Anda di halaman 1dari 44

Pestisida Biologi

2.1 Pengertian Pestisida


Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama. Berdasarkan asal katanya pestisida berasal dari bahasa inggris
yaitu pest berarti hama dan cida berarti pembunuh. Yang dimaksud hama bagi petani sangat
luas yaitu : tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi
(jamur), bakteria dan virus, nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung dan
hewan lain yang dianggap merugikan. pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta
jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman atau
hasil-hasil pertanian.
2. Memberantas rerumputan.
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak
termasuk pupuk.
4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak.
5. Memberantas dan mencegah hama-hama air.
6. Memberikan atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga,
bangunan dan alat-alat pengangkutan, memberantas atau mencegah binatang-binatang yang
dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah dan air.

Gangguan pada tanaman bisa disebabkan oleh faktor abiotik maupun biotik. Faktor
abiotik diantaranya keadaan tanah (struktur tanah, kesuburan tanah, kekurangan unsur hara) ;
tata air (kekurangan, kelebihan, pencemaran air); keadaan udara (pencemaran udara) dan
faktor iklim. Gangguan dari faktor abiotik bisa diatasi dengan tindakan pengoreksian atau
tidak bisa dikoreksi dengan penggunaan pestisida. Sedangkan faktor biotik yang
menyebabkan gangguan pada tanaman atau biasa disebut dengan organisme pengganggu
tanaman (OPT). OPT dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu : Hama (serangga, tungau, hewan
menyusui, burung dan moluska) ; Penyakit (jamur, bakteri, virus dan nematoda) dan Gulma
(tumbuhan pengganggu). Gangguan yang disebabkan oleh OPT inilah yang bisa dikendalikan
dengan pestisida.
2.2 Penggolongan Pestisida Berdasarkan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)
1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang bisa mematikan semua
jenis serangga.
2. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk
memberantas dan mencegah fungsi/cendawan.
3. Bakterisida merupakan senyawa mengandung bahan aktif beracun yang bisa membunuh
bakteri.
4. Nermatisida digunakan untuk mengendalikan nematode/cacing
5. Akarisida atau mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang digunakan
untuk membunuh tungau, caplak dan laba-laba.
6. Rodenstisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk
mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.
7. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu : siput, bekicot serta tripisan
yang banyak dijumpai di tambak.
8. Herbisida adalah senyawa kimia beracun yang dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan
pengganggu seperti gulma.
9. Algasida digunakan untuk mengendalikan ganggang (algae).
10. Pilkisida digunakan untuk mengendalikan ikan buas.
11. Avisida digunakan untuk meracuni burung perusak hasil pertanian.
12. Antraktan digunakan untuk menarik atau mengumpulkan serangga.
13. ZPT digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman yang efeknya bisa memacu
pertumbuhan atau menekan pertumbuhan.
14. Plant Activator digunakan untuk merangsang timbulnya kekebalan tumbuhan sehingga tahan
terhadap penyakit tertentu.

2.3 Pestisida Biologi


Pestisida Biologi adalah pestisida yang mengandung mikroorganisme seperti bakteri
patogen, virus dan jamur. Pestisida biologi yang saat ini banyak dipakai adalah jenis
insektisida biologi (mikroorganisme pengendali serangga) dan jenis fungisida biologi
(mikroorganisme pengendali jamur). Jenis-jenis lain seperti bakterisida, nematisida dan
herbisida biologi. Pestisida alami adalah suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari
alam seperti tumbuhan. Pestisida alami merupakan pemecahan jangka pendek untuk
mengatasi masalah hama dengan cepat, pestisida nabati bersifat ramah lingkungan karena
bahan ini mudah terdegradasi di alam, sehingga aman bagi manusia maupun lingkungan.
Berdasarkan asalnya, biopestisida dapat dibedakan menjadi dua yakni pestisida nabati
dan pestisida hayati.
 Pestisida nabati merupakan hasil ekstraksi bagian tertentu dari tanaman baik dari
daun, buah, biji atau akar yang senyawa atau metabolit sekunder dan memiliki sifat racun
terhadap hama dan penyakit tertentu. Pestisida nabati pada umumnya digunakan untuk
mengendalikan hama (bersifat insektisidal) maupun penyakit (bersifat bakterisidal).
 Pestisida hayati merupakan formulasi yang mengandung mikroba tertentu baik
berupa jamur, bakteri, maupun virus yang bersifat antagonis terhadap mikroba lainnya
(penyebab penyakit tanaman) atau menghasilkan senyawa tertentu yang bersifat racun baik
bagi serangga ( hama ) maupun nematoda (penyebab penyakit tanaman).
Pestisida dapat digolongkan menjadi bermacam-macam dengan berdasarkan fungsi
dan asalnya. Penggolongan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fungisida Biologi (Biofungisida) berasal dari kata latin fungus atau kata Yunani
spongos yang berarti jamur, berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan.
Beberapa fungisida yang telah digunakan adalah:
 Spora Trichoderma sp. digunakan untuk mengendalikan penyakit akar putih pada tanaman
karet dan layu fusarium pada cabai.
 Gliocladium spesies G. roseum dan G. virens. untuk mengendalikan busuk akar pada cabai
akibat serangan jamur Sclerotium Rolfsii.
 Bacillus subtilis yang merupakan bakteri saprofit mampu mengendalikan serangan jamur
Fusarium sp. pada tanaman tomat.
2. Herbisida Biologi (Bioherbisida)
Termasuk dalam golongan herbisida ini ialah pengendalian gulma dengan menggunakan
penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri, jamur dan virus. Phytophthora palmivora yang
digunakan untuk mengendalikan Morrenia odorata, gulma pada tanaman jeruk.
Colletotrichum gloeosporioides digunakan pada tanaman padi dan kedelai.
3. Insektisida Biologi (Bioinsektisida)
Berasal dari mikroba yang digunakan sebagai insektisida. Mikroorganisme yang
menyebabkan penyakit pada serangga tidak dapat menimbulkan gangguan terhadap hewan-
hewan lainnya maupun tumbuhan. Jenis mikroba yang akan digunakan sebagai insektisida
harus mempunyai sifat yang spesifik artinya harus menyerang serangga yang menjadi sasaran
dan tidak pada jenis-jenis lainnya. Mikroba patogen yang telah sukses dan berpotensi sebagai
insektisida biologi salah satunya adalah Bacillus thuringiensis.
Jenis insektisida biologi yang lainnya adalah yang berasal dari protozoa, Nosema
locustae, yang telah dikembangkan untuk membasmi belalang dan jangkrik. Cacing yang
pertama kali sebagai insektisida ialah Neoplectana carpocapsae. Insektisida ini digunakan
untuk membunuh semua bentuk rayap.
4. Nematisida Biologi (Bionematisida), berasal dari kata latin nematoda atau bahasa
Yunani nema yang berarti benang, berfungsi untuk membunuh nematoda (semacam cacing
yang hidup di akar).

2.3.1 Insektisida Biologi

Pengendalian hayati merupakan teknik dasar yang penting dalam konsep pengendalian
hama, yakni dengan memanfaatkan musuh alami serangga hama itu sendiri yang berupa
predator, parasit dan patogen. Patogen serangga adalah mikroorganisme (cendawan, bakteri,
virus, protozoa, nematoda dan mikroba lainnya) yang dapat menyebabkan infeksi dan
menimbulkan penyakit pada serangga hama. Patogen serangga merupakan agensia hayati
yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif pengendalian hama. Teknik
pengendalian hama ini berpotensi mengurangi ketergantungan pada insektisida kimia. Secara
spesifik mikroorganisme yang dapat menibulkan penyakit pada serangga disebut
“mikroorganisme entomopatogen”.

Insektisida biologi adalah pestisida yang bahan aktifnya menggunakan mikroorganisme


seperti bakteri, protozoa, virus, nematode, maupun jamur untuk mengatasi masalah hama dan
penyakit tanaman yang disebabkan oleh serangga.

2.3.1.1 Agen Hayati yang berperan sebagai insektisida biologi

Agen hayati yang paling banyak digunakan sebagai insektisida biologi adalah dari
jenis bakteri, jamur dan virus. Untuk jenis bakteri dikenal Bacillus thuringiesis, sedangkan
untuk jamur yang lazim adalah Beauveria bassiana dan dari golongan nematoda yakni
Heterorhabditis indicus.

1.Bakteri Patogen Serangga (Bacillus thuringiensis)

Salah satu alternatif pengendalian serangga hama yang aman bagi lingkungan dan
makhluk hidup lain adalah pengendalian secara biologis dengan menggunakan insektisida
mikroba. Bakteri Bacillus thuringiensis merupakan salah satu jenis bakteri yang sering
digunakan sebagai insektisida mikroba untuk mengontrol serangga hama seperti Lepidoptera,
Diptera, dan Coleoptera.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bacillus thuringiensis mampu menghasilkan suatu
protein yang bersifat toksik bagi serangga, terutama seranggga dari ordo Lepidoptera. Protein
ini bersifat mudah larut dan aktif menjadi toksik, terutama setelah masuk ke dalam saluran
pencemaan serangga. Bacillus thuringiensis mudah dikembangbiakkan, dan dapat
dimanfaatkan sebagai biopestisida pembasmi hama tanaman. Pemakaian biopestisida ini
diharapkan dapat mengurangi dampak negatif yang timbul dari pemakaian pestisida kimia.

Bakteri penyebab penyakit serangga pada umumnya di bagi ke dalam dua kelompok
besar, yakni bakteri yang tidak membentuk spora dan bakteri yang membentuk spora. Bakteri
yang tidak membentuk spora terdapat dalam saluran pencernaan serangga, merupakan
patogen yang potensial menyerang bagian pencernaan. Tingkat kematian karena bakteri
patogen ini rendah. Sedangkan bakteri pembentuk spora menginveksi larva di dalam
mesofagus, kemudian membentuk spora dan sporanya menyerang bagian tubuh serangga.
Tingkat kematian karena bakteri patogen ini tinggi. Kebanyakan spesies bakteri
entomopatogen yang diisolasi dari serangga yang sakit adalah bakteri yang tidak membentuk
spora, akan tetapi untuk produksi komersial, bakteri yang membentuk spora lebih mudah
untuk diformulasikan dan dapat di simpan lebih lama karena dalam bentuk spora bakteri tidak
membutuhkan makanan.

Bakteri yang paling banyak dimanfaatkan sebagai insektisida hayati adalah species
Bacillus thuringiensis (Bt). Salah satu keunggulan B. thuringiensis sebagai agen hayati
adalah kemampuan menginfeksi serangga hama yang spesifik artinya bakteri dapat
mematikan serangga tertentu saja sehingga tidak beracun terhadap hama bukan sasaran atau
manusia dan ramah lingkungan karena mudah terurai dan tidak menimbulkan residu yang
mencemari lingkungan.

a. Klasifikasi Bacillus thuringiensis

Kingdom : Eubacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Bacillusthuringiensis
b. Deskripsi

Bacillus thuringiensis adalah bakteri tanah gram positif, pembentuk spora, berbentuk
batang dengan lebar 1,0 sampai 1,2 µm dan panjang 3,0 sampai 5,0 µm (Sembiring, 2004).
Bakteri ini termasuk patogenfakultatif dan dapat hidup di daun tanaman konifer maupun pada
tanah. Apabila kondisi lingkungan tidak menguntungkan maka bakteri ini akan membentuk
fase sporulasi.

B. thuringiensis dibagi menjadi 67 subspesies (hingga tahun 1998) berdasarkan serotipe


dari flagela (H). Ciri khas dari bakteri ini yang membedakannya dengan spesies Bacillus
lainnya adalah kemampuan membentuk kristal paraspora yang berdekatan dengan endospora
selama fase sporulasi III dan IV. Sebagian besar ICP disandikan oleh DNA plasmid yang
dapat ditransfer melalui konjugasi antargalur B. thuringiensis, maupun dengan bakteri lain
yang berhubungan. Selama pertumbuhan vegetatif terjadi, berbagai galur B. thuringiensis
menghasilkan bermacam-macam antibiotik, enzim, metabolit, dan toksin, yang dapat
merugikan organisme lain. Selain endotoksin (ICP), sebagian subspesies B. thuringiensis
dapat membentuk beta-eksotoksi yang toksik terhadap sebagian besar makhluk hidup,
termasuk manusia dan insekta.

Ciri khas yang terdapat pada B. thuringiesis adalah kemampuannya membentuk kristal
(tubuh paraspora) bersamaan dengan pembentukan spora, yaitu pada waktu sel mengalami
sporulasi. Kristal tersebut merupakan komplek protein yang mengandung toksin ( d –
endotoksin ) yang terbentuk di dalam sel 2-3 jam setelah akhir fase eksponesial dan baru
keluar dari sel pada waktu sel mengalami autolisis setelah sporulasi sempurna. Sembilan
puluh lima persen kristal terdiri dari protein dengan asam amino terbanyak terdiri dari asam
glutamat, asam aspartat dan arginin, sedangkan lima persen terdiri dari karbohidrat yaitu
mannosa dan glukosa.

Gambar 2.2 Terbentuknya Spora dan Kristal saat sporulasi

Kristal protein merupakan protoksin dalam bentuk protein murni yang kaya akan asam
glutamate dan asam aspartat. Berdasarkan protoksinnya, Kristal protein memiliki berbagai
macam bentuk antara lain bipiramidal, kuboidal, persegi panjang, dan jajaran genjang. Ada
hubungan nyata antara bentuk kristal dengan kisaran daya bunuhnya. Toksisitas B.
thuringiensis terhadap serangga dipengaruhi oleh strain bakteri dan spesies serangga yang
terinfeksi. Faktor pada bakteri yang mempengaruhi toksisitasnya adalah struktur kristalnya,
yang pada salah satu strain mungkin mempunyai ikatan yang lebih mudah dipecah oleh
enzim yang dihasilkan serangga dan ukuran molekul protein yang menyusun kristal, serta
susunan molekul asam amino dan kandungan karbohidrat dalam kristal.

Protein atau toksin Cry tersebut akan dilepas bersamaan dengan spora ketika terjadi
pemecahan dinding sel. Apabila termakan oleh larva insekta, maka larva akan menjadi
inaktif, makan terhenti, muntah, atau kotorannya menjadi berair. Bagian kepala serangga
akan tampak terlalu besar dibandingkan ukuran tubuhnya. Selanjutnya, larva menjadi lembek
dan mati dalam hitungan hari atau satu minggu. Bakteri tersebut akan menyebabkan isi tubuh
insekta menjadi berwarna hitam kecoklatan, merah, atau kuning, ketika membusuk.

Toksin Cry sebenarnya merupakan protoksin, yang harus diaktifkan terlebih dahulu
sebelum memberikan efek negatif. Aktivasi toksin Cry dilakukan oleh protease usus sehingga
terbentuk toksin aktif dengan bobot 60 kDA yang disebut delta-endotoksin. Delta-endotoksin
ini diketahui terdiri dari tiga domain. Toksin tersebut tidak larut pada kondisi normal
sehingga tidak membahayakan manusia, hewan tingkat tinggi, dan sebagian insekta. Namun.
pada kondisi pH tinggi (basa) seperti yang ditemui di dalam usus lepidoptera, yaitu di atas
9.5, toksin tersebut akan aktif. Selanjutnya, toksin Cry akan menyebabkan lisis (pemecahan)
usus lepidoptera. B. thuringiensis dapat memproduksi dua jenis toksin, yaitu toksin kristal
(Crystal, Cry) dan toksin sitolitik (cytolytic, Cyt). Toksin Cyt dapat memperkuat toksin Cry
sehingga banyak digunakan untuk meningkatkan efektivitas dalam mengontrol insekta. Lebih
dari 50 gen penyandi toksin Cry telah disekuens dan digunakan sebagai dasar untuk
pengelompokkan gen berdasarkan kesamaan sekuens penyusunnya.

c. Substansi aktif

Istilah substansi aktif yaitu bahan-bahan yang mempunyai aktivitas tertentu yang
dihasilkan oleh makhluk hidup, dan bahan aktif ini biasanya dapat bersifat positif pada
makhluknya sendiri akan tetapi dapat bersifat negatif atau positif pada makhluk hidup lain.

Substansi aktif yang dihasilkan oleh mikroorganisme umumnya digolongkan menjadi


dua macam, yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Substansi aktif primer biasanya
bersifat intraseluler atau terdapat didalam sel. Biasanya metabolit primer dihasilkan dalam
jumlah yang relatif kecil. Substansi sekunder adalah hasil dari metabolisme didalam sel yang
disekresikan keluar dari sel atau dikumpulkan dalam kantong-kantong khusus diantara sel
atau jaringan didalam tubuhnya.
Bacillus thuringiensis membentuk spora yang membentuk kristal protein-toksin. Kristal
tersebut bersifat toksik terhadap serangga. Penelitian Heimpel (1967) diketahui bahwa B.
thuringiensis menghasilkan beberapa jenis toksin, seperti α(alfa), β(beta), γ(gamma)-
eksotoksin, dan δ(delta)-endotoksin, serta faktor louse. Peneliti lain menginformasikan bahwa
yang berperan penting sebagai insektisida adalah protein β-eksotoksin dan δ-endotoksin.

Berbagai macam B. thuringiensis diantaranya:

1. Bacillus thuringiensisvarietas tenebrionis menyerang kumbang kentang colorado dan larva


kumbang daun.

2. Bacillus thuringiensisvarietas kurstaki menyerang berbagai jenis ulat tanaman pertanian.

3. Bacillus thuringiensisvarietas israelensis menyerang nyamuk dan lalat hitam.

4. Bacillus thuringiensisvarietas aizawai menyerang larva ngengat dan berbagai ulat, terutama
ulat ngengat diamondback.

d. Insektisida biologi berbahan aktif Bacillus thuringiensis

Bakteri Bacillus thuringiensis merupakan bakteri yang dapat mengendalikan hama ulat
daun, kumbang daun, dan kutu daun pada tanaman holtikultura. Bakteri B. thuringiensis
cukup efektif untuk mengendalikan berbagai jenis hama dari golongan lepidoptera,
coleoptera, dan hemiptera.

Senyawa toksin penting dalam upaya pengembangan produk bioinsektisida secara


komersial. Karaterisasi kimia β-eksotoksin pertama kali diaporkan oleh Mc. Connel dan
Richard. Peneliti tersebut mengatakan bahwa β-eksotoksin terdiri dari komposisi senyawa
asam nukleat, seperti adenine, ribose, glucose, dan asam alarik dengan ikatan kelompok
fosfat. Selain itu, β-eksotoksin diketahui bersifat termostabil, artinya bahwa senyawa tersebut
tahan atau tidak rusak jika terkena suhu tinggi, maka digolongkan sebagai thermostabel
eksotoksin, larut didalam air dan sangat beracun terhadap beberapa jenis ulat. Sementara α-
eksotoksin bersifat sebaliknya, tidak stabil jika terkena panas. Senyawa tersebut diketahui
beracun bagi mencit dan ulat (Plutella xylostella).

Reaksi toksisitas terhadap serangga dari δ-endotoksin dan strain B. thuringiensis


terhadap serangga tampaknya juga sangat bervariasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Heimpel dan rekannya (1959 dan 1967) terhadap serangga Lepidoptera menunjukkan adanya
respon yang berbeda terhadap δ-endotoksin.
Fenomena lain mekanisme kerja dari toksin bakteri B. thuringiensis yaitu, terjadinya
mekanis intraseluler dari β-eksotoksin, sebagai substansi protein aktif yang bersifat racun,
senyawa ini akan menghambat sintesa asam ribonukleat, dengan cara menghentikan proses
katalisa polimerasi oleh DNA-dependen RNA-polymersae.

e. Mekanisme Patogenisitas

Kristal protein yang termakan oleh serangga akan larut dalam lingkungan basa pada
usus serangga. Pada serangga target, protein tersebut akan teraktifkan oleh enzim pencerna
protein serangga. Protein yang teraktifkan akan menempel pada protein receptor yang berada
pada permukaan sel epitel usus. Penempelan tersebut mengakibatkan terbentuknya pori atau
lubang pada sel sehingga sel mengalami lisis. Pada akhirnya serangga akan mengalami
gangguan pencernaan dan mati.

f. Cara Isolasi

Isolat Bacillus thuringiensis dapat diisolasi dari tanah, bagian tumbuhan, kotoran
hewan, serangga dan bangkainya dan sumber lain. Salah satu cara isolasi yang cukup efektif
adalah dengan seleksi asetat. Beberapa gram sumber isolat disuspensikan ke dalam media
pertumbuhan bakteri (misal LB) yang mengandung natrium asetat kemudian dikocok. Media
asetat tersebut menghambat pertumbuhan spora B. thuringiensis menjadi sel vegetatif.
Setelah beberapa jam media tersebut dipanaskan pada suhu 80°C selama beberapa menit.
Pemanasan ini akan membunuh sel-sel bakteri atau mikroorganisme yang sedang tumbuh
termasuk spora-spora bakteri lain yang tumbuh. Kemudian sebagian kecil dari suspensi yang
telah dipanaskan diratakan pada media padat. Koloni-koloni yang tumbuh kemudian
dipindahkan ke media sporulasi B. thuringiensis. Koloni yang tumbuh pada media ini dicek
keberadaan spora atau protein kristalnya untuk menentukan apakah koloni tersebut termasuk
isolat B. thuringiensis.

g. Penapisan Isolat yang Toksik

Tidak semua isolat Bt beracun terhadap serangga. Untuk itu perlu dilakukan penapisan
daya racun dari isolat-isolat yang telah diisolasi. Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan
untuk hal ini. Pertama dengan pendekatan molekular dan kedua dengan bioasai.

Pendekatan molekular dilakukan dengan PCR menggunakan primer-primer yang dapat


menggandakan bagian-bagian tertentu dari gen-gen penyandi protein kristal (gen cry). Hasil
PCR ini dapat dipakai untuk memprediksi potensi racun dari suatu isolat tanpa terlebih dulu
melakukan bioasai terhadap serangga target. Dengan demikian penapisan banyak isolat untuk
kandungan gen-gen cry tertentu dapat dilakukan dengan cepat.

Untuk menguji lebih lanjut daya beracun dari suatu isolat maka perlu dilakukan bioasai
dengan mengumpankan isolat atau kristal protein dari isolat tersebut kepada serangga target.
Dari bioasai ini dapat dibandingkan daya racun antar isolat.

h. Cara Perbanyakan

Perbanyakan bakteri B. thuringiensis dalam media cair dapat dilakukan dengan cara
yang mudah dan sederhana. Karena yang diperlukan sebagai bioinsektisida adalah protein
kristalnya, maka diperlukan media yang dapat memicu terbentuknya kristal tersebut. Media
yang mengandung tryptose telah diuji cukup efektif untuk memicu sporulasi B. thuringiensis.
Dalam 2–5 hari B. thuringiensis akan bersporulasi dalam media ini dengan pengocokan pada
suhu 30°C. Perbanyakan B. thuringiensis ini dapat pula dilakukan dalam skala yang lebih
besar dengan fermentor.

i. Potensi sebagai Bioinsektisida

Untuk bahan dasar bioinsektisida biasanya digunakan sel-sel spora atau protein kristal Bt
dalam bentuk kering atau padatan. Padatan ini dapat diperoleh dari hasil fermentasi sel-sel Bt
yang telah disaring atau diendapkan dan dikeringkan. Padatan spora dan protein kristal yang
diperoleh dapat dicampur dengan bahan-bahan pembawa, pengemulsi, perekat, perata, dan
lain-lain dalam formulasi bioinsektisida.

2. Jamur Patogen Serangga (Beauveria bassiana)

Contoh insektisida biologi dari jamur adalah Beauveria bassiana. Cendawan ini biasa
dikenal sebagai cendawan patogen serangga yaitu cendawan yang dapat menimbulkan
penyakit pada serangga. Beberapa contoh serangga yang dapat dikendalian oleh Beauveria
bassiana antara lain berbagai jenis wereng, walang, walang sangit, ulat, lembing dan sundep
beluk (penggerek batang).

Beauveria bassiana secara alami terdapat didalam tanah sebagai jamur saprofit.
Pertumbuhan jamur di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, seperti kandungan
bahan organik, suhu, kelembapan, kebiasaan makan serangga, adanya pestisida sintetis, dan
waktu aplikasi. Secara umum, suhu di atas 30 C, kelembapan tanah yang berkurang dan
adanya antifungal atau pestisida dapat menghambat pertumbuhannya.
Beauveria bassiana termasuk dalam golongan pathogen serangga ordo Monililes, famili
Moniliaceae. Jamur Beauveria bassiana menyerang banyak jenis serangga, di antaranya
kumbang, ngengat, ulat, kepik dan belalang. Jamur ini umumnya ditemukan pada serangga
yang hidup di dalam tanah, tetapi juga mampu menyerang serangga
pada tanaman atau pohon.

a. KlasifikasiBVR (Beauveria bassiana)

Kerajaan: Fungi

Filum : Ascomycota

Kelas : Sordariomycetes

Ordo : Hypocreales

Famili : Cordycipitaceae

Genus : Beauveria

Spesies : Beauveria bassiana

b. Karakteristik Beauveria bassiana

 cendawan berwarna putih, penyebaran spora melalui air atau terbawa angin

 Menginfeksi serangga melalui integument/jaringan lunak. Selanjutnya hifa tumbuh dari


konidia dan merusak jaringan

 Cendawan tumbuh keluar dari tubuh inang pada saat cendawan siap menghasilkan spora
untuk disebarkan

 Apabila keadaan tidak mendukung, perkembangan cendawan hanya berlangsung didalam


tubuh serangga tanpa keluar menembus integument.

 Tubuh serangga mati yang terinfeksi Beauveria bassiana mengeras seperti mumi.

c. Mekanisme infeksi Beauveria bassiana terhadap serangga

Cara cendawan Beauvaria bassiana menginfeksi tubuh serangga dimulai dengan kontak
inang, masuk ke dalam tubuh inang, reproduksi di dalam satu atau lebih jaringan inang,
kemudian kontak dan menginfeksi inang baru. Beauveria bassiana masuk ke tubuh serangga
inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Inokulum jamur yang
menempel pada tubuh serangga inang akan berkecambah dan berkembang membentuk
tabung kecambah, kemudian masuk menembus kulit tubuh. Penembusan dilakukan secara
mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Pada proses selanjutnya,
jamur akan bereproduksi di dalam tubuh inang. Jamur akan berkembang dalam tubuh inang
dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati. Miselia jamur menembus ke
luar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi konidia. Dalam hitungan
hari, serangga akan mati. Serangga yang terserang jamur Beauveria bassiana akan mati
dengan tubuh mengeras seperti mumi dan jamur menutupi tubuh inang dengan warna putih.

Dalam infeksinya, Beauveria bassiana akan terlihat keluar dari tubuh serangga
terinfeksi mula-mula dari bagian alat tambahan (apendages) seperti antara segmen-segmen
antena, antara segmen kepala dengan toraks , antara segmen toraks dengan abdomen dan
antara segmen abdomen dengan cauda (ekor). Setelah beberapa hari kemudian seluruh
permukaan tubuh serangga yang terinfeksi akan ditutupi oleh massa jamur yang berwarna
putih.Penetrasi jamur entomopatogen sering terjadi pada membran antara kapsul kepala
dengan toraks atau diantara segmen-segmen apendages demikian pula miselium jamur keluar
pertama kali pada bagian-bagian tersebut.

Penggunaan jamur ini untuk membasmi hama dapat dilakukan dengan beberapa
metode. Jamur ini bisa dipakai untuk jebakan hama. Adapun cara penggunaanya yaitu dengan
memasukkan Beauveria bassiana beserta alat pemikat berupa aroma yang diminati serangga
(feromon) ke dalam botol mineral. Serangga akan masuk ke dalam botol dan terkena spora.
Akhirnya menyebabkan serangga tersebut terinfeksi.

Cara aplikasi lain yaitu dengan metode penyemprotan. Serangga yang telah terinfeksi
Beauveria bassiana, selanjutnya akan mengkontaminasi lingkungan, baik dengan cara
mengeluarkan spora menembus kutikula keluar tubuh inang, maupun melalui fesesnya yang
terkontaminasi. Serangga sehat kemudian akan terinfeksi.

