Anda di halaman 1dari 4

Transaksi Jual Beli Dalam Islam

DEFINISI JUAL BELI


1 Pengertian jual beli secara etimologis adalah menukar harta dengan harta . Sedangkan secara
terminologis berarti transaksi enukaran selain dengan fasilitas dan kenikmatan. Sengaja diberi
pengecualian ”fasilitas” dan ”kenikmatan”, agar tidak termasuk di dalamnya penyewaan dan
menikah (Al-Mushlih, 2004, hlm. 90). Menurut ulama Hanafiyah, jual-beli adalah pertukaran harta
(benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan). Sedangkan menurut Ibnu
Qudamah dalam kitab Al-Majmu’ , didefinisikan sebagai pertukaran harta dengan harta, untuk
saling menjadikan milik.

DALIL HUKUM JUAL BELI

1. Al-Qur’an
Dalil hukum jual beli di dalam Al-Qur’an, diantaranya terdapat pada ayat-ayat berikut ini:
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS Al-Baqarah:275)
1 Jual beli a dalah dua kata yang berlawanan artinya, namun masing-masing sering digunakan untuk
arti kata yang lain secara bergantian. Oleh sebab itu, masing-masing dalam akad transaksi disebut
sebagai pemb eli dan penjual. Rosulullah SAW bersabda,”Dua orang yang berjual-beli memiliki hak
untuk mene ntukan pilihan, sebelum mereka berpindah dari lokasi jual beli.” Akan tetapi bila
disebutkan secara umum, yang terbetik dalam hak adalah kata penjual diperuntukkan kepada orang
yang mengeluarkan barang dagangan. Sementara pembeli adalah orang yang mengeluarkan
pembayaran. Penjual adalah orang yang mengeluarkan barang miliknya. Sementara pembeli adalah
orang yang menjadikan barang itu miliknya dengan kompensasi pembayaran.

”Dan persaksikanlah apabila kamu berjual-beli ” (QS Al-Baqarah:282)


”Kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan suka sama suka” (QS An-Nisa’:29)
”Mereka mengharapkan perdagangan yang tidak akan rugi” (QS Al-Fathir:29)

2. As-Sunah
Di dalam As-sunah, disyariatkannya jual beli terdapat pada hadits-hadits berikut:
• Rasulullah SAW ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik. Beliau
menjawab,”Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual-beli yang
mabrur” (HR . Bajjar, Hakim menyahihkannya dari Rifa’ah Ibn Rafi’ ).
Maksud mabrur dalam hadits di atas adalah jual beli yang terhindar dari tipu-
menipu dan merugikan orang lain.
• ”Jual beli harus dipastikan saling ridla .” ( HR. Baihaqi dan Ibnu Majah )

3. Ijma’
Dalil kebolehan jual beli menurut Ijma’ ulama adalah:
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia
tidak akan mempu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun
demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti
dengan barang lainnya
a. Jual beli umum, yaitu menukar uang dengan barang.
b. Jual beli ash-sharf atau money changer , yaitu penukaran uang dengan uang.
c. Jual beli muqayadhah atau barter, yaitu menukar barang dengan barang. yang sesuai
2. Klasifikasi Jual Beli dari Sisi Cara Pembayaran
a. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran secara langsung.
b. Jual beli dengan pembayaran tertunda.
c. Jual beli dengan penyerahan barang tertunda.
d. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda.

3. Klasifikasi Jual Beli dari Sisi Cara Standarisasi Harga


a. Jual beli bargainal (tawar-menawar). Yakni jual beli dimana penjual tidak
mmeberitahukan besarnya modal dari barang yang dijualnya.
b. Jual beli amanah. Yakni jual beli dimana penjual memberitahukan harga modal
dari barang jualannya. Dengan dasar jual beli ini, jenis jual beli tersebut terbagi
lagi menjadi tiga jenis:
Jual beli murabahah. Yakni jual beli dengan modal dan keuntungan yang
diketahui.
Jual beli wadhi’ah. Yakni jual beli dengan harga di bawah modal dan jumlah
kerugian yang diketahui.
Jual beli tauliyah . Yakni jual beli dengan menjual barang dalam harga modal,
tanpa keuntungan dan kerugian.
c. Jual beli muzayadah (lelang). Yakni jual beli dengan cara penjual menawarkan
barang dagangannya, lalu para pembeli saling menawar dengan menambah
jumlah pembayaran dari pembeli sebelumnya, lalu si penjual akan menjual
dengan harga tertinggi dari para pembeli tersebut.
Kebalikan dari jual beli lelang ini adalah jual beli munaqadhah (obral). Yakni si
pembeli menawarkan diri untuk membeli barang dengan kriteria tertentu, lalu
para penjual berlomba menawarkan dagangannya, kemudian si pembeli akan
membeli dengan harga termurah yang mereka tawarkan.

