Anda di halaman 1dari 4

1.

Etiologi PPP
Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan postpartum yang terjadi dalam
24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah
atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.
Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan postpartum yang terjadi
setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh
infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.
Faktor risiko PPP dapat ada saat sebelum kehamilan, saat kehamilan, dan saat
persalinan. Faktor risiko sebelum kehamilan meliputi usia, indeks massa tubuh, dan
riwayat perdarahan postpartum. Faktor risiko selama kehamilan meliputi usia,
indeks massa tubuh, riwayat perdarahan postpartum, kehamilan ganda, plasenta
previa, preeklampsia, dan penggunaan antibiotik. Sedangkan untuk faktor risiko
saat persalinan meliputi plasenta previa anterior, plasenta previa mayor,
peningkatan suhu tubuh >37⁰, korioamnionitis, dan retensio plasenta.
Source :
Briley A, Seed PT, Tydeman G, Ballard H, Waterstone M, Sandall J, et al. 2014.
Reporting errors, incidence and risk factors for postpartum haemorrhage and
progression to severe PPH: a prospective observational study. BJOG An
International Journal of Obstetrics and Gynaecology.

2. Etiologi atonia
Faktor predisposisinya:
a) Regangan rahim berlebihan yang diakibatkan kehamilan gemeli, polihidramnion,
atau bayi terlalu besar.
b) Kehamilan grande multipara
c) Kelelahan persalinan lama
d) Ibu dengan anemis atau menderita penyakit menahun
e) Infeksi intra uterin
f) Mioma uteri
g) Ada riwayat atonia uteri
Source :
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Meonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2002. hal : M-28,M-29.

3. Diagnosis atonia
Setelah bayi dan plasenta lahir, ternyata perdarahan masih aktif dan banyak,
bergumpal dan pada saat dipalpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat
atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat
atonia uteri terdiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-
1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam
uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
Source :
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Meonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2002. hal : M-28,M-29.

4. Patofisiologi retensio plasenta


Plasenta yang normal berbentuk bulat, datar, memiliki diameter sekitar 20cm,
ketebalan 2,5 cm di bagian pusat, beratnya sekitar seperenam berat bayi cukup
bulan. Terdapat tiga lapisan uterus yaitu Endometrium, Miometrium, dan
Parametrium. Implantasi normal plasenta yaitu pada dinding endometrium (lapisan
otot terdalam uterus) atau biasa disebut desidua. Pada masa kehamilan beberapa
faktor menyebabkan plasenta melekat terlalu kuat atau terlalu dalam pada dinding
rahim yang menyebabkan pada kala III persalinan plasenta ini sulit terlepas dari
dinding uterus. Abnormalitas implantasi plasenta ini dibagi menjadi 3 jenis yaitu,
plasenta akreta (plasenta melekat hingga memasuki sebagian lapisan miometrium),
plasenta inkreta (perlekatan plasenta hingga memasuki miometrium), dan plasenta
perkreta (perlekatan plasenta hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus).
Ketiga jenis abnormalitas implantasi ini menyebabkan plasenta tidak dapat lahir
seluruhnya dan membutuhkan penanganan lebih khusus yaitu histerektomi.
Fase awal kala III persalinan dimulai dengan retraksi serat-serat otot uterus
oblik yang memberikan tekanan pada pembuluh darah uterus dan menjadikannya
tegang sehingga darah tidak mengalir kembali ke sistem pembuluh darah ibu. Pada
kontraksi berikutnya, vena yang terdistensi akan pecah dan darah akan merembes
di antara sekat tipis lapisan berspons pada permukaan plasenta dan membuatnya
terlepas dari tempat perlekatannya. Kesalahan dari mekanisme ini yang disebabkan
oleh kontraksi otot miometrium yang kurang adekuat (his hipotonik) atau tidak ada
sama sekali (atonia uteri) menyebabkan plasenta tidak dapat terlepas sebagian atau
seluruhnya dari tempat implantasinya sehingga terjadilah retensio plasenta yang
selanjutnya dapat menyebabkan perdarahan post partum.
Source :
Oxorn. H., R. Forte. W. 2013. Ilmu Kebidanan : Patologi & Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta: C.V Andi Offset.

5. Epidem ruptur perineum


Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan pertama dan tidak
jarang pada persalinan berikutnya. Namun hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi
dengan menjaga sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat
(Soepardiman dalam Nurasiah, 2012).
Source :
Nurasiah, Ai. (2012). Asuhan Persalinan Normal Bagi Bidan. Bandung : Refika
Aditama

6. Definisi gangguan pembekuan


Gangguan pembekuan darah berupa defisiensi faktor pembekuan dan
penghancuran fibrin yang berlebihan. Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa
berupa penyakit keturunan ataupun didapat. Kelainan pembekuan darah dapat
berupa hipofibrinogenemia, trombositopenia, Idiopathic Thrombocytopenic
Purpura (ITP), HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count), Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC), dan Dilutional
coagulopathy.
Source :
Prawirohardjo S. 2010. Ilmu kebidanan (Edisi ke-4). Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
7. Ttx gangguan pembekuan
Kejadian gangguan koagulasi ini berkaitan dengan beberapa kondisi
kehamilan lain seperti solusio plasenta, preeklampsia, septikemia dan sepsis
intrauteri, kematian janin lama, emboli air ketuban, transfusi darah
inkompatibel, aborsi dengan NaCl hipertonik dan gangguan koagulasi yang
sudah diderita sebelumnya. Penyebab yang potensial menimbulkan gangguan
koagulasi sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga persiapan untuk
mencegah terjadinya PPP dapat dilakukan sebelumnya. Terapi yang dilakukan
adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar,
trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino
caproic acid).
Source :
Anderson JM, Pula NRV. 2008. Post partum hemorrhage. In Family
Medicine Obstetrics. USA: Mosby Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai