Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSIP

KATARAK
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun Oleh :
dr. Josa Anggi Pratama

Pembimbing :
dr. Tengku Afrina, Sp.M

Pendamping :
dr.Hj.Nanie Rusanti,SM.Kes
dr.Hj.Rima Budiarti

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN BENGKALIS

2018
BAB I
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Zn
Usia : 59 tahun
Alamat : Jln. Teluk Pisang, Tanjung Pisang, Meranti, Asahan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan: SMP sederajat
Status : Menikah
Masuk RS : Senin, 6 Maret 2018
No RM : 028939

ANAMNESIS
Keluhan utama : Mata kabur
Riwayat penyakit sekarang :
Keluhan dialami sejak ± 5 tahun terakhir, secara perlahan-lahan. Namun
dalam 2 bulan terakhir penglihatan dirasakan semakin menurun dan paling berat
pada mata kanan. Riwayat penglihatan seperti ada bayangan putih / kabut di
depan mata (+), silau (+), mata terasa mengganjal (-), nyeri (-), mata merah (-),
gatal (-), mata terasa berpasir (-), sakit kepala (-).
Keluhan lain seperti mata berair (+) , Riwayat Trauma (-) disangkal oleh
pasien. Pasien kemudian dirawat di Bangsal RSUD Bengkalis.

Riwayat penyakit dahulu :


Riwayat pengobatan sebelumnya (-), riwayat trauma (-), riwayat alergi obat (-),
riwayat keluarga dengan penyakit yang sama (-), Riwayat menggunakan kaca
mata (-) Riwayat penyakit Hipertensi (+) dan riwayat penyakit DM (-).

Riwayat penyakit keluarga


Hipertensi pada keluarga (-), Dm pada keluarga (-)

1
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum/ Kesadaran : Baik/ Compos mentis
Vital Sign :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/m
RR : 20 x/m
Suhu : 36.5oC
Status Generalis
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), skera ikterik (-/-) edema (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
THT : Sekret (-)
Dada : Simetris
Jantung : Bunyi Jantung I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, NT (-),Supel, tidak teraba massa, BU (+) normal
Ekstremitas : Edema -/- Akral Hangat

PEMERIKSAAN OD OS
Visus 1/300 2/60
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Apparatus lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Bola mata Kesan normal Kesan normal
Mekanisme muskuler Ke segala arah Ke segala arah
Kornea Jernih Jernih
Bilik mata depan Normal Normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Bulat, sentral. Bulat, sentral.
Lensa Kesan keruh, Kesan keruh

2
Shadow test (-) Shadow test (+)
Tekanan intra okuler T=P=N+0 T=P=N+0

Tonometer 12 mmHg 13 mmHg

Gambar 1. Foto Mata ODS pasien

Lensa Keruh Lensa Keruh


Shadow test - Shadow test +

Gambar 2. Ilustrasi Pemeriksaan Mata ODS pasien

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah rutin : dalam batas normal


EKG : dalam batas normal

RESUME
Pasien Ny. Zn usia 59 tahun datang ke IGD RSUD Bengkalis dengan keluhan
mata kabur sejak ± 5 tahun terakhir, perlahan-lahan. Namun dalam 2 bulan terakhir
penglihatan dirasakan semakin menurun dan paling berat pada mata kanan. Riwayat

3
penglihatan seperti ada bayangan putih / kabut di depan mata (+), silau (+) dan mudah
berair.
Pada pemeriksaan mata didapatkan visus OD 1/300, OS 2/60, kedua mata keruh,
Shadow test OD (+), OS (-). Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah : 120 /
80 mmHg, RR : 20 x/m, nadi : 80 x /m, suhu : 36,5 C. Pemeriksaan laboratorium
dalam batas normal,

DIAGNOSIS KERJA
Katarak Senilis Matur OD
Katarak Senilis Imature OS

TATALAKSANA
- Pro ECCE + IOL OD

4
FOLLOW UP

Follow up tgl 6 Maret 2017


S Pasien mengeluhkan kedua mata kabur
KU : CM, baik
O TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
Status Lokalis OD
Lensa Keruh
Shadow test -

Visus OD 1/300
TIO OD: T=P=N+0
A Katarak Senilis Matur OD, Katarak Senilis Imature OS
Pro Extracapsular Cataract Extraction (ECCE) + IOL OD
P IVFD RL 20gtt/menit
Inj Ceftriaxon 2x1gr
Inj Ranitidin 2x1amp
Diazepam 2x5mg
Glauseta 2x1
Cukur bulu mata
Spooling RL – Betadin (9,5 : 0,5)
Cendo Efrisel 10 Gtt 1 (Jam 11.00 besok pagi)

5
Follow up tgl 7 Maret 2017
S Pasien mengeluhkan kedua mata kabur
KU : CM, baik
O TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
Status Lokalis OD
Lensa Keruh
Shadow test -

Visus OD 1/300
TIO OD: T=P=N+0
A Katarak Matur OD, Katarak Senilis Imature OS
IVFD RL 20gtt/menit
P Inj Ceftriaxon 2x1gr
Inj Ranitidin 2x1amp
Inj Ketorolac 3x1 amp
Cendo xytrol drop 6x1 gtt OD
Cravit eye drop 6x1 gtt OD
Gentamycin salep mata 3x1 OD

6
Follow up tgl 8 Maret 2018
S Penglihatan mata kanan dirasakan membaik, Nyeri (-),
Bengkak (-)
KU : CM, baik
O TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,5oC

Status Lokalis OD Injeksi SC+


IOL (+)
Shadow test – Jahitan
Edema kornea +

Visus OD 2/60
TIO OD: T=P=N+0
A Pseudophakia OD, Katarak Senilis Imature OS

P Pasien dibolehkan pulang


Aff infus
Kontrol 13 Feb 18
Obat Pulang:
Cephadroxil 2x1 tab
Asam Mefenamat 3x500 mg
Omeprazole 2x1 mg
Cendo xytrol drop 6x1 gtt OD
Cravit eyedrop drop 6x1 gtt OD
Amlodipin 1x10 mg

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI1,2
Berdasarkan asesmen WHO tahun 2010, katarak bertanggung jawab sebanyak 51%
kebutaan di dunia atau sebanyak 20 juta orang yang menjadikannya penyebab utama dari
kebuataan. Katarak juga merupakan salah satu penyebab utama penurunan penglihatan yaitu
sekitar 25% hanya tepaut oleh gangguan refraksi yang tidak dikoreksi. Meskipun operasi
katarak dapat memperbaiki penglihatan, namun di negara dengan pendapatan rendah-
menengah katarak masih menjadi momok gangguan penyebab kebuataan pada mata.
Istilah katarak sendiri diambil dari bahasa yunani “katarraktes” yang berarti terjun
kebawah / air terjun karena dulu dipercaya penyakit ini disebabkan oleh lepasnya cairan di
otak hingga turun ke bawah mata. Sementara menurut WHO katarak adalah kekeruhan yang
terjadi pada lensa mata yang dapat menghalangi cahaya masuk ke dalam mata.
Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak ini tidak terjadi secara
instan namun terjadi secara berangsur-angsur. Pada akhirnya penglihatan penderita terganggu
secara permanen atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak dapat menular dari satu
mata ke mata yang lainnya, namun ia dapat mengenai kedua lensa mata secara bersamaan.
Mereka yang mengidap kelainan ini mungkin tidak akan menyadari telah mengalami
gangguan katarak terutama apabila kekeruhan tidak terletak pada bagian tengah lensanya.

ETIOLOGI1,4,5
Sekitar 90% katarak terjadi karena proses degeneratif atau dengan bertambahnya usia
seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi,
katarak dapat pula terjadi pada bayi terutama berhubungan dengan infeksi virus pada saat ibu
sang bayi hamil.
Penyebab katarak secara umum meliputi:
a. Proses degenerasi atau penuaan yang menyebabkan lensa mata mengeras dan
mengeruh
b. Komplikasi penyakit mata lain (katarak sekunder) seperti iridocilitis kronik,
vasculitis retinal, retinitis pigmentosa, heterochromia
c. Komplikasi penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, galactosemia, lowe
syndrome
d. Faktor keturunan seperti autosomal dominant, autosomal resesif, x linked, sporadic
8
e. Kerusakan pada fase embrionik seperti oleh karena rubella (40-60%), mumps (10-
22%), hepatitis (16%), toxoplasma (5%)
f. Obat-obatan seperti kortikosteroid (pada umumnya), chlorpromazine, agen miotik
atau busulfan
g. Akibat operasi mata sebelumnya yang pada umumnya setelah operasi vitrectomi
h. Trauma pada mata seperti trauma elektrik, radiasi ion, radiasi infrared, kontussio
atau perforasi gesette
i. Terpajan sinar matahari dalam waktu yang lama
j. Asap rokok
k. Faktor-faktor lain-nya yang belum diketahui

KLASIFIKASI KATARAK1,5
A. Menurut Etiologi
1. Katarak kongenital
2. Katarak akuisita (didapat)

B. Menurut Morfologis
1. Katarak kapsular: meliputi kapsul
2. Katarak subkapsular: mengenai bagian superfisial
dari korteks (dibawah kapsul)
3. Katarak kortikal: meliputi sebagian besar dari korteks
4. Katarak supranuklear: meliputi bagian dalam korteks
(diluar nukelus)
5. Katarak nuklear: meliputi nukelus dari lensa
6. Katarak polaris: meliputi kapsul dan bagian
superfisial dari korteks pada daerah polar
Gambar 3.Katarak Berdasarkan Morfologi
C. Menurut Kejadian E. Menurut Konsistensi
1. Katarak develpmental 1. Katarak cair
2. Katarak degeneratif 2. Katarak lunak
D. Menurut Umur F. Menurut warna
1. Katarak kongenital 1. Katarak nigra (kehitaman)
2. Katarak juvenil 2. Katarak rubra (kemerahan)
3. Katarak senilis 3. Katarak brusnsecent (coklat)
9
ANATOMI LENSA1,3,9
Struktur lensa dapat diurai menjadi :
1. Kapsul lensa
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang transparan. Kapsul lensa
tersusun dari kolagen tipe-IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul
berfungsi untuk mempertahankan bentuk lensa saat akomodasi. Kapsul
lensa paling tebal pada bagian anterior dan posterior zona preekuator (14
um,) dan paling tipis pada bagian tengah kutub posterior (3um).
2. Epitel anterior
Epitel anterior lensa dapat ditemukan tepat dibelakang kapsul anterior.
Merupakan selapis sel kuboid yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
lensa dan regenerasi serat lensa. Pada bagian ekuator, sel ini berproliferasi
dengan aktif untuk membentuk serat lensa baru.
3. Serat lensa
Serat lensa merupakan hasil dari proliferasi epitel anterior. Serat lensa
yang matur adalah serat lensa yang telah keihlangan nucleus, dan
membentuk korteks dari lensa. Serat-serat yang sudah tua akan terdesak
oleh serat lensa yang baru dibentuk ke tengah lensa.

Gambar 4. Anatomi Lensa

10
4. Ligamentum suspensorium (Zonulla zinnii)
Secara kasar, ligamentun suspensorium merupakan tempat tergantungnya
lensa, sehingga lensa terfiksasi di dalam mata. Ligamentum suspensorium
menempel pada lensa di bagian anterior dan posterior kapsul lensa.
Ligamentum suspensorium merupakan panjangan dari corpus silliaris.

Gambar 5. Anatomi Bilik Mata Depan

FISIOLOGI LENSA1,2
1. Transparansi lensa
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk
mempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous
humour sebagai penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan
produknya. Namun hanya sisi anterior lensa saja yang terkena aqueous
humour. Oleh karena itu, sel-sel yang berada ditengah lensa membangun
jalur komunikasi terhadap lingkungan luar lensa
2. Akomodasi lensa
Akomodasi lensa merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata
untuk mengubah fokus dari benda jauh ke benda dekat yang bertujuan
untuk menempatkan bayangan yang terbentuk tepat jatuh di retina.
Akomodasi terjadi akibat perubahan lensa oleh badan silluar terhadap serat
zonula. Saat m. cilliaris berkontraksi, serat zonular akan mengalami

11
relaksasi sehingga lensa menjadi lebih cembung dan mengakibatkan daya
akomodasi semakin kuat. Terjadinya akomodasi dipersarafi ole saraf
simpatik cabang nervus III. Pada penuaan, kemampuan akomodasi akan
berkurang secara klinis oleh karena terjadinya kekakuan pada nukelus.
Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi sebagai berikut:

Gambar 6. Fisiologi Lensa

PATOFISIOLOGI3,4,6
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan
sklerosis.Teori hidrasi dimulai akibat terjadinya kegagalan mekanisme pompa aktif
epitel lensa yang berada disubkapsular anterior lensa, hal ini menyebabkan air tidak
dapat dikeluarkan dari lensa. Terganggunya pengeluaran air akan meningkatkan
tekanan osmotik yang menjadi penyebab kekeruhan lensa.
Teori sklerosis lebih sering terjadi pada lensa orang yang sudah tua dimana
serabut kolagen terus bertambah sehingga menyebabkan terjadinya pemadatan
serabut kolagen di tengah. Serabut tersebut makin lama akan semakin bertambah
banyak sehingga nukleus lensa akan mengalami sklerosis.
Pada usia lanjut, akan terjadi perubahan-perubahan pada setiap bagian lensa
akibat proses degenerasi dan dari faktor lingkungan. Pada kapsula lensa akan terjadi
penebalan dan perubahan elastisitas pada lensa hal ini menyebabkan terjadinya
presbiopia pada orang tua. selain itu lamel kapsul pada kapsula akan berkurang dan
mengabur. Sementara pada epitel lensa terjadi penipisal intisel yang kemudian diikuti

12
berkurangnya densitas sel epitel. Sementara itu pada serat lensa, akan terjadi
kerusakan serat sel pada korteks. Serat lensa juga akan menjadi irreguler.
Perubahan kimiawi serta fisika pada lensa akan mengakibatkan hilangnya
transparasi lensa karena perubahan pada serabut halus multipel yang memanjang dari
badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa. Hal tersebut menyebabkan penglihatan
kita akan mengalami distorsi. Protein lensa akan mengalami koagulasi
(pengumpulan), sehingga mengakibatkan pandangan terganggu oleh karena
terhambatnya jalan cahaya ke retina.

KATARAK SENILIS1,4,5,6,9,11
Katarak senilis dapat dibagi berdasarkan 2 klasifikasi yaitu berdasarkan
maturitasnya yang dulunya sering digunakan untuk mengetahui kapan harus
dilakukan operasi dan berdasarkan morfologinya yang biasanya digunakan untuk
membedakan gejala klnis secara detail serta menentukan teknik operasi apa yang
akan digunakan.
Berdasarkan maturitasnya katarak senilis dapat dibagi dalam 4 stadium, yaitu:

a) Stadium Insipien
Pada stadium ini lensa kan terlihat seperti putih keabu-abuan namun dengan
korteks yang jernih. Maka jika diberi cahaya, iris shadow belum terlihat jelas. Pada
stadium ini mungkin mulai terjadi hidrasi kroteks atau tertariknya air kedalam koreks
namun hal ini belum terlalu menyebabkan perubahan pada lensa mata sehingga
biasanya belum terjadi gangguan visus yang berarti serta kedalaman bilik mata depan
masih normal.

b) Stadium Imatur
Pada fase ini, sebagian lensa akan menjadi keruh tetapi belum memenuhi
semua lapisan lensa. Oleh karena kekeruhan pada lensa, maka sinar yang masuk akan
mengenai bagian yang keruh ini, dan kemudian akan dipantulkan, sehingga pada
pemeriksaan shadow test akan ada daerah yang menjadi terang sebagai reflek
pemantulan cahaya pada daerah lensa yang gelap akibat bayangan iris pada lensa
yang keruh. Hal ini disebut shadow test (+).

