Anda di halaman 1dari 56

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN DATA

Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan


dengan tahapan identifikasi permasalahan yang berkaitan dengan
mechanical down time serta akan dijelaskan pula analisa dari
permasalahan-permasalahan yang terjadi.

4.1 Profil Perusahaan


Profil Singkat Perusahaan
Nama Perusahaan : PT. Petrojaya Boral Plasterboard
Alamat : Jl. Prof. Dr. M. Yamin (LIK), Desa
Roomo, Kec. Manyar Gresik 61151,
Jawa Timur - Indonesia
Telepon : +62 31 3950 222
Bidang usaha : Plasterboard (Papan Gypsum)

4.2 Define
PT. Petrojaya Boral Plasterboard adalah sebuah
perusahaan yang memproduksi material bahan bangunan berupa
papan gypsum yang merupakan salah satu material praktis dalam
pembangunan infrastruktur. Dalam upaya memenuhi permintaan
dan kepuasan konsumen PT. Petrojaya Boral Plasterboard selalu
berusaha meningkatkan produktifitasnya. Namun ternyata di
perusahaan ini masih terdapat waste pada line produksi yang
dijalankan. Salah satu waste yang sering terjadi pada perusahaan
ini adalah line produksi tidak bisa beroperasi karena terjadinya
kerusakan (failure) pada komponen atau disebut juga Downtime.
Ketika terjadi downtime pada salah satu mesin maka seluruh jalur
produksi harus berhenti, sedangkan proses yang terjadi pada
perusahaan ini adalah proses yang berjalan secara continuous atau
terus menerus. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya cacat pada
produk, pembuangan banyak material dan pemborosan energi
listrik sehingga menjadi sebuah kerugian yang besar bagi

33
34

perusahaan. Semakin sering terjadi downtime maka berakibat


besar bagi pengeluaran perusahaan.
Terdapat beberapa jenis Downtime yang terjadi di
perusahaan ini dan salah satu yang paling besar adalah Downtime
karena terjadinya failure pada komponen mekanis, yang
diperusahaan ini biasa disebut sebagai T5M. Dari data yang
diambil pada bulan juli 2015 hingga bulan juni 2016 telah terjadi
21 kali downtime karena failure pada komponen mekanis (T5M)
dengan waktu 1232 menit, sedangkan total dari seluruh downtime
yang terjadi dalam satu tahun sebesar 8720 menit. Dengan begitu
dapat disimpulkan downtime T5M tersebut merupakan 14,1% dari
seluruh downtime yang terjadi selama satu tahun. Setiap T5
Mechanical downtime mengakibatkan waste produk, production
opportunity lost dan pemborosan pada penggunaan energi listrik
yang totalnya mengakibatkan kerugian sebesar Rp. 520.900.000,-
per tahun (juli 2015-juni 2016). Tingginya frekuensi kejadian T5
Mechanical downtime juga berakibat pada ketidakstabilan line
produksi yang berakibat pada rusaknya plant performance atau
rendahnya Available Factor.
Penelitian dilakukan di PT. Petrojaya Boral Plasterboard
pada plant Gresik dengan periode project September 2016 hingga
Desember 2016. Downtime T5M yang terjadi pada bulan juli
2015 hingga bulan juni 2016 antara lain 5 kali kejadian failure
pada rantai dan sproket, 2 kali kejadian failure pada bearing, 3
kali kejadian failure pada stator dan rotor, 1 kali kejadian pada
bolt pin mixer, 1 kali kejadian pada gearbox, 1 kali kejadian pada
pipe burner dry zone, 2 kali pada alat pneumatic, 1 kali pada
scrapper pin mixer, 1 kali pada stick outlet, 2 kali pada motor , 1
kali pada roller dan 1 kali pada v belt Kiln. Dari data jumlah
kejadian per bulan didapat rata-rata sebesar 1,75 kejadian per
bulan.
Pada project kali ini PT. Petrojaya Boral Plasterboard
plant Gresik menentukan target pengurangan jumlah kejadian
downtime sebesar 1 kali kejadian perbulan. Ketercapaian target
tersebut dapat berdampak besar bagi perusahaan yaitu adanya
35

kestabilan pada board line, plant performance meningkat, dan


waste reduction sebesar 43% dari 21 kejadian menjadi 12
kejadian per tahun yang akan menghemat pengeluaran sebesar
Rp. 223.987.000,- per tahun.
Secara garis besar latar belakang tersebut telah dirangkum
dalam sebuah project charter sesuai gambar 4.1 yang pada
umumnya digunakan dalam metode lean six sigma untuk
mendefinisikan project yang akan dilaksanakan.

Gambar 4.1 Project Charter

4.3 Measure
Dari data historis frekuensi kejadian Mechanical
Downtime bulan juli 2015 hingga bulan juni 2016 menggunakan
diagram Pareto didapatkan komponen yang difokuskan antaralain
rantai dan sproket, bearing, juga stator dan rotor yang
36

dampaknya akan mengurangi waste sebesar 47,6% sesuai dengan


gambar 4.2 berikut.

Gambar 4.2 Diagram Pareto frekuensi kejadian Mechanical


Downtime

Dari ketiga fokusan tersebut dibutuhkan data analisa awal


perkiraan seputar apa saja yang mempengaruhi komponen
komponen tersebut mengalami kerusakan.Observasi dilakukan
secara langsung dimana didapatkan bukti secara visual terhadap
kondisi lapangan.

4.4 Rantai dan Sproket


Pada fase measure didapatkan permasalahan dilapangan
yang dijabarkan sebagai berikut:
Pada gambar 4.3 dapat diketahui bahwa terdapat beberapa
permasalahan, yaitu adanya bekas gesekan pada guide rail yang
diindikasikan karena gesekan terus menerus antara guide rail
dengan rantai, adanya chain slack yang terlalu besar dan kondisi
sproket yang tidak sejajar sehingga ada tensioner ataupun sproket
37

yang tidak berfungsi karena tidak dilewati oeh rantai sebagaimana


mestinya.

Chain rub
against guide rail

Sprocket not align

Chain
slack

Gambar 4.3 Kondisi pada chain conveyor, adanya sproket yang


tidak sejajar, terdapat slack pada rantai, dan terjadi gesekan
anatara rantai dan guide rail.

(a) (b)
Gambar 4.4 (a) dan (b) sproket sudah sudah aus

Pada gambar 4.4 terlihat dimana kondisi sprocket di


bagian yang dilingkari menunjukkan bagian tersebut sudah aus
karena terlalu banyak terkena gesekan tanpa didukung lubrikasi
38

yang baik. Konsdisi tersebut menandakan sproket sudah harus


diganti dimana secara visual sudah terlihat runcing dan sudah aus.

(a) (b)
Gambar 4.5 (a) dan (b) perbedaan tinggi antara roller

Pada gambar 4.5 didapatkan sebuah permasalahan


dimana lingkaran kuning pada gambar (a) menunjukkan hasil
pengukuran bahwa antara kedua roller tersebut berbeda
ketinggian, dan pada gambar (b) menunjukkan adanya perbedaan
ketinggian antar roller mengakibatkan sproket tidak bersentuhan
dengan rantai. gesekan terjadi hanya pada ujung sproket dengan
pinggiran rantai sehingga dapat merusak rantai lebih cepat dan
merusak sproket lebih cepat pula.
39

(a) (b)
Gambar 4.6 (a) dan (b) adanya tensioner yang tidak berfungsi

Pada gambar 4.6 terlihat bahwa pada lingkaran kuning


menunjukkan tensioner yang seharusnya digunakan untuk
menjaga kekencangan rantai ternyata tidaklah berfungsi dengan
baik. Rantai pada konveyor tidak bersentuhan dengan tensioner
sehingga slack yang terjadi sangat berpengaruh pada kerusakan
rantai.

