Anda di halaman 1dari 20

DEMAM BERDARAH DENGUE

DEFINISI
Merupakan manifestaso klinis yang berat penyakit Arbovirusis yang ditandai dengan demam
akut disertai perdarahan dan kelainan hematologik, serta dapat disertai syok.

DASAR DIAGNOSIS
Sesuai dengan patokan WHO (1975) :

Klinik :
 Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari
 Timbulnya manifestasi perdarahan berupa petekia, purpura,ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis dan melena atau setidak-tidaknya uji tourniquet positif.
 Pembesaran hati.
 Tanpa atau disertai syok yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi
menurun (menjadi 20 mm Hg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik
menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan terutama
pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar
mulut.

Laboratorium
 Trombositopenia (100.000/ml atau kurang)
 Hemokonsentrasi, yaitu meningginya nilai hematokrit sebanyak 20% atau lebih
dibandingkan dengan nilai hematokrit pada mas konvalesen.
Ditemukannya 2 atau 3 patokan klinis disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi cukup
untuk menegakkan klinis demam berdarah dengue (DBD).
Sedangkan derajat berat penyakit sesuai WHO (1975) :
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan ialah uji tourniquet positif.
Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang
dingin, lembab, dan penderita menjadi gelisah.
Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah
yang tidak dapat diukur.

Derajat III dan IV disebut juga Dengue Shock Syndrome (DSS).

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             1


INDIKASI RAWAT
1. DBD derajat II,III, dan IV (DSS)
2. DBD derajat I dengan hemokonsentrasi, muntah hebat,dehidrasi, panas tinggi.

PENGELOLAAN
1. Penggantian volume plasma yang hilang, atau mencegah terjadinya syok hipovolemik.
 Pada penderita DBD tanpa syok diberikan cairan kristaloid dengan program
pemeliharaan, (penderita dengan Ht 42 % diberikan 10 cc/kg BB/jam, diecaluasi
setiap 1 jam).
 Pada penderita DSS dilakukan resusitasi cairan (lihat pada pengelolaan syok
hipovolemik).
 Pemberian transfusi didasarkan atas indikasi, dan terutama hanya menggunakan
komponen darah, yaitu :
 Plasma 10-20 cc/kgBB, dapat berupa plasama segar atau FFP (Fresh Frozen
Plasma).
 Sel darah merah (packed red cells) 10-20 cc/kgBB diberikan bila kadar Hb
rendah (< 8 gr%).
 Plasma kaya trombosit atau suspensi trombosit hanya diberikan atas indikasi
yang tepat yaitu bila jumlah trombosit < 30.000/mm3.
 Whole blood 20 cc/kg BB diberikan hanya sebagai volume expander pada
perdarahan yang hebat.
1. Pada kasus dengan tanda-tanda kegagalan pernapasan dilakukan pemasangan intubasi
indotracheal, dan pindah rawat ke PICU.
 Kegagalan pernapasan
 Syok berulang
 Syok berkepanjangan (prolonged shock)
memerlukan perawatan di ruang pediatri gawat darurat (PICU).
3. Terapi medikamentosa yang diberikan :
 Antibiotika
Ampisilin 50-100 mg/kg/hari i.v.
 Kortikosteroid hanya diberikan pada DSS, yaitu deksametason 1-2 mg/kg/hari i.v.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemerikasaan scrologis dengan kertas saring.
Pengambilan sampel 2 kali yaitu (I)pada fase akut/saat penderita masuk perawatan, dan
(II), 1 minggu setelah sakit atau saat penderita akan pulang, atau sesaat setelah
meninggal.

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             2


Perlu diperhatikan :
1.1. Serum I dan serum II dikirim bersama-sama ke Balai Laboratorium Kesehatan
(BLK) dengan formulir khusus.
1.2. Pengisian darah pada filter paper harus jenuh.
2. Foto paru untuk melihat terjadinya efusi pleura.
3. Elektrokardiografi untuk mengetahui terjadinya komplikasi miokarditis.

PEMANTAUAN
1. Tanda-tanda vital
2. Tanda-tanda syok dan komplikasi lainnya.
3. Tanda-tanda kegagalan pernapasan akut, baik pemerikasan klinis maupun dengan analis
gas darah, khususnya pada DSS.
4. Pemeriksaan Hb dan Ht secara serial.
5. Derajat kesadaran.
6. Imbang cairan.

