Anda di halaman 1dari 212

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN


MEDIKAL BEDAH DENGAN PENDEKATAN TEORI
MODEL SELF-CARE OREM PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM RESPIRASI: PENYAKIT
TUBERKULOSIS DAN DIABETES MELITUS
DI RSUP PERSAHABATAN JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

JUHDELIENA
1206195413

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2015

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN


MEDIKAL BEDAH DENGAN PENDEKATAN TEORI
MODEL SELF-CARE OREM PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM RESPIRASI: PENYAKIT
TUBERKULOSIS DAN DIABETES MELITUS
DI RSUP PERSAHABATAN JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Ners Spesialis


Keperawatan Medikal Bedah

JUHDELIENA
1206195413

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DEPOK
JULI 2015

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
dengan berkat dan anugrah-Nya penyusunan Laporan Karya Ilmiah Akhir dengan
judul “Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah Dengan
Pendekatan Teori Model Self-Care Orem Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Respirasi: Penyakit Tuberkulosis dengan Diabetes Melitus di RSUP Persahabatan
Jakarta” dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa laporan Karya Ilmiah
Akhir ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia;
2. Dr. Novy H.C. Daulima, S.Kp., MSc., selaku Ketua Program Studi Magister
dan Spesialis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia;
3. Agung Waluyo, S.Kp., MSc., Ph.D, selaku Supervisor Utama yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis pada penyusunan Karya Ilmiah Akhir
ini;
4. I Made Kariasa, S.Kp., M.M., M.Kep., Sp.KMB, selaku Supervisor yang
memberikan masukan, bimbingan serta arahan kepada penulis dalam
menyusun Karya Ilmiah Akhir ini;
5. Sri Purwaningsih, S.Kp., M.Kes., selaku Supervisor Klinik yang telah banyak
memfasilitasi penulis dalam pelaksanaan praktik residensi serta membimbing
penulisan Karya Ilmiah Akhir ini;
6. Ns. Enny Mulyatsih, M.Kep., Sp. Kep.MB., selaku Dosen penguji yang telah
memberikan saran dan arahan demi kesempurnaan Karya Ilmiah Akhir Ini.
7. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta dan seluruh staf
yang telah memberikan kesempatan dan memfasilitasi penulis dalam proses
pelaksanaan praktik residensi spesialis keperawatan;
8. Seluruh rekan sejawat perawat dan tim di RSUP Persahabatan Jakarta
khususnya Ruang Soka Atas, Poli Asma, Poli Paru, Ruang Instalasi Gawat
Darurat, Ruang Intensive Care Unit, Ruang Gema Soka Bawah dan Ruang

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


Bedah Torak yang telah memberikan kesempatan dan bekerjasama dalam
meningkatkan kompetensi keperawatan respirasi;
9. Seluruh pasien di RSUP Persahabatan Jakarta yang telah membantu penulis
dalam proses pembelajaran selama praktik residensi;
10. Orangtua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan dan doa
bagi penulis dalam menyelesaikan praktik residensi dan penyusunan Karya
Ilmiah Akhir ini;
11. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Program Spesialis Keperawatan terutama
Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi: Pak Puji Raharja
Santosa, Bang Seven Sitorus, dan Kak Shanti Farida Rachmi yang telah
memberikan dukungan dan semangat bagi penulis.

Semoga semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada
penulis diberikan berkat yang melimpah oleh Tuhan Yang Maha Esa. Penulis
sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik demi perbaikan Karya Ilmiah
Akhir ini.

Depok, Juli 2015

Penulis

vi

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………..… ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………... iii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………..……. iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………… v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………... vii
ABSTRAK…………………………………………………………………. viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………. x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xii

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………….. 1
1.2 Tujuan Penulisan……………………………………………… 7
1.3 Manfaat Penulisan……………………………………………. 7

BAB 2 STUDI PUSTAKA……………………………………………... 9


2.1 Konsep Dasar Tuberkulosis………………………………….. 9
2.2 Teori Keperawatan Model Self Care Orem………………….. 18
2.3 Keperawatan Berbasis Bukti: Oral Hygiene dengan
Menggunakan Chlorhexidine 0,12% Pada Pasien Yang
Terpasang Alat Ventilasi Mekanik………………………….. 27
2.4 Inovasi Modifikasi WSD 1 Botol.………………………….... 34

BAB 3 PROSES RESIDENSI………………………………………….. 50


3.1 Laporan Kasus Kelolaan……………………………………… 50
3.2 Penerapan Penerapan Praktik Keperawatan Berbasis Bukti …. 64
3.4 Penerapan Program Inovasi...………………………………… 66

BAB 4 PEMBAHASAN………………………………………………….. 68
4.1 Analisa Kasus Kelolaan……………………………………….. 68
4.2 Analisa Kasus Resume………………………………………... 83
4.3 Analisa Penerapan Praktek Keperawatan Berbasis Bukti……. 87
4.4 Analisa Penerapan Kegiatan Inovasi………………………….. 90

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN………………………………….…… 93


5.1 Simpulan……..……………………………………………….. 93
5.2 Saran………..…………………………………..…………….. 93

DAFTAR PUSTAKA

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Perumusan Diagnosa Keperawatan 56

Tabel 3.2 Hasil penerapan praktik keperawatan berbasis bukti 66

xi

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Pengkajian Self-Care Orem


Lampiran 2 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Kasus Kelolaan Utama
Lampiran 3 Standar Prosedur Operasional Perawatan Kebersihan Mulut
Menggunakan Chlorhexidine 0,12%
Lampiran 4 Lembar Observasi Praktik Keperawatan Berbasis Bukti
Lampiran 5 Resume Asuhan Keperawatan Pada kasus Gangguan Sistem
Respirasi dengan Pendekatan Self-Care Orem
Lampiran 6 Daftar Riwayat Hidup

xii

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


BAB 1
PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, tujuan dan manfaat
penyusunan laporan analisis praktik residensi yang meliputi seluruh proses
kegiatan yang dilakukan selama mengikuti residensi keperawatan sistem respirasi.

1.1 Latar Belakang


Sistem respirasi/pernapasan merupakan suatu sistem dimana oksigen dibawa
melalui jalan napas paru ke alveoli, kemudian oksigen akan mengalami difusi ke
dalam darah untuk ditransportasikan ke seluruh tubuh. Proses yang sangat penting
tersebut dapat mengancam jiwa jika terjadi kesulitan dalam bernapas (Black &
Hawks, 2014). Organ dalam tubuh yang berhubungan langsung dengan udara luar
adala paru, sehingga paru sangat dipengaruhi oleh suasana lingkungan seperti
pencemaran udara yang ada di atmosfer maupun di dalam gedung (Djojodibroto,
2007).

Masalah – masalah yang berhubungan dengan sistem respirasi cukup beragam


diantaranya digolongkan ke dalam infeksi paru, penyakit paru interstitial, penyakit
sirkulasi paru, penyakit saluran napas, penyakit pengaturan pernapasan, penyakit
neoplastic, mediastinum, penyakit paru kritis, trauma toraks, rongga dada, dan
penyakit paru kongenital (Rab, 2010). Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan
salah satu penyakit yang termasuk dalam golongan penyakit infeksi paru, yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Rab, 2010).

Data dari WHO (2015) melaporkan bahwa tuberculosis merupakan penyakit


pembunuh nomor dua di dunia setelah HIV/AIDS. Prevalensi penderita
tuberculosis pada tahun 2013 adalah 9 juta orang, dan 1,5 juta orang meninggal
karena penyakit tersebut. Kematian terjadi sebanyak 95%, dan terjadi di negara
berpenghasilan rendah dan menengah dimana Indonesia masuk ke dalam kategori
negara berpenghasilan menengah (Asian development Bank 2010 dalam
Kementerian Sekretariat negara Republik Indonesia, 2015).

1 Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
2

Selain berdampak pada kematian, berbagai stigma akan muncul setelah orang
mendapatkan diagnosa menderita TB. Stigma yang dapat muncul diantaranya
adalah bahwa TB paru dianggap sebagai „kutukan‟ pada keluarga, diskriminasi
social pun dapat terjadi sampai kepada isolasi social keluarga yang dianggap
mengalami „kutukan‟, tidak jarang untuk menghindari diskriminasi social tersebut
keluarga „menyembunyikan‟ pasien TB, sehingga pasien TB pun akan mengalami
isolasi dalam keluarganya. Pasien TB yang takut untuk mengalami diskriminasi
dapat mengakibatkan pasien menunda untuk mencari bantuan pengobatan,
sehingga pasien TB akan menjadi sakit parah, menulari orang lain dan akhirnya
meninggal. Karena keluarga takut dengan stigma TB maka keluarga akan
menyembunyikan penyebab kematian dari pasien TB, padahal informasi tersebut
berguna dalam screening TB. Stigma pada pasien TB dapat mengakibatkan
pasien TB enggan untuk melaksanakan pengobatan selama berbulan-bulan, karena
takut diketahui oleh orang lain. Selain itu stigma TB juga berpengaruh terhadap
kondisi social ekonomi, dimana pasien TB akan berisiko untuk kehilangan
pekerjaan sehingga pendapatan akan semakin berkurang, dampak lainnya pada
wanita yang sudah menikah adalah kekhawatiran adanya penolakan dari suami
karena dianggap tidak mampu merawat keluarga (Courthwright & Turner, 2010).

Indonesia merupakan negara ke-4 dengan jumlah pasien tuberculosis terbanyak di


dunia. Pengobatan tuberculosis merupakan salah satu cara untuk mengendalikan
infeksi dan menurunkan penularan tuberculosis (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2013). Berbagai upaya dilakukan untuk mengendalikan kasus TB baik
secara nasional maupun internasional. Program TB secara internasional yaitu
penerapan standar pelayanan berdasarkan International Standards for
Tuberculosis Care (ISTC) dan Patients Charter For TB Care (PCTC). Tujuan
dari penerapan ISTC dalam penatalaksanaan TB adalah untuk menggambarkan
sejauh mana perawatan yang harus diberikan praktisi medis baik negeri maupun
swasta pada pasien yang menderita atau diduga TB (Tuberculosis Coalition for
Technical Assistance, 2006). ISTC terdiri dari 21 standar, 6 standar untuk
penegakkan diagnosis TB, 7 standar untuk pengobatan TB, 4 standar untuk
penyakit penyerta dan infeksi HIV pada TB, dan 4 standar untuk fungsi tanggung

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
3

jawab kesehatan masyarakat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).


Sedangkan untuk PCTC dikembangkan bersama-sama dengan ISTC yang berisi
tentang hak dan tanggungjawab pasien (World Care Council, 2006).

Strategi pengendalian TB di Indonesia terdiri dari tujuh strategi diantaranya: (1)


memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS (Directly Observed treatment
Shourt-course) yang bermutu, (2) menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB
anak dan kebutuhan masyarakat miskin serta rentan lainnya, (3) melibatkan
seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat, perusahaan dan swasta
melalui pendekatan Public-Private Mix dan menjamin kepatuhan terhadap
International Standards for Tuberculosis Care/ISTC, (4) memberdayakan
masyarakat dan pasien TB, (5) Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem
kesehatan dan manajemen program pengendalian TB, (6) mendorong komitmen
pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB, (7) mendorong penelitian,
pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2011).

DOTS merupakan strategi yang telah dilakukan sejak tahun 1992 sampai sekarang
(Symposium Pulmonary Infection, 2015). Penerapan strategi DOTS pada awalnya
hanya di puskesmas saja, namun diperluas ke rumah sakit. Berdasarkan hasil
monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh program nasional TB tahun 2005
menyebutkan bahwa meskipun angka penemuan kasus TB di rumah sakit cukup
tinggi, angka keberhasilan pengobatan masih rendah yaitu dibawah 50% dengan
angka keberhasilan pengobatan masih rendah (dibawah 50%) dan angka putus
obat mencapai 50% - 85% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

Sasaran tenaga medis yang terlibat dalam penanganan TB adalah dokter spesialis,
dokter umum, dan perawat. Namun Pelatihan DOTS yang diberikan paling
banyak pada dokter yaitu sebanyak 250 orang, sedangkan perawat hanya
berjumlah 23 orang pada perawat yang berada di wilayah DKI (Kementerian
Kesehatan RI, 2013). Jumlah perawat yang diberikan pelatihan DOTS belum
dapat menjangkau pasien TB yang cukup banyak.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
4

Perawat sebagai salah satu dari tim kesehatan memegang peranan penting dalam
menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Potter & Perry, 2009).
Layanan keperawatan merupakan bentuk pelayanan profesional yang berbentuk
layanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif yang ditujukan pada
individu, keluarga dan masyarakat (Kelompok Kerja Keperawatan 1992 dalam
Sitorus 2005). Perawat dengan keahlian dalam praktik spesialisasi tertentu di
klinik dinamakan sebagai perawat klinik spesialis (Clinical Nurse Specialist,CNS)
atau dapat disebut juga ners spesialis. Ners spesialis mengkhususkan diri pada
penyakit tertentu, dalam hal ini residen mengkhususkan diri dalam bidang
respirasi. Peran ners spesialis respirasi sebagai klinisi ahli, pendidik, manajer
kasus, konsultan, dan peneliti untuk merencanakan atau memperbaiki kualitas
keperawatan bagi klien dan keluarganya dalam sistem respirasi (Potter & Perry,
2009).

Peran ners spesialis terhadap pemantauan pasien TB adalah memastikan tidak ada
interupsi terjadi selama pengobatan, efek samping cepat teridentifikasi dan
dilakukan penatalaksanaan, memastikan adanya perkembangan dari kondisi
pasien, melakukan home visit, melakukan control TB dan memastikan bahwa
pasien melakukan pengobatan dengan tuntas, memastikan bahwa pasien diberi
obat yang benar, dan memberi dukungan bagi pasien dan keluarga (Bell, 2004).

Selain pada kasus TB, peran ners spesialis harus dimiliki untuk
diimplementasikan dalam praktik keperawatan. Sebagai wujud nyata dalam
menerapkan peran ners spesialis maka residen menjalankan praktik residensi
Keperawatan Medikal Bedah (KMB).

Praktik residensi KMB peminatan sistem respirasi dijalankan selama kurang lebih
2 semester dan dilaksanakan di RSUP Persahabatan Jakarta. Selama rentang
waktu tersebut sebelum residen menjalankan praktik residensi, residen bersama
dengan kelompok membuat learning outcome bagi ners spesialis sistem respirasi
yang mencakup tentang penguasaan sikap, penguasaan pengetahuan, dan
penguasaan keterampilan. Kemudian residen menjalani praktik residensi, dan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
5

melakukan perannya sebagai manajer kasus yaitu mengelola pasien dengan


gangguan sistem respirasi, sebagai pemberi layanan yaitu menerapkan praktik
keperawatan berbasis bukti, dan sebagai inovator yaitu dengan menerapkan hal
baru dalam bidang keperawatan.

Peran ners spesialis sebagai manajer kasus, residen mengelola 30 orang pasien
dengan gangguan sistem respirasi dengan tujuan agar residen dapat menjadi
manajer asuhan klinik, adapun ruangan yang menjadi tempat praktik residen yaitu
ruang Soka Atas, Poli Asma, Poli TB, Instalasi Gawat Darurat, Intensive Care
Unit, Gema Soka Bawah, dan Bedah Thorak. Tahapan asuhan yang diberikan
yaitu pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan, menetapkan intervensi
keperawatan, mengimplementasikan asuhan keperawatan dan mengevaluasi
asuhan keperawatan yang telah diberikan. Asuhan keperawatan yang diberikan
menggunakan model Self-Care Orem. Penerapan teori ini bertujuan untuk
mengatasi keterbatasan manusia. Fokus keperawatan Self-Care Orem berdasarkan
kepada kebutuhan manusia untuk tindakan perawatan diri, penyediaan dan
pengelolaan perawatan diri yang dilakukan secara terus-menerus untuk
mempertahankan hidup dan kesehatan, sembuh dari penyakit atau cedera, dan
mengatasi efek dari sakit atau cedera (Alligood, 2010). Proses keperawatan
menurut Self-Care Orem terdiri dari 3 tahapan yaitu pengkajian (Basic
conditioning factors, Universal self-care requisite, Developmental self-care
requisite, Health deviation self-care), diagnostic operation dan prescriptive
operation, regulatory operation dan control operation.

Peran ners spesialis yang dilakukan selain sebagai manajer kasus yaitu peran yang
diterapkan selama proses residensi yaitu sebagai pemberi layanan keperawatan
melalui penerapan praktik keperawatan berbasis bukti, Praktik keperawatan
berbasis bukti merupakan suatu pendekatan pemecahanan masalah dalam praktik
klinis yang mengintegrasikan penggunaan bukti terbaik ke dalam praktik terbaik
bagi pasien (Potter & Perry, 2009). Untuk dapat menerapkan tindakan
keperawatan dengan bukti terbaik maka residen melakukan critical review hasil
jurnal penelitian. Tindakan praktik keperawatan berbasis bukti yang dilaksanakan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
6

yaitu tindakan keperawatan terkait oral hygiene pada pasien yang terpasang
ventilasi mekanik. Pasien yang terpasang ventilasi mekanik akan berisiko untuk
memiliki komplikasi terjadinya ventilator associated pneumonia (VAP). Pada
pasien yang terintubasi secara konstan rongga mulut akan selalu terbuka, pasien
akan mengalami gangguan dalam menelan dan regulasi saliva. Aliran saliva
merupakan faktor penting dalam menjaga kesehatan mulut dengan fungsi saliva
sebagai antimikroba, sebagai lubrikasi, dan sebagai dapar. Pada pasien yang
terintubasi maka terjadi akses langsung kepada jalan napas bagian bawah
sehingga teraspirasinya kolonisasi secret dalam rongga oropharyngeal ke dalam
saluran pernapasan bagian bawah merupakan mekanisme yang paling penting
dalam perkembangan VAP. Salah satu perawatan mulut yang dianjurkan pada
pasien yang terpasang ventilasi mekanik adalah dengan menggunakan
chlorhexidine 0,12% yang sudah terbukti dapat mencegah terjadinya VAP pada
pasien yang terpasang ventilasi mekanik.

Peran ners spesialis selanjutnya yang dilakukan residen adalah sebagai inovator,
melakukan inovasi sesuai dengan identifikasi masalah yang telah dilakukan
selama masa praktik di lahan praktik. Inovasi dilakukan oleh residen secara
berkelompok yaitu dengan membuat modifikasi water seal drainage (WSD) 1
botol. Modifikasi WSD 1 botol tersebut berfokus pada dua isu penting
keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu keselamatan pasien (patient safety) dan
keselamatan pekerja atau petugas kesehatan. Adapun bentuk modifikasi yang
dilakukan berupa “Hanger WSD” yang akan ditempatkan di tempat tidur dengan
cara digantung, yang diyakini mampu memberikan stabilisasi lebih kuat dan aman
dibandingkan dengan cara penempatan WSD yang sudah ada saat ini. Bentuk
modifikasi yang lain adalah “penutup lubang botol WSD dengan kayu”, yang
diyakini lebih kuat, indah dan mampu mencegah tranmisi kuman dari lingkungan
luar.

Berdasarkan dari serangkaian kegiatan diatas maka residen membuat laporan


dalam bentuk “Analisis praktik residensi keperawatan medikal bedah pada pasien

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
7

gangguan sistem respirasi dengan menggunakan teori Self-Care Orem di RSUP


Persahabatan Jakarta”

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran umum terhadap pelaksanaan dan pengalaman praktik
residensi Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, dalam upaya meningkatkan
kualitas asuhan pelayanan keperawatan di bidang respirasi di RSUP Persahabatan
Jakarta.

1.2.2 Tujuan Khusus


1.2.2.1 Melakukan analisis terhadap penerapan asuhan keperawatan menggunakan
Teori Model Self Care Orem pada pasien tuberkulosis di RSUP
Persahabatan Jakarta.
1.2.2.2 Melakukan analisis terhadap 30 kasus pasien resume di RSUP
Persahabatan Jakarta.
1.2.2.3 Melakukan analisis terhadap penerapan praktik keperawatan berbasis bukti
pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik di ruang Intensive Care
Unit RSUP Persahabatan Jakarta.
1.2.2.4 Melakukan analisis terhadap kegiatan inovasi keperawatan pasien dengan
gangguan sistem respirasi di RSUP Persahabatan Jakarta.

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Bagi Pelayanan Keperawatan
Dapat memberikan manfaat untuk meningkatkan kualitas pelayanan khususnya
pada sistem respirasi diantaranya yaitu memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif pada pasien dengan tuberculosis melalui pendekatan model Self-
Care Orem, meningkatkan pengetahuan perawat mengenai masalah keperawatan
yang pada umumnya dirasakan oleh pasien dengan gangguan sistem respirasi,
meningkatkan pengetahuan dan motivasi perawat dalam melakukan tindakan
keperawatan yang berbasis pembuktian ilmiah serta meningkatkan kemampuan
perawat untuk senantiasa melakukan inovasi keperawatan.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
8

1.3.2 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan


Dapat memberikan data atau menambahkan kajian data terkait asuhan
keperawatan pada sistem respirasi, penerapan keperawatan berbasis bukti, dan
kegiatan inovasi.

1.3.3 Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan


Dapat memberikan kontribusi sebagai rujukan bahan ajar tentang asuhan
keperawatan pasien gangguan sistem respirasi dengan pendekatan model Self-
Care Orem, penerapan praktik keperawatan berbasis bukti dan penerapan kegiatan
inovasi.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
BAB 2
STUDI PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai teori dan konsep yang berhubungan dengan
kasus kelolaan yaitu tuberkulosis, teori model keperawatan yang dipakai pada
kasus kelolaan yaitu Model Self-Care Orem, praktik keperawatan berbasis bukti
mengenai oral hygiene menggunakan chlorhexidine 0,12% pada pasien yang
menggunakan ventilator, dan kegiatan inovasi modifikasi WSD 1 botol di RSUP
Persahabatan Jakarta.

2.1 Konsep Dasar Tuberkulosis


2.1.1 Pengertian
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau
berbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang
tinggi (Rab, 2010). Black & Hawks (2014) menuliskan bahwa tuberculosis (TB)
merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh M. tuberculosis, suatu bakteri
aerob tahan asam yang menginfeksi melalui udara dengan cara inhalasi partikel
kecil (diameter 1-5 mm) yang mencapai alveolus, droplet tersebut keluar saat
berbicara, batuk, tertawa, bersin, atau menyanyi.

2.1.2 Klasifikasi
Kementerian Kesehatan RI mengklasifikasikan tuberculosis berdasarkan lokasi
anatomi penyakit, riwayat pengobatan sebelumnya, hasil bakteriologis dan uji
resistensi OAT, dan status HIV.

Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dibagi menjadi dua, yaitu (1) TB paru
yang merupakan kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial.
TB milier juga termasuk dalam TB paru karena lesi terdapat di paru. Pasien yang
mengalami TB paru dan ekstraparu diklasifikasikan ke dalam TB paru, (2) TB
ekstraparu merupakan kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim paru
seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran genitourinaria, kulit, sendi

9 Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
10

dan tulang, selaput otak, yan gditegakkan secara klinis atau histologis dan
bakteriologis.

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan yaitu kasus baru dan kasus dengan
riwayat pengobatan sebelumnya. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah
mendapatkan OAT sebelumnya atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1
bulan. Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang pernah
mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih. Dibagi lagi menjadi enam yaitu kasus
kambuh (pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan), kasus pengobatan
setelah gagal (pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan
gagal pada akhir pengobatan), kasus setelah putus obat (pasien yan gpernah
menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2
bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir pengobatan),
kasus dengan riwayat pengobatan lainnya (pasien sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan hasil akhir pengobatannya tidak diketahui atau tidak
didokumentasikan), pasien pindah (pasien yang dipindah dari register TB lain
untuk melanjutkan pengobatan), dan pasien yang tidak diketahui riwayat
pengobatan sebelumnya (pasien yang tidak dapat dimasukkan dalam salah satu
kategori diatas.

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis dan uji resistensi obat


merujuk pada pemeriksaan apusan dahak atau specimen lain atau identifikasi
Mycobacterium tuberculosis berdasarkan biakan atau metode diagnostic cepat
yang telah mendapatkan rekomendasi WHO (Xpert MTB/RIF).

Klasifikasi berdasarkan status HIV dibagi menjadi tiga yaitu kasus TB dengan
HIV positif (kasus TB konfirmasi bakteriologis atau klinis yang memiliki hasil
positif utnuk tes infeksi HIV yang dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB
atau memiliki bukti dokumentasi bahwa pasien telah terdaftar di register HIV atau
obat antiretroviral/ARV atau praterapi ARV), kasus TB dengan HIV negative
(kasus TB konfirmasi bakteriologis atau klinis yang memiliki hasil negative untuk

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
11

tes HIV yang dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB), dan kasus TB
dengan status HIV tidak diketahui (kasus TB konfirmasi bakteriologis atau klinis
yang tidak memiliki hasil tes HIV dan tidak memiliki bukti dokumentasi telah
terdaftar dalam register HIV).

2.1.3 Faktor Risiko


Faktor risiko tertinggi dari tuberculosis paru adalah: pecandu alcohol atau
narkotik, infeksi HIV, diabetes mellitus, imunosupresi, hubungan intim dengan
pasien yang memiliki sputum positif, kemiskinan, dan malnutrisi (Rab, 2010)

2.1.4 Patofisiologi
Proses infeksi penyakit tuberculosis dibagi menjadi dua yaitu infeksi primer dan
infeksi sekunder. Infeksi primer adalah waktu pertama kali terinfeksi TB. Kuman
TB yang dibatukkan/dibersinkan akan menghasilkan droplet nuclei dalam udara,
sifat kuman TB dalam udara bebas bertahan 1 – 2 (tergantung sinar
ultraviolet/sinar UV, ventilasi dan kelembaban) dalam suasana lembab dapat
tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Karena sifat kuman TB ini tidak tahan
terhadap sinar ultraviolet maka penularan lebih sering terjadi pada malam hari.
Kuman TB terhisap orang sehat, kemudian menempel pada saluran napas dan
jaringan paru, kuman TB dapat masuk ke alveoli jika ukuran kurang dari 5µm,
maka neutrophil dan makrofag akan bekerja dalam hitungan jam untuk
memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Kuman TB ini
tumbuh lambat dan membelah diri setiap 18-24 jam pada suhu yang optimal, dan
berkembang biak pada tekanan oksigen 140 mmH2O di paru. Kuman TB yang
berada dalam makrofag akan mengalami proliferasi, pada akhirnya proliferasi ini
akan menyebabkan lisis makrofag. Makrofag tersebut kemudian bermigrasi ke
dalam aliran limfatik dam mempresentasikan antige M. tuberculosis pada limfosit
T. Limfosit T CD4 merupakan sel yang memainkan peran penting dalam respon
imun, sedangkan Limfosit T CD8 memiliki peranan penting dalam proteksi
terhadap TB. Peran Limfosit T CD4 menstimulasi pembentukan fagolisosom pada
makrofag yang terinfeksi dan memaparkan kuman pada lingkungan yang sangat
asam, selain itu juga Limfosit T CD4 menghasilkan nitrit oxide yang mampu

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
12

menyebabkan destruktif oksidatif pada bagian – bagian kuman, mulai dari dinding
sel hingga DNA. Selain menstimulasi makrofag untuk membunuh kuman TB, sel
Limfosit T CD4 juga merancang pembentukan granuloma dan nekrosis kaseosa
(Cahyadi & Venty, 2011). Granuloma terbentuk bila penderita memiliki respon
imun yang baik walaupun sebagian kecil mikobakterium hidup dalam granuloma
dan menetap di tubuh manusia dalam jangka waktu yang lama. Granuloma
membatasi penyebaran dan multiplikasi kuman dengan membentuk jaringan
fibrosis yang mengelilingi granuloma (focus primer). Focus primer yang
mengalami kalsifikasi bersama pembesaran nodus limfa disebut kompleks Gohn.
Lesi ini dapat sembuh sama sekali tanpa cacat, dapat berkomplikasi dan
menyebar, dan dapat sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-
garis fibrotic, kalsifikasi di hilus dan lesi pneumonia yang luasnya lebih dari 5
mm, 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant,
yang merupakan cikal bakal TB sekunder (Black & Hawks, 2014; Rab, 2010;
Price & Wilson, 2005).

Berbagai faktor risiko mempengaruhi perkembangan TB paru, diantaranya: (1)


pecandu alcohol. Pada pasien pecandu alcohol yang memiliki kelainan pada liver
akan mengalami penurunan jumlah limfosit, (2) infeksi HIV, pada pasien yang
terinfeksi HIV terjadi penurunan dan disfungsi Limfosit T CD4 secara progresif
disertai dengan terjadinya defek fungsi makrofag dan monosit, (3) diabetes
mellitus/DM, pada pasien DM dengan kadar gula yang tinggi akan memicu
terjadinya defek imunologis yang akan menurunkan fungsi netrofil, monosit
maupun limfosit, (4) kemiskinan diidentikan dengan keadaan malnutrisi, keadaan
malnutrisi menurunkan resistensi terhadap infeksi, dimana produksi antibody oleh
tubuh berkurang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua faktor risiko TB
menurunkan fungsi imun tubuh yang berfungsi sebagai partahanan tubuh terhadap
kuman TB.

2.1.5 Tanda dan Gejala


Gejala klinis yang ditimbulkan oleh tuberculosis yaitu keluhan berupa (Black &
Hawks, 2014; Alsagaff & Mukty, 2010):

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
13

a. Batuk: gejala batuk yang timbul paling awal dan merupakan gangguan yang
paling seering dikeluhkan. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk
biasa atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan secret
akan terkumpul saat penderita tidur dan dikeluarkan pada saat bangun di pagi
hari. Bila proses destruksi berlanjut maka secret dikeluarkan terus-menerus dan
batuk menjadi lebih dalam dan sangat menggangu baik pada waktu siang
maupun malam hari. Bila mengenai trakea atau bronkus batuk aakn terdengar
sangat keras, lebih sering dan terdengar berulang0ulang (paroksismal). Bila
laring yang terkena batuk terdengar seperti batuk tanpa tenaga dan disertai
suara serak (hollow sounding cough).
b. Dahak/sputum: dahak awalnya berwarna biasa dan keluar dalam jumlah
sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulent/kuning atau kuning hijau
sampai purulent dan kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi
perkijuan dan perlunakan. Jarnag berbau busuk, kecuali bila ada infeksi
anaerob.
c. Batuk darah/hemoptysis: darah yang dikeluarkan mungkin berupa garis atau
bercak darah, gumpalan darah, atau darah segar dalam jmlah sangat banyak
(profus). Batuk darah jarang merupakan tanda permulaan dari penyakit
tuberculosis atau initial symptom karena batuk darah merupakan tanda telah
terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas,
oleh karena itu proses tuberculosis harus cukup lanjut utnuk dpaat
menimbulkan batuk dengan ekspektorasi. Batuk darah massif terjadi bila ada
robekan dari aneurisma Rasmussen pada dinding kavitas atau ada perdarahan
yang berasal dari bronkiektasisi atau ulserasi trakeo-bronkial. Batuk darah
jarang berhenti mendadak, karena itu penderita masih terus mengeluarkan
gumpalan darah yang berwarna cokelat selama beberapa hari. Batuk darah
pada tuberculosis bercampur dahak yang mengandung basil tahan asam dan
keadaan ini berbahaya karena dapat menjadi sumber penyebaran kuman secara
bronkogen (bronkopneumonia). Batuk darah juga dapat terjadi pada
tuberculosis yang sudah sembuh, hal ini disebakan olelh robekan jaringan paru
atau darah berasal dari bronkiektasis yang merupakan salah satu penyulit
tuberculosis paru. Pada keadaan ini dahak sering tidak mengandung BTA.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
14

d. Nyeri: nyeri dada termasuk nyeri pleuritik ringan, bila nyeri bertambah berat
maka telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di ujung
scapula atau di tempat – tempat lain).
e. Wheezing: terjadi karena penyempitan lumen endobrinkus yang disebabakan
oleh secret, bronkostenosis, keradangan, jaringan granulasi, ulserasi dan lain-
lain (pada tuberculosis lanjut).
f. Dyspnea: merupakan late symptom dari proses lanjut tuberculosis paru akibat
adanya restriksi dan obstruksi saluran pernapasan serta loss of vascular
bed/vascular thrombosis yang dapat mengakibatkan gangguan difusi,
hipertensi pulmonal dan korpulmonal.
g. Demam: merupakan gejala yang paling sering dijumpai. Panas badan sering
sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan meningkat bila
proses berkembang menjadi progresif sehingga penderita meraskan badannya
hangat atau muka teras panas. Menggigil: terjadi bila panas badan naik dengan
cepat, tapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau
dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat. Nausea, takikardi
dan sakit kepala timbul bila ada panas.
h. Berkeringat: terutama pada malam hari, keringat malam baru timbul bila proses
telah lanjut, kecuali pada orang dengan vasomotor labil, kerinagat malam dapat
timbul lebih dini.
i. Gangguan menstruasi: terjadi jika proses tuberculosis sudah menjadi lanjut.
j. Anoreksia dan penurunan berat badan: merupakan manifestasi toksemia yang
timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
k. Lemah badan: disebabkan karena kerja berlebihan, kurang tidur dan keadaan
sehari-hari yang kurang menyenangkan. Dapat disertai perubahan temperamen
(penderita mudah tersinggung), perhatian penderita kurang atau menurun pada
pekerjaan. Gejala umum baru disadari oleh penderita setelah memperoleh
terapi.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
15

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien yang mengalami tuberculosis
meliputi (Rab, 2010):
a. Radiologi
Adanya infiltrate atau nodular terutama pada lapang paru bagian atas, kavitas,
kalsifikasi, efek Gohn, atelectasis, miliar, tuberkuloma (bayangan seperti coin
lesion). Pada tuberkulosis primer tampak gambaran radiologi berupa infiltrate
pada paru-paru unilateral yang disertai dengan pembesaran kelenjar limfe
dibagian infiltrate berada. Di negara berkembang gambaran radiologi dapat
beraneka ragam seperti infiltrate pada bagian apeks paru sampai ke saluran
paru, kaverna, infiltrate pada hampir di kedua lapang paru dan efusi pleura.
Gambaran radiologi pada paru yang telah menyembuh adalah berupa fibrosis
dan atelectasis (Rab, 2010).
b. Mikrobiologi
Bahan pemeriksaan mikrobiologi yang digunakan adalah sputum pagi hari,
bilasan lambung dan cairan pleura, serta biakan dari cairan bronkoskopi. Kultur
digunakan untuk diagnosis dan tes resistensi. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan adanya BTA (basil tahan asam) pada proses pengecatan. Tes
resistensi digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penanganan
tuberculosis.
c. Tes Tuberkulosis
Tes Mantoux diberikan dengan menyuntikan 0,1 cc PPD secara intradermal.
Kemudian diameter indurasi yang timbul dibaca 48-72 jam setelah tes.
Dikatakan positif jika diameter indurasi lebih besar dari 10mm.
Tes Heaf dipakai secara luas untuk survey. Satu tetes dari 100.000 IU
tuberculin/cc melalui 6 jarum, dipungsikan ke kulit. Hasil dibaca setelah 3 – 7
hari. Gradasi I: adanya 1 – 6 indurasi papula yang halus, gradasi II: adanya
cincin indurasi yang dibentuk oleh sekelompok papula, gradasi III: indurasi
dengan diameter 5 – 10 mm, gradasi IV: indurasi dengan lebar lebih dari
10mm.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
16

d. Biopsi jaringan
Biopsi dilakukan terutama pada tuberculosis kelenjar leher dan dibagian
lainnya, bisa juga dilakukan biopsy paru dengan hasil ditemukannya kuman
Mycobaterium tuberculosis.
e. Bronkoskopi
Bilasan transbronkial dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
tuberculosis.

2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tuberculosis bertujuan untuk menyembuhkan, mempertahankan
kualitas hidup dan produktivitas pasien, mencegah kematian akibat TB aktif atau
efek lanjutan, mencegah kekambuhan TB, mengurangi penularan TB kepada
orang lain, mencegah perkembangan dan penularan resisten obat (Kementrian
Kesehatan RI, 2013).

Prinsip penatalaksanaannya berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 5 Tahun 2014, meliputi:
a. Praktisi harus memastikan bahwa obat-obatan tersebut digunakan sampai terapi
selesai.
b. Semua pasien (termasuk pasien dengan infeksi HIV) yang tidak pernah diterapi
sebelumnya harus mendpat terapi Obat Anti TB (OAT) lini pertama: (1) Fase
awal selama 2 bulan (Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol), (2)
Fase lanjutan selama 4 bulan (Isoniazid dan Rimfampisin), (3) Dosis OAT
yang digunakan harus sesuai dengan terapi rekomendasi internasional, sangat
dianjurkan menggunakan Kombinasi Dosis Tetap (KDT) atau fixed-dosed
combination/FDC yang terdiri dari 2 tablet (INH dan RIF), 3 tablet (INH, RIF,
dan PZA), dan 4 tablet (INH, RIF, PZA, EMB).
c. Prinsip pengobatan yang harus dilakukan untuk mengevaluasi kepatuhan
adalah dengan: system patient-centered strategy yaitu memilih bentuk obat,
cara pemberian, cara mendapatkan obat serta control pasien sesuai dengan cara
yang paling mampu laksana bagi pasien, prinsip selanjutnya yaitu pengawasan
langsung menelan obat (DOT).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
17

d. Semua pasien dimonitor respon terapi


e. Catatan tertulis harus ada mengenai semua pengobatan yang telah diberikan,
respon hasil mikrobiologi, kondisi fisik pasien, efek samping obat.
f. Didaerah prevalensi infeksi HIV tinggi, konsultasi dan tes HIV diindikasikan
sebagai bagian dari tatalaksana rutin.
g. Semua pasien dengan infeksi Tuberkulosis HIV harus dievaluasi untuk
menentukan indikasi ARV pada tuberculosis, inisiasi terapi tuberculosis tidak
boleh ditunda, pasien infeksi tuberculosis HIV harus diterapi Kotrimoksazol
apabila CD4 < 200.

Sedangkan, rekomendasi penatalaksanaan Tuberkulosis dengan faktor risiko


diabetes mellitus diantaranya adalah: (1) paduan OAT pada prinsipnya sama
dengan TB tanpa DM, dengan syarat kadar gula darah terkontrol, (2) apabila
kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai
9 bulan, (3) hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping
etambutol pada mata, sedangkan pasien DM sering mengalami komplikasi
kelainan pada mata, (4) perlu perhatian terhadap penggunaan rifampisin karena
akan mengurangi efektifitas obat oral antidiabetes (sulfonil urea) sehingga
dosisnya perlu ditingkatkan, (5) perlu pengawasan sesudah pengobatan selesai
untuk mendeteksi dini bila terjadi kekambuhan (Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran, 2013).

Manajemen isolasi pada pasien TB yaitu (1) adanya ruang isolasi bertekanan
negative yang menyediakan pertukaran udara setiap jam, (2) pasien yang berada
dalam pelayanan kesehatan yang tidak memiliki fasilitas ruang isolasi bertekanan
negative sebaiknya dipindahkan ke pelayanan kesehatan yang memiliki ruang
isolasi bertekanan negative, (3) isolasi kadang diperlukan untuk pasien TB ekstra
paru, (4) pasien dalam ruang isolasi harus tetap di kamar dengan pintu tertutup,
kecuali dalam perjalanan pasien harus menggunakan masker bedah untuk
menutupi mulut dan hidung pasien. (5) anak-anak dan teman yang mengalami
imunosupresi tidak dianjurkan untuk mengunjungi pasien TB menular samapi
pasien TB dikeluarkan dari ruang isolasi atau diobati. (6) pengunjung dan pegawai

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
18

yang memasuki ruang isolasi harus mengenakan masker N95, dan (7) pasien yang
dicurigai TB yang berada dalam perawatan intensif harus diperlakukan sama
seperti pasien dalam perawatan non kritis yaitu ditempatkan dalam ruangan
bertekanan negative, dan filter khusus harus ditempatkan dalam sirkuit ekspirasi
dari ventilator mekanik (CDC, 2008).

Ruang isolasi bertekanan negative dirancang untuk mencegah penyebaran droplet


nuclei yang dikeluarkan oleh pasien TB. Tekanan negative menyebabkan udara
mengalir dari koridor ke dalam ruang isolasi. Udara dari ruang isolasi tidak dapat
keluar ketika pintu ditutup. Pintu dan jendela dari ruang isolasi harus tetap ditutup
untuk menjaga tekanan negative, dan tekanan harus diperiksa berkala untuk
memastikan bahwa ruang isolasi tetap negative. Udara dari ruang isolasi dapat
habis keluar dari ruangan dimana droplet nuclei akan terdilusi di udara luar, atau
udara dapat melewati filter partikulat udara berefisiensi tinggi (HEPA) yang akan
menghilangkan sebagian besar (99,97%) dari droplet nuclei sebelum
dikembalikan ke sirkulasi udara umum. Jika HEPA tidak digunakan maka udara
harus langsung habis langsung ke udara luar. Semua kamar isolasi harus dapat
melakukan minimal duabelas kali pertukaran udara tiap jamnya dengan mengatur
atau memodifikasi system ventialsi atau menggunakan HEPA filter atau
ultraviolet germicidal radiation (UVGI). Merupakan hal yang penting bahwa satu
ruangan memiliki kamar mandi pribadi dan diisi oleh satu pasien (CDC, 2008).

2.2 Teori Keperawatan Model Self Care Orem


Permulaan munculnya The Self-Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) terjadi
berdasarkan pengalaman yang dialami oleh Orem dalam dunia keperawatan
dimana adanya ketidakmampuan pasien untuk melakukan perawatan diri secara
berkelanjutan baik secara kualitas dan kuantitas yang disebabkan oleh kondisi
kesehatan pribadi (Tomey & Alligood, 2010).

Pengembangan awal The Self-Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) terjadi pada
tahun 1956, dengan fokus keperawatan yang berdasarkan kepada kebutuhan
manusia untuk tindakan perawatan diri, penyediaan dan pengelolaan yang

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
19

dilakukan secara terus-menerus untuk mempertahankan hidup dan kesehatan,


sembuh dari penyakit atau cedera, dan mengatasi efek dari sakit atau cedera.
Tujuan dari SCDNT ini adalah untuk mengatasi keterbatasan manusia (Alligood,
2010).

Tiga teori yang saling berhubungan yang mendasari terbentuknya model Self Care
Orem adalah the theory of self-care, the theory of self-care deficit, dan the theory
of nursing system (Tomey & Alligood, 2010).

Perawatan diri dalam the theory of self-care adalah fungsi regulasi manusia yang
menyatakan bahwa individu harus melakukan sendiri atau dibantu oleh orang lain
utnuk mempertahankan hidup, kesehatan, perkembangan dan kesejahteraan.
Perawatan diri adalah sistem tindakan. Elaborasi dari konsep perawatan diri
(concepts of self-care), kebutuhan perawatan diri (self-care demand), dan
kemampuan individu untuk melakukan tindakan tertentu (self-care agency),
memberikan dasar dalam memahami kebutuhan tindakan dan keterbatasan
seseorang sehingga individu tersebut akan mendapatkan manfaat dari tindakan
keperawatan yang diberikan. Perawatan diri individu harus dipelajari karena
berkaitan dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan, status kesehatan,
status tahapan perkembangan penyakit, tingkat pengeluaran energI dan faktor
lingkungan (Tomey & Alligood, 2010; Orem, Taylor & Renpenning, 2001).

