Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

Pada bab 2 ini akan disajikan konsep-konsep sesuai tinjuan pustaka yang

meliputi konsep kecemasan, konsep keperawaratan pre operasi, konsep dan

konsep terapi dzikir sebagai acuan dalam pembuatan kerangka konseptual.

2.1 Konsep Kecemasan

2.1.1 Definisi

Cemas (ansietas) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak

didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas individu merasa tidak nyaman takut

dan memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa

emosi yang mengancam tersebut terjadi. (Videbeck, 2008 dalam A. Taufan 2017).

Kecemasan (anxietas) adalh kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar,

dan berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. (Struat & Sundeen,

2010 : 144 dalam I. Agustyas, 2017 : 8)

Kecemasan adalah rasa takut dan bayangan terhadap nasib buruk pada

masa yang akan datang. (Carlson dalam R. Aizid, 2015 : 68). Orang yang

mengidap keceamasan akan memiliki bayangan bahwa ada bahaya yang

mengancam dalam suatu aktivitas dan objek, jika seseorang melihat gejala itu

maka ia akan merasa cemas


Kecemasan adalah suatu gejala, sindroma atau gangguan yang merupakan

komponen emosi dari respon stres. (Obrein, 2013 : 94 dalam I. Agustyas, 2017 :

8).

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

Ada beberapa teori yang telah dikembangkan untuk menjelaskan faktor-

faktor yang mempengaruhi kecemasan (Stuart, 2007 dalam A. Taufan 2017 :10):

a. Teori Psikoanalitik

Menurut pandangan psikoanalitik kecemasan terjadi karena adanya konflik

yang terjadi antara emosional elemen kepribadian, yaitu id dan super ego. Id

mewakili insting, super ego mewakili hati nurani, sedangkan ego berperan

menengahi konflik yang tejadi antara dua elemen yang bertentangan. Cemas

merupakan hal alamiah sebagai respon tubuh untuk mengendalikan kesadaran

terhadap stimulus tertentu (Videbeck, 2008 dalam A. Taufan, 2017 : 11)

b. Teori Interpersonal

Kecemasan timbul dari masalah-masalah dalam hubungan interpersonal,

dan berkaitan erat dengan kemampuan seseorang utnuk berkomunikasi (Videbeck,

2008 dalam A. Taufan, 2017 :11). Cemas muncul karena adanya perasaan takut

terhadap penolakan dan tidak adanya penerimaan interpersonal. Cemas juga

berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan.


c. Teori Perilaku

Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk frustasi yaitu

segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan.

d. Teori Prespektif Keluarga

Kajian keluarga menunjukan pola interaksi yang terjadi dalam keluarga.

Kecemasan menunjukan adanya pola interaksi yang mal adaptif dalam sistem

keluarga.

e. Teori Perspektif Biologis

Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khususnya

yang mengatur kecemasan, antara lain : benzodiazepine, penghambat asam amino

butirik-gamma neroregulator serta endorfin.

Sementara itu, Stuart & Laraia (2005 dalam A. Taufan, 2017 ; 18) juga

menyebutkan faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan, antara lain:

a. Faktor Eksternal

1) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang akan

terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup

sehari-hari (penyakit, trauma fisik, pembedahan yang akan dilakukan).

2) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri,

dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu.


b. Faktor Internal

a) Usia

Usia erat kaitannya dengan tingkat perkembangan seseorang dan

kemampuan koping terhadap stres. Seseorang yang mempunyai usia lebih

muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan kecemasan.

b) Jenis Kelamin

Secara umum, gangguan psikis dapat dialami oleh perempuan dan

laki-laki secara seimbang. Namun kemampuan dan ketahanan dalam

menghadapi kecemasan dan mekanisme koping secara luas lebih tinggi

pada laki-laki. Oleh karena itu, perempuan memiliki tingkat kecemasan

yang lebih tinggi daripada laki-laki dikarenakan bahwa perempuan lebih

peka dengan emosinya yang pada akhirnya peka juga terhadap perasaan

cemasnya.

c) Tingkat Pengetahuan

Dengan pengetahuan yang dimiliki, akan membantu seseorang

dalam mempersepsikan suatu hal, sehingga seseorang dapat menurunkan

perasaan cemas yang dialami. Pengetahuan ini sendiri biasanya diperoleh

dari informasi yang didapat dan pengalaman yang pernah dilewati

individu.

d) Tipe Kepribadian

Orang dengan tipe kepribadian A dengan ciri-ciri tidak sabar,

kompetitif, ambisius, dan ingin serba sempurna lebih mudah mengalami

gangguan kecemasan dari pada orang dengan tipe kepribadian B.


e) Lingkungan dan Situasi

Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah

mengalami kecemasan dibandingkan bila dia berada di lingkungan yang

biasa dia tempati.

2.1.3 Tingkat kecamasan

Secara umum kecemasan dibagi menjadi 2 tingkatan, yaitu psikologis dan

fisiologis. (R. Aizid, 2015 : 70)

a. Tingkat Psikologis

Di tingkatan ini, kecemasan dapat berwujud sebagai gejala-gejala

kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, susah berkonsentrasi,

perasaan tidak menetu, dan lain-lain. Ada dua komponen yang ada pada

tingkatan ini, yaitu komponen emosional dan kognitif. Dalam komponen

emosional, individu mengalami perasaan takut yang intens dan disadari.

Sedangkan dalam komponen kognitif, peningkatan rasa takut akan

mengacaukan kemampuan individu untuk berfikir jernih. (R. Aizid, 2015 :

70-71)

b. Tingkatan fisiologis

Pada timgkatan ini, keceamsan sudah mempengaruhi atau terwujud

sebagai gejala-gejala fisik, terutama fungsi system syaraf, seperti tidak

dapat tidur, jantung berdebar-debar, perut mual, dan lain-lain. Pada kondisi

ini, tubuh merespon ketakutan dengan melakuan sesuatu untuk benrtindak,

baik dikehendaki ataupun tidak. Respon ini merupakan hasil keraj system
syaraf otonom yang mngendalikan berbagai otot dan kelenjar tubuh.

Respon fisiologi bias berwujud detak jantung meningkat, irama nafas lebih

cepat, pupil mata melebar, proses pencernaan terhenti, pembuluh darah

menyempit, tekanan darah naik, kelenjar adrenalin meningkat. Keadaan-

keadaan ini bias menyebabkan seseorang menjadi tegang dan siap

melakukan tindakan menyerang atau melarikan diri dari situasi yang ada. (

R.Aizid, 2015 : 71).

Menurut Carpenito (1998 dalam R. Aizid, 2015 : 72), tingkat

kecemasan dibagi menjadi empat tingkatan,yaitu :

a. Kecemasan Ringan

Tingkat kecemasan ringan adalah cemas yang

normal yang biasa menjadi bagian sehari-hari dan

menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

meningkatkan perhatian, tetapi individu masih mampu

memecahkan masalah. Cemas ringan dapat memotivasi

belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas yang

ditandai dengan terlihat tenang, percaya diri, waspada,

memperhatikan banyak hal, sedikit tidak sabar, ketegangan

otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit

gelisah.

b. Kecemasan Sedang

Tingkat kecemasan sedang memungkinkan

seseorang untuk memusatkan pada hal-hal yang penting


dan mengesampingkan yang tidak penting atau bukan

menjadi prioritas yang ditandai dengan perhatian menurun,

penyelesaian masalah menurun, tidak sabar, mudah

tersinggung, ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital

meningkat, mulai berkeringat, sering mondar-mandir,

sering berkemih dan sakit kepala.

c. Kecemasan Berat

Tingkat kecemasan berat sangat mengurangi

persepsi individu, dimana individu cenderung untuk

memusatkan perhatian pada sesuatu yang terinci dan

spesifik, dan tidak dapat berfikir tentang hal yang lain.

Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan.

Individu memerlukan banyak arahan untuk dapat

memusatkan pada suatu area lain ditandai dengan sulit

berfikir, penyelesaian masalah buruk, takut, bingung,

menarik diri, sangat cemas, kontak mata buruk, berkeringat

banyak , bicara cepat, rahang menegang, menggertakkan

gigi, mondar mandir dan gemetar.

d. Panik

Tingkat panik dari suatu kecemasan berhubungan

dengan ketakutan dan teror, karena individu mengalami

kehilangan kendali. Orang yang mengalami panik tidak

mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan,


panik melibatkan disorganisasi kepribadian, dengan panik

terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya

kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,

persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang

tidak dapat rasional.

2.1.4 Tanda dan Gejala

Menurut Stuart & Sundeen (2010 : 148 dalam I. Agustiyas, 2017 : 9)

Table 2.1 respon fisiologis terhadap cemas

No System Tubuh Respon

1 Kardiovaskuler Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah

meningkat, rasa ingin pingsan, tekanan darah

menurun, denyut nadi menurun.

2 Pernapasan Nafas cepat, sesak nafas, tekanan pada dada,

nafas dangkal, pembengkakan pada

tenggorokan, seperti tercekik, terengah-engah.

3 Neuromuskular Refleks meningkat, mudah terkejut, mata

berkedipkedip, insomnia, tremor, rigiditas,

gelisah, wajah tegang, kelemahan umum,

tungkai lemah, gerakan yang janggal.

