166 336 2 PB PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 11

ISSN Online 2407-6279 Jurnal Galung Tropika, 5 (2) Agustus 2016, hlmn.

86 - 96
ISSN Cetak 2302-4178

PENGARUH SALINITAS TERHADAP SINTASAN DAN


PERTUMBUHAN LARVA UDANG WINDU (PENAEUS MONODON)

The Influence of Salinity to The Survival and Growth of The Larvae of


Tiger Shrimp (Penaeus monodon)
Muhammad Syukri
E-mail: ukey_achiek@yahoo.com
Universitas Sulawesi Barat

Muhammad Ilham
E-mail: illanknhoezt@ymail.com
Universitas Sulawesi Barat

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pengaruh salinitas


terhadap sintasan dan pertumbuhan larva udang Windu (Penaeus monodon). Diharapkan
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan perbenihan larva udang windu khususnya pada stadia
post larva.Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 4 perlakuan, tiap perlakuan diulang 3 kali, sehingga terdiri atas 12 satuan
percobaan. Perlakuannya adalah salinitas a) 25 ppt,b) 30 ppt (Kontrol), c).35 ppt dan d).40
ppt. Peubah yang diamati adalah sintasan dan pertumbuhan larva udang windu mulai post
larva 1 (PL 1) sampai pada stadia post larva 15 (PL 15). Selain itu dilakukan pengukuran
parameter kualitas air lainnya seperti suhu, pH dan oksigen terlarut sebagai data
pendukung penelitian.Hasil penelitian menunjukkan tingkat sintasan post larva udang
windu tertinggi diperoleh pada salinitas 25 ppt sebesar 84,67 % dan terendah pada salinitas
40 ppt sebesar 49,33 %.Pertumbuhan post larva udang windu tertinggi juga diperoleh pada
salinitas 25 ppt sebesar 0,44 g dengan laju pertumbuhan 14,15% dan terendah pada
salinitas 40 ppt sebesar 0,20 g, dengan laju pertumbuhan sebesar 9,83%. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa salinitas 25 ppt adalah salinitas yang menghasilkan tingkat sintasan
dan pertumbuhan post larva udang Windu yang terbaik. Sedangkan salinitas 40 ppt
menghasilkan tingkat sintasan dan pertumbuhan yang lambat dan kematian yang tinggi.
Kata kunci: salinitas, sintasan, pertumbuhan, post larva, udang windu.

ABSTRACT

This research aims to know the influence of salinity towards the survival and
growth of the larvae of Tiger shrimp (Penaeus monodon). Expected to be utilized for tiger
shrimp larva seed activities especially on the post larval stadia. The experimental design
used was Complete Random Design (RAL) with 4 treatments, each treatment was repeated
three times, so that it consists of 12 units of the experiment. The treatment is salinity a) 25
ppt, b) 30 ppt (control), c). 35 ppt and d). 40 ppt. The observed variables is the survival
and growth of the larvae of tiger shrimp started post larvae 1 (PL 1) up on stadia post
larvae 15 (PL). In addition carried out measurements of water quality parameters such as
temperature, pH, and dissolved oxygen as supporting data research. The results showed
the level of survival rate of post larvae of Tiger shrimp retrieved on 25 ppt salinity of
Pengaruh Salinitas Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Larva Udang Windu (Penaeu monodon) 87

84.67% and the lowest at 40 ppt salinity of 49.33%. The growth of post larva shrimp also
at salinity of 25 ppt is 0.44 g with the rate of growth of 14.15 and lowest% on 40 ppt
salinity is 0.20 g, with a growth rate of 8.89%. So it can be inferred that the best salinity is
25 ppt to the survival and growth rate produces post larva shrimp Tiger. While the salinity
of 40 ppt givethe slowsurvivaland growth. Besides it causing high mortality.
Keywords: salinity, survival, growth, post larvae, shrimp Tiger.

PENDAHULUAN air terutama salinitas. Konsentrasi


salinitas sangat berpengaruh terhadap
Udang windu merupakan salah proses osmoregulasi yaitu upaya hewan
satu komoditas unggulan subsektor air untuk mengontrol keseimbangan air
perikanan di Indonesia dalam upaya dan ion antara tubuh dan lingkungannya.
meningkatkan devisa negara. Permintaan Jika kondisi salinitas berfluktuasi maka
pasar meningkat dengan didukung semakin banyak energi yang dibutuhkan
sumberdaya alam yang cukup besar untuk metabolisme Fujaya (2004).
memberikan peluangpengembangan Penelitian yang dilakukan
budidaya udang Windu. Berbagai upaya olehSuprapto (2010), kisaran toleransi
dilakukan dalam meningkatkan produksi yang optimal untuk post larva udang
udang windu. Salah satunya penerapan galah (Macrobrachium rosenbergii)
sistem budidaya udang windu secara sebagai media pemeliharaan dari air
intensifRosenberry (1986) dalam tawar adalah media yang bersalinitas 20
Yuniarso (2006). ppt. Hasil penelitian Rachmawati, dkk
Keberhasilan usaha pembenihan (2012)bahwa media isoosmotik dengan
udang windu merupakan langkah awal salinitas 31 ppt merupakan media terbaik
dalam sistem mata rantai budidaya. bagi tingkat kerja osmotik.Salinitas
Keberhasilan pembenihan tersebut akan adalah konsentrasi semua ion-ion terlarut
mendukung usaha penyediaan benih dalam air dan dinyatakan dalam
udang yang berkualitas. Pada kegiatan gram/liter atau bagian per seribu atau
pembenihan udang windu, fase larva promil. Boyd (1979) dalam Bawal
merupakan fase yang paling kritis, (2012). Kisaran salinitas yang rendah
karenabiasanya terjadi tingkat mortalitas dapat menurunkan oksigen terlarut dalam
yang tinggi. Tingginya angka mortalitas air, selain itu dapat menyebabkan
pada fase larva ini disebabkan oleh tipisnya kulit udang. Sedangkan kisaran
ketidaksempurnaan organ-organ tubuh salinitas tinggi dapat menyebabkan
larva sehingga sangat rentan terhadap terhambatnya proses molting sehingga
kondisi lingkungan yang kurang pertumbuhan udang terhambat.
memenuhi syarat seperti kualitas air. Berdasarkan uraian tersebut dilakukan
Fluktuasi kualitas air secara tiba-tiba penelitian tentang kisaran salinitas untuk
terutama salinitas yang diberikan kepada keberhasilan tingkat sintasan dan
larva, sering menyebabkan kematian pertumbuhan larva udang windu,
massal pada larva. Pertumbuhan udang sehingga dapat digunakan untuk proses
windu pada fase post larva sangat pembenihan udang windu khususnya
dipengaruhi beberapa faktor fisika kimia stadia post larva.
88 Syukri dan Ilham

METODOLOGI PENELITIAN dengan salinitas berbeda sesuai dengan


perlakuan setiap wadah. Selanjutnya
Penelitian dilaksanakan Maret dilakukan penebaran larva udang windu
sampai April 2016, di UPTD-BBIP stadia post larva 1 (PL 1), kemudian
Poniang Dinas Kelautan dan Perikanan pemberian pakan tiap 4 jam, setiap pagi
Provinsi Sulawesi Barat. Alat yang dan sore hari dengan kepadatan Artemia
digunakan adalah batu aerasi, hand 5 individu/mL air media dan flak 0,25
refraktometer, timbangan elektrik, ppm/hari. Selanjutnya pergantian air
termometer, DO meter, pH meter, media sebanyak 25% dari volume total
dankamera digital, sedangkan hewan uji setiap hari pada pukul 07.00 WITA, dan
yang digunakan adalah larva udang dilakukan kontrol kualitas air.
windu stadia Post Larva 1. Hewan uji Pengukuran kualitas air dilakukan
tersebut diperoleh dari hasil pemeliharaan sebelum pergantian air pada pukul 06.00
di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) WITA dan pengukuran selanjutnya
Poniang. Larva udang windu ditebar setelah pergantian air, dilakukan pada
dengan kepadatan 10 ekor/L.Pakan yang pukul 18.00 WITA.
digunakan adalah Artemia dan pakan Sumber air yang digunakan terdiri
buatan berupa flak. Artemia diperoleh dari air laut bersalinitas 35 ppt dan air
dari hasil kultur massal yang dilakukan di tawar dari sumur bor. Untuk
(BBIP) Poniang Dinas Kelautan dan mendapatkan media perlakuan sesuai
Perikanan Provinsi Sulawsei Barat. dengan salinitas yang diinginkan, maka
Kepadatan Artemia yang diberikan dilakukan pengenceran dengan air tawar
adalah 5 individu/mL air media, dan flak dengan menggunakan rumus Anggoro
adalah 0,25 ppm/hari. (1992). Dimana Peubah yang diamati
Rancangan percobaan yang pada penelitian ini adalah sintasan dan
digunakan pada penelitian ini adalah pertumbuhan larva udang windu mulai
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dari post larva 1 (PL 1) sampai pada
4 perlakuan dan setiap perlakuan stadia post larva 15 (PL 15).
masing-masing mempunyai 3 ulangan. Penghitungan sintasan
Dengan demikian, penelitian ini terdiri pertumbuhan larva udang windu pada
atas 12 satuan percobaan. Adapun masing-masing perlakuan dilakukan
perlakuan yang dicobakan adalah sebagai dengan menghitung jumlah larva udang
berikut : a). Salinitas 25 ppt, b). Salinitas pada awal dan larva udang yang hidup
30 ppt (Kontrol) c). Salinitas 35 ppt dan sampai akhir penelitian. Sedangkan
d). Salinitas 40 ppt, dimana penempatan Pertumbuhan bobot mutlak dihitung
wadah percobaan tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus Effendie
secara acak menurut Steel dan Torrie, (1997) dan laju pertumbuhan harian
(1993). dihitung dengan menggunakan rumus
Prosedur penelitian ini terdiri atas Huyn dan Fotedar (2004).
beberapa tahap, yakni tahap pertama Sebagai data penunjang dilakukan
berupa persiapan wadah penelitian pengukuran beberapa parameter kualitas
berupa ember yang dilengkapi dengan air meliputi: suhu, pH, dan oksigen
aerasi dan diisi air laut sebanyak 10 L
Pengaruh Salinitas Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Larva Udang Windu (Penaeu monodon) 89

terlarut. Suhu diukur dengan ppt) yakni 84,67%, dan terendah pada
menggunakan thermometer air raksa perlakukan D (40 ppt) yakni 49,33%. Hal
ketelitian 0,1 0C, pH diukur dengan ini disebabkan pada perlakuan salinitas
menggunakan pH meter ketelitian 0,1 dan 25 ppt dan 30 ppt cukup baik untuk
oksigen terlarut diukur dengan proses molting yang dapat memperlancar
menggunakan DO meter type YSI model proses osmoregulasi (pertukaran garam-
550 A. Pengukuran salinitas, suhu, pH garam air laut kedalam cairan tubuh
dan oksigen terlarut dilakukan setiap hari udang). Keberadaan cairan ini
sebanyak 2 kali, yaitu pukul 06.00 dan menyebabkan udang pada saat molting
18.00 Wita. dapat dengan mudah merobek cangkang
Data yang diperoleh dianalisis yang lama. Menurut Harefa (1996),
dengan analisis sidik ragam, bila faktor yang paling mempengaruhi tingkat
perlakuan berpengaruh nyata dilanjutkan kelulusan hidup post larva udang windu
dengan uji BNT. Adapun parameter yaitu kualitas air pada media
kualitas air dianalisis secara deskriptif pemeliharaan dan kualitas pakan.
berdasarkan kelayakan hidup post larva Kualitas air yang baik pada media
udang windu (Penaeus monodon). pemeliharaan merupakan faktor yang
mendukung proses metabolisme dalam
HASIL DAN PEMBAHASAN proses fisiologi dan mempercepat ganti
kulit yang dapat memperlancar proses
1. Sintasan osmoregulasi.
Sintasan post larva udang windu Pada penelitian ini perlakuan A
(P. monodon) yang dipelihara pada (25 ppt) dan perlakuan B (30 ppt) pada
salinitas berbeda disajikan pada Tabel 1. saat pengamatan dijumpai post larva
Tabel 1 menunjukkan bahwa udang yang melakukan pergerakan
perlakuan A (25 ppt) tidak berbeda nyata dengan muncul ke permukaan dan
(p > 0,05) dengan perlakuan B (30 ppt), meloncat loncat. Sesuai dengan
tetapi berbeda nyata (p < 0,05) dengan pernyataan Haliman dan Adijaya (2004),
perlakuan C (35 ppt) dan D (40 ppt). menjelaskan bahwa molting pada udang
Sintasan post larva udang windu (P. ditandai dengan seringnya udang muncul
monodon) yang dipelihara pada salinitas ke permukaan air sambil meloncat-loncat.
berbeda tertinggi pada perlakuan A (25 Gerakan ini bertujuan untuk membantu
90 Syukri dan Ilham

melonggarkan kulit luar udang dari pergerakan yang lambat, terdapat


tubuhnya. perluasan bintik merah pada kaki jalan
Rendahnya sintasan post larva dan kaki renang, serta adanya bintik
udang windu pada perlakuan D (40 ppt), hitam pada bagian insang.
diduga dipengaruhi oleh tingginya Flegel and Fegan (1995)
salinitas sehingga dapat menghambat menyebutkan lingkungan perairan yang
proses molting. Menurut hasil penelitian buruk cenderung berpengaruh positif
yang dilakukan oleh BBPBAP Jepara terhadap pertumbuhan patogen dan
(2005), menunjukkan bahwa salinitas berpengaruh negatif bagi organisme
yang tinggi (> 35) dapat menyebabkan peliharaan (udang) karena dapat
pertumbuhan udang terhambat karena menyebabkan munculnya penyakit.
proses molting itu sendiri sulit dilakukan 2. Pertumbuhan
sehingga terjadinya proses kematian pada Pertumbuhan bobot mutlak dan
larva udang windu. Ditambahkan oleh laju pertumbuhan harian post larva udang
Soetedjo (2011), molting merupakan windu (P. monodon) yang dipelihara
proses yang rumit dimana tingkat pada salinitas berbeda disajikan pada
kematiannya sulit dihindari. Tabel 2.
Hasil pengamatan secara visual Tabel 2 menunjukkan perlakuan
pada perlakuan D (40 ppt) menunjukkan A (25 ppt) tidak berbeda nyata (p > 0,05)
pergerakan yang lambat dan mengalami dengan perlakuan B (30 ppt), tetapi
kematian ditandai adanya bintik merah berbeda nyata dengan perlakuan C (35
pada larva udang windu. Ini disebabkan ppt) dan D (40 ppt). Sementara perlakuan
bakteri yang mudah tumbuh pada C (35 ppt) dan D (40 ppt) berbeda nyata
salinitas tinggi. Menurut Rukyani (1993), dengan semua perlakuan (p < 0,05).Tabel
bakteri akan menyerang post larva udang 3 menunjukkan pertumbuhan bobot
windu dan udang vannamei pada saat mutlak dan laju pertumbuhan harian post
kondisi tubuh lemah. Bakteri yang akan larva udang windu (P. monodon) yang
menyerang larva udang windu adalah dipelihara pada salinitas berbeda
jenis bakteri vibrio. Sementara menurut dihasilkan nilai tertinggi pada perlakukan
Austin (1993), udang windu yang A (25 ppt) dan B (30 ppt) dan terendah
terserang Vibrio sp. menunjukkan gejala pada perlakuan D (40 ppt).
Pengaruh Salinitas Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Larva Udang Windu (Penaeu monodon) 91

Tingginya pertumbuhan bobot sehingga pada perlakuan tersebut post


mutlak dan laju pertumbuhan harian post larva udang memiliki pertumbuhan bobot
larva udang windu (P. monodon) yang mutlak dan laju pertumbuhan harian
dipelihara pada salinitas berbeda sangat baik. Hal ini dikemukakan oleh
dihasilkan pada perlakuan A (25 ppt) dan Ekawaty dkk, (1995), bahwa pakan
B (30 ppt) sebagai kontrol. Ini berfungsi sebagai nutrisi dan energi yang
disebabkantingkat salinitas yang rendah digunakan untuk mempertahankan hidup,
mempercepat proses molting sehingga membangun tubuh dan untuk proses
post larva udang windu mengalami perkembangannya. Selain itu, pakan yang
pertumbuhan yang sangat cepat. Menurut dibutuhkan oleh post larva udang windu
Shigueno (1975) dalam Ari (2010), harus sesuai dengan bukaan mulut post
pertumbuhan larva udang pada salinitas larva tersebut. Selain itu menurut
rendah lebih cepat dibanding salinitas Suprayitno (1986) dalam Adi (2014),
tinggi, karena kemampuan penyerapan air pakan alami ini dapat memberikan gizi
saat pergantian kulit (molting) tinggi. secara lengkap sesuai kebutuhan untuk
Sehingga tubuh mengembang lebih tinggi pertumbuhan dan perkembangannya. Ini
dibanding dengan pada salinitas tinggi. disebabkan ukuran tubuh relatif kecil,
Dahril dan Muchtar (1985) dalam Adi dan mudah dicerna sesuai dengan lebar
(2014 menyebutkan pergantian kulit bukaan mulut post larva udang windu.
merupakan indikator dari pertumbuhan Pakan alami yang digunakan pada
udang, semakin cepat udang berganti penelitian ini adalah Artemia karena
kulit berarti pertumbuhan semakin cepat kandungan gizinya sangat tinggi dan
pula. menunjang pertumbuhan post larva
Pada penelitian ini perlakuan A udang windu. Menurut Navarro (1999),
(25 ppt) dan perlakuan B (30 ppt) masih pakan Artemia adalah pakan alami yang
termasuk dalam tingkat salinitas optimum dapat memberikan asam lemak terbaik
dalam pembenihan post larva udang pada post larva udang windu yang tak
windu. Menurut Soetomo (2000), fase tergantikan. Rendahnya pertumbuhan
post larva udang windu lebih menyukai bobot mutlak dan laju pertumbuhan
perairan air payau pada salinitas 25-35 harian post larva udang windu (P.
ppt. Sementara hasil penelitian yang monodon) yang dipelihara pada salinitas
dilakukan oleh BBPBAP Jepara (2007), berbeda dihasilkan pada perlakuan D (40
bahwa kisaran optimal salinitas pada ppt) yang disebabkan oleh sulitnya
pembenihan udang windu adalah 15-30 pergantian kulit (molting). Hal ini
ppt. Salah satu faktor yang mendukung didukung oleh BBPBAP Jepara (2005),
tingginya pertumbuhan bobot mutlak dan menunjukkan bahwa salinitas yang tinggi
laju pertumbuhan harian pada perlakuan (> 35) dapat menyebabkan pertumbuhan
tersebut adalah pakan. Pemberian pakan udang terhambat karena proses molting
pada tiap perlakuan dikonsumsi dengan itu sendiri sulit dilakukan. Selain itu
baik oleh perlakuan A (25 ppt) dan menurut Fast & Leester (1992), salinitas
perlakuan B (30 ppt) sebagai proses merupakan salah satu sifat kualitas air
kemampuan untuk tumbuh dan hidup yang sangat penting karena
92 Syukri dan Ilham

mempengaruhi kecepatan pertumbuhan kualitas air yang diukur meliputi suhu,


post larva udang. Pada penelitian ini pH, oksigen terlarut, dan amoniak. Hasil
perlakuan D (40 ppt) saat pengamatan pengukuran parameter kualitas air
sering menjumpai pakan yang tidak disajikan pada tabel 3.
terkonsumsi dengan baik, ditandai Secara umum kualitas air yang
dengan masih adanya sisa pakan yang diukur masih berada pada kisaran batas
diberikan. Hal ini diduga karena salinitas yang layak untuk pemeliharaan post larva
yang tinggi pergerakan larva Artemia udang windu. Besar kecilnya perubahan
cukup lincah dan sukar untuk kualitas air dapat mempengaruhi sifat
dimanfaatkan secara maksimal, sesuai fungsional dan struktural post larva
dengan Mudjiman (1988) dalamAdi udang yang dipelihara. Jika terjadi
(2014), bahwa Artemia hidup di daerah- perubahan maka post larva udang akan
daerah tropis, subtropis, dan dingin pada melakukan mekanisme osmoregulasi
perairan-perairan yang memiliki kadar untuk mempertahankan keseimbangan
garam tinggi, dimana pemangsa- cairan tubuh terhadap lingkungan
pemangsa tidak dapat dimanfaatkan eksternal. Oleh karena itu, kerja osmotik
secara maksimal oleh organisme lain tersebut berhubungan dengan efisiensi
karena pergerakan yang cukup lincah. penggunaan energi yang pada akhirnya
Hal ini juga didukung Venkataramaiah berhubungan dengan kelangsungan hidup
dkk, (1972) dalam Suprapto (2010), dan pertumbuhan post larva udang
bahwa konsumsi makanan dan efisiensi windu, maka dalam penelitian ini kualitas
konversi pakan yang merupakan air media pemeliharaan dibuat konstan
komponen utama pada laju pertumbuhan pada keadaan optimal seperti yang telah
dan sintasan dari udang panaeid disebutkan di atas.
dipengaruhi oleh salinitas yang dapat Selama penelitian selalu
menyebabkan pergerakan lambat. diusahakan agar kualitas air media
pemeliharaan dapat menunjang
3. Kualitas Air kehidupan dan pertumbuhan optimal bagi
Pengukuran beberapa parameter post larva udang yang dipelihara, yaitu
kualitas air media pemeliharaan dengan melakukan penggantian air setiap
dilakukan sebagai data penunjang selama harinya. Perlakuan penggantian air yang
penelitian berlangsung. Parameter diterapkan mampu mempertahankan kua-
Pengaruh Salinitas Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Larva Udang Windu (Penaeu monodon) 93

litas air selama waktu pemeliharaan. pertumbuhan, reproduksi, tingkah laku,


Penggantian air dapat membuang sisa pergantian kulit, dan metabolisme.
pakan dan meningkatkan oksigen terlarut. Sementara menurut Poernomo (1978)
Penggantian air dapat menambah oksigen dalam Ari (2010), Suhu di atas 32°C
dari air segar yang ditambahkan. Selain akan menyebabkan stres pada post larva
itu, penggantian air juga dapat udang dan suhu 35°C merupakan suhu
mengurangi amoniak yang timbul, kritis.
sehingga dalam penelitian ini amoniak Hasil pengukuran pH air selama
masih berada di bawah nilai maksimum penelitian berlangsung berkisar 7,0-8,7
bagi pemeliharaan post larva udang nilai ini tergolong baik dan masih dalam
windu yaitu dibawah 0,1 ppm. batas toleransi post larva udang windu.
Menurut Boeuf dan Payan (2001), Hal ini didukung oleh pernyataan Boyd
suhu merupakan salah satu faktor abiotik (1990), di mana pH perairan yang sesuai
penting yang mempengaruhi aktivitas, untuk pertumbuhan post larva udang
konsumsi oksigen, laju metabolisme, windu adalah antara 6,5 hingga 9,0.
sintasan dan pertumbuhan organisme Kisaran pH tersebut masih layak bagi
akuatik. Hasil pengukuran suhu selama kegiatan pembenihan post larva udang
penelitian diperoleh kisaran antara 27 - windu serta mendukung pertumbuhan
31 0C Nilai ini menunjukkan suhu air dan kelangsungan hidup post larva
masih berada dalam kisaran normal yang udang. Menurut Wickins (1987) dalam
dapat ditolerir oleh post larva udang Nuzzuluddin (2011), jika pH 6,4 dapat
windu. Hal ini sesuai dengan pendapat menyebabkan laju pertumbuhan post
Haliman dan Adijaya (2003), suhu larva udang akan menurun sebesar 60%
optimal pertumbuhan larva udang antara dan sebaliknya pH 9,0-9,5 akan
26 - 32°C. Ditambahkan dengan menyebabkan peningkatan kadar
pernyataan Komarawidjaja (2006), amoniak sehingga secara tidak langsung
bahwa kisaran suhu air pada membahayakan post larva udang. Derajat
pertumbuhan post larva udang windu keasaman (pH) yang rendah akan
adalah sekitar 26 - 32°C. Suhu menyebabkan keasaman meningkat, jika
berpengaruh langsung pada metabolisme itu terjadi maka kondisi perairan akan
udang, pada suhu tinggi metabolisme menyebabkan menurunnya kualitas air
post larva udang dipacu, sedangkan pada sehingga dapat mengakibatkan
suhu yang lebih rendah proses menurunnya selera makan suatu
metabolisme diperlambat. Bila keadaan organisme (udang) (Putri, 2009).
seperti ini berlangsung lama, maka akan Pengukuran oksigen terlarut (DO)
mengganggu kesehatan post larva udang selama penelitian mengalami perbedaan
karena secara tidak langsung suhu air antar masing-masing perlakuan dimana
yang tinggi menyebabkan oksigen dalam tingkatan salinitas berbanding terbalik
air menguap, akibatnya post larva udang dengan nilai oksigen terlarut (DO). Hal
akan kekurangan oksigen. Hal ini ini dibuktikan dengan semakin turunnya
didukung oleh Wardoyo (1997), bahwa nilai oksigen terlarut (DO) seiring
suhu air dapat mempengaruhi sintasan, meningkatnya salinitas media
94 Syukri dan Ilham

pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan sebesar 14,15%, dan yang terendah
pernyataan Smith (1982) dalam salinitas 40 ppt sebesar 0,20 g
Wandiunaya (2013), semakin tinggi dengan laju pertumbuhannya sebesar
salinitas media makin rendah kapasitas 9,83%.
maksimum oksigen terlarut (DO) dalam 3) Salinitas 25 ppt dan 30 ppt (kontrol)
air. Pengukuran oksigen terlarut (DO) menghasilkan tingkat sintasan dan
selama penelitian besar dari >3 ppm. pertumbuhan post larva udang
Kisaran ini masih dikategorikan baik windu (Penaeus monodon) yang
dalam pembenihan udang. Menurut terbaik sedangkan salinitas 35 ppt
Fegan (2003), konsentrasi oksigen dan 40 ppt menghasilkan tingkat
terlarut selama pemeliharaan post larva sintasan dan pertumbuhan yang
udang windu berkisar antara 3-8 ppm. lambat dan kematian yang tinggi.
Nilai tersebut menunjukan bahwa
kandungan oksigen yang terdapat pada DAFTAR PUSTAKA
media pemeliharaan masih optimal dan
Adi, P. 2014. BAB II Tinjauan Pustaka
cukup baik dalam mendukung
Biologi Udang Windu. [Online].
pertumbuhan post larva udang.
http://digilib.unila.ac.id/5545/15/B
Wardoyo (1994) dalam Arafik
AB%20II.pdf. (diakses tanggal 01
(2009) menuturkan kandungan oksigen
Desember 2015).
terlarut dalam air dengan kisaran
terendah adalah 3 ppm agar dapat Anggoro, S. 1992. Efek Osmotik
mendukung keberlangsungan kehidupan Berbagai Tingkat Salinitas Media
organisme perairan secara normal. O2 terhadap Daya Tetas Telur dan
terlarut dalam air sangat mendukung Vitalitas Larva Udang Windu,
untuk kegiatan respirasi larva. Imai Penaeus Monodon Fabricius.
(1970) dalam Ari (2010), mengemukakan Disertasi. Program Pascasarjana,
bahwa kandungan oksigen terlarut yang Institut Pertanian Bogor, Bogor.
baik bagi pasca post larva udang adalah 6 230 hal.
- 9 ppm. Peran aerasi sangat penting Arafik 2009. Pembenihan Udang Windu
dalam menjaga kadar oksigen terlarut (Penaeus monodon). [Online].
agar tetap optimal selama penelitian. http://lamadiaquaculture.blogspot.c
o.id/2009/11/pembenihan - udang-
KESIMPULAN
windu-penaeus-monodon (diakses
1) Tingkat sintasan post larva udang tanggal 15 November 2015).
windu (Penaeus monodon) tertinggi Ari, W. I. 2010. Kelangsungan Hidup
pada salinitas 25 ppt sebesar 84,67 % Udang Windu (Penaeus monodon,
dan yang terendah pada salinitas 40 Fab.) Pasca Larva dalam Berbagai
ppt sebesar 49,33 %. Tingkat Aklimasi Salinitas.
2) Tingkat pertumbuhan post larva [Online].
udang windu (Penaeus monodon) http://repository.ipb.ac.id/bitstream/
tertinggi pada salinitas 25 ppt sebesar handle/123456789/399/C89IWA.pd
0,44 g dengan laju pertumbuhan
Pengaruh Salinitas Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Larva Udang Windu (Penaeu monodon) 95

f?sequence.(diakses tanggal 29 Effendie, I.M, 1997. Biologi Perikanan.


september 2015). Yayasan Pustaka Nusantara:
Yogyakarta.
Austin B, Austin DA. 1993. Bacterial
Fish Pathogens. In Disease in Fast, A. W. and Lester, L. J. 1992.
Farmed and wild fish. Ellis “Marine Shrimp Culture: Principles
Horwood Ltd, and Practices”. Development in
Publisher,Chichester, England. Aquaculture and Fisheries Science,
23.
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air
Payau (BBPBAP) Jepara,. 2007. Fegan D F, 2003. Budidaya Udang
Penerapan Best Management Vannamei (Litopenaeus vannamei)
Practices (BMP) pada Budidaya di Asia. Gold Coin Indonesia
Udang Windu (Penaeus monodon Specialities Jakarta.
Fab.) Intensif. Departemen Flegel T. W and D, Fegan, 1995.
Kelautan Dan Perikanan Direktorat Enviromental Control of Infection
Jenderal Perikanan Budidaya Balai Shrimp Disease in Thailand.
Besar Pengembangan Budidaya Air Disease in Asian Aquaculture II.
Payau Jepara. P:65-68.
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Fujaya, 2004. Pandun Budidaya Udang
Payau (BBPBAP) Jepara,2005. Windu. Penebar Swadaya : Jakarta.
Budidaya Udang Windu.
www.udang-bbbap.com. (diakses Haliman R.W, dan Adijaya DS. 2004.
tanggal 15 November 2015). Udang Vannamei. Jakarta: Panebar
Swadaya.
Bawal, C. 2012. Pengaruh Salinitas Air
Terhadap Kesintasan dan Harefa, F., 1996. Pembudidayaan
Pertumbuhan Benih Ikan Bawal Air Artemia Untuk Pakan Udang dan
Tawar (Colossoma macropomum). Ikan. PT. Penebar Swadaya,
[Online]. Jakarta.
https://tricahyoachiriyantodotorg.w Huyn, M.S. and R. Fotedar. 2004.
ordpress.com/2012/01/08/revisi- Growth, Survival, Hemolymph
proposal-penelitian/. (diakses Osmolality and Organosomatic
tanggal 08 Januari 2015). indIces of the Western King Prawn
Boeuf, G. and P. Payan, 2001. How (Penaeus laticulatus Kihinouye,
Should Salinity Influence Fish 1896) Reared at Different
Growth? Review. Comp Biochem Salinities. Aquaculture, 234: 601-
Physiol 130C: 411-423. 614.