13
Pada stadium ini kemungkinann besar terjadi hidrasi korteks yang signifikan
dan dapat mengakibatkan lensa mencembung, hal ini dapat menyebabkan indeks
refraksi mata berubah oleh karena daya biasnya bertambah dan mata akan sulit
melihat objek yang jauh (miopia). Keadaan ini disebut intumesensi. Dengan
mencembungnya lensa pada mata maka iris akan terdorong kedepan, menyebabkan
sudut camera oculi anterior menjadi sempit, hal ini dapat berkomplikasi menjadi
glaukoma.

c) Stadium Matur
Kekeruhan pada satadium ini telah mencapai seluruh lensa, sehingga semua
sinar yang melalui mata akan dipantulkan kembali pada permukaan anterior lensa.
Camera oculi anterior kedalamannya akan menjadi normal kembali akibat keluarnya
cairan lensa dari dalam lensa namun pada stadium ini belum diikuti oleh pencairan
protein lensa. Oleh karena sinar tidak dapat masuk ke lensa bayangan iris pada lensa
yang keruh tidak akan terlihat, shadow test akan negatif. Pada stadium ini pupil akan
tampak seperti mutiara.

d) Stadium Hipermatur
Pada stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut yang dapat menjadi
keras atau lembek dan mencair. Massa lensa baik air maupun protein yang mencair
akan berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi menyusut dan
mengecil, serta akan bewarna kuning dan kering. Hal ini akan menyebabkan sudut
mata akan menjadi dalam, serta memberikan kesan palsu bahwa bayangan iris
terlihat atau pemeriksaan shadow test akan menjadi pseudo-positif. Sementara
protein lensa yang keluar dari lensa akan manghambat sirkulasi aquos humour dan
menyebabkan gluokoma fakolitik selain itu protein yang keluar juga dapar
mengundang inflamasi dan menyebabkan uveitis serta berujung pada gloucoma
sekunder .Visus pada stadium ini biasanya 1/300 – 1/~.
Terkadang pengkerutan akan berjalan terus sehingga korteks yang
berdegenerasi dan mencair tidak mampu keluar. Korteks akan memperlihatkan
bentuk seperti sekantung susu disertai dengan nkleus yang terbenam di dalam korteks
lensa karena lebih berat. Hal ini disebut katarak morgagini.

14
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan lensa Ringan Sebagian Komplit Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah (air Normal Berkurang (air+masa
masuk) lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Depan Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka

Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudo-positif


Visus (+) < << 1/300 - 1/~
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaucoma

Tabel 1. Stadium Maturitas pada Katarak

Berdasarkan morfologinya katarak senilis dapat dibagi dalam 4 stadium, yaitu :


a) Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal, perubahan mendasar terjadi pada korteks lensa. Katarak
jenis ini lebih banyak dikaitkan oleh peningkatan konten air pada lensa. Pada
pemeriksaan slit lamp lamella akan terpisah dan gambaran “water fissure” akan
terlihat mengisi celah antar serat dan tersebar secara radial. Terkadang opasitas yang
tersebar secara radial ini akan terlihat seperti gambaran “spoke” atau jari-jari ban
atau seperti pinggiran kacah yang pecah. Semua prosess yang terjadi pada katarak
kortikal memiliki progresifitas yang lambat. Gehala yang sering pada katarak jenis
ini ialah adanya penurunan penglihatan pada kondisi cahaya yang terang,

15
Gambar 7. Gambaran dan Morfologi Katarak Kortika6,9

b) Katarak Nuklear
Pada katarak jenis ini perubahan yang terjadi adalah pada nukleus lensa terjadi
proses sklerotik. Hal ini membuat lensa menjadi keras dan akan kehilangan daya
akomodasinya. Proses ini akan berlanjut menjadi obtruksi sinar cahaya yang
melewati lensa mata. Maturasi proses ini dimulai dari sentral menuju perifer. Selain
itu pada katarak nuklear akan terjadi perubahan warna akibat adanya deposit pigmen
pada lensa. Deposit pigmen ini akan membuat nukleus terlihat memiliki warna
tertentu bergantung ketebalan dan karakteristik jenis deposit pigmennya. Warna
tersebut berupa coklat (katarak brunesens) atau hitam (katarak nigra) dan tipe yang
jarang berwarna merah (katarak rubra). Semua prosess yang terjadi pada katarak
nuklear memiliki progresifitas yang lambat. Gejala khas pada katarak jenis ini adalah
adanya perbaikan dalam penglihatan jarak dekat (penglihatan kedua/second sight)
pada saat awal progres penyakit bahkan terkadang sampai tidak membutuhkan
kacamata baca. Gejala ini diakibatkan karena adanya perubahan opasitas pada lensa.

16
Gambar 8. A. Katarak Nigra, B. Brunescens, C. Rubra dan D. Morfologi Katarak
Nuklear5,9

c) Katarak Supcapsular Posterior


Katarak jenis ini disebabakn oleh proliferasi sel kapsul posterior terutama
dibagian central. Hal ini akan diikuti opasifikasi bagian kapsul posterior lainnya.
Progresifitas katarak tipe ini sangatlah cepat dan gejala klinik tipe ini juga muncul

Gambar 9. Gambaran Katarak Supcapsular Posterior pada Pemeriksaan Slit-lamp1,6

17
dengan cepat bahkan di awal proses. Hal ini dikarenakan katarak tipe ini lokasinya
tepat berada di axis penglihatan kita. Namun untungnya katarak dengan morfologi
seperti ini merupakan tipe terjarang diantara ketiga janis katarak.
Penurunan penglihatan dengan kondisi cahaya yang sedikit dan glare
merupakan gejala yang sering muncul pada katarak subcapsular posterior. Pada awal-
awal proses biasanya penurunan penglihatan saat membaca dapat ditemukan pada
pemeriksaan. Sementara pada pemeiksaan slitlamp area yang terkena akan kelihatan
iregular dan terlihat seperti gambaran permukaan bulan.

Gambar 10. Morfologi Katarak Supcapsular Posterior,9

Berdasarkan morfologi diatas tingkat keparahan katarak bisa dikategorikan


menjadi beberapa tingkat. Beberapa sistem grading telah dikeluarkan, seperti Oxford
Clinical Cataract Classification dan Grading System, Johns Hopkins system, dan
Lens Opacity Classification System (LOCS, LOCS II, dan LOCS III). Namun pada
setingan klinis yang paling banyak digunakan ialah LOCS II karena tidak
membutuhkan refrensi fotografi yang sulit didapatkan.

18
Tabel 2. Grading Katarak Berdasarkan Morfologi (LOCS II)11

MANIFESTASI KLINIK4,5,6,8,9
Gejala katarak biasanya dimulai ketika pasien melaporkan penurunan fungsi
penglihatannya. Temuan lainnya meliputi pengembunan seperti kabut keabuan pada
pupil sehingga retina akan sulit tampak dengan oftalmoskop. Ketika katarak semakin
matang lensa akan menjadi semakin opak. cahaya akan dipendarkan dan bukan
terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan akan semakin kabur atau redup,
silau yang parah dan dan akan kesulitan melihat di malam hari. Pupil yang biasanya
tampak kosong atau hitam, akan berubah abu-abu, kekuningan atau putih. Seiring

19
dengan progesifitas penyakit, lensa koreksi yang lebih kuat tidak akan mampu
memperbaiki ketajaman penglihatan.
Gangguan penglihatan katarak sebenarnya juga bervariasi, tergantung pada
jenis dan progresifitas dari katarak yang diderita pasien. Hal ini terutama terjadi pada
saat fase awal-awal dimana lokasi perubahan morfologi lensa terjadi ditempat yang
bervariasi. Berikut adalah ringkasan gejala yang terdapat pada penderita katarak:
- Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan.
Keluhan ini bersifat progresif dan tanpa ada rasa nyeri. Gejala biasanya
lebih buruk ketika malam hari terutama pada katarak dengan tipe
subcapsular dan nuklear dan memburuk saat siang hari pada tipe kortikal.
- Silau, hal ini bisa dilihat saat terjadi perubahan cahaya terang lingkungan
atau silau pada saat siang hari dan bisa juga terjadi silau ketika mendekat
ke lampu pada malam hari terutama saat berkendaraan. Keluhan ini sering
kali ditemui pada orang yang terkena katarak tipe posterior supkapsular
- Miopia, peningkatkan dioptrik lensa yang menimbulkan myopia terjadi
pada beberapa pasien katarak.. Akibatnya, pasien katarak senilis dengan
presbiopia akan melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan
mereka dapat mulai membaca kembali tanpa bantuan kaca mata baca. Hal
ini sering dinyatakan dalam literatur sebagai second sight (penglihatan
kedua). Secara khas perubahan ini terjadi terutama pada pasien katarak
dengan morfologi tipe nuklear.
- Halo, pada beberapa pasien hal ini terjadi oleh karena terbias-nya sinar
menjadi spektrum warna yang lebih luas dikarenakan kombinasi
peningkatan kandungan air serta perubahan opasitas pada lensa.
- Monocular diplopia, perubahan nuclear yang terkonsentrasi pada bagian
dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian sentral
lensa. Fenomena seperti ini dapat menimbulkan diplopia monocular yang
seulit sekali dikoreksi dengan kacamata, prisma, maupun lensa kontak.
Gejala seperti ini sering terjadi pada katarak dengan morfologi tipe
nuclear.

20
- Noda, hal ini sering dikeluhkan dengan adanya bayangan hitam, kuning
atau abu-abu pada lapangan pandang pasien. Terkadang pasien
menjelaskan keluhannya dengan adanya kabut pada lapangan pandang.
Keluhan ini juga biasanya diikuti dengan perubahan persepsi warna akibat
adanya bayangan/kabut tersebut.

Gambar 11. Perbandingan penglihatan normal dan katarak1

21
DIAGNOSA4,5,10
Diagnosa katarak senilis dapat ditentukan terutama dilihat dari dari hasil
pemeriksaan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hal ini tertuama jika perubahan
opasitas lensa sudah terlihat secara bermakna. Pemeriksaan visus dilakukan untuk
mengetahui kemampuan ketajaman pengelihatan pasien sehingga dapat mengetahui
derajat katarak serta berperan dalam proses terapi sementara dengan kacamata.
Ketajaman penglihatan pasien terkadang dapat membaik pada dilatasi pupil dengan
menggunakan midiatrikum terutama pada pasien dengan katarak tipe subcapsuler
posterior. Perbedaan ketajaman penglihatan saat berada ditempat gelap dan terang
juga patut ditanyakan karena pada fase-fase awal katarak terkadang penurunan visus
hanya terjadi saat adanya perbedaan cahaya.
Pasien juga perlu ditanyakan tentang kesulitan melakukan aktivitas terutama
jika sudah terjadi penurunan visus yang bermakna seperti ambulasi, mengemudi,
membaca dengan kondisi pencahayaan yang berbeda, dan beberapa aktivitas lainnya.
Hal ini penting untuk mengetahui derajat keparahaan katarak dan perlunya tindakan
intervensi atau tidak.
Pemeriksaan slit lamp dapat dilakukan terutama untuk menilai opasitas lensa.
Selain itu penilaian pada struktur okuler lain seperti konjungtiva, kornea, iris, bilik
mata depan dengan slit lamp juga penting untuk dinilai. Ketebalan kornea harus
dinilai dengan hati-hati, gambaran lensa juga harus dinilai dengan teliti baik sebelum
dan sesudah pemberian midiatrikum, posisi lensa serta intergritas serat zonular juga
harus diperiksa dengan teliti sebab dapat terjadi subluksasi lensa yang
mengidentifikasikan adanya trauma pada mata sebelumnya, gangguan metabolik,
atau katarak hipermatur. Sementara untuk mengidentikasikan stadium pada katarak
senilis dapat dilakukan pemeriksaan stadow test serta mencocokkannya denngan
temuan klinis lainnya. Pengevaluasian integritas belakang mata dapat kita periksa
dengan pemeriksaan ophtalmokopi baik direk maupun indirek, namun seiring dengan
peningkatan opasifikasi lensa pemeriksaan bagian belakang mata semakin sulit
dilakukan dan terbatas terhadap penilian refleks fundus.
Penilaian penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan
kelainan jantung dapat dinilai dari anamnesis historis pasien dan pemeriksaan fisik.
Namun jika diperlukan bisa dilakukan pemeriksaan laboratorium dan rontgen untuk

22
menilai kondisi terkini pasien terutama saat persiapan pre-operasi. Dilakukannya
pemeriksaaan laboratorium dan rontgen ini penting dilakukan menilai faktor resiko
dan komplikasi saat operasi sehingga jika ada indikator yang belum baik kita dapat
melakukan terapi pencegahan sebelumnya.

KOMPLIKASI5
Glaucoma dan uveitis merupakan komplikasi utama terutama jika katarak
dibiarkan dan tidak diobati. Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan
intraokuler yang menyebabkan atrofi saraf optik dan kebutaan bila tidak teratasi.
Glucoma terjadi karena adanya penebalan lensa yang akan mempersempit sudut bilik
mata. Hal ini terjadi terutama pada katarak yang sedang berkembang. Selain itu
glucoma juga bisa terjadi pada katarak hipermatur karena keluarnya protein lensa
menuju kamera oculi anterior serta mengundang faktor-faktor inflamasi hingga
menyebabkan penyumbatan aliran aquos humour. Semntera uveitis akibat katarak
terjadi oleh karena efek lebih lanjut dari inflamasi tersebut.

PENATALAKSANAAN5,7,8,10
Belum ada terapi farmakoligikal yang mampu mengatasi katarak.
Penatalaksanaan utama untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Namun perlu
diinformasikan kepada pasien bahwa jika adanya opasifitas pada lensa tidak selalu
membutuhkan intervensi bedah. Jika kehilangan penglihatan benar-benar meganggu
kegiatan sehari-hari, barulah dipertimbangkan untuk dilakukan ekstraksi lensa
dengan intervendi bedah. Penggantian lensa kacamata maupun lensa kontak bisa
dilakukan seiiring berkembangnya progresifitas katarak. Katarak itu sendiri
merupakan salah satu indikasi medis dilakukan ekstraksi lensa. Indikasi lain juga
bisa menjadikan penyebab dilakukannya ekstraksi lensa seperti lenticular
malposition (subluksasai dan dislokasi), lenticular malformasi, inflamasi oleh lensa
(uveitis fakotoksis, glaucoma fakolitik, glaucoma fakomorfik) dan lenticular tumor.
Prosedur standar operasi katrak dengan ekstraksi lensa ialah dengan
menggunakan tindakan ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) denan nuclear
expression maupun menggunakan phacoemulsifikasi. Tindakan dengan ICCE (Intra
Capsular Cataract Ekstraction) jarang dilakukan pada pasien katarak mengingat

23
komplikasi yang dapat terjadi namun terkadang pada beberapa kasus tertentu hal ini
masih dapat dilakukan. Berikut penjabaran ketiga tindakan tersebut:

1. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE )-Nuclear Expression


Teknik ini sangat populer sejak lama untuk ektrasi lensa pada katarak
dan masih banyak dilakukan di banyak negara terutama asia dimana
fasilitas untuk melakukan tindakan phakoelmusifikasi masih terbatas.
Namun dinegara dengan penggunaan phakoemulsifikasi yang sudah masif
teknik ini hanya digunakan pada pasien katarak dengan nucleus yang padat
dan keras hingga sulit dilakukan penyedotan dengan phacoemulsifikasi.
Tindakan ini dilakukan dengan pembedahan pada lensa yang terkena
katarak dengan mengeluarkan isi lensa dan memecah ataupun merobek
kapsul lensa anterior sehingga massa lensa serta kortek lensa dapat
dikeluarkan melalui robekan. Modifikasi dengan insisi kecil bisa
dilakukan dengan menggunakan teknik tertentu namun hal ini tetap
bergantung dari pengalaman pembedah, faktor sosioekonomi dan
ketersediaan alat.
2. Phakoemulsification
Teknik ini dilakukan dengan membongkar dan memindahkan kristal
lensa. Teknik ini ini hanya memerlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 1-
3mm) di kornea. Ultrasonic-shockwafe akan digunakan untuk
menghancurkan lensa anterior dengan katarak, selanjutnya mesin penyedot
(phaco) akan menyedot massa katarak yang telah hancur menjadi kepingan
hingga bersih. Sebuah lensa Intra Okular khusus yang dapat dilipat akan
dimasukkan melalui irisan kceil tersebut. Karena insisi yang kecil maka
jahitan tidak diperlukan pada teknik ini, luka yang akibat insisi akan pulih
berangsur-angsur dengan sendirinya, segera paskaoperasi pasien akan
dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.

24
Gambar 12. Mekanisme Facoemulsification

3. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)


Tindakan ini merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan
seluruh lensa berserta kapsulnya. Seluruh lensa akan dikeluarkan dari
mata melalui incisi korneal superior lebar. Sekarang metode ini hanya
dilakukan pada kondisi-kondisi tertentu seperti dilakukan pada keadaan
subluksasio lensa dan dislokasi lensa atau pada trauma dan penyakit
kongenital pada mata. Pada tindakan ini tidak akan terjadi katarak
sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama telah
dilakukan. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini dan alasan
jarangnya tindakan ini dilakukan pada masa modern sebagai teknik
pembedahan pada katarak ialah astigmatism, vitreous loss, retinal
detachment, dan edema macular serta komplikasi yang ada pada teknik
lainnya seperti glukoma, uveitis dan endoftalmitis.

PENCEGAHAN5,10
Pencegahan katarak dapat dilakukan pada faktor risiko yang dapat
dimodifikasi. Penggunaan steroid pada dosis terapeutik yang terkecil diberikan jika
pasien benar-benar membutuhkannya selain itu ia juga harus dihentikan saat keadaan
pasien sudah memungkinkan . Penggunaan steroid jangka panjang pada pasien
(topikal atau sistemik) harus diskrining untuk katarak dan dilakukan pemeriksaan
ulang setiap kontrol. Pasien harus diedukasi untuk berhenti merokok, menghindari

25
pancaran sinar ultraviolet seminimal mungkin terutama dilakukan dengan
menggunakan kacamata saat berada diluar ruangan. Pasien yang rentan akan trauma
terutama saat bekerja disarankan untuk menghindarinya dengan cara menggunakan
kacamata atau alat pelindung mata pada saat bekerja. Penggunaan antioksidan untuk
memberikan efek proteksi terhadap katarak sudah dilakukan penelitian, tetapi
hasilnya tidak dapat dijadikan pegangan. Begitu juga terhadap penggunaan aspirin
pada pasien katarak, belum dapat disimpulkan tentang efek protektifnya.

PROGNOSIS10
Prognosis katarak adalah baik dengan sebagian besar pasien mengalami
perbaikan visual setelah dilakukan operasi. Operasi katarak akan turut memperbaiki
kemmapuan melakukan kegiatan sehari-hari, mingkatkan kualitas hidup serta status
mental pasien. Prognosis visual pada pasien anak yang mengalami katarak dan
menjalani operasi tidak sebaik pada pasien dengan katarak yang berhubungan dengan
umur. Prognosis untuk perbaikan kemampuan visual paling buruk pada katarak
kongenital unilateral yang dioperasi dan paling baik pada katarak kongenital bilateral
inkomplit yang bersifat progresif lambat.

26
BAB III
PEMBAHASAN KASUS7,10

Pasien perempuan berumur 59 tahun dengan keluhan utama pasien adalah


kedua mata kabur secara perlahan-lahan sejak 5 tahun. Keluhan dirasakan semakin
memberat hingga mengganggu aktivitas sehari-harinya terutama 2 bulan terakhir..
Pasien juga mengeluhkan silau pada kedua mata serta seperti melihat kabut atau
asap. Gejala-gejala yang dialami pasien ini sesuai dengan literatur yang menuju
kearah katarak. Katarak merupakan adanya kekeruhan pada lensa sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan tajam penglihatan. Tingkatan penurunan
ketajaman penglihatan yang dialami pasien bervariasi tergantung dari tingkat
kekeruhan lensa. Lensa pasien katarak akan semakin cembung akibat proses hidrasi
cairan yang meningkatkan ketebalan pada lensa. Sementara usia pasien yang lebih
dari 50 tahun merupakan salah satu faktor penentu dari jenis katarak. Jenis katarak
yang paling sesuai pada sebaran umur tersebut adalah katarak senilis.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus pasien kurang dari 1/300 pada mata
kanan dan 2/60, terdapat kekeruhan pada kedua lensa yang jika disinari dengan
menggunakan senter pada kemiringan 45o menimbulkan bayangan iris pada mata
kanan sedangkan pada mata kiri tidak terlihat bayangan. Hal ini sesuai dengan
literatur yang ada yang menyatakan bahwa lensa normal yang tidak terdapat
kekeruhan didalamnya, sinar dapat masuk kedalam mata tanpa ada bayangan yang
dipantulkan. Jika kekeruhan lensa hanya terdapat pada sebagian saja, maka sinar
oblik yang mengenai bagian keruh ini, akan dipantulkan lagi ekluar, sehingga pada
pemeriksaan akan terlihat di pupil daerah yang terang sebagai reflek pemantulan dari
cahaya pada daerah lensa yang keruh dan daerah yang gelap, akibat bayangan iris
pada bagian lensa yang keruh. Keadaan ini disebut bayangan iris (+). Namun jika
kekurahan sudah terjadi menyeluruh pada lensa serta sangat padat yang menandakan
telah maturnya katarak, maka sinar oblik yang mengenai lensa tidak akan mempu
tembus sama sekali dan tidak akan ada yang bisa bisa dipantulkan sama sekali.
Pada pemeriksaan opthalmologi, tidak ditemukan adanya hiperemi pada
konjungtiva serta rasa nyeri pada mata (-). Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan

27
fisik, didapatkan diagnosis yang sesuai adalah katarak senilis matur pada mata kanan
dan imatur pada mata kiri.
Usulan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien ini adalah pemeriksaan
funduskopi dan slit lamp untuk lebih memastikan kekeruhan yang terjadi pada lensa
dan segmen posterior bola mata serta menilai keadaan retina pasien. Pada pasien ini
tidak dilakukan funduskopi karena keterbatasan alat, namun bisanya pada pasien
katarak dengan retina yang baik akan didapatkan reflex fundus yang (+) dan akan
adanya bayangan iris. Hal ini jika ditemukan akan mengarah kepada katarak senilis
imatur.
Penatalaksanaan pada katarak imatur adalah penggunaan kaca mata sehingga
pasien mampu beraktivitas dengan baik. Namun jika hal ini masih dirasa
mengganggu oleh pasien, dapat dilakukan ekstraksi lensa. Pada pasien ini ekstraksi
lensa dapat dilakukan karena katarak sudah sangat menganggu keseharian pasien.
Metode yang terbaik yang dapat digunakan ialah metode Fakoemulsifikasi + IOL.
Namun karena keterbatasan alat penggunaan ECCE + IOL merupakan pilihan
alternatif yang bisa dilakukan. Jika keadaan memungkinkan sebernarnya, pemilihan
teknik operasi ini juga sebaiknya diserahkan pada pasien, dengan sebelumnya kita
dapat memberikan edukasi mengenai kelebihan serta kekurangan dari masing-masing
teknik tersebut. Pada ECCE + IOL, insisi yang dilakukan akan lebih lebar
dibandingkan dengan teknik fakoemulsifikasi sehingga proses penyembuhan akan
berlangsung lebih lama dan kemungkinan terjadinya astigmatisma juga lebih besar.
Sementara teknik fakoemulsifikasi memiliki komplikasi astigmatisma yang lebih
kecil hanya saja biayanya lebih mahal dibandingkan dengan ECCE.
Adanya edema korna akut pada pasien ini setalah dioperasi bisa diakibatkan
oleh adanya trauma, inflamasi serta peningkatan TIO selama operasi. Penggunaan
steroid dapat dilakukan jika terjadi komplikasi akut ini. pada pasien ini diberikan
tetes mata cendo cytrol yang berisi steroid salah satu tujuannya digunakan untuk
mengatasi hal tersebut. Jika endotelium korneanya baik maka gejala ini akan hilang
dalam waktu 1-2 minggu kemudian. Jika terjadi hal ini, penyembuhan mungkin akan
diekspektasikan tertunda dan edema corneal kronik akan mungkin terjadi.
Prognosis pasien ini baik, hal ini disebabkan karena katarak merepukan suatu
kekeruhan pada lensa yang dapat diperbaiki. Sehingga tajam penglihatan pasien

28
setelah dioperasi akan lebih baik dibandingkan dengan sebelum dioperasi. Namun
derajat perbaikan visus pada pasien yang tua akan tidak sebaik saat muda karena
kelainan mungkin tidak hanya terjadi pada lensa tetapi juga bisa telah terjadi pada
retina dan saraf optik mata.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Lang, G.K. Ophtalmology, A Pocket Book of Atlas. 2th ed. USA: Thieme, 2007

2. Cataract. http://www.who.int/blindness/causes/priority/en/index.com. Diunduh


tanggal 13 Maret 2018.

3. Eva, P.R, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc Graw-
Hill, 2007.

4. Kanski, JJ., Bowling , B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China: Elsevier,
2011.

5. Ilyas, H.S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, 2004.

6. Tasman, W., Jaeger, E.A. The Wills Eye Hospital Atlas of Clinical Ophtalmology
2rd ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins, 2002.

7. Yanoff, M., Duker, J.S. Opthalmologhy 3rd. USA: Mobsby Ellsevier, 2004.

8. Voughan, D.G.Asbury, T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Penerbit Widya Medika.


Jakarta, 2000.

9. James, B. Chew, C. Bron, A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Penerbit


Erlangga. Jakarta, 2005.

10. American Optometric Association Consensus Panel on Care of the Adult Patient
with Cataract. Optometric Clinical Practice Guideline: Care of the Adult Patient
with Cataract. American Optometric Association, 2004.

30

Anda mungkin juga menyukai