Anda di halaman 1dari 11

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKERASAN PADA

PERAWAT INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT DI KOTA


MANADO
Stanly Rawung*, Jimmy Panelewen**, Steven R. Sentinuwo***

* Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado


** Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
*** Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRAK
Kekerasan di tempat kerja terhadap petugas kesehatan semakin menjadi masalah serius. Adanya
kekerasan terhadap petugas kesehatan dapat berdampak pada mutu pelayanan yang diberikan.
WHO mengemukakan model ekologis terjadinya kekerasan di tempat kerja dengan melihat faktor
individu, faktor pelaku, faktor tempat kerja dan faktor komunitas. Data di dunia menunjukkan
terdapat peningkatan sampai tiga kali lipat kejadian kekerasan dalam dekade terakhir. Di
Indonesia khususnya kota Manado, data laporan tentang kejadian kekerasan di Rumah Sakit
masih sangat minim. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi dan jenis kekerasan
yang terjadi pada perawat IGD rumah sakit di kota Manado dan faktor – faktor apa yang
berhubungan dengan kejadian kekerasan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode analitik
kuantitatif dengan pendekatan potong lintang, yang dilaksanakan pada bulan Desember 2016 –
April 2017. Data primer yang mencakup pengalaman kerja, tingkat pendidikan, tata ruang IGD,
sistem keamanan, tingkat kunjungan pasien dengan alkohol / obat – obatan dan tingkat pasien
stagnan (waktu tunggu lama) diperoleh dengan kuesioner terhadap 74 responden dari populasi
perawat IGD tiga Rumah Sakit di Kota Manado, yaitu RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado, RS
Tk. III R. W. Mongisidi Manado dan RS Islam Sitti Maryam Manado. Data diolah dan dianalisis
secara univariat, bivariat dengan uji chi-square dan multivariat dengan regresi logistik pada level
signifikansi 5%. Penelitian menunjukkan 73,0% responden pernah mengalami kekerasan dalam
12 bulan terakhir, dengan perincian menurut jenisnya yaitu 8,1% mengalami kekerasan fisik,
71,6% mengalami kekerasan verbal, 32,4% mengalami bullying, dan 1,4% mengalami kekerasan
seksual. Hasil analsis bivariat menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara pengalaman
kerja, tingkat pendidikan, sistem keamanan , dan tingkat pasien stagnan / waktu tunggu lama
dengan kekerasan pada perawat IGD di Kota Manado; sedangkan tata ruang IGD dan tingkat
kunjungan pasien dengan alkohol / obat – obatan tidak memiliki hubungan yang bermakna secara
statistik. Pada analisis multivariat diperoleh bahwa pengalaman kerja merupakan faktor yang
paling dominan berhubungan dengan kekerasan pada perawat IGD di Kota Manado. Faktor
pengalaman kerja (p=0,000), tingkat pendidikan (p=0,010), sistem keamanan (p=0,038) dan
tingkat pasien stagnan / waktu tunggu lama (p=0,014) berhubungan bermakna secara statistik
dengan kekerasan pada perawat IGD di kota Manado.

ABSTRACT
Workplace violence against healthcare workers has emerged as a serious problem. The workplace
violence could affect the quality of healthcare service. WHO give an ecological models to explain
the factors related to workplace violence, consist of individual, perpetrator, workplace
environment and community factors. Over the past decade, the level of workplace violence has
increased three folds in world reports. It’s still hard to find workplace violence in hospital data
due to the underreporting problems in Indonesia, especially in Manado. This study aimed to
explore the frequency and types of workplace violence against emergency department (ED) nurses
in Manado and factors that are related to it. This cross sectional study used a quantitative
analytical method which was conducted at December 2016 until April 2017. A questionnaire was
used to collect data including job experience, education level, emergency room layout, security
system, patients with alcohol / drugs abuse level and long waiting time patient level. 74
Respondents selected from population of nurses from 3 hospitals in Manado; those are RSUP
Prof. dr. R.D. Kandou Manado, RS Tk. III R. W. Mongisidi Manado, and RS Islam Sitti Maryam
Manado. Datas were processed and analyzed by univariate, bivariate (chi-square test) and
multivariate (logistic regression) at significance level of 5%. This study found that 73% of
respondents expressed at least one violent event within the past 12 months, which specifically
8,1% for physical violence, 71,6% for verbal violence, 32,4% for bullying, dan 1,4% for sexual

36
harassment. Bivariate analysis shows that there were a statistical significant correlation between
job experience, education level, security system, and long waiting time patient level with
workplace violence against ED nurses in Manado; while the emergency room layout and patients
with alcohol / drugs abuse level had no statistically significant correlation found. In the
multivariate analysis, the job experience was found as the most dominant factor related to
workplace violence against ED nurses in Manado. Factors related significantly with workplace
violence against ED nurses in Manado are job experience (p=0,000), education level (p=0,010),
security system (p=0,038) and long waiting time patient level (p=0,014).

PENDAHULUAN kekerasan disbanding profesi lain di


Kekerasan di tempat kerja dapat terjadi rumah sakit (Anonimous, 2012).
pada berbagai profesi termasuk pada Banyak faktor yang berhubungan
para petugas kesehatan di Rumah Sakit. dengan terjadinya kekerasan di tempat
Kekerasan yang terjadi dapat berupa kerja. Kontak dengan publik yang begitu
kekerasan fisik, verbal, bullying maupun luas dan akses terbuka hingga 24 jam
seksual. World Health Organization menjadikan petugas kesehatan berisiko
(WHO) mendefiniskan kekerasan di mengalami kejahatan di tempat kerja.
tempat kerja sebagai suatu kejadian WHO dalam laporan global tentang
dimana pekerja dilecehkan, diancam kekerasan dan kesehatan tahun 2011
atau diserang pada kondisi sehubungan mengemukakan model ekologis
dengan pekerjaannya, termasuk pada terjadinya kekerasan di tempat kerja
perjalanan menuju dan dari tempat kerja, dengan melihat faktor individu, faktor
yang melibatkan ancaman eksplisit pelaku, faktor tempat kerja dan faktor
maupun implisit terhadap keamanan, komunitas, serta konteks dan dampak
kesejahteraan atau kesehatannya kekerasan (Anonimous, 2003). NIOSH
(Anonimous, 2003). National Institute menyampaikan beberapa faktor risiko
for Occupational Safety and Health terjadinya kekerasan pada petugas
(NIOSH) menyatakan bahwa kekerasan kesehatan diantaranya desain lingkungan
di rumah sakit dapat terjadi baik pada fisik yang kurang baik, ruangan tunggu
siapa saja baik perawat, dokter maupun yang tidak nyaman dan terlalu padat,
pekerja lainnya (tenaga adminsitrasi, jumlah staf yang kurang, petugas
petugas kebersihan maupun petugas kemanan yang kurang, akses public
keamanan). Namun karena perawat yang yang tidak dibatasi, kurangnya pelatihan
lebih sering kontak langsung dan untuk mengenal dan menghadapi potensi
menghabiskan waktu lebih lama dengan kekerasan, adanya peningkatan jumlah
pasien dan keluarganya, dikatakan pasien yang menderita sakit mental akut
perawat yang paling berisiko mengalami dan kronis yang datang berobat ke IGD,
dan lamanya waktu untuk menunggu

37
tindakan dari perawat di ruang IGD Dalam beberapa dekade terakhir, terlihat
(Anonimous, 2012). bahwa tingkat kekerasan di tempat kerja
terhadap petugas kesehatan di rumah
sakit meningkat sebanyak tiga kali lipat.
- Hasil penelitian menunjukkan insiden
kejadian kekerasan di tempat kerja
kecenderungan bunuh diri merupakan terhadap petugas kesehatan di dunia
faktor yang berkontribusi terhadap bervariasi antara 22% di Eropa sampai
kejadian kekerasan, dan demikian juga 75% di Hong Kong (Jabbari-Bairami et
dengan pasien yang masih di bawah al, 2013). Data dari Bureau of Labor
pengaruh alkohol (45% - 94%) dan atau Statistics angka kejadian kekerasan di
obat – obatan terlarang (57% - 94%) tempat kerja pada petugas kesehatan di
(Pompeii et al, 2013). Amerika Serikat pada tahun 2013
Kekerasan di tempat kerja dapat sebesar 7,8 per 10.000 pekerja. Angka
menyebabkan berbagai dampak baik ini empat kali lebih besar dibandingkan
fisik, psikologis, sosial maupun dengan angka kejadian kekerasan di
keuangan, diantaranya kehilangan waktu tempat kerja pada sektor lain seperti
kerja, ketidakpuasan kerja, berhenti dari konstruksi, manufaktur dan ritel.
pekerjaan, penurunan kinerja, stress, Kecenderungan peningkatan terus –
cemas, gangguan stress paska trauma, menerus angka kejadian kekerasan di
kecelakaan bahkan kematian (Jabbari- tempat kerja ini mendorong organisasi
Bairami et al, 2013). Gillespie et al Center for Disease Control and
(2013) menyatakan kekerasan di tempat Prevention (CDC) menetapkan keadaan
kerja dapat mengakibatkan gangguan ini sebagai suatu epidemik.
pada kesehatan mental pekerja dan dari Kekerasan di tempat kerja di
hasil penelitian mereka pada enam sektor kesehatan di Indonesia sendiri
rumah sakit di Amerika Serikat masih belum banyak dilaporkan, dibahas
dilaporkan terdapat 40% pekerja di IGD dan diteliti. Data spesifik tentang
menunjukkan minimal satu gejala stress kejadian kekerasan di tempat kerja
paska trauma setelah mengalami terhadap dokter dan perawat maupun
penyerangan di tempat kerja. petugas kesehatan lainnya di Indonesia
Kekerasan terhadap para petugas masih sulit ditemukan. Beberapa faktor
kesehatan di rumah sakit semakin yang diduga menjadi penyebabnya
menjadi masalah serius pada sektor diantaranya ketidaktahuan korban untuk
kesehatan di seluruh dunia saat ini. melaporkan, kurangnya media atau

