menjabat sebagai Menteri Agama Indonesia. Beliau lahir pada tanggal 19 September
1956. Latar belakang pendidikan Suryadharma adalah Alumni dari Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Syarief Hidayatullah dan mendapat gelar Sarjananya pada tahun
1984.
Dalam kasus ini Suryadharma Ali melakukan perbuatan melawan hukum dan
menyalahgunakan wewenang dalam penyelenggaraan ibadah haji yang meliputi
rekrutmen petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi yang kolutif,
penyewaan perumahan/pemondokan, katering dan transportasi jamaah haji yang tidak
memenuhi standar, dan pemanfaatan sisa kuota haji nasional oleh segelintir orang.
1) Menunjuk orang yang tidak memenuhi persyaratan menjadi PPIH, Arab Saudi.
2) Mengangkat petugas pendamping amirul hajj tidak sesuai ketentuan.
3) Menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) tidak sesuai dengan
peruntukkannya.
4) Mengarahkan tim penyewaan perumahan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi
untuk menunjuk penyedia perumahan jemaah haji yang tidak sesuai ketentuan.
5) Memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak sesuai prinsip keadilan dan
proporsionalitas.
Pada 2011 hingga 2013, hal yang sama kembali dilakukan Suryadharma.
Bahkan, ketika Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah telah digantikan
Anggito Abimanyu. Terkait dengan penunjukan penyedia perumahan jemaah haji yang
tidak sesuai diduga atas perintah Suryadharma Ali yang meloloskan perumahan atau
pemondokan yang tidak layak.
Ketua tim pemondokan, Zainal Abidin Supi (Dirjen Pelayanan Haji Kemenag)
mengaku diperintah Suryadharma Ali untuk meloloskan Pemondokan Syare' Mansyur
dan Thandabawi, Mekkah. Pemondokan tersebut sebelumnya ditolak oleh tim karena
dianggap tidak layak. Dalam berkas dakwaan, pada April 2010, tim penyewaan
perumahan menerima berkas-berkas penawaran, antara lain dari pengusaha asal Arab
Saudi bernama Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin yang menawarkan empat rumah
yang berlokasi di Syare’ Mansyur dan Thandabawi, Mekkah.
Atas penawaran itu, Cholid menjanjikan fee sejumlah 25 riyal per anggota
jamaah kepada orang yang dapat meloloskan empat rumah yang ditawarkan menjadi
perumahan jamaah haji Indonesia. Setelah verifikasi dilakukan, rumah yang ditawarkan
oleh Cholid ditolak sebagai perumahan jamaah haji Indonesia karena tidak memenuhi
persyaratan.
Dalam kasus ini pun Suryadharma Ali diduga menyalahgunakan sisa kuota haji.
Sisa kuota haji tahun 2012 diberikannya kepada relasi dan keluarganya. Sisa kuota
tersebut diberikan di antaranya kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), dan instansi lainnya, dengan total 18 kategori. Dari 18
kategori tersebut, kuota sisa diberikan kepada lebih dari 100 orang paspampres wapres,
50 orang dari pihak almarhum Taufiq Kiemas dan Megawati, 70 orang dari Menteri
Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, sepuluh orang dari Amien Rais, dua orang dari Karni
Ilyas, enam orang dari keluarga SDA, enam orang dari KPK, serta dari media.
Kesimpulan
Kasus ini telah mencapai persidangan, walaupun pihak KPK telah mengajukan
banding, namun pihak kuasa hukum Suryadharma Ali tetap ingin mengajukan banding
kembali atas vonis hakim terakhir. Suryadharma Ali mendapat vonis jauh dari tuntutan
jaksa penuntut umum, yaitu pidana penjara selama 6 tahun, denda Rp 300 juta, dan
subsidair 3 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 1,821 miliar. Padahal tuntutan
jaksa yaitu pidana penjara 11 tahun, denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan serta
uang pengganti Rp 2,2 miliar.
Saran
Saran saya sebagai mahasiswa, sebagai lembaga negara yang mengurusi urusan
terkait dengan agama sudah sepantasnya kementerian agama menjadi teladan bagi
lembaga negara lainnya sebagai lembaga yang amanah, dan benar-benar mencerminkan
orang yang tahu aturan agama, jangan tinggalkan rasa syukur saat mendapatkan rezeki
yang halal, karena melimpahnya uang haram dari hasil korupsi tidak akan membuat
kaya sampai tujuh generasi.