Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR KEBUTUHAN KENYAMANAN DAN NYERI

A. Konsep Dasar Nyeri


1. Pengertian
Menurut International Association for Study of Pain (IASP),2012)
nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan
yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial,
atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Nyeri adalah perasaan tidak nyaman yang sangat subyektif dan hanya
orang yang mengalaminya yang dapat mnejelaskan dan mengevaluasi
perasaan tersebut (Long, dalam Potter & Perry, 2006).
Secara umum nyeri merupakan perasaan tidak nyaman, baik ringan
maupun berat (Priharjo, dalam Mubarak & Chayatin, 2008).
2. Sifat- sifat Nyeri:
a. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
b. Nyeri bersifat subyektif dan individual
c. Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
d. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan
fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien
e. Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
f. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
g. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
h. Nyeri mengawali ketidakmampuan
i. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak
optimal
j. Nyeri bersifat individu
k. Nyeri tidak menyenangkan
l. Merupakan suatu kekuatan yang mendominasi
m. Bersifat tidak berkesudahan

1
3. Klasifikasi Nyeri
a. Berdasarkan sumbernya
1) Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan.
Biasanya bersifat burning (seperti terbakar), nyeri berlangsung sebentar
dan terlokalisasi ex: terkena ujung pisau atau gunting.
2) Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri akibat stimulasi organ-organ
internal, nyeri dapat mnyebar ke beberapa arah. Nyeri dapat terasa lebih
tajam, tumpul. Sensai pukul (angina pectoris), sensasi terbakar ( ulkus
lambung).
3) Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari
jaringan penyebab nyeri.
4) Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga
abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,
iskemia, regangan jaringan.
b. Berdasarkan penyebab
1) Fisik
Bisa terjadi karena stimulus fisik (Ex: fraktur femur)
2) Psycogenic
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber
dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (Ex: orang yang marah-
marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya)
c. Berdasarkan lama/durasinya
1) Nyeri akut
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau potensial, atau yang digambarkan sebagai
kerusakan (international Association for the Study of Pain), awitan yang
tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, dengan
berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dan dengan durasi kurang
dari 3 bulan.

2
2) Nyeri kronik
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau potensial, atau yang digambarkan sebagai
kerusakan (international Association for the Study of Pain), awitan yang
tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, terjadi konstan
atau berulang yang berakhirnya tidak dapat diantisipasi atau diprediksi,
dan berlangsung lebih dari 3 bulan.
d. Berdasarkan lokasi/letak
1) Radiating pain
Nyeri menyebar dr sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac
pain)
2) Intractable pain
Nyeri yang sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)
3) Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yang hilang (ex: bagian tubuh
yang diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla
spinalis.

4. Patofisiologi
Patofisiologi nyeri ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Reseptor nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor mencakup ujung-ujung saraf
bebas yang berespon terhadap berbagai rangsangan termasuk tekanan mekanis,
deformasi, suhu yang ekstrim, dan berbagai bahan kimia. Pada rangsangan yang
intensif, reseptor-reseptor lain misalnya badan Pacini dan Meissner juga
mengirim informasi yang dipersepsikan sebagai nyeri. Zat-zat kimia yang
memperparah nyeri antara lain adalah histamin, bradikini, serotonin, beberapa
prostaglandin, ion kalium, dan ion hydrogen. Masing-masing zat tersebut
tertimbun di tempat cedera, hipoksia, atau kematian sel. Nyeri cepat (fast pain)
disalurkan ke korda spinalis oleh serat A delta, nyeri lambat (slow pain)
disalurkan ke korda spinalis oleh serat C lambat.