38
sarana untuk melaporkan kejadian tempat kerja di lingkungan rumah sakit
kekerasan, atau bahkan cenderung di Manado. Oleh karena itu, peneliti
disembunyikan karena alasan etika atau tertarik untuk meneliti tentang kejadian
kebiasaan yang sering terjadi sehingga kekerasan pada perawat di IGD dan
dianggap merupakan bagian dari mengetahui faktor-faktor yang
pekerjaan (Budiarti, 2011). berhubungan dengan terjadinya tindak
Kota Manado yang merupakan kekerasan tersebut sehingga nantinya
ibukota propinsi Sulawesi Utara bisa dibuat dasar untuk menyusun upaya
memiliki 12 rumah sakit yang terdiri pencegahan dan perlindungan pekerja
dari 9 rumah sakit umum dimana 1 dari potensi kekerasan yang mungkin
rumah sakit pemerintah, 3 rumah sakit terjadi di rumah sakit di kota Manado.
TNI/POLRI dan 5 rumah sakit swasta,
dan 3 rumah sakit khusus dimana 1 METODE PENELITIAN
milik pemerintah dan 2 milik swasta. Penelitian ini menggunakan metode
Dua belas rumah sakit di kota Manado analitik kuantitatif dengan pendekatan
ini melayani sebanyak 425.634 potong lintang, yang dilaksanakan pada
penduduk kota Manado (Badan Pusat bulan Desember 2016 – April 2017.
Statistik Kota Manado, 2016) serta Data primer yang mencakup
warga dari kota lainnya di Sulawesi pengalaman kerja, tingkat pendidikan,
Utara. Untuk penelitian ini dipilih 3 tata ruang IGD, sistem keamanan,
rumah sakit umum dengan pertimbangan tingkat kunjungan pasien dengan
mewakili karakteristik instansi alkohol / obat – obatan dan tingkat
kepemilikan (pemerintah, TNI, dan pasien stagnan (waktu tunggu lama)
swasta) yakni RSUP Prof. dr. R. D. diperoleh dengan menyebarkan
Kandou Manado, Rumah Sakit Tk. III R. kuesioner terhadap 74 responden yang
W. Mongisidi Manado dan Rumah Sakit dipilih menggunakan teknik
Islam Sitti Maryam Manado. proportionate stratified random
Dari hasil survei awal peneliti, sampling dari populasi yang mencakup
didapatkan informasi bahwa tindak perawat IGD dari tiga Rumah Sakit di
kekerasan di tempat kerja sering dialami Kota Manado, yaitu RSUP Prof. dr. R.
oleh para petugas kesehatan terutama D. Kandou Manado, RS Tk. III R. W.
perawat di IGD di rumah-rumah sakit di Mongisidi Manado dan RS Islam Sitti
kota Manado. Namun sampai saat ini Maryam Manado. Kuesioner yang
tidak ada data laporan tentang jumlah digunakan untuk mengukur kekerasan
maupun jenis kejadian kekerasan di dan dampak kekerasan merupakan

39
kuesioner yang dibuat oleh program kekerasan non fisik. Sedangkan pada
bersama ILO/ICN/WHO/PSI yang penelitian Gillespie et al (2016) di
diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Amerika Serikat didapatkan kekerasan
Untuk mengukur faktor lingkungan verbal sebesar 83,6% dan penyerangan
tempat kerja dan faktor pelaku fisik sebesar 53,2%.
digunakan kuesioner yang disusun Untuk pelaku kekerasan menurut
peneliti dan dilakukan uji validitas dan responden adalah keluarga pasien
reliabilitas pada 30 responden yang (72,2%), kemudian pasien (35,2%),
sepadan. Data diolah dan dianalisis orang tidak dikenal (9,3%) dan lainnya
secara univariat, bivariat dengan uji chi- (9,3%) yang dituliskan responden seperti
square dan multivariat dengan regresi rekan kerja. Hasil penelitian Hamdan
logistik pada level signifikansi 5%. dan Hamra (2015) juga menemukan
mayoritas pelaku kekerasan fisik dan
HASIL DAN PEMBAHASAN non fisik adalah keluarga pasien (85,4%
Pada penelitian ini, ditemukan amgka dan 79,5%). Namun pada penelitian lain
kejadian kekerasan pada perawat IGD seperti yang dilakukan Jiao et al, pelaku
yang cukup tinggi di Kota Manado yaitu kekerasan didominasi oleh pasien
sebesar 73% mengalami minimal sekali (93,5% untuk kekerasan fisik dan 82%
dari salah satu jenis kekerasan dalam 12 untuk kekerasan non fisik).
bulan terakhir. Angka ini sejalan dan Keluarga pasien menjadi sumber
dapat dibandingkan dengan hasil utama pelaku kekerasan potensial karena
penelitian dari negara – negara lain di beberapa hal diantaranya seperti faktor
asia bahkan di negara Barat. Penelitian stress akibat kondisi penyakit yang
Hamdan dan Hamra (2015) di Palestina, dialami keluarganya, merasa tidak puas
ditemukan 76,1% mengalami salah satu dengan pelayanan dan pengobatan yang
jenis kekerasan dalam 12 bulan terakhir, diberikan, merasa tidak terpenuhi apa
yang terdiri dari 35,6% kejadian yang diinginkannya, waktu tunggu yang
kekerasan fisik dan 71,2% mengalami lama, masalah finansial / pembiayaan,
kekerasan non fisik (69,8% kekerasan memiliki akses atau membawa senjata,
verbal, 48,4% pengancaman, dan 8,6% ada riwayat mengalami kekerasan
kekerasan seksual). Pada penelitian Jiao sebelumnya, dan adanya pengaruh
et al (2015) di China, dalam setahun alkohol dan atau obat – obatan serta
terakhir ditemukan 7,8% (n=46) perawat gangguan mental (Kowalenko et al,
yang mengalami kekerasan fisik dan 2012). Pelaku kekerasan lainnya dapat
71,9% (n=423) yang mengalami juga berasal dari rekan kerja atau atasan,

