian psikososialspiritual yang seksama.

1. Pola-pola Fungsi Kesehatan


a. Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana pola hidup orang atau klien yang mempunyai penyakit batu
ginjal dalam menjaga kebersihan diri klien perawatan dan tata laksana
hidup sehat.
b. Pola nutrisi dan metabolism
Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan menurun
karena adanya luka pada ginjal.
c. Kaji adanya mual dan muntah, nyeri tekan abdomen, diit tinggi purin,
kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan,
terjadi abdominal, penurunan bising usus (Kartika S. W., 2013:187).
d. Pola aktivitas dan latihan
Klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan
karena adanya luka pada ginjal.
e. Pola eliminasi
Bagaimana pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal biasanya BAK
sedikit karena adanya sumbatan atau batu ginjal dalam saluran kemih,
BAK normal.
f. Pola tidur dan istirahat
Klien batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu
karena adanya penyakitnya.
g. Pola persepsi dan konsep diri

9
Bagaimana persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan
dilakukan dan bagaimana dilakukan operasi.
h. Pola sensori dan kognitif
Bagaimana pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya
selama di rumah sakit.
i. Pola reproduksi sexual
Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih dapat
melakukan dan selama sakit tidak ada gangguan yang berhubungan
dengan produksi sexual.
j. Pola hubungan peran
Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik
tidak ada gangguan.
k. Pola penaggulangan stress
Klien dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan hal
yang positif jika stress muncul.
l. Pola nilai dan kepercayaan
Klien tetap berusaha dan berdo’a supaya penyakit yang di derita ada
obat dan dapat sembuh.

2. Pemeriksaan Fisik Fokus


Menurut Arif Muttaqin (2011:113) pada pemeriksaan fokus didapatkan
adanya perubahan TTV sekunder dari nyeri kolik. Pasien terlihat sangat
kesakitan, keringat dingin, dan lemah.
a. Inspeksi
Pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuri,
retensi urine, dan sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan
pasien terlihat mual dan muntah.
b. Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi masa. Pada beberapa
kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
c. Perkusi
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan
ketokan pada sudut kostovertebral dan didapatkan respon nyeri.

10
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya atau pasase
batu ginjal dan atau insisi bedah (Susan M. T., 2007:727).
2. Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan stimulasi kandung
kemih oleh batu, iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi mekanik atau
infalamsi (Kartika S. W., 2013:189).
3. Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik (Arif Muttaqin,
2011:116).
4. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive

C. Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya atau pasase
batu ginjal dan atau insisi bedah (Susan M. T., 2007:727).
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil : Rasa nyeri teratasi, menunjukkan fostur rileks.
Intervensi :
a. Kaji dan dokumentasikan tipe, intensitas, lokasi dan durasi nyeri.

Rasional : Laporan mengenai nyeri yang hebat mengindikasikan


terjadi sumbatan kalkulus/batu atau obstruksi aliran urine.

b. Laporan mengenai pengurangan nyeri yang mendadak.


Rasional : Mengindiksikan bahwa batu telah berpindah ke saluran
yang sempit.
c. Laporan mengenai nyeri yang menyerupai nyeri yang berupa kolik
renal.
Rasional : Kolik mengindikasikan pergerakan kalkulus.
d. Beri pemanas eksternal atau kompres hangat pada pinggul yang nyeri.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan rileks
e. Ajarkan teknik relaksasi/distraksi
Rasional : mengurangi ketegangan dan kecemasan karena nyeri.
f. Berikan obat anti nyeri/analgesic
Rasional : Untuk menghilangkan rasa nyeri

11
2. Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan stimulasi kandung
kemih oleh batu, iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi mekanik atau
infalamsi (Kartika S. W., 2013:189).
Tujuan : Perubahan eliminasi urine teratasi
Kriteria hasil : Haematuria tidak ada, Piuria tidak terjadi, rasa terbakar
tidak ada, dorongan ingin berkemih terus berkurang.

Intervensi :

a. Awasi pengeluaran atau pengeluaran urine.


Rasional : Evaluasi fungsi ginjal dengan memperhatikan tanda-tanda
komplikasi misalnya infeksi, atau perdarahan.
b. Tentukan pola berkemih pasien dan perhatikan variasi.
Rasional : Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang
menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera.
c. Dorong meningkatkan pemasukan cairan.
Rasional : Segera membilas bakteri, darah, dan debris dan dapat
membantu lewatnya batu.
d. Awasi pemeriksaan laboratorium.
Rasional :Peninggian BUN, kreatinin, dan elektrolit mengindikasikan
disfungsi ginjal.
3. Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik (Arif Muttaqin,
2011:116).
Tujuan : Asupan klien terpenuhi.
Kriteria hasil : Klien mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat,
pernyataan kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Intervensi :
a. Kaji nutrisi klien, turgor kulit, berat badan dan derajat penurunan berat
badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat
mual/muntah dan diare.
Rasional : Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk
menetapkan pilihan intervensi.

12
b. Fasilitasi klien memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai
indikasi) atau dengan makan sedikit tapi sering.
Rasional : Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki
nutrisi.
c. Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan,
serta sebelum dan sesudah intervensi/pemeriksaan oral.
Rasional : Menurunkan rasa tak enak Karena sisa makanan atau bau
obat yang dapat merangsang pusat muntah.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis
diet yang tepat.
Rasional : Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan
dengan status hipermetabolik.
e. Kolaborasi untuk pemberian anti muntah
Rasional : Meningkatkan rasa nyaman gastrointestinal dan
meningkatkan kemauan asupan nutrisi dan cairan peroral.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan : Pengetahuan klien tentang penyakit baik.
Kriteria hasil : Klien akan membuka diri meminta Informasi.
Intervensi :
a. Observasi area post op dari tanda-tanda infeksi seperti
kemerahan,nyeri, panas,bengkak,adanya fungsiolesa.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi saluran kemih dan sepsis.
b. Monitor Tanda Tanda Vital
Rasional : Mengetahui perkembangan klien sehingga mengetahui
rentang Suhu, nadi, respirasi dan tekanan darah.
c. Gunakan tehnik steril saat perawatan luka
Rasional : Mengurangi peningkatan jumlah mikroorganisme yang
masuk.
d. Ajarkan klien dan keluarga tantang tanda- tanda infeksi dan perawatan
luka

13
Rasional : Meningkatkan informasi dan pengetahuan klien dan
keluarga
e. Kolaborasi medik pemberian antibiotic
Rasional : Antibiotik dapat Membunuh mikroorganisme

D. Implementasi
Menurut Nursalam (2011:127) Implementasi adalah pelaksanaan dari
rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifi. Tahap implementasi
dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing
orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena
itu rencana intervensi yan spesifik dilaksanakan utuk memodifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari implementasi
adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan,
dan memfasilitasi koping.

E. Evaluasi
Menurut Zaidin Ali (2009:174) Evaluasi keperawatan adalah suatu
proses menentukan nilai keberhasilan yang diperoleh dari pelaksanaan
tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Marilyn E Doenges (Zaidin Ali, 2009:175) ada 3 komponen
penting dalam evaluasi keperawatan, yakni :
a. Pengkajian Ulang
Pengkajian ulang merupakan pemantauan status klien yang konstan
dengan melihat respons klien terhadap intervensi keperawatan dan
kemajuan kearah pencapaian hasil yang diharapkan dan dilaksanakan terus
menerus sampai klien pulang dari rumah sakit/sembuh.
b. Modifikasi rencana keperawatan
Hasil pengkajian ulang merupakan informasi yang sangat penting dalam
memodifikasi rencana keperawatan. Apabila telah terpenuhi kebutuhan
fisiologis dasar, seperti udara, air, makanan, dan keamanan, asuhan
keperawatan beralih ke tingkat yang lebih tinggi, misalnya harga diri.

14
Apabila kebutuhan dasar belum terpenuhi, kebutuhan dasar dipenuhi
dahulu dan kebutuhan yang lebih tinggi ditunda.
c. Penghentian pelayanan
Apabila hasil yang diharapkan telah tercapai dan tujuan yang lebih luas
telah terpenuhi, penghentian pelayanan keperawatan dapat direncanakan.
Akan tetapi, hal ini agak sulit bagi pemecah masalah yang lama, misalnya
perubahan nutrisi. Apabila penghentian pelayanan keperawatan selesai,
perhatian pelayanan berfokus pada kemandirian klien dalam mengatasi
masalah sendiri.

Ada dua macam evaluasi keperawatan, yakni evaluasi formatif dan


evaluasi sumatif.

a. Evaluasi formatif, yakni hasil observasi/pengamatan dan analisis perawat


terhadap respons klien pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan atau
sesudahnya.
b. Evaluasi sumatif, yaitu rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan
analisis status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah
ditetapkan. Kesimpulan evaluasi sumatif menunjukkan adanya
perkembangan kesehatan klien atau adanya masalah baru.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. 2009. Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.


Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.
Baradero, Mary et al. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC.
Grace, Pierce. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga.
Mutaqqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.
Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto
Syaifuddin, 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan.
Jakarta : EGC.
Tarwoto. 2009. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan.
Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin. 2007. Standar Perawatan Pasien Perencanaan
kolaboratif & Intervensi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Wijayaningsih, Kartika Sari. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta
: Trans Info Medika.p

16

Anda mungkin juga menyukai