Gambar 4.7 adanya sproket yang sudah runcing namun belum


dilakukan pergantian

Pada gambar 4.7 lingkaran kuning menunjukkan sebuah


sproket yang sudah runcing namun belum dilakukan pergantian.
40

Warna yang mengkilat menandakan bagian tersebut tidak terkena


lubrikasi dengan baik sehingga gesekan tanpa lubrikasi yang
terjadi mengakibatkan sproket lebih cepat aus. Pada gambar juga
dapat dilihat lingkungan conveyor penuh dengan debu, debu
tersebut berasal dari material yang diproduksi diperusahaan ini
yaitu plasterboard atau papan gypsum sehingga dapat dikatakan
bahwa lingkungan produksi disini memang lingkungan yang
abrasive. Lingkungan abrasive sendiri dapat berpengaruh pada
lebih cepatnya terjadi keausan pada sproket dan putusnya rantai.
Hal ini juga mengindikasikan bahwa lubrikasi dan pembersihan
rantai secara berkala masih kurang.
Berdasarkan data-data visual tersebut maka dilakukan
perhitungan kemampuan rantai dalam menerima tegangan-
tegangan yang terjadi, yitu sebagai berikut:
 Didapatkan data awal sebagai berikut:
Daya motor : 1 hp
n roller : 252 rpm
D sproket : 85,61mm
 Data rantai : Diamond chain infinity 12b-1
Pitch : 3/4in : 19,05mm
Roller width : ½in : 12,7mm
Roller diameter, droll : 0,469in : 11,9mm
Pin diameter, dpin : 0,234in : 5,94mm
Link plate thickness, t : 0,094in : 2,38mm
C : 1,11in : 28,1mm
W : 0,713in : 18,11mm
Avg. tensile strength : 8500psi : 58,6N/mm2
N : 1,5

 Gaya yang terjadi pada rantai


41

 Tegangan tarik plat

Gambar 4.8 Patahan plat terkena tegangan tarik

Sesuai gambar 4.8 dapat diperkirakan keamanan plat


dalam mengalami tegangan tarik dengan perhitungan sebagai
berikut:

( )


( )

Menurut teori kegagalan MNST, plat rantai aman


menerima tegangan tarik yang ada.
42

 Tegangan geser plat

Gambar 4.9 Patahan plat terkena tegangan geser

Sesuai gambar 4.9 dapat diperkirakan keamanan plat


dalam mengalami tegangan geser dengan perhitungan sebagai
berikut:

Menurut teori kegagalan MNST, plat rantai aman


menerima tegangan geser yang ada.
43

 Tegangan tarik pada pin

Gambar 4.10 Sketsa pin rantai

Sesuai gambar 4.10 dapat diperkirakan keamanan pin


dalam mengalami tegangan tarik ataupun tekan dengan
perhitungan sebagai berikut:

Menurut teori kegagalan MNST, pin rantai aman


menerima tegangan tarik yang ada.
44

 Tegangan geser pada pin


( )

Menurut teori kegagalan MNST, pin rantai aman


menerima tegangan geser yang ada.

Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan bahwa


spesifikasi rantai yang saat ini digunakan aman menurut teori
kegagalan MNST. Sehingga dapat diindikasikan kegagalan yang
terjadi pada rantai bukan karena permasalahan pembebanan yang
berlebih namun karena adanya gesekan tambahan yang terjadi
akibat penggunaan plat stopper. Gesekan tambahan dengan plat
stopper mengakibatkan rantai menjadi lebih cepat aus dan
mengalami failure.

Pada fase measure, dari kondisi kondisi tersebut


didapatkan bebarapa solusi cepat untuk membantu penyelesaian
masalah atau yang biasa juga disebut quick win solution.
Permasalahan tersebut adalah permasalahan dalam sambungan
rantai yang sering menjadi masalah karena sering dikerjakan
dalam kondisi terburu buru sehingga sulit menentukan
sambungan rantai yang sudah terpasang, lalu seringnya
pemasangan sambungan rantai tidak benar atau tebalik-balik
karena terburu buru. Dan quick win solution yang dihasilkan
adalah, pertama memberi warna atau tanda pada sambungan
rantai agar ketika pencarian sambungan rantai saat pergantian
rantai dapat dilakukan lebih singkat. Lalu diberikan juga instruksi
melakukan sambungan rantai dengan baik agar tidak terjadi
45

kesalahan pemasangan yang nantinya dapat berakibat lebih fatal


bagi mesin. Hasil quick win tersebut dapat dilihat sesuai gambar
4.11

(a) (b)
Gambar 4.11 (a) dan (b) quick win solution pada fase measure

4.4.1 Analysis Rantai dan Sproket


Pada fase ini akan dilakukan analisa terhadap
permasalahan dan pencarian rootcause. Analisa dilakukan
menggunakan metode five why analysis untuk setiap komponen
lalu akan dilanjutkan dengan usulan perbaikan yang akan
dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 4.1 Five Why Analysis rantai dan sproket


Kompo
Problem W1 W2 W3 W4 W5
nen
Tidak
adanya
valid
record
Kurang
terhadap
Adanya Metode pahamnya
data
Rantai sproket yang inspector
pergantia
dan aus yang digunaka terhadap
n sproket
Sproket belum n masih kondisi
Tidak
diganti run to fail kelayakan
adanya
sproket
alat bantu
memperm
udah
pengecek
an
46

kelayaan
sproket

desain Mengguna
tidak kan desain
efektif single long
mengatas drive chain
adanya
i slack type
chain
Tensioner
slack
yang
yang Tensioner
digunaka
terlalu yang
n tidak
besar digunakan
efektif
merupaka
dan tidak
n fixed
berfungsi
tensioner
dengan
baik
Tidak
adanya
valid
record
Kurang terhadap
pahamny data
Kualitas Pergantian Metode
a pergantian
pemasan dilakukan pergantia
inspector sproket
gan tidak terburu- n masih
terhadap Tidak
Adannya baik buru run to fail
kondisi adanya
sproket
kelayaka alat bantu
yang
n sproket memperm
tidak
udah
sejajar
pengeceka
n kelayaan
sproket
Part yang Reload
Tidak ada
digunaka stock
data
n berbeda sparepart
Short of pergantia
dengan belum
sparepart n part
jenis terjadwal
(no valid
originalny dengan
record)
a baik
Pengguna Menimbul Pengguna
Rantai an plat kan an plat
putus stopper gesekan stopper
tidak sehingga tidak
47

efektif memperce tepat


pat untuk
keruskan mengatasi
rantai slack
Lubrikasi Tidak ada
masih alat
dilakukan lubrikasi
manual otomatis
Kondisi Rantai Lingkunga
lubrikasi tetap n berdebu
buruk kotor
Belum ada
meskipun
jadwal
sudah
pembersih
dilakukan
an rantai
lubrikasi
secara
berkala

Sesuai dengan pada fase measure ditemukan problem


problem yang dapat berakibat kepada terjadinya mechanical
downtime. Pada tabel 4.1 didapatkan akar permaslahan dari
problem tersebut yang dijabarkan sebagai berikut:
1. Kondisi pada roller chain conveyor terdapat beberapa
sproket aus yang belum diganti
Sproket yang sudah aus dapat mengakibatkan
gesekan yang dapat menimbulkan kerusakan pada rantai yang
kemudian dapat mengakibatkan downtime. Kondisi tersebut
terjadi karena perusahaan masih menggunakan metode run to
fail dimana ketika terjadi kerusakan baru akan dilakukan
pergantian part. Hal itu didasarkan karena perusahaan sampai
saat ini belum memiliki catatan atau record data yang jelas
tentang pergantian part sehingga untuk melakukan pergantian
tidak ada pedoman berdasarkan rata rata waktu umur sproket.
Tidak adanya alat bantu dalam pengecekkan merupakan salah
satu akar masalah yang membuat inspector sulit untuk
menentukan waktu pergantian sproket tersebut.
48

2. Adanya kondisi chain slack yang terlalu besar


Kondisi ini terjadi karena mesin dari awal digunakan
memang sudah menggunakan desain tipe single long drive
chain, yaitu desain dimana conveyor sepanjang sembilan
meter ini digerakkan hanya menggunakan satu rantai panjang.
Desain tersebut sangatlah tidak cocok untuk mencegah
terjadinya slack berlebih. Lalu penanganan yang biasa
digunakan adalah menggunakan tensioner, namun tensioner
yang digunakan pada conveyor ini malah tidak berfungsi
dengan baik untuk mengatasi slack yang terlalu besar,
tensioner yang digunakan adalah fixed tensioner. Hal tersebut
terjadi karena conveyor memiliki kecepatan yang tidak tetap
dengan kecepatan maksimal 1.13m/s, dimana ketika terjadi
perubahan kecepatan fixed tensioner tidaklah cocok.

3. Kondisi sproket yang tidak sejajar


Problem ini terjadi karena dua hal yaitu kualitas
pemasangan yang tidak baik dan pergantian part yang tidak
sesuai dengan seharusnya. Kualitas pemasangan sproket yang
tidak baik terjadi karena pemasangan selalu dalam kondisi
terburu buru, hal ini terjadi karena metode yang digunakan
pada pabrik masih run to fail dimana akar permasalahan dari
kondisi tersebut adalah masih belum ada record data terhadap
pergantian part dan belum ada alat bantu pengecekan.
Pergantian part yang tidak sesuai terjadi karena kehabisan
stok sparepart dimana ketika terjadi kegagalan dan
membutuhkan penanganan cepat, keputusan penggunaan part
komponen lain lah yang menjadi satu satunya pilihan. Setelah
dianalisa akar permasalahan dari kondisi tersebut adalah tidak
adanya valid record terhadap pergantian part sehingga
perusahan tidak dapat melakukan estimasi ketika akan
melakukan reload stok spare part.
49

4. Penggunaan plat stopper tidak efektif


Untuk menangani kondisi rantai yang longgar,
perusahaan menggunakan plat stopper sebagai salah satu
solusinya. Namun ternyata plat stopper yang terbuat dari plat
besi malah mengakibatkan kerusakan yang lebih cepat pada
rantai. Hal tersebut terlihat dari hasil gesekan yang terjadi,
plat stopper yang terbuat dari besi dapat tergerus seperti pada
gambar 4.3. Sehingga dapat disimpulkan akar permasalahan
pada kondisi ini yaitu desain dari plat stopper tidaklah efektif
dalam mengatasi slack yang terjadi namun malah mepercepat
kerusakan pada rantai.

5. Kondisi lubrikasi yang buruk


Kondisi ini terjadi yang pertama karena lubrikasi
masih selalu dilakukan manual sehingga dalam
melaksanakannya tidak dapat dipastikan lubrikasi sudah
berjalan secara merata. Lubrikasi manual masih terus
dilakukan karena belum adanya alat lubrikasi otomatis yang
dapat bekerja lebih konsisten dan lebih presisi terhadap
takaran lubricant yang diberikan pada rantai. Yang kedua
karena meskipun dilakukan lubrikasi, rantai tetap kotor.
Setelah dilakukan analisa, akar permasalahan dari kondisi ini
adalah lingkungan sekitar yang sangat berdebu dan tidak
adanya pembersihan rantai secara terjadwal.

4.4.2 Usulan Perbaikan Rantai dan Sproket


Berdasarkan Five why analysis yang telah dilakukan,
didapatkan akar permasalahan dari problem problem yang sedang
dihadapi. Akar permasalahan tersebut beserta usulan
perbaikannya dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 4.2 Usulan Perbaikan Rantai dan Sproket


No. Root Cause Possible Solutions
Tidak ada valid record terhadap
Membuat pendataan historis pergantian
1 pergantian Part (berlaku untuk
part
bearing, sproket, rantai)
50

Tidak adanya alat bantu Membuat tool GO NO-GO, untuk


2
mempermudah pengecekan sproket pengecekan sproket
Single long 1.Mengganti system transmisi menjadi
drive chain type double sprocket
Desain tidak
Fixed tensioner 2. untuk rantai yang masih terdapat slack
3 tepat untuk
dapat diatasi dengan spring tensioner
mengatasi slack
Plat stopper 3. Memaksimalkan penggunaan tensioner
fix atau idler sprocket.
1. membuat alat bantu lubrikasi otomatis
Tidak ada alat lubrikasi otomatis
4 2. mengganti alat transmisi menggunakan
pada rantai
v belt yang tidak membutuhkan lubrikasi
1. mengganti alat transmisi menggunakan
5 Dusty environtment
v belt
1. Menjadwalkan 2 minggu sekali khusus
Belum ada Tidak ada untuk melakukan maintenance part
jadwal penjadwalan 2. Menyiapkan sparepart on site untuk
6
pembersihan preventive mengurangi durasi downtime ketika
rantai berkala maintenance kemungkinan terburuk downtime masih
terjadi

Sesuai tabel 4.2 penjelasan dari solusi untuk akar


permasalahan pasti memiliki latar belakang tertentu. Untuk
menentukan solusi tersebut diberikan beberapa pertimbangan
yang akan dibahas sesuai dengan nomor akar permasalahan yang
tercantum pada tabel 4.2, yaitu sebagai berikut :

1. Membuat pendataan historis pergantian part


Tidak adanya valid record terhadap pergantian part, part
yang dimaksud antaralain bearing, sproket dan rantai. Solusi yang
dianggap memungkinkan untuk mengatasi permasalahan tersebut
adalah membuat pendataan historis secara teratur setiap terjadi
pergantian part. Hal tersebut dilakukan agar kedepannya dapat
mempermudah penentuan perkiraan umur part dari rata rata lama
waktu umur part yang sudah digunakan. Lembar data historis
dapat dilihat pada gambar 4.12.
51

Gambar 4.12 lembar pendataan historis pergantian part.

2. Membuat tool GO NO-GO, untuk pengecekan sproket


Dalam melaksanakan tugasnya, inspector yang
melakukan pengecekan kondisi sproket memang kerap
mendapatkan kesulitan. Terutama karena jumlah sproket yang
sangat banyak sehingga dibutuhkan alat bantu pengecekan agar
pengecekan tersebut berlangsung lebih cepat dan lebih tepat.
Maka pembuatan alat bantu pengecekan sproket menjadi solusi
yang dianggap tepat pada kasus ini.
Alat pengecakan akan dibuat menggunakan prinsip alat
ukur caliber batas yang biasa disebut juga alat ukur GO NO-GO.
Dengan menggunakan prinsip kaliber batas dapat ditentukan
apakah gigi sproket yang diukur masuk dalam kategori diterima
atau ditolak.
52

Gambar 4.13 Area batas umur sproket menurut panduan Reynold


Chain

Berdasarkan gambar 4.13, area pada gigi sproket yang


menandakan sproket masih layak pakai adalah tanda X dimana
nilai X adalah sebesar 10% dari nilai Y. Ketika salah satu sisi gigi
sproket sudah mencapai batas 10% dari niai Y maka umur sproket
dinyatakan sudah habis atau sudah tidak layak pakai.
Sproket yang digunakan pada saat ini adalah sproket
12B-Z14 dengan nilai tooth thickness (Y) sebesar 6,3mm. Umur
sproket dapat dinyatakan habis ketika dikedua sisi giginya sudah
berkurang 10% atau tooth thickness sudah berkurang sebesar 20%
.
80% Y = 80% x 6,3mm = 5,04 mm

Maka umur sproket sudah dinyatakan habis ketika tooth


thickness sebesar 5.04mm.
Sehingga alat ukur kaliber batas dibuat menggunakan
ukuran batas 5.04mm dimana ketika gigi sproket lebih kecil dari
batas (GO) maka dinyatakan umur sudah habis, dan ketika tidak
melewati batas (NO-GO) maka sproket masih layak digunakan.
Karena alat yang dibuat dirasa terlalu sederhana maka
pada pembuatannya alat ukur akan ditambahkan fungsi lain yaitu
untuk mengukur batas maksimum dari elongation rantai. fungsi
tambahan ini dibuat sesuai panduan pemakaian rantai oleh
Diamond Chain Company dengan ukuran rantai 12B dimana max.
53

elongation dengan jumlah 13 pitch yaitu 261mm. Bentuk dari alat


yang dirancang dapat dilihat pada gambar 4.14 dan untuk dimensi
dari alat dapat dilihat pada gambar 4.15 dimana dimensi pada alat
menggunakan satuan millimeter.

Gambar 4.14 Desain dari alat GO NO-GO pengecekan sproket


dan rantai

Gambar 4.15 Dimensi alat pengecekan sproket dan rantai (dalam


satuan millimeter).

3. Mengganti system transmisi menjadi double sprocket


Pada fase five why analysis didapatkan tiga rootcause
yang memiliki inti permasalahan yang sama. Rootcause tersebut
antara lain, penggunaan single long drive chain type, fixed
tensioner, dan plat stopper yang inti permasalahannya adalah
tidak tepatnya desain yang dirancang untuk mengatasi
permasalahan slack. Berdasarkan analisa yang diakukan, solusi
yang dianggap dapat dilakukan adalah yang pertama mengganti
system transmisi menjadi double sprocket type. Kelebihan
menggunakan double sprocket yaitu, rantai yang digunakan
tidaklah terlalu panjang sehingga slack yang terjadi tidaklah
berlebihan, dalam proses maintenance pergantian rantai akan
lebih cepat karena rantai yang digunakan lebih pendek dari single
54

sprocket type, kemudian tidak dibutuhkannya plat stopper yang


seperti selama ini digunakan karena dengan rantai yang pendek
dan hanya tersambung setiap dua sproket akan meminimalisir
terjadinya fenomena chain jumping yang selama ini terjadi pada
single sproket.
Berikut perhitungan perencanaan roller chain conveyor
double sprocket type:
 Adapun data-data yang diketahui:

Gambar 4.16 sketsa roller tampak bawah dan tampak samping

Bentuk dari roller dapat dilihat pada gambar 4.16 dengan


spesifikasi sebagai berikut:
Material roll : steel
Panjang roll, L (roll) : 300cm
Diameter luar roll, D : 7,5 cm
Diameter dalam roll, D(dalam) : 6,5 cm
Steel density : 7850 kg/m3
Material shaft : AISI 1020
Total panjang shaft, L(shaft) : 35cm
Diameter shaft, d : 3,2 cm
AISI 1020 Density : 0,286lb/in3
Sprocket type : 12B-1 Z14
Berat sproket, Wsproket : 0,653 Kg
55

Dimensi plasterboard : 2,4m × 1,2m


Weight wet plasterboard, G : 33,8kg/pcs
Koef. Gesek ball bearing, μ : 0,02
Faktor gesek gelinding, k : 0,05 cm
Kecepatan konveyor, : 1,13m/s
Panjang lintasan konveyor, L : 7,8m
Jumlah total roll, Z : 27
Jarak antar roll : 30 cm

 Berat shaft
Wshaft = Vshaft × AISI 1020 density
Wshaft = π×(1,227lb/2)2×13,78lb×0,286lb/in3
Wshaft = 4,8lb = 2,18 kg

 Berat roll
Wroll = Vroll×steel density
Wroll = (π×(7,5cm/2)2 - π×(6,5cm/2)2)×300cm×7850kg/m3
Wroll = 25,894kg

 Wtotal roller = Wshaft + Wroll + (2×Wsproket)


Wtotal roller = 2,18 kg + 25,894kg + (2×0,653 Kg) = 29,38kg

 Faktor tahanan karena berat beban


w’ = (μ×d + 2k)/D
w’ = (0,02×3,2 + 2(0,05)/7,5 = 0,02186

 Faktor tahanan karena berat roll


wi’ = (μ×d)/D = (0,02×3,2)/7,5 = 8,534×10-3

 Waktu yang dibutuhkan papan melewati roll =


2,4m/1,13m/s = 2,1238 s
Maka dibutuhkan 2,1238 detik per pcs untuk melewati roll

 Kapasitas konveyor per jam


Q = (3600s/2,1238s)×berat wet plasterboard
56

Q = 1695,074×33,8kg = 57,293 ton


Karena dalam satu deck conveyor mampu mengalirkan dua papan
plasterboard maka:
Q = 57,293 × 2 = 114,586 ton/hr

 Efisiensi transmisi rantai ηt = 95%

 Daya yang dibutuhkan


Daya = ( )
Daya= ( )

Daya = (0,05309+0.07504)
Daya = 0.1348736 kw = 0,1808 HP

Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan bahwa daya


yang dibutuhkan sebesar 0,1808 HP. Motor yang selama ini
digunakan pada pabrik untuk menggerakan konveyor memiliki
daya sebesar 1 hp sehingga meskipun conveyor dirubah menjadi
double sproket, motor yang ada masih kompetible dengan daya
yang dibutuhkan oleh konveyor. Bentuk desain dari tipe double
sprocket conveyor dapat dilihat pada gambar 4.17.
57

Gambar 4.17 Desain konveyor dengan double sproket

4. Untuk rantai yang masih terdapat slack dapat diatasi


dengan spring tensioner
Kemudian yang kedua diapatkan solusi ketika keputusan
penggantian menjadi double sproket tidak dapat dilaksanakan,
yaitu dengan mengubah fixed tensioner yang digunakan menjadi
spring tensioner. Hal ini dapat mengurangi terjadinya slack
meskipun tidak memiliki keuntungan sebanyak pilihan pergantian
double sproket. Spring tensioner memungkinkan tensioner
bergerak mengikuti beban pada rantai yang berubah-ubah
sehingga tegangan pada rantai akan tetap dapat dipertahankan.
Spring tensioner sendiri terdiri dari tensioner yang diberikan
pegas agar tensioner dapat bergerak secara dinamis. Berikut
contoh gambar dari spring tensioner yang dapat digunakan dalam
kasus ini dapat diihat pada gambar 4.18.
58

Gambar 4.18 Contoh spring tensioner yang dapat


digunakan untuk menggantikan fixed tensioner

5. Yang ketiga yaitu memaksimalkan penggunaan tensioner


fix atau idler sprocket.
Sesuai dengan fungsi utamanya idler sprocket digunakan
untuk menjaga kekencangan pemasangan rantai. Idler sprocket
mencegah terjadinya slack dan chain jumping, namun kondisi
dilapangan tidak berfungsi dengan baik. Improvement dapat
dilakukan dengan memaksimalkan penggunaan idler sprocket
yang notabene sudah tersedia pada tiap konveyor. Pemasangan
dapat dilakukan dengan cara mengikuti contoh jalur rantai
berwarna kuning seperti gambar 4.19. Dengan pemasangan yang
tepat idler sproket dapat berfungsi dengan baik sehingga
penggunaan plat stopper tidak diperlukan lagi dan gaya gesek
yang terjadi antara rantai dan plat stopper tdak perlu
dikhawatirkan.
59

Gambar 4.19 jalur rantai saat melewati idler sprocket

6. membuat alat bantu lubrikasi otomatis


Akar permasalahan ini merupakan hal yang sangat jelas
dimana rata-rata perusahaan masa kini sudah memanfaatkan
teknologi untuk melakukan lubrikasi, namun sampai saat ini pada
perusahan masih menggunakan sistem lubrikasi manual. Sistem
lubrikasi manual sendiri memakan waktu yang tidak sedikit,
belum lagi dengan masalah disiplin dari petugas untuk dapat
memberikan lubricant secara baik, benar dan tepat waktu. Oleh
karena itu maka dibutuhkan alat lubrikasi otomatis yang dapat
mencegah terjadinya hal hal tersebut.
60

Gambar 4.20 Sketsa alat lubrikasi otomatis

Karena dibutuhkannya alat lubrikasi otomatis yang dapat


digunakan untuk konveyor yang panjang maka dibuatlah sketsa
alat lubrikasi otomatis seperti gambar 4.20. Karena terbatasnya
ruang dalam menampilkan gambar maka pada gambar tersebut
hanya digambarkan alat lubrikasi otomatis yang memiliki tujuh
percabangan dari pipa utama, namun secara aktual yang
dibutuhkan adalah 27 percabangan dimana setiap cabangnya
berfungsi untuk melakukan lubrikasi pada setiap sproket yang
terdapat pada konveyor. Adapun komponen yang dibutuhkan
untuk membuat alat lubrikasi otomatis seperti pada sketsa
tersebut antara lain:
 Jerigen berukuran 20 liter. Dapat dilihat pada gambar
4.21
61

Gambar 4.21 jerigen 20 liter

 Pipa diameter 1 inci dengan panjang 30 cm sebanyak 26


buah, dan 1 buah pipa dengan panjang 70 cm.
 Alat sambungan pipa berupa 2 buah pipe elbow, 1 buah
reducer elbow, 26 buah reducer tee, dan 1 buah pipe
valve.
 27 buah manifold delapan lubang. Dapat dilihat pada
gambar 4.22
62

Gambar 4.22 manifold 8 lubang

 Selang elastis diameter 7mm, 217 buah dengan panjang


bervariasi tergantung posisi pemasangan alat.
 216 buah round nozzle . Dapat dilihat pada gambar 4.23.

Gambar 4.23 round nozzle

 Penadah oli dengan ukuran panjang 7,8 meter, yang


terdiri dari dua plat panjang dengan ketebalan 4mm, lebar
10 cm dan 25 cm yang dilas dengan sudut sebesar 60o.
Dapat dilihat pada gambar 4.24.
63

Gambar 4.24 penadah oli

 Baskom penampungan dengan ukuran p x l x t yaitu 15 in


x 10 in x 4 in dan ketebalan 4mm. Dapat dilihat pada
gambar 4.25.

Gambar 4.25 baskom penampungan

7. Mengganti alat transmisi menggunakan v belt yang tidak


membutuhkan lubrikasi
Untuk mengatasi permasalahan lubrikasi dapat diatasi
dengan mengganti alat transmisi daya yang berupa rantai dan
sproket menjadi v belt dan pulley. Penggunaan v belt menjadi
64

salah satu solusi karena dalam penggunaannya tidak


membutuhkan lubrikasi, selain itu efisiensi transmisinya mampu
mendekati rantai dimana rantai berkisar diantara 95% sedangkan
v belt berkisar diantara 90%. Berikut perhitungan perencanaan v
belt roller conveyor:
 Adapun data-data yang diketahui:
Material roll : steel
Panjang roll, L (roll) : 300cm
Diameter luar roll, D : 7,5 cm
Diameter dalam roll, D(dalam) : 6,5 cm
Steel density : 7850 kg/m3
Material shaft : AISI 1020
Total panjang shaft, L(shaft) : 35cm
Diameter shaft, d : 3,2 cm
AISI 1020 Density : 0,286lb/in3
Pulley type : 12 L 35 TB menurut
katalog NSPT Multi-
wedged
Berat pulley, Wpulley : 1.1475 kg
Dimensi plasterboard : 2,4m × 1,2m
Weight wet plasterboard, G : 33,8kg/pcs
Koef. Gesek ball bearing, μ : 0,02
Faktor gesek gelinding, k : 0,05 cm
Kecepatan konveyor, : 1,13m/s
Panjang lintasan konveyor, L : 7,8m
Jumlah total roll, Z : 27
Jarak antar roll : 30 cm

 Berat shaft
Wshaft = Vshaft × AISI 1020 density
Wshaft = π×(1,227lb/2)2×13,78lb×0,286lb/in3
Wshaft = 4,8lb = 2,18 kg

 Berat roll
Wroll = Vroll×steel density
65

Wroll = (π×(7,5cm/2)2 - π×(6,5cm/2)2)×300cm×7850kg/m3


Wroll = 25,894kg

 Wtotal roller = Wshaft + Wroll + (2×Wpulley)


Wtotal roller = 2,18 kg + 25,894kg + (2×1,1475 Kg) = 30.369
kg
 Faktor tahanan karena berat beban
w’ = (μ×d + 2k)/D
w’ = (0,02×3,2 + 2(0,05)/7,5 = 0,02186

 Faktor tahanan karena berat roll


wi’ = (μ×d)/D = (0,02×3,2)/7,5 = 8,534×10-3

 Waktu yang dibutuhkan papan melewati roll =


2,4m/1,13m/s = 2,1238 s
Maka dibutuhkan 2,1238 detik per pcs untuk melewati
roll

 Kapasitas konveyor per jam


Q = (3600s/2,1238s)×berat wet plasterboard
Q = 1695,074×33,8kg = 57,293 ton
Karena dalam satu deck conveyor mampu mengalirkan
dua papan plasterboard maka:
Q = 57,293 × 2 = 114,586 ton/hr

 Efisiensi transmisi rantai ηt = 90%

 Daya yang dibutuhkan


Daya = ( )
Daya=
( )
Daya = (0,05309+0.07757)
Daya = 0.145178 kw = 0,195 HP
66

Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan bahwa daya


yang dibutuhkan sebesar 0,195 HP. Motor yang selama ini
digunakan pada pabrik untuk menggerakan konveyor memiliki
daya sebesar 1 hp sehingga meskipun conveyor dirubah menjadi
menggunakan v belt, motor yang ada masih kompetible dengan
daya yang dibutuhkan oleh konveyor v belt.

8. Menjadwalkan 2 minggu sekali khusus untuk melakukan


maintenance part
Belum adanya jadwal pembersihan rantai berkala, belum
ada penjadwalan lubrikasi bearing, dan tidak ada penjadwalan
preventive maintenance merupakan akar permasalahan yang
memiliki inti permasalahan sama yang kemudian disimpulkan
menjadi tidak ada penjadwalan preventive maintenance. Solusi
terbaik yang dapat dilakukan untuk mengatasi kondisi tersebut
yaitu melakukan penjadwalan khusus untuk melakukan
preventive maintenance. Preventive maintenance pada perusahaan
ini biasa disebut T2 atau downtime yang terjadi karena
direncanakan. Preventive maintenance disini terdiri dari
pembersihan part, pergantian part dan pengecekan part. Karena
kondisi besarnya kerugian yang terjadi apabila terjadi mechanical
downtime maka untuk mencegah hal tersebut, jadwal melakukan
preventive maintenance dilakukan dua minggu sekali. Semakin
sering dilakukan pengecekan berkala diharapkan dapat mencegah
kerusakan-kerusakan yang tidak diinginkan.

9. Menyiapkan sparepart on site untuk mengurangi durasi


downtime ketika kemungkinan terburuk downtime masih
terjadi
Solusi menyiapkan spare part on site untuk mengurangi
durasi downtime sebagai langkah penanganan ketika kondisi
terburuk yaitu mechanical downtime masih terjadi. Part tersebut
antara lain berupa sprocket, bolt, chain joint, dan locking pin yang
diletakan didekat komponen komponen utama
67

4.5 Stator dan Rotor


Pada fase measure untuk komponen rotor dan stator
didapatkan permasalahan dilapangan sebagai berikut:

(a) (b)
Gambar 4.26 lingkaran merah pada gambar (a) dan lingkaran
kuning pada gambar (b) menunjukkan pada setiap pompa terdapat
dua pipa inlet.