40
yang disebut kekerasan internal atau masalah dalam menemukan data statistik
tergolong kekerasan di tempat kerja tipe kejadian kekerasan yang terjadi. Data
III. Pada penelitian Jiao et al (2015) di menunjukkan hanya 30% perawat yang
China ditemukan 1,6% kejadian melaporkan kejadian kekerasan di
kekerasan lateral yakni oleh rekan tempat kerja yang dialaminya. Hal ini
kerjanya dan 1,9% kejadian kekerasan menjadi sebuah fenomena gunung es,
vertikal oleh perawat senior, supervisor dimana data yang ada saat ini hanya
dan dokter. Namun pada penelitian ini puncak gunung es yang terlihat dan
hanya difokuskan pada kekerasan oleh masih banyak yang belum diketahui.
pelanggan terhadap perawat (kekerasan Masalah tidak dilaporkannya ini
di tempat kerja tipe II). terutama disebabkan adanya pemikiran
Hasil studi ini juga menemukan bahwa kejadian kekerasan yang
bahwa pasca kejadian kekerasan dilakukan pasien ataupun keluarganya
mayoritas responden (57,4%) merupakan hal yang wajar dan
menyatakan tidak melakukan apa – apa merupakan bagian dari pekerjaan.
dan hanya 31,5% yang melaporkan ke Dengan minimnya data yang dilaporkan,
atasan. Alasan responden tidak maka upaya penilaian apa yang menjadi
melaporkan adalah tidak tahu harus penyebab pelaku melakukan kekerasan
melapor ke mana (40,7%) dan merasa tidak dapat diidentifikasi. Penulis lain
sudah menjadi risiko pekerjaan (42,6%). menyatakan alasan lain tidak dilaporkan
Sebagian besar kasus kekerasan di diantaranya tidak adanya kebijakan
rumah sakit saat ini di seluruh dunia untuk pelaporan, rendahnya kepercayaan
tidak dilaporkan (under-reported). akan manfaat adanya sistem pelaporan,
Penelitian AlBashtawy dan Aljexawi dan masalah takut akan konsekuensi
(2015) di Jordania juga menemukan negatif yang ada (Anonimous, 2015).
bahwa meskipun proporsi perawat yang Kekerasan yang terjadi pada
mengalami kekerasan cukup tinggi perawat memiliki berbagai dampak.
(75%) namun hanya 16,6% kejadian Pada penelitian ini responden yang
kekerasan yang dilaporkan ke pihak menjawab berdampak pada motivasi
adminintrasi rumah sakit atau yang kerja sebanyak 43 orang (79,6%). Pada
berwenang. responden juga ditanyakan apakah
Philips (2016) dalam jurnalnya terdapat gejala stress paska trauma yang
mengatakan bahwa upaya penyusunan meliputi empat pertanyaan menyangkut
strategi untuk menurunkan kejadian gejala mengalami kembali (intrusive
kekerasan di tempat kerja mengalami memories), menghindari (avoidance),

41
menjadi waspada (hyperarausal) dan kekerasan yang dialaminya. Jabbari-
usaha melakukan sesuatu (effort) dengan Bairami et al (2013) dalam
skor terendah 1 untuk tidak sama sekali penelitiannya di Iran menemukan
hingga tertinggi 5 untuk sangat hubungan bermakna antara pengalaman
terganggu. Hasil pengukuran gejala kerja dengan kejadian kekerasan
stress paska trauma pada responden terhadap perawat dengan nilai p = 0,020.
yang mengalami kekerasan didapatkan Pada penelitiannya didapatkan nilai OR
sebanyak 35 orang (64,8%) yang = 0,88 yang menunjukkan bahwa
memiliki skor gejala 10-14 dan terdapat perawat dengan pengalaman kerja < 5
6 orang (11,1%) dengan skor gejala >14. tahun memiliki risiko 0,88 kali tidak
Pengukuran ini bukan untuk mengalami kekerasan dibandingkan
mendiagnosis gangguan stress paska perawat dengan pengalaman kerja lebih
trauma (Post Traumatic Stress Disorder lama. Penelitian Sun et al terhadap
/ PTSD) namun dapat memberi perawat di Cina Utara juga menemukan
gambaran dampak pada korban adanya hubungan bermakna antara
kekerasan yang dapat memiliki gejala – tingkat pendidikan dengan kejadian
gejala utama stress paska trauma. Oleh kekerasan baik fisik (p = 0,001) maupun
karena itu perlu untuk dibuat kebijakan non fisik (p = 0,010). Tersedianya
untuk penanganan paska kejadian sistem keamanan yang baik dapat
kekerasan untuk melakukan konseling menurunkan risiko terjadinya kekerasan
dan pemeriksaan lanjutan terutama bagi dan akan memberikan rasa aman pada
korban yang mengalami tindak petugas kesehatan yang bekerja di
kekerasan serius. tempat itu dan menurunkan rasa cemas.
Pada penelitian ini didapatkan Waktu tunggu yang lama di IGD dengan
bahwa faktor – faktor yang memiliki alasan apa pun baik tidak ada ruangan
hubungan bermakna secara statistik rawat yang tersedia maupun karena
dengan kekerasan adalah pengalaman masih menunggu hasil pemeriksaan
kerja (p = 0,000 < 0,05), tingkat membuat pasien maupun keluarga
pendidikan (p = 0,010 < 0,05), sistem pasien menjadi mudah terpicu
keamanan (p = 0,038 < 0,05), dan melakukan kekerasan. Hasil penelitian
tingkat pasien stagnan (p = 0,014 < Cheraghi et al (2014) yang meneliti
0,05). Hasil ini didukung oleh berbagai tentang faktor – faktor predisposisi
penelitian lain yang menemukan terjadinya kekerasan pada perawat IGD
hubungan bermakna antara lamanya dengan melihat persepsi perawat, pasien
pengalaman kerja dengan kejadian dan pengantar pasien mendukung hal

42
ini. Dalam penelitiannya ditemukan dengan perawat dengan pengalaman
bahwa waktu tunggu yang lama untuk kerja > 10 tahun.
tes diagnostik dan pengobatan Para perawat dengan tingkat
merupakan faktor predisposisi yang pengalaman kerja yang sudah lama
paling penting pada terjadinya memungkinan mereka dapat beradaptasi
kekerasan. dengan kondisi lingkungan pekerjaan di
Hasil analisis regresi logistik IGD yang stress atau banyak tekanan,
menunjukkan bahwa pengalaman kerja memiliki kemampuan untuk memahami
merupakan faktor yang paling dominan kebutuhan pasien dan bersikap empati,
memiliki hubungan bermakna secara mampu berkomunikasi dengan lebih
statistik (p < 0,001) dengan kejadian efektif, lebih percaya diri dalam
kekerasan pada perawat IGD di kota melakukan tindakan dan mengambil
Manado. Beberapa penelitian yang keputusan dan bahkan mampu mengenal
mendukung hal tersebut diantaranya potensi kekerasan yang mungkin timbul
hasil penelitian Jiao et al (2015) di dari pasien dan keluarganya sehingga
China yang menemukan hubungan siap untuk mencegah atau menghadapi
bermakna antara pengalaman kerja kejadian tersebut (Gillespie, 2016).
dengan kejadian kekerasan baik fisik (P Tingkat pengalaman kerja tampaknya
= 0,011) maupun non fisik (p < 0,001). lebih penting berpengaruh pada
Dikatakan perawat dengan pengalaman terjadinya kekerasan dibanding tingkat
kerja di bawah 5 tahun memiliki pendidikan. Petugas kesehatan dengan
kecenderungan lima kali lebih besar tingkat pendidikan tinggi bisa saja
mengalami kekerasan fisik dan tujuh belum cukup berpengalaman untuk
kali lebih besar mengalami kekerasan mengidentifikasi dan menghadapi pasien
non fisik. Demikian pula hasil analisis maupun kelurga yang berpotensi
multivariat pada penelitian Hamdan dan bertindak kekerasan. Karena hal ini
Hamra (2015) di Palestina yang bukanlah sesuatu yang diajarkan pada
menemukan pengalaman kerja dan umur saat pendidikan di sekolah namun
sebagai faktor yang dominan. Hasil sesuatu yang dialami saat menjalankan
penelitiannya menunjukkan perawat tugas profesi di ligkungan kerja. Untuk
dengan pengalaman kerja 5 - 9 tahun di itu program pelatihan dan pendidikan
IGD memiliki kecenderungan 2,39 (OR untuk staf di rumah sakit menjadi hal
= 2,39) kali lebih besar mengalami yang penting sehingga bisa membekali
kekerasan di tempat kerja dibandingkan para petugas kesehatan.

43
KESIMPULAN bahaya dan faktor apa yang berperan
Jenis dan frekuensi kejadian kekerasan pada terjadinya kejadian tersebut.
terhadap perawat IGD RS di Kota Penelitian ini juga
Manado terdiri dari : kekerasan fisik merekomendasikan kepada semua pihak
8,1% dan kekerasan non fisik 73% yang baik pemerintah, penyedia pelayanan
meliputi kekerasan verbal 71,6%, kesehatan (institusi rumah sakit)
bullying 32,4% dan kekerasan seksual maupun masyarakat dengan tingginya
1,4%. Faktor – faktor yang memiliki angka kejadian kekerasan dirasa perlu
hubungan bermakna secara statistik untuk dapat menetapkan komitmen
dengan kejadian kekerasan pada perawat bersama kebijakan menolak segala
IGD rumah sakit di kota Manado adalah bentuk tindakan kekerasan (zero
pengalaman kerja, tingkat pendidikan, tolerance policy) bagi petugas
sistem keamanan dan tingkat pasien kesehatan.
stagnan. Faktor pengalaman kerja
merupakan variabel yang paling DAFTAR PUSTAKA
dominan berhubungan secara statistik AlBashtawy, M. and M. Aljezawi. 2015.
dengan kekerasan pada perawat IGD E c ’ c v o
rumah sakit di Kota Manado. workplace violence in Jordanian
hospitals : A national survey.
SARAN International emergency nursing.
Bagi manajemen rumah sakit, penting DOI : 10.1016/j.ienj.2015.06.005.
untuk memberikan pendidikan dan Anonimous. 2003. Workplace Violence
pelatihan yang bertujuan untuk In The Health Sector – Country
meningkatkan kemampuan komunikasi Case Studies Research
yang efektif dan penerapan teknik de- Instruments. Geneva : WHO.
eskalasi untuk mencegah terjadinya ---------------. 2012. Violence :
tindak kekerasan dari pasien maupun Occupational Hazards in Hospitals
keluarganya demi keselamatan petugas (DHSS NIOSH Publication No.
maupun pasien. Disarankan juga tiap – 2012-101). Cincinnati : NIOSH
tiap rumah sakit perlu membuat sistem Publication.
pelaporan tertulis mengenai kekerasan https://www.cdc.gov/niosh
yang dialami oleh petugas kesehatan di ---------------. 2015. Preventing
rumah sakit, sehingga dapat menjadi Workplace Violence : A Road
data aktual untuk mengenal potensi Map for Healthcare Facilities.
Tersedia di