RUKUN DAN SYARAT JUAL BELI


Dalam menetapkan rukun jual beli, di antara ulama terjadi perbedaan pendapat.
Menurut Ulama Hanafiyah, rukun jual beli adalah ijab dan qabul yang menunjukkan
pertukaran barang secara ridla , baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama yaitu:
a. bai’ (penjual)
b. mustari (pembeli)
c. shighat (ijab dan qabul)
d. ma’qud ’alaih (benda atau barang)

KHIYAR DALAM JUAL BELI


Akad yang sempurna harus terhindar dari khiyar , yang memungkinkan aqid (orang yang
berakad) membatalkannya.
Pengertian khiyar menurut ulama fiqh adalah: ”Suatu keadaan yang menyebabkan akid
memiliki hak untuk memutuskan akadnya, yakni menjadikan atau membatalkannya jika
khiyar tersebut berupa khiyar syarat, ’aib atau ru’yah , atau hendaklah memilih di antara
dua barang jika khiyar ta’yin ”.
Al-Jaziri, Fiqh ’ala Madzahib al-arba’ah , hlm. 155 3
4 Al-Qurthubi, t.t.:128
Al-Jaziri,op.cit., hlm. 156 5
Dalam jual beli, menurut agama Islam dibolehkan memilih, apakah akan meneruskan
jual beli atau akan membatalkannya. Khiyar dibagi menjadi:
1. Khiyar Majelis ; artinya antara penjual dan pembeli boleh memilih akan melanjutkan
jual beli atau membatalkannya. Selama keduanya masih ada dalam satu tempat
( majelis ), khiyar majelis boleh dilakukan dalam berbagai jual beli. Rasulullah saw
bersabda: penjual dan pembeli boleh khiyar selama belum berpisah ( HR Bukhari dan
Muslim ).
Bila keduanya telah berpisah dari tempat akad tersebut, maka khiyar majelis tidak
6 berlaku lagi.
2. Khiyar Syarat , yaitu penjualan yang di dalamnya disyaratkan sesuatu baik oleh
penjual maupun pembeli. Rasulullah bersabda: Kamu boleh khiyar pada setiap
benda yang telah dibeli selama tiga hari tiga malam ( HR. Baihaqi ).
3. Khiyar ’Aib , artinya dalam jual beli ini disyaratkan kesempurnaan benda-benda yang
dibeli. Seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Aisyah ra. bahwa
seseorang membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh berdiri di dekatnya,
didapatinya pada diri budak itu kecacatan, lalu diadukannya kepada Rasulullah saw.,
maka budak itu dikembalikan kepada sang penjual.

4. Khiyar Ta’yin, yaitu hak pilih yang dimiliki oleh pembeli untuk menentukan sejumlah
benda sejenis dan sama harganya. Keabsahan khiyar ini menurut Hanafiyah harus
memenuhi 3 syarat yaitu:
• Maksimal berlaku pada tiga pilihan obyek
• Barang yang dibeli setara dan seharga
• Tenggang waktu khiyar ini tidak lebih dari 3 hari
IHTIKAR
Definisi ihtikar yaitu melakukan penimbunan barang dengan tujuan spekulasi, sehingga
ia mendapatkan keuntungan besar di atas keuntungan normal atau dia menjual hanya
sedikit barang untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi, sehingga mendapatkan
keuntungan di atas keuntungan normal.
Rasulullah saw telah melarang praktek penimbunan ini. Dalam sebuah hadits dari
Ma’mar bin Abdullah bin Fadhlah, katanya, Aku mendengar Rasulullah Saw
bersabda, ”Tidak melakukan ihtikar kecuali orang yang bersalah (berdosa) ”.
( H.R.Tarmizi )

MARAJI’:
Ad-Duwaisy, Ahmad bin Abdurrazzaq. Fatwa-Fatwa Jual Beli . Cetakan pertama.
Pustaka Imam asy-Syafi’i. Bogor. 2004
Al-Jaziri, Abdurrahman. T.th. Al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah . Beirut: Sar al-Qalam
Al-Mushlih, Abdullah dan Shalah ash-Shawi. Fikih Ekonomi Keuangan Islam . Darul
Haq. Jakarta. 2004
Muslim, Imam. Shahih Muslim : Bab Buyu’ . Riyadh. Darus Salam. 1998
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah . Edisi 1. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2005

14 Ad-Duwaisy, 2004, hlm. 111


Shahih Muslim, no hadits 1521 15
Syafi’i, Rahmat. Fiqh Muamalah . Pustaka Setia. Bandung. 1999
Syahatah, Husain dan Siddiq Muh Al-Amin adh-Dhahir. Transaksi dan Etika Bisnis
Islam . Cetakan I. Visi Insani Publising. Jakarta. 2005

Syafi’i, Rahmat. Fiqh Muamalah . Pustaka Setia. Bandung. 1999


Syahatah, Husain dan Siddiq Muh Al-Amin adh-Dhahir. Transaksi dan Etika Bisnis
Islam . Cetakan I. Visi Insani Publising. Jakarta. 2005

Anda mungkin juga menyukai