Pada gambar 4.26 menunjukkan pompa air yang


digunakan memiliki dua pipa inlet berisi saringan yang salah
satunya berfungsi sebagai cadangan untuk mencegah terjadinya
penyumbatan ketika salah satu pipa dibersihkan secara berkala.
Namun kondisi saat ini tidak ada jadwal yang mengindikasikan
kapan pipa harus ditutup dan kapan strainer harus dibersihkan.
Sehingga mengakibatkan adanya penyumbatan pada pipa karena
strainer yang belum dibersihkan tetap digunakan dan berakibat
pada kerusakan rotor dan stator pada pompa.
68

4.5.1 Analysis Stator dan Rotor


Dilakukan analisa terhadap permasalahan dan pencarian
rootcause kegagalan stator dan rotor menggunakan five why
analysis yang dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 4.3 Five Why Analysis Rotor dan Stator
Kompo
Problem W1 W2 W3 W4 W5
nen
Tidak ada
jadwal
Pompa Pipa Tidak
Rotor Strainer yang
motor aliran dibersihak
dan deipenuhi jelas dan
overhea tersumba an secara
stator kotoran visual
ted t berkala
manage
ment

 Pompa motor overheat


Problem ini terjadi karena strainer tidak dibersihkan
secara terjadwal. Pada setiap pompa diberikan dua pipa saluran
dimana pada setiap pipa terdapat strainer yang fungsi salah satu
pipa sebagai cadangan ketika strainer pipa utama dibersihkan.
Namun pada berjalannya produksi, pipa sering mengalami
penyumbatan karena strainer pada kedua saluran tidak
dibersihkan. Sehingga dapat disimpulkan akar permasalahan pada
kondisi ini karena belum adanya penjadwalan terhadap pergantian
saluran dan pembersihannya, dan dibutuhkan juga visual
management pada pipa agar membantu operator dalam
pelaksanaannya.

4.5.2 Usulan Perbaikan Stator dan Rotor


Berdasarkan root cause yang didapat maka diajukan
usulan perbaikan sebagai berikut:
Tabel 4.4 Usulan Perbaikan Stator dan rotor
No. Root Cause Possible Solutions
1. memberikan label jadwal pergantian
Tidak ada jadwal pergantian pipa
saluran pada katup pompa sebagai visual
1 aliran dan visual management
management
(rotor&stator)
2. instal backup pump
69

1. Memberikan label jadwal pergantian saluran pada katup


pompa sebagai visual management
Selama ini pergantian pipa aliran pada water pump dan
MCM pump sering mengalami kendala, hal ini mengakibatkan
kerusakan pada rotor dan stator. Solusi yang dilakukan untuk
mengatasi permasalahan ini yaitu memberikan visual
management berupa operation tag yang dapat mencegah
terjadinya human error. Operation tag tersebut sesuai dengan
gambar 4.27.

Gambar 4.27 Jadwal pergantian saluran atau operation


tag sebagai visual management

2. Instal backup pump


Solusi dengan menambahkan pompa cadangan.
Penambahan pompa ini akan bermanfaat ketika kemungkinan
terburuk yaitu pompa utama rusak ketika berjalannya produksi.
Adanya pompa cadangan mencegah terjadinya downtime pompa
utama rusak sehingga kerugian besar dapat diminimalisir.
70

4.6 Bearing

(a) (b)
Gambar 4.28 kondisi bearing pada roller chain conveyor

Pada gambar 4.28 dapat diketahui terdapat bebearapa


kondisi yaitu yang pertama angka 1 menunjukkan bahwa bearing
original pada mesin tidak menggunakan shield meskipun berada
pada lingkungan yang berdebu. Pada angka 2 menunjukkan
bearing diselimuti oleh debu dan kotoran. Pada point angka 3
menunjukkan kondisi bearing yang tidak memiliki katup grease
fitting dan adanya kondisi lubang untuk lubrikasi bearing(grease
dripping hole) tertutup oleh debu sehingga hal ini akan
mempersulit dalam melakukan lubrikasi. Lalu pada angka 4
menunjukkan adanya rumah bearing yang berbeda dari bentuk
originalnya, hal ini dikarenakan bentuk rumah bearing sesuai
jenis original mesin ini sudah tidak diproduksi lagi dipasaran
sehingga digunakan rumah bearing jenis yang baru.
71

4.6.1 Analysis Bearing


Dilakukan analisa terhadap permasalahan dan pencarian
rootcause kegagalan bearing menggunakan five why analysis
yang dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 4.5 Five Why Analysis Bearing


Kompo
Problem W1 W2 W3 W4 W5
nen
Rata
rata Dilakukan
lubrika saat Belum ada
si pergantian penjadwal
dilakuk bearing an
an saat lubrikasi
terbur downtime
u buru
Belum
ada
standard
spesifikas
Kondisi
i untuk
Lubrikasi
rumah
buruk
Lubang Katup bearing
Lubrik Grease penutup baru
Bearing asi fitting lubang sejak
sulit pada grease jenis
dilakuk bearing fitting rumah
an tertutup tidak bearing
debu terpasang original
mesin
sudah
tidak
dijual
dipasara
n
Stok
Adanya
rumah
perbedaan Adjust Rumah
bearing
ketinggian ment Bearing
lama
antara bearin type
sudah
bearing g sulit berbeda
tidak ada
dipasaran
72

Adjust
ment Metode
Dilakukan No
bearin pengganti
saat record
g an masih
downtime data
terbur run to fail
u buru
Tidak ada
Bearin
penjadwal
g
an
sudah
preventive
Adanya harus
maintenan
shaft yang diganti
ce
bergetar tetapi
Tidak ada
masih
valid
diguna
record
kan
pergantian
part

1. Kondisi lubrikasi yang buruk pada bearing


Kondisi ini terjadi karena lubrikasi rata rata dilakukan
hanya pada saat pergantian bearing. Dengan system pergantian
yang masih run to fail, dapat dipastikan pergantian berlangsung
saat terjadi downtime dan sudah pasti terburu buru sehingga tidak
dapat dipungkiri kelalaian dalam melakukan lubrikasi bisa saja
terjadi. Hal itu terjadi karena belum adanya jadwal yag pasti
dalam melkukan lubrikasi secara berkala pada bearing. Kemudian
lubrikasi pada beraing saat ini sulit dilakukan, setelah dilakukan
analisa ditemukan akar masalah bahwa rumah bearing jenis
original mesin sudah tidak dijual dipasaran sehingga sparepart
yang digunakan adalah rumah bearing yang berbeda beda. Belum
adanya spesifikasi yang jelas terhadap rumah bearing yang
digunakan mengakibatkan rumah bearing yang terpasang berbeda
beda, ada yang memiliki grease fitting hole dan ada yang tidak,
ada yg dilengkapi shield dan ada juga yang tidak.

2. Adanya perbedaan ketinggian antara bearing


Kondisi ini terjadi karena permasalahan yang sama, yaitu
jenis rumah bearing yang berbeda mengakibatkan adjustment
menjadi lebih sulit. Sehingga dibutuhkan spesifikasi yang jelas
73

terhadap rumah bearing yang digunakan. Pergantian part juga


menajadi akar masalah, dimana setiap pengerjaannya dilakukan
terburu buru, sehingga akar permasalahannya diketahui bahwa
belum ada record data pergantian part yang seharusnya bisa
menjadi pedoman dalam melakukan preventive maintenance.

3. Adanya shaft yang bergetar


Ketika dianalisa didalam bearing sudah terjadi
pengurangan ball. Pengurangan ball pada bearing
mengindikasikan bahwa bearing tersebut harus diganti. System
run to fail lah yang menjadi permasalahan, dimana untuk
mengurangi kerugian yang besar seharusnya dilakukan
penjadwalan untuk melakukan preventive maintenance dan
pencatatan data pergantian part agar diketahui perkiraan umur
part tersebut.

