PENDAHULUAN
1.5. Peta
Peta adalah gambaran secara grafis dengan skala tertentu, dari bentuk-bentuk
pada/dekat atau dibawah permukaan bumi yang diproyeksikan pada bidang
mendatar, yaitu pada bidang kertas dimana peta digambarkan. Oleh karena
permukaan bumi melengkung dan kertas peta adalah datar, maka tidak ada bagian
dari permukaan yang dapat digambarkan pada peta tanpa penyimpangan dari bentuk
aslinya.
Pada ukur tanah datar yang meliputi areal kecil, permukaan bumi dapat dianggap
sebagai bidang datar, karena itu peta yang dibuat dengan proyeksi tegak lurus dapat
dianggap benar/tanpa adanya distori/kesalahan. Bentuk penyajian dapat disebut peta
jika skala kecil, dan penyajian dapat disebut plan jika skalanya besar. Pada plan
umumnya hanya jarak mendatar dan arah yang diperlihatkan. Sedangkan pada peta
topografi juga digambarkan jarak vertikal/ketinggian dengan garis kontur atau
dengan cara lain.
Panjang
1 kilometer (Km) = 1.000 meter
1 hektometer (Hm) = 1.00 meter
1 meter (m) =1 meter
1 desimeter (dm) = 0,1 meter
1 centimeter (cm) = 0,01 meter
1 milimeter (mm) = 0,001 meter
Luas
1 kilometer persegi (km2) = 1.000.000 meter2
1 hektar (ha) = 10.000 meter 2
1 are (are) = 100 meter 2
Contoh soal :
1. Ubahlah sudut 63o 21’ 45” kedalam bentuk grid
Penyelesaian :
6321
21'
360 400 70
g g
63 400 g ,000
0,38889 g
21.600 +
45
63 o
45” = 70,40278
45' 21’ 400 g =70
0,g01389 g
40c 27,8 cc
1.296.000
100
100 g 360 900'0' '
400
25
25 g 360 2230'0' '
400
21
21c 360 011'20,4' '
40.000
21
92 cc 360 00'29,81' '
4.000.000
BAB II
PENGUKURAN JARAK
Pengukuran jarak adalah cara dasar yang paling banyak dilakukan didalam
Peralatan-peralatan yang dikehendaki pada suatu pengukuran jarak mulai dari mistar
kayu sederhana sampai kepada pita ukur baja/sintetik yang panjangnya mencapai 10
meter. Tabel 2.1 memperlihatkan panjang dan tingkatan dasar dari peralatan
pengukuran jarak.
Tingkatan
Jenis alat pengukur Panjang
Besar Menengah Kecil
Mistar kayu 1,2 10 mm 5 mm 1 mm
Pita baja saku 2,5 10 mm 5 mm 1 mm
Pita baja 10,20,30 10 mm 5 mm 1 mm
Pita sintetik 10,20,30,50 100 mm 50 mm 10 mm
Perlihatkan kepada peserta : mistar, pita ukur dan terangkan cara menggunakannya
(titik nol)
di atasnya diberi
pita berwarna
Dari logam
200 mm
375 mm
Jalon Panjang 2 meter Pen
Pekerjaan ini dapat dilakukan oleh dua orang. Satu orang sebagai kepala regu
bertugas menarik pita ukur kearah yang dikehendaki, kemudian memberi tanda pada
panjang pita ukur. Orang ini sambil membawa 10 buah pen dan satu buah jalon.
Kemudian satu orang lagi sebagai pembantu bertugas meluruskan pita ukur dan
menghitung panjang dari pita ukur.
Jika suatu jarak A – B akan diukur, pertama-tama yang dilakukan adalah memasang
jalon pada masing-masing titik. Si pembantu memegang titik nol dari pita ukur dan
ditepatkan pada as jalon titik A seperti yang terlihat pada Gambar 2.2. Kemudian
kepala regu menarik pita ukur kearah B (seperti pada Gambar 2.3).
Jalon
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A B Jalon kedua
Jalon Pertama
pada Satu garis pada Satu garis
Jika pita ukur sudah kencang, maka kepala regu memegang jalon untuk sipa
Kemudian pita ukur ditarik kuat dan sebuah pen ditancapkan ke dalam tanah pada
ujung pita ukur. Tahapan diatas diulang sampai mendekati titik B. Sambil mengikuti,
sipembantu bertugas mengumpulkan pen ukur yang kemudian dihitung jumlahnya.
Bagian yang tersisa, yaitu diantara pen terakhir dan titik B diukur panjangnya
kemudian ditambahkan ke jumlah panjang sebelumnya untuk mendapatkan panjang
totalnya.
Jika suatu jalon harus ditancapkan pada tanah keras maka akan mengalami kesulitan.
Untuk itu dapat ditegakkan dengan bantuan kaki segitiga. Gambar alat kaki tiga
dimaksud, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Jalon
Tripot Jalon
Dalam memudahkan pengukuran, digunakan format Tabel 2.2. yang akan merekam
data-data pengukuran, proyek, tanggal pelaksanaan pengukuran, dan pelaksana
pengukuran.