3
Serat-serat C tampak mengeluarkan neurotransmitter substansi P sewaktu
bersinaps di korda spinalis. Setelah di korda spinalis, sebagian besar serat nyeri
bersinaps di neuron-neuron tanduk dorsal dari segmen. Namun, sebagian serat
berjalan ke atas atau ke bawah beberapa segmen di korda spinalis sebelum
bersinaps. Setelah mengaktifkan sel-sel di korda spinalis, informasi mengenai
rangsangan nyeri diikirim oleh satu dari dua jaras ke otak- traktus
neospinotalamikus atau traktus paleospinotalamikus (Corwin, 2000 : 225).
Informasi yang dibawa ke korda spinalis dalam serat-serat A delta di
salurkan ke otak melalui serat-serat traktus neospinotalamikus. Sebagian dari
serat tersebut berakhir di reticular activating system dan menyiagakan individu
terhadap adanya nyeri, tetapi sebagian besar berjalan ke thalamus. Dari thalamus,
sinyal-sinyal dikirim ke korteks sensorik somatic tempat lokasi nyeri ditentukan
dengan pasti (Corwin, 2000 : 225).
Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C, dan sebagian
oleh serat A delta, disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus
paleospinotalamikus. Serat-serat ini berjalan ke daerah reticular dibatang otak,
dan ke daerah di mesensefalon yang disebut daerah grisea periakuaduktus. Serat-
serat paleospinotalamikus yang berjalan melalui daerah reticular berlanjut untuk
mengaktifkan hipotalamus dan system limbik. Nyeri yang di bawa dalam traktus
paleospinotalamik memiliki lokalisasi yang difus dan berperan menyebabkan
distress emosi yang berkaitan dengan nyeri (Corwin, 2000 : 225).

5. Pathway

Presepsi Nyeri

(Fast pain) serat A delta


Rangsangan Nosiseptor korda spinalis
(Slow pain) serat C

Persepsi Nyeri
kornu dorsalis medula spinalis

thalamus dan korteks serebri

4
5. Komplikasi
a. Edema Pulmonal: Bengkak pada bagian paru
b. Konvulsi: suatu kondisi medis saat otot tubuh mengalami fluktuasi konstraksi
dan peregangan dengan sangat cepat sehingga menyebabkan gerakan yang
tidak terkendali.
c. Masalah Mobilisasi, misalnya dislokasi sendi atau tulang
d. Hipertensi: tekanan darah tinggi
e. Hipovolemik: kondisi darurat dimana perdarahan parah dan hilangnya cairan
membuat jantung tidak mampu memompa cukup darah ke tubuh.
f. Hipertermia: peningkatan suhu tubuh manusia

6. Manifestasi Klinis
a. Gangguam tidur (insomnia)
b. Posisi menghindari nyeri
c. Gerakan menghindari nyeri
d. Berhati-hati pada bagian nyeri
e. Pikiran tidak terarah
f. Pucat
g. Perubahan nafsu makan
h. Produksi keringat berlebih

7. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri:


a. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika
sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung
memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah
hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit
berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

5
b. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara
signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex:
tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
c. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa
nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan,
jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
d. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan
dan bagaimana mengatasinya.
e. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided
imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
f. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
g. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini
nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa
lalu dalam mengatasi nyeri.
h. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri.
i. Support keluarga dan sosial

6
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. SINAR X
Sinar X dapat menunjukkan cedera robekan punggung dan tulang yang patah
penyebab nyeri
b. Tes Darah
Tes darah dapat membantu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri yang
sangat spesifik (misalnya infeksi, tumor, penyakit artritik)
c. CT dan MRI Scan
Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran tulang dan jaringan sekitar nyeri
dengan rinci, serta juga dapat digunakan untuk menyingkirikan penyakit
serius.

9. Penatalaksanaan Medis
a. Farmakologis
Kolaborasi dengan dokter, obat-obatan analgesia, narkotik rute oral atau
parenteral ( IM, IV, SC ) untuk mengurangi nyeri secara cepat.
b. Non Farmakologis
1) Stimulasi dan pijatan
Pasien jauh lebih nyaman karena otot relaksasi, sensasi tidak nyeri
memblokir menurunkan transmisi nyeri, menggosok kulit, punggung,
bahu.
2) Kompres Es dan Panas
 Es : menurunkan prostaglandin, sensitivitas reseptor nyeri kuat,
menghambat inflamasi
 Panas : melancarkan aliran darah, nyeri berkurang.

7
3) Distraksi
Suatu metode yang digunakan untuk menghilangkan nyeri dengan cara
mengalihkan perhatian pasien pada hal - hal lain sehingga pasien akan
lupa terhadap nyeri yang di alami.
Beberapa teknik distraksi :
 Bernafas secara pelan – pelan, massase sambil menarik nafas pelan–
pelan, mendengarkan lagu, sambil menepuk – nepukkan jari/kaki.
 Membayangkan hal – hal yang indah sambil menutup mata
 Menonton TV atau acara kegemaran
4) Relaksasi
 Ketegangan otot berkurang, nafas abdomen, frekuensi lambat,
berirama
 Pejamkan mata, bernafas perlahan teratur konstan
 Menghitung dalam hati saat udara masuk dan keluar
 Perlu latihan dulu.
5) Imajinasi Terbimbing
 Membayangkan setiap energi dalam menarik nafas adalah energi
kesembuhan.
 Bayangkan saat mengeluarkan nafas, nyeri keluar dan tegang
berkurang.
 Sebagai tambahan dari bentuk pengobatan.

B. Cara Mengukur Intensitas Nyeri


Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua
orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik

8
tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah
sebagai berikut :
a. Skala intensitas nyeri deskriptif

b. Skala identitas nyeri numeric

c. Skala analog visual

d. Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

9
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi.
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul,
nyeri sudah tidak bisa dikontrol

e. Faces pain scale – wong


Digunakan apabila klien tidak mampu mneyatakan nyerinya melalui skala
angka. Termasuk anak-anak yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal
dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan komunikasi.

C. Hal-hal Yang Perlu dikaji pada Pasien yang Mengalami Gangguan Kebutuhan
Kenyamanan dan Nyeri
1. Riwayat nyeri :
a. Lokasi.
Meminta klien untuk menunjukkan area nyeri
b. Intensitas nyeri

10
Penggunaan skala intensitas nyeri, yang sering dilakuakan adala rentang 0-5
atau 0-10. Angka 0 menunjukkan tidak nyeri, sedangkan 10 merupakan nyeri
terhebat.
c. Kualitas nyeri
d. Pola
Meliputi awitan, durasi, kekambuhan atau interval nyeri (kapan nyeri
dimulai, berapa lama berlangsung, apakah nyeri berulang, kapn nyeri
terkahir muncul).
e. Faktor presipitasi
Aktifitas fisik berat dapat menimbulkan munculnya nyeri, stressor fisik dan
emosional juga memunclkan nyeri.
f. Gejala yang menyertai
Mual, muntah, pusing, diare
g. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari
Sejauh mana nyeri dapat mempengaruhi aktivitas klien, kaji tidur, nafsu
makan, konsentrasi, pkerjaan, hubungan interpersonal, aktivitas di rumah,
status emosional
h. Sumber koping
Tiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi
nyeri
i. Respon afektif
Kaji perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal ada diri klien
j. Ekspresi klien terhadap nyeri
Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan.
Untuk itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien
dalam mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu
berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus ketika
pengkajian.
k. Klasifikasi pengalaman nyeri
Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik.
Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik

11
nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah
nyeri berlangsung intermiten, persisten atau terbatas.
l. Karakteristik nyeri
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya riwayat
nyeri, keluhan nyeri, intensitas nyeri, kualitas, dan waktu serangan.
Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST:
P : Provoking/pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri
Q : Quality dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat
R : Region, yaitu daerah perjalanan nyeri
S : Severity adalah keparahan atau intensitas nyeri
T : Time adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.

D. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut (D.0077)
a. Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau funsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
b. Penyebab
1) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mian)s. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebih
c. Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis.waspada, posisi
menghindar nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur

12
d. Gejala dan tanda minor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Tekanan darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis

e. Kondisi klinis terkait


1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom koroner akut
5) Glaucoma
2. Nyeri kronis (D.0078)
f. Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3
bulan.
g. Penyebab
1. Kondisi musculoskeletal kronis
2. Kerusakan sistem saraf
3. Penekanan saraf
4. Infiltrasi tumor
5. Ketidakseimbangan neurotransmitter, neuromodulator, dan reseptor.
6. Gangguan imunitas
7. Gangguan fungsi metabolic

