Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA ANAK PERITONITIS

Disusun Oleh

NOVI RAHMAWATI
1614301038

KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIV KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
BAB I

KONSEP PENYAKIT PERITONITIS

A. Pengertian Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum (lapisan membran serosa rongga

abdomen) lamnya. (Arif Muttaqin, 2011)

Peritonitis adalah inflamasi peritonium-lapisan membran serosa rongga abdomen dan

meliputi visera. (Brunner dan Suddarth, 2001)

B. Etiologi

Penyebab terjadinya peritonitis adalah Invasi kuman bakteri ke dalam rongga

peritoneum,bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi, meliputi

1. Gram negative meliputi Escherichia coli (40%), Klebsiella pneumoniae (7%), Pseudomonas

species, Proteus species, gram negatif lainnya (20%).

2. Gram positif, seperti Streptococcus pneumoniae (15%), Streptococcus lainnya (15%), dan

Staphylococcus (3%). Mikroorganisme anaerob kurang dari 5%. (Cholongitas, 2005).

Invasi kuman ke lapisan peritoneum dapat disebabkan juga oleh berbagai kelainan pada

gastrointestinal dan penyebaran infeksi dari organ di dalam abdomen (Rotstein, 1997) atau

perforasi organ pascatrauma abdomen (Ivatury, 1998)

Biasanya, akibat dari infeksi bakteri : organisme berasal dari penyakit saluran

gastrointestinal atau pada wanita dari organ reproduktif internal. Peritonitis dapat juga akibat

dari sumber eksternal seperti cedera atau trauma ( misal : luka tembak atau luka tusuk) atau

oleh inflamasi yang luas yang berasal dari organ diluar area peritonium, seperti ginjal

Inflamasi dan ileus paralitik adalah efek langsung dari infeksi. Penyebab umum lain

dari peritonitis adalah apendisitis, ulkus perforasi, divertikulitis, dan perforasi usus.
Peritonitis juga dapat dihubungkan dengan proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal.

(Brunner dan Suddarth, 2001)

C. Manisfestasi klinis

Gejala tergantung pada lokasi dan luas inflamasi. Manisfestasi klinis awal dari

peritonitis adalah gejala dari gangguan yang menyebabkan kondisi ini.

1. Nyeri menyebar dan sangat terasa. Nyeri cenderung menjadi konstan, terlokalisasi, lebih

terasa di dekat sisi inflamasi dan biasanya diperbesar oleh gerakan. Area yang sakit dari

abdomen menjadi sangat nyeri apabila ditekan, dan otot menjadi kaku. Nyeri tekan lepas dan

ileus peralitik dapat terjadi.

2. Mual dan muntah

3. Penurunan peristaltik.

4. Suhu dan frekuensi nadi meningkat,

5. Terdapat peningkatan jumlah leukosit.

D. Patofisiologi

Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra-abdomen (peningkatan

aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan fibrin karantina dengan pembentukan adhesi

berikutnya. Produksi eksudat fibrinosa merupakan reaksi penting pertahanan tubuh, tetapi

sejumlah besar bakteri dapat dikarantina dalam matriks fibrin. Matriks fibrin tersebut

memproteksi bakteri dari mekanisme pembersihan oleh tubuh (van Goor, 1998)

Pembentukan abses merupakan strategi pertahanan tubuh untuk mencegah penyebaran

infeksi, namun proses ini dapat mengakibatkan infeksi persisten dan sepsis yang mengancam

jiwa. Awal pembentukan abses melibatkan pelepasan bakteri dan agen potensi abses menuju

kelingkungan steril. Pertahanan tubuh tidak dapat mengeliminasi agen infeksi dan mencoba

mengontrol penyebaran melalui sistem kompartemen. Proses ini dibantu oleh kombinasi

faktor-faktor yang memiliki fitur yang umum, yaitu fagositosis. Kontaminasi transien bakteri
pada peritoneal (yang disebabkan oleh penyakit viseral primer) merupakan kondisi umum.

Resultan paparan antigen bakteri telah ditunjukkan untuk mengubah respon imun ke

inokulasi peritoneal berulang. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan insidensi

pembentukan abses, perubahan konten bakteri, dan meningkatnya angka kematian. Studi

terbaru menunjukkan bahwa infeksi nosokomial di organ lain (misalnya pneumonia, sepsis,

infeksi luka) juga meningkatkan kemungkinan pembentukan abses abdomen berikutnya

(Bandy, 2008)

Selanjutnya abses yang terbentuk diantara perlekatan fibrinosa, menempel menjadi satu

dengan permukaan sekitarnya. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,

tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas

pada permukaan peritoneum, maka aktivitas motilitas usus menurun dan meningkatkan risiko

ileus paralitik (Price, 1995)

Respon peradangan peritonitis juga menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan

membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi dengan cepat dan agresif,

maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, misalnya interleukin,

dapat memulai respons hiperinflamatorius sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya

dari kegagalan banyak organ. Oleh karena itu tubuh mencoba untuk mengimpensasi dengan

cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.

Takikardia awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi kemudian akan segera terjadi

bradikardia begitu terjadi hipovolemia (finlay,1999)

Organ-organ di dalam kavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami

edema. Edema disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut

meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus, serta

edema seluruh organ intraperitoneal dan edema dinding abdomen termasuk jaringan

retroperitoneal menyebabkan hopovolemik. Hipovolemik bertambahan dengan adanya


kenaikan suhu, intake yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan dirongga peritoneum

dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekanan intraabdomen, membuat usaha

pernapasan penuh menjadi sulit, dan menimbulkan penurunan perfusi.

Peritonitis tersier mewakili peritonitis yang bersifat persisten atau rekuren. Pasien

dengan peritonitis tersier biasanya hadir dengan abses, atau phlegmon, dengan atau tanpa

fistula. Peritonitis tersier berkembang lebih sering pada pasien dengan kondisi penyakit

signifikan yang sudah ada sebelumnya dan pada pasien dengan penurunan fungsi imun.

Meskipun jarang diamati pada peritonitis tanpa komplikasi, insiden peritonitis tersier pada

pasien memerlukan masuk ICU pada peritonitis yang parah dapat mencapai 50-74% (Sawyer,

1991)

Peritonitis disebabkan oleh kebocoran dari organ abdomen kedalam rongga abdomen

biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadi

proliferasi bakterial. Terjadi edema jaringan, dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan.

Cairan dalam rongga peritonial menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah

putih, debris seluler, dan darah. Respons segera dari saluran usus adalah hipermotilitas,

diikuti oleh ileus peralitik, disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus. (Brunner dan

Suddarth, 2001)

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Leukosit akan meningkat. Hemoglobin dan hematokrit mungkin rendah bila terjadi

kehilangan darah. Elektrolit serum dapat menunjukkan perubahan kadar kalium, natrium, dan

klorida.

2. Sinar-x dada dapat menunjukkan udara dan kadar cairan serta lengkung usus yang terdistensi.

3. Pemindaian CT abdomen dapat menunjukkan pembentukan abses.


4. Aspirasi peritoneal dan pemeriksaan kultur serta sensitivitas cairan teraspirasi dapat

menunjukkan infeksi dan mengidentifikasi organisme penyebab.

f. Penatalaksanaan

1. Penggantian cairan, koloid, dan elektrolit adalah fokus utama dari penatalaksanaan medis.

Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemia terjadi karena sejumlah besar cairan

dan elektrolit bergerak dari lumen usus kedalam rongga peritoneal dan menurunkan cairan

dalam ruang vaskuler.

2. Analgestik diberikan untuk mengatasi nyeri.

3. Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah.

4. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan dalam

meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan distres

pernapasan.

5. Terapi oksigen dengan kanula rasal atau masker akan meningkatkan oksigenisasi secara

adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan.

6. Terapi antibiotik masif biasanya dimulai di awal pengobatan peritonitis. Dosis besar dari

antibiotik spektrum luas diberikan secara intravena sampai organisme penyebab infeksi

diidentifikasi dan terapi antibiotik khusus yang tepat dapat dimulai.

7. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.

Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi (apendiks), reseksi dengan atau tanpa

anastomosis (usus), memperbaiki (perforasi), dan drainase (abses). Pada sepsis yang luas,

perlu dibuat diversi fekal.


b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d infeksi, inflamasi intestinal, abses abdomen ditandai dengan nyeri tekan
pada abdomen
2. Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya
asupan makanan yang adekuat ditandai dengan mual, muntah dan anoreksia
3. Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d keluarnya cairan tubuh ditandai
dengan muntah yang berlebihan
4. Risiko tinggi syok hipovolemik b.d penurunan volume darah, sekunder dari syok
sepsis ditandai dengan mual, muntah, dan demam

intervensi Keperawatan
No Diagnose Perencanaan
keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri b.d infeksi, Tupan : Setelah 1. Kaji nyeri 1. Pendekatan
inflamasi dilakukan tindakan dengan PQRST dapat
intestinal, abses keperawatan 3 x 24 pendekatan secara
abdomen ditandai jam diharapkan PQRST komprehensif
dengan nyeri tekan nyeri hilang menggali
pada abdomen Tupen : Dalam kondisi nyeri
waktu 1 x 24 jam pasien :
nyeri berkurang P=Penyebab
atau teradaptasi nyeri bisa
Kriteria evaluasi : diakibatkan
 Secara oleh respons
subjektif iritasi atau
pernyataan inflamasi
nyeri intestinal, abses
berkurang atau abdomen, kram
teradaptasi abdomen
 Skala nyeri 0-1 Q=Kualitas
(0-4) nyeri seperti
 TTV dalam tumpul,
batas normal, terbakar, kram,
wajah pasien dan mulas
rileks R=Area nyeri
yang dirasakan
seperti nyeri
pada abdomen
bawah atau atas
S=Pasien
mengalami skla
nyeri 4 (0-5)
T=Nyeri
bertambah pada
waktu ditekan
2. Beri oksigen atau dilepas dan
nasal apabila saat BAB
skala nyeri ≥ 4 2. Pemberian
(0-5) oksigen
dilakukan untuk
memenuhi
kebutuhan
oksigen pada
saat pasien
mengalami
3. Istirahatkan nyeri
pasien pada saat pascabedah
nyeri muncul 3. Istirahat
diperlukan
untuk
menurunkan
4. Atur posisi peristaltik usus
fisiologis sehingga nyeri
dapat berkurang
4. Pengaturan
posisi dapat
membantu
merelaksasi
otot-otot
5. Berikan kompres abdomen
hangat pada sehingga
abdomen menurunkan
nyeri
5. Memberikan
respons
vasodilatasi.
Kompres ini
6. Kolaburasi : dilakukan pada
Berikan pasien tanpa
analgesic pembedahan

6. Untuk
mengurangi
atau
menghilangkan
nyeri

2. Risiko tinggi Tujuan : setelah 3 1. Kaji dan berikan 1. Pemberian


ketidakseimbangan x 24 jam pada nutrisi sesuai nutrisi pada
nutrisi kurang dari pasien nonbedah tingkat toleransi pasien dengan
kebutuhan tubuh dan setelah 7 x 24 individu enteritis
b.d kurangnya jam pascabedah regional
asupan makanan asupan nutrisi bervariasi
yang adekuat dapat optimal sesuai dengan
ditandai dengan dilaksanakan. kondisi klinik
mual, muntah dan Kriteria evaluasi : dan tingkat
anoreksia  Pasien dapat 2. Sajikan makanan toleransi
menunjukkan dengan cara yang individu
metode menelan menarik 2. Membantu
yang tepat merangsang
 Keluhan mual nafsu makan.
dan muntah Tindakan ini
berkurang dapat diberikan
 Secara subjektif bila toleransi
melaporkan oral tidak
peningkatan 3. Fasilitasi pasien menjadi
nafsu makan memperoleh diet masalah pada
 Berat badan rendah lemak pasien
meningkat 3. Diet lemak
diberikan pada
pasien dengan
gejala
malabsorpsi
akibat
hilangnya
fungsi
penyerapan
permukaan
mukosa.
Khusunya
penyerapan
lemak.
Keterlibatan
ileum terminal
dapat
mengakibatkan
steatorrhea
(buang air besar
4. Fasilitasi pasien dengan feses
memperoleh diet bercampur
dengan lemak)
kandungan serat
tinggi 4. Suplemen serat
tinggi dikatakan
bermanfaat bagi
pasien dengan
penyakit kolon
karena fakta
bahwa serat
makanan dapat
diubah menjadi
rantai pendek
asam lemak
yang
menyediakan
5. Fasilitasi pasien bahan bakar
memperoleh diet untuk
rendah serat penyembuhan
mukosa kolon
5. Diet rendah
serat biasanya
6. Fasilitasi untuk diindikasikan
pemberian nutrisi untuk pasien
parenteral dengan gejala
obstruksi
6. Nutrisi parental
total (TPN)
digunakan bila
gejala penyakit
usus inflamasi
bertambah
berat. Dengan
TPN, perawat
dapat
mempertahanka
n catatan akurat
tentang intake
dan output
cairan, serta
berat badan
pasien setiap
7. Pantau intake dan hari. Berat
output, Anjurkan badan pasien
untuk timbang harus
berat badan meningkat
secara periodik setelah
(sekali seminggu) dilakukan
8. Lakukan terapi.
perawatan mulut 7. mengukur
keefektifan
9. Kolaborasi nutrisi dan
dengan ahli gizi dukungan
jenis nutrisi yang cairan
akan digunakan
pasien
8. men urunkan
risiko infeksi
oral
9. Ahli gizi harus
terlibat dalam
penentuan
komposisi dan
jenis makanan
yang akan
diberikan sesuai
dengan
kebutuhan
individu
3 Risiko Tujuan : Dalam 1. Monitoring 1. Jumlah dan tipe
ketidakseimbangan waktu 1 x 24 jam status cairan cairan
cairan dan tidak terjadi (turgor kulit, pengganti
elektrolit b.d ketidakseimbangan membran ditentukan dari
keluarnya cairan cairan dan mukosa, urine keadaan status
tubuh ditandai elektrolit output) cairan.
dengan muntah Kriteria evaluasi : Penurunan
yang berlebihan  Pasien tidak volume cairan
mengeluh mengakibatkan
pusing, menurunnya
membran produksi urine,
mukpsa monitoring
lembap, turgor yang ketat pada
kulit normal. produksi urine,
TTV dalam apabila <600
batas normal, ml/hari
CRT >3 detik, merupakan tan
urine >600 da-tanda
ml/hari terjadinya syok
 Laboratorium hipovolemik
: nilai 2. Kaji sumber 2. Kehilangan
elektrolit kehilangan cairan dari
normal, nilai cairan muntah dapat
hematokrit disertai dengan
dan protein keluarnya
serum natrium via
meningkat, oral yang juga
BUN/Kreatini akan
n menurun meningkatkan
risiko
gangguan
elektrol
3. Monitor tanda-
tanda vital 3. Hipotensi dapat
terutama tekanan terjadi pada
darah hipovolemik
yang
memberikan
manisfestasi
sudah
terlibatnya
sistem
kardiovaskuler
untuk
melakukan
kompensasi
mempertahank
4. Kaji warna kulit, an tekanan
suhu, sianosis, darah
nadi perifer, dan 4. Mengetahui
diaforesis secara adanya
teratur pengaruh
5. Kolaborasi peningkatan
 Pertahankan tahanan perifer
pemberian 5. Kolaborasi
cairan secara  Jalur yang
intravena paten
penting
untuk
pemberian
cairan cepat
dan
memudahka
n perawat
dalam
melakukan
kontrol
 Evaluasi intake dan
kadar output
elektrolit cairan
 Sebagai
diteksi awal
menghindar
i gangguan
elektrolit
sekunder
dari muntah
pada pasien
peritonitis

4 Risiko tinggi syok Tujuan : Dalam 1. Identifikasi 1. Pada pasien


hipovolemik b.d waktu 1 x 24 jam adanya tanda- dengan
penurunan volume tidak terjadi syok tanda syok dan perubahan akut
darah, sekunder hipovolemik status dehidrasi TTV dan
dari syok sepsis Kriteria evaluasi : dehidrasi berat
ditandai dengan - Tidak terdapat maka pemulihan
mual, muntah, dan tanda-tanda syok : hidrasi menjadi
demam pasien tidak parameter utama
mengeluh pusing, dalam
TTV dalam batas melakukan
normal, kesadaran 2. Kolaborasi skor tindakan
optimal, urine dehidrasi 2. Pasien yang
>600 ml/hari mengalami
- Membran mukosa dehidrasi berat
lembap, turgor ditandai dengan
kulit normal, CRT skor dehidrasi 7-
>3 detik 12 dan
- Laboratorium : mempunyai
nilai elektrolit risiko tinggi
normal, nilai terjadi syok
hematokrit dan 3. Lakukan hipovolemik
protein serum pemasangan 3. Pemasangan
meningkat, IVFD,Lakukan IVFD secara
BUN/Kreatinin pemasangan dan dua jalur harus
menurun pemberian infus dapat dilakukan
dua jalur. untuk mencegah
syok yang
bersifat
ireversibel,
diharapakan
terdapat
perbaikan
sirkulasi
ditandai dengan
bendungan vena
4. Kolaborasi sehingga syok
rehidrasi cairan bisa diatasi
4. Pemberian 1-2
liter larutan
dekstrosa 5%
dalam 0,5 NaCl
disertai 50 mEq
NaHCO2 dan
10-20mEq KCl
selama 30-40
menit sangat
penting
5. Monitor dilakukan pada
rehidrasi cairan dehidrasi berat
5. Rehidrasi cairan
harus
diperhatikan dan
diberikan
sampai
didapatkannya
perbaikan status
6. Dokumentasi mental dan
dengan akurat tanda perfusi
tentang intake jaringan sudah
dan output cairan membaik
6. Sebagai
evaluassi
7. Lakukan penting dari
monitoring intervensi
ketatpada hidrasi dan
seluruh sistem mencegah
organ terjadinya over
hidrasi
7. Pasien yang
mengalami syok
hipovolemik
mendapat
perawatan di
ruang intensif
untuk
memudahkan
dalam
memonitor
seluruh kondisi
organ
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.
Jakarta:EGC

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktik Klinik Edisi 6.
Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai