Anda di halaman 1dari 19

Kotak Kasus 1: Detail Kejadian

1. Umur : 7 tahun

2. Jenis Kelamin : laki-laki

3. Kebangsaan : indonesia

4. Tanggal kejadian : 12 Desember 2018

5. Waktu kejadian : 11.30

6. Lokasi kejadian : parit

7. Alamat lokasi kejadian : Nanggulan, Kulon progo, Yogyakarta

8. Aktivitas saat kejadian : mencari ikan di parit

9. Bagaimana pasien tergigit/ tersengat (mekanisme kejadian)? : tidak jelas

10. Jumlah gigitan/ patukan: 1

11. Bagian tubuh yang terkena : jari ketiga tangan kanan

12. Apa yang dilakukan pada area tersebut : rawat luka

13. Mohon ambil dan unggah gambar dari tanda gigitan atau area yang terkena.
Kotak Kasus 2: Identifikasi Spesies

1. Apa yang terjadi pada binatang tersebut? Tidak diketahui

2. Apakah spesimen tersedia? Tidak

3. Mohon ambil atau unggah gambar dari spesimen tersebut.

4. Pilih gambar ular serupa dari Galeri Gambar Ular dengan Kepentingan Medis dapat dilihat di
http://mstoxinology.blogspot.com/p/info.html atau di aplikasi INSAVE (link menyusul)
Kotak Kasus 3: Berikan diagnosis kerja

Diagnosis untuk korban gigitan ular berbisa:

T63.00 Toxic effect of unspecified snake venom

T63.02 Toxic effect of coral snake venom

T63.03 Toxic effect of taipan venom

T63.04 Toxic effect of cobra venom

(untuk venom ophthalmia masuk ke dalam kode diagnosis ini dengan menambahkan at regio OD/OS)

T63.07 Toxic effect of venom of other Australian snake

(ular Australasian selain taipan dimasukkan ke dalam kode ini dengan penambahan suspect ular ...)

T63.08 Toxic effect of venom of other African and Asian snake

(ular Asia selain kobra dan coral dimasukkan ke dalam kode ini dengan penambahan suspect ular ... )

Diagnosis untuk korban gigitan ular tidak berbisa:

W59.1 Contact with nonvenomous snakes

Keterangan: Biasanya jenis2 piton/ retic/ sanca dapat menimbulkan 3 tipe luka seperti edi bawah ini.

W59.11 Bitten by nonvenomous snake

Bitten adalah luka puncture/lubang pd kulit karena tergigit gigi ular . Tipe bitten kl saat menggigit
hanya strike dan posisi gigi+rahang ular segera lepas dr kulit.

W59.12 Struck by nonvenomous snake

Struck adalah luka sobek pd kulit, biasanya beberapa sobekan, tp tidak ada bagian kulit yang
hilang. Tipe struck biasanya terjadi saat gigi ular menancap di kulit, anggota tubuh yang tergigit
kita tarik (biasanya karena reflek sakit/kaget), jadilah kulit robek memanjang.

W59.13 Crushed by nonvenomous snake

Crushed adalah luka sobek2 pd kulit disertai sebagian kulit hilang/lepas. Pada tipe ini saat kulit
dijahit tidak bisa rapat lagi karena ada kulit yang hilang tercerabut. Tipe crushed biasanya terjadi
saat ular menggigit disertai gerakan rahang/chewing bersamaan dgn ditarik (ularnya yg menarik
atau kita yang menarik anggota tubuh yang tergigit), alhasil sebagian kulit tercerabut.
Kotak Kasus 4: Anamnesis Terfokus

1. Keluhan apakah yang muncul? Kesadaran menurun, tangan kanan memar, dan bengkak

2. Daftar alergi yang diketahui: tidak ada alergi

3. Daftar riwayat penyakit yang diketahui: tidak ada riwayat

4. Daftar obat yang sedang dikonsumsi: tidak ada

5. Makanan terakhir yang dimakan:

6. Bagaimana yang dirasakan pasien sekarang? (keluhan utama) mengantuk

Kotak Kasus 5: Pemeriksaan Umum

Identifikasi tanda berikut:

a. Tanda-tanda gigitan/ sengatan Bite/sting puncture marks ada 2 buah titik

b. Ekimosis (lebam) ada pada sekitar area gigitan berwarna biru tua

c. Rubor (kemerahan) ada

d. Edema (bengkak) ada sampai pergeangan tangan

e. Perdarahan keluar dari bekas gigitan

f. Laserasi tidak ada

g. Nekrosis tidak ada

h. Lepuh tidak ada

i. Bula tidak ada

j. Ulkus tidak ada

k. Pembesaran dan nyeri tekan limfonodi aliran ekstrimitas terkena. Tidak ada

l. Lainnya (mohon jelaskan):


Identifikasi keluhan/ tanda yang muncul berikut:

a. Tanda perdarahan (pada kulit, mukosa, konjungtiva, gusi, hidung) tidak adq

b. Nyeri tekan otot tidak ada

c. Nyeri tekan perut/ pinggang tidak ada

d. Tanda-tanda syok tidak ada

e. Ptosis : tidak ada

(minta pasien untuk melirik ke bawah kemudian ke atas dan observasi kelopak mata atas berretraksi
penuh atau tertinggal)

f. Oftalmoplegia tidak ada

g. Dilatasi pupil: positif 3mm/3mm , reflek cahaya +/+

h. Trismus (rahang terkunci) tidak ada

i. Kelumpuhan saraf kranialis tidak ada

j. Paralisis otot fleksor leher (broken neck sign) tidak ada

k. Kesulitan menelan (paralisis bulber) tidak ada

l. Respiratorik paradoksal tidak ada

m. Usaha napas yang lemah tidak ada

n. Lainnya (mohon jelaskan):

Kotak Kasus 6: Pemeriksaan area terkena


Tabel 1: Progresi Skor Nyeri Pain Score Progression (PSP): VNRS* atau VAS** (0-
10)
Formatted: Font: Bold

Kejadian Tiba di Analgesia Tiba di IGD Analgesia Kondisi


Puskesmas/ Y/T Y/T sekarang
Dokter umum
Waktu 11.30 12.45 Ya 18.15 Ya 07.50
Skor 4 4 4 2
Nyeri
*VNRS= Verbal Numeric Rating Scale
**VAS= Visual Analogue Scale

Tabel 2: Pemberian Obat


Tanggal Obat Dosis & Waktu Waktu Reaksi Keterangan
Frekuensi diberikan selesai Y/T
12/12 Ceftriaxon 2x1gr 16.55 T
12/12 Dexamethason 2.5mg 13.45 T Dr RS sebelum,
sudah distop
12/12 SABU 2vial 22.00 06.00 T
13/12 SABU 2 vial 09.00
Kotak Info 1: Mengukur Kecepatan Progresi Proksimal Rate of Proximal Progression
(RPP) Edema

1. Sebuah parameter informative untuk meninjau bengkak yang nyeri dan progresif

2. Pertama: Tentukan batas plester Untuk digunakan sebagai batas proksimal edema yaitu tepi distal ke
tepi distal plester penanda

3. Kedua: Palpasi batas paling proksimal bengkak dan tempelkan plester kecil pada batas paling proksimal
dari edema

4. Labeli waktu dan tanggal saat itu pada plester tersebut

5. Tentukan waktu interval tetap untuk meninjau progresi seperti tiap 2 jam atau 3 jam

6. Ukur jarak antara kedua tepi plester tiap interval tetap

7. RPP untuk interval tersebut sebaiknya dicatat dalam cm/jam


Tabel 3: Grafik Observasi Progresi Klinis Serial pada interval waktu tetap (PSP =
Pain Score Progression, RPP = Rate of Proximal Progression, PKGB = Pembesaran Kelenjar Getah
Bening)

Tanggal Waktu GCS Nadi Tensi Napas SpO2 PSP RPP PKGB
(t/b) (am/pm) (3-15) (x/m) (mmHg) (x/m) (%) (0-10) (cm/jam) Y/T
12/12 6.30 pm 14 80 24 99 4 2.3cm/jam T
12/12 10pm 14 80 24 99 4 2.5cm/jam T
13/12 7.50 am 15 80 24 99 4 1.7cm/jam T
Table 4: Hasil Darah Serial (tiap 4-6 jam untuk 24 jam pertama atau setelah
pemberian Anti Bisa)
Tanggal Waktu 20WBCT WBC HB PLT PT APTT INR CK
12/12 14.33 - 16.86 12.4 334 15.1 33.8 1.14 -

