LP Anak Peritonitis
LP Anak Peritonitis
Disusun Oleh
NOVI RAHMAWATI
1614301038
A. Pengertian Peritonitis
B. Etiologi
1. Gram negative meliputi Escherichia coli (40%), Klebsiella pneumoniae (7%), Pseudomonas
2. Gram positif, seperti Streptococcus pneumoniae (15%), Streptococcus lainnya (15%), dan
Invasi kuman ke lapisan peritoneum dapat disebabkan juga oleh berbagai kelainan pada
gastrointestinal dan penyebaran infeksi dari organ di dalam abdomen (Rotstein, 1997) atau
Biasanya, akibat dari infeksi bakteri : organisme berasal dari penyakit saluran
gastrointestinal atau pada wanita dari organ reproduktif internal. Peritonitis dapat juga akibat
dari sumber eksternal seperti cedera atau trauma ( misal : luka tembak atau luka tusuk) atau
oleh inflamasi yang luas yang berasal dari organ diluar area peritonium, seperti ginjal
Inflamasi dan ileus paralitik adalah efek langsung dari infeksi. Penyebab umum lain
dari peritonitis adalah apendisitis, ulkus perforasi, divertikulitis, dan perforasi usus.
Peritonitis juga dapat dihubungkan dengan proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal.
C. Manisfestasi klinis
Gejala tergantung pada lokasi dan luas inflamasi. Manisfestasi klinis awal dari
1. Nyeri menyebar dan sangat terasa. Nyeri cenderung menjadi konstan, terlokalisasi, lebih
terasa di dekat sisi inflamasi dan biasanya diperbesar oleh gerakan. Area yang sakit dari
abdomen menjadi sangat nyeri apabila ditekan, dan otot menjadi kaku. Nyeri tekan lepas dan
3. Penurunan peristaltik.
D. Patofisiologi
aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan fibrin karantina dengan pembentukan adhesi
berikutnya. Produksi eksudat fibrinosa merupakan reaksi penting pertahanan tubuh, tetapi
sejumlah besar bakteri dapat dikarantina dalam matriks fibrin. Matriks fibrin tersebut
memproteksi bakteri dari mekanisme pembersihan oleh tubuh (van Goor, 1998)
infeksi, namun proses ini dapat mengakibatkan infeksi persisten dan sepsis yang mengancam
jiwa. Awal pembentukan abses melibatkan pelepasan bakteri dan agen potensi abses menuju
kelingkungan steril. Pertahanan tubuh tidak dapat mengeliminasi agen infeksi dan mencoba
mengontrol penyebaran melalui sistem kompartemen. Proses ini dibantu oleh kombinasi
faktor-faktor yang memiliki fitur yang umum, yaitu fagositosis. Kontaminasi transien bakteri
pada peritoneal (yang disebabkan oleh penyakit viseral primer) merupakan kondisi umum.
Resultan paparan antigen bakteri telah ditunjukkan untuk mengubah respon imun ke
pembentukan abses, perubahan konten bakteri, dan meningkatnya angka kematian. Studi
terbaru menunjukkan bahwa infeksi nosokomial di organ lain (misalnya pneumonia, sepsis,
(Bandy, 2008)
Selanjutnya abses yang terbentuk diantara perlekatan fibrinosa, menempel menjadi satu
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum, maka aktivitas motilitas usus menurun dan meningkatkan risiko
Respon peradangan peritonitis juga menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan
membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi dengan cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, misalnya interleukin,
dari kegagalan banyak organ. Oleh karena itu tubuh mencoba untuk mengimpensasi dengan
cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.
Takikardia awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi kemudian akan segera terjadi
edema. Edema disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut
meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus, serta
edema seluruh organ intraperitoneal dan edema dinding abdomen termasuk jaringan
dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekanan intraabdomen, membuat usaha
Peritonitis tersier mewakili peritonitis yang bersifat persisten atau rekuren. Pasien
dengan peritonitis tersier biasanya hadir dengan abses, atau phlegmon, dengan atau tanpa
fistula. Peritonitis tersier berkembang lebih sering pada pasien dengan kondisi penyakit
signifikan yang sudah ada sebelumnya dan pada pasien dengan penurunan fungsi imun.
