Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR MAMAE

DIRUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL RSI FATIMAH CILACAP

DISUSUN OLEH:
KHORIDA MUTIA
108115047

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


(STIKES) AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2019
A. Definisi
Tumor mammae adalah adanya ketidakseimbangan yang dapat terjadi pada suatu
sel / jaringan di dalam mammae dimana ia tumbuh secara liar dan tidak bisa dikontol (Dr.
Iskandar,2007).
Tumor mamae adalah adalah karsinoma yang berasal dari parenkim, stroma,
areola dan papilla mamma. (Lab. UPF Bedah RSDS, 2010).

B. Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab pasti tumor payudara belum diketahui. Namun, ada beberapa faktor resiko
yang telah teridentifikasi menurut Dr.Iskandar (2007) , yaitu :
1. Jenis kelamin: Wanita lebih beresiko menderita tumor payudara dibandingkan
dengan pria.Prevalensi tumor payudara pada pria hanya 1% dari seluruh tumor
payudara.
2. Riwayat keluarga: Wanita yang memiliki keluarga tingkat satu penderita tumor
payudara beresiko tiga kali lebih besar untuk menderita tumor payudara.
3. Faktor genetic: Mutasi gen BRCA1pada kromosom 17 dan BRCA2 pada kromosom
13 dapat meningkatkan resiko tumor payudara sampai 85%. Selain itu, gen p53,
BARD1, BRCA3, dan noey2 juga diduga meningkatkan resiko terjadinya kanker
payudara.
4. Faktor usia: Resiko tumor payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia.
5. Faktor hormonal: Kadar hormon yang tinggi selama masa reproduktif, terutama jika
tidak diselingi oleh perubahan hormon akibat kehamilan, dapat meningkatkan
resiko terjadinya tumor payudara.
6. Usia saat kehamilan pertama: Hamil pertama pada usia 30 tahun beresiko dua kali
lipat dibandingkan dengan hamil pada usia kurang dari 20 tahun.
7. Terpapar radiasi.
8. Intake alcohol.
9. Pemakaian kontrasepsi oral.
10. Pemakaian kontrasepsi oral dapat meningkatkan resiko tumor payudara. Penggunaan
pada usia kurang dari 20 tahun beresiko lebih tinggi dibandingkan dengan
penggunaan pada usia lebih tua.
C. Jenis Tumor Mamae
1. Tumor jinak: Hanya tumbuh membesar, tidak terlalu berbahaya dan tidak menyebar
keluar jaringan
2. Tumor ganas: Kanker adalah sel yang telah kehilangan kendali danb mekanisme
normalnya sehingga mengalami pertumbuhan tidak wajar, liar, dan kerap kali
menyebar jauh ke sel jaringan lain serta merusak.

D. Manifestasi Klinis
Keluhan penderita kanker payudara (Lab. UPF Bedah RSDS, 2010):
1. Mungkin tidak ada
2. tumor mammae umumny atidak nyeri
3. ulkus/perdarahan dari ulkus
4. erosi putting susu
5. perdarahan.keluar cairan dari putting susu
6. nyeri pada payudara
7. kelainan bentuk payudara
8. keluhan karena metastase
E. Pathway
Terlampir!

F. Patofisiologi
Tumor/neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah dengan cirri-ciri:
proliferasi sel yang berlebihan dan tidak berguna yang tidak mengikuti pengaruh struktur
jaringan sekitarnya. Neoplasma yang maligna terdiri dari sel-sel kanker yang
menunjukkan proliferasi yang tidak terkendali yang mengganggu fungsi jaringan normal
dengan menginfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-
organ yang jauh. Di dalam sel tersebut terjadi perubahan secara biokimia terutama dalam
intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel di mana telah terjadi
transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel-sel ganas di antar sel-sel
normal.
Kanker payudara bukan satu-satunya penyakit banyak, tergantung pada jaringan
payudara yang terkena, ketergantungan estrogennya, dan usia permulaannya. Penyakit
payudara ganas sebelum menopause berbeda dari penyakit payudara ganas sesudah masa
menopause (postmenopause). Respon dan prognosis penanganannya berbeda dengan
berbagai penyakit berbahaya lainnya. Beberapa tumor yang dikenal sebagai “estrogen
dependent” mengandung reseptor yang mengikat estradiol, suatu tipe ekstrogen, dan
pertumbuhannya dirangsang oleh estrogen. Reseptor ini tidak manual pada jarngan
payudara normal atau dalam jaringan dengan dysplasia. Kehadiran tumor “Estrogen
Receptor Assay (ERA)” pada jaringan lebih tinggi dari kanker-kanker payudara hormone
dependent. Kanker-kanker ini memberikan respon terhadap hormone treatment
(endocrine chemotherapy, oophorectomy, atau adrenalectomy). (Smeltzer, dkk, 2002)