13
8. Riwayat posisi kerja statis
9. Peningkatan IMT
10. Kondisi pasca trauma
11. Tekanan emosional
12. Riwayat penganiayaan
13. Riwayat penyalahgunaan obat/zat
h. Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Merasa depresi (tertekan) 2. Gelisah
3. Tidak mampu menuntaskan aktivitas

i. Gejala dan tanda minor


Subjektif Objektif
1. Merasa takut mengalami 1. Bersikap protektif
cedera berulang 2. Waspada
3. Pola tidur berubah
4. Anoreksia
5. Fokus menyempit
6. Berfokus pada diri sendiri

j. Kondisi klinis terkait


1. Kondisi kronis
2. Infeksi
3. Cedera medulla spinalis
4. Kondisi pasca trauma
5. Tumor

14
E. Penatalaksanaan Keperawatan
Diagnosa
NOC NIC
keperawatan
Nyeri a. Pain level a. Pain Management
b. Pain control 1) Lakukan pengkajian nyeri secara
c. Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
1. Mampu dan faktor prepitasi
mengontrol 2) Observasi reaksi nonverbal dari
nyeri ketidaknyamanan
2. Melaporkan 3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik
bahwa nyeri untuk mengetahui pengalaman nyeri
berkurang pasien
dengan 4) Kaji kultur yang mempengaruhirespon
menggunakan nyeri
manajemen 5) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
nyeri 6) Evaluasi bersama pasien dan tim
3. Mampu kesehatan lain tentang ketidakefektifan
mengenali control nyeri masa lampau
nyeri (skala, 7) Bantu pasien dan keluarga untuk
intensitas, mencari dan menemukan dukungan
frekuensi dan 8) Control lingkungan yang dapat
tanda nyeri) mempengaruhi nyeri seperti suhu
4. Menyatakan ruangan, pencahayaan dan kebisingan
rasa nyaman 9) Kurangi faktor prespitasi nyeri
setelah nyeri 10) Pilih dan lakukan penanganan nyeri
berkurang 11) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12) Ajarkan teknik nofarmakologi
13) Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
14) Evaluasi keefektifan control nyeri
15) Tingkatkan istirahat
16) Kolaborasi dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
17) Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
b. Analgesic Administration
1) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas
dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat
2) Cek intruksi dokter tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi
3) Cek riwayat alergi

15
4) Pilih analgesic yang diperlukanatau
kombinasi dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu
5) Tentukan pilihan analgesic tergantung
tipe dan beratnya nyeri
6) Tentukan analgesic pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal
7) Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
8) Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesic pertama kali
9) Berikan analgesic tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
10) Evaluasi keefektifan analgesic tanda dan
gejala

16
DAFTAR PUSTAKA

Berman, Audrey.2003. Buku Ajar Praktik keperawatan Klinis Kozier Erb. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Grace A. Piere & Neil R. Borley.2007. At a Glance Ilmu Bedah Ed.3 . Jakarta: Erlangga
Medical Series.
Herdman, Heather T., Kamitsuru, Shigemi. 2018. NANDA-1 Diagnosis Keperawatan
Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.EGC: Jakarta.
Huda, Amin.2015. NANDA. Yogyakarta: Media Action Publishing.
Johnson, M., Maas, M., Moorhead, S. 2008. Nursing Outcomes Classification Fifth
Edition. Mosby, Inc : Missouri.
McCloskey, J.C., Bulechek, G.M. 2008. Nursing Intervention Classification Fifth
Edition.Mosby, Inc : Missouri.
Mubarak, W.I., Chayatin, N. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan
Aplikasi dalam praktik. EGC: Jakarta.
North American Nursing Diagnosis Association. 2012. Nursing Diagnoses : Definition
& Classification 2012-2014. Philadelphia.
Paula J. Christensen & Janet W. Kenney.2009. Proses Keperawatan “Aplikasi Model
Konseptual” Ed. 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik edisi 4 volume 2. Jakarta: EGC.
Tim pokja SDKI DPP PPNI.2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Indikator Diagnostik Edisi I Cetakan III.PPNI. Jakarta
Wilkinson, J.M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. EGC. Jakarta

17
.
.

18

Anda mungkin juga menyukai