4 Gastrointestinal Kehilangan nafsu makan, menolak makan,

mual, nyeri ulu hati, diare.


5. Saluran Perkemihan Tidak dapat menahan kencing, sering

berkemih.

6 Kulit Wajah kemerahan, berkeringat pada telapak

tangan, gatal, wajah pucat, diaphoresis.

Sumber : A. Taufan (2017 ; 16)

Sedangkan respon perilaku, kognitif, dan afektif terhadap kecemasan

sebagai berikut :

Tabel 2.2 Respon perilaku, kognitif, dan afektif dalam kecemasan.

No Sistem Respon

1 Perilaku Respons perilaku antara lain gelisah, ketegangan fisik,

tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi,

cenderung mengalami cidera, menarik diri dari hubungan

interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah,

menghindar, hiperventilasi, sangat waspada.

2 Kognitif Respons kognitif antara lain perhatian terganggu,

konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan

penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, lapang

persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas

menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri,

kehilangan objektivitas, takut kehilangan kendali, takut

pada gambaran visual, takut cidera atau kematian, mimpi

buruk.
3 Afektif Respon afektif antara lain mudah terganggu, tidak sabar,

gelisah, tegang, ketakutan, waspada, kekhawatiran, mati

rasa, malu.

Sumber : A. Taufan (2017 ; 16-17)

2.1.5 Alat Ukur Tingkat Kecemasan

Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah

ringan, sedang, berat atau panik dapat menggunakan beberapa alat ukur

(instrumen), yaitu:

a. Visual Analoge Scale for Anxiety (VAS-A)

VAS didasarkan pada skala 100 mm berupa garis horisontal,

dimana ujung sebelah kiri menunjukkan tidak ada kecemasan dan

ujung sebelah kanan menandakan kecemasan maksimal (Kindler et al,

2000). Skala VAS dalam bentuk horisontal terbukti menghasilkan

distribusi yang lebih seragam dan lebih sensitif (William et al, 2010).

Responden diminta memberi tanda pada sebuah garis horisontal

tersebut kemudian dilakukan penilaian. (A. Taufan, 2017 : 17)

b. Spileberg State Trait Anxiety Inventory (STAI)

Diperkenalkan oleh Spielberg pada tahun 1983. Kuesioner ini

terdiri dari 40 pertanyaan mengenai perasaan seseorang yang

digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan seseorang yang

dirasakan saat ini dan kecemasan yang dirasakan selama ini. (A.

Taufan, 2017 : 17)


c. Alat ukur kecemasan yang dikutip dari Hawari (2008) menggunakan

HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety), yang terdiri atas 14

komponen gejala, yaitu:

1) Perasaan cemas (ansietas), meliputi: cemas, firasat buruk, takut

akan pikiran sendiri, mudah tersinggung

2) Ketegangan, meliputi: merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat

tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah.

3) Ketakutan, meliputi: pada gelap, pada orang asing, ditinggal

sendiri, pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas, pada

kerumunan orang banyak.

4) Gangguan tidur, meliputi: sukar masuk tidur, terbangun malam

hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-

mimpi, mimpi buruk, mimpi menakutkan.

5) Gangguan kecerdasan, meliputi: sukar konsentrasi, daya ingat

menurun, daya ingat buruk.

6) Perasaan depresi (murung), meliputi: hilangnya minat,

berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, bangun dini hari,

perasaan berubah-berubah sepanjang hari.

7) Gejala somatik/fisik (otot), meliputi: sakit dan nyeri otot-otot,

kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil.

8) Gejala somatik/fisik (sensorik), meliputi: tinnitus (telinga

berdenging), penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa

lemas, perasaan ditusuk-tusuk.


9) Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), meliputi,

takikardia, berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras,

rasa lemas seperti mau pingsan, detak jantung berhenti sekejap.

10) Gejala respiratori (pernafasan), meliputi: rasa tertekan atau sempit

di dada, rasa tercekik, sering menarik nafas, nafas pendek/sesak.

11) Gejala gastrointestinal (pencernaan), meliputi: sulit menelan, perut

melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan,

perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual,

muntah, buang air besar lembek, konstipasi, kehilangan berat

badan.

12) Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin), meliputi: sering

buang air kecil, tidak dapat menahan air kencing, tidak datang

bulan, darah haid amat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa

haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi

dingin, ejakulasi dini, ereksi ilmiah, ereksi hilang, impotensi.

13) Gejala autonom, meliputi: mulut kering, muka merah, mudah

berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit,

bulu-bulu berdiri.

14) Tingkah laku (sikap) pada wawancara, meliputi: gelisah, tidak

tenang, jari gemetar, kerut kening, muka tegang, otot tegang /

mengeras, nafas pendek dan cepat, muka merah

1. Cara penilaian HRS-A dengan sistem skoring, yaitu:

skor 0 = tidak ada gejala,


skor 1 = ringan (satu gejala),

skor 2 = sedang (dua gejala)

skor 3 = berat (lebih dari dua gejala),

skor 4 = sangat berat (semua gejala)

2. Penilaian skor akhir

skor < 14 = tidak kecemasan,

skor 14-20 = cemas ringan,

skor 21-27 = cemas sedang,

skor 28-41 = cemas berat,

skor 42-56 = panik.

(Hidayat, 2009 ; 192-195 dalam I. Agustyas, 2017 ; 19)

2.2 Konsep Pre Operasi

2.2.1 Pengertian

Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh

(Smeltzer and Bare, 2008 dalam A. Taufan 2017 ; 18). Sementara itu Himpunan

Perawat Kamar Bedah Indonesia (HIPKABI) mendefinisikan tindakan operasi

sebagai prosedur medis yang bersifat invasif untuk diagnosis, pengobatan

penyakit, trauma, dan deformitas (HIPKABI, 2014 dalam A. Taufan, 2107 ; 18).

Pre operasi adalah tahap yang dimulai ketika ada keputusan untuk

dilakukan intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi.
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif.

Tahap ini merupakan awalan yang menjadi kesuksesan tahap-tahap berikutnya.

Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini, akan berakibat fatal pada tahap

berikutnya (HIPKABI, 2014 dalam A. Taufan 2017 ; 18).

Pengkajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis

dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu

operasi. Dalam hal ini persiapan sebelum operasi sangat penting dilakukan untuk

mendukung kesuksesan tindakan operasi. Persiapan operasi yang dapat dilakukan

diantaranya persiapan fisiologis merupakan persiapan yang dilakukan mulai dari

persiapan fisik, persiapan penunjang, pemeriksaan status anastesi sampai

informed consent. Selain persiapan fisiologis, persiapan psikologis atau persiapan

mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan

operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh

terhadap kondisi fisik pasien (Smeltzer & Bare, 2008 dalam A. Taufan, 2017 :

19).

2.2.2 Klasifikasi Operasi

Tindakan operasi berdasarkan urgensinya dan luas atau tingkat risikonya.

Berdasarkan urgensinya tindakan operasi dibagi menjadi kedaruratan, urgen,

diperlukan, elektif, dan pilihan. Sedangkan berdasarkan luas atau tingkat

risikonya, tindakan operasi dikelompokkan menjadi operasi mayor dan operasi

minor.(Smeltzer & Bare, 2008 dalam A. Taufan, 2017 : 19)


2.2.3 Penyebab Kecemasan Pre Operasi

Tindakan operasi merupakan ancaman potensial maupun aktual terhadap

integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun

psikologis. Beberapa alasan yang dapat menyebabkan kecemasan pasien dalam

menghadapi tindakan operasi antara lain (HIPKABI, 2014 dalam A. Taufan, 2017

: 19):

a. Takut nyeri setelah pembedahan

b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi

(body image)

c. Takut keganasan, bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti

d. Takut mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang

mempunyai penyakit yang sama

e. Takut menghadapi ruang operasi, peralatan dan petugas

f. Takut mati saat dibius dan tidak sadar lagi

g. Takut operasi yang dijalani mengalami kegagalan

Selain ketakutan-ketakutan di atas, pasien sering mengalami kekhawatiran

lain seperti masalah finansial, tanggung jawab terhadap keluarga, pekerjaan, atau

ketakutan akan prognosa yang buruk, atau kemungkinan kecacatan dimasa yang

akan datang (Muttaqin dan Sari, 2009 dalam A. Taufan, 2017 : 19).
2.2.4 Dampak Kecemasan Pre Operasi

Kecemasan yang mungkin dialami pasien pre operasi dapat dideteksi

dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti: meningkatnya tekanan darah,

frekuensi nadi dan pernapasan, gerakan- gerakan tangan yang tidak terkontrol,

telapak tangan yang lembab, gelisah, menanyakan pertanyaan yang sama

berulang kali, sulit tidur, sering berkemih (HIPKABI, 2014 dalam A. Taufan,

2017 : 20).

Kecemasan pre operasi adalah emosi yang tidak menyenangkan dan dapat

menyebabkan pasien menghindari operasi yang direncanakan. Kecemasan juga

dapat berpengaruh buruk terhadap induksi anestesi dan pemulihan pasien, serta

penurunan kepuasan pasien terhadap pengalaman perioperatif (Kindler, Harms,

Amsler, Ihde-Scholl, & Scheidegger, 2000 dalam A. Taufan, 2017 : 20).

Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum

operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan

meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan (HIPKABI, 2014).

Penundaan operasi elektif selain meningkatkan kejadian kematian juga

meningkatkan resiko operasi ulang, memerlukan perawatan intensif, dan

komplikasi post operasi yang meningkat, selain itu akan membuang waktu dan

sumber daya yang telah disiapkan yang berdampak pada penurunan efisiensi

penggunaan kamar operasi sehingga mengakibatkan kerugian rumah sakit.

Penundaan dan pembatalan operasi juga berdampak terhadap peningkatan biaya


yang dikeluarkan pasien dan pada akhirnya pembatalan operasi akan menurunkan

kepuasan pasien (Mertosono, 2015).

2.2.5 Penanganan Kecemasan Pre Operasi

Penurunan rasa cemas dan takut merupakan hal yang sangat penting

selama masa pre operatif karena stress emosional ditambah dengan stress fisik

meningkatkan resiko pembedahan (HIPKABI, 2014). Pentalaksanaan untuk

menangani kecemasan secara umum meliputi (Issacs, 2005 dalam A. Taufan,

2017 : 21) :

a. Penatalaksanaan Farmakologi

Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat

ini digunakan untuk jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk jangka

panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan

ketergantungan. Obat anti kecemasan nonbenzodiazepine, seperti buspiron

(Buspar) dan berbagai antidepresan juga dapat digunakan. Brod et al

(1959) seperti dikutip Matana (2013) menjelaskan penderita yang hendak

masuk ke kamar operasi harus terbebas dari rasa cemas dan beberapa

tujuan khusus telah tercapai dengan pemberian obat-obatan premedikasi.

Salah satu tujuan premedikasi adalah untuk meredakan kecemasan dan

ketakutan. Midazolam merupakan golongan obat benzodiazepin yang

biasa digunakan untuk premedikasi. Penelitian oleh Matana (2013) pada

25 pasien pre operasi elektif di IBS RSUP Prof. R. D. Kandou manado

menyimpulkan bahwa pemberian premedikasi midazolam 0,5 kg/BB IV


dapat memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan pasien, hal ini dapat

dilihat dari penurunan tekanan darah yang bermakna.

b. Penatalaksanaan non farmakologi

1) Distraksi

Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan

dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan

lupa terhadap cemas yang dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan

menyebabkan pelepasan endorfin yang bisa menghambat stimulus cemas

yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke

otak, mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang. (Potter &

Perry, 2005 dalam A. Taufan, 2017 : 23).

2) Relaksasi

Terapi relaksasi yang dilakukan dapat berupa relaksasi napas

dalam, meditasi, relaksasi imajinasi dan visualisasi serta relaksasi

progresif. Relaksasi merupakan pengaktifan dari saraf parasimpatis

yang menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem

saraf simpatis, dan menstimulasi naiknya semua fungsi yang

diturunkan oleh saraf simpatis. Masing-masing saraf parasimpatis dan

simpatis saling berpengaruh maka dengan bertambahnya salah satu

aktivitas sistem yang satu akan menghambat atau menekan fungsi yang

lain (Utami, 1993 dalam A. Taufan, 2017 : 23).


3) Pemberian Informasi Pra Bedah

Pendidikan kesehatan pra bedah dapat menambah wawasan dan

informasi mengenai apa dan bagaimana proses pembedahan yang akan

dialami sehingga pasien merasa lebih tenang dan siap untuk menjalani

operasi atau pembedahan.

4) Terapi Humor

Terapi humor adalah penggunaan humor untuk mengurangi rasa

sakit fisik atau emosional dan stres. Hasil penelitian Putri (2014)

menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan sebelum dan

sesudah pemberian terapi humor terhadap pasien pre operasi dengan

general anestesi.

5) Dukungan Spiritual

Dukungan spiritual dapat meningkatkan kemampuan adaptasi

pasien dalam menghadapi operasi sehingga membuat pasien menjadi

tenang dan rileks dalam menghadapi operasi (Wulandari, 2013 dalam

A. Taufan, 2017 : 23). Dukungan spiritual dapat diberikan dalam

bentuk terapi Murottal Al-Qur‟an, terapi doa, dan relaksasi zikir.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa dukungan spiritual dapat

menurunkan kecemasan pasien pre operasi.


2.3 Dzikir

2.3.1 Pengertian

Dzikir dari segi bahasa, dzikir berasal dari kata dzakara, yadzkuru,

dzukr/dzikr yang artinya merupakan perbuatan dengan lisan (menyebut,

menuturkan, mengatakan) dan dengan hati (mengingat dan menyebut). Kemudian

ada yang berpendapat bahwa dzukr (bidlammi) saja, yang dapat diartikan

pekerjaan hati dan lisan, sedang dzkir (bilkasri) dapat diartikan khusus pekerjaan

lisan. Sedangkan dari segi peristilahan, dzikir tidak terlalu jauh pengertiannya

dengan makna-makna lughawi-nya semula. Bahkan di dalam kamus modern

seperti al-Munawir, al-Munjid, dan sebagainya, sudah pula menggunakan

pengertian-pengertian istilah seperti adz-dzikr dengan arti bertasbih,

mengagungkan Allah swt. dan seterusnya. (DF Nurhayati, 2016 : 11)

Menurut Syekh Abu Ali ad-Daqqaq yang dikutip oleh Joko S.

Kahhar&Gilang Vita Madinah mengatakan, ”Dzikir adalah tiang penopang yang

sangat kuat atas jalan menuju Allah swt. Sungguh dzikir adalah landasan bagi

thariqat itu sendiri. Tidak ada seorang pun yang dapat mencapai Allah swt.,

kecuali mereka yang dengan terus-menerus berdzikir kepada-Nya. Dzun Nuun al-

Mishry menegaskan pula mengenai dzikir bahwa, “ Seseorang yang benar-benar

dzikir kepada Allah swt.

maka ia akan lupa segala sesuatu selain dzikirnya. Allah swt. akan

melindunginya dari segala sesuatu, dan ia akan diberi ganti dari segala sesuatu.
Banyak ayat Al-Qur‟an yang berisi perintah Allah SWT. agar manusia

senantiasa berdzikir mengingat -Nya. Beberapa di antaranya adalah surat An-

Nisa‟ ayat 103 yang artinya : “ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk

dan di waktu berbaring...”(QS. An-Nisa‟ ayat 103), Al-Ma‟idah ayat 4 yang

artinya: “dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu(waktu

melepaskannya)...”(QS. Al-Ma‟idah ayat 4), dan Al-Jumu‟ah ayat 10 yang

artinya “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi

dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu

beruntung” (QS. Al-Jumu‟ah ayat 10).

2.3.2 Keutamaan Dzikir

Keutamaan dzikir secara umum banyak sekali menurut Saiful Ghofur

dalam karyanya Rahasia dzikir dan doa (DF Nurhayati, 2016 : 14-16), diantaranya

ialah:

a. Terlindung dari bahaya godaan setan.

Setan tak pernah berhenti untuk menggelincirkan manusia dari rida

Allah. segala bentuk godaan akan diumpamakan kepada manusia agar

lalai dan terlena. Karena itu, dengan berdzikir kita memohon kepada

Allah supaya terlindung dari godaan setan yang terkutuk.

b. Tidak mudah menyerah dan putus asa.

Hidup di dunia tak jarang penuh dengan permasalahan. Adanya

permasalahan ini sejatinya untuk menguji sejauh mana tingkat

keimanan seseorang. Bagi yang tidak kuat menanggung permasalahan


tersebut, acap kali cenderung berputus asa. Padahal, berputus asa

adalah perbuatan yang dilarang oleh Islam.

c. Memberi ketenangan jiwa dan hati

Segala gundah dan resah bersumber dari bagaimana hati menyikapi

kenyataan. Jika hati lemah dan tak kuat menanggung beban hidup,

besar kemungkinan yang muncul adalah suasana resah dan gelisah.

Artinya, tidak tenang. Ketidaktenangan juga bisa timbul akibat

perbuatan dosa. Hati ibarat cermin dan dosa adalah debu. Semakin

sering berbuat dosa, semakin memupuk debu yang mengotori cermin.

Karena itu, untuk meraih ketenangan jiwa dan hati kita dianjurkan

untuk memperbanyak zikir.

d. Mendapatkan cinta dan kasih sayang Allah

Allah memiliki sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Kedua ini berasal

dari suku kata ar-rahmah yang berarti kasih sayang. Kasih sayang

Allah terhadap hamba-Nya begitu luas. Oleh sebab itu, kasih sayang

Allah harus kita raih dengan memperbanyak zikir.

e. Tidak mudah terpengaruh dengan kenikmatan dunia yang melenakan

Hidup di dunia hanya sementara. Begitu pun segala hal yang diraih

dalam kehidupan dunia. Kenikmatan dunia adalah fana. Jelas, segala

kesenangan dan kenikmatan dunia bisa melenakan jika tidak disikapi

dengan bijaksana. Dengan kejernihan hati dan senantiasa mengingat

Allah melalui dzikir, kenikmatan dunia itu bisa menjadi perantara

untuk meraih kebahagiaan akhirat.


2.3.3 Bentuk-Bentuk Dzikir

a. Ibnu Ata dalam DF Nurhayati (2016 : 13-14) , seorang sufi yang

menulis al-Hikam (Kata-Kata Hikmah) membagi dzikir atas tiga

bagian dzikir jali (dzikir jelas, nyata), dzikir khafi (dzikir samar-samar)

dan dzikir haqiqi (dzikir sebenar-benarnya).

a.) Dzikir Jali

Dzikir Jali adalah suatu perbuatan mengingat Allah swt. dalam

bentuk ucapan lisan yang mengandung arti pujian, rasa syukur dan doa

kepada Allah swt. yang lebih menampakkan suara yang jelas untuk

menuntun gerak hati. Mula-mula dzikir ini diucapkan secara lisan,

mungkin tanpa dibarengi ingatan hati. Hal ini biasanya dilakukan

orang awam (orang kebanyakan). Hal ini dimaksudkan untuk

mendorong agar hatinya hadir menyertai ucapan lisan itu.

b.) Dzikir Khafi

Dzikir Khafi adalah dzikir yang dilakukan secara khusyuk oleh

ingatan hati, baik disertai dzikir lisan ataupun tidak. Orang yang sudah

mampu melakukan dzikir seperti ini merasa dalam hatinya senantiasa

memiliki hubungan dengan Allah swt. Ia selalu merasakan kehadiran

Allah swt. kapan dan dimana saja. Dalam dunia sufi terdapat ungkapan

bahwa seorang sufi, ketika melihat suatu benda apa saja, bukan melihat

benda itu, tetapi melihat Allah swt. Artinya, benda itu bukanlah Allah

swt., tetapi pandangan hatinya jauh menembus melampaui pandangan


matanya tersebut. ia tidak hanya melihat benda itu akan tetapi juga

menyadari akan adanya Khalik yang menciptakan benda itu.

c.) Dzikir Haqiqi

Dzikir Haqiqi yaitu dzikir yang dilakukan dengan seluruh jiwa

raga, lahiriah dan batiniah, kapan dan dimana saja, dengan

memperketat upaya memelihara seluruh jiwa raga dari larangan Allah

swt. dan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya. Selain itu tiada

yang diingat selain Allah swt. Untuk mencapai tingkatan dzikir haqiqi

ini perlu dijalani latihan mulai dari tingkat dzikir jali dan dzikir khafi

b. Zikir ketika merasa takut

Dari kitab Sunan Abu Dawud dan Sunan at-Atirmidzi, dari Amru

bin syu’aib dari bapaknya, dari kakenya, dalam U. Nuha (2015 : 170)

Rasullah saw mengajarkan kepada mereaka ketika tertimpa rasa takut,

dengan kalimat :

“A’udzu bikalimati laahit taamati min ghadlabihi wa syarri

‘ibaadihi wa min hamazzatisy syayathiini wa an yahdluruun”

Artinya : “aku berlindung dengan firman Allah yang sempurna,

dari kemurkaan-Nya, dari godaan syaitan dan ketika mereka akan

dating kepadaku”

c. Zikir ketika tertimpa kesedihan dan kegundahan

Dari kitab Ibnu sunni, dari Abi Musa al-Asy’ary ra. Dalam U.

Nuha (2015 : 171), Rasullah saw. Bersabda : “siapa yang tertimpa


kesedihan dan kegundahan, maka hendaknya berdo’a denagn kalimat

ini :

“Anaa ‘abduka ibnu ‘abdika ‘ibnu amatika fiiqablatika naashiyatii

biyadika maudlin fiyya hukmuka ‘adlun fyya qaldla-uka as-asluka

biskulismin huwa laka sammayta bihi nafsaka aw anzalatahu fii

kitaabika au ‘allamtahuahadan mij khalqika aw asta’tsarta bihi fii

‘ilmil ‘indaka an ta’-alal qur’aan nuura wa rabii-‘a qalbii wa jalaa-a

khuzni wa dzahaaba hammi”

Artinya : “Aku adalah hamba-Mu, putra dari hamba-Mu laki-laki

dan perempuan, nasib.ku berada dalam kekuasaan-Mu, keputusan-Mu

berlaku bagiku, hokum-hukum-Mu adil bagiku. Aku memohon

kepada-Mu dengan semua nama yang Engkau miliki, yang Engkau

namakan dirimu dengannya. Atau yang Engkau turunkan dalan kitab-

Mu, atau yang Engkau sembunyikan dalam ilmu ghaib yang Engaku

miliki, agar Engkau jadikan al-Qur’an sebagai pelega hatiku, penerang

dadaku, pelenyap kesedihanku, dan penglihatan rasa gelisahku.”

d. Zikir-zikir yang utama

Dari Abu Zakaria Sutrisno (2018) Seorang muslim hendaknya

selalu membasahi lisannya dengan Dzikir. Berikut ini diantara bacaan

dzikir yang memiliki keutamaan yang begitu besar:

a.) Kalimat tauhid ini adalah bacaan dzikir yang paling utama.

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya doa yang terbaik adalah


membaca: Alhamdulillaah. Sedang dzikir yang terbaik adalah: Laa

Ilaaha Illallaah.” (HR. Tirmidzi 3383, dihasankan Albani)

“Laa Ilaaha Illallaah” (11x)

Artinya : “Tidak ada sesembahan yang haq kecuali hanya Allah.”

b.) Rasulullah bersabda, “Dua kalimat yang ringan di lidah,

pahalanya berat di timbangan (hari Kiamat) dan disenangi oleh

Tuhan Yang Maha Pengasih, adalah: Subhaanallaah wabi-

hamdih, subhaanallaahil ‘azhiim.” (HR Bukhari 6406 dan Muslim

2694)

“Subhaanallaah wabi-hamdih, subhaanallaahil ‘azhiim.” (7x)

Artinya : “Maha Suci Allah dan aku memujiNya, Maha Suci Allah

yang Maha Agung.”

c.) Rasulullah besabda, ““Barangsiapa yang membaca: Laailaaha illallaah

wahdahu laa syariika lahu lahulmulku walahulhamdu wahuwa ‘alaa kulli

syaiin qadiir, sepuluh kali, maka dia seperti orang yang memerdekakan

empat orang dari keturunan Ismail.” (HR. Bukhari 6404 dan Muslim

dengan lafazh yang sama 2693)

“Laailaaha illallaah wahdahu laa syariika lahu lahulmulku

walahulhamdu wahuwa ‘alaa kulli syaiin qadiir” (10x)

Artinya : “Tidak ada Tuhan (yang hak disembah) kecuali Allah Yang Maha

Esa, tidak ada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan. BagiNya segala pujian.

Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu”

d.) Rasulullah bersabda: “Wahai Abdullah bin Qais! Maukah kamu

aku tunjukkan perbendaharaan Surga?” “Aku berkata: “Aku mau,


wahai Rasulullah!” Rasul berkata: “Bacalah: Laa haula walaa

quwwata illaa billaah (HR. Bukhari 6384 dan Muslim 2704)

“Laa haula walaa quwwata illaa billaah” (11x)

Artinya : “Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah”

e.) Rasulullah bersabda: “Perkataan yang paling disenangi oleh Allah

adalah empat: Subhaanallaah, Alhamdulillaah, Laa ilaaha

illallaah dan Allaahu akbar. Tidak mengapa bagimu untuk

memulai yang mana di antara kalimat tersebut.” (HR. Muslim

2137)

“Subhaanallaah, Alhamdulillaah, Laa ilaaha illallaah dan Allaahu

akbar” (11x)

Artinya : “Maha Suci Alah, segala puji bagi Allah, tidak ada

sesembahan yang hak kecuali Allah, Allah Maha Besar.”


2.4 Kerangka Konsep

Factor yang mempengaruhi


Persiapan pasien pre operasi :
Kecemasan :
1. Persiapan fisik
1. Linkungan
2. Persiapan penunjang
2. Emosi yang tertekan
3. Pemeriksaan status anestesi
3. Sebab-sebab fisik
4. Inform concent
4. Keturunan
5. Perisapan mental psikis

6. Obat-obatan pre medikasi


Pasien pre operasi

Tingkat kecemasan
Pemenuhan kebutuhan

spiritual :

1. Shalat Sebelum Sebelum

2. Do’a Tidak ada Tidak ada

3. Dzikir Ringan Ringan

Sedang Sedang

Berat Berat

Sangat Sangat

berat berat

Skor HRS-A
Keterangan :

: variabel yang berhubungan tetapi tidak diteliti

: variabel yang berhubungan dan yang diteliti

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah

(Sugiyono, 2005 dalam A. Taufan, 2017 : 32). Hipotesis berfungsi untuk

menentukan arah pembuktian, artinya hipotesis ini merupakan pernyataan yang

harus dibuktikan (Notoatmodjo, 2005 dalam A. Taufan, 2017 : 32).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Hipotesis nol (H0) yaitu tidak ada pengaruh dukungan spiritual terahadap

penurunan tingkat kecemasan pasien pre operasi di raung bedah RSUD Dr.

R. Sosodoro Djati Koesomo Bojonegoro.

2. Hipotesis alternative (Ha) yaitu ada pengaruh dukungan spiritual terahadap

penurunan tingkat kecemasan pasien pre operasi di raung bedah RSUD Dr.

R. Sosodoro Djati Koesomo Bojonegoro.

Anda mungkin juga menyukai