4.6.2 Usulan Perbaikan Bearing


Berdasarkan root cause yang didapat maka diajukan
usulan perbaikan sebagai berikut:
Tabel 4.6 Usulan Perbaikan Bearing
No. Root Cause Possible Solutions
1. melengkapi seluruh bearing dengan
1 Dusty environtment
shield
Belum ada
1. Menjadwalkan 2 minggu sekali khusus
penjadwalan
Tidak ada untuk melakukan maintenance part
lubrikasi bearing
penjadwalan 2. Menyiapkan sparepart on site untuk
2
Tidak ada preventive mengurangi durasi downtime ketika
penjadwalan maintenance kemungkinan terburuk downtime masih
preventive terjadi
maintenance
3 Belum ada spesifikasi rumah bearing Menentukan spesifikasi rumah bearing
Mengganti seluruhnya menjadi rumah
Stok rumah bearing original mesin
4 bearing jenis baru sesuai dengan
sudah tidak dijual dipasaran
spesifikasi yang sudah ditentukan
74

1. Melengkapi seluruh bearing dengan shield


Permasalahan ini berpengaruh pada umur bearing,
terutama karena di perusahan ini banyak ditemukan bearing tanpa
shield. Kondisi bearing tanpa shield mengakibatkan debu dapat
dengan mudah masuk kedalam bearing dan mengakibatkan
gesekan tambahan di dalam bearing sehingga mengurangi umur
bearing. Solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan melengkapi
seluruh bearing dengan shield, setidaknya dapat mengurangi
kemungkinan kerusakan bearing yang terjadi karena lingkungan
berdebu.

2. Menjadwalkan 2 minggu sekali khusus untuk melakukan


maintenance part
Belum adanya jadwal pembersihan rantai berkala, belum
ada penjadwalan lubrikasi bearing, dan tidak ada penjadwalan
preventive maintenance merupakan akar permasalahan yang
memiliki inti permasalahan sama yang kemudian disimpulkan
menjadi tidak ada penjadwalan preventive maintenance. Solusi
terbaik yang dapat dilakukan untuk mengatasi kondisi tersebut
yaitu melakukan penjadwalan khusus untuk melakukan
preventive maintenance. Preventive maintenance pada perusahaan
ini biasa disebut T2 atau downtime yang terjadi karena
direncanakan. Preventive maintenance disini terdiri dari
pembersihan part, pergantian part dan pengecekan part. Karena
kondisi besarnya kerugian yang terjadi apabila terjadi mechanical
downtime maka untuk mencegah hal tersebut, jadwal melakukan
preventive maintenance dilakukan dua minggu sekali. Semakin
sering dilakukan pengecekan berkala diharapkan dapat mencegah
kerusakan-kerusakan yang tidak diinginkan.

3. Menyiapkan sparepart on site untuk mengurangi durasi


downtime ketika kemungkinan terburuk downtime masih
terjadi
Solusi menyiapkan spare part on site untuk mengurangi
durasi downtime sebagai langkah penanganan ketika kondisi
75

terburuk yaitu mechanical downtime masih terjadi. Part tersebut


antara lain berupa sprocket, bolt, chain joint, dan locking pin yang
diletakan didekat komponen komponen utama

4. Menentukan spesifikasi rumah bearing


Belum adanya spesifikasi rumah bearing merupakan akar
permasalahan yang mengakibatkan perbedaan rumah bearing
yang terpasang sehingga terjadinya perbedaan ketinggian shaft,
sulitnya adjustment, dan lain lain seperti pada gambar 4.29.
Solusi yang diajukan untuk permasalahan ini yaitu menentukan
atau menetapkan spesifikasi rumah bearing yang akan digunakan.
Rumah bearing yang digunakan harus memiliki kelengkapan
berupa shield, grease dripping hole, grease fitting, rubber seal
seperti pada gambar 4.30.

Gambar 4.29 pemasangan bearing yang komponennya tidak


lengkap
76

Gambar 4.30 Komponen yang harus ada pada bearing yang


terpasang [sumber:www.globalspec.com]

5. Mengganti rumah bearing lama menjadi rumah bearing


jenis baru sesuai dengan spesifikasi yang sudah
ditentukan
Stok rumah bearing yang selama ini digunakan mesin
sudah tidak dijual dipasaran dan ini menjadi akar permasalahan
dari banyaknya bearing yang berbeda terpasang. perbedaan
bearing dapat berakibat pada sulitnya adjustment bearing,
terjadinya perbedaan ketinggian antara shaft karena misalignment
dan lain lain. Kondisi ini mau tidak mau mengharuskan
melakukan pergantian rumah bearing menjadi jenis yang baru.
Pergantian harus dilakukan dengan spesifikasi yang sama dan
kelengkapan komponen rumah bearing yang sesuai dengan solusi
nomor 8. Diharapkan dari pergantian tersebut, permasalahan
adanya misalignment dapat teratasi dan mengurangi frekuensi
terjadinya downtime secara mekanikal.
77

4.7 Improvement
Pada fase ini dilakukan upaya-upaya perbaikan
berdasarkan hasil analisa yang sudah dilakukan sebelumnya.
Dengan hasil yang didapat pada fase analisa maka dapat
dilakukan langkah improvement guna mengurangi frekuensi
terjadinya mechanical downtime sehingga diharapkan dapat
mengurangi kerugian yang terjadi karena mechanical downtime.
Berdasarkan pertimbangan dari pihak perusahaan, beberapa
usulan perbaikan yang sudah diberikan pada tahap analisa telah
dilaksanakan dan dilaksanakan dengan implementation plan
sebagai berikut:

Tabel 4.7 Implementation Plan


78

1. Change to double sprocket type


Tugas yang dilakukan adalah mengganti desain transmisi
daya menjadi double sproket. Person in charge atau penanggung
jawab tugas ini adalah Bpk. Bakhtiar J. dimana tugas ini dimulai
prosesnya pada bulan November 2016 dan status saat ini masih
berlanjut atau continue.
Pelaksanaan telah dilakukan dan masih dalam tahap
continue dimana belum semua conveyor di pabrik menggunakan
tipe double sprocket. Pelaksanaan sudah dilakukan sesuai dengan
gambar 4.31.

Gambar 4.31 Pergantian tipe single sprocket ke double


sprocket

Dalam pelaksanaanya tugas ini sudah termasuk


pengantian bearing yang dilengkapi shield, pergantian rantai dan
sproket baru, serta alignment roller dan sproket.

2. Replace bearing type with dust shielded type


Tugas yang dilakukan adalah mengganti bearing dengan
type bearing yang memiliki shield. Person in charge atau
penanggung jawab tugas ini adalah Bpk. Bakhtiar J. dimana tugas
ini dimulai prosesnya pada bulan November 2016 dan status saat
ini masih berlanjut atau continue. Pelaksanaan sudah dilakukan
dan berkaitan dengan tugas nomor 1.
79

3. Scheduled biweekly chain and sprocket cleaning


Tugas yang dilakukan adalah melakukan pembersihan
rantai dan sproket dalam dua minggu sekali. Person in charge
atau penanggung jawab tugas ini adalah Bpk. Dwi H. dimana
tugas ini dimulai prosesnya pada minggu ke tiga bulan Desember
2016 dan status saat ini masih berlanjut atau continue.
Pelaksanaan sudah dilakukan secara berlanjut dalam dua minggu
sekali. Dapat dilihat sesuai gambar 4.32.

Gambar 4.32 Hasil pelaksanaan pembesihan rantai dan sproket


yang dilakukan dua minggu sekali atau setiap dilaksanakan T10

4. Scheduled chain and sprocket cleaning in every T10


Tugas yang dilakukan adalah melakukan pembersihan
rantai dan sproket setiap dilaksanakannya T10 atau downtime
yang terjadi disaat warehouse penuh. Person in charge atau
penanggung jawab tugas ini adalah Bpk. Dwi H. dimana tugas ini
dimulai prosesnya pada minggu ke tiga bulan Desember 2016 dan
status saat ini masih berlanjut atau continue. Pelaksanaan sudah
dilakukan secara berlanjut setiap adanya pelaksanaan T10.
80

5. Develop part replacement historical to monitor part


lifetime
Tugas yang dilakukan adalah membuat lembar data
historis untuk mencatat umur komponen dan untuk
mempermudah pencatatan maka dibuat juga penomoran pada
roller dan deck conveyor. Person in charge atau penanggung
jawab tugas ini adalah Bpk. Yuwandi dimana tugas ini dimulai
prosesnya pada bulan Desember 2016 dan status saat ini sudah
selesai. Pelaksanaan sudah dilakukan dan hasil lembar data dapat
dilihat sesuai gambar 4.33 dan untuk hasil penomoran deck dapat
dilihat pada gambar 4.34.

