Anda di halaman 1dari 55

PERILAKU IBU HAMIL TERHADAP KUNJUNGAN

ANTENATAL CARE (ANC) DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS TAWAELI KECAMATAN TAWAELI KOTA
PALU

PROPOSAL

AMALIA PRATIWI
N 201 14 005

PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

melihat derajat kesehatan suatu negara. Jumlah kematian ibu di negara

berkembang dan tertinggal tergolong tinggi seperti yang terjadi di Afrika Sub

Sahara dan Asia Selatan (WHO, 2013).

Data The World Bank (2015), menunjukkan AKI pada tahun 2012

sebesar 148/100.000 kelahiran hidup, ditahun 2013 menjadi 140/100.000

kelahiran hidup, kemudian tahun 2014 menurun menjadi 133/100.000

kelahiran hidup, tahun 2015 menurun menjadi 126/100.000 kelahiran hidup.

Menurut World Health Organization (WHO) terdapat 60 juta wanita di

seluruh dunia setiap tahunnya yang hanya menerima perawatan kehamailan

oleh anggota keluarga, dukun, atau bahkan tidak menerima perawatan sama

sekali. Rendahnya pelayanan kesehatan ibu sehingga membuat banyak

dilakukan penelitian (Tsegay et al., 2013).

Upaya peningkatan kesehatan ibu telah dilakukan, baik ditingkat

nasional maupun internasional, di tingkat internasional (WHO)

memperkirakan 800 perempuan meninggal setiap hari akibat komplikasi

kehamilan dan persalinan. Sekitar 99% dari seluruh kematian itu terjadi di

Negara berkembang. 80% kematian ibu merupakan akibat meningkatnya

komplikasi kehamilan, persalinan dan setelah persalinan (WHO, 2014).

2
Indonesia sendiri Angka kematian ibu berdasarkan Survei Demografi

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 sebesar 359 per 100.000 kelahiran

hidup. Angka ini masih cukup jauh untuk mencapai target penurunan Angka

Kematian Ibu (AKI) tahun 2015 sebesar sebesar 102 per 100.000 kelahiran

hidup (Ermaya & Nugroho, 2015).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah AKI

pada tahun 2011 sebesar 221 per 100.000 Kelahiran Hidup, ditahun 2012

sebesar 181 per 100.000, tahun 2013 terjadi peningkatan sebesar 245 per

100.000, tahun 2014 terjadi penurunan sebesar 215 per 100.000 dan pada

tahun 2015 menurun menjadi 208 per 100.000 (Dinas Kesehatan

Provinsi Sulawesi Tengah, 2015).

Data Dinas Kesehatan Kota Palu angka kematian ibu (AKI) yaitu pada

tahun 2014 sebesar 8 kasus, tahun 2015 terjadi peningkatan sebesar 22

kasus, ditahun 2016 menurun sebesar 11 kasus dan pada tahun 2017 sebesar

11 kasus. Penyebab kematian ibu antara lain perdarahan, eklampsi, infeksi

dan penyebab kematian lainnya (Dinas Kesehatan Kota Palu, 2017).

Penyebab kejadian kematian ibu terbanyak setiap tahunnya adalah

sama, yaitu akibat perdarahan. Diikuti oleh hipertensi dan infeksi serta

penyebab lainnya seperti kondisi penyakit kanker, jantung, tuberkulosis, atau

penyakit lain yang diderita ibu. Sedangkan, abortus dan partus lama

menyumbang angka yang sangat kecil sebagai penyebab AKI (Rachmawati,

Puspitasari, & Cania, 2017).

3
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah

Penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (35,61%), penyebab lain-

lain (Tb Paru, KET, Placenta Previa%) (30,30%). Selanjutnya hipertensi

dalam kehamilan (HDK) Infeksi (18,18%) dan gangguan metabolik

jantung, diabetes melitus (DM) (1,52%) dll (Dinas Kesehatan Provinsi

Sulawesi Tengah, 2015).

Komplikasi kehamilan dan persalinan sebagai penyebab tertinggi

kematian ibu tersebut dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan melalui

antenatal care (ANC) secara teratur. Antenatal care atau pelayanan antenatal

yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan profesional dapat

mencegah dan mendeteksi komplikasi pada janin dan ibu hamil lebih awal

sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan dikemudian hari. Di

Indonesia, pelayanan antenatal dilakukan paling sedikit 4 kali kunjungan

selama masa kehamilan ibu sesuai dengan kebijakan pemerintah yang

didasarkan atas ketentuan WHO (Rachmawati et al., 2017).

Antenatal care terpadu merupakan pelayanan antenatal komprehensif

dan berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil. Pelayanan tersebut

dapat diberikan oleh dokter, bidan, perawat dan tenaga medis lain yang

terlatih dan profesional. Tujuan pelayanan ANC adalah untuk mempersiapkan

persalinan dan kelahiran dengan mencegah, mendeteksi, dan mengatasi 3

masalah kesehatan selama kehamilan yang memengaruhi ibu hamil dan

janinnya, meliputi komplikasi kehamilan itu sendiri, kondisi yang mungkin

4
dapat membahayakan kehamilan ibu, serta efek dari gaya hidup yang

tidak sehat (Rachmawati et al., 2017).

Antenatal care adalah salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian

ibu, bayi dan balita. Asuhan ibu hamil (ANC) terpadu dilaksanakan secara

komprehensif dan terpadu mencakup pelayanan promotif, preventif, sekaligus

kuratif dan rehabilitatif yang meliputi pelayanan KIA, gizi, pengendalian

penyakit menular (Hardiani & Purwanti, 2012).

Kunjungan ANC oleh ibu hamil dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Faktor predisposisi

yang memengaruhi kepatuhan ibu hamil dalam melakukan kunjungan ANC yaitu

pengetahuan dan sikap. Pengetahuan sebagai indikator seseorang dalam

melakukan suatu tindakan, pengetahuan merupakan faktor penting yang

memengaruhi motivasi ibu hamil untuk melakukan kunjungan ANC. Bagi ibu

dengan pengetahuan yang tinggi mengenai kesehatan kehamilan menganggap

kunjungan ANC bukan sekedar untuk memenuhi kewajiban, melainkan menjadi

sebuah kebutuhan untuk kehamilannya (Rachmawati et al., 2017).

Sikap ibu hamil terhadap layanan pemeriksaan kehamilan

memengaruhi kepatuhannya dalam melakukan kunjungan ANC. Sikap yang

positif atau respon yang baik mencerminkan kepeduliannya terhadap

kesehatan diri dan janinnya sehingga dapat meningkatkan angka kunjunan.

Sedangkan, sikap yang negatif membuat ibu hamil kehilangan motivasinya

untuk melakukan kunjungan (Rachmawati et al., 2017).

5
Faktor pemungkin yang memengaruhi kepatuhan ibu hamil dalam

melakukan kunjungan ANC yaitu ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti, rumah sakit, poliklinik, posyandu,

dokter atau bidan praktik swasta dan faktor penguat yang memengaruhi

kepatuhan ibu hamil dalam melakukan kunjungan ANC yaitu dukungan

keluarga, dukungan yang baik dari keluarga, ibu akan lebih memperhatikan

kesehatan diri dan janinnya, yaitu dengan secara rutin berkunjung ke fasilitas

pelayanan kesehatan untuk melakukan ANC. Dukungan dari keluarga dapat

berupa bantuan, perhatian, penghargaan, atau dalam bentuk kepedulian

terhadap ibu hamil (Rachmawati et al., 2017).

Penelitian yang dilakukan Djonis (2015), menyatakan bahwa ada

hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil dengan pemanfaatan antenatal

care di puskesmas kampung dalam pontianak. Hasil Penelitian ibu hamil

yang mempunyai pengetahuan baik 68,8% (53 orang), mempunyai sikap

mendukung 67,5% (52 orang), yang memanfaatkan pelayanan ANC 74% (57

orang). Terdapat hubungan pengetahuan dan pemanfaatan pelayanan ANC r

= 0,416 dan p = 0,000. Serta diperoleh adanya hubungan sikap

dan pemanfataan pelayanan ANC r = 0,299 dan p = 0,008.

Hasil penelitian Fitrayeni, dkk., (2015), menyatakan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kelengkapan

kunjungan antenatal care (p-value= 0,021). Hasil penelitian ini juga sejalan

dengan penelitian yang dilakuka n oleh Evayanti (2015), menyatakan bahwa

6
ada hubungan dukungan suami dengan kunjungan Antenatal Care pada ibu

hamil di Puskesmas Wates Lampung.

Data dari Dinas Kesehatan Kota Palu angka kematian ibu (AKI) angka

kematian ibu di Puskesmas Tawaeli selama tiga tahun terakhir mengalami

fluktuasi yaitu pada tahun 2015 terdapat 2 (dua) kasus kematian ibu, pada tahun

2016 tidak terdapat angka kematian ibu, dan pada tahun 2017 terdapat 2 kasus

angka kematian ibu (Dinas Kesehatan Kota Palu, 2017).

Komplikasi kehamilan dan persalinan yang mengakibatkan

kematian ibu dapat dicegah dengan antenatal care secara teratur.

Pemanfaatan masyarakat terhadap pelayanan antenatal care di wilayah

kerja puskesmas Tawaeli kota Palu masih rendah.

Data laporan ANC Dinas kesehatan kota palu tahun 2017 didapatkan

data cakupan pelayanan antenatal dari 12 Puskesmas di wilayah kota Palu,

cakupan terendah di Puskesmas Tawaeli yaitu K1 (88,1%) dan K4 (79,7%).

Sedangkan data cakupan pelayanan antenatal tertinggi di Puskesmas

Kamonji yaitu K1 (106,3) dan K4 (101,8). Data pelayanan ANC puskesmas

Tawaeli masih jauh dari standar pelayanan minimal (SPM) Dinas kesehatan

Kota Palu K1 dan K4 sebesar 100%.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merasa tertarik untuk

menggali lebih dalam mengenai perilaku ibu hamil terhadap kunjungan

antenatal care di wilayah kerja Puskesmas Tawaeli Kecamatan Tawaeli Kota

Palu.

7
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimana perilaku ibu hamil terhadap kunjungan antenatal care di

wilayah kerja Puskesmas Tawaeli Kecamatan Tawaeli Kota Palu.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku ibu hamil

terhadap kunjungan antenatal care di wilayah kerja Puskesmas

Tawaeli Kecamatan Tawaeli Kota Palu.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui faktor predisposisi (pengetahuan, sikap,

kepercayaan) ibu hamil terhadap kunjungan antenatal care di

wilayah kerja Puskesmas Tawaeli Kecamatan Tawaeli Kota Palu.

b. Untuk mengetahui faktor pendukung (fasilitas pelayanan antenatal

care) ibu hamil terhadap kunjungan antenatal care di wilayah kerja

Puskesmas Tawaeli Kecamatan Tawaeli Kota Palu.

c. Untuk mengetahui faktor pendorong (Bidan, Dukungan Keluarga)

dalam mendukung ibu hamil terhadap kunjungan antenatal care di

wilayah kerja Puskesmas Tawaeli Kecamatan Tawaeli Kota Palu.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Dapat memberi kontribusi terhadap berkembangnya ilmu

pengetahuan.

8
b. Dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian-penelitian sejenis

untuk tahap selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Deskripsi tentang partisipasi ibu hamil dalam kepatuhan kunjungan

antenatal care di. wilayah kerja Puskesmas Tawaeli Kecamatan

Tawaeli Kota Palu.

b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan

pemikiran dalam upaya mendukung dan mengembangkan

pelayanan antenatal care.

c. Bisa digunakan sebagai masukan dalam memecahkan berbagai

permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan partisipasi

aktif ibu hamil terhadap kepatuhan kunjungan pelayanan

antenatal care.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Antenatal Care

2.1.1 Antenatal care

Antenatal care (ANC) adalah pelayanan kesehatan yang

diberikan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama kehamilannya dan

dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan dalam

Standar Pelayanan Kebidanan/SPK. Tenaga kesehatan yang dimaksud

di atas adalah dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter

umum, bidan dan perawat (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Pelayanan antenatal adalah suatu program yang terdiri

dari: pemeriksaan kesehatan, pengamatan, dan pendidikan

kepada ibu hamil secara terstruktur dan terencana untuk

mendapatkan suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman

dan memuaskan (Marniyati, Saleh, & Soebyakto, 2016).

Antenatal care adalah suatu program yang terencana berupa

observasi, edukasi, dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk

memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman

dan memuaskan (Mufdlilah, 2009).

Antenatal Care (ANC) merupakan pelayanan kesehatan yang

diberikan tenaga profesional (dokter spesialis kebidanan, dokter umum,

bidan, dan perawat) kepada ibu hamil selama masa kehamilan sesuai

dengan standar pelayanan antenatal yang diterapkan dalam

10
Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Kunjungan pelayanan antenatal

sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 (empat) kali selama kehamilan,

dengan ketentuan waktu yakni: 1 kali pada trimester 1, 1 kali pada

trimester 2 dan 2 kali pada trimester 3 (Yusuf & Rasma, 2015). Menurut

Nasriyah (2016), tujuan antenatal care diantaranya yaitu :

1. Untuk memfasilitasi hamil yang sehat dan positif bagi ibu maupun

bayi dengan menegakkan hubungan kepercayaan dengan ibu

2. Memantau kehamilan dengan memastikan ibu dan tumbuh

kembang anak sehat.

3. Mendeteksi komplikasi yang dapat mengancam jiwa selama hamil

(penyakit umum, keguguran, pembedahan).

4. Mempersiapkan kelahiran cukup bulan dengan selamat, ibu dan

bayi dengan trauma minimal.,

5. Mempersiapkan ibu, agar nifas berjalan normal dan dapat

memberikan ASI eksklusif.

6. mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran

bayi agar dapat tumbuh kembang normal membantu ibu

mengambil keputusan klinik.

Tujuan antenatal yaitu untuk menjaga agar ibu sehat selama

masa kehamilan, persalinan dan nifas serta mengusahakan bayi yang

dilahirkan sehat, memantau adanya resiko-resiko kehamilan dan

merencanakan pelaksanaan yang optimal terhadap kehamilan resiko

11
tinggi serta menurunkan morbilitas dan morbiditas ibu dan janin

perinatal (Mufdlilah, 2009).

Tujuan dari perawatan antenatal adalah untuk memantau dan

meningkatkan kesejahteraan ibu dan janin. Organisasi Kesehatan

World Healt Organization merekomendasikan strategi risiko

berorientasi yang meliputi perawatan rutin untuk semua wanita,

perawatan tambahan untuk wanita dengan penyakit cukup parah

dan komplikasi, khusus perawatan obstetri dan neonatal untuk

wanita dengan penyakit parah dan komplikasi (Yeoh, Hornetz, &

Dahlui, 2016).

Pelayanan antenatal berkaitan dengan perawatan yang memadai

agar efektif. Pengukuran untuk kecukupan pemeriksaan kehamilan

sering berlaku indeks yang menilai inisiasi perawatan dan jumlah

kunjungan. Selain itu, kecukupan konten perawatan juga harus dikaji.

Hasil penelitian dalam pengaturan dikembangkan menunjukkan

bahwa wanita tanpa faktor risiko menggunakan layanan antenatal

lebih sering dari yang direkomendasikan. Lebih pemanfaatan tersebut

bermasalah untuk pengaturan rendah sumber daya. Selain itu, studi

menunjukkan bahwa sebagian besar wanita berisiko tinggi memiliki

pemanfaatan atau konten perawatan di bawah standar yang

direkomendasikan (Yeoh et al., 2016).

12
2.1.2 Standar pelaksaan antenatal care

Kunjungan antenatal minimal dilakukan 4 kali selama

kehamilan. Satu kali dalam trimester pertama (sebelum 14 minggu),

satu kali dalam trimester kedua (antara minggu 14–28 minggu), dan

dua kali dalam trimester ketiga (antara minggu 28–36 dan setelah

minggu ke 36), dan pemeriksaan khusus bila terdapat keluhan

tertentu (Mansur & Sumiatun, 2015).

Berdasarkan pedoman ANC terpadu kemenkes (2010), dalam

melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus

memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar terdiri dari:

1. Timbang berat badan

Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan

antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan

pertumbuhan janin. Penambahan berat badan yang kurang dari 9

kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap

bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin.

2. Ukur lingkar lengan atas (LiLA).

Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama

untuk skrining ibu hamil berisiko kurang energi kronis (KEK).

Kurang energi kronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami

kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa bulan/tahun)

dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK akan

dapat melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).

13
3. Ukur tekanan darah.

Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan

antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan

darah e” 140/90 mmHg) pada kehamilan dan preeklampsia

(hipertensi disertai edema wajah dan atau tungkai bawah; dan atau

proteinuria)

4. Ukur tinggi fundus uteri

Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan

antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai

atau tidak dengan umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai

dengan umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan

janin. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur setelah

kehamilan 24 minggu.

5. Hitung denyut jantung janin (DJJ)

Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan

selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang

dari 120/menit atau DJJ cepat lebih dari 160/menit menunjukkan

adanya gawat janin.

6. Tentukan presentasi janin

Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester

II dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini

dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III

bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk

14
ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau

ada masalah lain.

7. Beri imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil

harus mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil

diskrining status imunisasi TT-nya. Pemberian imunisasi TT pada

ibu hamil, disesuai dengan status imunisasi ibu saat ini.

8. Beri tablet tambah darah (tablet besi)

Mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus

mendapat tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan

diberikan sejak kontak pertama.

9. Periksa laboratorium (rutin dan khusus)

Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal meliputi:

a. Pemeriksaan golongan darah

Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya

untuk mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga

untukmempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-waktu

diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.

b. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)

Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan

minimal sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester

ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil

tersebut menderita anemia atau tidak selama

15
kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi

proses tumbuh kembang janin dalam kandungan.

c. Pemeriksaan protein dalam urin

Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil

dilakukan pada trimester kedua dan ketiga atas indikasi.

Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya

proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu

indikator terjadinya preeklampsia pada ibu hamil.

d. Pemeriksaan kadar gula darah.

Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes Melitus

harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama

kehamilannya minimal sekali pada trimester pertama, sekali

pada trimester kedua, dan sekali pada trimester ketiga

(terutama pada akhir trimester ketiga).

e. Pemeriksaan darah Malaria

Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan

pemeriksaan darah Malaria dalam rangka skrining pada

kontak pertama. Ibu hamil di daerah non endemis Malaria

dilakukan pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi.

f. Pemeriksaan tes Sifilis

Pemeriksaan tes Sifilis dilakukan di daerah dengan

risiko tinggi dan ibu hamil yang diduga Sifilis. Pemeriksaaan

Sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada kehamilan.

16
g. Pemeriksaan HIV

Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko

tinggi kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV.

Ibu hamil setelah menjalani konseling kemudian diberi

kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk

menjalani tes HIV.

h. Pemeriksaan BTA

Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang

dicurigai menderita Tuberkulosis sebagai pencegahan agar

infeksi Tuberkulosis tidak mempengaruhi kesehatan janin.

Selain pemeriksaaan tersebut diatas, apabila diperlukan dapat

dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas rujukan.

10. Tatalaksana/penanganan Kasus

Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil

pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada

ibu hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan

tenaga kesehatan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk

sesuai dengan sistem rujukan.

Menurut Marniyati et al. (2016), Pelayanan antenatal dinilai

berkualitas apabila pelayanan antenatal tersebut telah memenuhi

standar yang telah ditetapkan pemerintah 10 T yaitu :

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

2. Ukur tekanan darah

17
3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas/ LiLa)

4. Ukur tinggi fundus uteri

5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

6. Skrining status imunisasi tetanus

7. Pemberian imunisasi tetanus bila diperlukan

8. Pemberian tablet tambah darah,

9. Pemeriksaan laboratorium sederhana (rutin/khusus),

10.Tatalaksana/penanganan kasus, temu wicara/ konseling)

2.1.3 Jenis Pelayanan Antenatal Care

Menurut pedoman ANC terpadu Kemenkes (2010), Pelayanan

antenatal terpadu diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten

yaitu dokter, bidan dan perawat terlatih, sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

Pelayanan antenatal terpadu terdiri dari :

a. Anamnesa

Pada memberikan pelayanan antenatal terpadu, ada beberapa

hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan anamnesa, yaitu:

1. Menanyakan keluhan atau masalah yang dirasakan oleh ibu

saat ini.

2. Menanyakan tanda-tanda penting yang terkait dengan masalah

kehamilan dan penyakit yang kemungkinan diderita ibu hamil :

a) Muntah berlebihan

18
Rasa mual dan muntah bisa muncul pada kehamilan

muda terutama pada pagi hari namun kondisi ini biasanya

hilang setelah kehamilan berumur 3 bulan. Keadaan ini tidak

perlu dikhawatirkan, kecuali kalau memang cukup berat,

hingga tidak dapat makan dan berat badan menurun terus.

b) Pusing

Pusing biasa muncul pada kehamilan muda. Apabila

pusing sampai mengganggu aktivitas sehari-hari maka

perlu diwaspadai.

c) Sakit kepala

Sakit kepala yang hebat yang timbul pada ibu hamil

mungkin dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin.

d) Pendarahan

Perdarahan waktu hamil, walaupun hanya sedikit sudah

merupakan tanda bahaya sehingga ibu hamil harus waspada.

e) Sakit perut

Nyeri perut yang hebat dapat membahayakan kesehatan

ibu f) Demam

Demam tinggi lebih dari 2 hari atau keluarnya cairan

berlebihan dari liang rahim dan kadang-kadang berbau

merupakan salah satu tanda bahaya pada kehamilan.

19
g) Batuk lama

Batuk lama Lebih dari 2 minggu, perlu ada

pemeriksaan lanjut.

3. Menanyakan status kunjungan (baru atau lama), riwayat

kehamilan yang sekarang, riwayat kehamilan dan persalinan

sebelumnya dan riwayat penyakit yang diderita ibu.

b. Pemeriksaan

Pemeriksaan dalam pelayanan antenatal terpadu, meliputi

berbagai jenis pemeriksaan termasuk menilai keadaan umum (fisik)

dan psikologis (kejiwaan) ibu hamil.

No Jenis Pemeriksaan Trimester Trimester II Trimester Ket


I III

1 Keadaan umum    Rutin

2 Suhu tubuh    Rutin

3 Tekanan darah    Rutin

4 Berat Bada    Rutin

5 LILA    Rutin

6 TFU   Rutin

7 Presentase Janin   Rutin

8 DJJ   Rutin

9 Pemeriksaan Hb    Rutin

10 Golongan Darah    Rutin

20
11 Protein Urin * * * Atas
Indikasi

12 Gula darah/reduksi * * * Atas


Indikasi

13 Darah malaria * * * Atas


Indikasi

14 BTA * * * Atas
Indikasi

15 Darah sifilis * * * Atas


Indikasi

16 Serologi HIV * * * Atas


Indikasi

17 USG * * * Atas
Indikasi

Pemeriksaan laboratorium/penunjang dikerjakan sesuai

tabel di atas. Apabila di fasilitas tidak tersedia, maka tenaga

kesehatan harus merujuk ibu hamil ke fasilitas pelayanan

kesehatan yang lebih tinggi.

c. Penanganan dan tindak lanjut kasus

Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan laboratorium/ penunjang lainnya, dokter menegakkan

diagnosa kerja atau diagnosa banding, sedangkan bidan/perawat

dapat mengenali keadaan normal dan keadaan bermasalah/tidak

normal pada ibu hamil.

Pada setiap kunjungan antenatal, semua pelayanan yang


meliputi anamnesa, pemeriksaan dan penanganan yang diberikan
21
serta rencana tindak-lanjutnya harus diinformasikan kepada ibu

hamil dan suaminya. Jelaskan tanda-tanda bahaya dimana ibu

hamil harus segera datang untuk mendapat pertolongan dari tenaga

kesehatan.

Apabila ditemukan kelainan atau keadaan tidak normal pada

kunjungan antenatal, informasikan rencana tindak lanjut termasuk

perlunya rujukan untuk penanganan kasus, pemeriksaan

laboratorium/penunjang, USG, konsultasi atau perawatan, dan juga

jadwal kontrol berikutnya, apabila diharuskan datang lebih cepat.

Ibu hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga adalah

ibu hamil yang mengalami segala bentuk tindak kekerasan yang

berakibat, atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual,

mental atau penderitaan; termasuk ancaman dari tindakan tersebut,

pemaksaan atau perampasan semena-mena kebebasan, baik yang

terjadi di lingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi.

d. Pencatatan hasil pemeriksaan antenatal care terpadu

Pencatatan hasil pemeriksaan merupakan bagian dari standar

pelayanan antenatal terpadu yang berkualitas. Setiap kali

pemeriksaan, tenaga kesehatan wajib mencatat hasilnya pada rekam

medis, Kartu Ibu dan Buku KIA.

Pada saat ini pencatatan hasil pemeriksaan antenatal masih

sangat lemah, sehingga data-datanya tidak dapat dianalisa untuk

peningkatan kualitas pelayanan antenatal. Dengan menerapkan

22
pencatatan sebagai bagian dari standar pelayanan, maka kualitas

pelayanan antenatal dapat ditingkatkan.

e. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang efektif.

KIE yang efektif termasuk konseling merupakan bagian dari

pelayanan antenatal terpadu yang diberikan sejak kontak pertama

untuk membantu ibu hamil dalam mengatasi masalahnya.

2.1.4 Kunjung an Antenatal Care

Kunjungan ibu hamil adalah kontak antar ibu hamil dan

petugas kesehatan yang memberi pelayanan antenatal untuk

mendapatkan pemeriksaan kehamilan. Istilah kunjungan tidak

mengandung arti bahwa selalu ibu hamil yang datang kefasilitas

pelayanan tetapi dapat juga sebaliknya yaitu ibu hamil yang

dikunjungi petugas kesehatan dirumah (Sulistiyanti, dkk, 2015).

Menurut suharti (2012), Kunjungan Perawatan digunakan 4

indikator, yaitu :

1. Kunjungan baru ibu hamil (K1),

Kunjungan baru ibu hamil adalah kontak ibu hamil yang

pertama kali dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan

pemeriksaan kehamilan. K1 di pakai sebagai indikator aksesabilitas

(jangkauan) pelayanan.

2. Kunjungan Antenatal ke empat (K4).

Kunjungan ibu hamil keempat adalah kontak ibu hamil yang

keempat atau lebih dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan

23
pemeriksaan kehamilan, dengan distribusi kontak sebagai berikut:

minimal 1 kali pada trimester I, minimal 1 kali pada trimester II,

dan 2 kali pada trimester III atau tidak ada kunjungan pada

trimester I, 2 kali pada trimester II, 2 kali pada trimester III.

Menurut Kaslam (2015), Adapun kunjungan kehamilan itu adalah

1. K1 (Kunjungan Pertama)

Adalah kunjungan atau kontak pertama dengan petugas

kesehatan pada trimester pertama selama kehamilan, yang dimaksut

untuk diagnosis kehamilan adalah :

f. Anamnesis lengkap termaksut mengenai riwayat obstetrik dan

ginekologi terdahulu.

g. Pemeriksaan fisik : Tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu,

bunyi jantung, edema dan lain-lain.

h. Pemeriksaan obstetrik : usia kehamilan, besar uterus,

bunyi jantung janin dan pengukuran panggul luar.

i. Pemeriksaan laboratorium : uteri lengkap dan darah (Hb.

Leukosit dan gula darah).

j. Pemeriksaan status gizi : dilihat dari keseimbangan antara berat

badan dan tinggi badan atau lingkaran lengan atas (LILA)

2. K2 (Kunjungan kedua)

Adalah kunjungan / kontak kedua ibu hamil dengan petugas

kesehatan pada trimester kedua selama kehamilan. Penilaian

24
terutama menilai resiko kehamilan dan kelainan/cacat bawaan.

Kegiatannya adalah :

a. Anamnesis : keluhan dan perkembangan yang dirasakan oleh

ibu.

b. Pemeriksaan fisik dan obstetrik

c. Pemeriksaan dengan UGD : besar dan usia kehamilan,

aktivitas janin, kelainan atau cacat bawaan, cairan ketuban

dan letak plasenta.

d. Penilaian resiko kehamilan.

e. Pemeriksaan imunisasi TT-1 dan pemberian tablet penambah

darah (Fe).

3. K3 (Kunjungan Ketiga)

Adalah kunjungan/kontak ketiga ibu hamil dengan

petugas kesehatan pada trimester ketiga selama kehamilan.

Pemeriksaan terutama menilai resiko kehamilan, juga untuk

menilai aktivitas janin dan pertumbuhan janin secara klinis.

Kegiatannya adalah : a. Anamnesis : keluhan dan gerakan janin

b. Pemeriksaan fisik dan obstetric (pemriksaan panggul dan

khusus pada kehamilan pertama).

c. Pemeriksaan resiko kehamilan

d. Pemberian TT-2 dan pemberian tablet penambah darah (Fe).

25
4. K4 (Kunjungan Keempat)

Adalah kunjungan/kontak keempat ibu hamil dengan petugas

kesehatan pada trimester ketiga selama masa kehamilan.

Pemriksaan terutama ditujukan kepada penilaian kesejahteraan

janin dan fungsi plasenta serta persiapan persalinan. Kegiatannya

adalah :

a. Anamnesis : keluhan, gerakan janin dan lain-lain.

b. Pengamatan gerakan janin.

c. Pemeriksaan fisik dan obstetric.

d. USG ulang.

2.1.5 Manfaat Antenatal Care Bagi Ibu Hamil

antenatal care merupakan perawatan atau asuhan yang

diberikankan yang diberikan kepada ibu hamil sebelum kelahiran,

yang berguna untuk memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi

ibu hamil maupun bayinya dengan alan menegakan hubungan

kepercayaan dengan ibu, mendeteksi komplikasi yang dapat

mengancam jiwa mempersiapkan kelahiran dan memberikan

pendidikan kesehatan (Mufdlilah, 2009).

Asuhan antenatal cere penting untuk menjamin proses alami

kelahiran berjalan normal dan sehat, baik kepada ibu maupun bayi

yang akan dilahirkan. Antenatal care adalah asuhan yang ditujukan

kepada ibu hamil, yang bukan saja bila ibu sakit atau memerlukan

asuhan, tetapi juga pengawasan dan penjagaan wanita hamil, agar

26
tidak terjadi kelainan sehingga mendapatkan ibu dan anak yang

sehat. Tujuan dari asuhan antenatal care adalah untuk memantau

kemajuan kehamilan dan memastikan kesehatan ibu serta tumbuh

kembang bayi, juga untuk meningkatkan dan mempertahankan

kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu (Mufdlilah, 2009).

2.1.6 Rekomendasi Sehubungan Dengan Efektifitas Pelayanan

Antenatal Care.

Di negara berkembang, memperkenalkan kemungkinan

ketidak puasan antara para ibu sehubungan dengan waktu, jarak

dan kunjungan antenatal. Kunjungan yang lebih sedikit atau tanpa

komponen yang berorientasi pada tujuan yang bisa dilakuakan

tanpa memberi resiko pada ibu atau anak. Penurunan proporsi

yang secara klinis relevan dalam angka rata-rata kunjungan

pelayanan antenatal hasil tidak pengaruh terhadap ibu dan bayi

baru lahir (Mufdlilah, 2009).

Dalam kurung waktu satu dekade, efektifitas pelayanan

antenatal dipertannyakan. Hasil percobaan secara konsistensi

menunjukan perlu adanya strategi baru untuk asuhan antenatal.

Namun demikian, hingga saat ini belum ada standar yang sudah

diterima secara internasional untuk jumlah kunjungan pelayanan

antenatal dan apa yang dilakukan dalam kunjungan tersebut

(Mufdlilah, 2009).

27
Yang tidak direkomendasikan melakukan banyak kunjungan

runtin antara lain membebani sistem kesehatan, 71% ibu yang

mengalami persalinan macet tidak bisa diprediksikan. 90% ibu

diidentifikasi sebagai yang beresiko tidak perna mengalami

komplikasi. Penilaian dan pemeriksaan secara rutin dan ritual

(tinggi badan, aedema pergelangan kaki, posisi janin sebelum 36

minggu) (Mufdlilah, 2009).

2.2 Perilaku

Menurut teori Laurence Green dalam(Notoatmodjo (2012),

mengemukakan bahwa perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan

seseorang atau masyarakat di pengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor

perilaku (behavior causes) dan faktor luar perilaku (non-behavior cause).

Selanjutnya perilaku itu sendiri di tentukan atau terbentuk dari tiga faktor.

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya

2. Faktor- faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersediannya fasilitas-fasilitas atau

sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat

kontrasepsi, jamban dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap

dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

28
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang

kesehatan di tentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan

sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu,

ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap

kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku

(Notoatmodjo, 2012).

2.3 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku

Bentuk perubahan perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan

konsep yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap

perilaku. Di bawah ini di uraikan bentuk – bentuk perubahan perilaku

menurut WHO. Menurut WHO, perubahan perilaku itu dikelompokkan

menjadi tiga (Notoatmodjo, 2012) :

1. Perubahan Alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan

karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu

perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka

anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami perubahan.

2. Perubahan Terencana (Planned Change)


Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan
sendiri oleh subjek.
3. Kesediaan untuk berubah (Readiness to Change)
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan
di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang
sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah
perilakunya), dan sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima

29
inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang
mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to change) yang berbeda-
beda.
2.4 Strategi Perubahan Perilaku

Menurut Notoadmodjo (2012), di dalam program-program kesehatan,

agar diperoleh perubahan perilaku yang sesuai dengan norma-norma

kesehatan, sangat diperlukan usaha-usaha konkret dan positif. Beberapa

strategi untuk memperoleh perubahan perilaku tersebut oleh WHO

dikelompokan menjadi tiga yaitu :

1. Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan

Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau

masyarakat sehingga ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang

diharapkan. Cara ini dapat ditempuh misalnya dengan adanya peraturan/

perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat.

2. Pemberian informasi

Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara

mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara mengindari

penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat

tentang hal tersebut

3. Diskusi Partisipasi

Cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua yang dalam

memberikan informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja, tetapi

dua arah. Hal ini berarti masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi,

30
tetapi juga harus aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang

informasi yang diterimanya

2.5 Domain perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus

atau rangsangan dari luar organism (orang), namun dalam memberikan

respons sangat tergantung pada karakteristik atau Faktor-faktor lain dari

orang yan bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi

beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. faktor-faktor yang

membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan

perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni

(Notoatmodjo, 2012)

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang

bersangkutan, yang bersifat giver atau bawaan, misalnya : tingkat

kecerdasan, tingkat emosioal, jenis kelamin dan sebagainya

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik

social, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor linkungan ini

sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang

Dan uraian di atas dapat di rumuskan bahwa perilaku adalah

merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan

hasil bersama atau resultant antara berbagai faktor, baik faktor internal

maupun external, dan mempunyai bentangan yang sangat luas.

Menurut benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2012).

Seseorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu kedalam

31
tiga domain, sesuai dengan tujuan pendidikan. Bloom menyebutkan ranah

atau kawasan yakni : a) kognitif (cognitive), b) efektif (affective), c)

psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangan, teori Bloom ini

dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni :

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang

melakukan pengindaran terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior)

Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai

enam tingkatan :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang lelah di

pelajari sebelumnya.Termasuk kedalam pengetahuan dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang diterima.Oleh sebab itu, tahu ini

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

32
dapat menyebutkan, menguraikan, mendefiniskan, menyatakan,

dan sebagiannya. Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda

kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

mengintepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terdapat objek yang di pelajari.misalnya dapat menjelaskan mengapa

harus makan-makanan yang bergizi.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan

hukum-hukum, rumus statistik dalam perhitungan- perhitungan hasil

penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan

masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan masalah kesehatan

dari kasus yang diberikan

d. Analisis (Analysis)

Analisi adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

33
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata

kerja, seperti dapat menggambarkan (Membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi

yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat

meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu

teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penilaian-

penilain itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat

membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang

kekurangan gizi, dapat menangapi terjadinya diare di suatu tempat ,

dapat menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut KB

dan sebagainya (Notoadmodjo, 2012).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur

dari subjek penelitian atau responden. Kedalamanan pengetahuan yang

34
ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-

tingkatan di atas.

2. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari

seseorang seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Beberapa batasan

lain tentang sikap ini dapat dikutipkan sebagai berikut (Notoadmodjo,

2012).

Batasan-batasan di atas dapat di simpulkan bahwa manifestasi sikap

itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih

dahulu dari perilaku yang tertutup.Sikap secara nyata menunjukan

konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam

kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap

stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi

terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan

reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari

merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus

social.Newcomb, salah seorang psikolog social menyatakan bahwa sikap

itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu

tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu

perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan

reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka.Sikap merupakan reaksi

terbuka atau tingkah laku yng terbuka.Sikap merupakan kesiapan untuk

35
bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan

terhadap objek.

3. Praktik atau Tindakan (Practice)

Suatu sikap tertentu belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan

(overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,

antara lain adalah fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi harus

mendapat konfirmasi dari suaminnya, dan ada fasilitas imunisasi yang

mudah di capai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya.Di samping

faktor fasilitas, juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak

lain, misalnya dari suami atau istri, orang tua atau mertua, dan lain-

lain.Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan. a. Respons Terpimpin

(guide response)

Dapat dilakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan

sesuai dengan contoh merupakan indicator praktik tingkat pertama.

Misalnya, seseorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai cara

mencuci dan memotong-motongnya, lamanya memasak, menutup

pancinya, dan sebagainya

b. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar

secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia

sudah mencapai praktik tingkat kedua. Misalnya seseorang ibu yang

36
sudah menimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa

menunggu perintah atau ajakan orang lain.

c. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik.Artinya, tindakan itu sudah modifikasikanya

tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.Misalnya, ibu dapat

memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-

bahan yang murah dan sederhana.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni

dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan

beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat

dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau

kegiatan responden.Pengukuran praktik (over behavior) juga dapat

diukur dari hasil perilaku tersebut.Misalnya perilaku higieni perorangan

(personal hygiene) dapat diukur dari keberhasilan kulit, kuku rambut

dan sebagainya.

37
2.7 Kerangka Teori

Antenatal Care (ANC)


Faktor Predisposisi
K1 (Kunjungan
1. Pengetahuan Pertama)
2. Sikap 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan
1. Kepercayaan 3. Penanganan dan
2. Keyakian tindak lanjut kasus
3. Nilai-nilai 4. Komunikasi,
Kepercayaan informasi dan
edukasi (KIE)
yang efektif
Faktor Pendukung
Perilaku ibu hamil
1. Lingkungan terhadap K2 (Kunjungan kedua)
kunjungan ANC 1. KepercayaanAnamnesa
2. Sarana dan prasarana 2. Pemeriksaan
3. Penanganan dan
tindak lanjut kasus
Faktor Pendorong 4. Komunikasi,
Kepercayaan informasi dan
edukasi (KIE)
1. Petugas Kesehatan
yang efektif

K3 (Kunjungan ketiga)
2. Tokoh Agama  Kepercayaan
(TOGA)/ Tokoh 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan
Masyarakat (TOMA)
3. Penanganan dan
tindak lanjut kasus
4. Komunikasi,
informasi dan
Keterangan : edukasi (KIE) yang
efektif
= Variabel yang Diteliti

= Variabel yang Tidak Diteliti


 Kepercayaan
K4 (Kunjungan
Keempat)
Gambar 2.1 Teori Laurence Green dalam Notoatmodjo (2012) 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan
Kementerian Kesehatan Direktur Jenderal Kesehatan 3. Penanganan dan
tindak lanjut kasus
4. Komunikasi,
Masyarakat. (2010).
informasi dan
edukasi (KIE) yang
.
efektif

44
 Kepercayaan
BAB III

DEFINISI KONSEP

3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti

Tingginya angka kematian ibu dan bayi menyebabkan indonesia

menjadi salah satu negara di ASEN penyumbang terbesar angka kematian ibu

dan bayi. Oleh karena itu dalam rangka upaya peningkatan kesehatan ibu dan

bayi sehingga dapat meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas

maka dilakukannya program pelayanan antenatal care yang berkualitas.

Maka perlu dilakukannya peningkatan pelayanan antenatal care

sehingga dapat melakukan pencegahan kematian ibu dan bayi. Manfaat lain

yang dapat diperoleh ibu dari pelayanan antenal care yaitu agar seorang ibu

mengetahui informasi seputar kehamilan seperti memantau kemajuan

kehamilan, memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi,

meningkatkan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu, mengenal secara dini

adanya ketidaknormalan, komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil,

mempersiapkan kehamilan cukup bulan, melahirkan dengan selamat,

mempersiapkan ibu agar nifas berjalan normal dan pemberian asi eksklusi.

Oleh karena itu untuk mengetahui perilaku ibu hamil dalam melakukan

pelayanan antenatal care sehingga dapat meningkatkan kesehatan ibu dan

bayi. Maka perilaku yang diteliti di dalam penelitian ini adalah faktor

predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Hal ini berdasarkan

teori perilaku oleh Laurence Green. Terhadap responden Analisis perilaku ibu

45
hamil dalam kepatuhan kunjungan antenatal care di wilayah kerja

Puskesmas Talise Kecamatan Mantikulore.


3.2 Pola pikir

Penelitian ini, peneliti menggunakan teori Lawrence Green bahwa

Perilaku itu sendiri di tentukan dari tiga faktor yaitu :

1. Faktorpredisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap kepercayaan, nilai-nilai, keyakinan.

2. Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan

fisik, tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-prasarana kesehatan.

3. Faktor pendorong (Reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan penelitian.

Penelitian ingin menggunakan faktor predisposisi (Predisposing

factors), faktor pendukung (enabling factors), dan faktor pendorong

(Reinforcing factors) dalam penelitian yang akan dilakukan dilapangan.

Pola pikir disajikan pada gambar berikut:

46
Faktor Predisposisi
1. Pengetahuan
2. Sikap

Faktor Pendukung
1. Fasilitas Pelayanan
antenatal care Perilaku ibu hamil terhadap
kunjungan
antenatal care

Faktor Pendorong
1. Keluarga
2. Bidan

Gambar 3.1 Bagan Pola Pikir / Penelitih

3.3 Definisi Konsep

1. Faktor Predisposisi penelitian ingin melihat pengetahuan dan sikap

ibu hamil terhadap kunjungan antenatal care :

a. Pengetahuan adalah hasil tahu dimana hal ini akan terjadi setelah seseorang

melakukan interaksi atau penginderaan terhadap suatu objek. Faktor yang

dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah pendidikan, minat,

pengalaman dan usia. Pengetahuan yang tercakup dalam penelitian ini

adalah pada tingkatan tahu dan memahami. Pengetahuan yang dimaksud

dalam penelitian ini yaitu yang tercakup dalam penelitian ini adalah pada

tingkatan tahu dan memahami. Dalam

47
hal ini yaitu pengetahuan pengetahuan ibu hamil mengenai perawatan

antenatal care dan dampak akibat kepatuhan kunjungan antenatal

care

b. Sikap adalah respon tertutup yang bersumber dari pengetahuan

seseorang. Sikap dipengaruhi oleh faktor seperti kepercayaan,

kehidupan emosional atau penilaian seseorang terhadap suatu objek,

dan kecenderungan untuk bertindak. Sikap yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah sikap ibu hamil menerima dan merespons

terhadap pelayanan antenatal care.

2. Faktor Pendukung adalah fasilitas pelayanan antenatal care sebagai

penunjang ibu dalam melakukan pelayanan antenatal care di

Puskesmas Tawaeli Kecamatan Tawaeli.

3. Faktor Pendorong yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu perilaku

keluarga dalam mendukung program pelayanan antenatal care dengan

adanya upaya intervensi ikut melaksanakan pelayanan antenatal care.

48
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan Fenomenologi,

metode kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah,

(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai

instrument kunci, Teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi

(gabungan), dianalisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian

kaulitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2015).

4.2 Lokasi dan waktu pelaksanaan

4.2.1 Lokasi

Penelitian akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas

Tawaeli Kecamatan Tawaeli Kota Palu.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret 2018

sampai dengan selesai.

4.3 Informan

4.3.1 Teknik Penentuan Informan

Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik

sampling yaitu purposive sampling. Purposive Sampling adalah teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu

ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang

49
apa yang akan kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa

sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial

yang diteliti (Sugiyono, 2016).

Penelitian ini menggunakan teknik sampling yaitu

sampling purposive dengan pertimbangan antara lain :

1. Ibu hamil trimester III

2. Ibu hamil yang berada di area kerja Puskesmas Tawaeli

3. Bersedia menjadi informan.

4.3.2 Jenis Informan

Adapun jenis informan yang digunakan dalam penelitian

ini menurut Sugiyono (2015) yaitu:

1. Informan kunci, yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki

informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Pada penelitian

ini yang menjadi informan kunci yaitu bidan.

2. Informan biasa, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam

interaksi sosial yang diteliti. Dalam hal ini yang menjadi

informan biasa yaitu ibu hamil.

3. Informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan

informasi tambahan yang dapat menunjang hasil penelitian.

Dalam hal ini yang menjadi informan tambahan yaitu keluarga.

50
4.4 Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data

4.4.1 Pengumpulan Data

4.4.1.1 Data Primer

Diperoleh melalui observasi lapangan, wawancara

mendalam (Indepth Interview) dengan menggunakan pedoman

wawancara (Interview Guide) yang memuat pokok–pokok

yang akan ditanyakan untuk memperoleh keterangan secara

lisan antara peneliti dengan informan.

4.4.1.2 Data Sekunder

Diperoleh dari berbagai sumber seperti Data berbagai

jurnai kesehatan berfokus pada pelayanan antenatal care,

Dinas Kesehatan Kota, dan informasi lain yang berkaitan

dengan penelitian ini.

4.4.2 Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan proses mereduksi, merangkum,

mengambil intisari dari segudang data yang telah dikumpulan,

sehingga menjadi bermakna dan lebih ringkas (Saryono, 2013).

4.4.3 Penyajian Data

Penyajian data merupakan pernyataan berupa gambar, dokumen,

diagram, denah, model atau metafora. Bentuk penyajian data dalam

penelitian kualitatif tidak terdapa batasan baku, sebagaimana

karakteristik penelitan kualitatif juga sangat dipengaruhi oleh

kemampuan peneliti dalam merangkai kata-kata (Saryono, 2013).

51
4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Sugiyono, 2016). Adapun instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu peneliti sendiri sebagai instrumen utama dan

dilengkapi dengan alat tulis, alat perekam, kamera, pedoman wawancara

dan catatan lapangan.

4.6 Keabsahan data (Trustworthiness)

Menggunakan triagulasi teknik, peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data yang berbeda untuk mendapatkan data dari sumber sumber

yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara

mendalam dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak

(Sugiyono, 2016).

Triangulasi sumber adalah menguji kredibilitas data yang dilakukan

dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

Triangulasi sumber akan dilakukan pada informan kunci, informan biasa dan

informasi tambahan (Saryono, 2013).

52
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Saryono Mekar, D. anggaeni, 2013. Metodologi penelitan kualitatif dan


kuantitatif dalam bidang kesehatan.

Djonis. 2015. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Dengan Pemanfaatan
Antenatal Care Di Puskesmas Kampung Dalam Pontianak. Volume I
Nomor 1. Poltekkes. Pontianak.

Ermaya Nery, dkk. 2015. Pengaruh Motivasi Dan Persepsi Pelayanan Terhadap
Keteraturan Antenatal Care Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ngemplak
Simongan Kota Semarang Pada Tri Wulan I Tahun 2015. Volume 3.
Nomor 3. Universitas Diponegoro.

Evayanti Yulistiana. 2015. Hubungan Pengetahuan Ibu Dan Dukungan Suami


Pada Ibu Hamil Terhadap Keteraturan Kunjungan Antenatal Care (Anc)
Di Puskesmas Wates Lampung Tengah. Volume 1, Nomor 2. Universitas
Malahayati B. Lampung.

Fitrayeni, dkk. 2015. Penyebab Rendahnya Kelengkapan Kunjungan Antenatal


Care Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Pegambiran. Vol. 10. No. 1.
Universitas Andalas. Padang.

Hardiani Ratna Sari, dkk. 2012. Motivasi Dan Kepatuhan Kunjungan Antenatal
Care (Anc) Pada Ibu Hamil Trimester Iii. Volume 3. Nomor 2. Universitas
Jember.

Ira, dkk. 2015. Pemanfaatan Antenatal Care (Anc) Oleh Ibu Hamil Pada
Masyarakat Desa Mokupa Kecamatan Lambandia Kabupaten Kolaka Timur
Tahun 2015. Vol. 4 No1. Universitas Halu Oleo. Sulawesi Selatan.

Kaparang Mercy Joice, dkk. 2015. Mutu Pelayanan Asuhan Antenatal Care oleh
Bidan Pasca Pelatihan ANC Terpadu di Propinsi Sulawesi Tengah. Volume
03 No. 02. Universitas Diponegoro. Semarang.

Kaslam Pancho. 2015. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu. Jakarta.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Marniyati Lisa, dkk. 2016. Pelayanan Antenatal Berkualitas dalam


Meningkatkan Deteksi Risiko Tinggi pada Ibu Hamil oleh Tenaga
Kesehatan di Puskesmas Sako, Sosial, Sei Baung dan Sei Selincah di Kota
Palembang. Volume 3. Nomor 1. Universitas Sriwijaya, Palembang.

Mufdlilah. 2009. ANC Fokus Antenatal care focused. Yogyakarta ; Penerbit Nuha
Mediak

53
Mansur Herawati, dkk. 2015. Kepemilikan Buku Kia Dan Keteraturan
Antenatal Care. Volume 4. Nomor 1. Poltekkes Kemenkes Malang.

Nasriyah. 2016. Faktor Dukungan Suami Dengan Keberhasilan Kunjungan


Antenatal Care Berdasarkan Frekuensi Antenatal Care Di
Kabupaten Kudus. ISSN 2407-9189. Stikes Muhammadiyah Kudus.

Notoatmodjo soekidjo, 2012. Buku Promosi Kesehatan dan Ilmu


Perilaku Kesehatan. Jakarta ; Penerbit Rineka Cipta.

Pedoman Pelayanan Antenatal Care Terpadu. Kementerian Kesehatan Direktur


Jenderal Kesehatan Masyarakat.

Rachmawati Indah Ayu, dkk. 2017. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kunjungan


Antenatal Care (ANC) Ibu Hamil. Volume 7. Nomor 1. Universitas
Lampung. Lampung.

Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan


Kementerian Kesehatan Ri Tahun 2013

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan


Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung ; Penerbit Alfabeta.

Sugiyono, 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung :


Alfabeta.

Sulistiyanti Anik, dkk. 2015. Kajian Pelaksanaan Pelayanan Antenatal Care Oleh
Bidan Di Wilayah Kerja Puskesmas Masaran Sragen. Volume 5. Nomor 2.
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan.

Suharti. 2012. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Antenatal Care (Anc)
Dengan Motivasi Ibu Hamil Dalam Melakukan Kunjungan Antenatal
Care (Anc). Volume 5. Nomor 2. Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Tsegay yalem, dkk. 2013. Determinants of antenatal and delivery care utilization
in Tigray region, Ethiopia a cross-sectional study. Mekelle University.

Yeoh Ling Ping, dkk. 2016. Antenatal Care Utilisation and Content between Low-
Risk and High-Risk Pregnant Women. University of Malaya, Kuala Lumpur,
Malaysia.

54
WHO.(2013). Media Center (Maternal Mortality).
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs348/en/. (Sitasi pada tanggal 27
Oktober 2015).

WHO, UNICEF, UNFPA, The World Bank, and the United Nations Population
Division. (2015). Trends in Maternal Mortality: 1990 to 2015. Geneva,
World Health Organization : 2015.

World Health Organization (WHO), 2014. Maternal Mortality.


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs348/en/.

55

Anda mungkin juga menyukai