Boyd C.E. 1990. Water Quality in Ponds Komarawidjaja, W. 2006. Pengaruh


For Aquaculture. Birmingham Perbedaan Dosis Oksigen Terlarut
(DO) pada Degradasi Amonium
Publishing Co., Alabama. 420 p.
Kolam Kajian Budidaya Udang.
Jurnal Hidrosfir, 1(1): 32-37.
96 Syukri dan Ilham

Navarro, J.C. 1999. Lipids Conversion Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993.


During Enrichment of Artemia. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT.
Aquaculture 174 :155-166. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
748 hal.
Nuzzuluddin, A. 2015. Pengaruh
Pemberian Berbagai Kombinasi Suprapto, R. 2010. Pengaruh Perubahan
Kadar Karbohidrat Pakan dan Salinitas Terhadap Sintasan dan
Kromium (Cr+3) Terhadap Deposit Keragaan Pertumbuhan Post Larva
Glikogen Hepatopankreas dan Otot Udang Galah (Macrobrachium
Gelondongan Udang Windu rosenbergii) Populasi Ciasem Pada
(Penaeus monodon). [Online]. Skala Laboratorium. [Online].
Http://www.repository.unhas.ac.id. www.
(diakses tanggal 02 April 2015). sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/se
archkatalog/.../37-411.pdf. (diakses
Putri, D.S, 2009. Pengaruh Salinitas
25 Desember 2015).
Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan
Nila GIFT. Skripsi.Fakultas Wandiunaya, 2013. Hubungan
perikanan dan ilmu kelautan, Temperatur Oksigen Terlarut Dan
Universitas Padjajaran. Bandung. Salinitas Pada Ikan Kerapu
Lumpur. [Online]. https:
Rachmawati, D. Hutabarat, J., dan
//wandiunaya.wordpress.com
Anggoro, S. 2012. Pengaruh
/2013/ 04/20/hubungan-
Salinitas Media Berbeda Terhadap
temperaturoksigen-terlarut-dan-
Pertumbuhan Keong Macan
salinitas-pada-ikan-kerapu-lumpur/.
(Babylonia spirata L.) pada Proses
(diakses tanggal 20 April 2015).
Domestikasi. ISSN 0853-7291
Ilmu Kelautan September Wardoyo,T. H. 1997. Pengeloalaan
2012 Vol. 17 (3) 141-147 [Online] Kualitas Air Tambak Udang.
:http://ejournal.undip.ac.id. (diakses Makalah pada pelatihan manajemen
tanggal 26 Januari 2016). tambak udang dan hatchery.
Fakultas perikanan dan Ilmu
Rukyani. A. 1993. Penanggulangan
kelautan, IPB.Bogor.
Penyakit Udang Windu (Penaeus
monodon). Dalam Hanafi, A., M. Yuniarso, T. 2006. Peningkatan
Atmomarsono, dan S. Ismawati Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan
(Eds.). Prosiding Seminar Hasil Dan Daya Tahan Udang Windu
Penelitian Perikanan Budidaya (Penaeus mondon) Stadium Pl 7 –
Pantai, Maros 16 – 19 Juli 1993.1 – Pl 20 setelah Pemberian Silase
8. Artemia Yang Telah Diperkaya
Dengan Silae Ikan.
Soetedjo, H., 2011. Kiat Sukses Budidaya
[Online]: http://core.ac.uk/downloa
Lobster Air Tawar. Araska Press,
d/pdf/12351562.pdf. (diakses
Yogyakarta. 118 hal.
tanggal 31 maret 2015).

Anda mungkin juga menyukai