Anda di halaman 1dari 26

Case Report Session

GOUT ARTRITIS

Oleh :
Ildiani Ramli 0910313254
Dwi Restiva Sari 1110312117
Afifah Ikhwan 1210313014

Preseptor :
Dr. dr. Rima Semiarty, MARS

KEPANITERAAN KLINIK FOME III


PUSKESMAS LUBUK BUAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit artritis gout adalah salah satu penyakit inflamasi sendi yang paling
sering ditemukan, ditandai dengan penumpukan kristal monosodium urat di dalam
ataupun di sekitar persendian. Monosodium urat ini berasal dari metabolisme
purin. Hal penting yang mempengaruhi penumpukan kristal adalah hiperurisemia
dan saturasi jaringan tubuh terhadap urat. Apabila kadar asam urat di dalam darah
terus meningkat dan melebihi batas ambang saturasi jaringan tubuh, penyakit
artritis gout ini akan memiliki manifestasi berupa penumpukan kristal
monosodium urat secara mikroskopis maupun makroskopis berupa tofi.1
Artritis gout merupakan penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal
monosodium urat pada jaringan atau supersaturasi asam urat didalam cairan
ekstarseluler. Jumlah penderita asam urat cenderung meningkat dari waktu ke
waktu. Penyakit gout dapat ditemukan di seluruh dunia, pada semua ras manusia.
Prevalensi asam urat cenderung memasuki usia semakin muda yaitu usia produktif
yang nantinya berdampak pada penurunan produktivitas kerja. Prevalensi asam
urat di Indonesia terjadi pada usia di bawah 34 tahun sebesar 32% dan kejadian
tertinggi pada penduduk Minahasa sebesar 29,2%.2,3 Faktor risiko yang
menyebabkan seseorang terserang penyakit asam urat adalah usia, asupan
senyawa purin berlebihan, konsumsi alkohol berlebih, kegemukan (obesitas),
kurangnya aktivitas fisik, hipertensi dan penyakit jantung, obat-obatan tertentu
(terutama diuretika) dan gangguan fungsi ginjal. Peningkatan kadar asam urat
dalam darah, selain menyebabkan gout, menurut suatu penelitian merupakan salah
prediktor kuat terhadap kematian karena kerusakan kardiovaskuler.2
Dua etiologi yang menyebabkan keadaan hiperurisemia adalah ekskresi
asam urat menurun (90% pasien) atau sintesis asam urat meningkat (10% pasien).
Keadaan ekskresi asam urat yang menurun terdapat pada pasien-pasien dengan
penyakit ginjal, penyakit jantung, terapi obat-obatan seperti diuretik, dan
penurunan fungsi ginjal karena usia. Sedangkan keadaan sintetis asam urat

2
meningkat terdapat pada pasien-pasien dengan predisposisi genetik, diet tinggi
purin, dan konsumsi alkohol.1

1.2 Batasan Penulisan


Penulisan case report session ini dibatasi pada pembahasan mengenai
definisi, etiologi, epidemiologi, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis,
pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan artritis gout.

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan case report session ini bertujuan untuk menambah pengetahuan
penulis dan pembaca mengenai artritis gout.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Artritis gout atau yang biasa dikenal dengan artritis pirai merupakan suatu
penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan
atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraseluler. Artritis gout
merupakan suatu penyakit metabolik yang terkait dengan peradangan sendi akibat
peningkatan kadar asam urat dalam darah/hiperurisemia. Hiperurisemia adalah
suatu keadaan dimana kadar asam urat serum diatas normal yaitu lebih dari 7
mg/dL pada laki-laki dan lebih dari 6 mg/dL pada wanita. Keadaan hiperurisemia
terjadi akibat ekskresi asam urat menurun atau sintesis asam urat meningkat.3

2.2 Epidemiologi
Prevalensi hiperurisemia cenderung meningkat baik pada negara maju
maupun negara berkembang dalam beberapa dekade terakhir ini. Hal tersebut
dipengaruhi oleh kondisi geografis, etnis dan konstitusi faktor genetik. Prevalensi
penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan penderita perempuan dengan rasio
2-7:1 yang proporsi puncaknya pada usia lima puluhan. Penelitian meta-analisis di
Cina pada tahun 2011 mendapatkan prevalensi hiperurisemia sebesar 21,6% pada
pria dan 8,6% pada wanita.
Jumlah kejadian artritis gout di Indonesia masih belum jelas karena data
yang masih sedikit. Hal ini disebabkan negara Indonesia memiliki berbagai
macam jenis etnis dan kebudayaan sehingga kejadian artritis gout lebih banyak
variasi namun telah dilakukan penelitian untuk mencari prevalensi hiperurisemia.
Penderita artritis gout pada pria terjadi pada usia yang lebih muda yaitu pada usia
di bawah 34 tahun sebesar 32%. Pada wanita, kadar asam urat umumnya rendah
dan meningkat setelah usia menopause.6

2.3 Etiologi
Seperti yang telah dijelaskan bahwa penyebab dari gout adalah
hiperurisemia. Penyebab hiperurisemia dan gout dapat dibedakan dengan
hiperurisemia primer, sekunder dan idiopatik. Hiperurisemia dan gout primer
adalah hiperurisemia dan gout tanpa disebabkan penyakit atau penyebab lain.
Hiperurisemia dan gout sekunder adalah hiperurisemia atau gout disebabkan

