Anda di halaman 1dari 26

BAB I

Business Leadership: Three Levels of Ethical Analysis

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kepemimpinan
Definisi Kepemimpinan menurut para pakar.
• Fiedler (1967), kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan antara individu-
individu yang menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap kelompok orang agar
kerja bersama-sama untuk mencapai tujuan.
• John Pfiffner (1953), kepemimpinan adalah kemampuan mengoordinasikan dan memotivasi
orang-orang dan kelompok untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
• Gardner. J. W. (1990), kepemimpinan adalah proses persuasi atau misalnya dengan mana
seorang individu (tim kepemimpinan) menginduksi kelompok untuk mengejar tujuan yang
dimiliki oleh pemimpin atau share oleh pemimpin dan pengikutnya.
• Yukl, Gary (2010), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi lain untuk memahami dan
setuju tentang apa yang perlu dilakukan dan bagaimana melakukannya, dan proses upaya
memfasilitasi indiviual dan kolektif untuk mencapai tujuan berbagi.

Menurut Richard L. Hughes, Robert C. Ginnett dan Gordon J. Corphy (2000),


kepemimpinan merupakan suatu sains (since) dan seni (arts). Sebagai suatu sains kepemimpinan
merupakan bidang ilmu yang memenuhi persyaratan sebagai ilmu pengetahuan, antara lain yaitu
objek, metode, teori dan penelitian ilmiah. Kepemimpinan juga merupakan seni, yaitu ketika
kepemimpinan diterapkan dalam praktik memimpin sistem sosial. Kepemimpinan merupakan
pengalaman manusia yang rasional dan emosional. Kepemimpinan meliputi tindakan dan
pengaruh berdasarkan atas alasan dan logika disamping berdasarkan inspirasi dan keinginan.
Situasi kepemimpinan sangat kompleks karena orang berbeda pemikiran, perasaan, harapan,
impian, kebutuhan, ketakutan, tujuan, ambisi, kekuatan dan kelemahan. Sebab orang rasional dan
emosional, para pemimpin dapat menggunaka teknik-teknik rasional dan / permintaan emosional
untuk memengaruhi para pengikut. Akan tetapi para pemimpin juga harus mengurus konsekuensi
dan tindakan rasional dan emosionalnya.

Kepemimpinan mengandung beberapa unsur pokok antara lain:


1. Kepemimpinan melibatkan orang lain dan adanya situasi kelompok atau organisasi tempat
pemimpin dan anggotanya berinteraksi;
2. Didalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuasaan dan proses memengaruhi bawahan
oleh pemimpin;
3. Adanya tujuan bersama yang harus dicapai.

Dengan demikian pengertian kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi


perilaku seseorang atau kelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu, kepemimpinan
merupakan masalah sosial yang didalamnya terjadi interaksi antara pihak yang memimpin dan
dipimpin, baik dengan cara memengaruhi, membujuk, memotivasi dan mengoordinasi.
Faktor-faktor penting yang terdapat dalam kepemimpina adalah:
1. Pendayagunaan pengaruh.
2. Hubungan antar manusia.
3. Peroses komunikasi
4. Pencapaian suatu tujuan.

B. Teori Kepemimpinan

Teori kepemimpinan membicarakan mengenai bagaimana seseorang menjadi pemimpin


atau bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Menurut Wursanto, ada enam teori
kepemimpinan. Berikut 8 teori kepemimpinan:
1. Teori Kelebihan
Pada dasarnya kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin mencakup tiga hal,
pertama, kelebihan ratio, ialah kelebihan menggunakan pikiran, pengetahuan tentang hakikat
tujuan dari organisasi dan pengetahuan tentang cara-cara menggerakan organisasi serta dalam
pengambilan keputusan yang cepat dan tepat, kedua, kelebihan rohaniah, yaitu pemimpin harus
menunjukan keluhuran budi pekertinya kepada para bawahan karena pemimpin merupakan
m]panutan bagi para bawahannya, ketiga, kelebihan badaniah, yaitu memiliki kesehatan
badaniah yang lebih dari pada pengikutnya.

2. Teori Sifat
Seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat yang positif, seperti adil, melindungi,
percaya diri, penuh inisiatif, mempunyai daya tarik, energik, persuasif, komunikatif dan kreatif.
Menurut penelitian Keith Davis, ada empat sifat umum yang berpengaruh kepada keberhasilan
seorang pemimpin, yaitu kecerdasan, kedewasaan, motovasi atau dorongan berprestasi dan
sikap-sikap yang berhubungan dengan kemanusiaan.
3. Teori Keturunan
Banyak yang menyatakan bahwa seorang pemimpin karena keturunan dan warisan.
Karena orang tuanya seorang pemimpin, maka anaknya otomatis akan menjadi pemimpin
menggantikan orang tuanya, seolah-olah seorang pemimpin sudah ditakdirkan.
4. Teori Karismatik
Tidak sedikit yang menyatakan bahwa seorang pemimpin hadir karena dari sisi
karismanya yang sangat besar. Pemimpin yang berkarismatik biasanya memiliki daya tarik,
kewibawaan, dan pengaruh yang sangat besar.
5. Teori Bakat
Bakat dapat menjadi acuan bagi seseorang untuk menjadi seorang pemimpin, bakat
kepemimpinan itu harus dikembangkan misalnya dengan memberi kesempatan seseorang untuk
menduduki suatu jabatan.
6. Teori Sosial
Pada dasarnya setiap orang dapat menjadi pemimpin, setiap orang mempunyai bakat
untuk menjadi pemimpin asal diberi kesempatan. Setiap orang dapat didik menjadi pemimpin
karena masalah kepemimpinan dapat dipelajari, baik melalui pendidikan formal maupun
pengalaman praktik.
7. Teori Kelompok
Supaya kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran
yang positif diantara pemimpin dan para pengikutnya. Teori ini perkembangannya pada
psikologi sosial.
8. Teori Situasional
Menyatakan bahwa beberapa variabel situasional mempunyai pengaruh terhadap
kepemimpinan, kecakapan dan perilakunya termasuk pelaksanaan kerja dan kepuasa para
pengikutnya.
C. Proses Kepemimpinan

Pemimpin muncul disemua organisasi. Seperti bank tempat Kelly McCaul, pemimpin
dapat ditemukan di kelompok formal dan juga kelompok informal. Pemimpin mungkin
berjabatan manajer tapi bisa juga nonmanajer. Pentingnya kepemimpinan efektif untuk mencapai
kinerja optimal individu, kelompok, dan oeganisasi sangat besar sehingga banyak dilakukan
usaha menentukan penyebab dari kepemimpinan semacam itu. Beberapa orang merasa yakin
bahwa kepemimpinan yang efektif bergantung pada sifat dan perilaku tertentu secara terpisah
maupun gabungan. Orang lainnya yakin bahwa satu gaya kepemimpinan efektif digunakan untuk
semua situasi. Namun, masih ada orang lain lagi yang yakin bahwa tiap situasi memerlukan satu
gaya kepemimpinan yang spesifik. Apakah manajer selalu merupakan pemimpin? Sayangnya,
jawabanya adalah tidak.

D. Fungsi Kepemimpinan

Kepemimpinan mempunyai funsi tertentuyang berbeda satu sitem osial dengan sitem
sosial yang lainnya. Namun secara umum kepemimpinan mempunyai pola dasar yang sama.
1. Menciptakan Visi
Persyaratan seorang pemimpin adalah memiliki kemampuan menciptakan visi. Visi
sendiri adalah apa yang diimpikan, keadaan masyarakat yang dicita-citakan, apa yang ingin
dicapai oleh pemimpin dan para pengikutnya dimasa yang akan datang. Visi yang memotivasi
dan mendorong serta mengenergi merek bergerak untuk menciptakan perubahan. Menurut Gary
Yukl, untuk menciptakan visi, seorang pemimpin memerulakan kemampuan analisis, intuisi dan
kreativitas untuk menyintesiskan visi.
2. Mengembangkan Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah norma, nilai, asumsi, filsafat organisasi dan sebagainya yang
dikembangkan oleh pemimpin organisasi dan diajarkan kepada para anggota yang diterapkan ada
perilaku sebuah organisasi. Secara umum, budaya organisasi dirumuskan sebagai visi, misi,
tujuan strategik dan nilai-nilai strategik dengan pengawasan yang sistematik.

3. Menciptakan Sinergi
Tugas penting seorang pemimpin adalah mempersatukan para pengikut dan menggerakan
mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Mereka direkrut dengan tujuan untuk ikuet serata
merencanakan, melaksanakam dan menevaluasi kobtribusinya secara maksimal kepada
organisasi daalam kesatuan tujuan organisasi.
4. Menciptakan Perubahan
Seorang pemimpin merupakan agen perubahan yang brupaya menciptakan perubahan
secara terus menerus dan mempu menciptakan terobosan (breakthrough).
5. Memotivasi Para Pengikut
Memotivasi para pengikut merupakan upaya pemikiran yang sistematis mengenai
keadaan para pengikut dan teknik motivasi yang digunakan. Pemimpin menumbuhkan dan
mendorong hasart, keinginan, kesadaran, kemauan dan etos kerja untuk bergerak, bertindak dan
bekerja dalam melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi.
6. Memberdayakan Pengikut
Memberdayakan merupakan salah satu askpek mengembangkan organisasi yang
menyangkut pengembangan sumber daya manusia. Mengembangkan organisasi merupakan
pendekatakan sitematik terintergrasi dan terencana untuk memperbaiki efektifitas kelompok
orang dalam unit atau keseluruhan organisasi. Menurut Vicent Armentano, memberdayakan
pengikut menghasilkan fenomena meningkatkan hasil kerja, memperbaiki proses kerja,
menurunkan biaya oprasi, berbagi ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan
meningkatkan kepuasan kerja.
7. Mewakili Sistem Sosial
Seorang pemimpin mewakili sistem sosial/organisasi yang dipimpinnya. Ia bertindak
sebagai tokoh, simbol dan wajah dari sistem sosial yang dipimpinnya. Sistem sosial tercermin
pada wajah, sikap dan perilakunya. Dalam memimpin sistem sosialnya, pemimpin menjalankan
sebuah peran kepemimpinan/ manajerialnya. Henry Mintberg, mengemukakan bahwa seorang
pemimpin mempunyai tiga peran, yaitu peran interpersional (peran yang mewakili kedalam dan
keluar organisasinya), peran informasional (peran pengumpul dan penyebar informasi dan juru
bicara organiasi) dan yang terakhir adalah peran pembuatan keputusa, yaitu meluputi
menyelesaikan gangguan, mengalokasikan sumber-sumber dan negosiator.

8. Manajer Konflik
Dengan melihat latar belakang ras, agama, pendidikan, jenis kelamin, budaya,
pengalaman dan lain sebagainya, hal tersebut dapat mendatangkan konflik. Disampign itu,
konflik dapat terjadai karena antara pemimpin dan pengikut, atau antara organisasi dengan
organisasi lain akan menjadi sebuah konflik destruktif yang mengganggu pelakasanaan aktivitas
dan kinerja para anggota organisasi untuk mencapai tujuan. Dalam kaitan ini, pemimpin
berfunshi sebagai manajer konflik yang berperan menyelesaikan konflik. Organisasi yang
mapan, mempunyai asumsi, kebijjakan dan prosedur menyelesaikan konflik yang terjadi.
9. Membelajarkan Organisasi
Menurut Peter H. Senge, pembelajaran organisasi merupakan keadaan dimana para
anggota organisasi secara terus menerus memperluas kapasitas mereka untuk menciptakan hasil-
hasil yang mere inginkan, dimana ada pola pikir baru dan ekspansif dipelihara, dimana aspirasi
kolektif dibebaskan dan dimana orang-orang secara terus menerus belajar dan bagaimana belajar
bersama. Dalam Learning Organization, pemimpin mempunyai peran kritikal, yaitu sebagai
pemimpin sebagai desainer (mendesain tujuan, visi, nilai-nilai inti, kebijakan, strategi dan
struktur organisasi) , sebagai guru (seperti pelatih, pemandu dan fasilitator) dan pramugara (
melayani orang yang dipimpinnya).

E. Gaya Kepemimpinan

• Gaya Kepemimpinan Otokratis

Gaya ini kadang-kadang dikatakan kepemimpinan terpusat pada diri pemimpin atau gaya
direktif. Gaya ini ditandai dengan sangat banyaknya petunjuk yang datangnya dari pemimpin dan
sangat terbatasnya bahkan sama sekali tidak adanya peran serta anak buah dalam perencanaan
dan pengambilan keputusan. Pemimpin secara sepihak menentukan peran serta apa, bagaimana,
kapan, dan bilamana berbagai tugas harus dikerjakan. Yang menonjol dalam gaya ini adalah
pemberian perintah. Pemimpin otokratis adalah seseorang yang memerintah dan menghendaki
kepatuhan. Ia memerintah berdasarkan kemampuannya untuk memberikan hadiah serta
menjatuhkan hukuman. Gaya kepemimpinan otokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang
lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala
kegiatan yang akan dilakukan semata-mata diputuskan oleh pimpinan.

• Gaya Kepemimpinan Demokratis

Gaya kepemimpinan demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar


bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai
kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Gaya ini
kadang-kadang disebut juga gaya kepemimpinan yang terpusat pada anak buah, kepemimpinan
dengan kesederajatan, kepemimpinan konsultatif atau partisipatif. Pemimpin kerkonsultasi
dengan anak buah untuk merumuskan tindakan keputusan bersama.

• Gaya Kepemimpinan Delegatif

Gaya Kepemimpinan delegatif dicirikan dengan jarangnya pemimpin memberikan


arahan, keputusan diserahkan kepada bawahan, dan diharapkan anggota organisasi dapat
menyelesaikan permasalahannya sendiri (MacGrefor, 2004). Gaya Kepemimpinan adalah suatu
ciri khas prilaku seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Dengan
demikian maka gaya kepemimpinan seorang pemimpin sangat dipengaruhi oleh karakter
pribadinya.
Kepemimpinan delegatif adalah sebuah gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh
pimpinan kepada bawahannya yang memiliki kemampuan, agar dapat menjalankan kegiatannya
yang untuk sementara waktu tidak dapat dilakukan oleh pimpinan dengan berbagai sebab. Gaya
kepemimpinan delegatif sangat cocok dilakukan jika staf yang dimiliki memiliki kemampuan
dan motivasi yang tinggi. dengan demikian pimpinan tidak terlalu banyak memberikan instruksi
kepada bawahannya, bahkan pemimpin lebih banyak memberikan dukungan kepada
bawahannya.

• Gaya Kepemimpinan Birokratis

Gaya ini dapat dilukiskan dengan kalimat “memimpin berdasarkan peraturan”. Perilaku
pemimpin ditandai dengan keketatan pelaksanaan prosedur yang berlaku bagi pemipin dan anak
buahnya. Pemimpin yang birokratis pada umumnya membuat keputusan-keputusan berdasarkan
aturan yang ada secara kaku tanpa adanya fleksibilitas. Semua kegiatan hampir terpusat pada
pimpinan dan sedikit saja kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak, itupun tidak boleh
lepas dari ketentuan yang ada.

• Gaya Kepemimpinan Laissez Faire

Gaya ini mendorong kemampuan anggota untuk mengambil inisiatif. Kurang interaksi
dan kontrol yang dilakukan oleh pemimpin, sehingga gaya ini hanya bias berjalan apabila
bawahan memperlihatkan tingkat kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran
cukup tinggi. Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin sedikit sekali menggunakan
kekuasaannya atau sama sekali membiarkan anak buahnya untuk berbuat sesuka hatinya.

• Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian

Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil
dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si
pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah
diberikan. Tipe kepemimpinan yang otoriter biasanya berorientasi kepada tugas. Artinya dengan
tugas yang diberikan oleh suatu lembaga atau suatu organisasi, maka kebijaksanaan dari
lembaganya ini akan diproyeksikan dalam bagaimana ia memerintah kepada bawahannya agar
kebijaksanaan tersebut dapat tercapai dengan baik. Di sini bawahan hanyalah suatu mesin yang
dapat digerakkan sesuai dengan kehendaknya sendiri, inisiatif yang datang dari bawahan sama
sekali tak pernah diperhatikan.

• Gaya Kepemimpinan Karismatis

Kelebihan gaya kepemimpinan karismatis ini adalah mampu menarik orang. Mereka
terpesona dengan cara berbicaranya yang membangkitkan semangat. Biasanya pemimpin dengan
gaya kepribadian ini visionaris. Mereka sangat menyenangi perubahan dan tantangan. Mungkin,
kelemahan terbesar tipe kepemimpinan model ini bisa di analogikan dengan peribahasa Tong
Kosong Nyaring Bunyinya. Mereka mampu menarik orang untuk datang kepada mereka. Setelah
beberapa lama, orang – orang yang datang ini akan kecewa karena ketidak-konsisten-an. Apa
yang diucapkan ternyata tidak dilakukan. Ketika diminta pertanggungjawabannya, si pemimpin
akan memberikan alasan, permintaan maaf, dan janji.
• Gaya Kepemimpinan Diplomatis

Kelebihan gaya kepemimpinan diplomatis ini ada di penempatan perspektifnya. Banyak


orang seringkali melihat dari satu sisi, yaitu sisi keuntungan dirinya. Sisanya, melihat dari sisi
keuntungan lawannya. Hanya pemimpin dengan kepribadian putih ini yang bisa melihat kedua
sisi, dengan jelas! Apa yang menguntungkan dirinya, dan juga menguntungkan lawannya.
Kesabaran dan kepasifan adalah kelemahan pemimpin dengan gaya diplomatis ini. Umumnya,
mereka sangat sabar dan sanggup menerima tekanan. Namun kesabarannya ini bisa sangat
keterlaluan. Mereka bisa menerima perlakuan yang tidak menyengangkan tersebut, tetapi
pengikut-pengikutnya tidak. Dan seringkali hal inilah yang membuat para pengikutnya
meninggalkan si pemimpin.

• Gaya Kepemiminan Moralis

Kelebihan dari gaya kepemimpinan seperti ini adalah umumnya Mereka hangat dan
sopan kepada semua orang. Mereka memiliki empati yang tinggi terhadap permasalahan para
bawahannya, juga sabar, murah hati Segala bentuk kebajikan ada dalam diri pemimpin ini. Orang
– orang yang datang karena kehangatannya terlepas dari segala kekurangannya. Kelemahan dari
pemimpinan seperti ini adalah emosinya. Rata orang seperti ini sangat tidak stabil, kadang bisa
tampak sedih dan mengerikan, kadang pula bisa sangat menyenangkan dan bersahabat. Jika saya
menjadi pemimpin, Saya akan lebih memilih gaya kepemimpinan demokratis.Karena melalui
gaya kepemimpinan seperti ini permasalahan dapat di selesaikan dengan kerjasama antara
atasan dan bawahan. Sehingga hubungan atasan dan bawahan bisa terjalin dengan baik.

• Gaya Kepemimpinan Administratif

Gaya kepemimpinan tipe ini terkesan kurang inovatif dan telalu kaku pada aturan.
Sikapnya konservatif serta kelihatan sekali takut dalam mengambil resiko dan mereka
cenderung mencari aman. Model kepemimpinan seperti ini jika mengacu kepada analisis
perubahan yang telah kita bahas sebelumnya, hanya cocok pada situasi Continuation, Routine
change, serta Limited change.

• Gaya kepemimpinan analitis (Analytical).


Dalam gaya kepemimpinan tipe ini, biasanya pembuatan keputusan didasarkan pada
proses analisis, terutama analisis logika pada setiap informasi yang diperolehnya. Gaya ini
berorientasi pada hasil dan menekankan pada rencana-rencana rinci serta berdimensi jangka
panjang. Kepemimpinan model ini sangat mengutamakan logika dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan yang masuk akal serta kuantitatif.

• Gaya kemimpinan asertif (Assertive).

Gaya kepemimpinan ini sifatnya lebih agresif dan mempunyai perhatian yang sangat
besar pada pengendalian personal dibandingkan dengan gaya kepemimpinan lainnya. Pemimpin
tipe asertif lebih terbuka dalam konflik dan kritik. Pengambilan keputusan muncul dari proses
argumentasi dengan beberapa sudut pandang sehingga muncul kesimpulan yang memuaskan.

F. Indikator Gaya Kepemimpinan

Menurut Kartini Kartono (2008:34) menyatakan sebagai berikut :

1. Sifat
2. Kebiasaan
3. Tempramen
4. Watak
5. Kepribadian

Hal diatas dapat diuraikan sebagai berikut :


1. Sifat
Sifat seorang pemimpin sangat berpengaruh dalam gaya kepemimpinan untuk menentukan
keberhasilanannya menjadi seorang pemimpin yang berhasil, serta ditentukan oleh kemampuan
pribadi pemimpin. Kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan
berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya.

2. Kebiasaan

Kebiasaan memegang peranan utama dalam gaya kepemimpinan sebagai penentu pergerakan
perilaku seorang pemimpin yang menggambarkan segala tindakan yang dilakukan sebagai
pemimpin baik.

3. Tempramen

Temperamen adalah gaya perilaku seorang pemimpin dan cara khasnya dalam memberi
tanggapan dalam berinteraksi dengan orang lain. Beberapa pemimpin bertemperamen aktif,
sedangkan yang lainnya tenang. Deskripsi ini menunjukkan adanya variasi temperamen.

4. Watak

Watak seorang pemimpin yang lebih subjektif dapat menjadi penentu bagi keunggulan seorang
pemimpin dalam mempengaruhi keyakinan (determination), ketekunan (persistence), daya tahan
(endurance), keberanian (courage).

5. Kepribadian

Kepribadian seorang pemimpin menentukan keberhasilannya yang ditentukan oleh sifat-sifat/


krakteristik keperibadian yang dimilikinya.
BAB II
HAKIKAT PEKERJAAN MANAJERIAL

• Pengertian Manajerial

Diskursus tentang istilah pemimpin dan manajer adalah suatu keharusan, mengingat
pemimpin dalam proses kepemimpinan serta manajer dalam proses manajerial, dua istilah yang
secara substantif dan fungsional memiliki perbedaan yang signifikan. Namun dari keduanya
tidak dapat dipisahkan dan keduanya saling memiliki keterkaitan. Oleh karenanya, penting
kiranya mendefinisikan istilah tersebut. Namun dalam makalah ini lebih spesifik pembahasannya
pada aspek manajerial.
Kata manajerial pada hakekatnya berhubungan erat dengan manajemen, dan manajer atau
bercorak manajer atau menekankan pada manajer. Kata manajemen secara bahasa berasal dari
bahasa latin yaitu dari asal kata manus yang berarti tangan dan agere yang berarti melakukan.
Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja managere yang berarti menangani. Managere
diterjemahkan dalam bahasa inggris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda
manajemen, dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen.
Sedangkan manajemen secara istilah manajemen adalah suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan pengawasan usaha para anggota-anggota organisasi dan pengguna
sumber daya organisasi lainnya agar dapat mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Disisi lain manajemen berarti mengetahui kemana yang akan dituju, kesukaran apa yang harus
dihindari, kekuatan apa yang harus dijalankan dan bagaimana mengemudikan kapal anda serta
anggota dengan sebaik-baiknya tanpa pemborosan waktu dalam proses mengerjakannya.[5]
Dari beberapa defnisi diatas, dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu aktivitas
seseorang dalam mengatur sebuah pekerjaannya, baik yang sifatnya kelembagaan, maupun non
kelembagaan dengan diawali dari sebuah perencanaan, dilanjutkan dengan pengorganisasian,
melakukan fungsi control serta mengaktualisasikannya.
Kaitannya dengan manajerial, bahwa istilah manajemen pada dasarnya ada titik korelasi, dua
istilah tersebut adalah sama mengandung arti merencanakan, mengatur dan sebagainya, tetapi
pemahaman yang sederhana, manajemen lebih bersifat umum, sedangkan manajerial, melekat
dengan profesi manajer atau manifestasi dari aktivitas manajer. Manajerial adalah kata kerja
operasional dari kata manajer. Kata manajer menekankan pada orangnya, sedangkan manajerial
menyangkut pekerjaan yang dilakukan manajer. Jadi kata manajerial adalah suatu aktifitas atau
pekerjaan yang dilakukan manajer dalam merencanakan, mengorganisir, mengelola, mengontrol
serta mengevaluasi berbagai pekerjaannya.
Terminologi lain dijabarkan pula, kaitannya pemimpin dengan manajer Seorang pemimpin
yang menjalankan peran kepemimpinannya dalam berbagai lembaga pada dasarnya adalah
seorang manajer. Ketika berposisi sebagai seorang manajer, ia dituntut untuk mampu mengelola
dinamika kegiatan lembaga yang dipimpinnya dengan baik guna menunjang pencapaian tujuan.
Sehubungan dengan hal ini, ia membutuhkan keberadaan orang lain berupa karyawan atau
bawahan untuk dipimpinnya bekerja sama dan memberikan kontribusi bagi pencapaiannya.
Karenanya, salah satu tolak ukur kualitas pribadi pemimpin (yang juga berperan sebagai
manajer) adalah kemampuannya mengoptimalkan dan mendayagunakan kecakapan para
bawahan serta memberdayakan mereka. Ia juga harus dapat melakukan kaderisasi dengan baik
sehingga pada saat proses alih kepemimpinan terjadi, hal itu dapat terlaksana secara lancar tanpa
hambatan berarti. Pendelegasian wewenang yang hasilnya diketahui nantinya merupakan dasar
penilaian terhadap kaderisasi kepemimpinan.

2. Hakekat pekerjaan manajerial


Dinamika tentang perannya selaku seorang manajer, ia selalu dituntut untuk mengerti,
memahami dan lebih penting lagi melaksanakan aktivitas pekerjaan manajerialnya, tanpa
terkecuali tuntutan peran yang disandangkan kepadanya. Jika mengkaji tentang masalah
pekerjaan manajerial serta tuntutan peran yang harus dipenuhi di dalamnya, maka pemahaman
tentang hakekat dari pekerjaan manajerial penting kiranya untuk dikemukakan, mengingat hal
tersebut menjadi landasan filosofis yang akan menampilkan berbagai dimensi pengetahuan yang
menjadi sumber inspirasi, spirit dedikasi dan kebermaknaannya melaksanakan tugas
manajerialnya.
Banyak orang yang menjadi manajer namun secara ontologis tidak dapat memahami tentang
hakekat dari pekerjaan manajerialnya. Contoh dia bekerja bertahun-tahun lamanya, namun dia
belum menikmati kebahagiaanya dalam bekerja, mengingat indikasi bahagia adalah relatif, yang
tidak hanya diukur dari sudut pandang material saja, namun diluar itu perlunya pemahaman yang
lebih utuh lagi mengenai hakekat tugas manajerialnya.
Secara idealistic hakekat dari pekerjaan manajerial diinspirasikan dari sumber-sumber Ilahiah
dan kajian-kajian kontekstual yang diijtihadkan oleh para pemikir dan peneliti (ahli) untuk
memunculkan khazanah-khazanah baru yang memiliki implikasi positif terhadap bidang
pekerjaan yang sedang menjadi konsentrasi dari seorang manajer, Sehingga kehadirannya sangat
diperlukan untuk menunjang keberhasilan dalam aktifitas manajerial.
Adapun hakekat dari pekerjaan yang didasarkan atas prinsip ilahiyah memiliki deskripsi
sebagai berikut:
a. Bahwa setiap aktifitas pekerjaan apapun khususnya pekerjaan manajerial pada hakekatnya
adalah manifestasi dari tugas manusia sebagai “abdun” (hamba Allah). “Abdun” yang dimaksud
adalah hamba Allah sebagaimana dikemukakan oleh Quraisyihab dalam bukunya Jalaluddin,
kata abdun tersebut tidak berdiri sendiri, seluruh makhluk yang memiliki potensi berperasaan
dan berkehendak adalah Abd Allah dalam arti dimiliki Allah, kepemilikan Allah terhadap
makhluk tersebut merupakan kepemilikan mutlak dan sempurna hanya milik Allah. Jadi berbagai
potensi baik rohani maupun jasmaniah manusia itu adalah mutlak milik Allah. Apabila salah satu
dari potensi keduanya tersebut lemah atau hilang, misalnya sedang sakit, cacat ataupun mati
maka jasad manusia tersebut seakan-akan tidak memiliki fungsi apa-apa(tidak ada guna).
b. Islam adalah agama amal atau kerja(praksis). Inti dari sebuah ajarannya adalah bahwa hamba
yang mendekati dan memperoleh Ridha Allah melalui kerja atau amal sholeh dan dengan
memurnikan sikap penyembahan hanya kepada Nya. Hal ini mengandung makna bahwa Islam
adalah agama yang mengajarkan “orientasi kerja”(achievement orientation), sebagaimana juga
dinyatakan dalam ungkapan bahwa penghargaan dalam jahiliyah berdasarkan keturunan,
sedangkan penghargaan dalam Islam berdasarkan amal. Tinggi dan rendahnya derajat taqwa
seseorang juga ditentukan oleh prestasi kerja atau kualitas amal sholeh sebagai aktualisasi dari
potensinya. Nilai nilai tersebut sepatutnya menjadi kekuatan pendorong dan etos kerja bagi
pengembangan tugas manajerial.
c. Bekerja merupakan sesuatu yang diagungkan dan usaha untuk memperbaiki standar kehidupan.
Orang bisa mempertahankan hidup apabila bekerja dan sekaligus untuk merasa berguna dan
dibutuhkan demi tercapainya status social. Maksudnya adalah selain bekerja semata-mata
menjalankan perintah Tuhan dan mengharap ridla-Nya disisi lain bekerja untuk kemaslahatan
dirinya, keluarganya maupun orang lain. Untuk mewujudkannya tentu dengan potensi sosialnya
nantinya akan merasa terpanggil dan hadir memenuhi tanggung jawabnya melayani dan
mendedikasikan diri untuk kemaslahatan umat. Maka dengan sendirinya status social tersebut
akan menjadi penilaian tersendiri oleh orang lain tanpa kita perebutkan status social yang
dimaksud.
Hal demikian diisyaratkan dalam Al-Quran surat Al jumuah ayat 10 berbunyi

‫ض َوا ْبتَغُوا‬ ِ ‫ص ََلة ُ فَا ْنت َ ِش ُروا فِي ْاْل َ ْر‬


َّ ‫ت ال‬ ِ َ‫ضي‬ِ ُ‫فَإِذَا ق‬
َ‫يرا لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُحون‬ َّ ‫َّللاِ َوا ْذ ُك ُروا‬
ً ‫َّللاَ َك ِث‬ َّ ‫ض ِل‬ْ َ‫ ﴿ ِم ْن ف‬١١﴾
Artinya: Apabila Telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

Dalam kajian sosiologis dan antropologis, hakekat dari pekerjaan manajerial memberikan
deskripsi tentang apa maksud dan tujuan orang bekerja, apa implikasi pekerjaan terhadap
kebutuhan sosiologisnya, serta bagaimana pekerjaan tersebut memiliki nilai dan apresiasi
terhadap pekerjaan yang dilakukannya baik dinilai secara personal, maupun orang lain.
Dalam konteks sosiologis, dan antropologis hakekat dari pekerjaan manajerial adalah:
1. Untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-harinya, khususnya untuk kehidupan keluarganya. Hal
itu tidak lain ialah mendapatkan kesejahteraan dalam keluarga, hal itu tentu tidak hanya diukur
dari materiil saja(lahiriyah), tetapi lebih dari itu sejahtera secara batin.
2. Disamping untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, manusia sebagai makhluk social, juga
terdorong instink untuk berkehendak untuk memperoleh kesejahteraan social. Pencerminan
adanya kemauan untuk memperoleh kesejahteraan social terlihat dari tingkah laku masyarakat
pada umumnya, yaitu adanya kesediaan dan kemampuan mereka untuk mengamati tata sosialnya
yang ada dan untuk turut serta dalam usaha mengembangkan, memajukan, dan memelihara serta
mempertahankan tata susila. Ini berarti adanya hubungan yang serasi antara orang dan
lingkungan hidupnya.
3. Bekerja untuk memperoleh status sosialnya, mengingat manusia disamping memenuhi kebutuhan
sehari-harinya, disisi lain selaku makhluk yang berkehendak, manusia membutuhkan status
sosialnya, untuk diakui, dihormati serta dihargai oleh orang lain.
Tinjauan sosiologis diatas, mengisyaratkan bahwa dalam pekerjaan manajerial tidak bisa
dilepaskan dari dorongan yang ada pada diri setiap manusia. Kapan dan dimanapun ia berada,
akan selalu terdorong untuk memenuhi tuntutan naluri sosiologisnya. Sepanjang ia masih
bernafas, berdialog, bergaul dengan sesamanya, maka akan senatisa terdorong untuk
mewujudkannya.

3. Karakteristik Pekerjaan Manajerial.


Secara empiris, beberapa karakteristik yang ditampilkan oleh pekerjaan manajerial antara
lain adalah
a. Pekerjaan yang biasa ditemukan dalam faktanya dilapangan, Nampak dilaksanakan sampai
bertumpuk dan sulit untuk dilepaskan, karena seorang manajer akan menerima permintaan
informasi dari bawahan, rekan setingkat, atasan, atau pihak di luar lembaga secara berkelanjutan.
Pada sisi ini seorang manajer tentu harus bersikap tenang, focus dan tidak menunda-nunda waktu
dalam menyelesaikannnya.
b. Pada kenyataannya, kegiatan yang harus ditangani beragam dan mengalami
keterputusan/kelalaian, karena mengalami banyak interupsi atau terselingi oleh hal-hal yang lain.
Karena itu, seorang manajer seharusnya dapat menerima kondisi ini serta rajin mengingat-ingat
kembali pekerjaan yang harus dilakukannya dalam satu hari tertentu.
c. Beban tugas yang datang secara berkelanjutan dan membutuhkan penyelesaian segera
menjadikan pekerjaan manajerial cenderung bersifat reaktif.
d. Interaksi intensif dengan rekan sejawat dan pihak luar harus sering dilakukan karena seorang
manajer harus bekerja dalam suatu lembaga serta membangun jejaring dengan pihak luar yang
mampu memberikan manfaat strategis.
e. Karena pekerjaan manajerial membutuhkan interaksi langsung antar pribadi secara intensif,
maka komunikasi lisan harus sering dilakukan dan kemampuan melakukannya menjadi amat
penting.
f. Proses penentuan keputusan sering kali bersifat politis karena harus mengakomodasikan beragam
aspirasi yang ada dan meminimalkan tingkat kekecewaan banyak pihak. Dengan demikian,
keputusan ditentukan tidak hanya berdasarkan analisis serta pertimbangan yang bersifat teknis.
g. Manajer sering kali menghadapi keadaan yang berubah dan tidak terduga sebelumnya dan
keadaan itu membutuhkan kemampuan berimprovisasi serta keluwesan. Karena itu, perencanaan
yang dilakukannya juga mungkin saja dilakukan tidak terlalu detil dan formal agar dapat
beradaptasi secara fleksibel dengan perubahan kondisi nyata.
Setiap lembaga tidak dapat memisahkan atau menghindari dirinya dari dinamika lingkungan
sekitarnya. Oleh karena itu, perubahan sangat mungkin dan harus terjadi pada lembaga tersebut.
Seorang manajer harus menyesuaikan diri(adaptasi) dengan lingkungannya. Sebagai sebuah
contoh kemajuan teknologi informasi dewasa ini, meluasnya jaringan internet dan makin
tingginya daya sebar informasi. Karena peran internet tersebut, dapat menjadikan seorang
manajer tetap dapat memberikan instruksi dan komunikasi dengan bawahan dari suatu tempat
ketempat yang lain, walaupun secara fisik jauh jaraknya atau tidak bertatap muka. Dengan
kondisi seperti ini, ia dapat melatih para bawahannya bertanggungjawab atas pekerjaan yang
dibebankannya.
Deskripsi lain adalah makin merebaknya pasar profesi virtual. Ada banyak perusahaan dari
luar wilayah bahkan luar negeri yang menawarkan berbagai pekerjaan sub-contracting terkait
dengan bidang tertentu seperti halnya produksi barang. Bukan tidak mungkin setelah dilakukan
perhitungan secara finansial, biaya untuk melakukan sub-contracting lebih murah dari pada
membuat sendiri. Terhadap hal ini, para manajer yang berkompeten harus dapat menjadikan
keadaan ini sebagai peluang untuk mewujudkan efisiensi bagi lembaga mereka.
Berdasarkan berbagai hasil penelitian tersebut, pola atau karakteristik pekerjaan manajerial
dipengaruhi oleh tiga faktor.
Pertama, adalah tuntutan (demand) pekerjaan, yakni apa yang harus dilakukannya serta apa
resiko yang akan ditanggung jika tidak dilakukan, sehingga pada akhirnya akan menerima sanksi
atau kehilangan posisi. Akibatnya, tuntutan berarti harapan mengenai peran dari orang yang
mempunyai kekuasaan yang cukup besar untuk memperoleh kepatuhan. Tuntutan mencakup
standar, tujuan dan tenggang waktu bagi pekerjaan yang harus dipenuhi, dan prosedur birokratis
yang tidak dapat diabaikan oleh orang lain, seperti menyiapkan anggaran dan laporan, mengikuti
pertemuan tertentu, memberi wewenang untuk melakukan pembayaran, menandatangani
dokumen, dan melakukan penilaian kinerja. Sehubungan dengan tuntutan pekerjaan tersebut,
setiap manajer pada dasarnya harus melaksanakan empat kegiatan yakni mengembangkan dan
mempertahankan hubungan, mencari dan memberi informasi, menentukan keputusan, serta
mempengaruhi orang lain.
Faktor kedua, adalah kendala (constraint). Pada dasarnya karakteristik organisasi dan
lingkungan eksternal adalah yang membatasi apa yang dapat dilakukan oleh manajer. Termasuk
didalamnya adalah peraturan yang birokratis, kebijakan, dan peraturan yang harus di awasi, serta
kendala hukum seperti UU perburuhan, peraturan tentang lingkungan, peraturan tentang jaminan
keamanan, peraturan tentang keselamatan kerja. Jenis kendala lain menyangkut keberadaan
sumber daya, seperti fasilitas, peralatan, pembiayaan sesuai angggaran, persediaan, karyawan
dan peralatan pendukung. Teknologi yang digunakan untuk melakukan pekerjaan menghambat
pilihan tentang cara pekerjaan tersebut akan dilakukan. yang membatasi pergerakannya selaku
seorang manajer.
Sedangkan faktor ketiga adalah pilihan (choice) yang dapat ditentukan olehnya baik bersifat
obligatif maupun fakultatif. Maksudnya adalah kegiatan yang dapat dilakukan oleh manajer
namun tidak diharuskan untuk mengerjakannya, pemilihan peluang yang tersedia bagi para
seorang pada jenis posisi manajerial tertentu untuk menerapkan apa yang harus dilakukan dan
bagaimana melakukannya. Tuntutan dan kendala membatasi pilihan dalam jangka pendek,
namun dalam jangka panjang seorang manajer mempunyai beberapa peluang untuk
memodifikasi tuntutan dan untuk menghindari kendala, dan dengan demikian dapat memperluas
pilihan.

• Peran manajer dalam pekerjaan manajerial.

Suatu peranan dirumuskan sebagai suatu rangkaian perilaku secar teratur, yang ditimbulkan
karena suatu jabatan tertentu. Kepribadian seseorang barangkali juga amat mempengaruhi
bagaimana peranan harus dijalankan.
Peranan timbul karena seorang manajer memahami bahwa ia bekerja tidak sendirian. Dia
mempunyai lingkungan, yang setiap saat ia perlukan untuk berinteraksi. Lingkungan itu luas dan
beraneka macamnya, dan masing-masing manajer akan mempunyai lingkungan yang berlainan.
Henry Mintzberg, seorang ahli riset ilmu manajemen, mengemukakan bahwa ada sepuluh
peran yang dimainkan oleh manajer di tempat kerjanya. Ia kemudian mengelompokan kesepuluh
peran itu ke dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Peran antar pribadi


Merupakan peran yang melibatkan orang dan kewajiban lain, yang bersifat seremonial dan
simbolis. Peran ini meliputi peran sebagai figur untuk anak buah, pemimpin, dan penghubung.
2. Peran informasional
Meliputi peran manajer sebagai pemantau dan penyebar informasi, serta peran sebagai juru
bicara.
3. Peran pengambilan keputusan
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah peran sebagai seorang wirausahawan, pemecah
masalah, pembagi sumber daya, dan perunding. Mintzberg kemudian menyimpulkan bahwa
secara garis besar, aktivitas yang dilakukan oleh manajer adalah berinteraksi dengan orang lain.
Disisi lain Mintzberg menambahkan dalam kandungan atau isi bukunya yang mempelajari
dan menjabarkan lebih lanjut tentang kandungan aktivitas manajerial. Ia telah menyusun
taksonomi mengenai peran manajerial yang digunakan untuk pengkodean kandungan aktivitas
yang diamati dalam studi mengenai para eksekutif. Peran manajerial berlaku bagi tiap manajer,
namun kepentingan relatifnya dapat berbeda–beda bagi manajer tertentu dengan manajer lainnya.
Peran manajer ditetapkan lebih dahulu oleh sifat dari posisi manajerial tersebut, Namun para
manajer mempunyai beberapa fleksibelitas mengenai cara masing-masing peran tersebut
diinterprestasikan dan diterapkan. Masing-masing peran akan dijelaskan secara singkat.
• Peran Performa pemimpin (Figurehead Role): Sebagai konsekuensi dalam kewenangan
formal mereka sebagai kepala organisasi atau salah satu subunitnya, para manajer
diharuskan untuk melakukan tugas simbolis tertentu yang bersfat legal dan sosial. Manajer
tersebut harus berpartisipasi dalam kegiatan tersebut meskipun kegiatan itu hanya
mempunyai kepentingan yang marjinal saja bagi pekerjaan mengelola.
• Peran sebagai pemimpin. Para manajer bertanggung jawab agar sub unit organisasinya
berfungsi sebagai kesatuan yang terintegrasi guna mengejar tujuan dasarnya.
• Peran sebagai penghubung. Peran sebagai penghubung yang mencakup perilaku yang
bertujuan untuk menetapkan dan mempertahankan jaringan hubungan dengan para individu
dan kelompok diluar unit organisasi manajer itu.
• Peran sebagai pemantau. Para manajer berkelanjutan mencari imformasi dari sejumlah
sumber, seperti membaca laporan dan memo, hadir dalam pertemuan dan pengarahan dan
melakukan perjalanan pengamatan.
• Peran sebagai Disseminator (pembagi informasi). Para manajer mempunyai akses khusus
ke sumber informasi yang tidak tersedia bagi para bawahan.
• Peran sebagai Juru Bicara. Para manajer juga diharuskan untuk menentukan informasi dan
memberikan pernyataan tentang nilai kepada pihak yang berada diluar subunit organisasi
mereka.
• Peran sebagai wirausahawan. Manajer sebuah organisasi atau subunitnya bertindak sebagai
pemrakarsa dan perancang perubahan yang terkendali untuk memanfaatkan peluang dalam
memperbaiki situasi yang ada sekarang.
• Peran sebagai Orang yang Menangani Kekacauan/ Gangguan. Dalam peran ini, manajer
menangani krisis yang mendadak yang tidak dapat diabaikan, yang berbeda dengan
masalah yang dipecahkan secara sukarela oleh manajer tersebut guna memanfaatkan
peluang (peran wirausahawan).
• Peran sebagai Pengalokasi Sumber Daya. Para manajer menggunakan kekuasaan mereka
untuk mengalokasikan sumber daya seperti uang, personalia, material, peralatan, fasiltas,
dan jasa.
• Peran sebagai Perunding. Perundingan apapun yang membutuhkan komitmen yang
subtansial mengenai sumber daya akan terbantu oleh kehadiran manajer yang mempunyai
kekuasaan untuk membuat komitmen tersebut.

Lebih lanjut hasil riset yang dikembangkan oleh slamet dalam bukunya Muhaimin dkk,
memberikan deskripsi tentang peran manajer dalam konteks pendidikan. Bahwa disetiap institusi
pendidikan peran kepala menjadi pemicu tentang keberhasilan dalam mewujudkan visi
kelembagaan, oleh karenya sebagai kepala sekolah tentu tidak hanya menjadi pemimpin saja,
tetapi juga harus mempunyai kemampuan manajerial, yakni
• Mengerjakan sebuah pekerjaan di suatu lembaga tidak hanya melakukan hal-hal yang benar
saja, tetapi mengerjakan pekerjaan dengan benar(cepat, tepat, teliti, disiplin, tidak menunda-
nunda waktu, dan cinta terhadap pekerjaannya.
• Seorang manajer harus siap, tegas, tangkas, berani untuk menghadapi berbagai
kompleksitas.
• Mampu melakukan control terhadap diri, mitra kerjanya dalam setiap pekerjaan.
• Mampu menjadi pembangun(pendorong) kearah yang lebih baik.
• Memiliki kepedulian, baik terhadap bidang yang ia kerjakan maupun terhadap patner
kerjanya.
• Mampu menjaga, memelihara system yang dibuat dan bekerja berdasarkan sitem tersebut.
• Tidak terlalu memikirkan posisi, tetapi lebih pada keberfungsian dan kebermanfaatan, nilai,
dan tanggung jawab.

• Tuntutan dan pedoman ideal bagi seorang manajer

Dalam setiap pekerjaan manajerial, hambatan dan tantangan adalah suatu hal yang pasti ada
dan tak bisa dihindari oleh para manajer. Baik tantangan yang datang dari internal, maupun dari
eksternal. Oleh karenanya penting seorang manajer dibekali pedoman sekaligus pemahaman
tentang beberapa poin penting yang menjadi kerangka dalam menjalankan aktifitas
manjerial.
1. Mengerti alasan permintaan dan hambatan.
Maksudnya: seorang manajer penting untuk mengetahui bagaimana para bawahan atau orang
lain merasakan peran manajer dan apa yang mereka harapkan dari apa yang dikerjakan. Persepsi
mengenai permintaan dan hambatan mau tidak mau akan menyangkut penilaian yang sifatnya
subjetif dari para bawahan. Dalam prakteknya dilapangan, terkadang banyak para manajer yang
gagal dan tidak memilki kepekaan terhadap para bawahan, sehingga dalam setiap pekerjaan yang
ada berjalan apa adanya. Reputasi manajer akan dapat rusak oleh teman-teman sejawat yang
marah dan frustasi akibat kitidakpuasan, perintah yang cenderung intimidatif. Oleh
karenanya seorang manajer harus peka, dan mampu merumuskan dan memodifikasi harapan
yang timbul dari bawahan. Intensitas komunikasi dan aktif mengajukan pertanyaan,
mendengarkan bawahan dari pada terus bekhotbah, peka terhadap reaksi negative, mencoba
menemukan nilai dan kebutuhan yang mendasari opini dan prefensi orang lain.

2. Kembangkan sejumlah pilihan.


Bagi kebanyakan manajer, dimungkinkan untuk menjadi pro aktif dengan para atasan
mengenai penetapan pekerjaan itu sendiridengan suatu cara yang memberikan kesempatan untuk
membuat kebijaksanaan yang lebih banyak, khususnya jika sudah terdapat kedwiartian peran
yang disebabkan oleh tanggung jawab yang tidak ditetapkan dengan baik. Pilihan dapat diperluas
dengan menemukan cara-cara untuk menghindari permintaan dan mengurangi hambatan.
Rencana dan pengembangan agenda dari seorang manajer harus memasukkan analisis yang sadar
dari permintaan dan hambatan yang membatasi efektifitas kinerja.

3. Mengerti system politik dalam organisasi


Seorang manajer pada dasarnya dalam suatu organisasi atau non organisasi adalah merupakan
sebuah system social dengan dinamika politik yang sangat kompleks. Eksistensinya menjadi
suatu kekuatan apabila para manajer mampu mengatasi berbagai kompleksitas. Sebaliknya akan
menjadi ancaman apabila seorang manajer tidak mampu beradaptasi, menentukan sikap serta
peka terhadap dinamikanya. Oleh karenanya seorang manajer perlu belajar bagaimana system
politik bekerja agar dapat menilai kemungkinan dari berbagai strategi untuk menyelesaikan
perubahan yang utama dalam organisasi, mendefinisikan kembali tanggng jawab pekerjaan atau
menangani permintaan dan hambatan.

4. Tumbuhkan jaringan kerja yang luas.


Adalah penting untuk mengembangkan jaringan kerja yang terdiri dari kontak-kontak didalam
organisasi untuk memperoleh infomasi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi didalam
organisasi disisi lain juga penting jaringan kerja diluar organisasi sebagai mitra yang akan
membantu menguatkan dan memperkokoh tatanan kerja

5. Tentukan yang ingin dicapai.


Waktu seorang manjer merupakan suatu sumberdaya yang langka, yang harus digunakan
dengan baik, agar manjer tersebut dapat efektif. Konci dari manajemen waktu yang efektif
adalah mengetahui apa yang ingin dicapai.

6. Sediakan waktu untuk perencanaan reflektif.


Melihat kepada kenyataan dan sifat pekerjaan yang terfragmantasi dan banyaknya tuntutan, m
aka lebih disukai jika menyisakan beberapa waktu secara teratur untuk melakukan analisis dan
perencanaan reflektif. Menyediakan waktu untuk perencanaan reflektif menuntut pengelolaan
waktu yang hati-hati. Salah satu pendekatan adalah untuk menyisakan sejumlah waktu (satu atau
dua jam) tiap minggunya untuk perencanaan individual.
7. Hindarkan kegiatan yang tidak perlu
Para manajer yang terlalu dibebani tugas-tugas yang tidak perlu, kemungkinan akan
mengesampingkan kegiatan-kegiatan penting untuk mencapai sasaran-sasaran utama. Beberapa
orang manajer menjadi terlalu dibebani dengan tugas-tugas yang tidak perlu karena mereka taku
menyinggung perasaan dari para bawahannya, rekan kerja, atau bosnya, dan mereka tidak
mempunyai rasa percaya diri dan ketegasan untuk menolak permintaan. Salah satu jalan untuk
menghindari tugas yang tidak perlu adalah dengan menyiapkan dan menggunakan cara yang
taktis untuk mengatakan tidak.

8. Rencanakan kegiatan harian dan mingguan.


Dalam literature yang ekstensif yang berorientasi pada praktisi manajemen waktu, terdapat
suatu kesepakatan mengenai pentingnya perencanaan dimuka terhadap kegiatan harian dan
mingguan.sewaktu merencanakan kegiatan harian, langkah pertama adalah membuat sebuah
“daftar apa yang harus dilakukan” untuk hari tersebut dan memberi prioritas kepada tiap
aktifitas. Daftar kegiatan yang diberi prioritas tersebut dapat digunakan dengan sebuah calendar
yang memperlihatkan pertemuan-pertemuan yang dibutuhkan dan janji-janji yang direncanakan
untuk merencanakan kegiatan hari esok.

9. Ambil kesempatan dari kegiatan reflektif.


Meskipun dibutuhkan suatu tingkat control terhadap penggunaan waktu seseorang, tidaklah
mungkin bagi seorang manjer untuk merencanakan dimuka secara tepat. Bagaimana tiap menit
dari suatu hari tersebut dapat digunakan. Sifat lingkungan tidak dapat diprediksi membuat
penting untuk memandang pertemuan-pertemuan yang kebetulan terjadi, interupsi dan pertemuan
yang tidak direncanakan, yang diprakarsai oleh orang lain, bukan hanya sebagai gangguan
terhadap kegiatan yang direncanakan, namun sebagai peluang untuk memperoleh informasi
penting, menemukan masalah, mempengaruhi orang lain, dan maju untuk mengimplementasi
rencana dan agenda-agenda yang informal.
Dalam berbagai tuntutan tersebut, seorang manajer upayakan memiliki etos kerja yang sangat
tinggi dan berkomitmen terhadap bidangnya. Sehingga manajer perlu memperhatikan hal– hal
sebagai berikut:
• Seorang manajer bekerja tidak boleh “sembrono”, seenaknya sendiri dan acuh tak acuh,
sebab hal ini akan berarti merendahkan makna demi ridha Allah.
• Seorang manajer harus bekerja sungguh-sungguh, teliti, tidak separuh hati(setengah-
setengah), sehingga rapi, indah, tertib, dan bersesuaian antara satu dengan yang lainnya.
• Seorang manajer harus bekerja secara efisien dan efektif atau mempunyai daya guna yang
setinggi-tingginya.
• Seorang manajer harus memiliki komitmen terhadap diri, masyarakat, IPTEK, peka
terhadap masa depan dengan bersikap istiqamah.
BAB III
KESIMPULAN

• Melalui pemahaman sifat-sifat kepemimpinan, maka perilaku pemimpin akan menjadi


lebih efektif, dan lebih sinkron dengan nilai serta norma-norma organisasi serta
manajemen. Dengan demikian dapat ditingkatkan kualitas kepemimpinannya. Dengan
begitu kepemimpinan terseut ada bila terdapat kelompok atau satu organisasi. Maka
keberadaan pemimpin itu selalu ada di tengah-tengah kelompoknya (anak buah, bawahan,
rakyat). Kepemimpinan terdapat di segenap organisasi dari tingkat yang paling kecil dan
intim, yaitu keluarga sampai ke tingkat desa, kota negara, dari tingkat lokal, regional
sampai nasional dan internasional.
• Manajemen adalah suatu aktivitas seseorang dalam mengatur sebuah pekerjaannya, baik
yang sifatnya kelembagaan, maupun non kelembagaan dengan diawali dari sebuah
perencanaan, dilanjutkan dengan pengorganisasian, melakukan fungsi control serta
mengaktualisasikannya. Aktifitas manajemen yang diperankan manajer ialah pekerjaan
manajerial.
• Bahwa setiap aktifitas pekerjaan apapun khususnya pekerjaan manajerial pada
hakekatnya adalah manifestasi dari tugas manusia sebagai “abdun” (hamba Allah).
“Abdun” yang dimaksud adalah hamba Allah. Kata abdun tersebut tidak berdiri sendiri,
seluruh makhluk yang memiliki potensi berperasaan dan berkehendak adalah Abd Allah
dalam arti dimiliki Allah, kepemilikan Allah terhadap makhluk tersebut merupakan
kepemilikan mutlak dan sempurna hanya milik Allah. Jadi berbagai potensi baik rohani
maupun jasmaniah manusia itu adalah mutlak milik Allah. Apabila salah satu dari potensi
keduanya tersebut lemah atau hilang, misalnya sedang sakit, cacat ataupun mati maka
jasad manusia tersebut seakan-akan tidak memiliki fungsi apa-apa(tidak ada guna).
• Karakteristik pekerjaan manajerial yang dapat ditemui biasanya dilapangan adalah
biasanya manajer sering kali menghadapi keadaan yang berubah dan tidak terduga
sebelumnya dan keadaan itu membutuhkan kemampuan berimprovisasi serta keluwesan.
Karena itu, perencanaan yang dilakukannya juga mungkin saja dilakukan tidak terlalu
detil dan formal agar dapat beradaptasi secara fleksibel dengan perubahan kondisi nyata
• Peran manajer dalam proses manajerial dapat ditampilkan dengan 3 peran, yaitu: peran
antar pribadi(peran sebagai figur untuk anak buah, pemimpin, dan penghubung), peran
informasional(peran manajer sebagai penyebar informasi serta peran sebagai juru bicara),
dan peran pengambilan keputusan(peran sebagai seorang wirausahawan, pemecah
masalah, pembagi sumber daya, dan perunding).
• Tuntutan ideal bagi seorang manajer yaitu: Mengerti alasan permintaan dan hambatan,
dapat mengembangkan sejumlah pilihan, mengerti system politik dalam organisasi, dapat
menumbuhkan jaringan kerja yang luas, dapat menentukan apa yang ingin dicapai, dapat
menyediakan waktu untuk perencanaan reflektif.

Anda mungkin juga menyukai