20WBCT = 20 minutes whole blood clotting test


WBC = White Blood Cell Count
HB =Haemoglobin
PLT =Platelet Count
PT =Prothrombin Time
APTT =Activated Partial Thromboplastin Time
INR =International Normalized Ratio
CK =Creatine Kinase
Kotak info 1a cara melakukan 20 WBCT (20’ Whole Blood Clotting Test)
1. Siapkan botol atau vial kaca
2. Masukan 2 mL sampel darah vena dalam vial kaca, baru atau sudah dibersihkan dengan
pemanasan, dan kering
3. Diamkan selama 20 menit di suhu ruang
4. Setelah 20 menit, ketuk perlahan. Jika masih cair/ tidak membeku, pasien
hipofibrinogemia sebagai akibat koagulopati konsumtif yang diinduksi oleh venom.

Di Asia Tenggara, darah yang masih cair merupakan diagnostik dari gigitan ular kapak/
viper dan menyingkirkan dugaan elapid.

Jika tabung kaca yang baru tidak tersedia, tes ini dapat menggunakan botol kaca bekas antibiotik,
yang sudah dicuci dengan "normal saline 0,9% ", tanpa menggunakan deterjen atau agen pembersih
lainnya, dikeringkan dengan udara panas.

Jika botol atau vial bukan terbuat dari kaca atau sudah dibersihkan dengan deterjen,
mungkin tidak dapat menstimulasi pembekuan darah sampel (aktivasi permukaan dari
faktor XI – faktor hageman) dan hasil tes meragukan (false positif). Jika ada keraguan,
ulangi tes dan buatlah kontrol dari sampel darah orang yang sehat.

Gigitan ular di Papua dan Maluku dapat menyebabkan darah tidak membeku juga.

Sumber: http://clinicianonnet.blogspot.co.id/2015/01/role-of-20-minute-whole-blood-
clotting_10.html

Dari: WHO – Searo Snakebites Guideline 2010


Kotak Info 2: Indikasi Antibisa

A. Envenomasi Sistemik

1. Abnormalitas hemostasis: Perdarahan sistemik spontan, koagulopati (20WBCT atau profil koagulasi)
atau trombositopenia (<140.000/ul).

2. Tanda-tanda neurotoksik: ptosis, oftalmoplegia eksterna, paralisis dll.

3. Abnormalitas kardiovaskuler: hipotensi, syok, aritmia jantung, EKG abnormal progresif.

4. Cedera Ginjal Akut (gagal ginjal): oliguria/anuria, peningkatan kreatinin/urea darah.

5. Hemoglobin-/mioglobinuria (urin coklat gelap/hitam).

6. Bukti lain hemolisis intravaskuler atau rabdomiolisis umum (sakit dan nyeri otot, hiperkalemia,
peningkatan Kreatin Kinase/ level CPK sangat cepat).

B. Envenomasi Lokal

1. Bengkak nyeri progresif melibatkan lebih dari separuh ekstrimitas tergigit (tanpa torniket) dalam 48
jam setelah gigitan.

2. Ekstensi bengkak sangat cepat (seperti, di atas pergelangan tangan atau pergelangan kaki dalam
beberapa jam setelah gigitan pada tangan atau kaki) atau bengkak signifikan setelah gigitan pada jari
(jari kaki dan terutama jari tangan).

3. Pembesaran kelenjar getah bening aliran ekstrimitas tergigit.


Kotak Info 3: Antibisa Sesuai untuk Indonesia
No. Antibisa Dosis Pertama/Vial
1. 10 mL/ 2 vialPemberian berikut setelah
Bio SAVE (Serum Anti Bisa ular polivalen) 6 jam

atau disebut juga SABU I


Pemberian yang dianjurkan oleh
Produsen: PT. Bio Farma (Persero)
RECS Indonesia:
- Bungarus:
2 vial /2 jam,40-80 dlm
100cc NS tts/mnt
- Naja:
2 vial /6 jam 40-80
tts/menit dlm 500 cc (2%)
NS
- Agkistrodon:
2 vial/6 jam 40-
80tts/mennit dlm
500cc(2%) NS

Setiap ml dapat menetralisasi bisa ular :

 Ular tanah (Agkistrodon rhodostoma ) ≥ 10 LD50


 Ular welang (Bungarus fasciatus ) ≥ 25 LD50
 Ular kobra (Naja sputatrix ) ≥ 25 LD50

2. 50 mL/ vial dilarutkan dalam RL


Polyvalent Snake Antivenom (Australian-PNG) /NS , pada anak anak dilarutkan
atau disebut juga SABU II pada perbandingan 1:5
Produsen: bioCSL (250cc)pada orang dewasa
1:10(500cc)
Pemberian berikutnya 6 jam

Dosis inisial yang dianjurkan oleh


Australia expert panel :
- Brown snake: 2 vial
- Black snake: 1 vial
- Taipan: 1 vial, jika berat
gunakan 3 vial
- Death adders: 1 vial, pada
kasus berat peningkatan
dosis mungkin diperlukan

Komposisi:
Bahan aktif:
• 1,000 unit antibisa Brown Snake (Pseudonaja textilis)
• 3,000 unit antibisa Tiger Snake (Notechis scutatus)
• 6,000 unit antibisa Death Adder (Acantophis antarticus)
• 12,000 unit antibisa Taipan (Oxyuranus scutellatus)
• 18,000 unit antibisa Black Snake (Pseudechis australis)
Kotak Info 4: Persiapan dan Metode Pemberian Antibisa SABU 1

1. Jumlah dosis yang tepat tergantung tingkat keparahan penderita pada saat akan menerima serum.
2. Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml yang bila ditambahkan ke dalam larutan fisiologis menjadi
larutan 2 % v/v dan diberikan sebagai cairan infus dengan kecepatan 40-80 tetes/ menit, diulang 6
jam kemudian.
3. Apabila diperlukan (misalnya dalam keadaan gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) Serum
Anti Bisa Ular Polivalen dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum 80 – 100 ml.
4. Serum Anti Bisa Ular Polivalen yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan
intravena dengan sangat perlahan-lahan.
5. Observasi ketat pasien selama infusdan setidaknya satu jam SETELAH infus selesai. Secara serial
petakan tanda-tanda vital dan progresi klinis dalam grafik. (Lihat Tabel 3).
Kotak Info 4B: Persiapan dan Metode Pemberian Antibisa SABU 2

1. Satu vial (40.000 units) dilarutkan dalam Hartman’s solution atau RL dengan perbandingan 1:10
(untuk dewasa) atau 1:5 (untuk anak-anak), kemudian diberikan secara perlahan melalui infus
intravena. Pemberian secara intramuskular tidak dianjurkan.
2. Pasien gigitan ular berbisa dengan gejala sistemik berat mungkin memerlukan beberapa vial
(dapat mencapai 6 vial) antibisa ular untuk mengontrol efek yang terjadi, terutama jika terdapat
koagulopati.
Dosis inisial yang dianjurkan oleh Australia expert panel :
 Brown snake: 2 vial
 Black snake: 1 vial
 Taipan: 1 vial, jika berat gunakan 3 vial
 Death adders: 1 vial, pada kasus berat peningkatan dosis mungkin diperlukan
3. Pasien harus dimonitor minimal 6 jam setelah pemberian.
4. Efek samping reaksi anafilaktik dan serum sickness dapat terjadi, untuk cara penanganan lebih
lanjut dapat dilihat di leaflet produk.
5. Observasi ketat pasien selama infusdan setidaknya satu jam SETELAH infus selesai. Secara serial
petakan tanda-tanda vital dan progresi klinis dalam grafik. (Lihat Tabel 3).
Kotak Info 5: Reaksi terhadap Antibisa & Manifestasi reaksi Antibisa

Penanganan reaksi Antibisa anafilaksis dini dan reaksi pirogen:

1. Pemberian antibisa harus ditunda sementara

2. Berikan Adrenalin IM pada paha lateral atas dengan dosis inisial 0.5 ml dari 1 dalam 1,000 untuk
dewasa dan 0.01 ml/kg berat badan dari 1 dalam 1,000 (maks 0.5 ml) untuk anak-anak, setiap 5 menit.
JIka injeksi IM dikontraindikasikan, berikan secara bolus pelan IV 0.05 ml/kg berat badan dari 1:10,000
untuk dewasa dan 0.01 ml/kg dari 1:10,000 untuk anak-anak. Jika tidak membaik mulai infus IV pada
dosis 0.05 sampai 1 mcg/kg/menit.

3. Berikan cairan IV 20ml/kg bolus jika diperlukan

4. Berikan hidrokortison IV (100 mg dewasa, 2mg/kg berat badan anak-anak).

5. Berikan nebulisasi salbutamol jika ditemukan bronkospasme atau mengi.

Catatan: Pada reaksi pirogen pasien harus juga didinginkan secara fisik dan dengan antipiretik (seperti.
parasetamol oral atau suppositoria)

Penanganan reaksi lambat (serum sickness):

Dapat terjadi antara 1 sampai 12 hari (rata-rata 1 minggu) dengan keluhan demam, atralgia,
limfadenopati, dll.

1. Berikan klorfeniramin maleat 0.25 mg/kg/hari dalam dosis terbagi selama 5 hari.

2. Jika pasien gagal merrespon dalam 24 jam, berikan prednisolon oral (0.7 /kg/hari) selama 5 hari.
Kotak Info 6: OBSERVASI RESPON TERHADAP ANTIBISA
1. Jika pasien merasa membaik. Mual, nyeri kepala dan nyeri dan sakit umum dapat menghilang sangat
cepat. Ini dapat diakibatkan sebagian oleh efek placebo.

2. Perdarahan spontan sistemik (seperti dari gusi): Ini biasa berhenti dalam 15-30 menit.

3. Koagulabilitas darah (seperti diukur dengan 20WBCT): Ini biasa pulih antara 3-9 jam. Pada pasien-
pasien syok: tekanan darah dapat membaik dalam 30-60 menit pertama dan aritmia seperti bradikardia
sinus atau takiaritmia dapat membaik.

4. Envenomasi neurotoksik tipe post-sinaps (gigitan kobra) dapat mulai membaik secepat 30 menit
setelah Antibisa, tetapi biasa membutuhkan beberapa jam. Envenomasi dengan toksin pre-sinaps (krait
dan ular laut) tidak akan berrespon dengan cara ini.

5. Hemolisis aktif dan rabdomiolisis dapat menurun dalam beberapa jam dan urin kembali ke warna
normalnya.
Kotak Info 7: KRITERIA PENGULANGAN DOSIS ANTIBISA
1. Jika darah tetap tidak dapat membeku (seperti diukur dengan 20WBCT) enam jam setelah dosis inisial
Antibisa, dosis yang samaa sebaiknya diulang

2. Pada pasien-pasien yang terus berdarah secara cepat dalam 2 jam ulang dosis inisial seperti gusi atau
tanda gigitan (dosis sesuai Antibisa sebaiknya diulang)

3. Jika terjadi perburukan tanda-tanda neurotoksik dan kardiotoksik, dosis inisial sebaiknya diulang
setelah 2 jam (penanganan suportif penuh harus dipertimbangkan)
Kotak Info 8: Venom Oftalmia

1. Dekontaminasi segera dengan irigasi berlebih (> 5liter). Pertimbangkan alat irigasi lensa Morgan.

2. Analgesia dengan vasokonstriktor dengan aktivitas midriatikum lemah (seperti epinefrin) dan
penggunaan topikal terbatas dari lokal anestesi (seperti tetrakain)

3. Berikan sikloplegia topikal untuk mencegah sinekia posterior, spasme silier dan rasa tidak nyaman

4. Berikan antibiotik topikal profilaksis jika abrasi kornea ditemukan

5. Berikan bantalan pembalut untuk menutup mata dan rujuk untuk pemeriksaan oftalmologi.

Anda mungkin juga menyukai