44
https://www.osha.gov/Publication Occupational Health. DOI :
s/OSHA3827.pdf. Diakses pada 7 10.1080/19338244.2016.1160861.
Oktober 2016. Hamdan, M. and A. A. Hamra. 2015.
Budiarti, I. 2011. Kekerasan di Tempat Workplace violence towards
Kerja Sektor Kesehatan dan workers in the emergency
Quality of Work Life. Tersedia di departments of Palestinian
https://unionism.wordpress.com/2 hospitals : A cross-sectional study.
008/09/05/kekerasan-ditempat- Human Resources for Health. DOI
kerja/. Diakses pada 7 Oktober : 10.1186/s12960-015-0018-2.
2016. Jabbari-Bairami, H., F. Heidari, V.
Cheraghi, M. A., S. Javanmardi, M. Ghorbani and F. Bakhshian. 2013.
Zolfagharil, N. Bahrani, A. Akbar, Workplace Violence : A Regional
Z.Javanmardi. 2014. Predisposing Survey in I Ho ’
Factors of Violence against Nurse Emergency Departments.
in Emergency Department from International Journal of Hospital
N cco ’ Research. Vol 2, No. 1. Hal. 11-
perspective. Medycyna Pracy. No 16.
23. Hal 211-22. Jiao, M., N. Ning, Y. Li, L. Gao, Y. Cui,
Gillespie, G. L., D.M. Gates, S. Bresler H. Sun, Z. Kang, L. Liang, Q. Wu
and P. Succop. 2013. and Y. Hao. 2015. Workplace
Posttraumatic Stress violence against nurses in Chinese
Symptomatology Among hospitals : a cross-sectional
Emergency Department Workers survey. BMJ Open. Vol 5. DOI :
Following Workplace Aggression. 10.1136/bmjopen-2014-006719.
Workplace Health & Safety. No. Kowalenko, T., R. Cunningham, C.J.
61 (6). Hal. 247-54. DOI Sachs, R. Gore, I.A. Barata, D.
:10.3928/21650799-20130516-07. Gates, S.W. Hargarten,
Gillespie, G. L., B. Pekar, T. L. E.B.Josephson, S. Kamat, H.D.
Byczkowski and B. S. Fisher. Kerr and A. McClain. 2012.
2016. Worker, workplace, and Workplace Violence in
community/environmental risk Emergency Medicine : Current
factors for workplace violence in Knowledge and Future Directions.
emergency departments. Arcgives J Emerg Med. Vol 43, No 3.
of Environmental and Hal.523-31.

45
Pompeii, L., J. Dement, A. Schoenfisch,
A. Lavery, M. Souder, C. Smith,
and H. Lipscomb. 2013.
Perpetrator, worker and workplace
characteristics associated with
patient and visitor perpetrated
violence (Type II) on hospital
workers : A review of the
literature and existing
occupational injury data. Journal
of Safety Research. Vol 44. Hal
57-64. DOI :
10.1016/j.jsr.2012.09.004
Sun, P., X. Zhang, Y. Sun, H. Ma, M.
Jiao, K. Xing, Z. Kang, N. Ning,
Y. Fu, Q.Wu and M.Yin. 2017.
Workplace Violence against
Health Care Workers in North
Chinese Hospitals: A Cross-
Sectional Survey. International
Journal of Enviromental Research
and Public Health. 14 (96). DOI :
10.3390/ijerph14010096.

46

Anda mungkin juga menyukai