Meskipun jarang diamati pada peritonitis tanpa komplikasi, insiden peritonitis tersier pada
pasien memerlukan masuk ICU pada peritonitis yang parah dapat mencapai 50-74% (Sawyer,
1991)
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran dari organ abdomen kedalam rongga abdomen
biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadi
proliferasi bakterial. Terjadi edema jaringan, dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan.
Cairan dalam rongga peritonial menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah
putih, debris seluler, dan darah. Respons segera dari saluran usus adalah hipermotilitas,
diikuti oleh ileus peralitik, disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus. (Brunner dan
Suddarth, 2001)
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit akan meningkat. Hemoglobin dan hematokrit mungkin rendah bila terjadi
kehilangan darah. Elektrolit serum dapat menunjukkan perubahan kadar kalium, natrium, dan
klorida.
2. Sinar-x dada dapat menunjukkan udara dan kadar cairan serta lengkung usus yang terdistensi.
f. Penatalaksanaan
1. Penggantian cairan, koloid, dan elektrolit adalah fokus utama dari penatalaksanaan medis.
Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemia terjadi karena sejumlah besar cairan
dan elektrolit bergerak dari lumen usus kedalam rongga peritoneal dan menurunkan cairan
4. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan dalam
meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan distres
pernapasan.
5. Terapi oksigen dengan kanula rasal atau masker akan meningkatkan oksigenisasi secara
adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan.
6. Terapi antibiotik masif biasanya dimulai di awal pengobatan peritonitis. Dosis besar dari
antibiotik spektrum luas diberikan secara intravena sampai organisme penyebab infeksi
Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi (apendiks), reseksi dengan atau tanpa
anastomosis (usus), memperbaiki (perforasi), dan drainase (abses). Pada sepsis yang luas,
intervensi Keperawatan
No Diagnose Perencanaan
keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri b.d infeksi, Tupan : Setelah 1. Kaji nyeri 1. Pendekatan
inflamasi dilakukan tindakan dengan PQRST dapat
intestinal, abses keperawatan 3 x 24 pendekatan secara
abdomen ditandai jam diharapkan PQRST komprehensif
dengan nyeri tekan nyeri hilang menggali
pada abdomen Tupen : Dalam kondisi nyeri
waktu 1 x 24 jam pasien :
nyeri berkurang P=Penyebab
atau teradaptasi nyeri bisa
Kriteria evaluasi : diakibatkan
Secara oleh respons
subjektif iritasi atau
pernyataan inflamasi
nyeri intestinal, abses
berkurang atau abdomen, kram
teradaptasi abdomen
Skala nyeri 0-1 Q=Kualitas
(0-4) nyeri seperti
TTV dalam tumpul,
batas normal, terbakar, kram,
wajah pasien dan mulas
rileks R=Area nyeri
yang dirasakan
seperti nyeri
pada abdomen
bawah atau atas
S=Pasien
mengalami skla
nyeri 4 (0-5)
T=Nyeri
bertambah pada
waktu ditekan
2. Beri oksigen atau dilepas dan
nasal apabila saat BAB
skala nyeri ≥ 4 2. Pemberian
(0-5) oksigen
dilakukan untuk
memenuhi
kebutuhan
oksigen pada
saat pasien
mengalami
3. Istirahatkan nyeri
pasien pada saat pascabedah
nyeri muncul 3. Istirahat
diperlukan
untuk
menurunkan
4. Atur posisi peristaltik usus
fisiologis sehingga nyeri
dapat berkurang
4. Pengaturan
posisi dapat
membantu
merelaksasi
otot-otot
5. Berikan kompres abdomen
hangat pada sehingga
abdomen menurunkan
nyeri
5. Memberikan
respons
vasodilatasi.
Kompres ini
6. Kolaburasi : dilakukan pada
Berikan pasien tanpa
analgesic pembedahan
6. Untuk
mengurangi
atau
menghilangkan
nyeri
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.
Jakarta:EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktik Klinik Edisi 6.
Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8. Jakarta : EGC