Gadar 1
Gadar 1
A. Latar Belakang
Multiple trauma adalah suatu sindrom dari cedera multipel dengan derajat
keparahan yang cukup tinggi (ISS >16) yang disertai dengan reaksi sistemik
aibat trauma yang kemudian akan menimbulkan terjadinya disfungsi atau
kegagalan dari organ yang letaknya jauh (Trentz O L, 2000). Trauma adalah
kejadian yang bersifat holistik dan menyebabkan hilangnya produktivitas
seseorang.
Trauma toraks terjadi hampir 50% dari seluruh kasus kecelakaan. 20-25%
dari kasus trauma yang diterima rumah sakit berkaitan dengan kematian. Di
Indonesia, trauma merupakan penyebab kematian nomor empat, tetapi pada
kelompok umur 15-25 tahun, trauma merupakan penyebab kematian utama.
Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
umumnya berupa trauma tumpul (90%).4 Secara garis besar, trauma toraks
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu trauma tumpul toraks dan trauma tembus
toraks. Trauma tumpul toraks biasanya disebabkan oleh karena kecelakaan
lalu lintas, sedangkan trauma tembus toraks disebabkan oleh karena trauma
tajam (tusukan benda tajam), trauma tembak (akibat tembakan), dan trauma
tumpul tembus dada (Pitojo, Tangkilisan dan Monoarfa, 2016).
Ada tiga trauma yang paling sering terjadi dalam peristiwa ini, yaitu cedera
kepala, trauma thorax ( dada) dan fraktur ( patah tulang). Trauma pertama
yaitu trauma kepala, terutama jenis berat, merupakan trauma yang memiliki
prognosis (harapan hidup) yang buruk. Hal ini disebabkan oleh karena kepala
merupakan pusat kehidupan seseorang. Di dalam kepala terdapat otak yang
mengatur seluruh aktivitas manusia, mulai dari kesadaran, bernapas,
bergerak, melihat, mendengar, menciumbau, dan banyak lagi fungsinya. Jika
otak terganggu, maka sebagian atau seluruh fungsi tersebut akan
terganggu. Gangguan utama yang paling sering terlihat adalah
fungsi kesadaran. Itulah sebabnya, trauma kepala sering
diklasifikasikan berdasarkan derajat kesadaran, yaitu trauma kepala ringan,
sedang, dan berat. Makin rendah kesadaran seseorang makin berat derajat
trauma kepala. Trauma kedua yang paling sering terjadi dalam sebuah
kecelakaan adalah fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh
tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika
patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar,
dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan
dunia luar. Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat
adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai
perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bias diketahui dengan melihat
bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk
berupa sudut yang bisa mengarah ke samping, depan, atau belakang. Selain
itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan dan perpendekan tulang. Trauma yang
ketiga, yang sering terjadi pada kecelakaan adalah trauma dada atau toraks.
Tercatat, seperempat kematian akibat trauma disebabkan oleh
trauma toraks. Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi
kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat
pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi benturan
alias trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan
atau bahkan kerusakan.
Cedera akibat trauma tercatat sebanyak 180.000 kematian dan 9 juta
lainnya mengakibatkan kecacatan terjadi Amerika Serikat setiap tahun. Di
Asia memiliki angka kematian trauma tertinggi di seluruh dunia, berdasarkan
World Health Organization (WHO) angka kematian pada tahun 2008
mencapai 90% dari seluruh kematian di dunia disebabkan oleh trauma toraks.
Trauma toraks semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi
dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pada beberapa studi, Kesulitan
dalam pengelolaan pasien trauma tumpul toraks merupakan tantangan
tersendiri dalam dunia medis. Pasien trauma tumpul toraks sering datang ke
Instalasi Gawat Darurat (IGD) awalnya tanpa kesulitan pernapasan, tetapi
dapat berkembang buruk mendapat komplikasi pernapasan sekitar 48 sampai
72 jam kemudian. Untuk itu diperlukan sebuah sistem penilaian yang dapat
memrediksi komplikasi pada pasien trauma toraks (Soesanto, Tangkilisan dan
Lahunduitan, 2017).
B. Literatur Review
Cedera toraks dapat meluas dari benjolan dan goresan yang relatif kecil
menjadi cedera yang dapat menghancurkan jaringan dan organ di bawahnya
atau terjadi trauma penetrasi. Cedera dapat berupa penetrasi atau tanpa
penetrasi (tumpul). Cedera toraks penetrasi mungkin disebabkan oleh luka
terbuka yang memberi kesempatan bagi udara atmosfir masuk ke permukaan
pleura dan menganggu mekanisme ventilasi normal. Cedera tersebut dapat
menyebabkan kerusakan serius bagi paru-paru, kavum pleura dan struktur
toraks lainnya sehingga 3 membatasi kemampuan jantung untuk memompa
darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah.
Trauma thoraks terdiri atas trauma tajam dan trauma tumpul. Pada trauma
tajam, terdapat luka pada jaringan kutis dan subkutis, mungkin lebih
mencapai jaringan otot ataupun lebih dalam lagi hingga melukai pleura
parietalis atau perikardium parietalis. Dapat juga menembus lebih dalam lagi,
sehingga merusak jaringan paru, menembus dinding jantung atau pembuluh
darah besar di mediastinum. Trauma tajam yang menembus pleura
parietalis akan menyebabkan kolaps paru, akibat masuknya udara
atmosfer luar kedalam rongga paru. Bila pleura viseralis pun
tertembus, kemungkinan trauma tajam terhadap jaringan paru sangat besar,
sehingga selain terjadi penurunan ventilasi akibat hubungan pendek bronkho
udara luar melalui luka tajam, mungkin terjadi pula Hemoptoe massif dengan
akibat – akibatnya.
Trauma pada dada dapat terjadi akibat dari kekerasan tumpul, seperti
jatuh atau kecelakaan lalu lintas, atau akibat dari trauma tembus (penetrasi),
seperti tertusuk atau luka tembak. Trauma tembus pada dada memberikan
kontribusi sekitar 25% dari trauma yang dapat menyebabkan kematian dan
menyumbang 50% kematian global akibat trauma (Putri dan Yudianto, 2017).
C. Pembahasan
Dilihat dari peneltian yang didapatkan upaya yang dilakukan adalah Perlu
disosialisasikan pengetahuan tentang peraturan rambu-rambu lalu lintas,
penggunaan helm standar yang benar, keharusan penggunaan sabuk
pengaman saat mengemudikan kendaraan, serta mengontrol kecepatan saat
mengemudi dan mengendara sepeda motor di jalan raya (Labora dkk, 2017).
D. Kesimpulan
Pada tahun 2000 Pape et al. mengembangkan suatu sistem skoring yaitu
thorax trauma severity score (TTSS) dengan menggabungkan usia pasien,
parameter fisiologik, dan penilaian radiologis toraks. Penelitian ini berujuan
untuk menilai sensitivitas dan spesifisitas dari TTSS dan kemampuannya
untuk memrediksi kejadian acute respiratory distress syndrome (ARDS) pada
pasien trauma tumpul totaks. Jadi sudah mulai berkembangnya sistem untk
menilai sensitivitas TTSS. Data kepustakaan yang menyatakan bahwa trauma
dada merupakan penyebab kematian utama pada kelompok usia dibawah 35
tahun. Di Indonesia trauma menjadi penyebab kematian utama pada
kelompok usia 15-25 tahun *data kepustakaan yang menyatakan bahwa
trauma dada merupakan penyebab kematian utama pada kelompok usia
dibawah 35 tahun. Di Indonesia trauma menjadi penyebab kematian utama
pada kelompok usia 15-25 tahun (Pitojo dkk, 2016).
E. Daftar Pustaka
Soesanto, Tangkilisan, Lahunduitan. 2017. Thorax Trauma Severity
Score sebagai Prediktor Acute Respiratory Distress Syndrome pada
Trauma Tumpul Toraks: Manado
Labora, Kristanto, Siwu. 2014. Pola Cedera Toraks Pada Kecelakaan Lalu
Lintas Yang Menyebabkan Kematian di Bagian Forensik DAN
Medikolegal RSUP PROF. Dr. R.D. KANDOU: Manado