Bila diperlukan :
1. Elektrolit, terutama natrium dan kalium.
2. Gangguan perdarahan, yang meliputi faktor trombosit dan faktor pembekuan darah,
untuk itu perlu pemeriksaan jumlah dan fungsi trombosit, fibrinogen semikuantitatif dan
studi koagulasi, dan sediaan apus darah tepi untuk melihat kemungkinan tanda-tanda
hemolitik.
3. Elektrokardiografi.

PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari derajat berat penyakit serta komplikasi yang terjadi. Tindakan
yang cepat dan tepat diperlukan untuk dapat menolong penderita. Penderita dengan
PIM/DIC mempunyai prognosis yang kurang baik, karena kemungkinan dapat timbul
perdarahan dalam paru yang menyulitkan pernapasan penderita.

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             3


DEMAM TIPOID

DEFINISI
Adalah suatu penyakit akut yang menyerang saluran pencernaan yang ditandai dengan
gejala, demam lebih dari satu minggu dan gangguan saluran pencernaan, dan disertai adanya
gangguan kesadaran.

DASAR DIAGNOSIS :
Diagnosis ditegakkan dari; anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorik.
Masa tunas berkisar antara 10 - 20 hari.

ANAMNESIS :
Adanya gejala-gejala prodromal yaitu: perasaan panas,lesu, nyeri kepala, pusing-pusing,
gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.

a. Demam
Biasanya berlangsung 1-2 minggu (dapat sampai 3 minggu). Selama minggu pertama
susu badan berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada waktu pagi
hari dan meningkat pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua penderita terus
berada dalam dalam keadaan demam. Dalam n\minggu ketiga demam berangsur-angsur
turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

b. Gangguan saluran pencernaan


Bibir kering dan pecah-pecah lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya
kemerahan, tremor. Abdomen kembung dan disertai pembesaran hati dan limpa yang
nyeri tekan.

c. Gangguan kesadaran
Pada umumnya kesadaran penderita menurun dari apatis sampai somnolen, kadang-
kadang timbul meracau pada sebagian penderita.
Gangguan lain yang mungkin timbul adalah roscola, bradikardi, epistaksis.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
Darah tepi biasanya terdapat : lekopeni, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada awal sakit.
Uji serologi Widal positid apabila titer 0:1/200 atau lebih, atau menunjukkan adanya
kenaikan titer 0 lebih dari 4 kali dalam 1 minggu.
Pada biakan empedu akan ditemukan adanya basil Salmonelia Tifosa, biasanya terjadi pada
minggu pertama dan selanjutnya basil ditemukan pada tinja dan air kemih penderita.

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             4


PENGELOLAAN PENDERITA :
Pengelolaan penderita Demam Tifoid/Observasi Demam Tifoid adalah sebagai berikut :
1. Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian
2. Karena penderita tifoid memerlukan tirah baring yang lama anoreksia, diperlukan
perawatan yang baik untuk mencegah terjadinya komplikasi.
3. Pengobatan :
Medikamentosa: Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari maksimal 1500 mg/24 jam dibagi
dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila keadaan penderita tidak memungkinkan diberikan per
oral, maka dapat diberikan kloramfenikol injeksi: 50 mg/kgBB/24 jam dibagi 3 dosis
secara intravena.
Bila lekosit 3000/mm3 atau Hb 7 gram dihindari pemakaian kloramfenikol dengan obat
pilihan lain (misalnya ampisilin 100 mg/kgBB/24 jam.
Roboransia : Vitamin B kompleks dan Vitamin C.
Bila panas tinggi dapat diberikan antipiretik: Parasetamol 10 mg/kgBB/kali dan kompres es.

DIETETIK
 Makanan cair diberikan selama penderita sulit atau tidak mau makan atau bila
kesadarannya menurun.
 Makanan saring diberikan selama penderita masih panas, 3 hari bebas panas diet diganti
dengan makanan lunak lauk saring.
 Dalam waktu 3 hari bebas panas kemudian makanan lunak dapat diberikan.
 Nutrisi parental diberikan pada penderita yang lebih dari 2 hari mendapat i.v.f.d

Bila dengan pengobatan klorampenikol selama 5 hari, penderita masih panas maka dapat
dikombinasikan dengan Trimetoprim dan Sulfamethasazol 1 tablet pediatrik/2,5 kgBB.
CARI KAUSA LAIN !

PEMERIKSAAN PENUNJANG:
 Pemeriksaan Hb, Leukosit, hitung jenis darah tepi dan BBS pada waktu penderita
masuk.
 Pemeriksaan Uji serologi Widal, biakan empedu, dilakukan seminggu sekalai selama
penderita dirawat.
 Pemeriksaan kearah diagnosis banding misalnya pemeriksaan darah malaria tiga hari
berturut-turut foto rontgen paru, tes tuberkulin.

Pengamatan penderita setiap hari terhadap bahaya timbulnya komplikasi perforasi usus,
peritonitis (perut akut), segera konsul kebagian Bedah, foto perut tiga posisi, penderita
diberikan infus cairan 2 A atau Ringer Glukosa 5%.
Bila timbul gejala miokarditis, perlu pemeriksaan elektrokardiografi. Penderita perlu tirah
baring total, diberikan kortikosteroid dosis tinggi, luminal 3-5 mg/kgBB/24 jam, KCL 75

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             5


mg/kgBB/24 jam; ditangani bersama dengan Sub divisi Kardiologi Anak.
Bila ditemukan gangguan kesadaran yang menjurus ke gejala psikose/neurose konsul ke
bagian Psikiatri. Bila terjadi komplikasi ensefalitis atau meningitis dikelola bersama dengan
Sub divisi Syaraf Anak. Penderita dapat dipulangkan setelah 3 hari bebas panas, dan tidak
ada komplikasi.

PROGNOSIS :
Demam tifoid pada anak biasanya baik bila mendapatkan pengobatan yang cepat.
Keadaan yang dapat memperburuk prognosisi adalah :
 Kesadaran sangat menurun : delirium, coma.
 Hiperpireksi yang tidak teratasi
 Dehidrasi, asidosis, peritonitis, syok septik
 Keadaan penderita dengan gizi buruk.

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             6


M A LA R I A

DEFINISI
Merupakan invasi plasmodium ke dalam eritrosit yang ditandai dengan demam tinggi
intermiten, klasik ada 3 stadium yaitu stadium frigoris (mengigil), stadium acme (puncak
demam), dan stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun).

DASAR DIAGNOSIS
1. Ditemukannya plasmodium dalam sediaan darah tebal/darah apus.

PENGELOLAAN
Dalam mengelola penderita malaria dibedakan menjadi 2 kelompok :
1. Ganas : yaitu yang disebabkan Plasmodium fakiparum (malaria tertianan
maligna/malaria tropik)
2. Tidak ganas : yaitu yang disebabkan P. vivax (malaria tertianan benigna). P.
malaria (malaria quartana), dan P. ovale.

Dengan demikian pengelolaan malaria yang disebabkan P. falciparum selain terapi kausal,
juga tergantung dari komplikasi yang ditimbulkannya.

A. Terapi
Terapi terdiri dari :
 Terapi radikal.
Merupakan terapi dengan memberikan kombinasi chloroquin dengan primaquin.
Dosis pemberian chloroquin dan primaquin (dosis tunggal)
Umur ( tahun )

0-1 1-4 5-9 10 - 11 12

Hari I dan hari II ½ 1 2 3 3-4 *


Chloroquin
Hari III ¼ ½ 1 1½ 2

Primaquin** - ¼ ½ ¾ 1

* Dosis 10 mg/kg
** Untuk P. Falciparum : selama 3 hari
P. vivak dan malariae : selama 5 hari

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             7


Untuk P. falciparum yang resisten terhadap chloroquin diberikan:
Mula-mula diberikan regimen I, apabila Plasmodium masih terda pat dalam sediaan darah maka
dilanjutkan regimen II.
Umur ( tahun )
Macam obat
0-1 1-4 5-9 10-11 12
Sulfadoksin + pirimetamin *) - ¾ 1½ 2 3
Primaquin *) - ¾ 1½ 2 3
Kina **) - 3x ½ 3x1 3x1 3x1 3x2
½
Primaquine *) - ¾ 1½ 1½ 3

*) Dosis tunggal
**) Selama 7 hari

B. Pemantauan terutama pada malaria tertiana maligna (P. falciparum) terhadap komplikasi
yang mungkin terjadi :
 malaria screbral
 kegagalan ginjal mendadak
 syok
 anemi
 pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM/DIC)
 black water fever.

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             8


OBSERVASI FEBRIS

DEFINISI:
Suatu keadaan penderita dengan panas 7 hari atau lebih, yang dengan pemeriksaan klinik
dan pemeriksaan penunjang belum jelas ke arah diagnosis yang pasti.

DASAR DIAGNOSIS:
 anamnesis : panas 7 hari atau lebih
 klinis : tidak dijumpai kelainan yang menyokong kearah satu diagnosis penyakit
tertentu, dan pemeriksaan penunjang.

INDIKASI RAWAT:
 Penderita panas > 7 hari

PENGELOLAAN PENDERITA:
Prinsip, secepatnya ditemukan penyebab panasnya dengan melakukan:
1. Uji tuberkulin dengan PPD 5 TU secara l.C, dibaca setelah 48 - 72 jam.
2. Pemeriksaan laboratorium rutin, feces dan air kemih
3. Darah malaria diambil 3 hari berturut-turut waktu panas
4. Uji scrologok Widal dan biakan empedu
5. Biakan dan uji kepekaan kuman dari darah dan air kemih
6. Foto paru : terutama bila uji tuberkulin positif
7. BOG test: dilakukan bila ada kecurigaan tuberkulosis sedangkan hasil uji tuberkulin
negatif.
8. Bila perlu dilakukan : - Fungsi lumbal
- Konsultasi dengan bagian lain.

Pengobatan :
a. Medikamentose:
- Prokain Pensilin 50.000 IU/kgBB/24 jam i.m
- Streptomisin 30 - 50 mg/kgBB/24 jam i.m
- Roboransia
b. Dietetik:
Tergantung pada keadaan penderita

Pengobatan medikamentosa selanjutnya tergantung atau disesuaikan denga hasil


pemeriksaan penunjang, bila penderita panas tinggi maka diusahakan penurunan panas
dengan obat simptomatis kompres es atau penderita dirawat di dalam ruang dingin/ber AC.

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             9


INDIKASI PINDAH RAWAT DAN PEMULANGAN PENDERITA
a. Bila pemeriksaan klinik, laboratorik, radiologik dan pemeriksaan khusus menyokong
kearah suatu diagnosis Tuberkulosis dipindah rawat ke Bangsal Tuberkulosis atau rawat
jalan dan dianjurkan kontrol secara teratur.
b. Bila pemeriksaan ke arah demam Tifoid dijumpai secara klinis atau laboratorik maka
penderita dipindah rawat ke bangsal Tifoid dan dirawat sebagai penderita tifoid.
c. Bila dari hasil biakan air kemih didapatkan jumlah kuman lebih dari 100.000/mm3 atau
lebih maka penderita dikelola sebagai penderita infeksi saluran kemih. Pemberian obat
sesuai dengan uji kepekaan kuman (Konsultasi dengan sub bagian Nefrologi anak).
Dianjurkan pemberian antibiotika sampai 10 - 14 hari.
d. Bila pemeriksaan darah Malaria didapatkan hasik positif penderita dikelola sebagai
penderita Malaria. Obat anti malaria dapat diberikan secara "ajuvantibus" bila dijumpai
kurva panas yang khas malaria, sedangkan plasmodium sukar ditemukan.
e. Bila pemberian antibiotika selama 10 hari panas tidak turun, maka dilakukan pungi
lumbal.
f. Bila pemeriksaan laboratorik tidak menunjang ke arah suatu diagnosis penyakit dan
penderita sudah tidak panas maka penderita dapat dipulangkan dengan diagnosis demam
yang tidak diketahui penyebabnya (Febris causa ignota), dan penderita dianjurkan untuk
kontrol.

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             10


PNEUMONIA

DIFINISI
Merupakan radang paru yang dapat disebabkan bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Secara patologi anatomi dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia lobularis
(bronchopneumonia) dan pneumonia interstitialis (bronchiolotis).

INDIKASI RAWAT
Semua penderita pneumonia yang menunjukkan tanda-tanda ISPA berat dirawat di Rumah
Sakit.
Tanda-tanda ISPA berat antara lain :
 nafas cuping hidung
 retraksi otot dada pada inspirasi
 stanosis
 kejang-kejang/kesadaran menurun

DASAR DIAGNOSIS
Klinis :
Panas tinggi, sesak napas, napas cepat, napas cuping hidung, biasanya stanosis, batuk,
kadang-kadang muntah. Pada auskultasi paru didapatkan, ronkhi basah halus nyaring.

Laboratorium :
bila disebabkan infeksi bakteri terjadi leukositosis dan hitung jenis bergeser ke kiri. Bila
karena virus jumlah leukosit normal atau leukositosis ringan.

PENGELOLAAN
1. Bersihkan jalan napas, dan oksigenasi yang adekuat sampai frekuensi pernapasan 50
kali/menit.
2. Antibiotika:
 pada bayi 3 bulan diberikan "penicillinase resistant" (Ampisillin - clorasilin) dan
aminiglikosida (Garamycin 2 mg - 5 mg/kgBB/hari).
 pada anak umur 3 bulan sampai dengan 5 tahun diberikan procain penisilin 50.000
Lu/kgBB/hari Lm dan chloramphenicol (50 -100 mg/kg/hari dibagi 4 dosis).Lv.
 injeksi ampisilin maupun chloramphenicol diberikan 1-3 hari, bila keadaan membaik
dilanjutkan peroral.
3. Mempertahankan hidrat yang adekuat, dengan memperhitungkan lambang cairan.
Pemberian cairan infus (D5% dalam 0,225% NaCl) maksimal diberikan dalam 2x24 jam,
bila keadaan belum membaik, infus diteruskan hanya untuk pemberian obat saja,
sedangkan kebutuhan cairan dan makanan diberikan personde lambung.

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             11


4. Bila didapatkan tanda-tanda "Cor pulmonale subacutum", diberikan terapi digitalisasi,
dan penderita dikelola sesuai dengan kegagalan jantung kongestif.

PEMANTAUAN
1. Tanda-tanda vital: suhu, frekuensi napas, frekuensi jantung.
2. Tanda-tanda cor pulmonale subacutum.
3. Tanda-tanda kegagalan pernapasan secara klinis maupun dengan pemeriksaan analisa
gas darah.
4. Elektrolit, terutama natrium dan kalium.
5. Pemeriksaan radiologi. Bila sampai 4-6 minggu tak menunjukkan perubahan gambaran
radiologik, dipikirkan kausa lain seperti tuberkulosis, cystic fibrosis atau benda asing.
6. Imbang cairan.

TINDAK LANJUT
Penderita dipulangkan bila sudah 3 hari bebas panas, ronkhi hilang. Bila didapatkan kausa
tuberkulosis penderita selanjutnya dikelola sebagai penderita tuberkulosis.

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             12


BRONKIOLITIS

DEFINISI
Radang akut bronkiolo yang ditandai dengan adanya sindroma klinik pernapasan cepat
retriksi dada dan wheezing (suara mengi) (Kendig 1997).

INDIKASI RAWAT:
Semua penderita bronkiolitis dirawat.

DASAR DIAGNOSIS:
Anamnesis didahului adannya gejala infeksi saluran napas atas : batuk, pilek. Terdapat pada
bayi berumur 0-2 tahun insidens tertinggi pada bayi umur 6 bulan.
 Suhu biasanya sub febril.
 Sesak napas yang makin lama makin menghebat.
 Pada pemeriksaan didapatkan dispneu, napas cepat dan dangkal, pernapasan cuping
hidung, disertai retraksi daerah interkostal dan supra sternal Anak gelisah dan stanotik.
Pada pemeriksaan perkusi suara hipersonor. Auskultasi ekspirium memanjang disertai
"wheezing". Kadang-kadang terdengar ronkhi basah pada inspirasi.
 Pemeriksaan foto torak menunjukan hiperinflasi paru, diameter antero posterior
membesar pada foto lateral. Terdapat infilrat "peribronchial" dan "patchy" infiltrat. Pada
sepertiga kasus dapat ditemukan bercak-bercak konsolidasi tersebar yang disebabkan
adanya atelektasis atau radang.

PENGELOLAAN PENDERITA:
 Anak ditemukan dalam atmosfir dengan humiditas tinggi.
 Diberikan oksigen dalam konsentrasi 35 - 40 %
 Diberikan i.v.f.d : cairan diberikan dengan hati-hati sesuai kebutuhan.
 Dilakukan pemeriksaan elektrolit darah dan analisa gas darah.
 Pada penderita yang berat dipertimbangkan pemberian antibiotika ampisilin 50 - 100
mg/kgBB/hari.
 Dipertimbangkan pemberian kortikosteroid (walaupun hal ini masih kontroversi).
Dexamethasone 0,5 mg/kgBB/kali i.v. dilanjutkan 6 jam kemudian dengan 0,5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 x pemberian atau kortison 15 mg/kgBB/hari i.m dibagi
dalam 3x pemberian.

TINDAK LANJUT:
 Pengawasan HR, RR, KU dan pembesaran hepar berkala.
 Analisa gas darah apabila dilakukan secara serial.
 X-foto toraks AP dan lateral : bila perlu diulang.

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             13


 Pemeriksaan EKG sebelum dan sesudah digitalisasi.

PROGNOSIS:
 Sebagai komplikasi bronkiolitis dapat terjadi pneumotorak dan pneumomediastinum.
 Tiga persen dari seluruh penderita yang diperiksa analis gas darah membutuhkan
ventilasi mekanik.
 Tiga puluh sampai lima puluh persen penderita asma bronkial berasal dari penderita yang
mempunyai bronkiolitis pada waktu bayi.

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             14


D I FTE R I

DEFINISI
Difteri adalah penyakit akut yang disebabkan oleh kuman "corryne bacterium diptheriae",
yang mudah sekali menular. Pada umumnya menyerang saluran napas bagian atas, disertai
dengan adanya pembentukan "pscudomembrane" yang khas, berwarna putih keabuan yang
sukar dilepaskan serta mudah berdarah. Kuman "coryne dan tidak membentuk spora, serta
tahan selama beberapa minggu dalam es, air susu dan lendir yang telah mengering. Pada
pemanasan sampai 60 % c, kuman ini akan mati. Kuman ini dapat dilihat pada preparat
langsung yang berasal dari usapan "pscudomembrane" dengan pewarnaan Netsser. Atas
dasar pembentukan koloni dan sifat fermentasinya, kuman ini dibedakan atas tiga bentuk
yaitu : gravis, mitis dan intermedius. Ketiga bentuk kuman ini dapat menghasilkan
eksotoksin, yang merupakan penyebab timbulnya gejala umum maupun lokal pada
penderitanya. Dari ketiga bentuk kuman ini yang menpunyai virulensi tertinggi adalah
bentuk gravis dan intermedius.
Berdasarkan lokalisaso lesi dan komplikasi,maka secara klinis dapat dibedakan derajat
penyakit ialah: ringan, sedang, berat.
Derajat ringan bila terdapat difteri pada lidah, mulut dan sonsil, tanpa "bull-neck". Difteri
sedang bila terdapat difteri pada laring dan faring, tanpa : "bull-neck". Difteri berat bila
dijumpai difteri pada laring/faring dan faucial/tonsil yang disertai "bull-neck", atau bila
sudah ada miokarditis.(Nelson, 1987).

DASAR DIAGNOSIS

Anamnesis
 panas sub-febril, biasanya 2-4 hari.
 batuk, pilek dan sakit telan.
 anak tidur"ngorok", yang sebelumnya tidak pernah "ngorok"
 perubahan suara pada anak sampai bindeng.

Pemeriksaan fisik
 Ditemukan bercak putih keabuan yang sukar diangkat serta mudah berdarah.
 Pada kasus-kasus yang berat dapat dijumpai tanda-tanda sumbatan jalan napas. Tingkat
keparahan sumbatan jalan nafas ini ditentukan sesuai dengan derajat jackson.
 Jackson I : ditandai dengan gejala sesak nafas, stridor inspiratoir,retraksi
suprasternal dan keadaan umum penderita masih baik.
 Jackson II sama dengan gejala diatas ditambah dengan retraksi
epigastrium, dan penderita mulai gelisah.
 Jackson III gejala Jackson III ditambah retraksi interkostal. Penderita
berusaha semaksimal mungkin untuk menghisap udara (air

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             15


hunger). Biasanya penderita sudah dalam keadaan shock.

Dapat diketemukan "bull-neck",disebabkan oleh edema jaringan lunak serta pembesaran


kelenjar daerah leher.

Laboratorium
 ditemukannya kuman difteri pada pengecatan usapan dari bercaknya.
 biakan kuman difteri positif.
 kombinasi keduanya.

INDIKASI RAWAT
 Diketemukan tanda-tanda klinis difteri berupa bercak yang khas didaerah tonsul dan
sekitarnya.
 Ditemukan kuman difteri pada pemeriksaan langsung dari usapan bercaknya.

PENGELOLAAN PENDERITA
1. Perawat
1.1 Dirawat dalam kamar isolasi untuk mencegah penularan dan istirahat total untuk
mencegah komplikasi.
1.2 Pengamatan terhadap kebersihan ruang perawatan dan sekitarnya. Upaya
pencegahan penularan harus dilaksanakan sebaik-baiknya dengan memakai jas
anti penularan dan masker.
1.3 Setiap hari dilakukan penilaian terhadap perkembangan bercak. Tiap pagi diambil
usapan pada daerah bercak untuk dilakukan pengecatam dan kultur. Penderita
dikeluarkan dari isolasi setelah hasil pemeriksaan laboratorium ini negatif selama
3 hari berturut-turut.
1.4 Penderita yang masuk dengan sumbatan jalan nafas derajat Jackson II, perlu
dirujuk ke bagian THT, untuk dilakukan trakeostomi. Perawatan pasca
trakeostomi perlu diperhatikan, antara lain dijaga agar kanula tidak tersumbat
oleh lendir yang mengental; caranya adalah dengan mengisap lendir yang
diencerkan dengan NaCl. fisiologis serta minta bagian THT mengganti atau
memeriksa kanula 2 hari sekali.

2. Terapi Dietetik
2.1 Tergantung pada keadaan umum penderita serta berat atau ringannya penyakit.
Bila ringan dan bisa makan, diberikan nutrisi secara parenteral.
2.2 Setiap hari diamati kebutuhan cairan, kalori, protein, maupun kebutuhan
elektrolitnya.

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             16


3. Terapi Medikamentosa
3.1 DAT (Difteri Anti Toksin) adalah obat utama dalam pengelolaan penderita.
Pemberian antitoksin ini harus segera dikerjakan sebelum ada hasil laboratorium
karena DAT ini dapat mengikat toksin yang beredar dalam darah.
DAT adalah serum antitoksin, maka harus dilakukan test kulit dan mata lebih
dahulu untuk mengetahui apakah penderita alergi terhadap DAT. Pemberian
secara intravena lebih menguntungkan dibandingkan dengan pemberian intra-
muskuler (Krugman-1979), karena bila diberikan secara intravena maka:

a. Kadar optimal antitoksin dicapai dalam 30 menit setelah pemberian sedangkan


bila diberi secara intramuskuler, kadar tersebut baru tercapai setelah 4 hari.
b. Gambaran ekskresi DAT yang diberikan secara intravena sama dengan bila
diberikan secara intra muskuler.
c. Pada pemberian intravena angka kematian menjadi kecil, angka miokarditis
menjadi berkurang dan demikian pula halnya dengan angka kejadian neuritis.
Tentang dosis DAT sangat berbeda dalam berbagai kepustakaan. Menurut Reign
RD dalam Nelson Terbook of Pediatriks disebutkan sebagai berikut:
 untuk difteri nasal atau faring yang ringan diberikan dosis 40.000 Unit.
 untuk yang sedang diberikan dosis 80.000 Unit.
 untuk kasus-kasus difteri faring dan laring yang berat dapat diberikan sampai
120.000 Unit.
Dosis yang disebutkan terakhir ini juga ditujukan untuk kasus yang sudah ada
komplikasi dan edema (bull-neck) yang sudah lebih dari 48 jam. Pemberiannya
dibagi atas 2 atau 3x pemberian dalam 2-3 hari.
3.2 Antibiotika ditujukan untuk membunuh kuman difteri, agar tidak dapat lagi
menghasilkan eksotoksin. Untuk ini obat terpilih adalah Penisilin dengan dosis
50.000 U/kgBB/hr diberikan secara intramuskuler, selama 7 hari berturut-turut.
3.3 Pemberian sedativa masih perlu untuk membantu mengistirahatkan penderita.
Diberikan Luminal 3-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis. Pada kasus-kasus
yang berat, pemberian Predinison 1-1,5 mg/kgBB/24 jam dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya miokarditis.
3.4 Imunisasi perlu diberikan 3 bulan setelah penderita dinyatakan sembuh, karena
penelitian menunjukan bahawa setengah dari penderita yang sudah sembuh dari
difteri masih mungkin mengalami reinfeksi, karena immunitas yang diperoleh
setelah menderita penyakit ini masih belum memadai.
3.5 Pada miokarditis diberikan kortikosteroid dosis tinggi secara intravena (2-3
mg/kgBB/hari) dan pemberian ATP.

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             17


TINDAK LANJUT:
1. Pemantauan terhadap kemunginan terjadi komplikasi perlu dilakukan.
2. EKG perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada komplikasi miokarditis. Biasanya
EKG dilakukan menjelang minggu kedua dari sakitnya penderita. Bila diketemukan
gambaran EKG mengarah pada miokarditis, maka EKG diulang setiap hari untuk
memantau perkembangan miokarditisnya. Bila perlu, setelah penderita keluar dari
isolasi, dipindahkan ke ruang perawatan jantung.
3. Disamping EKG juga perlu pemeriksaan SGOT,SGPT dan CKMB, untuk memantau
terjadinya kerusakan pada otot jantung.
4. Adanya perubahan suara anak, mungkin adanya paralise/parese syaraf di daerah muka.
Biasanya terjadi pada minggu keempat sampai keenam, perlu konsultasi dengan bagian
THT.
5. Pemeriksaan urine dilakukan untuk memantau kemungkinan terjadinya komplikasi
ginjal.

PROGNOSIS
1. Bila tidak ada komplikasi, maka prognosisnya baik.
2. Prognosis memburuk bila penderita datang dengan komplikasi yang sudah berlangsung
lebih dari 48 jam.

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             18


CROUP

DEFINISI
Croup adalah sindroma obstruksi laring, ditandai dengan bantuk menggonggong (barking,
cough). stridor inspirasi dan suara serak. Croup terdiri atas 3 kelompok penyalit respirasi,
yaitu laryngo tracheobronchitis, spasmodic croup dan laryngotracheitis virus/akut. Yang
sering disebut croup adalah laryngotracheobronchitis akut. (Phelan)

DASAR DIAGNOSIS
Laryngotracheitis virus/akut paling sering menyebabkan obstruksi jalan napas atas yang akut
pasa anak.
 Suhu badan dapat meningkat disertai batuk pilek.
 Nyeri pada waktu bersuara, suara serak sampai afoni.
 Sesak nafas dan stridor.
 Bila keadaan memberat penderita menjadi gelisah, kehausan, dyspneu berat.
Bila kemudian anak menjadi tenang, kemungkinan hal ini terjadi karena penderita
kelelahan.

INDIKASI PERAWATAN
Semua penderita dengan tanda-tanda Croup berat dirawat.

PENGELOLAAN
1. Humidifikasi
Penderita diletakkan segera pada atmosfir dengan humiditasi tinggi.
2. Oksigenasi
Oksigen diberikan dalam konsentrasi 35-40 % dan selalu dijaga agar jalan napas tidak
tersumbat.
3. Hidrasi
Pemberian cairan melalui oral atau intravena harus adekuat. Jumlah dan macamm cairan
yang diberikan dibahas dalam bab therapi cairan.
4. Antibiotika
Antibiotika diberikan bila ada kecenderungan terdapat infeksi bakteri, yaitu diberikan
Ampisilin dan atau Chloramphenicol (dosis seperti pengelolaan PNEMONIA).
5. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat diberikan yaitu cortisone atau Dexamethasone. Dosis dapat dilihat
pada pengelolaan bronkiolitis.
6. Pengelolaan jalan napas
Bila dengan pengobatan tidak menunjukkan perbaikan jalan napas harus dilakukan
intubasi endotracheal atau tracheostomy.

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             19


7. Pemantauan
 tanda-tanda kegagalan pernapasan,baik secara klinis atau dengan analisa gas darah.
 tanda vital suhu, tekanan darah, frekuensi jantung dan napas.
 elektrolit, terutama natrium dan kalium.
 imbang cairan.

TINDAK LANJUT
Bila ada kemungkinan didasari oleh faktor alergi dijelaskan tentang tindakan yang dapat
dilakukan dirumah dan upaya pencegahannya. Penderita dipulangkan bila sudah tidak ada
tanda-tanda sumbatan jalan napas dan bebas panas.

Protap Anak RS.Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang                             20

Anda mungkin juga menyukai