Anda di halaman 1dari 7

Suryadharma Ali adalah seorang politikus Indonesia asal Jakarta yang saat ini

menjabat sebagai Menteri Agama Indonesia. Beliau lahir pada tanggal 19 September
1956. Latar belakang pendidikan Suryadharma adalah Alumni dari Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Syarief Hidayatullah dan mendapat gelar Sarjananya pada tahun
1984.

Setelah lulus dari pendidikannya, Suryadharma mengawali karirnya dengan


bekerja di PT. Hero Supermarket dengan posisi Deputi Direktur yang dimulai pada
tahun 1985 hingga tahun 1999. Suryadharma mulai menerjuni di dunia politik sejak
tahun 2001 dan menduduki posisi sebagai Ketua Komisi V DPR RI hingga tahun 2004.
Di samping itu beliau juga menjabat sebagai Bendahara Fraksi PPP MPR RI. Setelah
menduduki kedua posisi tersebut, Suryadharma berkesempatan untuk menjabat sebagai
Ketua Umum PPP yang sebelumnya diduduki oleh Hamzah Haz. Pria dengan 4 orang
anak ini juga berpengalaman di berbagai organisasi, di antaranya pernah menjadi
pengurus di berbagai organisasi ritel di Indonesia dan menjadi Aktifis Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

Sebelum menduduki sebagai Menteri Agama Indonesia, Suryadharma menjabat


sebagai Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di Kabinet Indonesia
Bersatu masa kepemimpinan pasangan Presiden SBY dan Jusuf Kalla. Sebelumnya
jabatan tersebut diduduki oleh Alimarwan Hanan yang konon merasa belum berhasil
mengangkat Kementerian Negara KUKM menjadi Departemen Koperasi. Saat ini
posisi tersebut diduduki oleh Mari Elka Pangestu. Suryadharma menduduki sebagai
menteri Agama tertanggal 22 Oktober hingga 2014. Beliau adalah orang ke 20 yang
menjabat di kursi kementerian tersebut. Kementerian Agama Indonesia didirikan pada
tanggal 19 Agustus 1945 yang diawali oleh K.H Wahid Hasyim. Saat ini Suryadharma
sedang menjadi sorotan tentang mencuatnya kasus korupsi pengadaan Alquran yang
terjadi akhir-akhir ini. Beliau dituntut untuk mengembalikan nama baik dan wibawa
Kementerian Agama.

Proses Terjadinya Kasus Koruspsi Suryadharma Ali


1. Penyelenggaraan ibadah haji 2010-2013

Dalam kasus ini Suryadharma Ali melakukan perbuatan melawan hukum dan
menyalahgunakan wewenang dalam penyelenggaraan ibadah haji yang meliputi
rekrutmen petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi yang kolutif,
penyewaan perumahan/pemondokan, katering dan transportasi jamaah haji yang tidak
memenuhi standar, dan pemanfaatan sisa kuota haji nasional oleh segelintir orang.

Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi mengatakan Suryadharma


melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau korporasi atau orang lain.
Akibatnya, negara merugi Rp 27,28 miliar dan SR (Saudi Riyal) 17,96 juta. Orang lain
yang dimaksud adalah Cholid Abdul Latief, Mukhlisin, Hasrul Azwar, Hasanudin
Ahmad, Nurul Iman Mustofa, Fuad Ibrahim Astani, 180 orang Panitia Penyelenggara
Ibadah Haji (PPIH), dan tujuh orang pendamping amirul hajj, 1.771 orang jemaah haji
yang diberangkatkan tidak sesuai ketentuan, serta 12 konsorsium dan lima hotel transit
penyedia akomodasi di Arab Saudi.

Jaksa memaparkan, modus yang dilakukan politikus Partai Persatuan


Pembangunan (PPP) itu antara lain dengan :

1) Menunjuk orang yang tidak memenuhi persyaratan menjadi PPIH, Arab Saudi.
2) Mengangkat petugas pendamping amirul hajj tidak sesuai ketentuan.
3) Menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) tidak sesuai dengan
peruntukkannya.
4) Mengarahkan tim penyewaan perumahan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi
untuk menunjuk penyedia perumahan jemaah haji yang tidak sesuai ketentuan.
5) Memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak sesuai prinsip keadilan dan
proporsionalitas.

Pada 2010, bertepatan dengan pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji


di DPR, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Slamet Riyanto menerima
permintaan dari anggota Komisi VIII agar mengakomodir orang-orang yang
direkomendasikan untuk dapat menunaikan ibadah haji gratis dengan menjadi PPIH
Arab Saudi. Permintaan itu disetujui SDA. Padahal, seharusnya PPIH harus memenuhi
persyaratan yang ditentukan.

Pada 2011 hingga 2013, hal yang sama kembali dilakukan Suryadharma.
Bahkan, ketika Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah telah digantikan
Anggito Abimanyu. Terkait dengan penunjukan penyedia perumahan jemaah haji yang
tidak sesuai diduga atas perintah Suryadharma Ali yang meloloskan perumahan atau
pemondokan yang tidak layak.

Ketua tim pemondokan, Zainal Abidin Supi (Dirjen Pelayanan Haji Kemenag)
mengaku diperintah Suryadharma Ali untuk meloloskan Pemondokan Syare' Mansyur
dan Thandabawi, Mekkah. Pemondokan tersebut sebelumnya ditolak oleh tim karena
dianggap tidak layak. Dalam berkas dakwaan, pada April 2010, tim penyewaan
perumahan menerima berkas-berkas penawaran, antara lain dari pengusaha asal Arab
Saudi bernama Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin yang menawarkan empat rumah
yang berlokasi di Syare’ Mansyur dan Thandabawi, Mekkah.

Atas penawaran itu, Cholid menjanjikan fee sejumlah 25 riyal per anggota
jamaah kepada orang yang dapat meloloskan empat rumah yang ditawarkan menjadi
perumahan jamaah haji Indonesia. Setelah verifikasi dilakukan, rumah yang ditawarkan
oleh Cholid ditolak sebagai perumahan jamaah haji Indonesia karena tidak memenuhi
persyaratan.

Atas penolakan tersebut, Cholid meminta bantuan Mukhlisin untuk menawarkan


kembali empat rumah yang pernah ditawarkan sebelumnya kepada tim penyewaan
perumahan. Setelah itu, Mukhlisin menghubungi Suryadharma dan meminta agar
rumah-rumah yang ditawarkan oleh Cholid diterima. Suryadharma pun memerintahkan
Mukhlisin menyerahkan berkas-berkas perumahan yang ditawarkan Cholid kepada tim
penyewaan perumahan untuk diproses lebih lanjut.

Namun, berkas penawaran tersebut kembali ditolak. Mukhlisin kembali


menghubungi Suryadharma dan memintanya menerima pemondokan yang diajukan
Cholid. Suryadharma pun menghubungi Zainal Abidin Supi, dan memerintahkan untuk
menerima rumah-rumah tersebut. Padahal, Suryadharma mengetahui rumah-rumah
tersebut tidak memenuhi persyaratan dan harga yang disewakan jauh lebih tinggi dari
pemondokan lainnya. Setelah penandatanganan kontrak, Cholid menerima 1.676.250
riyal Saudi dari Konsul Haji. Cholid pun memberi uang kepada Muklisin sebesar
20.690 riyal Saudi sebagai imbalan karena telah membujuk Suryadharma mengabulkan
penawarannya.

Dalam kasus ini pun Suryadharma Ali diduga menyalahgunakan sisa kuota haji.
Sisa kuota haji tahun 2012 diberikannya kepada relasi dan keluarganya. Sisa kuota
tersebut diberikan di antaranya kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), dan instansi lainnya, dengan total 18 kategori. Dari 18
kategori tersebut, kuota sisa diberikan kepada lebih dari 100 orang paspampres wapres,
50 orang dari pihak almarhum Taufiq Kiemas dan Megawati, 70 orang dari Menteri
Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, sepuluh orang dari Amien Rais, dua orang dari Karni
Ilyas, enam orang dari keluarga SDA, enam orang dari KPK, serta dari media.

SDA juga diduga melakukan pengangkatan petugas pendamping amirul hajj


yang tidak sesuai dengan ketentuan. Pada tahun 2012 istri Suryadharma Ali dan 6 orang
lainnya dimasukkan kedalam rombongan pendamping amirul hajj. Ketujuh orang
pendamping tersebut juga menerima honor yang uangnya berasal dari BPIH. Pada 10
Oktober 2012, dilakukan pembayaran terhadap 7 orang pendamping yang bersumber
dari BPIH seluruhnya Rp 354.273.484, di mana Wardatul Asriah Istri SDA mendapat
Rp 56.378.212.

2. Dana Operasional Menteri 2011-2014

Kasus kedua yang menjerat Suryadharma Ali yaitu penyalahgunaan


penggunaan dana operasional menteri (DOM). SDA diduga telah melakukan perbuatan
melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi dalam penggunaan dana DOM tahun 2011 hingga 2014.
Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian Rp 1,8 miliar. Uang itu justru digunakan
untuk kepentingan pribadi dan keluarganya termasuk melancong ke negara lain dan
berobat. Setiap bulannya, Suryadharma diberikan biaya operasional untuk menunjang
pekerjaannya senilai Rp 100 juta. Namun, ia memanfaatkan uang tersebut untuk
beragam kepentingan. Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu
memerintahkan anak buahnya bernama Saefuddin A Syafii atau Amir Ja'far untuk
membayarkan sebagian DOM kepada pihak tertentu.

Pembayaran tersebut dilakukan dengan mentransfer melalui beberapa rekening


bank yang telah ditentukan Suryadharma. Pembayaran tersebut diantaranya untuk
pengobatan anak sejumlah Rp 12,4 juta, pemberian ke saudara SDA bernama Titin
senilai Rp 13,1 juta, digunakan untuk biaya tes kesahatan dan membeli alat tes narkoba
untuk istri, anak, dan menantu senilai Rp1,9 juta. Selain itu, uang DOM juga digunakan
untuk membayar biaya visa, tiket pesawat, transportasi, dan akomodasi Suryadharma
beserta keluarga dan ajudan ke Australia. Tujuannya, untuk mengunjungi anak SDA
yang tengah belajar di negeri kanguru. Total biaya yang digunakan yakni Rp 226,8 juta.

Tercatat, Suryadharma juga pernah berobat ke Jerman. Untuk kepentingan


transportasi dan akomodasi Suryadharma serta keluarga dan staf pribadi, ia mengambil
uang negara sebanyak Rp 86,73 juta. Selanjutnya, DOM juga diketahui untuk
membayar biaya perjalanan ke Singapura hingga mencapai Rp 93,75 juta.

Perjalanan Suryadharma beserta keluarga ke Inggris juga menggunakan uang


DOM sebanyak Rp 395,68 juta. Selain itu uang DOM juga digunakan untuk membayar
pajak pribadi tahun 2011, membayar langganan TV kabel, internet, perpanjagan Surat
Tanda Nomor Kendaraan (STNK), biaya perpanjangan STNK Mercedes Benz,
pengurusan paspor cucu SDA, diberikan ke kolega SDA, dan kepentingan lain senilai
Rp 936,65 juta.

Kesimpulan

Kasus korupsi yang dilakukan oleh Suryadharma Ali dalam Kementerian


Agama benar-benar mencoreng nama instansi tersebut beserta negara, bahwasannya
negara Indonesia terdiri dari kurang lebih 90% warga beragama muslim. Hal ini
menjadi tolak ukur bagi suatu negara yang artinya dalam menjalankan penyelenggaraan
negara, khususnya bagi Kementerian Agama, perlu memilik landasan atau pedoman
yang baik dan tetap melaksanakan tugasnya secara transparan dan akuntabel, serta
memperhatikan nilai-nilai keagamaan di seluruh aspek.
Suryadharma Ali terjerat kasus korupsi berupa penyelenggaraan dana haji tahun
2010-2013 dan penggelapan Dana Operasional Menteri (DOM) tahun 2010-2014.
Beliau memanfaatkan jabatannya untuk memilih tempat penginapan bagi para jamaah
haji dengan tidak memperhatikan syarat dan kualitas dan memanfaatkan sisa kuota haji
dengan memberikan kepada kenalan atau orang terdekat dengan tidak memperhatikan
prinsip keadilan dan proporsionalitas. Selain itu, beliau menggunakan DOM dengan
tidak seharusnya, bahkan beliau menggunakan dana tersebut untuk digunakan oleh
anggota keluarga dan para ajudannya.
Bentuk korupsi beliau lakukan adalah penyalahgunaan wewenang sebagai
Menteri Agama dan menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 27,28 miliar
dan SR (Saudi Riyal) 17,96 juta. Selain itu berbentuk benturan kepentingan dalam
pengadaan, bahwasannya dalam pengadaan fasilitas untuk jamaah haji, Suryadharma
Ali meloloskan penawaran penyewaan rumah jemaah haji yang diajukan pengusaha di
Arab Saudi, Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin. Hal ini dilakukan karena semata-mata
ia ingin mendapat keuntungan dari gratifikasi yang diberikan oleh pengusaha tersebut
berupa kiswah atau kain penutup Ka’bah.
Faktor penyebab yang membuat Suryadharma Ali melakukan korupsi adalah
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa aspek moral dengan bersikap
serakah atau tidak pernah merasa puas dan tidak memiliki keyakinan yang baik
mengenai bahaya laten korupsi. Selain itu berupa aspek sosial dari dalam keluarga,
karena istri beliau tidak mencegah suami untuk melakukan tindakan korupsi.
Sedangkan faktor eksternal berupa aspek politik dengan memanfaatkan jabatannya
untuk mempengaruhi sistem politik khususnya dalam partai dan rekan pejabat di
parlemen. Selain itu berupa aspek organisasi yang tidak memberikan contoh
kedisiplinan sebagai seorang pemimpin, kultur organisasi yang kurang baik, sistem
pengendalian internal maupun manajemen yang kurang memadai.
Dampak yang diakibatkan oleh tindakan korupsi SDA berupa dampak ekonomi
yang mengakibatkan kerugian negara, dampak sosial yang mengakibatkan terbatasnya
akses bagi masyarkat, dampak birokrasi pemerintah yang membuat penyelenggaraan
ibadah haji menjadi kurang efisien, dampak terhadap politik dan demokrasi yang
mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada sistem politik dan
penyelenggaraan negara berkurang, dan dampak terhadap penegakan hukum yang
mengakibatkan fungsi pemerintahan mandul dan kredibilitas organisasi tersebut
tercoreng.
Nilai-nilai anti korupsi yang Suryadharma Ali langgar adalah nilai kejujuran,
kepedulian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, keberanian, dan
keadilan. Nilai-nilai tersebut dilanggar karena kurangnya moral dan kepercayaan yang
tidak baik yang diterapkan oleh Suryadharma Ali.

Kasus ini telah mencapai persidangan, walaupun pihak KPK telah mengajukan
banding, namun pihak kuasa hukum Suryadharma Ali tetap ingin mengajukan banding
kembali atas vonis hakim terakhir. Suryadharma Ali mendapat vonis jauh dari tuntutan
jaksa penuntut umum, yaitu pidana penjara selama 6 tahun, denda Rp 300 juta, dan
subsidair 3 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 1,821 miliar. Padahal tuntutan
jaksa yaitu pidana penjara 11 tahun, denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan serta
uang pengganti Rp 2,2 miliar.

Kasus korupsi yang dilakukan SDA di Kementerian Agama sangat mencoreng


nilai-nilai keagamaan dan merupakan akhlak tercela yang dicontohkan oleh beliau. Hal
ini harus dijadikan pelajaran bagi seluruh pihak bahwasannya tindakan korupsi
merupakan kejahatan luar biasa dan dampaknya juga merambat ke seluruh aspek
kehidupan. Apalagi beliau merupakan Menteri Agama yang seharusnya memberikan
keteladanan bagi seluruh rakyat Indonesia dengan mengedepankan nilai-nilai
keagamaan dan menunjukkan perilaku yang menjunjung tinggi prinsip akhlakul
karimah.

Saran

Saran saya sebagai mahasiswa, sebagai lembaga negara yang mengurusi urusan
terkait dengan agama sudah sepantasnya kementerian agama menjadi teladan bagi
lembaga negara lainnya sebagai lembaga yang amanah, dan benar-benar mencerminkan
orang yang tahu aturan agama, jangan tinggalkan rasa syukur saat mendapatkan rezeki
yang halal, karena melimpahnya uang haram dari hasil korupsi tidak akan membuat
kaya sampai tujuh generasi.

Anda mungkin juga menyukai