3. Nematoda Patogen Serangga (Heterorhabditis indicus)

Diantara spesies NPS yang diketahui efektif digunakan sebagai agensia hayati untuk
mengendalikan hama tanaman adalah Heterorhabditis indicus.H. Indicus adalah nematoda
yang bersimbiosis mutualisme dengan bakteri gram negatif dari famili Enterobacteriaceae.
Kompleks nematoda-bakteri ini dalam lingkungan yang sesuai dapat menjadi agen
pengendali hayati yang efektif terhadap hama sasaran. Species H. indicus, membawa satu
spesies bakteri simbion, Photorhabdus luminescens. Sel-sel bakteri P. luminescens yang
dorman disimpan dalam saluran pencernaan H. indicus.
a. Klasifikasi Heterorhabditis indicus

Klasifikasi Heterorhabditis indicus menurut Poinar (1990) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Nematoda

Kelas : Secermentae

Ordo : Rhabditida

Famili : Rhabditidae

Genus : Heterorhabditis

Species : Heterorhabditis indicus

b. Karakteristik Hoterorhabditis indicus

Hoterorhabditis indicus mempunyai bentuk tubuh sebagaimana cacing, silindris,


panjang tubuh betina 479 – 700 μm, tubuh jantan 479-685 μm, sedangkan tubuh juvenil
infektif (JI) 479 - 573 μm. Tubuh simentris bilateral, tidak bersegmen-segmen, mempunyai
kutikula sehingga tubuhnya licin, gerakannya fleksibel dan tidak ada gerakan kontraktil
memanjang. Terdapat alat pencernaan yaitu mulut, esofagus, intestinum, rektum.

Betina dewasa Heterorhabditis indicus tubuhnya lebih besar dan lebih panjang
daripada jantan, pada pertengahan tubuhnya terdapat vulva yang berfungsi untuk perkawinan.
Pada bagian kepala terdapat satu mulut dengan enam bibir yang menyerupai gigi dan terdapat
satu papilla. Jantan dewasa Heterorhabditis indicus tubuhnya lebih kecil dan lebih pendek
dari betina, ujung posterior melengkung dan terdapat sepasang spikula sebagai alat kopulasi.
Kepala spikula pendek, berasal dari penyempitan lamina dan gubernaculum, berukuran
setengah dari panjang spikula.

c. Mekanisme serangan Heterorhabditis indicus

Mekanisme patogenitas NPS terjadi melalui simbiosis dengan bakteri patogen


Photorhabdus luminescens. Infeksi NPS dilakukan oleh stadium larva instar III atau juvenil
infektif (JI) terjadi melalui mulut, anus, spirakel, atau penetrasi langsung membran
intersegmental integumen yang lunak. Setelah mencapai homocoel serangga, bakteri simbion
yang dibawa akan dilepaskan ke dalam haemolim untuk berkembang biak dan memproduksi
toksin yang mematikan serangga. NPS sendiri juga mampu menghasilkan toksin yang
mematikan. Dua faktor ini yang menyebabkan NPS mempunyai daya bunuh yang sangat
cepat. Serangga yang terinfeksi NPS dapat mati dalam waktu 24 – 28 jam setelah infeksi.

d. Perilaku (behavior) Heterorhabditis indicus

Heterorhabditis indicus mempunyai kecendrungan untuk menyebar di seluruh tanah


dalam mencari inang. Strategi menjelajah adalah aktif mencari dan mengejar serangga inang,
strategi ini digunakan untuk menginvasi inang yang diam. Strategi ini dikarakterisasikan
dengan motilitas yang tinggi dan distribusi aktif keseluruh profil tanah, kemampuan untuk
orientasi, isyarat inang yang volatil dan penggantian lokasi pencarian setelah kontak inang.

Stadia JI menyimpan sejumlah besar cadangan makanan di dalam tubuhnya untuk


melakukan mobilitas dan aktivitas mangsa serta menginfeksi inang. Selama belum
menemukan inang daya tahan tubuhnya sangat bergantung pada cadangan makanan yang
dimilikinya. Penipisan cadangan makanan ini selain menyebabkan penurunan viabilitas juga
menurunkan efektivitas H. indicus .

e. Siklus hidup (life cycle)

Heterorhabditis indicus memiliki siklus hidup yang sederhana yang terdiri dari 4 stadia
juvenil, dan dewasa. Siklus hidup terbagi kedalam siklus reproduktif dan infektif. Siklus
infektif dimulai saat serangga terinfeksi oleh JI yang masuk melalui lubang-lubang alami
tubuh serangga. Pada siklus reproduktif, JI berubah menjadi juvenil instar ketiga (J3) yang
aktif memakan produk samping hasil metabolisme bakteri simbion, berganti kutikula menjadi
juvenil instar keempat (J4) kemudian berganti kutikula menjadi dewasa. Telur diproduksi tiga
hari setelah invasi nematoda kedalam tubuh serangga. Telur menetas dan berkembang di
dalam tubuh induknya menjadi juvenil instar pertama (JI) yang akan berganti kutikula
menjadi juvenil instar kedua (J2). Pada stadia J2 nematoda dapat menjalani siklus reproduktif
kembali atau memasuki siklus infektif, tergantung kepadatan populasi dan nutrisi inang. Jika
nutrisi inang mencukupi dan kepadatan populasi rendah maka J2 berkembang menjadi J3,
dan memasuki siklus reproduktif. Sebaliknya bila kepadatan populasi tinggi dan nutrisi
sedikit, J2 berkembang menjadi J3 khusus yang bersifat infektif (JI), tidak makan dan mampu
hidup di luar tubuh inang serangga.

f. Penyebaran

Pada stadia JI akan aktif meskipun hanya 90 cm ke arah horizontal dan vertikal dalam
kurun waktu 30 hari. Penyebaran secara pasif oleh air, angin, inang yang terinfeksi, aktifitas
manusia, dan lain-lain dapat menempuh jarak yang luas dan dapat dihitung distribusi
penyebarannya. Faktor yang berpengaruh pada motilitas/kematian JI adalah kelembaban,
suhu dan tekstur tanah. Faktor yang terpenting adalah kelembaban karena nematoda
membutuhkan film air yang menyelubungi area tanah. Di Indonesia H. indicus telah
ditemukan di daerah Jawa, Ambon, Bali dan Seram yang umumnya menyukai habitat pantai.

g. Kelangsungan hidup

Faktor abiotik dan biotik sangat mempengaruhi efikasi dan persistensi nematoda
entomopatogen untuk mengendalikan serangga hama yang hidup di lingkungan tanah, habitat
tersembunyi dan daun. Persistensi JI yang digunakan sangat dipengaruhi faktor instrinsik
(tingkah laku, fisiologi, karakteristik genetik) dan ekstrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi faktor
abiotik (temperatur, kelembaban tanah, tekanan osmotik, tekstur tanah, kelembaban, radiasi
UV yang ekstrim) dan faktor biotik (antibiosis, kompetisi, dan musuh alami).

h.Perbanyakan Nematoda Patogen Serangga (NPS)

1. NPS dengan populasi 200 juvenil infektil (JI) dalam 10 ml air disebar merata dengan
pipet pada dua lapis kertas koran dalam boks plastik.

2. Sebanyak 50 gram ulat hongkong dimasukkan kedalamnya, boks ditutup rapat selama
2 hari (48 jam), boks di bagian atas diberi kain kasa.

3. Ulat yang mati terinfeksi akan berubah warna menjadi coklat kemerahan, ulat yang
terinfeksi kemudian diambil dan diletakkan diatas kain kasa basah pada cawan petri
(dalam boks plastik) yang telah diberi aquades 250 ml.

4. Ulang hongkong tersebut diinkubasi selama 14 hari, dan kemudian nematoda siap
dipanen.

5. Pemanenan dilakukan 2 hari sekali hingga hari ke -21 setelah inokulasi (panen 3-4
kali selama 7 hari)

6. Nematoda dicuci dengan cara membuang air permukaan, sedimentasi nematoda


sebanyak 1 – 2 kali dengan spoid sehingga terlihat jernih.

7. Untuk penyimpanan nematoda dimasukkan ke dalam spon lembab pada suhu 100 C,
pada suhu tersebut nematoda dapat hidup dan tetap aktif selama 8 bulan.

8. Untuk pemeliharaan Nematoda dapat disimpan dalam toples dengan penambahan air
serta dipasang aerator untuk suplai oksigen.
i. Cara dan waktu aplikasi

1. Lahan tanaman yang akan diaplikasikan NPS harus sangat lembab atau macak-macak
air.

2. Tangki semprot yang akan digunakan tidak boleh bekas pestisida kimia.

3. Kebutuhan rata-rata per hektar adalah 2,8 liter larutan NPS.

4. Dosis per tangki semprot 14 liter adalah 280 ml larutan NPS.

5. NPS yang disimpan dalam spon basah direndam terlebih dahulu dalam air, agar
semua NPS keluar dari spon sebaiknya spon diguyur air yang ditampung ke dalam
ember.

6. Jangan dicampur dengan pestisida kimia

Waktu aplikasi yang tepat adalah pada sore hari karena NPS sangat rentan terhadap
kekeringan. Waktu satu malam cukup bagi NPS untuk menemukan dan menginfeksi inang.

2.3.2 Herbisida Biologi


2.3.2.1. Pengertian
Herbisida Biologi (Bioherbisida) merupakan pengendalian gulma secara bilogis yaitu
suatu cara pengendalian gulma dengan mempergunakan organisma hidup.Yang termasuk
dalam golongan herbisida ini ialah pengendalian gulma dengan menggunakan penyakit yang
ditimbulkan oleh bakteri, jamur dan virus. Bioherbisida yang menggunakan serangga rumit
untuk dilakukan, karena dapat mempengaruhi ekologi lingkungannya. Sehingga dari
banyaknya penelitian dipilih organisme patogen pada tanaman yang digunakan sebagai
bioherbisida, karena memberi peluang yang lebih nyata. Mikroorganisme yang digunakan
untuk mengendalikan hayati gulma justru mikroorganisme yang bersifat patogen pada
tanaman. Alasan penggunaan patogen untuk herbisida, yaitu karena kebanyakan dari
mikroorganisme patogen pada tanaman inang bersifat spesifik. Dan yang penting dari
penggunaan patogen ini relatif tidak menimbulkan pengaruh bagi manusia atau binatang.
Penggunaan mikroorganisme patogen selama ini belum pernah diketahui mampu
memusnahkan gulma dengan baik, namun belum pernah juga ditemukan berdampak pada
musnahnya suatu jenis tanaman.
Mikroorganisme patogen yang digunakan dalam Herbisida Biologi
1. Jamur
Bioherbisida yang pertama kali digunakan ialah DeVine, yang dikembangkan oleh Abbot
Laboratories, USA, merupakan jenis mycoherbisida pertama. Organisme jamurnya adalah
Phytophthora palmivora merupakan parasit fakultatif yang menyebabkan kematian akar dari tanaman
inangnya yaituMorrenia odorata, gulma pada tanaman jeruk. P. palmivora mempunyai
sporangium jorong, dan dapat membentuk klamidospora. Jamur ini dapat bertahan di dalam
tanah secara safrofit sehingga dapat berperan lebih lama.

Bioherbisida yang
kedua dengan menggunakan jamur Colletotrichum gloeosporioides yang diperdagangkan
dengan nama Collego dan digunakan pada tanaman padi dan kedelai di Amerika.

2. Rhizobacteria
Bakteri yang mendatangkan dampak negatif bagi pertumbuhan tanaman, tetapi tidak
memparasit tanaman dianggap sebagai exopatogen dan diberi istilah Deletirous Rhizobacteria (DRB) . Cara
kerja dari DRB terutama melalui toksin yang dihasilkannya yang diserap oleh perakaran gulma. Tidak perlu
memusnahkan gulma, tetapi secara nyata mampu menekan pertumbuhan awal dari gulma dan membiarkan
tanaman budidaya untuk secara efektif bersaing dengan gulma yang telah dilemahkan tersebut. DRB paling
efektif ketika gulma tumbuh pada saat faktor-faktor lingkungan kondusif bagi pertumbuhan
bakteri.
Contoh pengendalian dengan DRB :
Bakteri penghambat tanaman Pseudomonas fluorescens strain D dapat mengendalikan
Bromus tectorum (Downy brome) gulma utama di lahan gandum. Karakteristik dari Pseudomonas
fluorescens yaitu:
a. Berbentuk batang lurus atau agak lengkung
b. Berukuran (0,5-1,0) x (1,5-5,0)µm
c. Tidak spiral, bergerak dengan satu atau beberapa flagellum polar
d. Bersifat gram negatif, bakteri hidup secara aerob.
e. Beberapa bakteri bersifat kemolitotrof fakultatif, yang menggunakan H2 sebagai sumber
energi.
f. P. fluorescens mengeluarkan pigmen hijau, merah hijau, merah jambu, dan kuning terutama
pada medium yang kekuranagn unsur besi.
g. P. fluorescens membentuk pigmen berpendar yang dikenal dengan nama fluorescein.
h. Bakteri P. fluorescens dapat memberikan pengaruh menguntungkan terhadap perkembangan
dan pertumbuhan tanaman, yaitu sebagai “ Plant Growth Promoting Rhizobacteria” (PGPR).
Menurut Goto (1992), pengklasifikasian Pseudomonas fluorescens adalah:
Kingdom : Prokariota
Divisi : Gracilutes
Kelas : Proteobacteria
Ordo : Pseudomonadales
Family : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Spesies : Pseudomonas fluorescens
3. Bakteri Patogen Tanaman
Bakteri patogen tanaman (Phytopathogenic bacteria ) telah menunjukkan potensinya yang
besar sebagai agen pengendali hayati karena dapat diaplikasikan secara langsung ke daun gulma.
Bakteri bioherbisida mirip dengan cendawan mycoherbisida. Contohnya : Bakteri Pseudomonas
syringae pv. tagetis (Pst) yang menyebabkan klorosis pada beberapa spesies gulma sepertiAmbrosia
artemisiifolia (common ragweed),Helianthus tuberosus (Jerusalem artichoke), Cirsium
avense (Canada thistle), danTagetes erecta L. (marigold). PSt menyebabkan penurunan vigor
gulma, penghambatan pembungaan, dan mortalitas tanaman.

2.3.3 Fungisida Biologi


Suwahyono (2010:10) mengemukakan pendapatnya tentang definisi pestisida biologi
bahwa fungisida biologi adalah semua jenis organisme hidup yang dapat digunakan untuk
mengendalikan jamur yang berperan sebagai hama atau penyebab penyakit pada tanaman,
hewan, dan manusia. Dari pengalaman di lapangan, penyakit yang dominan pada tanaman
budidaya disebabkan oleh jamur. Penyakit ini dapat menyebabkan busuk pada akar atau
pangkal batang tanaman.
Berdasarkan pendapat dari Yulianti (2008) fungisida biologi (biofungisida) merupakan
alternatif yang digunakan untuk penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur. Biofungisida
yang telah digunakan adalah spora Trichoroderma sp. yang digunakan sebagai pengendali
penyakit akar putih pada tanaman karet dan penyakit layu fusarium pada cabai.
Sejumlah mikroorganisme (terutama jamur dan bakteri) diketahui merupakan antagonis
terhadap jamur penyebab penyakit tanaman (fitopatogenik). Mekanisme tentang bagaimana
mikroorganisme antagonis ini mengendalikan jamur fitopatogenik, tidak selalu jelas, tetapi
umumnya merupakan salah satu atau gabungan beberapa cara sebagai berikut (Agrios, 2005;
Loekas Soesanto, 2008).
1. Kompetisi. Beberapa mikroorganisme bersaing dengan jamur fitopatogen dalam
memperoleh unsur hara dan ruang bagi kehidupannya. Contohnya, Pseudomonas putida
bersaing dengan Pythium ultimum (penyebab penyakit rebah semai pada kapri dan kedelai)
dan Fusarium oxysporum (penyebab penyakit layu fusarium);

2. Parasitisme. Beberapa mikroorganisme lainnya bersifat parasit (disebut hiper-parasit) dari


jamur penyebab penyakit tanaman. Contohnya, Serratia marcescens adalah hiper-parasit bagi
Fusarium oxysporum (penyebab penyakit layu fusarium).

3. Antibiosis. Ada pula mikroorganisme yang menghasilkan senyawa kimia tertentu (toksin
atau antibiotik) yang beracun bagi jamur penyebab penyakit tanaman. Contohnya, jamur
Pseudomonas fluorescens menghasilkan antibiotika yang mampu menghambat Thielaviopsis
basicola (penyebab penyakit busuk akar hitam pada tanaman tembakau).

4. Menghasilkan enzym yang menghancurkan sel-sel jamur patogen, atau

5. Menghasilkan metabolit lain yang merugikan jamur patogen.

6. Menginduksi pertahanan tanaman inang (induced host resistance). Akhirnya ada juga
mikroorganisme yang merangsang tanaman dimana mereka hidup untuk mengaktifkan
mekanisme pertahanan terhadap keberadaan jamur patogen, misalnya merangsang tanaman
untuk menghasilkan fitoaleksin, sistim SAR (systemic acquired resistance = ISR, induced
systemic resistance), dan sebagainya.
Fungisida Biologi: Jamur
Hingga kini, telah dilaporkan 54 genus jamur, meliputi ratusan spesies yang
mempunyai potensi sebagai antagonis bagi jamur penyebab penyakit tumbuhan. Genus-genus
tersebut antara lain (Habazar dan Yaherwandi, 2006): Acaulospora, Ampelomyces,
Ascocoryne, Aspergillus, Aureobasidium, Candelabrella, Candida, Catenaria, Chaetomium,
Cicinobolus, Cladosporium, Coniothyrium, Cryptococcus, Cryphonectria (dahulu Endothia),
Dactylaria, Dactylela, Fusarium, Genicularia, Gliocladium, Glomus, Hansfordia,
Heteroconium, Laccaria, Laetisaria (dahulu Corticium), Leucopaxillus, Myrothecium,
Microsphaeropsis, Nematophthora, Oidendron, Penicillium, Piniophora, Phialocephala,
Phialophora, Pichia, Pisolithus, Pleospora, Pythium, Rhizoctonia, Rhodotorulla, Rosellinia,
Saccharomyces, Sclerotinia, Scytalidium, Spherellopsis, Sporidesmium, Trichoderma (dahulu
Gliocladium), Trichotecium, Tuberculina, Typhula, Ulocladium, dan Verticillium.

Dari sekian puluh genus jemur antagonis, yang sering disebut dan relatif banyak diteliti
adalah (Agrios, 2005):
 Jamur dari genus Trichoderma, terutama Trichoderma harzianum merupakan parasit bagi
Rhizoctonia dan Sclerotium, dan menghambat pertumbuhan Pythium, Phytophthora,
Fusarium dan Heterobasidion (Fomes).

 Laetisaria arvalis (Corticium sp.) merupakan mikoparasit serta antagonis bagi Rhizoctonia
dan Pythium;

 Sporidesmium sclerotivorum, Gliocladium virens serta Coniothyrium minitans merupakan


parasit serta antagonis bagi Sclerotinia sclerotiorum;

 Talaromyces flavus adalah parasit bagi Verticillium.

 Beberapa spesies Pythium yang non-patogenik juga diketahui merupakan parasit bagi
Phytophthora dan spesies Pythium lainnya.

 Jamur Verticillium lecanii diketahui merupakan parasit bagi nematoda patogen Heterodera
glycines.

 Jamur Dactylella, Arthrobotrys, Paecilomyces dan Xyphenema merupakan parasit bagi


nematoda Meloidogyne sp.

 Jamur Catenariaauxiliaris, Nematophthoragynophila, Verticilliumchlamydosporium dan


Hirsutella sp., diketahui merupakan parasit bagi nematoda Heterodera dan Globodera.

 Beberapa jenis ragi, seperti Pichiagulliermondii juga merupakan parasit dan menghambat
pertumbuhan beberapa jamur patogen seperti Botrytis dan Penicillium.

Di bawah ini beberapa jenis jamur berguna yang telah berhasil diformulasi secara
komersial:
1. Ampelomyces quisqualis Ces (Deuteromycetes)
Jamur yang dahulu bernama Cicinnobolium quisqualis ini terdapat luas di alam. Isolat
10 ditemukan di kebun anggur di Israel dan diproduksi secara komersial sebagai fungisida
biologi setelah diketahui bahwa jamur ini dapat tumbuh dan menghasilkan spora pada kondisi
tertentu. Jamur hiperparasit ini digunakan untuk mengendalikan semua jenis jamur penyebab
penyakit embun tepung (powdery mildew) dari familia Erysiphaceae, meskipun pada tanaman
yang berbeda penyebab embun tepungnya juga berbeda.
Spora A. quisqualis yang berkecambah akan memasuki hifa jamur embun tepung
sebagai parasit, dan akhirnya perkembangan embun tepung akan terhenti. Untuk dapat
berkecambah, spora A. quisqualis memerlukan kelembaban minimal 60%, dan proses
masuknya kedalam hifa patogen memakan waktu 2 – 4 jam. Diaplikasikan dengan cara
disemprotkan. Karena perkecambahan spora A. quisqualis memerlukan kelembaban cukup
tinggi, dianjurkan untuk melakukan penyemprotan pada pagi hari sewaktu embun masih ada,
atau pada sore hari. Pengendalian akan berhasil baik bila tingkat serangan dibawah 3%. Juga
diaplikasikan secara protektif sebelum ada serangan penyakit.
2. Candida oleophila Montrocher (Ascomycota)
Jamur Candida oleophila merupakan kapang yang terdapat luas di alam. Isolat I-82
telah diproduksi secara komersial oleh Novartis (sekarang Syngenta), dan diaplikasikan
sebagai fungisida dengan cara semprotan atau pencelupan buah-buahan yang akan disimpan,
untuk menghindari penyakit-penyakit pasca panen, pada apel, jeruk dan lain-lain.

3. Candida saitoana Nakase & Suzuki


Fungisida jamur ini juga digunakan untuk melindungi buah-buahan sesudah panen agar
tidak diserang jamur patogen.
4. Clonostachys rosea f. catenulate (Gilman & Abott) Schroer
Jamur ini dahulu dinamai Gliocladium catenulatum. Isolat J1446 diisolasi dari tanah di
Finlandia, dan dikembangkan sebagai fungisida biologi bersama oleh Agriculture Research
Centre (Finlandia) dan perusahaan Kemira Agro.
Mikrobial fungisida ini diaplikasikan secara preventif untuk mengendalikan jamur
patogen seperti Pythium spp., Rhizoctonia spp., dan Phytophthora dengan aplikasi
di tanah, maupun jamur-jamur Botrytis spp., Didymella spp., dan Helminthosporium spp.,
dengan cara penyemprotan baik di daun maupun hasil panen.
5. Coniothyrium minitans Campbell
Fungisida mikrobiologi Coniothyriumminitans isolat CON/M/91-08 mula-mula
diisolasi tahun 1992 oleh perusahaan Jerman Prophyta, diformulasi tahun 1995 (konidia
diformulasi dalam bentuk WDG), dan diregistrasi oleh Federal Biological Research Centre
for Agriculture and Forestry pada 22 Des. 1997, dan dipasarkan tahun 1998. Sekarang telah
diregistrasi di Eropa dan Amerika Utara.
Digunakan untuk mengendalikan jamur patogen dari genus Sclerotinia, terutama
Sclerotiniasclerotiorum dan S. minor. Yang dikendalikan oleh C. minitans adalah struktur
fase istirahat (sklerotia) dari organisme target yang berada di tanah. C. minitans adalah jamur
yang lambat sekali berkembangnya, dan sangat tergantung pada efek mikoparasitnya pada
sklerotia jamur sasaran. Produk mengandung C. minitans diaplikasikan dengan cara
dibenamkan kedalam tanah 2 atau 3 bulan sebelum tanam, atau 2 – 3 bulan sebelum infeksi
penyakit diperkirakan datang.
6. Cryphonectriaparasitica (Murril) Barr (Ascomycota)
Jamur yang dulu dinamakan Diaportheparasitica, Valsonectriaparasitica, atau
Endothiaparasitica ini diketahui sebagai penyebab penyakit chesnut blight pada tanaman
chesnut. Yang dimanfaatkan sebagai fungisida mokrobiologi adalah isolat non-patogenik
(isolat yang tidak menyebabkan penyakit, isolat non-virulen), yang diisolasi dari pohon
chesnut di Prancis. Digunakan untuk mengendalikan chesnut blight
(Cryphonectriaparasitica). Cara kerjanya, isolat non-patogenik (isolat yang non-virulen) ini
akan menempati lokasi dimana isolat virulen menimbulkan penyakit, sehingga isolat yang
virulen tidak menyerang tanaman. Banyak isolat yang non-virulen dari jamur ini membawa
mikovirus (virus yang menyerang jamur, VLP) dan virus ini di alam dapat mentransfer sifat-
sifat jamur yang non-virulen ke isolat yang virulen, sehingga isolat yang semula virulen ini
menjadi tidak virulen.
Aplikasi dilakukan dengan memperlakukan luka atau bekas pangkasan dengan produk
yang mengandung isolat non-patogenik dari C. parasitica secepat mungkin, sehingga isolat
non-patogenik ini sempat berkembang.
7. Cryptococcusalbidus (Saito) Skinner
Jamur ini digunakan sebagai fungisida untuk mengendalikan penyakit busuk oleh jamur
Penicillium dan Botrytis spp. pada penyimpanan buah-buahan (apel, pir). Diaplikasikan
dengan cara menyemprot buah, atau merendamnya dengan produk yang mengandung C.
albidus segera sesudah panen. Sesudah disemprot atau direndam, buah-buah tersubut harus
dibiarkan kering sebelum disimpan.
Mula-mula jamur ini akan berkompetisi dengan patogen penyebab penyakit dalam hal
ruang dan makanan. Selanjutnya C. albidus menghasilkan dua macam protein yang
menghancurkan dinding sel jamur patogen, dan menghentikan pertumbuhannya. Jangan
dicampur dengan fungisida berspektrum luas lainnya, dan jangan menggunakan air yang
mengandung klorin untuk mengencerkannya.
8. Fusariumoxysporum Schlechtendal
Seperti diketahui bahwa jamur Fusariumoxysporum adalah penyebab penyakit layu
fusarium pada beberapa jenis tanaman. Namun isolat Fo 47 merupakan isolat yang non-
patogenik (tidak menyebabkan penyakit) dan berkompetisi dengan isolat patogenik (isolat
yang menyebabkan penyakit). Isolat Fo 47 adalah mutant alami dari jamur F. oxysporum,
ditemukan pada tanah Chataeaurenard di Prancis tenggara oleh peneliti dari INRA, dan
kemudian sebagai fungisida mikrobiologi diproduksi secara komersial. F. oxysporum isolat
Fo 47 tidak dapat bersilang dengan isolat yang patogenik.
F. oxysporum isolat Fo 47 digunakan secara protektif untuk mencegah penyakit layu
fusarium yang disebabkan oleh isolat patogenik Fusariumoxysporum dan
Fusariummoniliforme (Gibberellafujikuroi), dengan tiga cara kerja. Pertama, dengan
kompetisi pada sistim perakaran tanaman. Isolat Fo 47 adalah penyerang yang kuat dan
sangat kompetitif dalam hal nutrisi dengan mikroorganisme lain. Kedua, kompetisi di
permukaan sistem perakaran. Mereka bersaing dalam memperoleh akses untuk masuk ke
lokasi dimana jamur menginfeksi akar tanaman. Ketiga, F. oxysporum isolat Fo 47
mengaktifkan sistem kekebalan tanaman yang merangsang tanaman untuk memproduksi
fitoaleksin (zat alami yang diproduksi oleh tumbuhan untuk melawan patogen) yang
menghambat enzim pencernaan jamur patogen dan mendetoksifikasi asam fusarik yang
dihasilkan oleh jamur patogen.
9. Phlebiopsisgigantea (Fr) Massee
Jamur ini pernah dikenal dengan nama lamanya Phlebiagigantea atau
Peniophoragigantea. Mula-mula diisolasi pada tahun 1987 oleh Finnish Forest Research
Institute dari log pohon spruce yang tertinggal di hutan. Digunakan untuk memperlakukan
stum pinus dan spruce pada tahun 1988, dan diproduksi secara komersial pada tahun 1991.
Dikembangkan sebagai fungisida biologi untuk mengendalikan penyakit busuk akar yang
disebabkan oleh Heterobasidionannosum (syn. Fomesannosum).
10. Pseudozymaflocculosa (Traquair et al.) Boekhout & Traquair
Jamur yang dahulu dikenal sebagai Sporothrixflocculosa atau
Stephanoascusflocculosus ini dikenal sebagai fungi saprofit dan juga sebagai hiperparasit
bagi jamur penyebab embun tepung di Kanada, Amerika Serikat dan Eropa. Salah satu isolat
yang diproduksi secara komersial diisolasi dari daun red clover (Trifoliumpratense) yang
ditutupi oleh cendawan embun tepung Erysiphepolygoni. Bahan aktif dari produk adalah
spora yang diformulasi dalam bentuk WP.
P. flocculosa digunakan sebagai fungisida mikrobiologi untuk mengendalikan embun
tepung Sphaerothecafuliginea yang sering terdapat pada tanaman Cucurbitaceae, dan pada
mawar. Agar efektif, saat aplikasi diperlukan kelembaban yang tinggi, minimal 60%. Oleh
karena itu disarankan untuk diaplikasikan pagi hari saat embun masih ada atau petang hari.
11. Pythiumoligandrum Dreschler
Digunakan sebagai fungisida untuk mengendalikan berbagai penyakit tular tanah pada
tanaman sayuran, serealia dan pepohonan, baik di rumah kaca maupun di kebun.
Diaplikasikan sebagi semprotan langsung di tanah, atau untuk perlakuan benih. Selanjutnya
jamur akan berkembang cepat di zona perakaran (rhizosfer) dan mencegah tumbuhnya
penyakit jamur tular tanah lainnya. P. oligandrum juga merangsang pertumbuhan tanaman,
sehingga tidak mudah diserang penyakit.

12.
Talaro
mycesfl
avus
(Klocke
r) Stolk
&
Samson

Isolat V117b dari Talaromycesflavus diisolasi oleh Prophyta, dan askosporanya


diformulasi dalam bentuk WDG. Fungisida biologi ini ditargetkan untuk mengendalikan
jamur patogen tular-tanah seperti Verticilliumdahliae, V. albo-atrum serta Rhizoctonia solani
pada tomat, mentimun, strawberry dan lainnya.
T. flavus bekerja sebagai pesaing nutrisi dari jamur patogen pada rhizosfer dan tanah,
karena jamur ini mengkolonisasi daerah perakaran dengan cepat. Ada dugaan bahwa jamur
ini juga mengaktifkan sistim kekebalan tanaman terhadap jamur patogen, dengan merangsang
tanaman menghasilkan fitoeleksin yang menghambat invasi jamur penyebab penyakit.
Produk mengendung T. flavus diaplikasikan pada tanah, sebagai seed treatment atau
dengan mencelupkan (dipping) akar bibit yang akan ditanam.
13. Trichodermaharzianum Tul
Trichodermaharzianum terdapat secara alami sebagai salah satu komponen dari
mikroflora tanah, sering terdapat pada daerah perakaran (rhizosfer) akar tanaman yang
sedang tumbuh. Ada beberapa isolat jamur Trichodermaharzianum (dahulu dinamai
Trichodermalignorum) yang telah diproduksi secara komersial sebagai fungisida
mikrobiologi.
 Trichoderma harzianum isolat T-22 (Rifai isolat KRL-AG2)
Isolat T-22 merupakan hasil fusi protoplasma T. harzianum isolat T-95 dan T. harzianum
isolat T-12. Sebagai fungisida biologi, isolat T-22 adalah isolat yang paling efektif dan paling
kompetitif, untuk mengendalikan jamur patogen (baik patogen tular-tanah maupun patogen
pada daun) seperti Pythium, Rhizoctonia, Fusarium, Thielaviopsis, Cylindrocladium,
Myrothecium, Botrytis dan Sclerotinia, pada tanaman sayuran, tanaman hias, kedelai dan
jagung.

Efikasi T. harzianum isolat T-22 terhadap jamur patogen disebabkan oleh beberapa cara.
Pertama, T. harzianum T-22 dikenal sebagai mikoparasit yang menginvasi jamur patogen dan
memparasit benang-benang jamur (hifa) patogen. Jamur ini secara persisten berada di zona
perakaran tanaman, tetapi tidak dapat hidup tanpa adanya akar yang sedang tumbuh. T.
harzianum T-22 bersaing dengan jamur patogen dalam hal nutrisi di zona akar tanaman. T.
harzianum T-22 mempunyai efek pada perkembangan akar tanaman dan membantu
melarutkan berbagai hara tanah, sehingga akar tanaman lebih kuat, hara yang tersedia bagi
tanaman lebih banyak, yang menyebabkan tanaman lebih dapat bertahan terhadap serangan
penyakit. Terakhir, T. harzianum T-22 mengaktifkan kekebalan sistemik dapatan (SAR:
systemic acquired resistance), yang akan melindungi tanaman dari penyakit.

 Trichoderma harzianum isolat TH-35 dan TH-315


Isolat-isolat ini mula-mula diintroduksikan untuk mengaplikasi pembibitan pada tahun 1997.
Fungisida mikroba ini diaplikasikan dengan menambahkannya pada tanah pesemaian atau di
lapangan, untuk mengendalikan Pythium spp, Fusarium spp, Rhozoctoniasolani dan
Sclerotiumrolfsii, pada berbagai tanaman termasuk sayuran, tanaman hias, serta tanaman
lainnya.
T. harzianum isolat TH-35 dan TH-315 berkembang pada rhizofer tanaman dan
bersaing dengan jamur parasit dalam hal nutrisi, membantu akar tanaman menyerap nutrisi
lebih baik, dan bekerja sebagai antagonis bagi jamur patogen dengan menyelubungi hifa
jamur parasit dan mencerna isinya.
 Trichoderma harzianum isolat T-39
Trichoderman harzianum isolat T-39 direkomendasikan untuk mengendalikan jamur patogen
tanah Botrytis dan Sclerotinia. Fungisida biologi ini efektif untuk mengendalikan Botrytis
cinerea pada tanaman muda dengan cara semprotan, dan juga digunakan kapang putih
Sclerotinia sclerotiorum, Cladosporium fulvum, dan penyakit-penyakit embun tepung.
Direkomendasikan untuk digunakan pada tanaman anggur, sayuran, tanaman pertanian
lainnya, baik di rumah kaca maupun pada lahan terbuka. T. harzianum merangsang sistem
kekebalan tanaman (baik lokal maupun sistemik), menekan daya racun enzim yang dihasilkan
oleh cendawan pathogen dan berkompetisi dengan jamur patogen dalam hal ruang dan
nutrisi. Diaplikasikan pada tanah atau disemprotkan ke seluruh bagian tanaman yang
dilindungi.
14. Trichoderma stromaticum Samuel & Pardo-Schultheiss
Jamur Trichodermastromaticum merupakan parasit pada miselium jamur
Crinipellisperniciosa, penyebab penyakit sapu setan (witches’broom) pada tanaman kokoa. T.
stromaticum mengendalikan C. perniciosa dengan beberapa cara, termasuk mikoparasitisme
(parasit jamur), dan produksi enzym yang toksik bagi C. perniciosa. Dilaporkan juga bahwa
T. stromaticum dapat mengaktifkan sistim kekebalan sistemik dapatan (SAR:
systemikacquiredresistance) tanaman, sehingga lebih tahan terhadap serangan C. perniciosa.
Fungisida mikrobiologi ini diaplikasikan dengan disemprotkan (volume tinggi) untuk
mengendalikan penyakit pada kanopi daun (efikasi sekitar 56%), dan dicampurkan pada
tanah dan serasah disekitar pohon kokoa untuk mengendalikan penyakit pada serasah daun
(efikasi hingga 99%).
15. Trichoderma virens (Miller, Giden & Foster) von Arx
Jamur tanah yang dahulu dikenal sebagai Gliocladiumvirens ini terdapat secara alami.
Trichodermavirens isolat GL-21 ditemukan dan diisolasi oleh Departemen Pertanian
Amerika Serikat (USDA), dan dipasarkan oleh Certis. Fungisida biologi ini digunakan untuk
mengendalikan penyakit rebah kecambah (dampingoff) tular tanah dan penyakit-penyakit
akar, seperti Pythium, Fusarium, Thielaviopsis, Sclerotinia dan Sclerotium spp. pada tanaman
tanaman hias dan tanaman pertanian lainnya, baik di pesemaian, rumah kaca ataupun di
lapangan.
Trichodermavirens mengendalikan jamur patogen dengan tiga cara berbeda. Pertama,
T. virens menghasilkan antibiotika, gliotoksin, yang membunuh jamur patogen; kedua, T.
virens adalah parasit bagi jamur patogen; dan yang ketiga T. virens bersaing dengan jamur
patogen dalam mendapatkan nutrisi. T. virens diaplikasikan dengan mencampurkannya
dengan tanah sebelum tanam.
Fungisida Biologi: Bakteri

Telah dilaporkan sekitar 16 genus bakteri mempunyai potensi sebagai antagonis bagi
penyebab penyakit tumbuhan, yakni (Habazar dan Yaherwandi, 2006): Agrobacterium,
Bacillus, Bdellovibrio, Burkholderia, Enterobacter, erwinia, Herbaspirillum, Klebseilla,
Cryptococcus, Curtobacterium, Paenibacillus, Pantoea, Pasteuria, Pseudomonas,
Streptomyces dan Serratia.
Dari antara genus-genus bakteri tersebut, yang terkenal diantaranya adalah (Agrios,
2005; Copping, 2004):
Agrobacteriumradiobacter
Bacilluspumilus, Bacillussubtilis, dan Bacillussubtilis var. amyloliquefaciens
Brevibacillusbrevis
Burkhoderiacepacia (fungisida dan nematisida)
 Enterobacter
Pantoeaagglomerans
Pseudomonasaureofaciens, Pseudomonaschlororaphis, Pseudomonasfluorescens
(fungisida dan bakterisida), Pseudomonassyringae, dan Pseudomonastolassii (bakterisida),
Streptomycesgriseoviridis, dan Streptomyceslicidus
Di bawah ini diuraikan secara singkat beberapa di antara fungisida bakteri yang telah berhasil
diformulasi dan diproduksi secara komersial.

1. Bacilluspumilus Meyer and Gottheil


Bakteri yang dimanfaatkan sebagai fungisida mikrobiologi ini dapat dijumpai di tanah dalam
berbagai habitat di seluruh dunia. Yang telah diproduksi secara komersial adalah B. pumilus
isolat QST2808 karena efikasinya terhadap berbagai jamur patogen yang penting secara
ekonomi.
Bakteri ini digunakan untuk mengendalikan berbagai macam penyakit, termasuk embun
tepung (powderymildew), embun bulu (downymildew), dan penyakit karat (rust) pada
tanaman serealia, buah-buahan, sayuran dan anggur. Bakteri ini menghambat pertumbuhan
jamur di permukaan daun, dan dapat mengaktifkan sistem kekebalan tanaman. B. pumillus
memiliki kemampuan preventif dan kuratif. B. pumillus umumnya dapat digunakan sebagai
campuran dengan banyak jenis fungisida, insektisida, pupuk daun dan bahan perata. Jangan
digunakan bersama bahan kimia yang bersifat pengoksidasi, asam, basa serta air yang
mengandung klorin.
2. Bacillussubtilis (Ehrenbeg) Cohn
Bacillussubtilis ini terdapat secara alami. Ada beberapa isolat yang telah diproduksi secara
komersial sebagai fungisida mikrobiologi karena isolat-isolat ini paling efektif untuk
mengendalikan berbagai penyakit karena jamur dan juga bakteri.

 Bacillus subtilis isolat GB03


Fungisida, diintroduksikan sebagai seed treatment oleh Christian Hansen Biosystem pada
tahun 1994. Diaplikasikan dengan cara perawatan benih (seed treatment) atau pengocoran
(drenching) pada pesemaian dan saat pindah tanam. Begitu diaplikasikan B. subtilis akan
berkembang dan membentuk koloni di daerah perakaran tanaman yang diperlakukan, dan
berkompetisi dengan jamur patogen yang menyerang akar. Diaplikasikan untuk mencegah
atau mengendalikan penyakit pesemaian dan tanaman muda, seperti Fusarium spp., Pythium
spp, dan Rhizoctonia spp., pada tanaman kedelai, kacang tanah, gandum, tanaman
leguminosa, dan kapas.

 Bacillus subtilis isolat MBI 600


Fungisida, efektif diaplikasikan sebagai seed treatment untuk mengendalikan jamur patogen
tular tanah seperti Fusarium, Aspergillus, Pythium dan Rhizoctonia, dan disemprotkan untuk
mengendalikan penyakit pada daun oleh Botrytis dan embun tepung, pada tanaman kedelai,
kapri, kacang tanah, kacang-kacangan lainnya, kapas, gandum dan jagung.

 Bacillus subtilis isolat QST 713


Fungisida dan bakterisida diaplikasikan dengan cara penyemprotan untuk mengendalikan
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh jamur dan bakteri patogen, seperti Botrytiscinerea,
Uncinulanecator, Podosphaerealeucotricha, Erysiphe spp., Sphaeroteca spp.,
Leveillulataurica, Oidium spp., Peronospora spp., Botryosphaeriadothidea,
Phtophthorainfestans, Xanthomonas spp., Sclerotiniaminor dan Plasmoparaviticola, pada
tanaman-tanaman anggur, Cucurbitaceae, Cruciferae, brokoli, cabai, tomat, kentang, wortel,
sayuran lainnya dan tanaman hias.
3. Bacillus subtilis (Ehrenberg) Con.) var. amyloliquefaciens
Juga merupakan bakteri yang terdapat secara alami di tanah dan sampah dedaunan, dan
dimanfaatkan sebagai fungisida. FZB Biotechnik telah memproduksi secara komersial isolat
FZB24 dari tiga isolat (FZB13, FZB24 dan FZB42) yang mereka isolasi. Isolat FZB24 efektif
untuk mengendalikan jamur patogen tular tanah seperti Rhizoctonia dan Fusarium pada
tanaman dalam rumah kaca atau tanaman outdoor di tempat yang teduh, dengan cara seed
treatment. Disarankan untuk mencampur terlebih dahulu produk mengandung B. subtilis var.
amyloliquefaciens dengan air hangat untuk mengaktifkan bakteri sebelum dilarutkan lebih
lanjut. Diaplikasikan dengan cara pengocoran (drenching) pada tanah segera setelah bibit
ditanam, atau dengan mencelupkan bibit atau stek ke dalam larutan berisi B. subtilis var.
amyloliquefaciens sebelum ditanam. Jangan dicampur dengan bahan kimia yang bersifat
pengoksidasi, asam, basa, dan air yang mengandung klorin. Jangan digunakan bersama
fungisida berbahan aktif tembaga dan bakterisida semacam streptomisin.
4. Brevibacillus brevis
Dahulu dikenal sebagai Bacillusbrevis, merupakan fungisida mikrobiologi untuk
mengendalikan Botrytiscinerea, Pythium spp. dan Sphaerotecafuliginea, dan penyakit tular
tanah dan penyakit-penyakit pangkal batang serta daun lainnya, pada tanaman serealia dan
kentang. Brevibacilusbrevis mengendalikan jamur patogen dengan dua cara yang berbeda.
Pertama, B. brevis menghasilkan metabolit, semacam antibiotika anti-fungal yakni gramisidin
S, yang merusak membran sitoplasma, terutama pada spora yang sedang berkecambah dan
germ-tube jamur. Jangan dicampur dengan pestisida kimiawi lain.
5. Burkholderiacepacia (Palleroni & Holmes) Yabuuchi
Bakteri yang dimanfaatkan sebagai fungisida dan nematisida ini dahulu disebut
Pseudomonascepacia, merupakan jamur yang umum terdapat pada rizhofer (daerah
perakaran) tumbuhan. Isolat J82 (Wisconsin) dipilih karena mudah di produksi secara
komersial dan efektif untuk mengendalikan penyakit tular tanah dan nematoda. B. cepacia
sangat agresif mengkolonisasi daerah perakaran tanaman, dan merupakan antagonist bagi
jamur dan nematoda patogen. Diaplikasikan dengan cara perlakuan benih (seed treatment)
dan pencelupan biibit (dipping)
6. Pantoeaagglomerans (Ewing & Five) Gavini et al
Dahulu bakteri ini dikenal dengan nama Enterobacteragglomerans. Bakteri ini terdapat
secara alami di tanah. Isolat C9-1 dipilih untuk diproduksi sebagai fungisida secara
komersial, dan digunakan untuk mengendalikan penyakit fireblight (Erwiniaamylovora) pada
apel dan pir, dan diaplikasikan dengan semprotan volume tinggi bila kondisi kondusif bagi
timbulnya Erwiniaamylovora.
7. Pseudomonasaureofaciens
Isolat Tx-1 diisolasi dari jaringan pangkal batang semacam rumput pada tahun 1989, dan
digunakan sebagai fungisida mikrobiologi untuk mengendalikan Sclerotiniahomeocarpa,
Colletrotichum spp., dan Pythiumaphanidermatum, terutama pada rumput hias (turf).
Pseudomonasaureofaciens menghasilkan metabolit yang beracun bagi jamur sasaran, seperti
phenazine carboxylic acid (PCA) dan derivatnya.
8. Pseudomonaschlororaphis (Guingard & Sauvageau) Bergey
Fungisida mikroorganisme ini diisolasi dari bakteri tanah Pseudomonaschlororaphis yang
secara alami terdapat mengkolonisasi akar tumbuhan, mengeluarkan senyawa yang memacu
pertumbuhan tanaman, dan menghambat tumbuhnya jamur penyebab penyakit. Tumbuhan
yang di akarnya terdapat P. chlororaphis, karenanya, perkembangan akarnya lebih baik,
tumbuhan lebih sehat, hasilnya lebih baik. Pseudomonaschlororaphis dimanfaatkan sebagai
fungisida untuk mengendalikan jamur penyakit tular-tanah (soil-borne) dan tular-benih (seed-
borne). Diaplikasikan dengan cara perlakuan benih pada tanaman serealia, dan ada pula yang
diformulasi sebagai WP untuk menyemprot tanaman di rumah kaca dan pesemaian tanaman
hias dan sayuran.
9. Pseudomonasfluorescens (Trevisan) Migula
Fungisida dan bakterisida. Terdiri atas beberapa isolat, dengan efikasi serta organisme target
yang berbeda. Salah satu isolat digunakan sebagai fungisida untuk mengendalikan penyakit
fire blight (Erwiniaamylovora) serta penyakit tular tanah Fusarium dan Rhizoctonia. Isolat
lain digunakan untuk mengendalikan Pseudomonastolassi. Yang lain-lagi digunakan sebagai
anti-frost.
10. Pseudomonassyringae Van Hall
Dahulu dikenal sebagai Pseudomonascerasi, Pseudomonassyringae digunakan sebagai
fungisida untuk mengendalikan penyakit-penyakit pasca-panen di penyimpanan, pada
tanaman apel, pir, sayuran , lemon, jeruk, pisang dan sebagainya. Yang sudah diproduksi
secara komersial adalah isolat ESC-10 (006441), dan ESC-11 (006451).
Diaplikasikan baik sebagai dipping (pencelupan) atau penyemprotan. Cara kerjanya belum
sepenuhnya dipahami, namun P. syringae akan menutupi permukaan buah-buah yang
diperlakukan dan menghalangi jamur patogen untuk menyerang buah tersebut.
11. Streptomycesgriseoviridis Anderson et al
Beberapa isolat Streptomycesgriseoviridis diketahui mempunyai sifat antagonis terhadap
jamur patogen tular-benih dan tular-tanah. Dari beberapa isolat yang diisolasi oleh
Departement of Plant Pathology University of Helsinki, dipilihlah isolat K 61 untuk
dikembangkan lebih lanjut. Isolat K 61 bekerja sebagai fungisida dengan berbagai macam
cara. Pertama bakteri ini akan mengkolonisasi daerah perakaran dan berkompetisi dengan
jamur patogen dalam hal ruang dan nutrisi. Selanjutnya P. griseoviridis isolat K 61 juga
menyebabkan hancurnya dinding sel jamur patogen oleh enzym yang diproduksi oleh isolat K
61. Akhirnya, S. griseoviridis isolat K 61 juga menghasilkan metabolit yang bersifat anti-
jamur.
Sebagai fungisida digunakan untuk mengendalikan jamur patogen tular-tanah, terutama
Fusarium spp., yang menyebabkan layu fusarium, dan busuk akar. Juga menunjukkan efikasi
untuk mengendalikan jamur tular-tanah dan tular-benih lainnya, seperti Alternaria spp.,
Pythium spp., Phytophthora spp., Rhizoctonia spp., dan Botrityscinerea; pada tanaman
sayuran, tanaman hias atau semak dalam rumah kaca.
Produk mengandung S. griseoviridis isolat K 61 diaplikasikan sebagai seedtreatment,
disemprotkan atau dikocorkan (drenching) pada media tanam. Direkomendasikan untuk tidak
mencampurnya dengan pestisida lain atau pupuk cair, dan jangan gunakan air yang
mengandung klorin untuk mengencerkannya.
12. Streptomyceslydicus De Boer et al
Bakteri bermanfaat Streptomyceslydicus adalah bakteri (Actinomycetales) saprofit dan
banyak terdapat pada daerah perakaran. Isolat WYEC 108 yang diproduksi secara komersial
diisolasi dari tanaman linseed di Amerika Serikat, dan digunakan sebagai fungisida untuk
mengendalikan jamur patogen tular-tanah, jamur penyebab busuk akar dan rebah kecambah
pada tanaman di rumah kaca, sayuran serta tanaman hias. Sangat menjanjikan untuk
dikembangkan pada tanaman pertanian lainnya. Beberapa jamur patogen yang dapat
dikendalikannya adalah Fusarium, Rhizoctonia, Pythium, Phytophthora, Phytomatotricum,
Aphanomyces, Monosprascus, Armillaria dan jamur perusak akar lainnya.
Diaplikasikan dengan cara dicampur dengan tanah atau dikocorkan (drenching), tidak
digunakan untuk menyemprot tanaman secara langsung. S. lydicus isolat WYEC 108
selanjutnya akan berkembang dan mengkolonisasi daerah perakaran tanaman, bertindak
sebagai parasit dari jamur patogen (mikoparasit) dan melindungi tanaman dari jamur patogen.
S. lydicus juga menghasilkan metabolit (antibiotika atau senyawa anti-jamur lainnya) ke
daerah perakaran. Tanaman yang ditanam di tanah yang telah diperlakukan dengan S. lydicus
juga menunjukkan peningkatan tampilan bibit, sistim perakaran yang lebih kuat, hasil
meningkat dan menekan jumlah tanaman yang lemah.

2.3.4 Nematisida
Biopestisida dapat diartikan sebagaimana semua bahan hayati, baik berupa tanaman ,
hewan, mikroba atau protozoa yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama dan
penyakit pada tanaman. Penggunaannya memberikan banyak manfaat selain efektif
mengendalikan hama dan penyakit, ternyata terbukti dapat meningkatkan hasil panen.
Nematisida Biologi (Bionematisida), berasal dari kata latin nematoda atau bahasa Yunani
nema yang berarti benang, berfungsi untuk membunuh nematoda (semacam cacing yang
hidup di akar).
A. Nematoda
Morfologi nematoda
Nematoda termasuk dalam kerajaan hewan, dan spesiesnya bersifat parasit pada
tumbuhan, berukuran sangat kecil yaitu antara 300 - 1000 mikron, panjangnya sampai 4 mm
dan lebar 15 - 35 mikron. Karena ukurannya yang sangat kecil ini menyebabkan hewan ini
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang akan tetapi hanya bisa dilihat dengan mikroskop
Jenis nematoda yang merugikan
Salah satu jenis nematoda yang merugikan dan menyerang tanaman adalah
Meloydogyne Sp. Nematoda parasit seperti nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) adalah
satu patogen yang menyerang tanaman tomat dan lada, kentang, bunga krisan dll. Serangan
Meloidogyne spp. pada akar dapat menurunkan produksi sebanyak 15 – 60 persen, bahkan
dapat mencapai 70 persen bila tanaman yang terserang rentan Percobaan menunjukkan bahwa
dengan sekitar 500 – 800 larva Meloidogyne spp per kilogram tanah dapat menurunkan
produksi sebesar 40 persen. Serangan nematoda sering berasosiasi dengan organisme lainnya,
misalnya dengan cendawan dan bakteri. Nematoda parasit puru akar (Melodogyne, spp)
memiliki empat stadium pertumbuhan yaitu telur, larva, pupa dan imago. Telurnya berbentuk
bulat dan berkelompok dan ditutupi oleh lapisan gelatin. Tahap penentuan apakah Nematoda
berjenis kelamin jantan atau betina. Faktor lingkungan sangat berpengaruh untuk menentukan
jenis kelamin. Nematoda Melodogyne, spp terutama ketersediaan makanan, apabila makanan
tersedia dalam jumlah yang cukup maka Nematoda berkembang menjadi betina, tetapi
apabila tidak tersedia dalam jumlah yang memadai larva Nematoda akan berkembang
menjadi jantan. Nematoda betina berbentuk seperti botol (badannya besar sedangkan mulai
dari leher dan mulutnya mengecil), sedangkan Nematoda jantan tubuhnya berbentuk silindris
memanjang. Adapun Klasifikasi Nematoda Meloidogyne spp menurut (Luc et al, 1995)
adalah sebagai berikut :

Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub Kelas : Secernenteae
Ordo : Thylenchina
Famili : Heteroderidae
Genus : Meloidogyne
Spesies : Meloidogyne spp
Pengendalian Meliodogyne spp. secara hayati telah banyak dilakukan oleh para ahli
nematologi yang perduli terhadap kelestarian lingkungan. Dari berbagai penelitian diketahui
bahwa beberapa agen hayati dapat mengendalikan populasi nematoda hingga di bawah
ambang kendali.

Indonesia yang terletak di daerah tropik diketahui memiliki kekayaan mikroflora yang
melimpah. Diantara mikroflora yang tumbuh di alam indonesia ada yang potensial sebagai
agen hayati untuk mengendalikan Meloidogynespp. pemanfaatan agen hayati dalam industri
florikultura perlu dikembangkan untuk memecahkan masalah nematoda, sekaligus
mengurangi ketergantungan penggunaan bahan kimia yang berarti akan mengurangi biaya
produksi, menghindari pencemaran lingkungan dan menjamin kelangsungan sistem produksi
florikultura yang sesuai dengan tuntutan masyarakat global.

Secara alami mikroflora berperan secara aktif dalam dinamika populasi nematoda
parasit. Hal ini terjadi pada ekosistem yang seimbang. Di dalam ekosistem pertanian, dimana
manusia sering melakukan perubahan lingkungan, peran musuh alami menjadi terabaikan.
Untuk meningkatkan peran musuh alami dalam pengendalian populasi nematoda parasit,
maka dibutuhkan upaya isolat-isolat yang terbukti efektif ke dalam ekosistem pertanian.
Dalam beberapa kasus teknik membuktikan musuh alami tersebut mampu secara signifikan
menekan populasi nematoda bengkak akar.

Beberapa jenis mikroflora yang tumbuh di alam Indonesia dan potensial sebagai agen
pengendali Meloidogyne spp. dapat dikelompokan berdasarkan jenisnya, yaitu: (1) kelompok
fungi, misalnya Dactylaria, Dactylella, Arthrobotrys, Botrytis (pembentuk hifa jerat),
Paecilomyces, Aspergillus, Penicillium dan Fusarium (fungi oportunistik) dan (2) kelompok
bakteri, misalnya Pasteuria penetrans (bersifat obligat). Setiap kelompok mikroflora tersebut
hidup bebas di dalam tanah dan dapat diisolasi masing-masing dengan menggunakan teknik
spesifik. Hasil penelitian menunjukan bahwa

Cara nematoda Meloidogyne spp menyerang akar dan pengaruhnya terhadap tanaman
Nematoda yang menyebabkan penyakit dan kerusakan pada tanaman hampir semuanya
hidup di dalam tanah, baik yang hidup bebas di dalam tanah bagian luar akar dan batang yang
ada di dalam tanah bahkan ada beberapa parasit yang hidupnya bersifat menetap didalam akar
dan batang. Konsentrasi hidup nematoda lebih besar terdapat didalam perakaran tumbuhan
inang terutama disebabkan oleh laju reproduksinya yang lebih cepat karena tersedianya
makanan yang cukup dan tertariknya nematoda oleh zat yang dilepaskan dalam rizosfir.
Nematoda parasit tanaman merupakan parasit obligat, mengambil nutrisi hanya dari
sitoplasma sel tanaman hidup. Memiliki ukuran yang sangat kecil, tetapi menyebabkan
kehancuran pada tanaman pangan dan hortikultura di seluruh dunia sehingga menyebabkan
kerugian yang banyak.
Beberapa nematoda parasit tanaman adalah ektoparasit, hidup di luar inangnya. Spesies
jenis ini menyebabkan kerusakan berat pada akar dan dapat menjadi vektor virus yang
penting. Kumpulan telur nematode Meloidogyne dilindungi oleh cairan pekat. Larva stadium
kedua akan ke luar dari telur, berbentuk cacing dengan ukuran panjang 0,3-0,5 mm. Larva
tersebut bergerak aktif melalui selaput air di antara partikel-partikel tanah dan menyerang
akar tanaman dengan cara melukai epidermis ujung akar dengan stilet (alat penusuk dan
pengisap pada mulutnya) lalu masuk ke dalam jaringan sampai ke jaringan tengah. Larva
tersebut mengisap cairan sel akar. Cairan pencernaan yang dikeluarkan oleh nematoda ini
merangsang terjadinya pembelahan sel akar sehingga terjadi pembengkakan. Keadaan ini
dibutuhkan untuk perkembangan larva. Nematoda betina berbentuk seperti buah per dengan
ukuran panjang 0,5 - 1,2 mm. Nematoda jantan berbentuk cacing memanjang dengan ukuran
1,0 - 2,0 mm.
Nematoda dewasa terus-menerus bergerak tiap detik, tiap jam, tiap hari dan menetap di
sekitar akar. Dalam gerakan - gerakan tersebut nematoda menggigit dan menginjeksikan air
ludah pada bagian akar tumbuhan., menyebabkan sel tumbuhan menjadi rusak. Gejala
kerusakan pada akar akibat gigitan nematoda ditandai dengan adanya puru akar ( gall ). Luka
akar, ujung akar rusak dan akar akan membusuk apabila terinfeksi nematoda tersebut disertai
oleh bakteri dan jamur patogen. Gejala kerusakan pada akar biasanya selalu diikuti oleh
pertumbuhan tanaman yang lambat dikarenakan terhambatnya penyerapan unsur hara oleh
akar yang akhirnya terjadi defisiensi hara seperti daun menguning, layu pada cuaca kering
dan panas, sehingga produktifitas dan kuantitas hasil panen menurun bahkan untuk tanaman-
tanaman tertentu mengakibatkan tanaman tidak dapat panen sama sekali ( Fuso ), menurun
dan kualitasnya jelek.
Dengan menetapnya nematoda dalam akar secara tidak langsung dapat menimbulkan
luka mekanik pada akar di samping itu dapat menjadi tempat berkumpulnya banyak spora
jamur patogen dan bakteri yang siap masuk kedalam jaringan. Walaupun nematoda itu sendiri
dapat menjadi penyebab penyakit, nematoda juga terus menerus dikelilingi oleh jamur dan
bakteri, yang banyak menjadi penyebab penyakit, Kombinasi Nematoda patogen ini
menghasilkan kerusakan yang jauh lebih besar dari kerusakan yang ditimbulkan apabila
kedua patogen tersebut menyerang sendiri-sendiri.

A. Nematoksida biologi dari bakteri


Salah satu spesies bakteri yang berguna sebagai nematisida biologi adalah Bakteri
Pasteuria penetrans. Bakteri Pasteuria penetrans sangat potensial untuk dikembangkan
sebagai salah satu komponen pengendalian nematoda pada tanaman lada. Pengendalian
hayati ini diharapkan dapat mengurangi penggunaan pestisida kimia (nematisida) yang
berdampak negatif terhadap lingkungan. Penyakit tersebut disebabkan oleh nematoda
parasit terutama Meloidogyne incognita. Akibat serangan nematoda tersebut, pertumbuhan
tanaman menjadi terhambat serta warna daun dan dahan menjadi kuning. Daun-daun yang
menguning tidak menjadi layu, tetapi tergantung kaku dan sangat rapuh sehingga secara
bertahap akan gugur. Untuk mengendalikan penyakit kuning, para petani lada biasanya
menggunakan bahan kimia. Namun, penggunaan bahan kimia secara terus menerus dapat
mencemari lingkungan, dan resistensi nematoda serta terbunuhnya musuh-musuh alami
yang mempunyai peranan dalam menjaga keseimbangan hayati. Nematoda parasit dapat
dikendalikan dengan menggunakan agen hayati yang merupakan musuh alaminya, misalnya
bakteri Pasteuria penetrans. Bakteri ini tersebar luas di berbagai daerah serta dapat bertahan
hidup lama di dalam tanah karena mampu membentuk spora yang tahan terhadap kekeringan.
Dilaporkan bahwa P. penetrans mampu menekan populasi M. incognita pada tanaman
tembakau, kacang tanah, dan tomat.

Uji coba penggunaan Bakteri Pasteuria penetrans di laboratorium


Bakteri Pasteuria penetrans merupakan salah satu alat kontrol biologis pada nematoda
puru akar yang mempunyai prospek yang baik dimasa yang akan datang. Perkembangan dari
spora Pasteuria penetrans pada nematoda hampir sama dengan pertumbuhan vegetatif pada
jamur. Dewasa ini Pasteuria penetrans mempunyai biakan yang selalu terdapat pada inang
(Meloidogyne spp). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari siklus hidup dari
bakteri pada nematoda puru akar, dan mengetahui karakteristik morfologi spora dari
Pasteuria penetrans. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa spora Pasteuria penetrans
menghasilkan buluh kecambah yang kemudian menembus ke tubuh nematoda 10 hari setelah
diinokulasi, koloni-koloni kecil telah muncul pada pengamatan 15 hari setelah diinokulasi,
Perkembangan vegetatif: cabang, ruas, dan pembesaran pada beberapa bagian tubuh muncul
18 hari setelah inokulasi, benang-benang spora bertambah besar, bercabang dan ujung-
ujungnya pecah pada umur 23 hari setelah inokulasi, spora-spora tersebar keseluruh tubuh
nematoda pada umur 28 hari setelah inokulasi, dan endospora tunggal telah siap menembus
tubuh inang 30 hari setelah inokulasi

B. Nematoksida biologi dari jamur


Agen hayati sebagai alternatif dalam pengendalian penyakit tanaman yang ramah
lingkungnan dan mudah diaplikasikan. Beberapa agen hayati yang dapat dipilih diantaranya,
Cendawan Paecilomyces liliacinus digunakan sebagai pengendali hayati Meloidogyne spp
(nematode bengkak akar) yang daplikasikan pada media kompos. P. lilacinus yang diisolasi
dari tanah ternyata mampu mengendalikan populasi nematoda bengkak akar pada tanaman
kentang hingga mencapai 30%. Demikian pula P. penetrans sangat efektif menekan populasi
Meloidogyne sp. sekitar 57% dalam pengujian skala in vitro maupun semi lapangan). Hasil
penelitian yang di lakukan menunjukan bahwa dari 16 isolat fungi penghuni tanah yang
diinfestasikan ke dalam tanah, 12 isolat diantaranya dapat menekan tingkat serangan
Meloidogyne sp ada bunga krisan dan kentang. Salah satunya adalah Paecilomyces liliacinus.
Untuk dapat diaplikasikan di lapangan, maka agen hayati perlu diformulasikan.
Formulasi yang ideal selayaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: mudah larut dalam
air, ringan, tidak mengurangi patogenisitas hayati, mudah diaplikasikan dan mampu
mempertahankan viabilitas agen hayati. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian tentang
formulasi agen hayati perlu dilakukan.

Uji coba penggunaan jamur Paecilomyces liliacinus yang menginfeksi bunga krisan di
laboratorium
Percobaan dilakukan pada pot-pot plastik yang diisi dengan 1 liter media tanah steril.
Tiap formula agen hayati sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan diinfestasikan ke
dalam tanah. Media tanah di dalam pot yang telah diinfestasi dengan formula agen hayati
segera diinfestasi dengan 1000 ekor Meloidogyne sp. Tiap pot, kemudian diinkubasikan pada
suhu kamar dan kelembabannya dipertahankan dengan cara penyiraman. Setelah diinkubasi
selama ± 7 hari, kemudian pot-pot tersebut ditanami dengan bibit krisan yang berumur 2
minggu. Perlakuan terdiri dari satu jenis agen hayati yaitu cendawan P. lilacinus, dalam tiga
macam formulasi yaitu pelet, kompos dan suspensi dan dengan tiga level dosis masing-
masing formulasi pelet dan kompos 3, 6, dan 9 gram per pot serta dosis suspensi 3, 6 dan 9
ml per pot. Tiap perlakuan terdiri dari 10 pot tanaman krisan. Percobaan dilakukan dengan
rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Penilaian aktivitas antagonistik agen
hayati terhadap nematoda bengkak akar (Meloidogyne spp.) didasarkan pada jumlah bengkak
akar yang terbentuk dalam tiap 10 gram akar segar setelah tanaman berumur 40 hari.
Berdasarkan analisis ragam data hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara umum dapat
dikatakan semua perlakuan dapat menekan terbentuknya bengkak akar pada tanaman krisan.
Namun demikian penekanan yang nyata terjadi pada perlakuan formulasi kompos dengan
dosis 9 gram/pot dan formulasi suspensi dengan dosis 9 ml/pot (Tabel 1). Pada kedua
perlakuan tersebut pembentukan bengkak akar memperlihatkan perbedaan yang nyata jika
dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan-perlakuan lainnya walaupun menunjukkan
penekanan terbentuknya bengkak akar, tetapi tingkat penekanannya tidak berbeda nyata bila
dibandingkan dengan kontrol.

Morgan –Jones et al. (1984) mempelajari mekanisme paratisitisme P. lilacinus


terhadap telur dan larva Meloidogyne spp . Hipha cendawan P. lilacinus masuk ke dalam
kulit telur melalui lubang kecil. Cendawan kemudian tumbuh dan menghacurkan khitin dan
lipid dari lapisan kulit serta menghancurkan isi telur. Cara yang sama terjadi pada larva
stadium kedua . Menurut Jatala (1985) telur Meloidogyne spp. yang terletak di dalam matrik
gelatin sangat mudah diserang oleh P. lilacinus. Cendawan yang menginfeksi massa telur,
tumbuh sangat cepat dan akhirnya memparasit semua telur yang ada di dalam massa telur
tersebut.

2.4 Manfaat Biopestisida


Pestisida Biologi digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman.
Penggunaannya memberikan banyak manfaat. Penggunaan Biopestisida pun umumnya lebih
efektif pada dosis rendah dan cepat terurai sehingga pemaparannya lebih rendah dan terhindar
dari masalah pencemaran. Biopestisida dapat memberi manfaat pada lingkungan, sehingga
lingkungan dapat menjadi lebih sehat dengan adanya pemanfaatan lingkungan secara
maksimal tanpa bahan kimia.

2.5 Keuntungan Dan Kerugian Pestisida Biologi


Keuntungan pestisida biologi ialah :
Murah dan mudah dibuat
Tidak menyebabkan keracunan pada tanaman (toksisitas)
Tidak menimbulkan kekebalan pada hama
Relatif aman bagi lingkungan
Kompatibel bila digabung dengan cara pengendalian yang lain.
Hasil pertanian yang sehat dan bebas residu pestisida.
Mengalami degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari.
Memiliki efek/pengaruh yang cepat, yaitu menghentikan nafsu makan serangga walapun
jarang menyebabkan kematian.
Toksitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relatif lebih aman pada manusia (lethal
dosage (LD) >50 Oral).
Memiliki spektrum pengendalian yang luas (racun lambung dan syaraf) dan bersifat selektif.
Dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang telah kebal pada pestisida sintetis.
Phitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman.
Bahan baku sangat melimpah dan tersedia di alam
Karena bersifat selektif maka relatif aman terhadap organisme yang bersifat sebagai predator
atau pemangsa alami
Mudah dibuat dan diperbanyak sendiri bahkan oleh petani awam sekalipun
Selain itu juga berfungsi sekaligus sebagai pupuk organik cair

Kerugian pestisida biologi ialah :


Daya kerja relatif lambat
Tidak membunuh langsung jasad sasaran
Tidak tahan terhadap sinar matahari
Kurang praktis
Tidak tahan disimpan
Penyemprotan dilakukan berulang- ulang
Cepat terurai dan aplikasinya harus lebih sering.
Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan serangga/ memiliki efek lambat).
Kapasitas produksinya masih rendah dan belum dapat dilakukan dalam jumlah massal (bahan
tanaman untuk pestisida nabati belum banyak dibudidayakan secara khusus).
Ketersediaannya di toko-toko pertanian masih terbatas.
D. Produksi Mikroorganisme Untuk Digunakan sebagai Insektisida (Biosida)
Mikroorganisme berasosiasi dengan serangga dengan berbagai macam cara, mulai
dari asosiasi mutualistik (simbiose) sampai yang bersifat parasitik. Mikroorganisme parasit
ini dapat menyebabkan penyakit bagi serangga, dan dikenal sebagai patogen serangga
(entomopatogen).Telah diketahui bahwa ada sekitar 1500 spesies mikroba menyebabkan
penyakit pada antropoda, termasuk serangga.Berbagai patogen serangga yang telah
dimanfaatkan sebagai insektisida mikrobiologi ditampilkan di bawah ini.Banyak diantaranya
telah diproduksi secara komersial (Anonim, 2011).
1) Insektisida dari Jamur
Tidak seperti patogen serangga lainnya (misalnya bakteri dan virus) yang umumnya
harus di makan dan dicerna agar dapat menginfeksi inangnya, jamur dapat menginfeksi
inangnya (dalam hal ini serangga hama) dengan cara penetrasi langsung. Apabila spora jamur
menempel pada kulit serangga, dan apabila kondisi mendukung, maka spora akan
berkecambah, menembus kutikula serangga dan masuk kedalam tubuh serangga. Dalam
tubuh serangga jamur akan berkembang membentuk hifa dan miselium hingga memenuhi
bagian dalam tubuh serangga, hingga serangga akhirnya mati. Jamur kemudian hidup sebagai
saprofit dan menyerap hara dari tubuh serangga yang sudah mati.Tubuh buah jamur
kemudian muncul dari bangkai serangga inang, menghasilkan spora, dan siap disebarkan
untuk menginfeksi serangga lainnya.
Tanaka dan Kaya (1993) telah mendata jamur penyebab penyakit serangga
(entomopatogen) yang terdapat dalam 8 kelas, 13 ordo dan 57 genus.Banyak diantaranya
yang bersifat sangat spesifik (hanya menginfeksi serangga tertentu).
a. Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin
sebagai insektisida. Jamur ini dahulu dikenal dengan nama Botrytis bassiana. Jamur
entomopatogen (penyebab penyakit serangga) ini menginvasi tubuh serangga sasaran. Spora
(konidia) jamur akan menempel pada kutikula serangga, dan saat berkecambah, benang jamur
(hifa) akan menembus kutikula dan berkembang didalam tubuh serangga. Diaplikasikan
dengan disemprotkan pada kanopi tanaman. Dapat diaplikasikan bersama insektisida lain,
dengan tambahan ajuvant dan sebagainya
- Beauveria bassiana isolat BB 147
Isolat ini digunakan untuk mengendalikan penggerek tongkol jagung (Ostrinia nubilalis,
european corn borer dan Ostrinia furnacalis, asian corn borer), pada tanaman jagung dan padi.
- Beauveria bassiana isolat stanes
Isolat ini digunakan untuk mengendalikan penggerek buah kopi, lundi (uret), penngerek buah
kapas, ulat potong (cutworm), wereng batang coklat dan ulat kubis, pada tanaman teh, kopi,
kapas, tomat, okra, terung dan
- Beauveria bassiana isolat GHA
Isolat GHA terutama efektif untuk mengendalikan kutu kebul (whitefly), thrips, aphids, serta
kutu dompolan, pada tanaman sayuran dan tanaman hias.
- Beauveria bassiana isolat ATCC 74040
B. bassiana isolat ATCC 74040 efektif untuk mengendalikan Coleoptera dan Hemiptera pada
lapangan rumput dan tanaman hias.
b. Beauveria brongniartii (Saccardo) Petch
Jamur yang dimanfaatkan sebagai insektisida ini pernah dikenal dengan nama
Beauveria tenella. Dewasa ini ada 3 isolat yang dikomersialkan, yakni isolat Bb96 (isolat
Swiss) dan IMBST 95.031 serta 95.041 (isolat Austria).Seperti jamur entomopatogen lainnya,
jamur ini juga menyerang tubuh serangga sasaran. Spora (konidia) jamur akan menempel
pada kutikula serangga, dan saat berkecambah, benang jamur (hifa) akan menembus kutikula
dan berkembang didalam tubuh serangga.
c.Hirsutella thompsonii Fisher
Akarisida biologis komersial berisi jamur Hirsutella thompsonii isolat MF(Ag)S
(ITCC 4962; IMI 385470), digunakan untuk mengendalikan tungau dari famili Eriophyidae,
terutama tungau kelapa Aceria guerreronis. Pertama kali diisolasi dari tungau Eriophyidae di
Tamil Nadu, India.
d. Lagenidium giganteum Couch
Lagenidium giganteum digunakan untuk mengendalikan larva nyamuk, yang
meluputi genus-genus Aedes, Anopheles, Coquillettidea, Culex, dan sebagainya.L. giganteum
adalah parasit dari larva nyamuk.
e. Lecanicillium lecanii (Zimmerman) Gams & Zare
Dahulu dikenal dengan nama lama Cephalosporium lecanii atau Verticillium lecanii.
Jamur L. lecanii adalah entomopatogen yang bertindak dengan mendegradasi kutikula
serangga sasaran. Spora yang menempel pada kutikula serangga, saat berkecambah akan
masuk kedalam tubuh serangga dengan menembus kutikula, baik dengan kekuatan fisik
maupun bantuan enzym. Hifa jamur kemudian akan berkembang dalam tubuh serangga yang
menyebabkan serangga sakit dan akhirnya mati.
f. Metarhizium anisopliae Sorok
Insektisida biologi Metarhizium anisopliae dahulu dikenal dengan nama Penicillium
anisopliae dan Entomophthora anisopliae. Jamur yang umum terdapat pada serangga yang
mati, dan produk komersial diisolasi dai wereng batang padi (Nilaparvata lugens). Ada
produk yang khusus untuk mengendalikan rayap, ada pula yang diregistrasi untuk wereng
padi (Nilaparvata lugens) dan hama lain dari ordo Coleoptera dan Lepidoptera, ada pula yang
khusus untuk mengendalikan kecoa.

 Metarhizium anisopliae var. acridium


Jamur ini khusus digunakan untuk mengendalikan belalang.Produk komersial terdiri atas
isolat IMI 330189 dan FI-985.

 Metarhizium anisopliae var. anisopliae


Varitas khusus untuk mengendalikan larva kumbang (uret, lundi) Dermolepida albohirtum
pada perkebunan tebu.

 Metarhizium anisopliae isolat ICIPE 30


Isolat jamur M. anisopliae khusus untuk mengendalikan rayap dari genus Macrotermes,
Microtermes dan Odontotermes, pada pertanaman jagung, ubi kayu, jeruk, kopi, agroforestry,
dan sayuran yang diserang rayap.Juga digunakan untuk melindungi bangunan, dsb.dari
serangan rayap.

 Metarhizium anisopliae isolat ICIPE 69


Produk ini khusus untuk mengenalikan hama thrips (Megalurothrips sjostedti, Thrips tabaci
dan Frankliniella occidentalis), pada tanaman sayuran dan tanaman hias.
 Metarhizium flavoviridae var. flavoviridae Gams & Rozsypal
Metarhizium flavoviridae var. flavoviridae isolat F001, digunakan untuk
mengendalikan Adoryphorus coulani pada lapangan rumput (turf).
g. Paecilomyces fumosoroseus (Wiize) AHS Brown & G. Smith
Paecilomyces furosomoseus merupakan insektisida dan akarisida berbasis jamur
yang dimanfaatkan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga, seprti kutu kebul
(Trialeuroes vapororiorum dan Bemisia tabaci).Juga memiliki efikasi terhadap aphids, thrips
dan tungau (spider mites).Isolat Apopka 97 (PFR 97) dari jamur ini telah diproduksi secara
komersial, dan direkomendasikan untuk digunakan pada tanaman hias serta tanaman pangan,
baik di dalam rumah kaca atau di lapangan.
2) Insektisida dari Bakteri
a. Bacillus sphaericus Neide
Bakteri ini terutama digunakan sebagai insektisida biologi di bidang kesehatan
masyarakat untuk mengendalikan nyamuk, terutama efektif untuk Culex spp. Bacillus
sphaericus isolat 2362 dipilih untuk dikomersialkan karena isolat ini efektif untuk
mengendalikan larva Culex spp. B. sphaericus bertindak sebagai racun perut, dan saat
sporulasi bakteri menghasilkan kristal protein. Setelah termakan, dalam usus serangga kristal
protein yang merupakan pro-toksin ini akan dirubah menjadi racun (toksin) oleh enzym
protease. Toksin ini selanjutnya akan terikat pada sel-sel usus tengah (midgut) pada lokasi
spesifik dimana mereka aktif sebagai racun, dan akhirnya mematikan serangga dengan
menghancurkan selaput usus.
- Bacillus thuringiensis Berliner
B. thuringiensis (Bt) mungkin merupakan insektisida mikrobiologi yang paling luas
dikenal. Bakteri gram positif ini dideteksi pertama kali pada tahun 1902 pada larva ulat sutera
(Bombyx mori) yang mati. Di Eropa, Bt diketemukan juga diketemukan sebagai penyakit
pada bubuk tepung di Thuringen (Jerman). Bacillus thuringiensis (Bt) merupakan patogen
(penyebab penyakit) bagi berbagai jenis serangga yang sangat spesifik. Bt merupakan
insektisida racun perut.
b. Paenibacillus popilliae Newman
Sebelumnya dikenal dengan nama Bacillus popilliae diketemukan oleh pegawai
Deptan Amerika. Bakteri ini diisolasi dari Popillia japonica, dan digunakan untuk
mengendalikan kumbang ini.
c. Serratia entomophila Grimont
Bakteri yang dimanfaatkan untuk mengendalikan semacam lundi (uret) dari kumbang
Costelytra zealandica) pada padang rumput (turf) di New Zealand.
3) Insektisida dari Virus
Berbagai virus secara alami diketahui merupakan patogen (penyebab penyakit) yang
dapat menyebabkan kematian serangga. Virus patogen ini umumnya bersifat sangat spesifik,
hanya mengendalikan satu jenis serangga hama saja. Tentu selalu ada kekecualian, misalnya
Anagrapha falfifera nucleopolyhedrovirus (AfNPV) mampu mengendalikan lebih dari 30
spesies larva Lepidoptera yang berbeda.
Insektisida berbasis virus umumnya merupakan larvisida (hanya membunuh larva
serangga) racun lambung. Virus harus dimakan terlebih dahulu oleh serangga hama, dan
didalam sistim pencernaan serangga virus mulai berkembang dan menyebabkan penyakit
serta membunuh serangga hama. Kematian karena virus patogen ini umumnya cukup lama,
antara beberapa hari hingga dua minggu sesudah aplikasi.Efikasi insektisida virus juga
dipengaruhi oleh kondisi alam, seperti suhu udara dan perkembangan larva serangga.
1. Granulosis Virus
Insektisida berbahan aktif granulosis virus bersifat sebagai racun lambung.Serangga
harus memakan virus agar virus efektif membunuhnya. Sesudah termakan, dinding
pembungkus protein virus akan terlarutkan dalam usus serangga yang bersifat alkalis, dan
partikel virus akan dilepaskan kedalam usus serangga. Virus kemudian akan menginvasi inti
sel (nukleus) dan berkembang biak di dalamnya, menyebabkan serangga yang terpapar sakit,
dan berakhir dengan kematian.
a. Adoxophyes orana granulosis virus (AoGV)
Adoxophyaes orana granulosis virus (AoGV) adalah virus yang terdapat luas secara alami
sebagai penyakit (patogen) pada fruit tortrix moth (Adoxophyes orana).Produk insektisida
biologi komersial diisolasi dari A. orana yang terinfeksi.AoGV digunakan hanya untuk
mengendalikan fruit tortrix moth (Adoxopyes orana) pada beberapa tanaman buah.
b. Cydia pomonella granulosis virus (CpGV)
Virus ini merupakan penyakit alami dari codling moth (Cydia pomonella), semacam hama
yang umum menyerang buah apel dan pir.
c. Plodia interpunctella granulosis virus (IMMGV)
Virus ini merupakan penyaki sejenis hama gudang yang merusak buah-buahan kering dan
kacang-kacangan. Virus ini dibiakkan dan diproduksi secara komersial sebagai insektisida
biologi untuk mengendalikan hama ini.
d. Autographa californica nucleopolyhedrovirus (AcNVP)
Virus ini diisolasi dari Autographa californica yang terinfeksi.AcNVP sebagai insektisida
biologi memiliki spektrum pengendaliannya cukup luas (lebih dari 30 spesies Lepidoptera)
untuk mengendalikan larva Lepidoptera, pada jagung, sayuran, tanaman buah-buahan, dan
tanaman hias.
e. Mamestra brassicae nucleopolyhedrovirus (MbNPV)
Mamestra brassicae nucleopolyhedrovirus (MbNPV) merupakan penyakit alami dari ngengat
kubis (Mamestra brassicae).Diiolasi pertama kali dari larva yang terinfeksi di Prancis oleh
peneliti dari INRA, dan dikembangkan sebagai insektisida biologi oleh NPP (Natural Plant
Protection).MbNPV digunakan untuk mengendalikan Mamestra brassicae, Helicoverpa
armigera, Phthorimaea operculella dan Plutella xylostella pada tanaman sayuran, kentang,
Cruciferae dan tanaman hias. Diaplikasikan dengan cara disemprotkan pada kanopi daun.
f. Spodoptera exigua nucleopolyhedro virus (SeNPV)
Virus ini merupakan penyakit bagi Spodoptera exigua yang luas terdapat di alam (juga di
Indonesia).Sebagai insektisida biologi, SeNPV khusus digunakan untuk mengendalikan larva
Spodoptera exigua (ulat bawang) pada berbagai tanaman, seperti sayuran, kapas, tanaman
hias, anggur dsb.
4) Insektisida dari Protozoa
Beberapa spesies protozoa (dari kelompok Mikrosporidium) ternyata juga
menyebabkan penyakit pada serangga, yang bisa mengakibatkan kematian serangga sasaran.
Sejauh ini 2 spesies telah diproduksi secara komersial :
1. Nosema locustae Canning
Nosema locustae diproduksi sebagai insektisida biologi dari rearing in vivo pada tubuh
belalang, dan digunakan terutama untuk mengendalikan belalang.
2. Vairimorpha necatrix (Kramer) Piley
Pertama kali dilaporkan sebagai penyakit pada ulat Pseudaletia unipuncta (semacam ulat
grayak) di Hawaii. Insektisida biologi digunakan untuk mengendalikan serangga hama dari
ordo Lepidoptera, seperti Helicoverpa, Ostrinia, Spodoptera dan Tricliplusia, pada berbagai
tanaman, termasuk jagung, kedelai, kapas, dan tanaman sayuran.

Anda mungkin juga menyukai