4
karena penyakit lain atau penyebab lain. Hiperurisemia dan gout idiopatik adalah
hiperurisemia yang tidak jelas penyebab primer, kelainan genetik, tidak ada
kelainan fisiologi atau anatomi yang jelas.
Hiperurisemia dan gout primer terbagi menjadi dua yaitu dengan kelainan
molekular yang masih belum jelas dan hiperurisemia primer karena adanya
kelainan enzim spesifik.
Hiperurisemia dengan kelainan molekular yang masih belum jelas dapat
disebabkan oleh dua faktor utama yaitu meningkatnya produksi asam urat dalam
tubuh dan pengeluaran asam urat melalui ginjal yang kurang adekuat namun
dengan etiologi yang tidak diketahui.
Hiperurisemia dengan kelainan enzim spesifik yaitu dengan meningkatknya
produksi asam urat dalam tubuh dapat disebabkan oleh sintesis atau pembentukan
asam urat yang berlebihan oleh karena defisiensi sebagian dari enzim hipoksantin
guanine fosforibosil-transferase (HGPRT) yang dapat ditemukan pada
sindromKelley-Seegmiller.7 Selain itu peningkatan aktivitas varian dari enzim
phoribosylpyrophosphatase (PRPP) sintetase sehingga menyebabkan
overproduksi asam urat.
Hiperurisemia primer karena ekskresi asam urat yang kurang adekuat
(underexcretion) kemungkinan disebabkan karena faktor genetik. Hal tersebut
ditandai dengan kadar fractional uric acid clearance pada hiperurisemia primer
tipe underexcretion didapatkan lebih rendah dari orang normal.7
Hiperurisemia dan gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu
kelainan yang menyebabkan peningkatan de novo biosynthesis, yaitu kelainan
yang menyebabkan peningkatan degradasi ATP atau pemecahan asam nukleat dan
kelainan yang menyebabkan underexcretion. Kelainan karena peningkatan de
novo biosynthesis terdiri dari kekurangan menyeluruh enzim HPRT pada sindrom
Lesh-Nyhan, kekurangan enzim glucose 6-phosphatase pada glycogen storage
disease (Von Gierkee) dan kelainan karena kekurangan enzim fructose-1-
phosphate aldolase.7

2.4 Patofisiologi
Metabolisme asam urat
Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Purin
merupakan hasil metabolisme asam nukleat yang secara langsung diubah dari

5
makanan. Pemecahan nukelotida purin terjadi di semual sel, tetapi asam urat
hanya dihasilkan oleh jaringan yang mengandung xanthine oxsidase (XO)
terutama di hepar dan usus kecil. Rerata sintesis asam urat endogen setiap harinya
adalah 300-600 mg per hari, dari diet 600 mg per hari lalu diekskresikan ke urin
rerata 600 mg per hari dan ke usus sekitar 200 mg per hari. Pada keadaan normal,
90% metabolit nukleotid (adenine, guanine dan hipoxantin) dipakai kembali untuk
membentuk adenine monophosphat (AMP), inosinemonophosphat (IMP) dan
guanine monophosphate (GMP) oleh enzim adenine phosphoribosyltransferase
(APRT) dan hypoxantine guaninephosphoribosyltransferase (HGPRT).5 Dua
pertiga total urat tubuh berasal dari pemecahan purin endogen, hanya sepertiga
yang berasal dari diet yang mengandung purin. Pada pH netral, asam urat dalam
bentuk ion asam urat (monosodium urat) banyak terdapat dalam darah.
Sintesis asam urat dimulai dari terbentuknya basa purin dari gugus ribosa,
yaitu 5-phosporibosyl-1-porphosphat (PRPP) yang didapat dari ribose 5 fosfat
yang disintesis dengan ATP (adenosinetriphosphate) dan merupakan sumber gugus
ribosa.5 Reaksi pertama, PRPP bereaksi dengan glutamin membentuk
fosforibosilamin yang mempunyai sembilan cincin purin. Reaksi ini kemudian
dikatalisis oleh PRPP glutamil amidotransferase, suatu enzim yang dihambat oleh
produk nukleotida IMP, AMP dan GMP.5 Ketiga nukleotida ini juga menghambat
produksi nukelotida purin dengan menurunkan kadar substrat PRPP. IMP
merupakan nukleotida purin pertama yang dibentuk dari gugus glisin dan
mengandung basa hipoxanthine. IMP berfungsi sebagai titik cabang dari
nukelotida adenine dan guanine. AMP berasal dari IMP melalui penambahan
sebuah gugus amino aspartate ke karbon enam cincin purin dalam reaksi yang
memerlukan guanosine triphosphate (GTP).5 GMP berasal dari IMP melalui
pemindahan satu gugus amino dari amino glutamin ke karbon dua cincin purin,
reaksi ini membutuhkan ATP. Selanjutnya AMP mengalami deaminasi menjadi
inosin, kemudian IMP dan GMP mengalami defosforilasi menjadi inosin dan
guanosin.5 Basa hypoxanthine terbentuk dari IMP yang mengalami defosforilasi
dan diubah oleh xanthine oxidase menjadi xhantine serta guanine akan mengalami
deaminasi untuk menghasilkan xanthine juga. Xhantine akan diubah oleh xhantine
oxidase menjadi asam urat.

6
Gambar 2.1 Metabolsime asam urat.3
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa asam urat dalam peredaran
darah dalam bentuk monosodium urat (MSU). Apabila konsentrasi MSU dalam
plasma berlebih atau dalam keadaan hiperurisemia yaitu lebih dari 7,0 mg/dL
maka akan membentuk kristal. Hal ini terjadi dikarenakan kristal MSU tersebut
tingkat kelarutan dalam plasma sangat rendah. Faktor-faktor yang mendorong
terjadinya serangan artritis gout pada penderita hiperurisemia belum diketahui
pasti. Diduga kelarutan asam urat dipengaruhi oleh pH, suhu dan ikatan antara
asam urat dan protein plasma.
Kristal MSU yang menumpuk akan berinteraksi dengan fagosit melalui dua
mekanisme. Mekanisme pertama adalah dengan mengaktifkan sel-sel melalui rute
konvensional yaitu opsonisasi dan fagositosis serta mengeluarkan mediator
inflamasi.5 Mekanisme kedua adalah MSU berinteraksi langsung dengan
membran lipid dan protein melalui membran sel dan glikoprotein pada fagosit.
Dari interaksi tersebut mengaktivasi beberapa jalur transduksi seperti protein G,
fosfolipase C dan D, Srctyrosine-kinase, ERK1/ERK2, c-Jun N-terminal kinase,
dan p38 mitogen-activated protein kinase. Mediator-mediator tersebut akan

7
menginduksi pengeluaran interleukin (IL) pada sel monosit dan merupakan faktor
penentu terjadinya akumulasi neutrofil.5
Pengenalan kristal MSU atau desensitisasi diperantarai oleh Toll-like
receptor (TLR) 2 dan TLR 4 yang kemudian kedua reseptor tersebut beserta TLR
protein penyadur MyD88 mendorong terjadinya fagositosis. Proses pengenalan
oleh TLR 2 an 4 akan mengaktifkan faktor transkripsi nuclear factor-kB dan
menghasilkan berbagai macam faktor inflamasi. Proses fagositosis MSU
mengahasilkan reactive oxygen species melalui NADPH oksidase. Keadaan
tersebut mengakitfkan NLRP3, MSU juga menginduksi pelepasan ATP yang
nantinya akan mengaktifkan P2X7R. Ketika P2X7R diaktifkan akan terjadi proses
pengeluaran cepat kalium dari dalam sel yang merangsang NLRP3. Kompleks
makro molekular yang disebut dengan inflamasom terdiri dari NLRP3, ASC dan
pro-caspase-1 dan CARDINAL. Semua proses diatas nantinya akan menghasilkan
IL-1alfa.5
Salah satu komponen utama pada inflamasi akut adalah pengaktifan
vascular endothelial yang menyebabkan vasodilatasi dengan peningkatan aliran
darah, peningkatan permeabilitas terhadap protein plasma dan pengumpulan
leukosit ke dalam jaringan.5 Aktivasi endotel akan menghasilkan molekul adhesi
seperti E-selectin, intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell
adhesion molecule-1 (VCAM-1) yang kemungkinan disebabkan karena adanya
faktor TNF-alfa yang dikeluarkan oleh sel mast.5
Neutrofil berkontribusi pada proses inflamasi melalui faktor kemotaktik
yaitu sitokin dan kemokin yang berperan pada adhesi endotel dan proses
transmigrasi. Sejumlah faktor yang diketahui berperan dalam proses artritis gout
adalah IL-1alfa, IL-8, CXCL1 dan granulocyte stimulating-colony factor.5
Kadar MSU dalam darah dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu produksi dan
ekskresi. Apabila kedua faktor tersebut terganggu maka akan memengaruhi kadar
MSU, bisa berlebih ataupun bisa berkurang. Hiperurisemia adalah kadar MSU
dalam darah yang berlebih yaitu lebih dari 7 mg/dL. Ada beberapa faktor yang
memengaruhi hiperurisemia antara lain:
 Nutrisi
MSU merupakan produk hasil metabolisme dari purin. Purin merupakan
suatu senyawa basa organic yang menyusun asam nukleat atau asam inti dari

8
sel dan termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein.
Makan-makanan yang mengandung purin tinggi (150-180 mg/100 gram)
misalnya jeroan baik daging sapi, kambing maupun babi, makanan hasil laut
(seafood), sarden, kerang, kacang-kacangan, kembang kol, bayam, dan
minuman beralkohol.3 Konsumsi makanan tinggi purin berisiko tinggi
mengalami hiperurisemia asimptomatik maupun serangan gout akut.
 Obat-obatan
Konsumsi obat-obatan diuretika seperti furosemide dan hidroklorotiazida,
obat-obatan kanker, vitamin B12 dapat meningkatkan kadar MSU dalam
darah yaitu dengan meningkatkan absorbsi asam urat di ginjal sehingga
menurunkan ekskresi asam urat urin.5
 Obesitas
Kelebihan berat badan (IMT>25 kg/m 4) dapat meningkatkan kadar asam urat
dan juga memberikan beban penopang sendi tubuh yang lebih berat. Obesitas
berkaitan dengan resistensi insulin. Insulin diduga meningkatkan reabsorbsi
asam urat pada ginjal melalui urate dependent anion transporter-1 (URAT1)
atau melalui sodium dependent anion cotransporter pada brush border yang
terletak pada membran ginjal bagian tubulus proksimal. 5 Hal ini
mengakibatkan gangguan pada proses fosforilasi oksidatif sehingga kadar
adneosin dalam tubuh meningkat. Peningkatan adenosine dalam tubuh
menyebabkan retensi sodium, asma urat dan air oleh ginjal.5
 Usia
Hiperurisemia dapat terjadi pada semua tingkat usia namun kejadian ini
meningkat pada laki-laki dewasa berusia lebih dari 30 tahun dan wanita
setelah menopause atau berusia lebih dari 50 tahun. Hal ini disebabkan karena
pada usia ini wanita mengalami gangguan produksi hormon estrogen.
Hormon tersebut berisfat urikosurik yaitu meningkatkan ekskresi asam urat
dalam urin.
 Genetik
Mutasi genetik dapat diasosiasikan dengan kelebih produksi asam urat atau
memengaruhi ekskresi asam urat oleh karena defek sistem transport asam urat
pada ginjal. Orang-orang berkulit hitam juga memiliki risiko tinggi terjadinya
hiperurisemia.

2.5 Manifestasi Klinis

9
Gambaran klinis artritis gout terdapat beberapa tahapan yaitu terdiri dari
artritis gout asimptomatik, artritis gout akut, interkritikal gout dan gout menahun
dengan tofus.
1. Asimptomatik artritis gout
Tahap pertama hiperurisemia bersifat tanpa gejala/asimptomatik. Kondisi
ini dapat terjadi untuk beberapa jangka waktu lama dan ditandai dengan
penumpukan asam urat pada jaringan yang bersifat silent.3,5 Pada tahap ini
harus diupayakan untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah dengan
mengubah pola makan atau gaya hidup.
2. Akut artritis gout
Pada tahap ini terjadi radang sendi yang timbul sangat cepat dan dalam
waktu yang singkat. Radang sendi muncul tiba-tiba ketika bangun pagi,
pasien akan merasakan sakit yang hebat sampai kesulitan dalam berjalan.
Radang sendi biasanya terjadi pada salah satu sendi pada ekstremitas atas
atau bawah (monoartikuler) dengan keluhan utama nyeri seperti tertusuk-
tusuk, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam,
menggigil dan merasa lelah. Pada 50% kasus, serangan artritis gout akut
terjadi pada metatarsophalangeal-1 (MTP-1) yang biasa disebut dengan
podagra.5 Apabila berlanjut dan tidak terobati maka serangan dapat bersifat
poliartikular yaitu terjadi pada sendi-sendi lainnya misalnya sendi lutut,
pergelangan kaki, sendi-sendi pada jari tangan, dll, selain itu dapat timbul
rekurensi yang multipel, interval antara serangan singkat dan tidak menentu.

3. Interkritikal gout
Fase ini merupakan kelanjutan daripada serangan akut gout dan biasanya
dapat sembuh sendiri walaupun tidak diobati. Setelah serangan terdapat
interval waktu atau jeda waktu dimana tidak timbul gejala (asimptomatik).
Fase ini merupakan interkritikal. Secara klinis tidak menimbulkan gejala
namun pada aspirasi sendi dapat ditemukan kristal urat yang menunjukkan
bahwa proses peradangan tetap berlanjut atau kemungkinan deposit asam
urat secara silent.3,5 Keadaan ini dapat terjadi satu atau beberapa kali
pertahun atau dapat sampai 10 tahun tanpa serangan akut.
4. Gout menahun dengan tofus
Pada stadium ini umumnya disertai dengan tofus yang banyak dan bersifat
poliartikuler. Tofus terbentuk pada masa artritis gout kronis akibat

10
insolubilitas (kemampuan kelarutan relatif asam urat). Tempat-tempat yang
sering dihinggapi adalah bursa olecranon, tendon Achilles, permukaan
ekstensor lengan bawah, bursa infrapatelar dan heliks telinga. Tofus dapat
menghilang apabila diterapi dengan cepat. Tofus yang besar dapat dilakukan
ekspirasi namun hasilnya kurang memuaskan.5 Pada stadium ini biasanya
tofus disertai dengan penyakit ginjal menahun. Tofus biasanya sangat sulit
dibedakan dengan nodul pada artirits rheumatoid sehingga perlu observasi
yang lebih teliti untuk menegakkan diagnosis gout menahun.

2.6 Pemeriksaan Klinis


Pada pemeriksaan klinis dapat ditentukan dengan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa asam urat dilakukan dengan
pemeriksaan lewat laboratorium, pemeriksaan radiologis dan cairan sendi. Pada
anamnesa terutama ditujukan untuk mendapatkan faktor keturunan dan kelaianan
atau penyakit lain sebagai penyebab sekunder hiperurisemia. Pertanyaan yang
dapat menggali seperti adakah keluarga yang menderita hiperurisemia dan gout,
kebiasaan pasien meminum alkohol, memakan obat-obatan tertentu secara teratur,
adanya kelaianan darah, kelaianan ginjal atau penyakit lainnya.
Pemeriksaan fisik sama seperti anamnesa yaitu mencari kelaianan atau
penyakit sekunder hiperurisemia terutama tanda-tanda anemia atau phletora,
pembesaran organ limfoid, keadaan kardiovaskular dan tekanan darah, keadaan
dan tanda kelaianan ginjal serta kelaianan pada sendi.
Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk mengarahkan dan memastikan
penyebab hiperurisemia. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berdasarkan
perkiraan diagnosis setelah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik lengkap.
Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan adalah kadar asam urat dalam darah
dan urin 24 jam. Kadar asam urat dalam urin 24 jam penting dikerjakan untuk
mengetahui apakah penyebab hiperurisemia disebabkan oleh overproduction atau
underexcretion. Kadar asam urat dalam urin 24 jam pada orang normal adalah
dibawah 600 mg/hari.7 Pemeriksaan cairan sendi yang dilakukan dibawah
mikroskop untuk melihat Kristal urat atau monosodium urate (Kristal MSU)
dalam cairan sendi. Hal ini dilakukan dengan mengaspirasi cairan sendi dengan
menggunakan spuit. Selanjutnya adalah pemeriksaan dengan rontgen.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan diawal setiap pemeriksaan sendi.

11
Pemeriksaan ini paling efektif apabila penyakit sudah berlangsung kronis dan
sering kumat, bahkan apabila tidak membaik dianjurkan untuk dilakukan
magnetic resonance imaging (MRI).7 Hal ini dilakukan untuk melihat kelaianan
baik pada sendi maupun pada tulang dan jaringan di sekitar sendi.

2.7 Kriteria Diagnostik


Kriteria diagnostik gout bertujuan untuk memudahkan dan membantu klinisi
dalam identifikasi akut artritis gout dengan gold standart yaitu tetap berdasarkan
dari pemeriksaan fisik. Kriteria diagnosis ini telah disepakati oleh American
College of Rheumatology (ACR) dan European League Against Rheumatism
(EULAR) pada tahun 2015.8 Menurut kriteria yang dibuat oleh kedua badan
internasional tersebut, ada beberapa langkah yang harus diidentifikasi untuk
memenuhi syarat kriterianya. Langkah pertama adalah entry criterion, yang
ditandai dengan pada pasien terdapat satu episode bengkak, nyeri atau sensitive
terhadap nyeri di daerah peripheral joint atau di bursa. 8 Kemudian langkah kedua
adalah sufficient criterion yaitu adanya bukti jelas kristal MSU pada sendi atau
bursa yang mengalami keluhan tersebut atau adanya presentasi tofus.8 Apabila
pasien memenuhi kriteria pada langkah kedua maka pasien tidak perlu memenuhi
kriteria selanjutnya pada langkah ketiga, artinya diagnosis pasien sudah tegak
mengalami artritis gout. Langkah ketiga yaitu criteria, digunakan apabila pada
langkah kedua tidak terjadi pada pasien.8 Pada langkah ketiga terbagi menjadi dua
poin untuk menegakkan diagnosis yaitu:
 Secara klinis
o Pola lokasi nyeri yang bersangkutan saat episode gejala/simptomatis.
Hal tersebut dapat terjadi secara monoartikular atau poliartikular,
umumnya di ankle atau mid-foot dapat disertai/tidak dengan
keterlibatan sendi metatarsophalangeal.
o Karakteristik dari episode simptomatisnya. Terdapat tiga karakteristik
yaitu adakah eritema disekitar sendi-sendi yang terserang (dapat
ditemukan pada pemeriksaan fisik oleh klinisi atau keluhan utama
pasien datang berobat), pasien tidak berani untuk menyentuh bagian-
bagian yang terserang dan keluhan tersebut dapat disertai dengan

12
kesulitan untuk berjalan atau ketidakmampuan untuk menggunakan
sendi-sendi yang terlibat.
o Lamanya serangan tanpa memperdulikan penggunaan anti-inflamasi.
Kriterianya yaitu lamanya nyeri maksimal kurang dari 24 jam,
mengalami resolusi gejala dalam waktu kurang dari 14 hari dan resolusi
komplit yang terjadi diantara episode simptomatik.
o Bukti klinis dari tofus. Hal ini ditandai dengan adanya nodul
subkutaneus yang kering atau putih seperti kapur. Lokasi yang sering
terkena di sendi, daun telinga, bursa olecranon, pada jari dan tendon
(Achilles).
 Laboratorium
o Kadar serum urat. Idealnya pasien diperiksa kadar serum uratnya saat
tidak mengonsumsi ULT dan lebih dari 4 minggu setelah awal episode
serangan.
o Analisis cairan sendi/synovial yang diaspirasi dari sendi atau bursa
yang bersangkutan

 Imaging
o Adanya bukti nyata deposit urat pada sendi atau bursa yang mengalami
gejala yang dideteksi menggunakan ultrasound evidence of double
contour sign atau dual-energy computed tomography.8
o Adanya bukti kerusakkan sendi yang diduga oleh karena gout dengan
radiografi konvensional pada tangan atau kaki serta menunjukkan
paling sedikit satu erosi.8

13
Gambar 2.2 Diagnosis Kriteria Gout menurut ACR dan EULAR 2015.8
2.8 Penatalaksanaan
Manejemen penatalaksanaan pada setiap penyakit dibagi menjadi 2 yaitu
secara farmakologis dan non-farmakologis. Secara farmakologis, tujuan
pengobatan pada penderita artritis gout adalah untuk mengurangi rasa nyeri,
mempertahankan fungsi sendi dan mencegah terjadinya kelumpuhan. Terapi yang
diberikan harus dipertimbangkan sesuai dengan berat ringannya artritis gout dan
berdasarkan kondisi objektif penderita dan perawatan komorbiditas.

14
Gambar 2.3 Algoritma Manajemen Terapi pada Serangan Akut Gout.9

15
Gambar 4. Algoritme Manajemen Terapi Hiperurisemia.9

 Tatalaksana farmakologis
EULAR tahun 2016 mengeluarkan beberapa butir rekomendasi dalam
penanganan pasien dengan serangan gout akut dan terapi selanjutnya yaitu:9
1. Terapi lini  Kolkisin (serangan dalam 12 jam Kolkisin: 1 mg/hari
pertama serangan pertama) pada hari pertama (dalam jam pertama)
gout dan/atau NSAID+PPI dan kemudian dilanjutkan 0,5
kortiksteroid oral mg (1 jam setelahnya)
 Rekomendasi: kombinasi kolkisin pada hari pertama
dan NSAID atau kolkisin dan serangan
kortikosteroid oral
 Kontraindikasi NSAID dan Kortikosteroid oral:
kortikosteroid oral: pada pasien prednisolon 30-35
dengan gangguan ginjal berat mg/hari dengan
 Kontraindikasi kolkisin: pasien pengobatan kurang lebih

16
yang menjalani terapi P- 3-5 hari
glycoprotein dan/atau CYP3A4
inhibitor seperti siklosporin atau
klaritromisin
2. Terapi serangan  Anti-IL beta Canakinumab 150 mg
gout berulang dan  Anti-IL 1 iv/subkutan, pengobatan
kontraindikasi  Indikasi: pada pasien yang selama 3 hari
terhadap terapi kontraindikasi, intoleransi dan
lini pertama tidak respon dengan terapi Anti-IL1 100 mg,
NSAID dan/atau kolkisin pengobatan selama 3 hari
 Kontraindikasi IL-1: pasien
dengan infeksi berat atau sepsis
3. Terapi  Kolkisin Kolkisin 0,5-1 mg/hari
profilaksis dari  NSAID
serangan gout  Diberikan 6 bulan setelah NSAID:
menjalani terapi obat penurun Naproxen 250 mg, 2x1
asam urat/uric lower therapy tablet (dosis rendah)
(ULT)
 Kontraindikasi kolkisin: pasien
yang menjalani terapi P-
glycoprotein dan/atau CYP3A4
inhibitor seperti siklosporin atau
klaritromisin
 Kontraindikasi NSAID: pada
pasien dengan gangguan ginjal
berat
4. Terapi ULT  Diberikan pada pasien yang Allopurinol 200-300
mengalami serangan gout akut mg/hari
lebih dari 2 kali/tahun, terdapat
tophi, artropati urat dan atau batu
ginjal.
5. Monitoring  Serum asam urat harus dimonitor
pada pasien dan dijaga < 6 mg/dL
dengan terapi  Kadar serum urat < 5 mg/dL harus
ULT dicapai pada pasien dengan gout
berat yang ditandai dengan tophi,
artropati kronik dan serangan
yang sering
 Kadar asam urat < 3 mg/dL tidak
direkomendasi dengan terapi ULT
jangka panjang
6. Inisisasi terapi  Pada saat awal terapi ULT harus Allopurinol
ULT menggunakan dosis rendah yang Dosis awal: 100 mg/hari,
kemudian dosis di tritasi sampai kemudian ditingkatkan
kadar serum asam urat mencapai menjadi 600-800 mg/hari
target yaitu < 6 mg/dL
 Kadar asam urat harus dijaga < 6 Febuxostat

17
mg/dL seumur hidup Dosis: 80-120 mg/hari

Obat yang digunakan adalah
kombinasi allopurinol dengan Urikosurik
urikosurik, febuxostat (menjadi Benzbromarone
pilihan apabila pasien tidak Dosis: 50-200 mg/hari
respon dengan kadar asam urat Probenesid
belum mencapai target) Dosis: 1-2 g/hari
7. Terapi ULT  Pada pasien seperti ini, dosis
pada pasien alluporinol yang dipakai
dengan gangguan maksimum harus di setarakan
ginjal berat dengan klirens kreatinin. Apabila
target serum asam urat tidak
tercapai, maka diganti dengan
febuxostat atau benzbromaron
dengan atau tanpa allopurinol,
termasuk pada pasien dengan laju
filtrasi glomerulus < 30 mL/menit
8. Terapi ULT  Pegloticase, ULT yang sangat kuat
pada pasien berasal dari strain yang
dengan kronik dimodifikasi secara genetik dari
gout tofus dan kuman Escherichia coli yang
angka harapan mengkatalisasi oksidasi dari asam
hidup rendah urat menjadi bentuk yang mudah
larut yaitu allantoin
9. Terapi pada  Segera mengganti obat anti-
pasien yang hipertensi ke golongan seperti
mendapatkan calcium channel blocker (CCB)
terapi diuretic atau apabila pasien juga
hyperlipidemia, maka
menggunakan obat golongan
statin atau fenofibrat

 Tatalaksana non-farmakologi
Beberapa gaya hidup yang dianjurkan antara lain adalah dengan menurunkan
berat badan, mengonsumsi makanan sehat, olahraga, menghindari rokok dan
konsumsi air yang cukup. Modifikasi diet untuk penderita obesitas adalah
dengan target mencapai indeks masa tubuh yang ideal. Diet yang terlalu ketat
dan diet tinggi protein atau rendah karbohidrat harus dihindari. Pada penderita
gout dengan riwayat batu saluran kemih disarankan untuk mengonsumsi 2
liter air tiap harinya (8-10 gelas per hari).5

2.9 Komplikasi

18
Artritis gout dapat menyebabkan beberapa komplikasi meliputi severe
degenaritve arthritis, infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin,
kemokin, protease dan oksidan yang berperan dalam proses inflamasi akut juga
berperan pada proses inflamasi kronis sehingga menyebabkan sinovitis kronis,
destruksi kartilago dan erosi tulang.5 Kristal MSU urat mengaktivasi osteoblas
sehingga mengeluarkan sitokin dan menurunkan fungsi anabolik yang nantinya
berkontribusi terhadap kerusakan juxta artikular tulang.5
Selain itu nefropati gout kronik merupakan penyakit tersering yang
ditimbulkan karena hiperurisemia yang terjadi akibat dari pengendapan kristal
MSU dalam tubulus ginjal. Pada jaringan ginjal bisa terbentuk mikrotofi yang
menyumbat dan merusak glomerulus.
Artritis gout sering dikaitkan dengan peningkatan resiko terjadinya batu
ginjal. Hal tersebut dikarenakan pH urin rendah yang mendukung terjadinya asam
urat yang tidak larut. Batu ginjal atau nefrolitiasis asam urat merupakan
pembentukkan massa keras seperti batu di dalam ginjal yang dapat menyebabkan
nyeri, pendarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.3,5 Terdapat tiga hal
yang signifikan kelainan pada urin yang digambarkan pada penderita batu ginjal
yaitu hiperurikosuria, rendahnya pH dan rendahnya volume urin.

2.10 Prognosis
Prognosis artritis gout merupakan penyakit yang tidak berdiri sendiri.
Prognosis penyakit artritis gout merupakan prognosis penyakit yang
menyertainya. Penyakit ini sering dikaitkan dengan morbiditas yang cukup besar
dengan episode serangan akut yang sering menyebabkan penderita cacat.3,5 Artritis
gout yang diterapi lebih dini dan benar akan membawa prognosis yang baik jika
kepatuhan penderita terhadap pengobatan juga baik. Jarang artritis gout sendiri
yang menyebabkan kematian atau fatalitas pada penderitanya.5 Penyakit ini
biasanya sering terkait dengan penyakit yang berbahaya lainnya dengan angka
mortalitas yang cukup tinggi seperti hipertensi, dyslipidemia, penyakit ginjal dan
obesitas.

BAB 3

19
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Tn. D / laki-laki / 56 tahun
b. Pekerjaan/pendidikan : Buruh Harian Lepas / SMP
c. Alamat : Padang Sarai, Koto Tangah, Padang
2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah Anak :3
c. Status Ekonomi Keluarga :
Berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah dengan
penghasilan perbulan ± Rp. 2.000.000,-
d. Kondisi Rumah :
- Rumah semipermanen, kamar tidur 2, kamar mandi 1 buah,
pekarangan cukup luas
- Ventilasi baik
- Pencahayaan baik
- Listrik ada
- Sumber air : Air PDAM, Sumber air minum : air galon
- Jamban ada 1 buah, dalam rumah
- Sampah dikumpulkan dan dijemput petugas kebersihan
e. Kondisi Lingkungan Keluarga
- Pasien tinggal di lingkungan perkotaan yang cukup padat
penduduk
3. Aspek psikologis di keluarga
- Pasien tinggal bersama istri dan 3 orang anaknya
- Hubungan dalam keluarga baik.
- Faktor stress dalam keluarga (-)
4. Keluhan Utama
Nyeri dan bengkak pada sendi ibu jari kaki kanan yang semakin memberat
sejak 2 minggu ini.
5. Riwayat Penyakit Sekarang
- Nyeri pada sendi ibu jari sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu.
Nyeri tidak menjalar. Pada saat nyeri, sendi ibu jari kaki terasa panas.
Nyeri dirasakan terutama pada saat bangun pagi, terkadang disertai
kaku, namun tidak lebih dari 1 jam. Pasien tidak mengeluhkan nyeri
pada sisi yang lain. Nyeri terkadang hilang setelah pasien minum obat
penghilang nyeri yang dibeli di warung. Sendi Ibu jari kaki mulai
bengkak dan kemerahan sejak 2 minggu yang lalu.
- Riwayat makan jeroan, kacang-kacangan ada
- Riwayat trauma di kaki tidak ada
- Keluhan BAK berpasir, BAK berdarah, dan nyeri saat BAK tidak ada

20
- BAB tidak ada keluhan
- Riwayat minum alkohol tidak ada
- Riwayat merokok, ± 1 bungkus perhari, berhenti sejak 1 tahun lalu.
6. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga
- Riwayat Keluarga: Ibu pasien juga menderita penyakit seperti ini
- Riwayat Hipertensi, DM, dan gangguan ginjal tidak ada
7. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : CMC
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 80x/ menit
- Nafas : 20x/menit
- Suhu : 360C
- BB : 52 kg TB : 158 cm
- IMT : 20.8 kg/m2 (normoweight)
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
KGB : tidak ada pembesaran KGB
Thorax
- Paru
Inspeksi : simetris kiri = kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
- Jantung
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Irama teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit, Distensi (-),
Palpasi : Hepar/Lien tidak teraba, NT(-), NL (-),
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Edem pada sendi metatarsophalang 1 kanan
8. Laboratorium
Asam Urat: 7,7 mg/dL
9. Diagnosis Kerja
Artritis Gout
10. Diagnosis Banding

21
-
11. Genogram
Tn.M, meninggal Ny.N, 75th, Ht dan Gout

Tn.E, 61th, HT Ny.M, 58th, HT Tn.T, 52th

Tn.D, 56th, gout Ny.R, 55th

Tn.A, 28th Tn.A, 25th Tn.D, 23th


Keterangan:
: Laki-laki : Perempuan
: Penderita gout : Penderita gout
: Penderita hipertensi : Penderita hipertensi
: meninggal

12. SCREEM
 Social: Interaksi dengan tetangga baik, pada malam hari biasanya
pasien berkumpul dengan tetangga di warung sebelah rumah, konsumsi
kopi dan gorengan. Hubungan suami-istri sudah jarang dilakukan.
Komunikasi dengan istri dan anak baik.
 Culture: Pasien memiliki kebiasaan makan siang di luar rumah (tempat
kerja). Namun, sarapan dan makan malam tetap di rumah. Pasien sering
konsumsi jeroan dan kacang-kacangan, seperti tempe, kacang panjang,
hati dan limpa ayam, baik di rumah ataupun tempat kerja. Pasien tidak
pernah mengkonsumsi alkohol.
 Religious: Biasanya pasien shalat di mesjid, tapi akhir-akhir ini kondisi
fisik mulai menurun, terutama karena keluhan ibu jari yang nyeri dan
bengkak, pasien lebih sering beribadah di rumah yang menyebabkan
aktivitas fisik pasien menurun.
 Economic: Berasal dari golongan ekonomi menengah kebawah. Pasien
seorang buruh harian lepas. Penghasilan keluarga berasal dari pasien
yakni ± Rp 2.000.000/bulan. Namun, belakangan ini pasien merasa
kinerjanya semakin menurun karena keluhan ibu jari kaki yang bengkak
dan nyeri.

22
 Educational: Pasien dan istri adalah tamatan SMP sederajat. Hal ini
berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan pasien, terutama masalah
pola diet dan makanan sehat.
 Medical: Anggota keluarga bisa mendapatkan pelayanan kesehatan
yang memadai, dan biasanya pasien dan keluarga berobat ke puskesmas
dan rumah sakit terdekat. Pasien dan keluarga sudah memiliki kartu
BPJS.
13. Manajemen
a. Preventif:
- Minum air cukup setiap hari (8-10 gelas/hari).
- Menjaga berat badan tetap ideal dan mencegah obesitas, karena
obesitas dapat memperparah penyakit pasien. Dengan cara kurangi
makanan yang berminyak dan jeroan, dan menggantinya dengan
cemilan yang lebih sehat seperti buah-buahan.
- Kurangi makanan yang mengandung garam, untuk menghindari
terjadinya hipertensi. Karena pasien memiliki faktor resiko
keluarga yang memiliki riwayat penyakit hipertensi.
- Pola diet sehat (rendah purin): kurangi makan makanan tinggi
purin (seperti: Jeroan, daging merah, seafood, kacang-kacangan,
bayam, dll). Terutama untuk istri pasien, karena pasien sarapan dan
makanan di rumah, jadi istri memiliki peranan penting dalam
menjaga pola diet rendah purin pasien.
- Menganjurkan pasien agar rutin berolahraga, seperti senam yang
diadakan oleh Puskesmas terdekat, ataupun aktivitas fisik ringan
seperti menggerakkan badan dan anggota gerak secara teratur. 3
kali dalam seminggu, selama lebih kurang 30 menit. Karena pasien
merupakan buruh bangunan, disarankan kepada pasien untuk
melakukan gerakan-gerakan sederhana sebelum memulai pekerjaan
untuk menghindari terjadi nya trauma atau memperberat keluhan
nyeri pada kaki pasien.
b. Promotif :
- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit pasien, yang
merupakan penyakit yang akan terus berlanjut prosesnya jika kadar
asam urat dalam darah tidak dikontrol.
- Menyarankan kepada pasien untuk rutin minum obat dan mengikuti
pola diet sehat yang rendah purin.

23
- Menjelaskan kepada pasien mengenai jenis makanan yang
mengandung rendah purin dan tinggi purin dan menjelaskan jenis
olahraga yang bisa dilakukan pasien di rumah.
c. Kuratif :
o Allopurinol 1 x 100 mg
o Na diklofenac 2 x 25 mg
o Ranitidin 2x150 mg
d. Rehabilitatif :
- Kontrol teratur ke puskesmas.

Dinas Kesehatan Kota Padang


Puskesmas Lubuk Buaya

Dokter : dr. Dwi, dr. Iin, dr.Afifah


Tanggal : 09 November 2018

R/ Allopurinol tab 100 mg No. XX


S1 dd tab 1 £
R/ Na Diklofenak tab 25 mg No. XV
S2 dd tab 1 £
R/ Ranitidin tab 150 mg No. XV
S2 dd tab 1 £

Pro : Tn. D
Umur : 56 tahun
Alamat : Air Pacah

24
BAB 4
PEMBAHASAN

Telah datang seorang laki-laki berusia 56 tahun ke puskesmas Lubuk Buaya


dengan keluhan utama nyeri dan bengkak pada sendi ibu jari kaki kanan sejak 2
minggu yang lalu. Pasien di diagnosis kerja dengan artritis gout.
Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik,dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan nyeri dan
bengkak pada sendi ibu jari kaki kanan sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya hanya
dirasakan nyeri pada sendi jari kaki, terutama pada saat bangun pagi dan hilang
setelah konsumsi obat penghilang nyeri, namun sejak 2 minggu yang lalu sendi
mulai bengkak dan kemerahan. Selain itu pasien juga sering makan jeroan daging
sapi, dan kacang panjang. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat konsumsi alkohol
tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik, paru, jantung dan abdomen dalam batas normal.
Pada ekstremitas ditemukan bengkak pada sendi metatarsophalang 1 kaki kanan.
Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium ditemukan
peningkatan kadar serum urat yaitu 7,7 mg/dL.
Manajemen tatalaksana pada pasien ini dilakukan dalam bentuk promotif,
preventif, kuratif,dan rehabilitatif. Upaya promotif dan peventif yang diberikan
pada pasien berupa edukasi untuk minum air cukup setiap hari (8-10 gelas/hari),
mencegah obesitas dengan menjaga berat badan ideal, pola diet sehat (rendah
purin), kurangi makan makanan tinggi purin (seperti: Jeroan, daging merah,
seafood, kacang-kacangan, bayam, dll). Hal ini membutuhkan keikutsertaan istri
pasien, karena pola diet pasien sangat tergantung pada istri. Sehingga penting
untuk menjelaskan kepada istri pasien mengenai makanan apa saja yang
mengandung rendah purin dan tinggi purin.
Terapi kuratif berupa pemberian medikamentosa yaitu agen penurun asam
urat, Allopurinol dengan dosis 100 mg per hari, dan NSAID, Na Diklofenak, serta
ranitidin untuk obat sitoprotektif lambung. Pasien diminta kontrol ke puskesmas 2
minggu setelah pemberian obat untuk melihat perkembangan penyakit.

Daftar Pustaka

25
1. Tehupeiroy ES. Artrtritis pirai (arthritis gout). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2009.hal.2550-60.
2. Shalihah, Fatwa Moratus. Diagnosis and Treatment Gout Arthritis.
Lampung: J. Majority;2014.
3. Widyanto FW. Artritis Gout dan Perkembangannya. Ejournal. Vol. 10.
No.2.
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/viewFile/4182/4546.
4. DianatiNA. Gout dan Hiperurisemia. J MAJORITY. Vol. 4. No. 3. 2015.
5. Khanna D et al. American College of Rheumatology Guidlelines for
Management of Gout, Part 1: Systematic Nonpharmacologic and
Pharmacologic Therapeutic Approaches to Hyperuricemia. American
College of Rheumatology. Vol. 64. No. 10, pp. 1431-46. 2012.
6. Sholihah, FM. Diagnosis and Treatment Gout Arthritis. J MAJORITY.
Vol. 3. No. 7. 2014.
7. PutraTJ. Hiperurisemia. Dalam Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata
M, Setiyohadi B, Syam AF (eds).Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam Edisi V
Jilid III.Jakarta: Interna Publishing. hal. 1213-16.
8. Neogi T, Jansen TLTA, Dalbeth N, et al. Gout classification criteria: an
American College of Rheumatology/European League Against
Rheumatism collaborative initiative Ann Rheum Dis 2015;74:1789-98.
9. Richette P et al. 2016 Updated EULAR Evidence-Based
Recommendations for the Management of Gout. Group.bmj.com. 76:29-
42. 2017.

26

Anda mungkin juga menyukai