Anda di halaman 1dari 21

REFERAT ANESTESI

INTENSIVE CARE UNIT (ICU) DAN PERSIAPAN OPERASI

Pembimbing :
Dr. Zulki Maulub Ritonga Sp.An

Disusun oleh :
RISKIA EKA PUTRI
H1AP12010

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI RSUD DR M YUNUS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Intensive Care
Unit (ICU) dan Persiapan Operasi” ini dengan baik dan selesai tepat waktu.
Penulisan referat ini bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat kelulusan
kepaniteraan klinik ilmu anestesi.
Selesainya referat ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan referat ini hingga selesai, terutama
kepada dr. Yalta Hasanudin, SpAn, dr. Zulki Maulub Ritonga, SpAn, dr Nurcholis
Sp.An, dan dr Aminuddin E Sp.An, selaku dokter pembimbing dan konsulen
anestesi di RSUD M. Yunus dan RS Bhayangkara yang telah membimbing dan
memberikan masukan dalam penyusunan referat ini. Penulis juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sejawat serta pihak-pihak lain
yang telah membantu dalam penyusunan referat ini yang namanya tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa referat ini belum sempurna, oleh sebab itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan referat ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dan semoga referat ini dapat bermanfaat serta
menjadi bahan masukan bagi dunia pendidikan.

Penulis,

Riskia Eka Putri


H1AP12010

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 2
2.1 Intensive Care Unit (ICU) ..................................................................................... 2
2.1.1 Definisi ICU ....................................................................................................... 2
2.1.2 Tujuan dan ruang lingkup ICU................................................................... 2
2.1.3 Indikasi pasien ICU ........................................................................................ 3
2.1.4 Indikasi keluar ICU......................................................................................... 4
2.1.5 Klasifikasi pelayanan ICU ............................................................................ 5
2.1.6 Sarana dan prasarana ICU ........................................................................... 8
2.1.7 Jenis-jenis ICU ................................................................................................10
2.2 Persiapan Pre Operasi .........................................................................................10
2.2.1 Anamnesis .......................................................................................................10
2.2.2 Penilaian Status Fisik Menurut ASA ......................................................12
2.2.3 Masukan oral ..................................................................................................13
2.2.4 Penilaian Tampakan Faring dengan Skor Mallampati ...................13
2.2.5 Premedikasi Untuk Anestesi dan Operasi...........................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Rumah sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang


mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan yang professional
dan berkualitas dengan mengedepankan keselamatan pasien. Salah satu pelayanan
yang sentral di rumah sakit adalah pelayanan Intensive Care Unit (ICU) atau
disebut juga unit perawatan intensif.1
Evolusi ICU bermula dari timbulnya wabah poliomyelitis di Scandinavia
pada sekitar awal tahun 1950, dijumpai banyak kematian yang disebabkan oleh
kelumpuhan otot-otot pernapasan. Dokter spesialis anestesiologi dipelopori oleh
Bjorn Ibsen pada waktu itu, melakukan intubasi dan memberikan bantuan napas
secara manual mirip yang dilakukan selama anestesi. Dengan bantuan para
mahasiswa kedokteran dan sekelompok sukarelawan mereka mempertahankan
nyawa pasien poliomyelitis bulbar dan bahkan menurunkan mortalitas sebanyak
40%, dibandingkan dengan cara sebelumnya yakni penggunaan iron lung yang
mortalitasnya sebesar 90%. Pada tahun 1852 Engstrom membuat ventilasi
mekanik bertekanan positif yang ternyata sangat efektif untuk memberi
pernapasan jangka panjang. Sejak saat itulah ICU dengan perawatan pernapasan
mulai terbentuk dan tersebar luas.1 Di Indonesia perkembangan Ilmu Kedokteran
Gawat Darurat dan ICU ditandai dengan didirikannya ICU di RS Cipto
Mangunkusumo pada tahun 1971.2
Pada saat ini, ICU modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah
atau ventilasi mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu
Intensive Care Medicine. Ruang lingkup pelayanannya meliputi dukungan fungsi
organ-organ vital seperti pernapasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal
dan lain-lainnya, baik pada pasien dewasa atau pasien anak.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Intensive Care Unit (ICU)


2.1.1 Definisi ICU
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang
mandiri, dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan
untuk observasi, perawatan, dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit,
cedera, atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam
nyawa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan sarana
prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan
menggunakan keterampilan staf medik, perawat, dan staf lain yang
berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.1

2.1.2 Tujuan dan ruang lingkup ICU


Tujuan perawatan pasien di ICU yaitu untuk memberikan perawatan yang
intensif untuk menyelamatkan kehidupan pasien, mencegah perburukan dan
komplikasi dengan cara observasi dan monitoring, meningkatkan kualitas hidup
dan mempertahankan kehidupan pasien, mengoptimalkan fungsi organ,
mengurangi angka kematian serta mempercepat proses penyembuhan pasien.1,4
Adapun ruang lingkup pelayanan ICU adalah sebagai berikut:
1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang
mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa
menit sampai beberapa hari
2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus
melakukan pelaksanaan spesifik masalah dasar
3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi
yang ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenik
4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat
tergantung pada alat/mesin dan orang lain.1,3

2
2.1.3 Indikasi pasien ICU
Pasien yang dirawat di ICU adalah pasien yang memerlukan intervensi
medis segera oleh tim intensive care, pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi
sistem organ tubuh secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat
dilakukan pengawasan yang konstan, serta pasien kritis yang memerlukan
pengawasan kontinyu dan tindakan segera untuk mencegah timbulnya
dekompensasi fisiologis.1 Pada dasarnya pasien yang dirawat di ICU adalah pasien
dengan gangguan akut yang masih diharapkan pulih kembali, mengingat ICU
adalah tempat perawatan yang memerlukan biaya tinggi dilihat dari segi peralatan
dan tenaga yang khusus.3
Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas,
sedangkan kebutuhan pelayanan ICU meningkat, maka diperlukan mekanisme
untuk membuat prioritas. Kepala ICU bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi
perawatan pasien di ICU. Pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas 1)
didahulukan dibandingkan pasien yang memerlukan pemantauan intensif
(prioritas 3). Penilaian objektif atas beratnya penyakit dan prognosis hendaknya
digunakan untuk menentukan prioritas masuk ke ICU.1,2,3
Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan
terapi intensif dan tertitrasi, seperti : dukungan/bantuan ventilasi dan alat bantu
suportif organ atau sistem yang lain, infus obat-obat vasoaktif, obat anti aritmia,
serta pengobatan lain-lainnya secara kontinyu dan tertitrasi. Contoh pasien
kelompok ini antara lain : pasien pasca bedah kardiotorasik, pasien sepsis berat,
serta gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa.
Terapi pada pasien prioritas 1 (satu), umumnya tidak mempunyai batas.
Prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab
sangat berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh pasien
seperti ini antara lain penderita penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut dan
berat atau yang telah mengalami pembedahan mayor. Terapi pada pasien prioritas
2 tidak mempunyai batas, karena kondisi mediknya senantiasa berubah.

3
Prioritas 3
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status
kesehatan sebelumnya (penyakit yang mendasarinya) secara sendirian atau
kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di ICU pada golongan
ini sangat kecil. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastatik
disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan jalan napas, atau pasien
penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.
Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan akutnya
saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi
jantung paru.
Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa dan atas persetujuan kepala ICU, indikasi
masuk pada beberapa golongan pasien dapat dikecualikan, dengan catatan bahwa
pasien-pasien golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU
agar fasilitas ICU dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, dan 3. Pasien yang
tergolong demikian adalah :
a. Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan
hidup yang agresif dan hanya demi “perawatan yang aman” saja. Ini tidak
menyingkirkan pasien dengan perintah “DNR (Do Not Resuscitate)”.
Sebenarnya pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan
canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan
survivalnya.
b. Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.
c. Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak. Pasien-pasien
seperti itu dapat dimasukkan ke ICU untuk menunjang fungsi organ hanya
untuk kepentingan donor organ.1,3

2.1.4 Indikasi keluar ICU


Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis
oleh kepala ICU dan tim yang merawat pasien, antara lain:
a. Pasien dipindahkan apabila pasien tersebut tidak membutuhkan lagi
perawatan intensif karena keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil,

4
contoh pasien telah sadar, airway stabil setelah ekstubasi, mampu bernafas
spontan, dan lain-lain, atau jika terapi mengalami kegagalan, prognosa
yang buruk dan sedikit kemungkinan bila perawatan intensif diteruskan,
contoh pasien dengan tiga atau lebih kegagalan sistem organ yang tidak
berespon terhadap pengelolaan.
b. Bila pada pemantauan intensif ternyata hasilnya tidak memerlukan
tindakan atau terapi intensif lebih lama
c. Pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU (keluar
paksa).
d. Pasien hanya memerlukan observasi secara intensif saja, sedangkan ada
pasien lain yang lebih gawat yang memerlukan terapi dan observasi yang
lebih intensif. Pasien seperti ini hendaknya di usahakan pindah ke ruangan
yang khusus untuk pemantauan secara intensif yaitu HCU.3,4,5

2.1.5 Klasifikasi pelayanan ICU


Dalam menyelenggarakan pelayanan di rumah sakit, pelayanan di ICU
dibagi dalam beberapa klasifikasi pelayanan
1. ICU primer
Ruang perawatan intensif primer memberikan pelayanan pada pasien
yang memerlukan perawatan ketat (high care). Ruang perawatan ini
mampu melakukan resusitasi jantung paru (RJP) dan memberikan ventilasi
bantu 24-48 jam. Kekhususan yang dimiliki ICU primer adalah :
 Ruang tersendiri, letak dekat ruang kamar bedah, IRD & ruang
rawat lainnya
 Memiliki persyaratan / kriteria pasien yang masuk dan keluar
 Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
 Dokter jaga 24 jam dengan kemampuan RJP
 Ada konsulen yang membantu dan siap dipanggil
 Memiliki 25% jumlah perawat yang telah memiliki sertifikat ICU,
minimal satu orang per shift
 Mampu melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, rontgen
untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam

5
2. ICU sekunder
Pelayanan ICU sekunder mampu memberikan ventilasi bantu lebih
lama, mampu melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks.
Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder:
 Ruang tersendiri, letak dekat ruang kamar bedah, IRD & ruang
rawat lainnya
 Memiliki persyaratan / kriteria pasien yang masuk dan keluar
 Memiliki seorang kepala ICU yaitu dokter konsultan intensive care
atau bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi
 Dokter jaga 24 jam dengan kemampuan RJP
 Tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU & minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam & penyakit bedah
selama 3 tahun
 Mampu melakukan bantuan ventilasi, melakukan pemantauan
invasif dan usaha-usaha penunjang hidup
 Mampu melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, rontgen
untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam
 Memiliki ruang isolasi
3. ICU tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek perawatan
intensif, mampu memberikan pelayanan tertinggi termasuk dukungan atau
bantuan hidup multi sistem yang kompleks dalam jangka waktu yang tidak
terbatas serta mampu melakukan pemantauan kardiovaskular invasif dalam
jangka waktu terbatas. Kekhususan dari ICU tersier adalah:
 Tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit
 Memiliki persyaratan / kriteria pasien yang masuk dan keluar
 Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil
setiap saat bila diperlukan
 Dikelola oleh ahli anestesiologi konsultan perawatan intensif atau
dokter ahli konsultan lainnya, yang bertanggung jawab penuh.
 Dokter jaga yang mampu melakukan RJP

6
 Tenaga perawat lebih dari 75% bersertifikat ICU & berpengalaman
pada ruang penyakit dalam & bedah selama 3 tahun
 Mampu melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, rontgen
untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam
 Memiliki paling sedikit 1 orang yang mampu mendidik medis dan
perawat agar memberikan pelayanan yang optimal pada pasien.
 Memiliki staf tambahan tenaga administrasi , tenaga rekam medik,
tenaga ilmiah dan penelitian.4

Jenis tenaga dan kelengkapan pelayanan menentukan klasifikasi pelayanan


di rumah sakit tersebut atau sebaliknya seperti yang terlihat pada tabel berikut
ini:3
Tabel 1. Perbedaan pelayanan ICU primer, sekunder, dan tersier
KEMAMPUAN PELAYANAN
No.
PRIMER SEKUNDER TERSIER
1. Resusitasi jantung Resusitasi jantung Resusitasi jantung
paru paru paru
2. Pengelolaan jalan Pengelolaan jalan Pengelolaan jalan
napas, termasuk napas, termasuk napas, termasuk
intubasi trakeal dan intubasi trakeal dan intubasi trakeal dan
ventilasi mekanik ventilasi mekanik ventilasi mekanik
3. Terapi oksigen Terapi oksigen Terapi oksigen
4. Pemasangan kateter Pemasangan kateter Pemasangan kateter
vena sentral vena sentral dan arteri vena sentral, arteri,
Swan Ganz dan ICP
monitor
5. Pemantauan EKG, Pemantauan EKG, Pemantauan EKG,
pulsoksimetri dan pulsoksimetri, tekanan pulsoksimetri, tekanan
tekanan darah non darah non invasive darah non invasive
invasive dan invasive dan invasive, Swan
Ganz dan ICP serta
ECHO monitor

7
6. Pelaksanaan terapi Pelaksanaan terapi Pelaksanaan terapi
secara titrasi secara titrasi secara titrasi
7. Pemberan nutrisi Pemberan nutrisi Pemberan nutrisi
enteral dan parenteral enteral dan parenteral enteral dan parenteral
8. Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan
laboratorium khusus laboratorium khusus laboratorium khusus
dengan cepat dan dengan cepat dan dengan cepat dan
menyeluruh menyeluruh menyeluruh
9. Memberikan Memberikan Memberikan
tunjangan fungsi vital tunjangan fungsi vital tunjangan fungsi vital
dengan alat –alat dengan alat –alat dengan alat –alat
portable selama portable selama portable selama
transportasi pasien transportasi pasien transportasi pasien
gawat gawat gawat
10. Kemampuan Kemampuan Kemampuan
melakukan fisioterapi melakukan fisioterapi melakukan fisioterapi
dada dada dada
11. - Melakukan prosedur Melakukan prosedur
isolasi isolasi
12. - Melakukan Melakukan
hemodialisis hemodialisis
intermiten dan intermiten dan
kontinyu kontinyu

2.1.6 Sarana dan prasarana ICU


Ruang ICU di sebuah rumah sakit harus memenuhi beberapa syarat sebagai
berikut :
- Letaknya di sentral rumah sakit dan dekat dengan kamar bedah serta kamar
pulih sadar (recovery room).
- Suhu ruangan diusahakan 22-25°C dan nyaman.
- Ruangan tertutup dan tidak terkontaminasi dari luar.
- Merupakan ruangan aseptik dan antiseptik dengan dibatasi kaca-kaca.

8
- Kapasitas tempat tidur dilengkapi alat-alat khusus.
- Tempat tidur harus yang beroda dan dapat diubah dengan segala posisi.
- Petugas maupun pengunjung memakai pakaian khusus bila memasuki ruangan
isolasi.
- Tempat dokter dan perawat harus sedemikian rupa sehingga mudah untuk
mengobservasi pasien.
Pelayanan ICU yang memadai ditentukan berdasarkan desain yang baik dan
pengaturan ruang yang adekuat. Desain berdasarkan klasifikasi pelayanan di ICU
yaitu :3
Tabel 2. Desain dan pengaturan ruang ICU

9
2.1.7 Jenis-jenis ICU
Adapun beberapa jenis ICU yang sudah masyarakat kenal, berikut ini akan
dijelaskan lebih lanjut mengenai masing-masing jenis ICU.6,7
- Intensive Coronary Care Unit (ICCU)
Merupakan unit perawatan intensif untuk penyakit jantung, terutama
penyakit jantung koroner, serangan jantung, gangguan irama jantung yang
berat, gagal jantung
- Neonatal Intensive Care Unit (NICU)
NICU adalah unit perawatan intensif yang khusus merawat bayi baru lahir
yang sakit atau prematur.
- Pediatric Intensive Care Unit (PICU)
PICU adalah unit perawatan intensif yang khusus merawat bayi yang sakit
kritis, anak-anak, dan remaja.
- Post Anesthesia Care Unit (PACU)
PACU adalah unit perawatan intensif pasca operasi dan stabilisasi pasien
setelah operasi bedah dan anestesi. Pasien biasanya berada dalam PACU
untuk waktu terbatas dan harus memenuhi kriteria sebelum ditransfer
kembali ke bangsal.

2.2 Persiapan Pre Operasi


Persiapan pra operasi yang kurang mememadai merupakan faktor-faktor
penyebab terjadinya kecelakaan anestesia. Tujuan utama persapan preanestesi
adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.8
2.2.1 Anamnesis
Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan
berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir mutiara
anamnesis (The Sacred Seven). Empat pokok pikiran dalam anamnesis dengan cara mencari data
berikut: 8
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga

10
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan adalah identitas
pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan pekerjaan. 8
1. Riwayat Penyakit Sekarang,
Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan utama adalah keluhan
yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk mencari
pertolongan, misalnya : demam, sesak nafas, nyeri pinggang, dll. Keluhan utama ini
sebaiknya tidak lebih dari satu keluhan. Kemudian setelah keluhan utama, dilanjutkan
anamnesis secara sistematis dengan menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis,
yaitu8 :
1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan kapan terjadinya
dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta mencari penyakit yang relevan
dengan keadaan sekarang dan penyakit kronik (hipertensi, diabetes mellitus, dll)
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari pihak
keluarga (diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat penyakit yang menular.
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan
pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum a lkohol atau merokok,
obat- obatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan
kepercayaan).
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu
mendapat perhatian khusus,misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal

11
atau sesak nafas pasca bedah,sehingga kita dapat merancang anestesia berikutnya
dengan lebih baik. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelum nya
untuk eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan beberapa
hari untuk mengaktfkan kerja silia jalan pernapasan dan 1-2 minggu untuk mengurangi
produksi sputum. Kebiasaan minum alkohol juga harus dicurigai akan adanya penyakit
hepar.
5. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar
sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan keadaan
laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan
laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum
tentu tidak boleh dilewatkan seperti inpeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
6. Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Adanya pertimbangan yang tepat mengenai jenis
pemeriksaan laboratorium sangat membantu pasien dalam meminimalisir jumlah biaya
yang dikeluarkan.

2.2.2 Penilaian Status Fisik Menurut ASA


Skala yang paling luas adalah digunakan untuk memperkirakan risiko yaitu
klasifikasi status fisik menurut American Society of Anesthesiologists (ASA).
Tujuannya adalah untuk menilai kesehatan pasien sebelum operasi. Pada tahun
1963 ASA mengadopsi sistem klasifikasi status fisik sebagai berikut: 8
- Kelas I : Pasien tidak memiliki penyakit sistemik, termasuk proses patologis
dari penyakit yang akan dioperasi dan proses operasinya terlokalisasi di satu
bagian saja.
- Kelas II : pasien memiliki penyakit sistemik ringan hingga sedang.
- Kelas III : Pasien memiliki penyakit sistemik berat yang dsertai dengan
adanya keterbatasan aktivitas fisik

12
- Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat, tidak mampu melakukan
aktivitas fisik rutin, dan penyakit tersebut mengancam kehidupannya
- Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
- Kelas E : Pasien dengan keadaan emergency atau cyto.

2.2.3 Masukan oral


Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan risiko utama
pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko
tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia
harus dipantangkan dan masukan oral (puasa)selama periode tertentu selama
induksi anestesia. 8
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, dan pada
bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum anestesia.
Minuman bening dan air putih diperbolehka sampai 3 jam sebelum anestesia. 8

2.2.4 Penilaian Tampakan Faring dengan Skor Mallampati


Dalam anestesi, skor Mallampati digunakan untuk memprediksi
kemudahan intubasi. Hal ini ditentukan dengan melihat anatomi rongga mulut
yang didasarkan pada visibilitas dasar uvula, pilar faucial. 8
Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah
dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 grade : 8
Grade I : Pilar faring, uvula, dan palatum mole terlihat jelas
Grade II : Uvula dan palatum mole terlihat sedangkan pilar
faring tidak terlihat
Grade III : Hanya palatum mole yang terlihat
Grade IV : Pilar faring, uvula, dan palatum mole tidak terlihat

13
Penampakan faring pada tes Mallampati

2.2.5 Premedikasi Untuk Anestesi dan Operasi


Pasien yang akan dioperasi biasanya diberikan premedikasi karena: 8
- Diberikan sedatif untuk mengurangi ansietas (meskipun ini tidak
diperlukan pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun)
- Diberikan sedatif untuk mempermudah konduksi anestesi
- Diberikan analgetik jika pasien merasa sakit preoperative atau dengan latar
belakang analgesia selama dan sesudah operasi
- Untuk menekan sekresi, khusus sebelum penggunan ketamin (dipakai
atropine, yang dapat digunakan untuk aktivitas vagus dan mencegah bradikardi,
khususnya pada anak-anak.
Obat-obatan premedikasi, dosisnya disesuaikan dengan berat badan dan
keadaan umum pasien. Biasanya premedikasi diberikan IM 1 jam sebelumnya
atau peroral 2 jam sebelum anestesi. 8
Analgesik opium: Morfin 0,15 mg/Kgbb, intramuskular
Petidin 1,0 mg/Kgbb, intramuskular
Sedatif pada dewasa: Diazepam 0,15mg/Kgbb, oral/intramuskular
Pentobarbital 3 mg/Kgbb per oral
atau 1,5 mg/Kgbb intramuskular
Sedatif pada anak: Prometazin 0,5 mg/Kgbb per oral
Kloral hidrat sirup 30mg/Kgbb

14
Vagolitik antisialogog: Atropin 0,02 mg/Kgbb, intramuskular atau
intravena pada saat induksi, maksimal 0,5mg
Antasida: Natrium sitrat 0,3 mol/liter, 10-20 ml
Suspensi aluminium hidroksida, 10-20 ml

15
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Sebelum dilakukannya anestesi dalam setiap tindakan operasi sebaiknya


dokter dan perawat anestesi melakukan evaluasi atau penilaian dan persiapan pra
anestesi pada pasien-pasien yang akan melakukan tindakan operasi.
Selain itu perlu diperhatikan pertimbangan-pertimbangan anestesi seperti
anamnesa pasien, mengetahui riwayat pasien sangatlah penting, yang termasuk
riwayat adalah indikasi prosedur operasi, informasi mengenai anestesi
sebelumnya, dan pengobatan saat ini.Pemeriksaan fisik pasien yang harus
dilakukan dengan teliti dan hati-hati tapi fokus, perhatian ekstra ditujukan untuk
evaluasi terhadap jalan napas, jantung, paru, dan pemeriksaan neurologi dan juga
dilakukan evaluasi resiko perdarahan dan thrombosis serta evaluasi jalan nafas
(mallampati). Pemeriksaan umum seperti tanda vital, kepala dan
leher, precordium, paru-paru, abdomen, ektremitas, punggung dan neurologi.
Pemeriksaan penunjang juga dilakukan jika ada indikasi tertentu yang didapatkan
dari anamnesa dan pemeriksaan fisik. Setelah itu baru dilakukan pengklasifikasian
status fisik pasien menggunakan ASA (American Society of Anaesthesiologist)
yang merupakan klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai status fisik
pasien pra-anestesi.
Sementara itu, Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah
sakit yang mandiri, dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang
ditujukan untuk observasi, perawatan, dan terapi pasien-pasien yang menderita
penyakit, cedera, atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial
mengancam nyawa dengan prognosis dubia. Tujuan perawatan pasien di ICU
yaitu untuk memberikan perawatan yang intensif untuk menyelamatkan
kehidupan pasien, mencegah perburukan dan komplikasi dengan cara observasi
dan monitoring, meningkatkan kualitas hidup dan mempertahankan kehidupan
pasien, mengoptimalkan fungsi organ, mengurangi angka kematian serta
mempercepat proses penyembuhan pasien
Pada dasarnya pasien yang dirawat di ICU adalah pasien dengan gangguan
akut yang masih diharapkan pulih kembali, mengingat ICU adalah tempat

16
perawatan yang memerlukan biaya tinggi dilihat dari segi peralatan dan tenaga
yang khusus. Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas,
sedangkan kebutuhan pelayanan ICU meningkat, maka diperlukan mekanisme
untuk membuat prioritas.
Dalam pelayanannya fungsi ICU meliputi memberi bantuan dan
mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan pelaksanaan spesifik
masalah dasar, pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap
komplikasi yang ditimbulkan, serta memberikan bantuan psikologis pada pasien
yang kehidupannya sangat tergantung pada alat/mesin dan orang lain.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) Di Rumah Sakit.
Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2010.
2. Hanafie, A. Peranan Ruangan Perawatan Intensif (ICU) dalam Memberikan
Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit. (Accessed October 2016) Available
from:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/745/3/08E00127.pdf.txt
3. Indonesian Society of Intensive Care Medicine (Perhimpunan Dokter
Intensive care Indonesia). Pedoman ICU. (Accessed October 2016) Available
from : http://www.perdici.org/wp-content/uploads/Pedoman-ICU.pdf.
4. Departemen Kesehatan RI. Standar Pelayanan Keperawatan di ICU. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI; 2006.
5. World Health Organization. Intensive Care Unit. (Accessed October 2016)
Available from:
http://www.who.int/surgery/publications/IntensiveCareUnit.pdf
6. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Menteri Kesehatan
Republik Indonesia; 2012.
7. Washington State Department of Health. Type of Intensive Care Units.
(Accessed October 2016) Available from:
http://www.doh.wa.gov/YouandYourFamily/IllnessandDisease/HealthcareAs
sociatedInfections/MethodsandDefinitions/TypesofIntensiveCareUnits
8. Latief, SA, Suryadi, KA, Dachlan, MR. 2001. Penuntun Praktis Anestesi.
Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.

18

Anda mungkin juga menyukai