Gambar 4.33 Part replacement log sheet untuk membuat data


historis dan pencatatan umur komponen.
81

Gambar 4.34 Penambahan nomor deck untuk mempermudah


pencatatan data historis

6. Prepare spare part on site to reduce downtime duration


Tugas yang dilakukan adalah menyiapkan tempat dan
spare part dilapangan untuk mengurangi durasi downtime.
Person in charge atau penanggung jawab tugas ini adalah Bpk.
Yuwandi dimana tugas ini dimulai prosesnya pada bulan Januari
2017 dan status saat ini sudah selesai. Pelaksanaan sudah
dilakukan dan hasilnya dapat dilihat sesuai gambar 4.35. Part
yang termasuk dalam tugas ini antara lain sprocket, bolt, chain
joint, dan locking pin.
82

Gambar 4.35 Spare part on site untuk mengurangi durasi


downtime

7. Put operation tag on MCM and Gauging Water strainer


Tugas yang dilakukan adalah menempatkan operation tag
pada strainer pompa MCM dan Gauging Water. Person in charge
atau penanggung jawab tugas ini adalah Bpk. Rachmad A.
dimana tugas ini dimulai prosesnya pada bulan Desember 2016
dan status saat ini sudah selesai. Pelaksanaan sudah dilakukan dan
hasilnya dapat dilihat sesuai gambar 4.36.

Gambar 4.36 Operation tag sebagai visual management yang


mengindikasikan yang mana dan kapan strainer harus digunakan
dan dibersihkan.
83

8. Install back up pump for MCM and Gauging Water pump


Tugas yang dilakukan adalah memasang pompa cadangan
sebagai pengganti ketika pompa utama MCM dan Gauging
Water mengalami kerusakan. Person in charge atau penanggung
jawab tugas ini adalah Bpk. Bachtiar J. dimana tugas ini dimulai
prosesnya pada bulan Desember 2016 dan status saat ini sudah
selesai. Pelaksanaan sudah dilakukan dan hasilnya dapat dilihat
sesuai gambar 4.37.

Gambar 4.37 Gauging water dan MCM back up pump sudah


terpasang

Setelah dilakukan implementasi seperti data diatas, maka


didapatkan data sementara untuk mengukur hasil improvement
yang sudah diaplikasikan. Data tersebut akan dibandingkan antara
data sebelum dilakukan improvement yaitu juli 2015 hingga juni
2016 dan data sementara sesudah improvement selesai
diimplementasikan yaitu januari 2017 hingga maret 2017. Dari
data tersebut akan didapatkan hasil analisa apakah improvement
telah berhasil sesuai yang diinginkan.
84

Quick win

Control
Define
Measure

Analyze

Improve
Gambar 4.38 Grafik kejadian Mechanical Downtime dari bulan
Juli 2015 hingga Maret 2017

Dapat dilihat pada gambar 4.38 bahwa pada juli 2015


hingga juni 2016 didapatkan 21 kejadian mechanical downtime
yang rata-ratanya 1,75 kejadian per bulan, kemudian setelah
dilakukan improvement terhitung mulai bulan januari 2017 hingga
maret 2017 didapatkan 2 kali kejadian mechanical downtime yang
rata-ratanya 0,667 kejadian per bulan.
Berdasarkan data bulan juli 2015 hingga juni 2016 dapat
dilakukan perhitungan total kerugian akibat mechanical downtime
(T5M) yaitu sebagai berikut:

 T5M downtime cost/bulan = (T5M/total running


time) x Total board plant fixed cost
Total dari T5M downtime cost selama satu tahun sebesar
Rp. 50.859.120,39

 Electricity Cost = T5M(menit) x Electricity


usage (kWh/menit) x Electricity
Price (idr/kWh)
85

Total Electricity cost selama satu tahun sebesar Rp.


15.186.120,39

 Total T5M Waste selama satu tahun Rp.


64.232.803,48

 Opportunity lost = T5M(min) x (Avg. line


speed(m/min) x 1.2 m) x Gross (idr/m2)
Total opportunity lost selam satu tahun sebesar Rp.
390.575.028,29

 Sehingga total kerugian yang dialami karena


T5M di bulan juli 2015 hingga juni 2016:
Total kerugian = T5M downtime cost + Electricity cost +
T5M waste + opportunity lost
Total kerugian = Rp. 50.859.120,39 + Rp. 15.186.120,39
+ Rp. 64.232.803,48 + Rp. 390.575.028,29
Total kerugian = Rp. 520.853.149,21

Dengan terjadinya penurunan frekuensi kejadian T5M


maka :
 Baseline = 1,75 kejadian/bulan n = 0,667
kejadian/ bulan
 Reduksi T5M = (1 – 0,667/1,75) 100% =
61,885%
 Cost Saving = Rp. 520.853.149,21 x 61,885% =
Rp. 322.329.971,40

Apabila rata rata frekuensi kejadian dapat bertahan dalam


angka yang sama hingga dalam jangka waktu satu tahun maka hal
tersebut menandakan terjadinya penurunan frekuensi kejadian
mechanical downtime yang lebih rendah dari target awal yaitu
sebesar 1 kejadian mechanical downtime per bulan. Dimana
ketika 1 kejadian mechanical downtime per bulan dapat
menghemat dana sebesar Rp. 223.987.000,- per tahun, maka
86

0,667 kejadian per bulan dapat menghemat sebesar kurang lebih


Rp. 322.329.971,40 per tahun.

Biaya improvement yang dikeluarkan:


 Backup pump x 2 = Rp.
30.000.000,-
 Double sprocket type = Rp.
200.000.000,-
 Alat lubrikasi = Rp.
15.000.000,-
TOTAL BIAYA = Rp.
245.000.000,-

 Jika pergantian v belt dilakukan maka biaya double


sproket dan alat lubrikasi dihilangkan dan diganti menjadi
v belt dan pulley seharga Rp. 800.000.000,-
TOTAL BIAYA = Rp.
830.000.000,-

Dalam satu tahun didapatkan saving cost sebesar Rp.


322.329.971,40 dimana rata-rata saving cost per bulannya sebesar
Rp. 26.860.830,92. Apabila dana improvement ingin ditutup
menggunakan dana saving cost , maka diperlukan waktu selama :
 Menggunakan Rate Bank Indonesia sebesar i = 6%
87

 Cash flow untuk improvement dengan double sproket:


26.860.830,92

245.000.000
Gambar 4.39 Cashflow Present Worth Double Sproket

Nilai annual yang digunakan adalah cost saving per bulan


sesuai dengan gambar 4.39 dengan i=6%.
PW (i) = -245.000.000 +
26.860.830,92(P/A,6%,n)(P/F,6%,1)=0
n = 14 ; PW(i) = -245.000.000 + 26.860.830,92 x 9,2950
x 0,9434 = -9459979,2
n = 15 ; PW(i) = -245.000.000 + 26.860.830,92 x 9,7122
x 0,9434 = 1112080,73
dilakukan interpolasi pada n=14 dan n=15:

( )

Maka biaya improvement akan ditutup pada bulan ke


14.89 dengan suku bunga sebesar i=6%.
88

 Cash flow untuk improvement dengan V belt dan pulley:


322.329.97
1,40

830.000.000
Gambar 4.40 Cashflow Present Worth V belt dan pulley

Nilai annual yang digunakan adalah cost saving per tahun


sesuai gambar 4.40 dengan i=6%.
PW (i) = -830.000.000 + 322.329.971,40
(P/A,6%,n)(P/F,6%,1)=0
n = 3 ; PW(i) = -830.000.000 + 322.329.971,40 x 2,6730
x 0,9434 = -17177868
n = 4 ; PW(i) = -830.000.000 + 322.329.971,40 x 3.4651
x 0,9434 = 223688728
dilakukan interpolasi pada n=14 dan n=15:

( )

Maka biaya improvement akan ditutup pada tahun ke


3,0713 dengan suku bunga sebesar i=6%.

Anda mungkin juga menyukai