Proyek : . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tanggal : . . . . . . . . . . . . . . .
...
Pengukur : . . . . . . . . . . . . . . .
...
Pengukuran Panjang – Buku catatan lapangan
No.Titik Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran 3 Rata-rata
Proses pengukuran yang dijelaskan di atas, diilustrasikan pada Gambar 2.5. berikut ;
Gambar 2.5 Proses pengukuran jarak memanjang
Tahap pertama
rambu ukur
Tahap kedua
Unting-unting
Tahap selanjutnya
patok kayu
10
Untuk pengukuran bertahap ini, digunakan format isian seperti pada Tabel 2.3.
berikut :
Proyek : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Tanggal : . . . . . . . . . . . . .
Lokasi : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Pengukur : . . . . . . . . . . . . .
Pengukuran Bertahap – Catatan Lapangan
Pengukuran Pertama Pengukuran Kedua
Tahap Panjang (m) Keterangan Tahap Panjang (m) Keterangan
Pada pengukuran jarak baik dengan rambu ukr maupun dengan pita ukur, biasanya
menimbulkan bentuk kesalahan yang sebenarnya tidak perlu terjadi jika
dilaksanakan dengan hati-hati. Kesalahan-kesalahan ini kemungkinan disebabkan
karena kecerobohan atau kurang pengalaman. Di samping itu, keadaan cuaca juga
mempengaruhi pengukuran, atau karena ada kesalahan pada alat. Kesalahan-
kesalahan pada pengukuran dapat dikategorikan atas :
Kesalahan besar
Kesalahan ini timbul karena pengukur kurang pengalaman atau kecerobohan
dalam melakukan pengukuran.
11
Kesalahan tetap
Pada kasus ini kesalahan-kesalahan yang timbul akan selalu sama untuk setiap
pita ukur, atau untuk setiap keadaan tertentu.
Pohon
Pengukuran
garis
L
∆s
L’ ∆L
Untuk mengukur jarak diantara dua titik, jarus dilakukan pada suatu garis lurus. Tapi
bila pada arah garis tersebut terdapat halangan seperti adanya pohon, kayu dan
sebagainya, Maka pekerjaan seperti tersebut di tas tidak dapat dilakukan dan
garisnya terpaksa harus di geser harus mengelilingi halaman tersebut. Jarak yang
didapatnya tentu akan lebih panjang dari jarak sebenarnya hal ini disebabkan oleh
adanya penyimpangan sebesar S dari garis sebenarnya.
L2 Δs 2 (L' ) 2 (L ΔL) 2
L2 Δs 2 L2 2L.ΔL. ΔL2
Δs 2 2L. L - ΔL2
Δs 2
ΔL ΔL 0 2L ΔL 2L
2l ΔL
12
Δs 2
ΔL
2L
Contoh soal :
Hitungan S, jika L = 5,00 m, dan L = 1 mm
Δs 2
ΔL
2L
Δs 2 L 2L
Δs ΔL 2L
Δs 10 m 1 mm 10.000 1 100 mm
Δs 100 mm 10 cm
2.3.2. Lendutan
Jika pengukuran dilakukan diantara titik-titik yang tinggi, dan tidak ada usaha untuk
menyangga pita ukur, maka akan terjadi lendutan yang biasanya disebabkan oleh
suatu pengukuran yang terlalu panjang. Pada pengukuran yang teliti pita ukur
dibiarkan melendut dan dalam hal ini kemudian diterapkan pada hasil ukuran tadi.
Pada pengukuran bertahap dengan rambu ukur, juga terjadi lendutan seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 2.8 berikut :
f 8L2
ΔL ΔL= -
L 3L
Dalam pengukuran di lapangan dengan pita ukur, hal yang paling penting untuk
diperhatikan adalah, menarik pita ukur kuat-kuat sehingga terlihat mendatar.
Titik-titik tetap harus digunakan di kemudian hari, seperti pada waktu pekerjaan
pemasangan. Oleh karena titik-titik tetap harus bersifat permanent.
Titik tetap harus berada terus pada tempat yang bebas halangan. Sebagai contoh
pilar-pilar beton tidak boleh ditempatkan di tengah-tengah bangunan, jalan dll. Jadi
apabila titik tetap tersebut akan dipergunakan kembali, maka dengan mudah dapat
ditemukan.
Jika memungkinkan titik-titik tetap diletakkan di dekat obyek yang permanent
seperti pagar, pintu, halte bis, lampu jalan dan lain-lain. Cara inilah yang di sebut
pengikat tetap. Setiap titik tetap mempunyai titik pengikat sekurang-kurangnya ada
3 buah. Dua buah untuk penentuan titik ikat dan yang ketiga sebagai kontrol.
Gambar 2.9 memperlihatkan contoh pengikatan untuk titik-titik tetap, dimana
terdapat dua buah penentuan titik ikat dan satu sebagai kontrol.
Tempat pengukuran
A x B y C
15
yang saling berpotongan di titik Z. Dengan demikian BZ akan tegak lurus pada garis
lurus AC.
Suatu segi tiga siku-siku dapat dibuat dengan menggunakan prinsip phytagoras,
dimana hubungan dasar (perbandingan dasar ketiga sisinya) adalah :
(2n + 1) : 2n (n + 1) + 1.
Bila n = 1 maka dari perbandingan diatas akan didapat perbandingan 3 : 4 : 5 seperti
yang terlihat pada Gambar 3.2.
AB adalah garis lurus yang diukur, dan B adalah titik yang akan dibuat sudut siku-
sikunya. Dari titik B kearah A, ukurlah jarak 6 m, kemudian ujung pita ukur yang
bertuliskan nilai nol di tempatkan di titik B. Panjangkan pita ukur yang dengan
angka menunjukkan 18 dan ikatkan pada titik C. Pada pita ukur yang menunjukkan
angka 8, kita tarik sehingga angka 0 – 8 dan 8 – 18 sama-sama kencang. Misalkan
titik yang menujukkan angka 8 tersebut adalah D.
Maka BCD adalah segi tiga siku-siku dengan panjang BD = 8 meter dan CD = 10
meter sedangkan BC sudah diukur sepanjang 6 meter. Maka segitiga tersebut
mempunyai perbandingan sisi-sisinya adalah 3 : 4 : 5 dengan sudut siku-siku di titik
B.
8m 10 m
6m
B C A
16
Kadang-kadang suatu sudut siku-siku dapat dibuat dari suatu titik yang terletak
diluar garis lurus yang diukur X adalah titik yang berada di luar garis AB, sedangkan
AB sendiri adalah garis lurus yang diukur.
Ikatkan ujung pita ukur di titik X, dengan panjang sembarang, tarik pita ukur
sehingga memoong garis AB, misalkan di titik C, kemudian dengan memegang pita
ukur tersebut kita bergerak, sehingga memotong garis AB di titik D (dimana XC =
XD). Jarak CD kita bagi dua sama panjang, misalkan titik E, maka bila titik E
dihubungkan dengan titik X, maka EX AB atau segitiga XED adalah segi tiga
siku-siku dengan siku-siku di titik E.
A C E D B
Gambar 3.3 : Pembuatan Sudut Siku – Siku dari titik yang terletak
di Luar Garis Lurus
kanan dan kirinya serta saling tegak lurus (gambar tipe baru), dimana lubang ini
berfungsi sebagai garis bidik.
Pada alat tersebut di lengkapi dengan tangkai sehingga mudah di tancapkan pada
tanah atau pada suatu titik pada garis pengukuran dimana akan dibuat suatu sudut
siku – siku. Dari salah satu lubang pembidikan kita impitkan dengan garis yang kita
ukur, kemudian dari lubang pembidikan yang lainnya kita bisa membuat sudut siku
– sikunya.
garis lurus
jalon awal jalon akhir
1m
2.9.2 Rintangan
Dalam membuat garis lurus di lapangan maupun pengukuran jarak sering di jumpai
rintangan – rintangan sepanjang garis tersebut.
Secara garis besar rintangan tersebut dapat di bagi dalam beberapa jenis, yang
masing-masing jenis akan dijelaskan secara detail dalam bahasan berikut.
B C
A C1
B1
B2
C2
B3
A D
21
AC BC 2 AB 2
C KOLAM
Y A X
C B
KOLAM
Y D A X
22
garis XY yaitu sudut CBD adalah siku-siku. Dengan demikian jarak BD dan AD
dapat diukur.
Sekarang terdapat dua buah segitiga yang sebangun yaitu ABD dan CBD, karena
masing-masing mempunyai sudut siku-siku A dan B berturut-turut, dan sudut yang
berimpit dititik B, maka dengan demikian sudut ketiganya juga sama. Selanjutnya
dengan menggunakan perhitungan matematis sederhana, panjang masing-masing
garis dapat dihitung, sehingga pengukuran dapat diselesaikan. Perhitungan
sederhana yang digunakan adalah sebagai berikut :
C BD
D AD B
BD 2
CD
AD BD 2
CA AD
AD
CD CA AD C A D
BD 2
CA AD
AD
Pada titik A dan B, yang terletak pada garis ukur XY, dibuat garis-garis tegak lurus,
dan ditentukan titik-titik C dan D adalah akhir dari kedua garis yang dibentuk dari A
dan B. Jarak/panjang AC dibuat sama dengan BD, dimana panjang CD ketika dicek
harus sama dengan panjang AB.
Selanjutnya, garis CD diperpanjang sampai titik-titik E dan F, kemudian DE dan EF
diukur.
Pada titik-titik E dan F dibuat garis yang tegak lurus kea rah bahwa gambar, dan
panjang EG dan FH diukur dan harus sama dengan AC dan BD. Kemudian titik-titik
G dan H ditentukan.
Pada pengecekakkan GH, akan didapat bahwa GH sama dengan EF. Titik-titik G dan
H terletak pada garis perpanjangan XAB, dan jika garis GH diperpanjang akan
menuju titik Y. Disini panjang GB akan sama dengan panjang ED.