G. Pemeriksaan diagnostik
1. Ultrasonografi dapat membedakan antara masa padat dan kista pada jaringan payudra
keras
2. Mammografi: memperlihatkan struktur internal payudara,dapat mendeteksi tumor
yang terjadi pada tahap awal
3. Scan CT dan MRI teknik scan yang dapat mendeteksi penyakit payudara
H. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
a. Mastektomi parsial (eksisi tumor lokal dan penyinaran). Mulai dari lumpektomi
sampai pengangkatan segmental (pengangkatan jaringan yang luas dengan kulit
yang terkena).
b. Mastektomi total dengan diseksi aksial rendah seluruh payudara, semua kelenjar
limfe dilateral otocpectoralis minor.
c. Mastektomi radikal yang dimodifikasi
Seluruh payudara, semua atau sebagian besar jaringan aksial
1) Mastektomi radikal
Seluruh payudara, otot pektoralis mayor dan minor dibawahnya : seluruh
isi aksial.
2) Mastektomi radikal yang diperluas
Sama seperti mastektomi radikal ditambah dengan kelenjar limfe mamaria
interna.
2. Non pembedahan
a. Penyinaran: Pada payudara dan kelenjar limfe regional yang tidak dapat direseksi
pada kanker lanjut pada metastase tulang, metastase kelenjar limfe aksila.
b. Kemoterapi: Adjuvan sistematik setelah mastektomi; paliatif pada penyakit yang
lanjut.
c. Terapi hormon dan endokrin: Kanker yang telah menyebar, memakai estrogen,
androgen, antiestrogen, coferektomi adrenalektomi hipofisektomi. (Smeltzer,
dkk, 2002)

I. Asuhan Keperawatan
1. Pre Operatif
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
2) Tanda-tanad vital
3) Riwayat penyakit: alergi, penyakit paru (asma, PPOM, TB paru), penggunaan
narkoba, alkoholisme, menggunakan obat seperti kortikosteroid dan obat
jantung
4) Riwayat kesehatan keluarga: DM. Hipertensi
5) Status nutrisi: BB, puasa, tinggi badan
6) Keseimbangan cairan dan elektrolit
7) Ada tidaknya gigi palsu, pemakaian lensa kontak, atau cat kuku dan implan
prosthesis lainnya
8) Pencukuran daerha operasi
9) Kolaborasi dengan dokter anestesi tentang pemberian jenis anestesi dan
pemakaian obat anestesi yang akan dilakukan
10) Pemeriksaan penunjang: rontgen, EKG, pemeriksaan laboratorium (darah
lengkap, faal hepar, faa ginjal, masa pembekuan darah), biopsi, pemeriksaan
gula darah
11) Informed consent
12) Penentuan status ASA
b. Diagnosa Keperawatan
Pre Operatif
1) Cemas berhubungan dengan krisis situasional
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
2. Intra Operatif
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah
dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Aktivitas keperawatan
yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu:
a. Safety Management (Pengaturan posisi pasien)
Faktor penting yang harus diperhatikan ketika mengatur posisi di ruang operasi
adalah: daerah operasi, usia, berat badan pasien, tipe anastesidan nyeri. Posisi
yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak melakukan
penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak menutupi daerah atau medan
operasi.
1) Kesejajaran fungsional maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat
selama operasi. Operasi yang berbeda akan membutuhkan posisi yang
berbeda pula, supine
2) Pemajanan area pembedahan maksudnya adalah daerah mana yang akan
dilakukan tindakan pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat
dapat mempersiapkan daerah operasi dengan teknik drapping
3) Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi dengan tujuan untuk
mempermudah proses pembedahan juga sebagai bentuk jaminan keselamatan
pasien dengan memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya injury.
4) Memasang alat grounding ke pasien
5) Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan
pasien selama operasi sehingga pasien kooperatif. -Memastikan bahwa semua
peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti: cairan infus, oksigen, jumlah
spongs, jarum dan instrumen tepat.
b. Monitoring Fisiologis
1) Melakukan balance cairan
2) Memantau kondisi cardiopulmonal meliputi fungsi pernafasan, nadi, tekanan
darah, frekuensi denyut jantung, saturasi oksigen, perdarahan dll.
3) Pemantauan terhadap perubahan vital sign
c. Monitoring Psikologis
1) Memberikan dukungan emosional pada pasien
2) Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
3) Mengkaji status emosional klien
4) Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan (jika ada
perubahan)
d. Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
1) Memanage keamanan fisik pasien
2) Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis Obat-obat anestesi (Smeltzer,
2002):
a) Obat-obat premedikasi: SA 0,001-0,002 mg/KgBB, Midazolam 0,1-0,2
mg/KgBB, Fentanyl 1-2 mcg/KgBB, Pethidin 1 mg/KgBB
b) Obat antiemetik: Ondansetron 4mg/2mL, Sotatic 10mg/2 Ml
c) Obat induksi: Propofol 1,5-2,5 mg/Kg/BB
d) Obat musculorelaksan: Recorium bromide 0,5-1 mg/Kg/BB, Sucynil
Colin 1 mg/KgBB, Roculax 0,5-1 mg/KgBB
e) Obat emergency: Adrenalin injeksi, Epidrin injeksi, Dexamethason
injeksi, Aminophilin injeksi
f) Obat analgetik: Ketorolac 30 mg/ 1 mL, Torasix 30mg/1 Ml
g) Obat antidotum: Prostigmin dan narkan
3) Cairan yang diperlukan: Kristaloid seperto ringer laktat, aquadest 25 CC
untuk larutan obat, assering. Koloid seperti fimahest atau gelofusion
Diagnosa Keperawatan Intra Operatif:
a) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tekanan inspirasi
danekspirasi karena pemberian agent anastesi.
b) Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan, prosedur invasif dan truma
jaringan.
c) Resiko cidera berhubungan dengan anastesi dan pembedahan.
3. Post Operatif
a. Fase pasca anesthesia.
Setelah dilakukan mastektomi, penderita dipindah ke ruang pemulihan disertai
dengan oleh ahli anesthesia dan staf profesional lainnya.
1) Mempertahankan ventilasi pulmoner.
Menghindari terjadiya obstruksi pada periode anestesi pada saluran
pernafasan, diakibatkan penyumbatan oleh lidah yang jatuh, kebelakang dan
tumpukan sekret, lendir yang terkumpul dalam faring trakea atau bronkhial
ini dapat dicegah dengan posisi yang tepat dengan posisi miring/setengah
telungkup dengan kepala ditengadahkan bila klien tidak bisa batuk dan
mengeluarkan dahak atau lendir, harus dilakukan penghisapan dengan
suction.
2) Mempertahankan sirkulasi
Pada saat klien sadar, baik dan stabil, maka posisi tidur diatur”semi fowler”
untuk mengurangi oozing venous (keluarnya darah dari pembuluhpembuluh
darah halus) lengan diangkat untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah
terjadinya udema, semua masalah ini gangguan rasa nyaman (nyeri) akibat
dari sayatan luka operasi merupakan hal yang pailing sering terjadi
3) Masalah psikologis.
Payudara merupakan alat vital seseorang ibu dan wanita, kelainan atau
kehilangan akibat operasi payudara sangat terasa oleh pasien,haknya seperti
dirampas sebagai wanita normal, ada rasa kehilangan tentang hubungannya
dengan ssuami, dan hilangnya daya tarik serta serta pengaruh terhadap anak
dari segi menyusui.
4) Mobilisasi fisik.
Pada pasien pasca mastektomi perlu adanya latihan-latihan untuk mencegah
atropi otot-otot kekakuan dan kontraktur sendi bahu, untuk mencegah
kelainan bentuk (diformity) lainnya, maka latihan harus seimbang dengan
menggunakan secara bersamaan.
b. Perawatan post mastektomi
1) Pemasangan plester /hipafik
2) Dalam hal ini pemasangan plester pada operasi mastektomi hendaknya
diperhatikan arah tarikan-tarikan kulit (langer line) agar tidak melawan
gerakkan-gerakkan alamiah, sehingga pasien dengan rileks menggerakkan
sendi bahu tanpa hambatan dan tidak nyeri untuk itu perlu diperhatikan cara
meletakkan kasa pada luka operasi dan cara melakukan fiksasi plester pada
dinding dada.
3) Plester medial melewati garis midsternal
4) Plester posterior melewati garis axillaris line/garis ketiak
5) Plester posterior(belakang) melewati garis axillaris posterior.
6) Plester superior tidak melewati clavicula
7) Plester inferior harus melewati lubang drain
8) Untuk dibawah klavicula ujug hifavik dipotong miring seperti memotong
baju dan dipasang miring dibawah ketiak sehingga tidak mengangu grakkan
tangan.
9) Perawatan pada luka eksisi tumor.
10) Bila dikerjakan tumorektomi,pakai hipafik ukuran 10 cm yang dibuat seperti
BH sehingga menyangga payudara .
11) Klien yang dikerjakan transplantasi kulit kalau kasa penutup luka basah
dengan darah atau serum harus segera diganti, tetapi bola penutup
(thiersch) tidak boleh dibuka.
12) Pemberian injeksi dan pengambilan darah. Pengukuran tensi
c. Diagnosa Keperawatan
Post Operatif
1) Resiko aspirasi berhubungan dengan status kesadaran, reflek menelan belum
optimal karena pemakaian obat anastesi
2) Resiko cidera berhubungan dengan tingkat kesadaran pasien
d. Intervensi Pre operatif (Johnson, 2000)
DX.KEP NOC NIC
Cemas Setelah dilakukan asuhan Anxiety reduction:
berhubungan keperawatan 1. Tenangkan pasien
dengan selama…pasien 2. Jelaskan seluruh prosedur tindakan
perubahan status menunjukan anxiety kepada pasien dan perasaan yang
kesehatan control dengan kriteria mungkin muncul pada saat
hasil: melakukan tindakan
1. Pasien kooperatif 3. Mendampingi pasien untuk
2. Mampu mrngurangi kecemasan dan
mengidentifikasi meningkatkan kenyamanan
cemas dengan 4. Dorong pasien untuk menyampaikan
Bahasa tubuh yang tentang isi perasaannya
tenang 5. Kaji tingkat kecemasan
3. Vital sign normal 6. Dengarkan dengan penuh perhatian
7. Ciptakan hubungan saling percaya
8. Bantu pasien menjelaskan keadaan
yang bias menimbulkan kecemasan
9. Bantu pasien untuk mengungkapkan
hal-hal yang membuat cemas
10. Ajarkan pasien tekhnik relaksasi
11. Berikan obat-obat yang mengurangi
cemas
Kurang Setelah dilakukan tindakan Teaching: disesease process
pengetahuan keperawatan diharapkan 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan
tentang kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit
penyakit, teratasi 2. Jelaskan tentang patofisiologi
perawatan, Kriteria hasil: penyakit tanda dan gejala serta
pengobatan 1. Pasien mampu penyebabnya
kurang paparan menjelaskan 3. Sediakan informasi tentang kondisi
terhadap kembali apa yang pasien
informasi dielaskan 4. Berikan informasi tentang
perkembangan pasien
2. Pasien kooperatif 5. Diskusikan perubahan gaya hidup
saat dilakukan yang mungkin diperlukan untuk
tindakan mencegah komplikasi dimasa yang
akan datangdan atau control proses
penyakit
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
agen injuri keperawatan diharapkan komprehensif
biologi nyeri akut teratasi 2. Monitor vital sign
Kriteria hasil: 3. Gunakan teknik komunikasi
1. Nyeri terkontrol terapeutik untuk mngetahui
2. Pasien pengalaman nyeri
menggunakan 4. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
ekhnik farmakologi untuk mngurangi nyeri
untuk mengurangi
nyeri
3. Tanda vital dalam
rentang normal
DAFTAR PUSTAKA
Johnson,Marion, dkk. (2000). Nursing Outcome Classifications (NOC). St.
Louis :Mosby Year-Book
Juall,Lynda,Carpenito Moyet. (2003).Buku Saku Diagnosis Keperawatan
edisi
10.Jakarta:EGC
Junaedi, Iskandar dr., (2007) Kanker. Jakarta : PT. Buana Ilmu
Populer Lab. UPF Bedah, 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi ,
RSDS-FKUA, Surabaya
https://www.scribd.com/document/256119672/PATHWAY-Tumor-
Mamae , diakses pada tanggal 13 Januari 2018
Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi
revisi. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah : Brunner Suddarth, Vol. 2. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai