LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi
Ileus adalah suatu kondisi hipomotilitas (kelumpuhan) saluran gastrointestinal tanpa
disertai adanya obstruksi mekanik pada intestinal. Pada kondisi klinik sering disebut dengan
ileus paralitik. Obstruksi Ileus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran
usus, (Selvia A.Price).
Dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal atau suatu
blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis
atau fungsional yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan.
Perawat sangat perlu melakukan pemantauan pada pasien pascabedah abdominal dari
kondisi ileus. Setelah 2-3 hari pasca-pembedahan abdomen, ileus merupakan suatu kondisi
fisiologis yang normal sekunder dari anastesia dan efek intervensi bedah, namun istilah ileus
kondisi kelumpuhan intestinal dapat bertahan lebih dari 3 hari pascabedah.
Sebagian besar kasus ileus terjadi setelah operasi intra-abdomen. Kembali normalnya
aktivitas usus setelah pembedahan abdominal mengikuti pola yang dapat diprediksi. Usus kecil
biasanya mendapatkan kembali fungsi dalam beberapa jam. Aktivitas regains lambung dalam 1-2
hari dan usus besar aktivitas regains 3-5 hari, (Person, 2006).
2. Etiologi
Walaupun predisposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah abdomen, tetapi ada faktor
predisposisi lain yang mendukung peningkatan resiko terjadinya ileus, diantaranya (Behm, 2003)
sebagai berikut :
1. Sepsis
2. Obat-obatan (misalnya : opioid, antasid, coumarin, amitriptyline, chlorpromazine)
3. Gangguan elektrolit dan metabolik (misalnya hipokalemia, hipomagnesemia, hipernatremia,
anemia, atau hiposmolalitas)
4. Infark miokard
5. Pneumonia
6. Trauma (misalnya : patah tulang iga, cedera spina)
7. Bilier dan ginjal kolik
8. Cedera kepala dan prosedur bedah saraf
9. Inflamasi intra abdomen dan peritonitis
10. Hematoma retroperitoneal.
3. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala penting dari obstruksi Ileus adalah :
- Nyeri daerah umbilicus
- Muntah, sering terjadi bila obstruksi pada usus halus bagian atas
- Konstipasi absolut dan peregangan abdomen
4. Klasifikasi
a) Ileus Obstruktif
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007). Suatu
penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat
akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya
intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan,
hernia dan abses.
b) Ileus Paralitik
Ileus paralitik adalah ileus yang disebabkan gerakan (peristaltik) usus yang menghilang,
disini tidak ada sumbatan. Ileus paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama karena usus tidak dapat bergerak
(mengalami motilitas) dan menyebabkan pasien tidak dapat buang air besar. Obstruksi yang
terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga
tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan
endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson.
5. Patofisiologi
Menurut beberapa hipotesis, ileus pascabedah dimediasi melalui penghambatan aktivasi
refleks spinal. Secara anatomis, refleks yang terlibat pada ileus adalah pada pleksus ganglia
prevertebral, (Mattei, 2006).
Respons dari stres bedah mengarah pada generasi sistemik dari endokrin dan mediator
inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus. Model tikus telah menunjukkan
bahwa laparotomi, penetrasi, dan kompresi usus menyebabkan peningkatan jumlah makrofag,
monosit, sel dendritik, sel T, sel-sel pembunuh alami, dan sel mast, seperti yang ditunjukkan oleh
imonohistokimia. Kalsitonin-peptida, nitrit oksid, peptida vasoaktif intestina, dan substansi P
berfungsi sebagai inhibitor neurotransmiter pada sistem saraf usus, (Bauer, 2004).
Diferensiasi yang umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi dan obstruksi usus mekanik.
Seperti ileus pada pseudo-obstruksi, terjadi dengan tidak adanya patologi mekanis. Beberapa teks
dan artikel cendrung menggunakan ileus disamaartikan dengan pseudo-obstruksi atau merujuk
pada ileus kolon. Namun, kondisi ini jelas merupakan dua entitas yang berbeda. Pseudo-
obstruksi jelas terbatas pada usus besar, sedangkan ileus melibatkan baik usus kecil dan usus
besar. Usus besar yang terlibat dalam pseudo-obstruksi klasik, yang biasanya terjadi pada lanjut
usia dengan gambaran penyakit ekstarintestinal serius atau trauma. Agen farmakologi, sepsis,
dan ketidakseimbangan elektrolit dapat juga berkontribusi terhadap kondisi ini. Obstruksi usus
mekanik dapat disebabkan oleh adhesi, velvulus, hernia, intususepsi, benda asing, atau
neoplasma. Klinis obstruksi hadir dengan kolik abdominal yang hebat atau tanda-tanda obstruksi
perforasi yang jelas, (Loktus, 2012).
Tabel : Perbedaan dari ileus, pseudo-obstruksi, dan obstruksi usus mekanik, (Mukherjee, S, 2008).
6. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium, peningkatan kadar Haemoglobin (indikasi dari dehidrasi), leukositosis,
peningkatan PCO2 / asidosis metabolik.
Foto polos abdomen (BOF) dengan posisi tegak atau lateral dekubitus tampak distensi usus
proksimal dari hambatan dan fenomena anak tangga. Pada volvulus sigmoid tampak sigmoid
yang distensi berbentuk U yang terbalik dan dapat juga di dapatkan :
Pemeriksaan CT scan, dikerjakan secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya
strangulasi. CT scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan pada dinding
usus (obstruksi komplet, abses, keganasan), kelainan mesenterikus, dan peritoneum. Pada
pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
Pemeriksaan radiologi dengan barium enema. Pemeriksaan ini mempunyai suatu peran terbatas
pada klien dengan obstruksi usus halus. Pengujian enema barium terutama sekali bermanfaat jika
suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.
Pemeriksaan USG. Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran penyebab dari obstruksi.
Pemeriksaan MRI. Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenteric kronis.
Pemeriksaan angiografi. Angiografi mesenteric superior telah digunakan untuk mendiagnosis
adanya herniasi internal, intususepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi, (Suratun & Lusianah,
2010).
7. Penatalaksanaan
Dekompresi dengan pipa lambung.
Pemasangan infus untuk koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit juga keseimbangan asam
basa.
Koreksi bedah, tindakan bedah yang di lakukan sesuai dengan kelainan patologinya.
Antibiotika profilaksis atau terapeutik tergantung proses patologi penyebabnya.
8. Komplikasi
o Nekrosis usus.
o Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ intra abdomen.
o Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga terjadi peradangan atau
infeksi yang hebat pada intra abdomen.
o Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
o Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
o Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi.
o Pneumonia aspirasi dari proses muntah.
o Gangguan elektrolit, refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah
mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan
klorida dan kalium dalam darah, (Dermawan, 2010).
3. Intervensi Keperawatan
Rencana intervensi disususn sesuai dengan tingkat toleransi individu. Pada pasien ileus,
intervensi pada masalah keperawatan actual/resiko tinggi syok hipovolemik dapat disesuaikan
dengan masalah yang sama pada asuhan keperawatan pasien gastroenteritis. Untuk intervensi
masalah nyeri, kecemasan dan pemenuhan informasi dapat disesuaikan pada intervensi masalah
pasien diverticulitis.
1. Konstipasi b.d. hipomotilitas/kelumpuhan intestinal.
Tujuan : Dalam waktu 5x24 jam terjadi perbaikan konstipasi.
Kriteria evaluasi :
- Laporan pasien sudah mampu flatus dan keinginan untuk melakukan BAB.
- Bising usus terdengar normal, frekuensi 5-25 x / menit.
- Gambaran foto polos abdomen tidak terdapat adanya akumulasi gas di dalam intestinal.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji factor predisposisi Walaupun predisposisi ileus biasanya terjadi akibat pasca bedah abdomen,
terjadinya ileus. tetapi ada factor predisposisi lain yang mendukung peningkatan resiko
terjadinya ileus. Hal ini harus segera dikolaborasikan untuk mendapat
intervensi medis, misalnya adanya sepsis harus diatasi, kondisi gangguan
elektrolit harus dikoreksi.
Monitoring status cairan. Penurunan volume cairan akan meningkatkan resiko ileus semakin parah
karena terjadi gangguan elektrolit. Peran perawat harus
mendokumentasikan kondisi status cairan dan harus melaporkan apabila
didapatkan adanya perubahan yang signifikan.
Evaluasi secara berkala Pemantauan secara rutin dapat memberikan data dasar pada perawat atau
laporan pasien tentang sebagai pera untuk kolaborasi dengan medis tentang kondisi perbaikan
flatus dan periksa kondisi ileus. Hasil evaluasi harus didokumentasikan secara hati-hati pada status
bising usus. medis.
Pasang selang nasogastrik. Pemasangan selang nasogastrik dilakukan untuk menurunkan keluhan
kembung dan distensi abdomen. Perawat melakukan pemantauan setiap 4
jam dari pengeluaran pada selang nasogastrik.
Lakukan teknik ambulasi. Walaupun terdapat studi yang tidak berhubungan dengan peningkatan
resolusi ileus. Dalam sebuah studi non-randomized mengevaluasi pasien,
elektroda bipolar seromuskular ditempatkan di segmen saluran
gastrointestinal setelah laparotomi. 10 pasien ditugaskan untuk ambulasi
pada pasca operasi hari pertama, dan yang lainnya 24 pasien ditugaskan
untuk ambulasi pada pasca bedah hari ke 4. Hasil yang didapat, ternyata
tidak ada perbedaan yang signifikan dari hasil mioelektrik dalam
pemulihan di lambung, jejunum atau usus antara 2 kelompok tersebut,
(Waldhausen, 1990). Akan tetapi pelaksanaan ambulasi tetap bermanfaat
dalam mencegah pembentukan atelektasis, obstruksi vena profunda, dan
pneumonia.
Kolaborasi :
Opioid antagonis selektif. Alvimopan ini ditunjukkan untuk membantu mencegah ileus post operatif
reseksi usus, (Maron, 2008).
2. Resiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d. keluar cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan
absorpsi air oleh intestinal.
Tujuan : Dalam waktu 5x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria evaluasi :
- Pasien tidak mengeluh pusing, membrane mukosa lembap, turgor kulit normal.
- TTV dalam batas normal.
- CRT < 3 detik, urin > 600 ml/hari.
- Laboratorium : Nilai elektrolit normal.
INTERVENSI RASIONAL
Monitoring status cairan Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan.
(turgor kulit, membrane Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urin,
mukosa, urine output). monitoring yang ketat pada produksi urin < 600 ml/hari merupakan
tanda-tanda terjadinya syok hipovolemik.
Kaji sumber kehilangan cairan. Kehilangan cairan darimuntah dapat disertai dengan keluarnya natrium
via oral yang juga akan meningkatkan resiko gangguan elektrolit.
Dokumentasikan intake dan Sebagai data dasar dalam pemberian terapi cairan dan pemenuhan
output cairan. hidrasi tubuh secara umum.
Monitor TTV secara berkala. Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi
sudah terlibatnya system kardiovaskular untuk melakukan kompensasi
mempertahankan tekanan darah.
Kaji warna kulit, suhu, Mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tahanan perifer.
sianosis, nadi perifer dan
diaphoresis secara teratur.
Kolaborasi :
- Pertahankan pemberian cairan- Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan
secara intravena. memudahkan perawat dalam melakukan control intake dan output
- Evaluasi kadar elektrolit. cairan.
- Sebagai deteksi awal menghindari gangguan elektrolit sekunder dari
muntah pada pasien peritonitis.
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kurangnya intake makanan yang
adekuat.
Tujuan : Setelah 7x24 jam asupan nutrisi dapat optimal dilaksanakan.
Kriteria evaluasi :
- Bising usus kembali normal dengan frekuensi 5-25x/menit.
- Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.
- Terjadi penurunan gejala kembung dan distensi abdomen.
- Berat badan pada hari ke 7 pasca bedah meningkat minimal 0,5 kg.
INTERVENSI RASIONAL
Evaluasi secara berkala kondisi Sebagai data dasar teknik pemberian asupan nutrisi.
motilitas usus.
Hindari intake apapun secara Umumnya, menunda intake makanan oral sampai tanda klinis ileus
oral. berakhir. Namun kondisi ileus tidak menghalangi pemberian nutrisi
enteral.
Berikan nutrisi parenteral. Pemberian enteral diberikan secara hati-hati dan lakukan secara
bertahap sesuai tingkat toleransi dari pasien.
Berikan stimulant permen Pada suatu studi pemberian permen karet menunjukkan bahwa
karet. mengunyah permen karet sebagai bentuk pemberian makanan palsu
pada fase pemulihan awal dari ileus pasca bedah setelah laparoskopi
colectomy. 19 pasien yang menjalani elektif laparoskopi colectomy
secara acak. 10 pasien yang ditetapkan ke grup permen karet dan 9
untuk kelompok control. Pada kelompok yang mendapat makanan
palsu berupa permen karet dengan durasi 3x sehari pada hari pertama
pasca operasi. Terjadi flatus lebih cepat pada kelompok yang mendapat
makanan palsu permen karet daripada di kelompok control.
Pantau intake dan output, Berguna untuk mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
anjurkan untuk timbang berat
badan secara periodic (sekali
seminggu).
Lakukan perawatan mulut. Intervensi ini untuk menurunkan resiko infeksi oral.
Kolaborasi dengan ahli gizi Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan
mengenai jenis nitrisi yang yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.
akan digunakan pasien.
4. Implementasi
Pelaksanaan asuhan kerawatan merupakan realisasi dari pada rencana tindakan
keperawatan yang telah di terapkan meliputi tindakan idependent, dependetn, interdependent.
Pada pelaksanaan terdiri dari bebrapa kegiatan, validasi, rencana keperawatan,
mendokumentasikan rencana keperawatan memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan
data, (Susan Martin, 1998).
5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :
1) Kemampuan motilitas pasien meningkat dan konstipasi dapat teratasi
2) Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan tubuh
3) Asupan nutrisi tubuh optimal
4) Pasien tidak mengalami syok hipovolemik
5) Terjadi penurunan respons kecemasan
6) Terpenuhinya informasi kesehatan
7) Nyeri terkontrol atau teradaptasi