The theory of self-care deficit menggambarkan dan menjelaskan tentang


bagaimana manusia dapat dibantu selama perawatan. Kebutuhan akan perawatan
seseorang dikaitkan dengan tingkat kematangan dari individu dengan hal yang
berhubungan dengan kesehatan atau keterbatasan yang berhubungan dengan
perawatan kesehatan. Keterbatasan ini yang membuat individu sepenuhnya atau
sebagian tidak mengetahui kebutuhan yang muncul dalam perawatan diri dan
ketergantungan individu tersebut Tomey & Alligood, 2010).

The theory of nursing system menggambarkan dan menjelaskan hubungan yang


perlu dilakukan dalam proses keperawatan (Tomey & alligood, 2010). Nursing

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
20

system adalah system tindakan yang dirancang dan dibentuk oleh perawat untuk
individu yang mengalami keterbatasan kesehatan dalam perawatan diri atau
perawatan yang bergantung pada orang lain. Tindakan keperawatan meliputi
konsep tindakan yang dibuat yang didalamnya termasuk diagnosis operations,
prescription operation dan regulatory operations (Alligood, 2010). Orem
mengidentifikasi tiga tipe sistem keperawatan diantaranya sistem kompensasi
menyeluruh (wholly compensatory system), sistem kompensasi sebagian (partly
compensatory system), dan sistem mendukung-mendidik (supportive-educative
system).

Wholly compensatory system merupakan system yang dibutuhkan ketika adanya


ketidakmampuan total dari pasien untuk menyelesaikan perawatan diri pasien,
ketidakmampuan pasien untuk terlibat dalam perawatan diri pasien dan kebutuhan
pasien untuk didukung dan dilindungi (Tomey & Alligood, 2010).

Partly compensatory system merupakan sistem dimana perawat dan pasien


bekerjasama dalam proses perawatan (Orem, Taylor, & Renpenning, 2001).
Tindakan perawat yang dilakukan adalah melakukan beberapa langkah perawatan
diri pasien, mengkompensasi keterbatasan perawatan diri pasien dan membantu
pasien sesuai kebutuhan. Tindakan pasien yang dilakukan pada system ini adalah
melakukan beberapa langkah perawatan diri, mengatur regulasi perawatan diri,
menerima perawatan dan bantuan dari perawat (Tomey & Alligood, 2010).

Supportive-educative system merupakan system dimana pasien mampu melakukan


perawatan diri namun tidak dapat melakukan perawatan diri tanpa dibantu. Pada
system ini pasien membutuhkan dukungan dalam mengambil keputusan,
mengontrol perilaku, kebutuhan akan pengetahuan dan kemampuan. Pasien dapat
melakukan langkah perawatan diri, namun perlu pengarahan dan bimbingan
(Orem, Taylor, & Renpenning, 2001).

Diagnostic operation merupakan fase pertama dimana dalam proses ini dimulai
dengan membangun hubungan perawat-klien dan bekerjasama untuk

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
21

mengidentifikasi dan mendiskusikan kebutuhan akan perawatan (self-care


demand). Faktor kondisi dasar (basic conditioning factors) dikaji dan
dipertimbangkan hubungannya, kebutuhan perawatan diri secara universal
(universal self-care requisite), kebutuhan perawatan diri sesuai dengan
perkembangan (developmental self-care requisite) dan kebutuhan perawatan diri
yang berhubungan dengan penyimpangan status kesehatan (health deviation self-
care requisite) dan tindakan yang terkait perawatan diri.

Faktor kondisi dasar yang dikaji yaitu usia, jenis kelamin, status perkembangan,
status kesehatan, pola kehidupan, sistem perawatan kesehatan, sistem keluarga,
sosiokultural, ketersediaan sumber dan lingkungan.

Kebutuhan perawatan diri secara universal yang dikaji adalah udara, cairan,
nutrisi, eliminasi, aktivitas/istirahat, interaksi social, pencegahan terhadap bahaya,
promosi kearah normal. Focus pengkajian pada udara, cairan dan nutrisi adalah
bagaimana pergerakan komponen udara, cairan dan nutrisi dari lingkungan ke
individu. Focus pengkajian eliminasi adalah bagaimana pergerakan komponen
eliminasi dari individu ke lingkungan. Focus pengkajian dari aktivitas/istirahat,
interaksi sosial adalah mengenai keseimbangan pembentukan dan pemeliharaan,
focus pengkajian dari pencegahan cedera adalah menghindari atau menghapus
aspek yang membuat cedera. Focus pengkajian promosi ke arah normal adalah
bagaimana individu hidup dengan norma-norma manusia dan potensi seorang
manusia (Orem, Taylor, & Renpenning, 2001).

Kebutuhan perawatan diri sesuai dengan perkembangan yang dikaji adalah


gangguan yang menyangkut siklus hidup seseorang yang berhubungan dengan
tahap perkembangan dan tahap kehidupan seseorang. Kebutuhan perawatan diri
yang berhubungan dengan penyimpangan status kesehatan ada pada seseorang
yang sakit/cedera yang memiliki kondisi patologis yang sedang dalam diagnosis
atau pengobatan. Pada aspek ini diperlukan tindakan untuk mengembalikan pasien
ke keadaan normal (Orem, Taylor, & Renpenning, 2001).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
22

Prescriptive operation merupakan fase untuk menentukan jenis metode bantuan


yang memungkinkan diberikan dengan mempertimbangkan faktor kondisi dasar
dan mengidentifikasi jenis bantuan yang tepat. Diskusi bersama pasien diperlukan
untuk menentukan tindakan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan akan
perawatan (Alligood, 2010). Metode yang dapat digunakan diantaranya
melakukan sesuatu untuk orang lain (acting for or doing for another),
membimbing dan mengarahkan (guiding and directing), memberikan edukasi
(teaching), menyediakan lingkungan untuk berkembang baik secara fisik maupun
psikososial (providing the developmental environment) (Orem, Taylor, &
Renpenning, 2001).

Regulatory operation merupakan tahapan untuk merencanakan asuhan


keperawatan berdasarkan fase prescriptive operation. Faktor yang dijadikan
sebagai pertimbangan untuk merencanakan asuhan keperawatan adalah faktor
kondisi dasar, status kesehatan dan perkembangan klien, waktu, intervensi dan
tingkat kerjasama (Alligood, 2010).

Control operation merupakan tahapan evaluasi. Efektivitas dari regulatory


operation dan hasil implementasi dinilai dan dievaluasi ketepatannya. Evaluasi
yang dilakukan berkaitan dengan fungsi, perubahan perkembangan dan
penyesuaian dari kemampuan perawatan diri (Alligood, 2010).

2.2.1 Penerapan Self Care Orem pada Asuhan Keperawatan Pasien Tuberkulosis
Proses keperawatan menurut Self-Care Orem terdiri dari 3 tahapan yaitu
pengkajian (faktor kondisi dasar, kebutuhan perawatan diri umum, kebutuhan
perawatan diri sesuai dengan perkembangan, kebutuhan perawatan diri yang
berhubungand engan penyimpangan status kesehatan), diagnosea keperawatan
(diagnostic operation) dan penentuan metode bantuan (prescriptive operation),
implementasi (regulatory operation) dan evaluasi (control operation).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
23

2.2.1.1 Pengkajian
Pengkajian menurut Orem terdiri dari 4 bagian yaitu:
a. Faktor Kondisi Dasar
Faktor yang dikaji diantaranya meliputi usia, jenis kelamin, status kesehatan,
status perkembangan, orientasi sosiokultural, system pelayanan kesehatan,
sistem keluarga, pola hidup, lingkungan dan sumber pendukung. Usia menurut
Orem merupakan salah satu indicator jenis dan jumlah bantuan yang pasien
butuhkan dari perawat. Pada usia dapat dinilai tingkat maturasi, pertumbuhan
fisik dan fungsi intelektual pasien. Usia juga mempengaruhi banyak faktor,
diantaranya relasi sosial antara perawat dan pasien, teknik dalam membantu
pasien, berkomunikasi dan bersosialisasi, usia juga mempengaruhi respon yang
tepat yang diberikan perawat kepada perilaku pasien, durasi kontak antara
perawat dan pasien, tanggungjawab perawat melindungi pasien sebagai
individu, hubungan perawat terhadap keluarga pasien, dan yang terakhir
mempengaruhi kesehatan dan kebutuhan perawatan diri pasien (Orem, Taylor,
Renpenning, 2001). Usia, jenis kelamin dan status perkembangan merupakan
suatu kondisi yang dapat dipergunakan untuk mencapai kebutuhan perawatan
diri umum dan yang sesuai dengan perkembangan. Status kesehatan dan
system perawatan kesehatan merupakan faktor dimana manusia akan tertuju
jika mengalami gangguan. Pola hidup yang dikaji meliputi kebiasaan merokok.
Orientasi social budaya meliputi kebiasaan yang menyangkut budaya seseorang
dalam kesehatan, sumber pendukung meliputi kemudahan pasien untuk
memenuhi kebutuhan perawatan dirinya.

b. Kebutuhan Perawatan Diri Umum


Faktor yang dikaji meliputi udara, cairan, nutrisi, eliminasi, aktivitas/istirahat,
interaksi social, pencegahan bahaya, dan promosi ke arah normal.

Pengkajian terkait kebutuhan oksigenasi meliputi adanya riwayat tuberculosis


atau terpapar/kontak dengan individu yang terinfeksi, adanya batuk persisten,
baik produktif maupun tidak produktif, dan napas pendek. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan penurunan suara napas baik secara bilateral maupun unilateral,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
24

adanya ronkhi pada apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek.
Adanya peningkatan frekuensi pernapasan yang berhubungan dengan penyakit
yang meluas atau fibrosis dari parenkim paru dan pleura, nyeri dada karena
batuk yang berulang, asimetris dada, pada saat perkusi didapatkan dullness dan
penurunan vocal fremitus yang bisa disebabkan oleh cairan pleura atau pleura
yang menebal. Karakteristik sputum yang didapatkan dapat berwarna hijau,
atau purulent, mukoid atau berwarna seperti darah.

Pengkajian terkait kebutuhan cairan meliputi keringat malam, turgor kulit


buruk, kering, atau kulit terkelupas.

Pengkajian terkait nutrisi meliputi penurunan nafsu makan, gangguan


pencernaan, penurunan berat badan, kehilangan massa otot dan lemak
subkutaneus.

Pengkajian terkait eliminasi meliputi pola berkemih dan defekasi. Pola


eliminasi berkemih diantaranya warna urine, jumlah urine, dan kesulitan
berkemih, sedangkan untuk pola defekasi meliputi frekuensi, warna,
konsistensi fekal serta kesulitan dalam defekasi. Memberikan perawatan tubuh
yang bersih pada permukaan tubuh, merawat lingkungan sanitasi.

Pengkajian terkait aktivitas/istirahat meliputi kelemahan, kelelahan, sesak


napas, kesulitan dalam tidur, dengan demam dimalam hari dan berkeringan,
mengalami mimpi buruk, takikardi, takipnea/dyspnea, penurunan massa otot,
nyeri, gelisah.

Pengkajian interaksi sosial meliputi merasa terisolasi dan ditolak karena


penyakitnya yang menular, adanya perubahan pola tanggung jawab karena
perubahan fisik dalam kapasitasnya menjalankan peran.

Pengkajian pencegahan cedera/bahaya meliputi kurang pengetahuan, tidak


adanya tidak adanya kekhawatiran yang masuk akal tentang cedera,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
25

kekhawatiran yang berlebihan tentang dan takut pada cedera, pada lingkungan
meliputi adanya kondisi acuh tak acuh terhadap pemenuhan tanggungjawab,
adanya paparan terhadap tindak kekerasan, keadaan tertinggal, overprotektif,
tidak menyampaikan informasi kepada anggota komunitas tentang bahaya dan
langkah-langkah untuk mencegah atau mengurangi bahaya penyakit.

Pengkajian promosi ke arah normal meliputi adanya pengetahuan diri yang


salah, aktivitas yang terbatas, cemas.takut/marah karena perubahan diri dan
gaya hidup, kurangnya kemampuan dalam mengatur dan merawat diri dan
memenuhi tanggungjawab peran, perasaan tidak puas terhadap kondisi
kehidupan.

c. Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Menurut Orem (1980) dalam buku Tomey & Alligood (2010) pengkajian
meliputi ketersediaan kondisi untuk berkembang, keterlibatan pasien dalam
pengembangan diri, dan adanya pencegah atau mengatasi dari kondisi yang
dapat mempengaruhi perkembangan. Pengkajian meliputi tahapan
perkembangan pasien dalam lingkungan. Pemeliharaan kebutuhan
perkembangan. Manajemen/pencegahan keadaan yang mengancam
perkembangan normal. Kondisi pasien yang mengalami gangguan pada
tahapan ini dapat berupa kurangnya pengetahuan, gangguan dalam adaptasi
social, kehilangan relasi, teman atau kerabat, kehilangan pekerjaan, kehilangan
barang milik atau kepunyaan, perubahaan tiba-tiba tempat tinggal ke
lingkungan yang tidak dikenal, kesehatan yang buruk, kondisi hidup yang
tertekan, penyakit terminal dan kematian yang akan datang (Orem, Taylor, &
Renpenning, 2001).

d. Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status


Kesehatan
Kepatuhan terhadap aturan pengobatan. Kewaspadaan terhadap masalah
potensial yang berhubungan dengan aturan. Modifikasi gambar diri untuk
memberikan perubahan status kesehatan. Menyesuaikan gaya hidup untuk

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
26

mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan medis. Kondisi pasien


pada tahap ini.

2.2.1.2 Diagnosa Keperawatan (Diagnostic operation)


Diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada pasien tuberculosis (Doenges,
Moorhouse, & Murr, 2010; Black & Hawks, 2014) yaitu:
a. Kebutuhan Perawatan Diri Umum: tidak efektif bersihan jalan napas, gangguan
pertukaran gas, nyeri, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,
gangguan pola tidur, adaptasi keluarga terganggu.
b. Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan: pemeliharaan
kesehatan tidak efektif, risiko infeksi (penyebaran/reaktivasi).
c. Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status
Kesehatan: Kurangnya pengetahuan tentang terapi, ketidakpatuhan, kurangnya
pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi penyakit, pengobatan,
pencegahan, perawatan diri dan persiapan pulang.

2.2.1.3 Metode Bantuan (Prescriptive Operation)


Metode bantuan yang diberikan ditentukan berdasarkan kemampuan pasien dalam
melakukan perawatan diri. Metode bantuan yang diberikan meliputi guiding and
directing, providing physical or psychological support, providing and maintaining
an environment that supports personal development, teaching (Tomey &
Alligood, 2010).

2.2.1.4 Implementasi (Regulatory operation)


Regulatory operation merupakan bentuk perencanaan asuhan keperawatan yang
ditentukan berdasarkan nursing system design dengan mempertimbangkan hasil
dari pengkajian, menyusun rencana intervensi dengan mengidentifikasi tingkat
kerjasama yang dibutuhkan dapat berupa wholly compensatory system, partly
compensatory system dan supportive-educative system. Intervensi yang diberikan
berdasarkan Nursing Intervention Classification/NIC (Bulechek, Butcher, &
Dochterman, 2013) pada diagnosa tidak efektif bersihan jalan napas, gangguan
pertukaran gas meliputi manajemen asam basa, stabilisasi dan insersi jalan napas,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
27

manajemen jalan napas, suction jalan napas, manajemen jalan napas buatan,
pencegahan aspirasi, fisioterapi dada, peningkatan batuk, pengelolaan medikasi,
terapi oksigen, positioning, monitoring respiratori, surveillance, monitoring tanda
vital, bedside laboratory testing, promosi exercise, intepretasi data laboratorium.
Intervensi keperawatan terkait diagnosa keperawatan nyeri adalah manajemen
nyeri. Intervensi keperawatan terkait diagnosa kebutuh nutrisi kurangdari
kebutuhan tubuh meliputi manajemen nutrisi, konseling nutrisi, monitoring
nutrisi, manajemen peningkatan berat badan. Intervensi keperawatan terkait
diagnose risiko penyebaran infeksi meliputi manajemen penyakit menular
(communicable disease). Intervensi keperawatan terkait diagnosa keperawatan
kurang pengetahuan meliputi edukasi individu/kelompok, edukasi mengenai diet,
medikasi, prosedur pengobatan.

2.2.1.5 Evaluasi (Control Operation)


Control operation merupakan evaluasi efektifitas dari rencana keperawatan yang
diberikan. Evaluasi dilakukan pada tahapan fungsi, perubahan perkembangan dan
peningkatan kemampuan perawatan diri (Alligood, 2010).

2.3 Keperawatan Berbasis Bukti: Oral Hygiene Dengan Menggunakan


Chlorhexidine 0,12% Pada Pasien Yang Terpasang Alat Ventilasi
Mekanik
Ventilator associated pneumonia (VAP) merupakan salah satu jenis pneumonia
nosokomial yang timbul lebih dari 48 – 72 jam setelah dilakukan intubasi
endotrakeal (American Toracic Society, 2005) dengan prevalensi sebesar 83%.
Selain itu, VAP merupakan tipe infeksi yang paling sering terjadi di ruang
intensive care unit (ICU) dengan prevalensi sebesar 32% (WHO, 2011).

World Health Organization (WHO) (2011) melaporkan bahwa insidensi VAP


akan meningkat di beberapa negara berkembang hingga 16 kali jika dibandingkan
dengan Jerman dan Amerika Serikat, dengan prevalensi kematian yang
disebabkan oleh VAP berkisar antara 7% - 30%, dan biaya yang dihabiskan pada
pasien dengan VAP sebanyak US $10.000 – 25.000 per kasus. Sedangkan,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
28

Soedarsono (2010) memperkirakan dari 1000 penderita yang dirawat di rumah


sakit, 5-10 diantaranya akan mengalami pneumonia nosokomial dan risiko untuk
terjadinya pneumonia nosokomial akan meningkat 6 – 20 kali pada pasien yang
terpasang ventilasi mekanik. Insidensi VAP di Amerika Serikat pada tahun 2012
menurut CDC (2015) berada pada range 0,0 – 4,4 per 1000 ventilator days,
sedangkan di RSUP Persahabatan pada tahun 2014 didapatkan data bahwa 31
pasien dari 1.664 pasien yang terpasang ETT mengalami VAP. Kemudian
dilakukan estimasi perhitungan VAP rate per 1000 ventilator days (Institute for
Healthcare Improvement, 2015) didapatkan hasil 6,2 per 1000 ventilator days.
Oleh karena insidensi yang besar dan risiko yang tinggi untuk terjadinya VAP
pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik ini maka diperlukan strategi
pencegahan untuk mengurangi kejadian VAP di rumah sakit khususnya ruang
ICU.

Salah satu manajemen VAP adalah melaksanakan tindakan preventif pada faktor
risiko yang dapat diubah yang didalamnya terdapat oral hygiene menggunakan
chlorhexidine Muscedere, Dodek, Keenan, Fowler, Cook, dan Heyland (2008).
Oral hygiene merupakan salah satu tindakan keperawatan yang berfungsi untuk
menjaga kenyamanan dari rongga mulut dan membantu dalam mengontrol plak
yang berkaitan dengan penyakit rongga mulut. Ketidakadekuatan oral hygiene
dapat menghasilkan plak pada rongga mulut, inflamasi, nyeri, dan infeksi (Perry,
Potter, & Elkin, 2012).

Kolonisasi bakteri dalam rongga orofaring dan rongga mulut dapat disebabkan
oleh beberapa hal yaitu adanya cedera mukosa (mukositis dan intubasi
endotrakeal), penyakit yang diderita pasien, oral hygiene yang buruk, gangguan
menelan, dan penurunan kemampuan mekanik dalam pembersihan dari ronga
mulut ke saluran orofaring (Greebeberg, 2004).

Teraspirasinya kolonisasi sekret dalam rongga oropharyngeal ke dalam saluran


pernapasan bagian bawah merupakan mekanisme yang paling penting dalam
perkembangan VAP. Aliran saliva merupakan faktor penting dalam menjaga

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
29

kesehatan mulut dengan fungsi saliva sebagai antimikroba, sebagai lubrikasi, dan
sebagai dapar.

Pada pasien yang terintubasi akan terjadi perubahan lingkungan mikro dari rongga
mulut, yaitu penurunan aliran saliva yang akan menyebabkan penurunan jumlah
saliva. Saliva sendiri mengandung protein antimikroba yang mencegah
pembentukan biofilm, selain itu fungsi saliva sebagai dapar yang berfungsi
mencegah efek merusak bakteri penghasil asam. Penurunan aliran saliva juga
menurunkan jumlah fibronektin (enzim proteolitik) yang fungsinya mengganggu
ikatan antara bakteri dengan sel epitel dalam rongga mulut. (Greebeberg, 2004).
Pada pasien yang terintubasi yang mendapatkan terapi seperti antihipertensi,
antikolinergik, antipsikotik dan diuretik dapat menyebabkan terjadinya xerostomia
(mulut kering yang disebabkan oleh berkurang atau tidak adanya air liur) dan
pengurangan faktor kekebalan liur (Labeau, Van de Vyver, Brusselaers,
Vogelaers, & Blot, 2011).

Berdasarkan hasil observasi selama penulis melaksanakan praktik residensi di


ruang ICU RSUP Persahabatan perawatan kebersihan mulut sudah dilakukan.
Perawatan kebersihan mulut yang sudah dilakukan menggunakan berbagai macam
larutan pembersih mulut contohnya seperti obat kumur listerine, obat kumur
pepsodent, dan ada juga yang hanya menggunakan larutan normal saline (NaCl
0,9%). Pada penerapannya obat kumur yang dipakai diencerkan tanpa ditakar
dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% dan water steril, frekuensi pemberian
perawatan kesehatan mulut dilakukan hanya pada pagi hari.

Penelitian – penelitian yang terkait dengan kebersihan mulut pada pasien yang
terpasang ventilator telah banyak dilakukan, berikut diantaranya pada studi untuk
membandingkan penggunaan Listerine, sodium bikarbonat dan steril water
sebagai larutan pembersih mulut yang dilakukan dengan frekuensi dua kali sehari
disertai seluruh grup menerima perlakuan menyikat gigi selama tiga kali sehari,
didapatkan hasil bahwa masing-masing larutan tersebut tidak lebih efektif
menurunkan kolonisasi plak pada gigi atau insidensi VAP (Berry, 2013).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
30

Kemudian penggunaan hydrogen peroksida kumur pada studi yang dilakukan oleh
Tombes & Galucci (1993) memberikan hasil ditemukan adanya kelainan mukosa
pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik, dan jika diencerkan dengan tidak
benar maka akan menyebabkan nyeri dan rasa terbakar pada mukosa oral. Lalu
penggunaan NaCl 0,9% sebagai pembersih mulut akan menyebabkan keringnya
mukosa mulut dan NaCl 0,9% tidak memiliki efek antimikroba, penggunaan air
steril belum dilakukan uji secara ketat. Pada studi systematic review dan meta
analisis menyikat gigi tidak memberikan hasil yang signifikan bagi penurunan
VAP, adanya risiko perdarahan mulut, sikat berpotensi sebagai sumber
kontaminasi, dan dapat menyebabkan risiko ETT terlepas, namun masih perlu
dibuktikan dengan penelitian skala besar dengan desain penelitian RCT yang baik
(Gu, Gong, Ni, & Liu, 2012).

Salah satu perawatan mulut yang dianjurkan pada pasien yang terpasang ventilasi
mekanik adalah dengan menggunakan chlorhexidine. Telah banyak penelitian
yang menggunakan chlorhexidine sebagai permbersih mulut pada pasien yang
terpasang ventilasi mekanik, salah satunya adanya penelitian yang dilakukan
Muscedere et al (2008) melaporkan dalam studinya bahwa penggunaan oral
antiseptic chlorhexidine dapat menurunkan kejadian VAP dan menguntungkan
dari segi keamanan, kelayakan dan pertimbangan biaya. Beberapa studi mengenai
penggunaan chlorhexidine sebagai oral antiseptik saat oral hygiene pada pasien
yang menggunakan ventilasi mekanik telah banyak dilakukan. Salah satunya pada
meta analisis yang dilakukan Hoshijima, Kuratani, Takeuchi, Shiga, Masaki, Doi,
& Matsumoto (2013) didapatkan hasil bahwa dekontaminasi oral dengan
menggunakan chlorhexidine secara signifikan mengurangi insidensi VAP, begitu
pula dengan systematic review yang dilakukan oleh El-Rabbany, Zaghlol,
Bhandari, & Azarpazhooh (2015) didapatkan hasil bahwa kebersihan mulut yang
baik disarankan untuk dikaitkan untuk menurunkan hospital acquired pneumonia
(HAP) dan VAP, dan chlorhexidine efektif menurunkan risiko HAP dan VAP.

Dari hasil penelusuran jurnal terkait penggunaan chlorhexidine sebagai pembersih


mulut, penulis mendapatkan berbagai macam konsentrasi chlorhexidine yang

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
31

digunakan untuk mencegah VAP. Konsentrasi chlorhexidine yang sering


digunakan sebagai pembersih mulut adalah chlorhexidine 0,12%, 0,2% dan 2%.
Namun berdasarkan hasil meta analisis yang dilakukan oleh Gnatta, Silveira,
Lacerda & Padoveze (2013) didapatkan hasil bahwa chlorhexidine 0,12%
merupakan faktor protektif untuk mencegah VAP dengan RR = 0,675,
chlorhexidine 0,2% tidak memberikan hasil sebagai faktor protektif, dan
chlorhexidine 2% memberikan hasil yang signifikan dengan RR = 0,53.

Berdasarkan hasil tersebut setelah dilakukan pertimbangan bahwa efek samping


yang dihasilkan oleh chlorhexidine 2% lebih besar dibandingkan dengan
chlorhexidine 0,12% dan risk reduction chlorhexidine 0,12% lebih besar
dibandingkan chlorhexidine 2%, sehingga terbukti bahwa oral hygiene dengan
menggunakan chlorhexidine 0,12% dapat menurunkan kejadian VAP. Oleh sebab
itu penulis tertarik untuk menerapkan praktik keperawatan berbasis bukti tentang
“Oral hygiene: Chlorhexidine 0,12% untuk mencegah VAP pada pasien yang
terpasang ventilasi mekanik”. Tujuan khusus dari praktik keperawatan berbasis
bukti ini adalah melakukan studi literature untuk mendapatkan gambaran
intervensi keperawatan yang bertujuan untuk mencegah VAP berupa tindakan
perawatan kebersihan mulut dengan menggunakan chlorhexidine 0,12% pada
pasien yang terpasang ventilasi mekanik, melaksanakan praktik keperawatan
berbasis bukti, dan mengevaluasi keefektifan pengunaan chlorhexidine 0,12%
pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik.

Literatur review dilakukan pada artikel yang ditulis oleh Gnatta, da Silveira,
Lacerda, & Padoveze (2013) dengan judul “Evidence on the best chlorhexidine
concentration to perform oral hygiene: meta-analysis”. Gnatta et al mengadakan
penelitian untuk mengetahui nilai konsentrasi chlorhexidine yang terbaik
digunakan untuk kebersihan mulut yang berfungsi sebagai pencegahan terjadinya
VAP. Tinjauan sistematis yang terdiri dari empat meta analisis dengan
menggunakan konsentrasi chlorhexidine sebagai kriteria. Seleksi studi dalam
penelitian ini dilakukan oleh dua orang peneliti professional yang menggunakan
strategi yang sama untuk memastikan keakuratan dari penelitian dengan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
32

menggunakan The Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-
analysis (PRISMA statement) yang terdiri dari 27 checklist pertanyaan.

Penelitian ini terdiri dari sepuluh studi yang dibagi dalam empat kelompok
berdasarkan kriteria konsentrasi chlorhexidine. Kelompok G1 (5 studi yanag
menggunakan chlorhexidine 0,12%), G2 (3 studi yang menggunakan
chlorhexidine 0,12%), G3 (2 studi yang menggunakan chlorhexidine 2%), dan G4
(10 studi dengan kosentrasi chlorhexidine yang berbeda-beda). Penelitian ini
terdiri dari 2.471 pasien, 1.237 sebagai kelompok intervensi yang menerima
perwatan mulut dengan menggunakan chlorhexidine dan 1.234 sebagai kelompok
kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan chlorhexidine
0,12% menunjukkan sebagai faktor protektif untuk mencegah perkembangan VAP
dengan Q Cochrane heterogeneity p = 0,67 dengan RR = 0,675; p = 0,039.

Hasil analisa sebelum dilakukan praktik keperawatan berbasis bukti adalah


dengan melakukan analisa PICO (Problem, Intervention, Comparation, dan
Output). Berikut merupakan analisa PICO yang diterapkan:

2.3.1 Problem (P)


Permasalahan pada pasien ICU RSUP Persahabatan Jakarta adalah risiko
pneumonia pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik. VAP merupakan
infeksi nosokomial yang paling sering berhubungan dengan penggunaan alat
bantu pernapasan yang digunakan dalam perawatan kritis (Jansson, Kaariainen, &
Kyngas, 2013). Kolonisasi orofaringeal telah diidentifikasi sebagai salah satu
faktor yang berkontribusi terhadap kejadian VAP di unit perawatan intensif
(Berry, Davidson, Nicholson, Pasqualotto, & Rolls, 2011). Faktor yang
menyebabkan risiko terjadinya kolonisasi pada rongga mulut dan saluran
orofaring adalah buruknya oral hygiene, gangguan menelan, penurunan jumlah
aliran saliva, dan penyakit penyerta (Greebeberg, 2004). Kebersihan rongga
mulut menjadi salah satu tindakan dalam pencegahan VAP. Intervensi untuk
membersihkan rongga mulut telah rutin dilakukan pada pasien yang terpasang

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
33

ventilasi mekanik namun dengan menggunakan berbagai macam larutan


pembersih mulut.

2.3.2 Intervensi (I)


Intervensi dalam penelitian ini adalah melakukan perawatan kebersihan mulut
dengan menggunakan chlorhexidine 0,12% pada pasien yang terpasang alat
ventilasi mekanik. Oral hygiene merupakan salah satu tindakan keperawatan
untuk memberikan kenyamanan dan integritas mukosa mulut, dan dapat
membantu dalam mengontrol plak pada rongga mulut yang pada akhirnya dapat
menyebabkan infeksi.

2.3.3 Comparation (C)


Pada penerapan praktik keperawatan berbasis bukti ini tidak dilakukan
perbandingan, hanya dilakukan observasi secara berkelanjutan pada pasien yang
baru diintubasi yang ada di ICU RSUP Persahabatan Jakarta. Pada saat
pelaksanaan pasien baru yang masuk unit perawatan intensif terlebih dahulu
dilakukan penilaian pada foto rontgen untuk melihat infiltrat pada paru,
pengukuran suhu tubuh, penilaian terhadap adanya secret yang purulent atau
tidak, dan pencatatan nilai laboratorium darah khususnya nilai leukosit terakhir,
kemudian pasien diberikan perawatan kebersihan mulut selama menjalani
perawatan di unit ruang intensif, dan dilakukan penilaian terhadap rontgen paru,
suhu tubuh, secret yang purulent atau tidak, dan nilai leukosit darah.

2.3.4 Output (O)


Oral hygiene dengan menggunakan chlorhexidine 0,12% dapat mencegah
terjadinya VAP pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik, dengan
menggunakan CPIS (Clinically Pulmonary Infection Score) yang terdiri dari
berbagai indicator yang diukur yaitu suhu tubuh, nilai leukosit darah, secret
trakea, oksigenasi PaO2/FiO2, dan radiologi paru, jika Jika CPIS > 6 maka
dilakukan kultur dari aspirasi trakea untuk menentukan diagnosis VAP

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
34

2.4 Inovasi Modifikasi WSD 1 Botol


Perawat sebagai salah satu sumber daya tenaga kesehatan di rumah sakit,
memiliki kewajiban dalam menjamin dan meningkatkan keselamatan pasien. Oleh
karena itu, residen dan kelompok berupaya untuk melakukan modifikasi terhadap
botol WSD yang ada saat ini. Modifikasi WSD tersebut berfokus pada dua isu
penting keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient
safety) dan keselamatan pekerja atau petugas kesehatan.

2.4.1 Keselamatan Pasien (Patient Safety)


Patient safety merupakan komponen penting yang menjadi dasar dalam setiap
pelayanan di rumah sakit. Patient safety menurut WHO merupakan prioritas
utama yang harus dilaksanakan oleh setiap petugas pelayanan kesehatan di rumah
sakit. Peningkatan mutu patient safety dilakukan seiring dengan adanya berbagai
perkembangan kondisi di rumah sakit. Berbagai macam prosedur yang kompleks,
sejumlah tes, pengobatan atau prosedur pada pasien dapat meningkatkan resiko
terjadinya kejadian yang tidak diharapkan (KTD) (Kemenkes, 2006). Kecelakaan
akibat kelalaian di rumah sakit memiliki angka kejadian yang lebih tinggi
dibandingkan angka kejadian kecelakaan lalu lintas (Healy dan Dugdale, 2006).
Oleh karena itu, setiap profesional yang ada di rumah sakit harus memiliki
kewaspadaan terhadap patient safety dalam memberikan pelayanan kepada pasien
sehingga dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan di rumah
sakit.

Kemenkes (2006) menuliskan bahwa patient safety (keselamatan pasien) adalah


suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Patient
safety meliputi bagian pengkajian resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Patient safety merupakan suatu sistem yang
dapat dikembangkan sebagai suatu upaya untuk melindungi pasien dan
mengurangi risiko KTD.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
35

Langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh rumah sakit dalam mewujudkan


patient safety mengikuti Panduan Kemenkes untuk menuju keselamatan
diantaranya sebagai berikut: (1) membangun kesadaran akan nilai keselamatan
pasien sebagai suatu hak pasien, (2) memberikan pendidikan kepada pasien dan
keluarga, (3) keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan, (4) penggunaan
metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien, (5) peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien, (6) mendidik staf tentang keselamatan pasien, (7) komunikasi
merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Dalam standar keselamatan pasien (patient safety) pada poin 4 disampaikan


bahwa salah satu langkah strategi penggunaan metode-metode peningkatan
kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
dalam uraian poin ini disampaikan bahwa setiap rumah sakit harus melakukan
proses perancangan (design) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan
rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini,
praktik bisnis yang sehat dan faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
dengan tujuh langkah menuju keselamatan pasien di rumah sakit (Kemenkes,
2006).

2.4.2 Water Seal Drainage (WSD)


Water seal drainage (WSD) merupakan suatu alat drain invasive yang
menghubungkan rongga pleura dengan chamber diluar rongga thorak (Black &
Hawk, 2013). Chest tube merupakan sebuah metode untuk memasukan selang ke
dalam rongga pleura untuk mengeluarkan udara, cairan, darah, atau nanah.Hal ini
juga membantu dalam mempertahankan tekanan negatif intrapleural dan ekspansi
paru (Chawla, Jain, Kansal, 2012). Chest tube adalah nama lain dari torakostomi
atau WSD yang memiliki pengertian yaitu selang yang dimasukkan ke dalam
rongga pleura dengan tujuan untuk mengeluarkan cairan dan udara (Soehardiman,
2010). Tekanan negative dalam paru dipertahankan dengan menggunakan WSD,
yang berfungsi untuk mengeluarkan udara atau cairan yang terperangkap dalam
rongga pleura.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
36

Indikasi pemasangan WSD dibagi dua kondisi yaitu kondisi tidak emergensi dan
kondisi emergensi (De Hert dan Keijzer, 2012): (1) Kondisi tidak emergensi biasa
dilakukan pada pasien dengan efusi pleura berulang (maligna dan non maligna),
pengobatan dengan agen sclerosis (pleurodesis), empyema, chylothorax, dan post
operasi (setelah torakotomi atau sternotomi). (2) Kondisi emergensi biasa
dilakukan pada kasus pneumothorak (tension penumothorak, pneumotorak pasien
yang terpasang ventilasi mekanik) pada psien yang terpasang ventilasi mekanik
maka tekanan positif akan memaksa udara masuk ke dalam rongga pelura
sehingga menyebab tension pneumotorak (Ciacca, Neal, Highcook, Bruce,
Snowden, & O’Donnell, 2009) hemopneumotorak, rupture esophagus dengan
kebocoran gaster ke rongga pleura. Pada pneumotorak yang didasari karena
adanya penyakit atau trauma maka membutuhkan drainase dada.

Wuryantoro, Nugroho, & Saumar (2012) menuliskan empat prinsip yang terdapat
pada WSD yaitu gravitasi, tekanan negatif, suction, dan water sealed. Pada
prinsip gravitasi maka udara dan cairan mengalir dari tekanan yang lebih tinggi ke
tekanan yang lebih rendah. Sedangkan untuk prinsip tekanan negatif, udara atau
cairan dalam rongga pleura akan menghasilkan tekanan positif (763 mmHg atau
lebih), udara dan cairan water sealed pada selang dada menghasilkan tekanan
positif yang kecil (761 mmHg). Prinsip yang ketiga adalah suction, suction
merupakan kekuatan tarikan yang diberikan lebih kecil dari tekanan atmosfir
(760mmHg) sehingga udara atau cairan berpindah dari tekanan yang lebih tinggi
ke tekanan yang lebih rendah, dan prinsip yang terakhir adalah water sealed.
Tujuan utama dari water sealed adalah membiarkan udara keluar dari rongga
pleura dan mencegah udara dari atmosfer masuk ke rongga pleura. Botol diisi
dengan cairan steril yang di dalamnya terdapat selang yang ujungnya terendam
sekurang-kurangnya 2 cm dibawah permukaan air untuk mencegah hubungan
langsung antara rongga pleura dengan udara luar, sehingga memberikan batasan
antara tekanan atmosfer dengan subatmosfer (normal 754 – 758 mmHg).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
37

Inovasi WSD 1 botol dilakukan dengan memodifikasi botol WSD konvensional


yang sebelumnya sudah biasa digunakan pada pasien-pasien yang diharuskan
menggunakan WSD. Modifikasi dilakukan dengan memasang tutup botol WSD
yang terbuat dari bahan kayu besi, dan memasang pipa yang berbahan stainless
steel tipe 304 sebagai pipa panjang yang akan menghubungan selang dengan
trochar yang telah terpasang pada dinding dada pasien, dan pipa pendek yang
dipasang sebagai saluran untuk mengeluarkan udara dalam WSD 1 botol.

Kelebihan dari modifikasi WSD ini yaitu pembuatannya menggunakan bahan-


bahan yang berkualitas, seperti stainless steel 30. Stainless steel 304 adalah
resistensi terhadap korosi, oksidasi, tahan panas, mudah dibentuk, mudah untuk
dilakukan peng-lasan. Baja tipe 304 merupakan jenis baja yang menunjukkan
ketahanan yang sangat baik di berbagai jenis lapisan udara di atmosfer. Baja 304
memiliki ketahanan suhu sampai 899oC dalam pemanasan (AK Steel Corporation,
2007).

Bahan lain dalam modifikasi WSD 1 botol ini adalah tutup botol yang terbuat dari
kayu. Dipilihnya kayu sebagai tutup botol WSD adalah karena kayu merupakan
isolator panas yang baik, berbeda halnya jika menggunakan tutup botol yang
berbahan karet. Karena sifat karet akan memuai saat mengalami pemanasan pada
proses sterilisasi. Kayu yang digunakan sebagai tutup WSD 1 botol ini telah
melalui berbagai pertimbangan dan diskusi yang telah dilakukan oleh residen dan
pengrajin kayu. Dalam pertimbangannya didapatkan 3 jenis kayu yang
dipertimbangkan untuk dapat digunakan sebagai tutup botol WSD. Kayu tersebut
adalah kayu besi, kayu jati dan kayu keruing. Kayu jenis pertama dalah kayu besi.
Kayu besi biasanya dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, seperti konstruksi
rumah, jembatan, tiang listrik dan perkapalan. Kayu besi tahan terhadap
perubahan suhu, kelembaban dan pengaruh air laut sehingga sifat kayunya sangat
berat dan keras, namun pengrajin kayu mengatakan tidak mampu untuk
membentuk kayu besi sebagai tutup botol WSD karena kayu besi sulit untuk
dibentuk sesuai dengan model tutup WSD yang diinginkan. Kayu jenis kedua

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
38

adalah kayu jati, kayu jati mempunyai tingkat pemakaian yang cukup tinggi,
dengan tingkat keawetan I, dan tingkat kekuatan II. Kayu jati ini sangat tahan
terhadap rayap. Kayu jenis ketiga adalah kayu keruing (Dipterocarpus spp.), kayu
ini berwarna coklat kekuningan sampai coklat kemerahan. Kayu jenis ini memiliki
berat jenis (BJ) dari ringan sampai berat BJ 0,51 – 1,01. Kayu keruing termasuk
kuat (kelas kuat I-II) dan cukup awet (kelas awet III). Setelah diawetkan keruing
tahan hingga 20 tahun dalam penggunaan (Wikipedia, 2015). Dari ketiga kayu
tersebut residen dan kelompok memilih kayu jati sebagai penutup botol WSD
modifikasi, karena merupakan jenis kayu yang awet dan kuat.

Selain modifikasi WSD 1 botol, residen dan kelompok juga merancang dan
membuat “hanger WSD”. Adapun bentuk modifikasi yang dilakukan berupa
“Hanger WSD” yang akan ditempatkan di tempat tidur dengan cara digantung,
yang diyakini mampu memberikan stabilisasi lebih kuat dan aman dibandingkan
dengan cara penempatan WSD yang sudah ada saat ini. Bentuk modifikasi yang
lain adalah “penutup lubang botol WSD dengan kayu”, yang diyakini lebih kuat,
indah dan mampu mencegah trannmisi kuman dari lingkungan luar, dan
modifikasi pipa yang terbuat dari bahan stainless yang ditempatkan berada pada
botol WSD sebagai tempat pengganti bermuaranya ujung selang WSD yang
diyakini dapat menjaga ujung pipa tidak keluar dari batas water level.

2.4.3 Peran Perawat


Kondisi pasien dengan pemasangan WSD mempengaruhi kondisi fisiologis
maupun psikologis pasien sehingga diperlukan asuhan keperawatan yang tepat
untuk meningkatkan kesejahteraan pasien selama dalam perawatan WSD.
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien yang terpasang WSD
diantaranya adalah: (1) Nyeri; (2) Gangguan integritas kulit; (3) Risiko
penyebaran infeksi; (4) Risiko cedera. Salah satu intervensi yang terdapat pada
diagnosa risiko cedera adalah menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman,
oleh karena pertimbangan hal tersebut maka diperlukan asuhan manajemen
perawatan WSD yang aman dan nyaman bagi pasien yang terpasang WSD.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
39

Perawatan WSD merupakan tindakan merawat luka dan selang WSD, untuk
mencegah komplikasi dari peasangan WSD dengan menjaga alat tetap bersih dan
dapat berfungsi baik, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi,
memberikan rasa nyaman pada pasien, dan mencegah komplikasi akibat dari
pemasangan WSD (Standar Prosedur Operasional RSUP Persahabatan, 2011).
RSUP Persahabatan telah memiliki standar prosedur operasional untuk
pemasangan dan perawatan WSD, berikut prosedurnya:
a. Setiap pasien yang dipasang WSD harus dilakukan perawatan WSD.
b. Tindakan dilakukan oleh perawat yang terlatih.
c. Pasien diberitahu tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilakukan.
d. Posisikan pasien sesuai kebutuhan.
e. Perawat mencuci tangan.
f. Pakai sarung tangan.
g. Buka plaster dengan kapas bensin mulai dari tengah (fiksasi) lalu yang atas dan
trakhir bagian bawah, kemudian bersihkan.
h. Bersihkan bekas plester dengan wash bensin.
i. Bersihkan luka sekitar chest tube dengan kapas bethadine, memutar dari arah
dalam keluar, bersihkan chest tube dari arah dalam ke luar, ulangi 2 – 3 kali,
observasi kedudukan chest tube dan kepatenan fiksasi.
j. Siapkan kassa steril 3 lembar, belah ditengah 3 – 4 cm. Tutupkan kassa pada
luka dengan posisi belahan menghadap keatas, lalu di plester mulai dari atas,
bawah dan bagian tengah (fiksasi) yang terakhir.
k. Pasang klem pada chest tube.
l. Buka plester pada sambungan, ganti konektor.
m. Ganti botol lama dengan botol baru yang berisi 200ml NaCl/aquabidest +
bethadine 10 cc.
n. Sambungkan selang yang baru pada konektor dan chest tube.
o. Pastikan sambungan sudah rapat.
p. Buka klem, perhatikan apakah ada undulasi, atau anjurkan pasien untuk batuk
merupakan salah satu cara untuk memastikan undulasi.
q. Catat jumlah, karakteristik cairan yang keluar dan keadaan sayatan luka insersi
WSD.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
40

r. Rapikan pakaian pasien.


s. Alat-alat bekas tindakan dikontaminasi dan dirapikan.
t. Perawat melepas sarung tangan dan mencuci tangan.

Selain standar prosedur operasional diatas, berikut Pedoman Klinis Manajemen


Perawatan Pasien yang Terpasang WSD dari mulai pasien disiapkan untuk insersi
sampai dengan dilepasnya WSD, yang berasal dari Nottingham University
Hospitals NHS Trust (Aston & Scothern, 2012):
2.4.3.1 Persiapan Alat
a. Pastikan informed consent telah diperoleh dari pasien. Rasional: Untuk
meyakinkan bahwa pasien mendapatkan informasi seluruhnya mengenai
prosedur dan potensial risiko yang berkaitan dengan prosedur.
b. Persiapkan system drainase dan penggunaan tubing dengan teknik aseptik.
Rasional: Untuk meminimalisir risiko infeksi.
c. Isi botol drainase dengan steril water, pastikan akhir dari pipa 2cm dibawah
permukaan air. Rasional: Untuk memastikan bahwa udara tidak dapat
memasuki kembali rongga pleura.
d. Jika diperlukan letakkan system pada dudukan. Rasional: Untuk
meminimalkan risiko botol jatuh, pecah, dan jungkir balik.
e. Pastikan kemudahan akses untuk menggunakan oksigen. Rasional: Dibutuhkan
pada keadaan emergensi.
f. Observasi dan catat denyut nadi, frekuensi pernapasan, tekanan darah, saturasi
oksigen dan early warning scores (EWS). Rasional: Untuk membandingkan
dengan saat setelah tindakan dilakukan.

2.4.3.2 Insersi Chest drain


a. Kolaborasi dengan dokter mengenai siapa yang akan melakukan tindakan
insersi drain, posisikan pasien duduk, membungkuk di atas tempat tidur atau
berbaring pada bagian yang tidak akan dilakukan tindakan berdasarkan kondisi
umum pasien.
b. Dampingi dokter yang akan: membersihkan kulit dan biarkan mengering.
Rasional: untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
41

c. Dampingi dokter yang akan memberikan anestesi local pada tempat insersi
yang dipilih, dan biarkan obat mengalami infiltasi ke dalam jaringan. Pastikan
kefektifan sebelum tindakan insersi dilakukan. Rasional: Untuk meminimalkan
nyeri selama prosedur.
d. Dampingi dokter yang akan memasukan chest drain dan gunakan jahitan.
Rasional: untuk mencegah drain terlepas dan menjaga sistem seal.
e. Pastikan system drainage saling terhubung dan aman. Jika sesuai dapat
menggunakan plester dengan posisi longitudinal. Rasional: plester yang
digunakan secara longitudinal dapat memudahkan secara visual untuk
mengkaji koneksi dari system drainase. Beberapa penelitian menggunakan
plester untuk mengurangi risiko lepasnya system drainase dan mencegah
kebocoran udara.

2.4.3.3 Manajemen Perawatan Luka Insersi


a. Lakukan perwatan luka steril disekitar chest drain dan gunakan plester yang
hipoalergenik jika diperlukan. Rasional: untuk menyerap jika ada eksudat dan
memberikan pasien kenyamanan.
b. Ganti balutan luka sesuai kebutuhan, misalnya jika luka menjadi lembab
disertai eksudat, lakukan pemeriksaan swab jika terindikasi secara klinis.
Rasional: untuk memastikan pasien merasa nyaman dan mendeteksi tanda-
tanda infeksi.
c. Observasi area disekitar insersi jika terdapat tanda-tanda dari infiltrasi udara
misalnya bengkak atau krepitasi saat palpasi. Rasional: emfisema subkutaneus
mungkin terjadi dan dapat menyebar ke leher dan wajah, dan dapat
membahayakan kepatenan jalan napas dan menyebabkan distress saluran
pernapasan.

2.4.3.4 Manajemen Pasien Selama Proses Insersi


a. Kaji dan catat denyut nadi, frekuensi pernapasan, tekanan darah, saturasi
oksigen, dan EWS. Frekuensi observasi harus ditentukan berdasarkan kondisi
klinis pasien. Rasional: untuk memberikan perbandingan dengan hasil
observasi di awal. Untuk melihat frekuensi pernapasan, kedalaman dan ritme

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
42

dan warna kulit pasien yangmerupakan hal penting dalam mengkaji efktifitas
dari tindakan drainase dada dan untuk mendeteksi awal kemungkinan terjainya
komplikasi.
b. Kaji kepatenan drainase dada dengan mencatat fluktuasi dari cairan pada
selang WSD dan atau adanya gelembung selama inspirasi normal dan napas
dalam. Rasional: Fluktuasi cairan mengindikasikan selang pada posisi yang
benar. Gelembung mengindikasikan kebocoran udara yang berkelanjutan.
c. Kaji kepatenan drainase dada dengan meminta pasien untuk batuk ketika
dilakukan observasi dari cairan dalam botol atau perubahan dari selang
drainase. Rasional: Fluktuasi cairan dalam botol saat batuk mengindikasikan
selang dalam posisi yang benar.
d. Foto Thorak sebaiknya dilakukan segera setelah dilakukan insersi chest drain.
Rasional: Untuk melihat posisi dari selang drainase.
e. Berikan analgetik selama proses insersi drain jika diperlukan. Rasional:
Analgetik diperlukan karena kemungkinan ada rasa ketidaknyamanan karena
adanya drain. Ketidaknyamanan dan nyeri juga berpengaruh terhadap
keadekuatan ventilasi paru dan mobilisasi pasien.
f. Anjurkan pasien untuk mobilisasi sesuai dengan kondisi pasien dengan
mengingatkan pasien untuk menjaga posisi botol tetap berada dibawah tempat
insersi. Rasional: Untuk memfasilitasi drainase yang optimal dari rongga
pleura dan meningkatkan ventilasi paru dan pertukaran gas. Pasien tidak akan
mobilisasi jika mereka merasakan nyeri.

2.4.3.5 Manajemen Perawatan dari Sistem Drainase


a. Sistem drainase dada harus dijaga posisinya untuk tetap dibawah tempat
insersi. Rasional: Untuk mencegah aliran balik cairan kedalam rongga pleura
dan membantu drainase yang sesuai dengan gravitasi.
b. Jangan klem drain dada, kecuali ada permintaan khusus dari dokter. Dokter
harus mendokumentasikan durasi drain di klem. Jika pasien tiba-tiba
mengalami napas pendek maka klem harus dibuka segera dan informasikan
kepada dokter. Sebagai catatan ketika dilakukan klem, harus dilakukan
pemantauan terhadap distress pernapasan. Jika terdapat gelembung pada chest

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
43

drain tidak boleh diklem. Rasional: Sebelum dilakukan pecabutan chest drain
proses klem kadang dilakukan, fungsinya dalah untuk mengkaji apakah pasien
akan toleransi dan untuk memastikan bahwa paru-paru sudah mengembang.
Gelembung mengindikasikan adanya kebocoran udara secara aktif dari rongga
pleura, klem dapat menyebabkan tension pneumothorak.
c. Secara rutin kaji patensi dari sistem drainase. Rasional: Untuk memastikan
bahwa drainase dari rongga pleura terjaga. Jika fluktuasi dan gelembung
berhenti maka paru-paru sudah mengembang penuh, sistem drainase
mengalami obstruksi atau kebocoran udara sudah berhenti.
d. Pastikan selang tidak terlipat. Tidak ada selang tergantung dan semua selang
terhubung. Selang tidak boleh menggantung sampai dibawah batas cairan yang
ada dalam botol. Rasional: selang yang menggantung memberikan dampak
negatif terhadap drainase cairan dan udara dari rongga pleura.
e. Jika kepatenan posisi drain terjaga maka fluktuasi cairan akan bergerak sesuai
dengan respirasi. Jika tidak bergerak maka ada beberapa kondisi yang harus
dikaji seperti:
- Selang drainase terlipat atau ada bekuan darah. Jika ada reposisikan pasien
dan dorong untuk untuk melkaukan tarik napas dalam, kemudian kaji
kembali fluktuasi dari cairan.Rasional: tension pneumtorak mungkin terjadi
ketika kondisi nyawa terancam. Perubahan tekanan yang cepat pada dada
dapat menyebabkan pergeseran mediastinal yang dapat mengganggu aliran
balik vena (venous return) ke jantung yang akan mempengaruhi fungsi
jantung.
- Kaji dan catat frekuensi pernapasan, kedalaman dan volume, denyut nadi,
tekanan darah dan tanyakan apakah adanya nyeri dada, kolaborasikan
dengan dokter. Rasional: Distres cardio-respiratory mungkin diindikasikan
dengan tekanan darah rendah, peningkatan denyut nadi dan penurunan
saturasi oksigen, peningkatan central venous pressure (CVP), distensi vena
leher, peningkatan sesak dan nyeri dada.
- Kaji secara rutin selang untuk melihat kebocoran udara. Rasional: Untuk
menjaga system drainase berfungsi dengan baik.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
44

f. Identifikasi dan catat jumlah dan warna dari cairan minimal setiap hari namun
dapat lebih sering jika adanya permintaan khusus dari staf medis atau standar
rumah sakit. Rasional: Untuk memantau jumlah dan tipe drainase.
g. Pada efusi pleura yang massif harus dilakukan drainase dada secara terkontrol,
untuk mengurangi risiko reekspansi edema paru, monitor EWS sebagai indikasi
klinis. Berdasarkan hasil penelitian maksimal cairan yang dikeluarkan 1500ml
pada jam pertama dan 1500ml setelah selang waktu dua jam.
h. Hentikan drainase jika pasine mengalami ketidaknyamanan pada dada, batuk
persisten atau timbul gejala vasovagal. Rasional: Tanda-tanda dari reekspansi
edema paru.
i. Ketika drainage kurang dari 200ml perhari, foto torak mungkin dapat
dilakukan. Jika cairan pleura masih tampak pada foto torak maka dokter akan
meinta untuk dilakukan suction. Rasional: Untuk mengkaji inflasi paru dan
membantu mengeluarkan udara/cairan dari rongga pleura.
j. Ketika mobilisasi pastikan sistem drainase berada dibawah pinggang. Rasional:
Untuk mencegah aliran balik cairan ke dalam rongga pleura.
k. Pada keadaan emergensi seperti botol drainase pecah, selang drainase terlepas,
berikan tindakan sistem steril segera. Rasional: Untuk mencegah infeksi dan
menjaga sistem drainase.
l. Jika selang secara tidak sengaja tercabut segera minta bantuan kepada tenaga
medis lain. Dan segera tutup tempat insersi dengan balutan, observasi dan
catat. Jika kebocoran udara terjadi lakukan balutan dengan plester tiga sisi.
Rasional: Untuk mencegah udara memasuki lumen drain yang menyebabkan
tension pneumotorak.
m. Pada pasien trauma dengan hemotorak akan memerlukan drainase dengan
pengukuran tiap jam atau sesuai instruksi medis. Informasikan tenaga medis
jika drainase darah melebihi parameter yang telah disepakati. Pastikan
parameter didokumentasikan oleh tenaga medis.

2.4.3.6 Mengganti Botol WSD


a. Botol harus diganti jika cairan sudah mencapai 500ml dan selang harus diganti
setelah 7 hari. Rasional: botol yang penuh akan meningkatkan tekanan dalam

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
45

system drainase yang akan menyebabkan drainase menjadi kurang efektif dan
untuk meminimalkan risiko infeksi.
b. Isi botol drainase baru sebanyak 200ml dan pastikan ujung selang berada 2cm
dibawah permukaaan air. Rasional: Untuk memastikan udara tidak kembali
masuk kedalam rongga pleura.
c. Klem selang dan lepaskan selang dari botol lama. Rasional: Untuk mencegah
udara tau cairan memasuki rongga pleura.
d. Masukan selang ke dalam botol baru, pastikan ujung selang berada 2 cm
dibawah permukaan air. Rasional: Untuk mencegah cairan masuk kembali ke
dalam rongga pleura.
e. Lepaskan klem dan pastikan kepatenan drainase dengan mengobservasi
pergerakan cairan dalam selang. Rasional: Untuk kembali melaku
f. kan drainage dari rongga pleura.
g. Tutup dan buang botol drainase dan dan selang sesuai dengan prosedur.
Rasional: Untuk meminimalkan risiko infeksi.
h. Dokumentasikan jumlah drainase pada botol yang lama pada form
keseimbangan cairan. Rasional: Untuk memonitoring jumlah cairan.

2.4.3.7 Proses Pembilasan pada Chest Drain


a. Siapkan NaCl 0,9% sebanyak 10 ml, kemudian masukkan dalam syringe 10 ml,
dan letakkan dalam baki injeksi sesuai dengan prosedur di masing-masing
rumah sakit. Rasional: untuk mengurangi risiko kontaminasi ke syringe.
b. Ambil syringe yang sudah berisi NaCl 0,9% 10 ml, sesuiakan dengan identitas
pasien yang sesuai dengan kebijakan masing-masing rumah sakit. Rasional:
untuk keselamatan pasien.
c. Posisikan pasien agar memudahkan akses ke chest drain. Rasional: untuk
memfasilitasi prosedur pelaksanaan.
d. Cuci tangan. Rasional: meminimalkan risiko infeksi.
e. Buka dressing WSD steril dan letakkan dibawah chest drain. Rasional:
meminimalkan risiko infeksi.
f. Bersihkan bagian ujung trochard dengan menggunakan swab dan biarkan
mongering. Rasional: meminimalkan risiko infeksi.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
46

g. Cuci tangan dengan menggunakan alcohol. Rasional: untuk meminimalisir


potensial kontaminasi dari drain dan penggunaan alat-alat.
h. Gunakan sarung tangan steril dan gunakan syringe 10 ml yang telah diisi NaCl
0,9%.

Prinsip Dasar Patient Safety Pada Water Seal Drainage yang harus diperhatikan
oleh perawat pada pasien yang terpasang WSD sebagai suatu upaya peningkatan
patient safety (Smith et al, 1995).
a. Memperhatikan batas air pada botol (chamber)
Mengatur dan memperhatikan batas air pada botol (chamber) merupakan
bagian yang sangat penting dalam melakukan perawatan pada pasien yang
terpasang WSD. Jumlah air yang disarankan di dalam botol yaitu 200 cc.
Jumlah cairan dalam botol WSD tidak boleh kurang dari 2 cm dari ketinggian
pipa selang yang masuk ke dalam botol.Jumlah cairan yang terlalu sedikit
dapat meningkatkan resiko masuknya cairan tersebut ke dalam rongga thorax
pada saat pasien melakukan inspirasi maksimal atau deep breathing
(peningkatan tekanan subambient di thorax).Namun ketinggian pipa selang
melebihi 2 cm dari permukaan air dapat menghambat keluarnya udara atau
cairan dari rongga thorax karena adanya tahanan yang diakibatkan tekanan
berlebih pada botol WSD.

b. Memperhatikan batas air dalam botol suction


Regulasi jumlah air di dalam botol suction harus selalu diobservasi minimal
pada saat penggantian shift perawat. Hal tersebut karena sejumlah air di dalam
botol suction memberikan pengaruh terhadap tekanan suction pada thorax
cavity pasien. Smith et al(1995) menyampaikan bahwa tekanan suction pada
water seal drainage dipengaruhi jumlah air pada botol suction tersebut, oleh
karena itu sangat penting sekali memperhatikan jumlah air atau batas air pada
botol suction WSD pasien. Tekanan normal suction yang dipasang pada pasien
dewasa yaitu sebesar 20 cmH2O, namun pada beberapa disposable WSD
tekanan dapat diatur dari mulai 5 cmH2O – 25 cmH2O. Tekanan dapat diatur
dengan cara mengatur regulasi jumlah air pada botol tersebut (White, 2013).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
47

Pemantauan tersebut diperlukan untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan


sejumlah tekanan yang sesuai dengan kondisi pasien.

c. Regulasi Vacuum
Selain jumlah dan kedalaman air di dalam botol suction WSD, pengaturan
kontrol tekanan pada panel suction juga menjadi bagian penting yang harus
dilakukan oleh perawat dalam upaya peningkatan patient safety. Pengaturan
jumlah tekanan pada suction diatur berdasarkan hasil pengamatan akan adanya
bubbling pada botol WSD. Pengaturan tekanan suction dilakukan untuk
mendapatkan tekanan yang adekuat pada cavitas thorax dan dibuktikan dengan
adanya bubbling yang kontinyu terlihat pada botol WSD (Smith et al., 1995).
Tekanan dapat dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan hasil pemantauan
bubbling pada botol WSD. Penurunan tekanan suction dapat dilakukan pada
saat hasil pemantauan didapatkan evaporasi pada botol WSD yang
menandakan tekanan suction yang diberikan terlalu berlebih (White, 2013).

d. Mengkaji kebocoran pada selang WSD


Kebocoran dapat diidentifikasi dengan memantau bubbling pada botol WSD,
continuous bubbling dapat menandakan adanya suatu kebocoran (Schiff, 2000).
Bubbling pada botol WSD secara normal akan keluar seiring dengan fase
ekspirasi pasien. Perawat harus melakukan pengkajian apabila dicurigai adanya
kebocoran pada WSD pasien. Pengkajian dilakukan dengan cara mengkaji
pasien terlebih dahulu akan adanya distress pernapasan. Perawat mengkaji
tanda-tanda vital pasien serta melakukan auskultasi serta perkusi dan mencatat
akan adanya peningkatan udara dalam rongga thorak pasien. Apabila terjadi
tension pneumothorax atau pneumothorax meluas dari sebelumnya.

Pengkajian selanjutnya dilakukan apabila tidak ditemukan distress pernapasan


pada pasien, maka perawat melakukan pemeriksaan akan adanya kebocoran
pada tubing atau tubing connections. Connection pada tubing harus diplester
dengan menggunakan tape yang bersifat airtight dan watertight (Schiff, 2000).
Pemeriksaan pada selang/tubing dilakukan dengan menggunakan klem
(toothless clamp), klem bagian tubing yang dekat dengan bagian insersi pada

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
48

pasien. Apabila bubbling berhenti maka, kebocoran terjadi pada rongga thorax
pasien dan harus segera dilaporkan kepada dokter untuk penanganan
selanjutnya (Carroll, 1995). Identifikasi adanya kebocoran pada selang tubing
dilakukan dengan menggeser klem menyusuri selang WSD sampai pada ujung
selang yang berada di dekat botol WSD, apabila bubbling berhenti maka
seluruh selang harus segera diganti untuk mencegah kebocoran lebih lanjut
(Carrol, 1995).

2.4.4 Analisis Situasi


Hasil analisis situasi berdasarkan SWOT yang dilakukan oleh kelompok untuk
dapat mendukung program yang direncanakan oleh kelompok residensi di RSUP
Persahabatan adalah sebagai berikut:
2.4.4.1 Strength (Kekuatan)
a. Visi RSUP Persahabatan yaitu menjadi rumah sakit pusat respirasi terkemuka
di Asia Pasifik.
b. Misi RSUP Persahabatan yaitu melaksanakan pelayanan kesehatan yang
berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien; melaksanaan pendidikan,
penelitian dan pelatihan kedokteran dan tenaga kesehatan lain;
mengembangkan pelayanan yang terintegrasi dengan penelitian dan pendidikan
dalam bidang kesehatan respirasi; dan melaksanakan tata kelola rumah sakit
dan tata kelola klinis yang berstandar internasional.
c. RSUP Persahabatan adalah rumah sakit umum pemerintah kelas A dan
merupakan rumah sakit rujukan (top referral) Nasional untuk masalah
kesehatan respirasi.
d. Pelayanan kesehatannya sudah terakreditasi
e. Tersedianya Laboratorium Kuman Tuberkulosis RSUP Persahabatan sebagai
salah satu “Collaborating Center” penting WHO.
f. RSUP Persahabatan menjadi pusat pendidikan dan pelatihan bagi mahasiswa
kedokteran, keperawatan, gizi dan tenaga kesehatan lain.
g. Ruang Soka Atas dan Gema Soka Bawah merupakan ruangan respirasi yang
cukup banyak menggunakan WSD.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
49

2.4.4.2 Weakness (Kelemahan)


a. Belum adanya kebijakan asuransi kesehatan Indonesia dalam menjamin
penggunaan alat WSD modern untuk seluruh pasien, terutama pada pasien
kelas III.
b. Botol WSD yang digunakan hanya ditutup dengan menggunakan kassa dan
diikat dengan menggunakan kassa gulung yang dijadikan sebagai pegangan
pasien saat mobilisasi atau saat digantung di tempat tidur.

2.4.4.3 Opportunity (Peluang)


a. Adanya dukungan dari pimpinan untuk perbaikan mutu pelayanan
b. Adanya dukungan dari tenaga medis mengenai modifikasi WSD 1 botol
c. Adanya dukungan dari tenaga perawat dan ruangan mengenai penggunaan
modifikasi WSD 1 botol.
d. Tersedianya limbah botol infus kaca (triofusin/aminofusin).

2.4.4.4 Threat (Ancaman)


a. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas pelayanan kesehatan yang berkualitas
dalam hal keamanan, kenyamanan dan estetika.
b. Tuntutan terhadap pelayanan RSUP Persahabatan yang meningkat sebagai
rumah sakit rujukan pusat respirasi nasional.
c. Hasil kultur berdasarkan sampel yang diambil di dalam cairan botol WSD
salah satu pasien yang menggunakan WSD ditemukan kuman Escherichia coli.
d. Penggunaan botol WSD model lama akan memberikan risiko terhadap
terjadinya kejadian tidak diharapkan, seperti: botol goyang-goyang saat
mobilisasi, botol miring atau pecah, atau selang WSD tertarik keluar dari
permukaan air sehingga beresiko terjadinya pneumothorak

Berdasarkan analisis situasi tersebut maka kegiatan inovasi ini sangat


memungkinkan untuk di terapkan di RSUP Persahabatan khususnya ruang Soka
Atas dan Gema Soka Bawah.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
BAB 3
PROSES RESIDENSI

Pada bab ini akan digambarkan tentang aplikasi peran perawat sebagai pemberi
asuhan keperawatan dengan menggunal Model Self-Care Orem, selain itu akan
digambarkan juga peran perawat dalam menerapkan praktik keperawatan berbasis
bukti, dan peran perawat sebagai inovator pada pasien yang terpasang WSD di
Ruang Soka Atas dan Gema Soka Bawah.

3.1 Laporan Kasus Kelolaan


3.1.1 Gambaran Kasus Kelolaan Utama
Pengkajian dilakukan tanggal 16 Maret 2015 Identitas pasien Ny. S, usia 56
tahun, perempuan, pendidikan terakhir SD, status menikah namun suami sudah
meninggal 4 tahun yang lalu, beragama Islam, diagnosa medis terduga TB
kambuh, bronkiektasis terinfeksi, efusi pleura kanan ec bakteri, DM tipe II. Pasien
masuk IGD RSUP Persahabatan tanggal 15 Maret 2015 dan pindah ke ruang Soka
Atas pada tanggal 16 Maret 2015.

Kondisi Umum Pasien Awal:


Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Sesak tidak dipengaruhi aktivitas dan tidak ada bunyi ngik. Sesak disertai demam,
batuk dahak berwarna hijau. Keringat malam tidak ada, nafsu makan menurun.
Riwayat diabetes mellitus sejak tahun 1999, sejak 1 bulan terakhir mengunakan
insulin. Riwayat OAT tahun 2000 selama 6 bulan (obat minum).

3.1.2 Penerapan Model Self Care Orem Pada Kasus Kelolaan Utama
3.1.2.1 Pengkajian
a. Faktor Kondisi Dasar
Usia dan Jenis Kelamin : 56 tahun, perempuan
Status Perkembangan : Tahap perkembangan dewasa madya
Status Kesehatan : Pasien datang dengan keluhan sesak, sesak
dirasakan sejak + 2 bulan sebelum masuk rumah
sakit, dan memberat sejak 1 minggu sebelum

50 Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
51

masuk rumah sakit. Sesak tidak dipengaruhi


aktivitas dan tidak ada bunyi ngik. Sesak disertai
demam, batuk dahak berwarna hijau. Keringat
malam tidak ada, nafsu makan menurun.
Orientasi Sosial Budaya : Pendidikan terakhir pasien SD, suku asli betawi,
pekerjaan ibu rumah tangga.
Sistem Perawatan Kesehatan: Pasien pernah dirawat dengan diabetes mellitus
pada tahun 1999, selama ini pasien rutin
memeriksakan kondisi kesehatannya ke RSUP
Persahabatan, selain itu pasien memiliki riwayat
riwayat berobat ke puskesmas dilakukan foto
rontgen dan diberikan OAT tahun 2000 selama 6
bulan (obat minum).
Sistem Keluarga : Pasien sudah menikah, suami meninggal sejak 4
tahun yang lalu, pasien seorang nenek dari 4
anak, 1 orang anak pasien dan keluarganya
tinggal bersama pasien.
Pola Hidup : Pasien mengatakan tidak pernah merokok dan
minum alcohol, olahraga pun jarang dilakukan
oleh pasien.
Lingkungan : Menurut anak pasien, pasien tinggal di rumah
dimana sinar matahari tidak dapat masuk ke
dalam rumah, dan rumah agak gelap, sirkulasi
udara tidak baik, lingkungan sekitar rumah
cukup padat penduduknya
Sumber Pendukung : Pembiayaan kesehatan sepenuhnya berasal dari
jaminan social dan untuk biaya hidup sehari-hari
pasien dipenuhi oleh anak pasien yang tinggal di
rumah bersama pasien.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
52

b. Kebutuhan Perawatan Diri Umum


Udara: Pasien mengeluh sesak masih dirasakan. Pasien sudah tidak mampu untuk
berjalan kekamar mandi, sesak juga dirasakan saat istirahat. Sesak dirasakan
bertambah berat jika pasien berbaring, sehingga pasien lebih senang posisi duduk,
jika tidur diganjal dengan 2 – 3 bantal. Pasien juga mengeluh batuk berdahak,
warna sputum putih kental masih ada, batuk dirasakan memberat terutama malam
hari. Batuk darah tidak ada, riwayat batuk darah ada. Riwayat OAT tahun 2000 di
puskesmas Pisangan Timur, tidak dilakukan pemeriksaan dahak, hanya foto toraks
saja, diberikan obat pil selama 6 bulan, obat dihentikan oleh petugas dan tidak
dinyatakan sembuh oleh dokter yang mengobati.
Pemeriksaan fisik: pergerakan dada saat bernapas asimetris dada kiri tertinggal,
tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, vocal fremitus kiri menurun
dibandingkan kanan, didapatkan bunyi redup pada paru kiri dan sonor pada paru
kanan, bronkovesikuler kanan dan kiri, ronkhi +/+, wheezing -/-. Terpasang
Oksigen 4 L/menit, tekanan darah 110/60 mmHg, Nadi 84 x/menit, frekuensi
pernapasan 26 x/menit, saturasi 99%. Kondisi lingkungan perawatan pasien
sirkulasi udara baik karena terdapat jendela, sinar matahari dapat masuk ke dalam
ruangan.
Pemeriksaan penunjang: Analisa gas darah (15 Maret 2015): pH 7,350 (7,34 –
7,44), pCO2 53,5 mmHg (35 – 45 mmHg), pO2 180 mmHg (85 – 95 mmHg),
HCO3 28,7 mmol/L (22 – 26 mmol/L), TCO2 38,3 mmol/L (23 – 27 mmol/L),
Base excess 3,5 (-2,5 – 2,5), Std HCO3 26,5 mmol/L (22 – 26 mmol/L), saturasi
O2 99,3% (96 – 97%). Hemoglobin 9,6 g/dL (12 – 16 g/dL). Toraks foto (23
Februari 2015) terdapat sugestif TB Paru lesi luas, dengan suspek bronkiektasis,
(15 Maret 2015) batas jantung kanan bergeser, efusi pleura kiri.

Cairan: Pasien keringat malam ada selama di rumah, tidak ada gangguan dalam
menelan, pasien mengatakan rasa haus terus menerus ada, pasien hanya mampu
minum sebanyak 2 gelas saja sehari (+ 500ml/24 jam), jika minum terlalu banyak
terasa sesak. Tanda-tanda vital: tekanan darah 110/60 mmHg, MAP 76,67 mmHg,
Nadi 84 x/menit, frekuensi pernapasan 26 x/menit, saturasi 99%. edema tidak ada,
turgor kulit baik, membrane mukosa mulut lembab, capillary refill time < 3 detik,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
53

infus NaCl 0,9% 500ml/12jam. Hasil laboratorium: (15 Maret 2015) ureum 40,
creatinin 0,9, Natrium 138 mmol/L (135 – 145 mmol/L), Kalium 4,2 mmol/L (3,5
– 5,5 mmol/L), Chloride 95 mmol/L (98 – 109 mmol/L).

Nutrisi: Pasien mengeluh tidak nafsu makan. Berat badan menurun sebanyak 4 kg
dalam 3 bulan. Sekarang BB 30 kg, TB 150 cm, IMT 13,3 (BB kurang),
konjuntiva tampak anemis kanan dan kiri. Abdomen datar, soepel, nyeri tekan
tidak ada, bising usus 8 x/menit. Riwayat diabetes mellitus sejak tahun 1999,
sejak 1 bulan terakhir mengunakan insulin suntik. Diet DM 1700 kkal.
Laboratorium: Hematologi: Leukosit 10,82 ribu/mm3 (Netrofil 82,7%, Limfosit
9,9%, Monosit 5,9%, Eosinofil 1,1%, basophil 0,4%), eritrosit 3.92 juta/uL,
hemoglobin 9,6 g/dL, hematocrit 30%, MCV 77,6%, MCH 24,5pg, MCHC
31,6%, trombosit 283 ribu/mm3, Gula darah sewaktu 286 mg/dL.

Eliminasi: Pasien berkemih dan defekasi dengan menggunakan diapers. pasien


mengeluhkan berkemih sedikit-sedikit tapi sering. Tidak ada keluhan nyeri saat
berkemih dan defekasi, defekasi teratur. Akses ke kamar mandi cukup dekat,
namun pasien merasa sesak jika harus berjalan ke kamar mandi.

Aktivitas/istirahat: Tidak ada keluhan mengenai kondisi ekstremitas atas dan


bawah, pasien mengeluh bahwa jika jalan timbul rasa sesak, sekarang pun saat
aktivitas dilakukan di tempat tidur sesak masih terasa, selain itu pasien mengeluh
bahwa malam tidur tidak nyenyak, suka terbangun karena sesak yang dirasakan.
Pasien tidur dengan diganjal 3 bantal. Skor barthel index: makan butuh bantuan
(1), mandi tergantung orang lain (0), perawatan diri membutuhkan bantuan orang
lain (0), berpakaian sebagian dibantu (1), buang air kecil kontinensia (2), buang
air besar kontinensia (2), penggunaan toilet tergantung bantuan orang lain,
transfer tidak mampu (0), mobilisasi menggunakan kursi roda (1), naik turun
tangga tidak mampu (0). Skor total 7 (ketergantungan berat).

Interaksi sosial: Pasien mampu berkomunikasi, bahasa yang digunakan bahasa


Indonesia, suara yang dikeluarkan pelan, berbicara sedikit-sedikit karena sesak,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
54

namun saat sesak pasien berkurang pasien dapat berkomunikasi dengan baik
walaupun tidak banyak kata-kata yang dikeluarkan pasien, namun ketika
diberikan intruksi dengan bahasa sederhana dan pelan-pelan pasien mengikuti
instruksi dianjurkan dan merespon dengan baik, pasien selama dirawat ditemani
oleh anak pasien pada malam dan pagi hari, selama anak pasien bekerja pasien
tidak ada yang menemani. Wajah pasien tampak tidak ada ekspresi, namun ketika
diajak senda gurau pasien sesekali tersenyum.

Pencegahan terhadap bahaya: Pasien membatasi aktivitasnya, semua aktivitas


dilakukan di tempat tidur, jika sesak pasien melakukan posisi duduk dan agak
membungkuk, semua kebutuhan pasien sudah didekatkan pada pasien, sehingga
dapat dijangkau dengan mudah oleh pasien.

Promosi ke arah normal: dengan aktivitas yang terbatas anak pasien selalu
membantu merawat pasien dalam hal makan, berganti pakaian, menyeka tubuh,
menggati diapers, dan minum obat.

c. Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan lingkungan perkembangan: anak pasien menyadari bahwa kondisi
rumahnya tidak baik untuk kesehatan pasien karena gelap dan sinar matahari tidak
dapat masuk, sinar matahari terhalang oleh rumah-rumah yang lain. Pasien tidak
mampu melakukan aktivitas ADL secara mandiri, aktivitas pasien terbatas.
Manajemen/pencegahan keadaan yang mengancam perkembangan normal: anak
pasien belum dapat melakukan perubahan terhadap kondisi rumah. selalu
menemani pasien dan membantu pasien selama di rumah sakit jika tidak sedang
bekerja.

d. Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status


Kesehatan
Mencari bantuan medis ketika status kesehatan berubah: pasien datang kerumah
sakit ketika sesak yang dirasakan terus-menerus dan memberat dalam 1 minggu
ini.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
55

Kewaspadaan terhadap proses penyakit: Kondisi pasien sekarang masih


merasakan sesak dan batuk disertai sputum kental, terdapat efusi pleura kiri dari
hasil toraks foto, gula darah diatas batas normal yaitu 286 mg/dL, hasil gas darah
pH 7,350 (7,34 – 7,44), pCO2 53,5 mmHg (35 – 45 mmHg), pO2 180 mmHg (85
– 95 mmHg), HCO3 28,7 mmol/L (22 – 26 mmol/L), TCO2 38,3 mmol/L (23 –
27 mmol/L), Base excess 3,5 (-2,5 – 2,5), Std HCO3 26,5 mmol/L (22 – 26
mmol/L), saturasi O2 99,3% (96 – 97%). Hematologi: Leukosit 10,82 ribu/mm3
(Netrofil 82,7%, Limfosit 9,9%, Monosit 5,9%, Eosinofil 1,1%, basophil 0,4%),
eritrosit 3.92 juta/uL, hemoglobin 9,6 g/dL, hematocrit 30%, trombosit 283
ribu/mm3, Hemoglobin 9,6 g/dL (12 – 16 g/dL), IMT 13,3 (BB kurang) pasien
tidak nafsu makan. Dengan keluhan sesak dan dampak dari kondisi patologis
tubuh pasien membatasi aktivitas.
Kepatuhan terhadap rejimen terapi: Program pengobatan pasien adalah pemberian
Oksigen 4 L/menit, IVFD NaCl 0,9% 500ml/12jam, Levofloxacin 1 x 750mg
intravena, glimepiride 1 x 2 mg oral, levemir 1 x 5 UI malam jam 22.00,
paracetamol 3 x 500mg. Pasien akan direncanakan untuk cek sputum BTA 3x,
Cek sputum mikrobiologi dan sitology, Kontrol gula darah harian, cek darah
perifer lengkap 3 hari setelah pemberian antiobiotik, USG toraks dan marker,
bronkoskopi, lakukan pungsi pleura jika sesak bertambah, CT Scan torak dengan
kontras, konsul kardiolog.
Kewaspadaan terhadap masalah potensial yang berhubungan dengan rejimen
terapi: pasien belum mengetahui dan memahami tentang penyakit dan perawatan
selanjutnya.
Modifikasi gambar diri untuk memberikan perubahan status kesehatan: pasien
membatasi aktivitas pasien untuk mengurangi sesak yang dirasakan.
Menyesuaikan gaya hidup untuk mengakomodasi perubahan status kesehatan dan
aturan medis: pasien belum dapat menyesuaikan gaya hidupnya sesuai dengan
status kesehatannya, namun untuk penyakit diabetes pasien selama ini dapat
menyesuaikan dengan mengatur makanan yang pasien makan, minum obat
diabetes secara teratur.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
56

3.1.2.2 Diagnosa Keperawatan / Diagnostic Operation


Tabel 3.1
Perumusan Diagnosa Keperawatan
Proses Diagnosa Prescription
Operation
Therapeutic Self Care Keadekuat Diagnosa Keperawatan Metode Bantuan
Demand an self-
care
agency
Udara Tidak - Ketidakefektifan bersihan Membimbing,
Adekuat jalan napas (sistem mengarahkan,
keperawatan kompensasi menyediakan
sebagian) lingkungan untuk
- Gangguan pertukaran gas perkembangan
(sistem keperawatan
kompensasi sebagian)
Cairan Adekuat
Nutrisi Tidak - Ketidakseimbangan nutrisi Membimbing,
Adekuat kurang dari kebutuhan mengarahkan,
tubuh(sistem keperawatan memberi dukungan,
kompensasi sebagian) menyediakan
- Risiko ketidakstabilan lingkungan untuk
kadar glukosa darah(sistem perkembangan
keperawatan kompensasi
sebagian)
Eliminasi Adekuat
Aktivitas/istirahat Tidak Intoleransi aktivitas (sistem Membimbing,
Adekuat keperawatan kompensasi mengarahkan,
sebagian) mendukung
Interaksi sosial Adekuat
Pencegahan bahaya Adekuat
Kesejahteraan dan peningkatan Adekuat
fungsi manusia
Memelihara lingkunganuntuk Adekuat
proses penyembuhan
Mencari bantuan medis Adekuat
Kewaspadaan terhadap proses Tidak Ketidakefektifan manajemen Menyediakan
penyakit adekuat kesehatan diri (sistem lingkungan untuk
keperawatan kompensasi perkembangan
sebagian)
Kepatuhan regimentasi Adekuat
pengobatan
Kewaspadaan terhadap Tidak Ketidakefektifan manajemen Menyediakan
masalah potensial yang Adekuat kesehatan diri (sistem lingkungan untuk
berhubungan dengan rejimen keperawatan kompensasi perkembangan
terapi sebagian)
Modifikasi gambaran diri Adekuat
Menyesuaikan gaya hidup Tidak Ketidakefektifan manajemen Menyediakan
untuk mengakomodasi Adekuat kesehatan diri (sistem lingkungan untuk
perubahan status kesehatan keperawatan kompensasi perkembangan
dan aturan medis sebagian)

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
57

3.1.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan (Regulatory Operation)


a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas (00031) berhubungan dengan proses
infeksi, yang ditandai dengan: keluhan sesak disertai batuk berdahak, dahak
agak sulit dikeluarkan, warna sputum putih kental sampai dengan kehijauan,
batuk dirasakan memberat terutama malam hari, adanya riwayat batuk darah,
pergerakan dada asimetris kiri tertinggal, vocal fremitus kiri menurun
dibandingkan kanan, didapatkan bunyi redup pada paru kiri dan sonor pada
paru kanan, bronkovesikuler kanan dan kiri, ronkhi +/-, wheezing -/-.
Terpasang Oksigen 5 L/menit, frekuensi pernapasan 26 x/menit, saturasi 99%.
Kondisi lingkungan perawatan pasien sirkulasi udara baik karena terdapat
jendela, sinar matahari dapat masuk ke dalam ruangan.

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 9 hari bersihan jalan


napas terjaga, dengan kriteria: Frekuensi pernapasan dalam rentang normal,
ritme pernapasan teratur, suara napas normal, saturasi oksigen dalam rentang
normal, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, sesak tidak ada, pasien
mampu mengeluarkan secret, tidak ada pernapasan cuping hidung,

Intervensi: Membimbing dan mengarahkan, menyediakan lingkungan untuk


perkembangan.
Manajemen jalan napas (3140): Berikan posisi untuk maksimalkan ventilasi,
ajarkan batuk efektif, auskultasi suara paru, Berikan oksigen sesuai indikasi,
anjurkan tingkatkan hidrasi, pantau status respiratori dan oksigenasi, pantau
karakteristik sputum. Kolaborasi: Oksigen 4 L/menit, Levofloxacin 1 x 750mg.

b. Gangguan pertukaran gas (00030) berhubungan dengan ketidakseimbangan


perfusi-ventilasi, yang ditandai dengan: adanya keluhan sesak, malam suka
terbangun karena sesak, tidur diganjal 3 bantal, sianosis tidak ada, Analisa gas
darah (15 Maret 2015): pH 7,350, pCO2 53,5 mmHg, pO2 180 mmHg, HCO3
28,7 mmol/L, TCO2 38,3 mmol/L, Base excess 3,5, Std HCO3 26,5 mmol/L,
saturasi O2 99,3%. Hemoglobin 9,6 g/dL. Toraks foto (23 Februari 2015)

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
58

terdapat infiltrate dan cincin ektasis, (15 Maret 2015) batas jantung kanan
bergeser.

Tujuan: setelah diberikan intervensi selama 9 hari gangguan pertukaran gas


berkurang, dengan kriteria: pO2, pCO2 dan saturasi oksigen dalam rentang
normal, keluhan sesak tidak ada, torak foto tidak perburukan.

Intervensi: Membimbing dan mengarahkan


Manajemen asam-basa (1910): menjaga kepatenan jalan napas, memberikan
posisi untuk meningkatkan ventilasi, menjaga kepatenan akses intravena,
pantau gas darah, pantau pO2, pantau pola napas, pantau gejala gagal napas,
(PaO2 rendah, pCO2 tinggi, kelelahan otot-otot pernapasan), saturasi dan nilai
hemoglobin, pantau intake output, pantau kehilangan cairan (muntah, diare,
diuresis), pantau tingkat kesadaran, pantau nilai elektrolit, obati demam.
Kolaborasi: Oksigen 5 L/menit, Levofloxacin 1 x 750mg, paracetamol 3 x 500
mg.

c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002) berhubungan


dengan penurunan nafsu makan, yang ditandai dengan: Pasien mengeluh mual,
penurunan nafsu makan. Berat badan menurun sebanyak 4 kg dalam 3 bulan.
Sekarang BB 30 kg, TB 150 cm, IMT 13,3 (BB kurang), konjuntiva tampak
anemis. Abdomen datar, soepel, nyeri tekan tidak ada, bising usus 8 x/menit.
Laboratorium: Hematologi: Leukosit 10,82 ribu/mm3 (Netrofil 82,7%,
Limfosit 9,9%, Monosit 5,9%, Eosinofil 1,1%, basophil 0,4%), eritrosit 3.92
juta/uL, hemoglobin 9,6 g/dL, hematocrit 30%, trombosit 283 ribu/mm3, Gula
darah sewaktu 286 mg/dL.

Tujuan: setelah diberikan intervensi selama 9 hari status nutrisi pasien


meningkat dengan kriteria hasil: nutrisi adekuat, IMT meningkat, serum
albumin, serum kreatinin, hematocrit, hemoglobin, lekosit, gula darah dalam
rentang normal.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
59

Intervensi: Membimbing dan mengarahkan


Manajemen nutrisi (1100): kaji apakah pasien ada alergi makanan, anjurkan
pasien untuk makan dalam posisi duduk, pastikan makanan disajikan dalam
keadaan hangat, pantau kalori dan intake makanan.
Terapi nutrisi (1120): berikan nutrisi tinggi kalori tinggi protein, pantau nilai
laboratorium. Kolaborasi: dalam menentukan jumlah kalori dan kebutuhan
nutrisi pasien.

d. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah (00179) berhubungan dengan


intake nutrisi tidak adekuat/proses infeksi, yang ditandai dengan: Riwayat
diabetes mellitus sejak tahun 1999, sejak 1 bulan terakhir mengunakan insulin
suntik, mendapatkan terapi glimepiride 1 x 2mg dan levemir 1 x 5 UI. Berat
badan menurun sebanyak 4 kg dalam 3 bulan. Sekarang BB 30 kg, TB 150 cm,
IMT 13,3 (kurang dari normal). Laboratorium: Gula darah sewaktu 286 mg/dL.

Tujuan: setelah dilakukan intervensi selama 9 hari kadar glukosa darah stabil
dengan kriteria: nilai glukosa darah sewaktu <180 mg/dL, tidak ada tanda-
tanda hiperglikemi, tidak ada tanda-tanda hipoglikemi.

Intervensi:
Manajemen hipoglikemia (2130): pantau kadar glukosa darah, pantau tanda
dan gejala hipoglikemi (tremor, berkeringat, gugup, cemas, cepat marah, tidak
sabaran, takikardi, palpitasi, dingin, pusing, wajah pucat, lapar, mual, nyeri
kepala, kelelahan, mengantuk, pingsan,perubahan perilaku, bingung, koma dan
kejang), berikan glukosa secara intravena sesuai indikasi, jaga kepatenan akses
intravena, ajarkan pasien/keluarga untuk mengenal tanda dan gejala
hipoglikemi.

Manajemen hiperglikemi (2120): pantau nilai gula darah,, pantau tanda dan
gejala hiperglikemia (poliuri, polidipsi, polifagi, kelemahan, letargi, malaise,
pandangan kabur atau nyeri kepala), pantau gas darah dan elektrolit, berikan
insulin sesuai indikasi, pantau status cairan, jaga kepatenan akses intravena,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
60

Kolaborasi: glimepiride 1 x 2 mg oral, levemir 1 x 5 UI malam jam 22.00.

e. Intoleransi aktivitas (00092) berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai dan kebutuhan oksigen, yang ditandai dengan: pasien mengatakan sesak
sehingga tidak kuat untuk berjalan jauh ataupun ke kamar mandi. Tanda-tanda
vital: tekanan darah 110/60 mmHg, Nadi 84 x/menit, frekuensi pernapasan 26
x/menit, saturasi 99%, Skor barthel index: makan butuh bantuan (1), mandi
tergantung orang lain (0), perawatan diri membutuhkan bantuan orang lain (0),
berpakaian sebagian dibantu (1), buang air kecil kontinensia (2), buang air
besar kontinensia (2), penggunaan toilet tergantung bantuan orang lain, transfer
tidak mampu (0), mobilisasi menggunakan kursi roda (1), naik turun tangga
tidak mampu (0). Skor total 7 (ketergantungan berat).

Tujuan: setelah dilakukan intervensi selama 9 hari aktivitas menjadi toleran


dengan kriteria: saturasi oksigen, nadi, frekuensi pernapasan, tekanan darah
dalam rentang normal saat beraktivitas, tidak ada kesulitan bernapas saat
aktifitas, mampu berjalan, kemudahan dalam melakukan ADL.

Intervensi: Membimbing dan mengarahkan


Manajemen energy (0180): pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber
energy pasien, kolaborasi dengan gizi, pantau tanda-tanda vital, pantau pola
tidur dan jumlah jam tidur pasien, tentukan kemampuan pasien dalam
beraktivitas, anjurkan untuk batasi aktivitas, anjurkan untuk tidur siang jika
malam tidak bisa tidur.

f. Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri (00078) berhubungan dengan


kurangnya pengetahuan yang ditandai dengan: pasien mengatakan belum
mengetahui tentang penyakitnya, pasien memiliki riwayat diabetes mellitus,
pasien memiliki riwayat minum OAT tahun 2000.

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama dalam perawatan pasien


memiliki manajemen kesehatan diri yang efektif, dengan kriteria hasil:

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
61

Pengetahuan proses penyakit: klien/keluarga mengetahui tentang penyakit yang


diderita pasien, penyebab, faktor risiko, efek fisiologis, tanda dan gejala
penyakit, komplikasi, strategi untuk mengurangi proses penyakit, dampak
psikososial, keuntungan dari pengobatan. Pengetahuan pengobatan:
mengetahui nama obat, bentuk, kegunaan, interaksi obat, efek samping, cara
meminum obat, dan cara menyimpan obat.

Intervensi: Membimbing dan mengarahkan


Edukasi proses penyakit (5602): kaji kemampuan pasien mengenai kemampuan
dalam mengerti proses penyakit, jelaskan penyebab, tanda dan gejala penyakit,
identifikasi perubahan dari kondisi fisik, berikan informasi juga kepada
keluarga, diskusikan mengenai perubahan gaya hidup untuk mencegah
komplikasi penyakit, diskusikan dengan pasien/keluarga mengenai pilihan obat
yang diberikan, dan fungsi obat tersebut, jelaskan kemungkinan komplikasi
yang akan terkaji.
Manajemen medikasi (2380): berikan medikasi sesuai dengan protocol, pantau
efektifitas obat, pantau efek terapeutik obat, pantau tanda dan gejala toksisitas
obat, pantau efek samping obat, pantau serum darah, pantau interaksi obat,
pantau kepatuhan pasien dalam minum obat, ajarkan pasien/keluarga cara
meminum obat, efek samping.

3.1.2.4 Implementasi (Regulatory Operation)


Pelaksanaan intervensi keperawatan bertujuan untuk meningkatkan perasaan
sejahtera pasien dan memicu pasien untuk melakukan perawatan diri. Berikut
tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien setiap hari sampai hari
perawatan ke 8. Tahapan implementasi harian dapat dilihat di lampiran 2.
a. Diagnosa keperawatan I, dengan metode bantuan membimbing dan
mengarahkan, menyediakan lingkungan untuk perkembangan: Melakukan
auskultasi suara paru, memantau status respirasi dan oksigenasi, memberikan
oksigen sesuai indikasi, mengajarkan pasien batuk efektif, menganjurkan
tingkatkan asupan cairan, memberikan oksigen 5 L/menit, Levofloxacin 1 x
750mg.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
62

b. Diagnosa keperawatan II, dengan metode bantuan membimbing dan


mengarahkan, menyediakan lingkungan untuk perkembangan: menjaga
kepatenan jalan napas, memberikan posisi untuk meningkatkan ventilasi,
memantau gas darah, memantau pO2, saturasi dan nilai hemoglobin, memantau
intake output, memantau kehilangan cairan (muntah, diare, diuresis),
memantau nilai elektrolit, memberikan oksigen 5 L/menit, Levofloxacin 1 x
750mg.

c. Diagnosa keperawatan III, dengan metode bantuan membimbing dan


mengarahkan, menyediakan lingkungan untuk perkembangan: mengkaji
apakah pasien ada alergi makanan, menganjurkan pasien untuk makan dalam
posisi duduk, memastikan makanan disajikan dalam keadaan hangat,
memantau kalori dan intake makanan, memberikan nutrisi tinggi kalori tinggi
protein, pantau nilai laboratorium, melakukan kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menetukan diet pasien DM TKTP 1700 kkal.

d. Diagnosa keperawatan IV, dengan metode bantuan membimbing dan


mengarahkan, menyediakan lingkungan untuk perkembangan: memantau kadar
glukosa darah, memantau tanda dan gejala hipoglikemi (tremor, berkeringat,
gugup, cemas, cepat marah, tidak sabaran, takikardi, palpitasi, dingin, pusing,
wajah pucat, lapar, mual, nyeri kepala, kelelahan, mengantuk,
pingsan,perubahan perilaku, bingung, koma dan kejang), berikan glukosa
secara intravena sesuai indikasi, mengajarkan pasien/keluarga untuk mengenal
tanda dan gejala hipoglikemi, memantau tanda dan gejala hiperglikemia
(poliuri, polidipsi, polifagi, kelemahan, letargi, malaise, pandangan kabur atau
nyeri kepala), pantau gas darah dan elektrolit, berikan insulin sesuai indikasi,
memberikan glimepiride 1 x 2 mg oral.

e. Diagnosa keperawatan V, dengan metode bantuan membimbing dan


mengarahkan, menyediakan lingkungan untuk perkembangan: memantau
asupan nutrisi untuk memastikan sumber energy pasien, memantau tanda-tanda
vital, memantau pola tidur dan jumlah jam tidur pasien, menentukan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
63

kemampuan pasien dalam beraktivitas, menganjurkan untuk batasi aktivitas,


menganjurkan untuk tidur siang jika malam tidak bisa tidur.

f. Diagnosa keperawatan VI, dengan metode bantuan membimbing dan


mengarahkan, dan edukasi: mengkaji kemampuan pasien mengenai
kemampuan dalam mengerti proses penyakit, mendiskusikan mengenai
perubahan gaya hidup untuk mencegah komplikasi penyakit, mendiskusikan
dengan pasien/keluarga mengenai pilihan obat yang diberikan, dan fungsi obat
tersebut, menjelaskan kemungkinan komplikasi yang akan terkaji

3.1.2.5 Evaluasi (Control Operation)


Evaluasi dilakukan sesuai dengan tujuan dan kriteria waktu yang telah ditetapkan
sebelumnya. Setelah 9 hari perawatan maka dapat dilakukan evaluasi sebagai
berikut:
a. Pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan
dengan proses infeksi, kemampuan perawatan diri pasien mengalami
peningkatan.
b. Pada diagnosa keperawatan gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan perfusi-ventilasi, kemampuan perawatan diri pasien
mengalami peningkatan.
c. Pada diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan, kemampuan perawatan
diri pasien belum mengalami peningkatan.
d. Pada diagnosa keperawatan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat, kemampuan perawatan diri
pasien belum stabil.
e. Pada diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, kemampuan
perawatan diri pasien mengalami peningkatan.
f. Pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan manajemen kesehatan diri
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, kemampuan perawatan diri
pasien mengalami peningkatan.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
64

3.2 Penerapan Praktik Keperawatan Berbasis Bukti


Penerapan praktik keperawatan berbasis bukti dilakukan setelah dilakukan studi
literature dan jurnal yang terkait dengan penggunaan chlorhexidine 0,12% untuk
oral hygiene pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik. Subjek dalam
penerapan oral hygiene dengan menggunakan chlorhexidine 0,12% adalah pasien
yang dirawat di ICU RSUP Persahabatan Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi
selama penerapan praktik keperawatan berbasis bukti berlangsung. Kriteria inklusi
sampel adalah pasien yang dirawat di ruang ICU, pasien yang diintubasi dan
diperkirakan mendapatkan ventilasi mekanik minimal 48 jam sejak masuk ICU.
Kriteria eksklusi meliputi Pasien dengan diagnosis pneumonia pasca obstruktif
(misal kanker paru-paru-paru stadium lanjut), pasien yang memiliki
hipersensitivitas terhadap chlorhexidine, pasien dengan trombositopenia
(trombosit kurang dari 40 dan atau INR diatas 2, atau memiliki koagulopati lain),
wanita hamil, pasien yang mengalami mukositis oral, pasien yang mengalami
imunosupresi baik HIV atau yang diinduksi (misalnya pasien yang mengalami
tranplantasi organ atau pada pasien dengan penggunaan steroid jangka panjang,
Pasien yang tidak mengikuti program VAP bundle, pasien yang tidak terintubasi.

Pelaksanaan praktik keperawatan berbasis bukti chlorhexidine 0,12% di ruang


ICU RSUP Persahabatan Jakarta dilakukan mulai tanggal 16 April sampai tanggal
8 Mei 2015. Praktik keperawatan berbasis bukti dilakukan dalam rentang waktu
selama pasien menggunakan alat ventilasi mekanik. Cara melakukan oral hygiene
dengan menggunakan chlorhexidine 0,12% adalah (Lampiran 2):
1. Elevasi kepala tempat tidur 30o atau lebih (elevasi kepala tempat tidur tidak
dilakukan jika ada kontraindikasi).
2. Kaji kontraindikasi dari perawatan mulut: massive oral trauma atau adanya
permintaan untuk tidak dilakukan perawatan mulut
3. Mencuci tangan.
4. Gunakan sarung tangan tidak steril, gunakan masker.
5. Kaji bibir dan rongga mulut pada saat pasien baru masuk dan minimal setiap
hari.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
65

6. Laporkan dan dokumentasikan jika ditemukan hasil pengkajian yang


abnormal (yaitu perdarahan yang banyak, ulserasi, sariawan).
7. Ganti selang suction, botol dan semua peralatan pada mesin suction setiap 24
jam.
8. Lakukan suction dengan prinsip steril pada ETT sesuai kebutuhan. Pada
pasien yang terintubasi akan membutuhkan suction lebih sering, karena secret
dapat bermigrasi turun ke dalam ETT dan menetap pada bagian atas cuff
ETT. Dan bilas menggunakan cairan normal saline.
9. Lakukan suction pada rongga orofaringeal bagian dalam untuk
menghilangkan secret yang telah berkumpul pada hipofaring setiap 6 jam.
10. Pastikan secara tepat balon ETT mengembang sesuai dengan tekanan dalam
batas normal.
11. Lakukan suction pada rongga mulut sesuai kebutuhan.
12. Tuangkan 30 ml Chlorhexidine 0,12%.
13. Kemudian aplikasikan pada rongga mulut dengan menggunakan kassa setiap
pagi dan malam (dua kali sehari).
14. Bersihkan dengan cara menyeka area rongga gigi, jaringan lunak di mulut
termasuk mukosa bukal, rongga mulut bagian depan, gingiva, bawah lidah
dan permukaan lidah. Kemudian diamkan selama 1 menit.
15. Aspirasi kelebihan cairan setelah satu menit dengan menggunakan suction.
16. Perhatikan adanya efek samping dari penggunaan chlorhexidine 0,12%.
17. Rapikan pasien
18. Perawat melepas sarung tangan lalu mencuci tangan.
19. Dokumentasikan tindakan yang dilakukan.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
66

Tabel 3.2
Hasil penerapan praktik keperawatan berbasis bukti
No Diagnosa Medis Jenis Usia Pengkajian awal CPIS
Kelamin (tahun) rongga mulut
1. Post craniotomy ec CVDH Laki - laki 67 Rongga mulut kotor, 7
lidah kotor, terdapat
plak pada gigi, berbau
2. Gagal napas, hemoptysis Laki – laki 30 Rongga mulut bersih, 6
bibir kering
3. Post laparatomi ec burst Laki – laki 53 Rongga mulut bersih, 3
abdomen lidah kotor
4. Post torakotomi ec luka Laki – laki 18 Rongga mulut bersih, 3
tusuk punggung kiri mukositis tidak ada
5. Post laparatomi Laki – laki 24 Rongga mulut bersih, 1
debridemen ec. Trauma mukositis tidak ada
tumpul abdomen
6. Post laparatomi Laki - laki 53 Rongga mulut kotor, 6
lidah kotor, berbau

3.3 Penerapan Program Inovasi


Tahap pertama dari kegiatan inovasi adalah menganalisis kebutuhan ruangan
terhadap inovasi melalui analisa SWOT. Hasil identifikasi yang didapatkan bahwa
diperlukan modifikasi WSD 1 botol, dimana modifikasi yang dilakukan adalah
dengan mengganti penutup botol WSD lama dengan mtutup botol yang terbuat
dari bahan kayu jati, kemudian modifikasi dilakukan pada pegangan botol WSD
yang diganti menggunakan “hanger” yang terbuat dari bahan stainless steel, dan
pipa dalam botol WSD digantikan oleh pipa yang terbuat dari bahan stainless
steel. Tujuan dari modifikasi WSD 1 botol ini adalah untuk meningkatkan standar
mutu dan keamanan pelayanan bagi pasien dan petugas kesehatan di RSUP
Persahabatan. Pelaksanaan kegiatan inovasi ini dilakukan secara bersama dalam
kelompok peminatan respirasi.

Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan melakukan sosialisasi program inovasi


keperawatan pada tanggal 2 April 2015 di Gedung Diklit Lantai II, yang dihadiri
oleh Diklit (KaBag Eksterna dan KaBag Interna), Kepala Bidang Pelayanan
Keperawatan, Kepala Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap IRIN A sera kepala
ruangan dari ruangan yang akan dijadikan sebagai ruang percontohan (Soka Atas
dan Gema Soka Bawah). Materi sosialisasi meliputi latar belakang perlunya

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
67

modifikasi WSD 1 botol, tujuan dari modifikasi WSD 1 botol, manfaat dari
modifikasi WSD 1 botol. Respon yang diberikan oleh tamu undangan adalah
adanya ketertarikan dari pihak rumah sakit untuk terlibat dalam kegiatan inovasi
ini.

Tahapan selanjutnya yaitu aplikasi modifikasi WSD 1 botol kepada pasien yang
menggunakan WSD. Pada tahapan ini modifikasi WSD 1 botol ini belum dapat
diterapkan terkait standar keamanan pasien pada sistem akreditasi JCI yaitu semua
penemuan baru yang berhubungan langsung dengan pasien harus melewati tahap
uji klinis terlebih dahulu. Kelompok residensi telah mengajukan proposal
penelitian terkait modifikasi WSD 1 botol tersebut, dan sedang dalam peninjauan
oleh bagian tim penelitian dan pengembangan di RSUP Persahabatan.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
BAB 4
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dilakukan analisa mengenai teori dan konsep yang berhubungan
dengan kasus kelolaan yaitu tuberkulosis, teori model keperawatan yang dipakai
pada kasus kelolaan yaitu Model Self-Care Orem, 30 resume pasien kelolaan,
praktik keperawatan berbasis bukti mengenai oral hygiene menggunakan
chlorhexidine 0,12% pada pasien yang menggunakan ventilator, dan kegiatan
inovasi modifikasi WSD 1 botol di RSUP Persahabatan Jakarta.

4.1 Analisa Kasus Kelolaan


Pada bagian ini, penulis akan melakukan analisis terhadap seluruh rangkaian
proses asuhan keperawatan yang dilakukan pada Ny. S.Penerapan teori Orem’s
self care pada kasus tuberculosis paru telah diterapkan sebagai suatu pendekatan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa Terduga TB
kambuh, bronkiektasis terinfeksi, efusi pleura kiri ec bakteri, DM tipe II.
4.1.1 Pengkajian
a. Faktor Kondisi Dasar
Faktor kondisi dasar merupakan pengumpulan data dasar secara umum yang
meliputi usia, jenis kelamin, status perkembangan, status kesehatan, orientasi
social budaya, sistem perawatan kesehatan, sistem keluarga, pola hidup,
lingkungan dan sumber pendukung. Dari faktor usia didapatkan bahwa pasien
berada pada rentang usia perkembangan dewasa madya. Penyakit tuberkulosis
dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai lanjut usia dengan
perbandingan hampir sama antara laki-laki dan perempuan. Keluhan utama saat
pasien masuk adalah sesak, yang merupakan salah satu gejala dari tuberculosis
paru.

b. Kebutuhan Perawatan Diri Umum


Pada pengkajian udara didapatkan data bahwa pasien mengeluh sesak. Sesak
merupakan keadaan yang sering pada penyakit paru yaitu kesulitan bernapas yang
disebabkan karena suplai oksigen ke dalam jaringan tubuh tidak sebanding dengan

68 Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
69

oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. sesak yang terjadi pada Ny. S kemungkinan
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: gangguan konduksi dan difusi gas ke
paru-paru, dan gangguan pada proses transportasi gas.

Penyebab dari gangguan konduksi dan difusi gas ke paru-paru dapat


menyebabkan ventilasi alveoli berkurang dalam kasus ini radang paru (TB Paru).
semua alveoli mendapatkan ventilasi dan aliran darah dari kapiler alveolus yang
sama besar termasuk pada pasien yang mempunyai penyakit paru, walaupun
secara normal mendapatkan ventilasi namun hampir tidak memiliki aliran darah,
sedangkan ada daerah lain pada alveoli memiliki aliran darah yang sangat baik
tapi ventilasinya sedikit atau tidak ada, sehingga proses pertukaran melalui
membran pernapasan sangat terganggu (Guyton & Hall, 2006).

Sesak yang diakibatkan karena adanya gangguan pada proses transportasi gas
ditentukan oleh kadar hemoglobin (Hb). Hb adalah suatu molekul protein yang
mengandung besi dan terdapat di dalam sel darah merah, dapat membentuk ikatan
yang longgar dan reversible dengan oksigen. Hb berperan sebagai tempat
penyimpanan oksigen, ketika Hb jumlahnya kurang (Hb 9,6) maka jumlah
oksigen yang dihantarkan ke alveoli melalui kapiler paru berkurang, selain itu
juga kemampuan Hb mengikat dan melepaskan oksigen dipengaruhi oleh
beberapa hal seperti konsentrasi CO2, suhu, elektrolit, dan pH. Pada Ny. S
didapatkan data gas darah pCO2 53,5 mmHg, adanya CO2 tambahan pada darah
akan efeknya menurunkan afinitas Hb terhadap oksigen. Kemudian didapatkan
data riwayat demam sebelumnya, peningkatan suhu akan meningkatkan
pembebasan oksigen dari Hb untuk digunakan oleh jaringan yang lebih aktif.
Kemudian dengan pH 7,350 (kecenderungan asam), salah satu yang menyebabkan
pH menurun adalah tingginya kadar CO2, sehingga kapasitas O2 terhadap Hb
menurun (Rab, 2010; Sherwood, 2007).

Sedangkan sesak yang disebabkan oleh asidosis berhubungan dengan kadar CO2
dalam darah, namun dapat terjadi oleh karena benda keton, misalnya pada
penyakit diabetes. Sesak pada pasien diabetes dapat disebabkan karena

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
70

ketidakmampuan memenuhi peningkatan kebutuhan insulin akibat infeksi. Ketika


tubuh kekurangan insulin dan tidak dapat menggunakan karbohidrat untuk energi
maka tubuh akan menggunakan lemak dan protein sebagai sumber energi. Proses
pemecahan lemak untuk bahan bakar menghasilkan ketosis dan asidosis, dehidrasi
dan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, hal tersebut dibuktikan dengan
nilai gas darah pasien yang mengalami asidosis (Black & Hawks, 2014).

Sesak yang dialami oleh Ny. S sudah dirasakan sejak + 2 bulan sebelum masuk
rumah sakit dan memberat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak
yang terjadi berminggu-minggu menunjukkan adanya efusi pleura (toraks foto
tanggal 15/3/15 terdapat efusi pleura kiri), pada orang normal, cairan di rongga
pleura 0,1 – 0,2ml/kgBB. Akumulasi cairan pleura dapat menyebabkan tekanan
pleura menjadi lebih positif, sehingga akan mengganggu proses komplians paru.
efusi pleura dapat terjadi apabila terjadi peningkatan tekanan hidrostatik sistemik
(gagal jantung), penurunan tekanan onkotik kapiler (gagal ginjal dan gagal hati),
peningkatan permeabilitas kapiler (infeksi atau trauma), dan gangguan fungsi
limfatik (obstruksi limfatik yang disebabkan oleh tumor) (Black & Hawks, 2014).
Pada Ny. S efusi pleura dapat disebabkan karena peningkatan permeabilitas
kapiler akibat infeksi. Sesak kronik dan progresif menunjukkan adanya
penyumpatan bronkiolus atau menunjukkan adanya proses fibrosis paru (Rab,
2010) hal tersbut dibuktikan dengan hasil foto toraks yaitu didapatkan batas
jantung kanan bergeser, terdapat sugestif TB Paru lesi luas, dengan suspek
bronkiektasis.

Keluhan lain yang dirasakan Ny. S adalah batuk. Batuk merupakan salah satu
mekanisme bersihan jalan napas, berupa reflex protektif otomatis yang digunakan
untuk membersihkan trakea dan menghindari aspirasi partikel ke jalan napas
bawah (Black & Hawks, 2014). Batuk berdahak dengan warna sputum putih
kental sampai dengan kehijauan dapat disebabkan oleh karena adanya proses
inflamasi pada saluran pernapasan yang menyebabkan silia dari sel epitel bronkus
tidak berfungsi, elemen karilago muskularis mengalami nekrosis dan jaringan
elastis disekitarnya mengalami kerusakan sehingga berakibat dinding bronkus

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
71

menjadi lemah, melebar tak teratur dan permanen, hal tersebut merupakan proses
dari penyakit bronkiektasis (Alsagaff & Mukty, 2010). Proses inflamasi tersebut
melibatkan sitokin, oksida nitrit dan neutrophil protease yang pada akhirnya akan
menyebabkan kerusakan dinding bronkus dan inflamasi transmural sehingga
dilatasi bronkus terjadi (PDPI, 2013). Dilatasi abnormal bronkus dan gangguan
pembersihan sekresi bronkus (mucus clearance) dapat menyebabkan kolonisasi
kuman dan timbul infeksi oleh kuman pathogen sehingga terbentuk mucus yang
purulent yang stasis (Alsagaff & Mukty, 2010). Adanya mucus/cairan pada
bronkus akan memberika bunyi ronkhi pada saat dilakukan auskultasi paru.
Bronkus sendiri dikelilingi oleh arteri bronkialis, dan arteri ini yang memiliki
peranan penting dalam terjadinya hemoptysis (batuk darah) karena pada infeksi
sering terjadi hipervaskularisasi, hal ini didapatkan pada hasil pengkajian yaitu
pasien memiliki riwayat batuk darah sebelumnya (Rab, 2010).

Usia mempengaruhi perubahan pada struktur saluran napas bagian bawah, terjadi
penurunan gerakan silia, gerakan silia menjadi lebih pelan dan kurang efektif,
selain itu terjadi penurunan jaringan dinding alveolar dan serabut jaringan
elastisnya sehingga terjadi penurunan fungsi paru, hal ini ditunjang dengan
kelainan hasil gas darah: pH 7,350, pCO2 53,5 mmHg, pO2 180 mmHg, HCO3
28,7 mmol/L, TCO2 38,3 mmol/L, Base excess 3,5, Std HCO3 26,5 mmol/L,
saturasi O2 99,3%.

Pada pemeriksaan fisik Ny. S didapatkan pengembangan paru asimetris kiri


tertinggal. Pengembangan dari kedua sisi toraks harus terlihat simetris pada waktu
inspirasi, gerakan pernapasan berubah oleh berbagai penyakit. Gerakan
pernapasan berkurang pada keadaan hiperinflasi (emfisema), berkurangnya
compliance paru (fibrosis), berkurangnya compliance rongga dada (ankilosis,
spondylitis), gerakan otot yang berkurang (miastenia gravis), berkurangnya
gerakan toraks ipsilateral (pneumotoraks dan efusi pleura, penebalan pleura,
konsolidasi). Bunyi redup pada perkusi biasanya didapatkan pada kasus dengan
efusi pleura, atelectasis, dan konsolidasi. Suara paru bronkovesikuler normal
(inspirasi = ekspirasi) jika letaknya berada diatas bronkus utama dengan sedikit

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
72

alveoli: posterior, diantara scapula terutama di kanan, anterior disekitar sternum


atas pada ruang intercostal pertama dan kedua. Suara paru bronkovesikuler Ny. S
didapatkan diseluruh lapang paru, hal tersebut menandakan adanya kelainan pada
daerah tersebut (Black & Hawks, 2014).

Pada kebutuhan perawatan diri cairan adanya keluhan keringat malam. Keringat
malam umumnya baru timbul bila proses penyakit telah lanjut, kecuali pada
orang-orang dengan vasomotor labil keringat malam dapat timbul lebih dini
(Alsagaff & Mukty, 2010). Berdasarkan dari data asupan air diperoleh bahwa Ny.
S mendapatkan asupan air yang memadai, dengan penghitungan kebutuhan cairan
30 – 50 ml/kgBB/24jam, dengan BB 30 kg, maka dapat kebutuhan cairan Ny. S
sebanyak 900 – 1500ml/24 jam. Intake cairan pasien dalam 24 jam: minum +
500ml, cairan infus 1000ml = 1500 ml/24jam.

Berdasarkan hasil pemeriksaan glukosa darah dan elektrolit darah berupa natrium
dapat diperoleh osmolalitas plasma (mOsm/L) sebesar 291,89, dengan

perhitungan: 2Na + mg/dL. Nilai normal osmolalitas serum sebesar 290 +

10 mOsm/L, sedangkan kadar osmolalitas serum pasien masih dalam rentang


normal (291,89 mOsm/L), hal tersebut menunjukkan bahwa pasien tidak
mengalami gangguan dalam cairan.

Pada kebutuhan perawatan diri nutrisi didapatkan keluhan mual, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan (Alsagaff & Mukty, 2010), penurunan berat
badan yang dialami sebanyak 4 kg dalam 3 bulan (IMT 13,3). Penurunan berat
badan dapat dipengaruhi oleh faktor infeksi dan DM itu sendiri. Pada faktor
infeksi penurunan berat badan terjadi karena manifestasi toksemia yang timbul
belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses penyakit progresif (Alsagaff &
Mukty, 2010). Sedangkan, pada pasien DM terjadi peningkatan penggunaan
protein dan lemak, proses katabolisme meningkat, sehingga pasien bisa menjadi
kurus (Black & Hawk, 2014). Peningkatan penggunaan protein dapat dilihat dari
hasil ureum pasien yaitu 40 mg/dL. Ureum merupakan hasil dari metabolisme
protein.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
73

Ny. S juga mengalami gangguan pada system endokrin, yaitu mengalami diabetes
mellitus tipe II, dengan gula darah tidak terkontrol (gula darah sewaktu 286
mg/dL). Dengan adanya DM tingkat keparahan infeksi meningkat, hal tersebut
disebabkan oleh adanya abnormalitas dalam imunitas yaitu terjadi defek pada
fungsi sel-sel imun (makrofag dan limfosit) dan mekanisme pertahanan pejamu
yang diperantarai oleh sel dan fungsi fagosit berkaitan dengan hiperglikemia,
termasuk berkurangnya vaskularisasi (Cahyadi & Venty, 2011). Jenis sel darah
putih yang bergranulosit/ sel PMN diantaranya basophil, eosinophil, neutrophil.
Sedangkan sel darah putih tanpa granulosit diantara limfosit dan monosit. Netrofil
berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses
peradangan kecil lainnya, dan merupakan sel yang memberikan respon pertama
terhadap infeksi, limfosit merupakan mekanisme pertahanan tubuh, eosinophil
berhubungan dengan infeksi parasite, basophil bertanggung jawab untuk memberi
reaksi alergi dan antigen dengan jalan mengeluarkan histamine kimia yang
menyebabkan peradangan (Guyton & Hall, 2007). Pada Ny. S. didapatkan nilai
Leukosit 10,82 ribu/mm3 hal tersebut menunjukkan bahwa ada proses infeksi
dalam tubuh, dan didukung oleh nilai netrofil 82,7% (normal 50 – 70%) hal
tersebut memberikan informasi bahwa proses infeksi masih berlangsung, Nilai
limfosit pada Ny. S adalah 9,9% (normal 25 – 40 %) hal tersebut menunjukkan
bahwa mekanisme pertahanan tubuh Ny. S rendah.

Pada kebutuhan perawatan diri eliminasi didapatkan data bahwa pasien berkemih
dan defekasi dengan menggunakan diaper. Penggunaan diapers dapat membantu
pasien dalam meminimalkan aktivitas berlebihan yang akan memperberat sesak
yang pasien rasakan..

Pada kebutuhan aktivitas/istirahat pasien mengalami gangguan yaitu tidak dapat


beristirahat karena kondisi sesak yang dirasakan dan ketidakmampuan untuk
berjalan jauh atau naik tangga kondisi tersebut dapat terjadi karena
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan oksigen oleh tubuh.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
74

Dan sumber energi yang kurang akibat pasien tidak nafsu makan, status nutrisi
yang tidak baik. Kondisi tersebut dapat membuat kondisi badan pasien lemah.

Pada kebutuhan perawatan diri interaksi social didapatkan data pasien bukan
orang yang senang berbicara, dan menjawab namun kooperatif saat dilibatkan
dalam proses pemberian asuhan.

Pada kebutuhan perawatan diri pencegahan terhadap bahaya, pasien belum


mengetahui kondisi penyakitnya, karena sedang dalam proses uji diagnostik untuk
memastikan kondisi penyakit pasien.

Pada kebutuhan promosi kearah normal didapatkan penyimpangan yaitu pasien


tidak mampu untuk beraktivitas seperti biasanya.

c. Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Orem menjelaskan bahwa kebutuhan perawatan diri sesuai perkembangan
berbeda-beda setiap orang, karena kondisi dan sumber-sumber yang mendukung
individu untuk mengalami perkembangan secara normal berbeda-beda (Orem,
Taylor, Renpenning, 2001). Ny. S dengan usia 56 tahun merupakan dalam tahap
perkembangan dewasa madya, tahapan perkembangan yang sedang dialami pasien
menurut teori psikososial Erik Erikson (1986) adalah generativitas vs stagnasi, ciri
tahap ini adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan, keturunan, produk, ide
serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi mendatang.
Kebiasaan pada tahap perkembangan ini adalah adanya ritualisasi peranan
orangtua, menghasil sesuatu, memberikan pengajaran bahwa tindakan yang harus
dilakukan orang dewasa (Wikipedia, 2015). Dalam tahap ini pasien belum mampu
memberikan pengajaran tindakan dalam merawat kesehatan diri pasien, sehingga
pasien jatuh dalam kondisi sakit.

d. Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status


Kesehatan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
75

Orem menjelaskan bahwa tahapan ini ada pada pasien yang mengalami sakit atau
cedera, yang memiliki kelainan patologis spesifik termasuk kecacatan dan
ketidakmampuan, dan pada orang-orang yang sedang dalam proses medis,
diagnsotik, maupun pengobatan, yang secara jelas adanya gangguan pada struktur
tubuh manusia, perubahan fungsi fisik, dan perubahan perilaku dan kebiasaan
(Orem, Taylor, & Renpenning, 2001). Dalam hal ini Ny.S mengalami kelainan
patologis pada system respirasi mengalami perubahan fungsi fisik yaitu
mengalami sesak dan batuk.

4.1.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan menurut Orem merupakan suatu proses mengumpulkan,
memeriksa, dan menganalisa data yang berhubungan dengan faktor kondisi dasra
dan kebutuhan yang yang diperlukan pasien, kemampuan pasien dalam
melakukan perawatan diri dan keterbatasan pasien dalam melakukan tindakan
pemenuhan kebutuhan perawatan diri (Orem, Taylor, & Renpenning, 2001).
Diagnosa yang dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian diatas adalah:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan proses infeksi.
Diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas menurut NANDA
(2012) adalah ketidakmampuan dalam membersihkan secret atau obstruksi dari
saluran pernapasan untuk menjaga jalan napas bersih. Diagnosa ini ditegakkan
berdasarkan kebutuhan pasien pada perawatan diri udara, dengan keluhan yang
dirasakan adalah batuk berdahak yang disertai sputum kental, dan pada
auskultasi ditemukan bunyi ronkhi pada kedua lapang paru kanan dan kiri.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi-
ventilasi. Diagnosa keperawatan gangguan pertukaran gas menurut NANDA
(2012) adalah kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau proses eliminasi
karbondioksida pada membrane alveolar-kapiler. Diagnosa ini ditegakkan
berdasarkan definisi karakteristik yang sesuai dengan hasil pengkajian yaitu
nilai gas darah yang abnormal, nilai pH yang abnormal, adanya pola napas
yang abnormal dalam hal ini pola napas pasien cepat dan dangkal, adanya
keluhan sesak, hiperkapni.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
76

c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002) berhubungan


dengan penurunan nafsu makan. Diagnosa ketidakseimbangan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh ditegakkan berdasarkan definisi menurut NANDA (2012)
yaitu kurangnya asupan nutisi untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh,
yang didukung oleh definisi karakteristik yang didapatkan dari hasil pengkajian
kebutuhan perawatan diri nutrisi adanya mual, penurunan berat badan, dan
IMT 13,3 (dibawah normal).
d. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan intake nutrisi
tidak adekuat. Diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah menurut NANDA
(2012) yaitu risiko terhadap nilai glukosa darah yang bervariasi diluar rentang
normal, dengan definisi karakteristik yang ditemukan pada pasien adalah
tingkat aktivitas yang menurun, status kesehatan fisik dan kehilangan berat
badan, nilai glukosa darah pasien 286 mg/dL, dan pasien memiliki riwayat
diabetes mellitus tipe II.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen. Diagnosa intoleransi menurut NANDA (2012) adalah
ketidakcukupan energi baik secara fisiologis maupun psikologis untuk bertahan
atau menyelesaikan aktivitas harian yang diperlukan, faktor yang berhubungan
adalah kondisi tirah baring, kelemahan umum, ketidakseimbangan antara
suplai/kebutuhan oksigen, imobilisasi, gaya hidup. Dengan batasan
karakteristik yaitu adanya dyspnea saat beraktivitas, sesuai dengan keluhan
yang Ny. S rasakan yaitu adanya keluhan sesak sehingga pasien tidak mampu
untuk berjalan jauh atau naik tangga.
f. Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan. Diagnosa ketidakefektifan manajemen kesehatan diri menurut
NANDA (2012) adalah pola untuk mengatur dan mengintegrasikan rejimen
terapi dalam kehidupan sehari-hari untuk mengobati penyakit dan gejala sisa
untuk mencapai tujuan kesehatan, dengan definisi karakteristik yang ditemukan
dari hasil pengkajian yaitu ketidakmampuan dalam mengikuti perawatan diri
untuk mengurangi faktor risiko dan kurangnya pengetahuan mengenai penyakit
dan terapi.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
77

Berdasarkan hal tersebut maka deficit perawatan diri didiagnosa dengan


merefleksikan keadekuatan dari pasien untuk memenuhi kebutuhan khususnya,
sehingga jika dalam sebuah kasus pasien tidak adekuat, maka deficit perawatan
diri terjadi (Alligood, 2010).

4.1.3 Rencana Keperawatan


Perencanaan pada model Self-Care Orem masuk ke dalam proses regulatori,
didalamnya ditambahkan dengan desain system keperawatan, spesifikasi waktu,
tempat, kondisi lingkungan, dan peralatan dan suplay kebutuhan dari system.
Ketika rencana asuhan sudah dibuat maka perawat harus mampu menilai tindakan
apa saja yang dapat dilakukan oleh pasien, dan bantuan seperti apa yang dapat
diberikan pada pasien (Orem, Taylor, & Renpenning, 2001). Diagnosa
ketidakefektifan bersihan jalan napas, gangguan pertukaran gas,
ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, risiko ketidakstabilan
kadar glukosa darah, intoleransi aktivitas, ketidakefektifan manajemen kesehatan
diri direncanakan system keperawatan kompensasi sebagian, dengan metode
bantuan membimbing dan mengarahkan, dan menyediakan lingkungan untuk
perkembangan pasien, sedangkan metode bantuan untuk diagnosa
ketidakefektifan manajemen kesehatan diri diberikan metode bantuan memberikan
edukasi. Sistem keperawatan dan metode bantuan yang diberikan ditentukan
berdasarkan pertimbangan bahwa pasien memiliki beberapa kemampuan
memenuhi perawatan dirinya dibeberapa intervensi.

4.1.4 Implementasi
Implementasi (regulatory action) yang diberikan pada Ny. S untuk masing-
masing diagnosa perawatan:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Intervensi yang dilakukan merujuk pada NIC (Nursing Intervention
Classification) yang meliputi manajemen jalan napas. Tujuan dari manajemen
jalan napas adalah untuk memobilisasi dan menghilangkan sekresi dan
meningkatkan pertukaran gas. Salah satu intervensi yang dilakukan adalah
mengajarkan pasien batuk efektif. Batuk efektif memerlukan kemampuan pasien

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
78

untuk membersihkan sekresi, dengan cara ajarkan pasien untuk tarik napas dalam,
dan batukkan dua sampai tiga kali dengan mulut terbuka dengan menggunakan
otot abdomen, dengan teknik tersebut dapat meningkatkan bersihan jalan napas
dan dengan bantuan otot diafragma sehingga membuat batuk semakin kuat dan
efektif (Ackley, 2011). Ketika diajarkan batuk efektif pasien kurang dapat
mengikuti teknik yang diajarkan, namun setelah dilakukan dan diberikan contoh
sekaligus mengajak pasien untuk melakukan teknik batuk efektif secara
berulangkali pasien mampu melakukan namun tetap perlu dibimbing dan
diarahkan.

b. Gangguan pertukaran gas


Intervensi pada diagnosa ini adalah manajemen asam basa, implementasi yang
telah dilakukan pada pasien ini adalah menjaga kepatenan jalan napas,
memberikan posisi untuk meningkatkan ventilasi, memantau analisa gas darah,
memantau saturasi oksigen dan nilai hemoglobin, memantau intake output,
memantau kehilangan cairan (muntah, diare, diuresis), memantau tingkat
kesadaran, kesadaran yang menurun dapat mengindikasikan retensi dari CO2,
memantau nilai elektrolit, memberikan oksigen 4 L/menit, dan antibiotic
Levofloxacin 750 mg intravena.

Pemberian posisi yang dianjurkan pada pasien untuk meningkatkan ventilasi


adalah semi-fowler atau posisi duduk 45 derajat. Penelitian yang dilakukan oleh
Speelberg & Van Beers 2003 dalam Ackley (2011) posisi tersebut dapat
meningkatkan oksigenasi dan ventilasi. Selain itu pengaturan keseimbangan asam
basa dapat mempengaruhi pH darah baik asidosis maupun alkalosis. Pemantauan
saturasi oksigen dilakukan untuk melihat perfusi oksigen ke jaringan, pemantauan
intake output dilakukan untuk melihat adanya kehilangan cairan asam yang
disebabkan oleh muntah, diare dan diuresis yang dapat mempengaruhi
keseimbangan asam basa, atau adanya kehilangan cairan bikarbonat (diare),
pemantauan terhadap elektrolit dilakukan karena elektrolit mempengaruhi
persentase saturasi Hb terhadap oksigen, pemantauan terhadap suhu tubuh
dilakukan karena semakin tinggi temperature maka saturasi Hb dapat berkurang,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
79

c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


Intervensi yang dilakukan adalah manajemen nutrisi dan terapi nutrisi. Status
nutrisi yang buruk dapat mengganggu fungsi pernapasan. Nutrisi yang buruk
dapat mempengaruhi fungsi paru melalui beberapa mekanisme yaitu, sesak napas
yang terjadi selama pasien mengkonsumsi makanan dapat menyebabkan asupan
kalori menjadi terbatas, sehingga oksigenasi jaringan yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya fatigue. Mekanisme selanjutnya adalah kebutuhan kalori
sering kali meningkat pada pasien penyakit patu, penurunan berat badan yang
sering didapatkan terjadi karena penurunan asupan makanan dan meningkatnya
energi yang diperlukan. Hubungan yang penting antara nutrisi dan fungsi paru
yaitu melalui efek katabolisme, jika asupan kalori berkurang tubuh akan
memeceah protein yang terdapat dalam otot pernapasan, struktur paru juga akan
terpengaruh proses katabolisme, status malnutrisi menyebabkan berkurangnya
regenerasi jaringan paru. Mekanisme lainnya adalah kondisi malnutrisi dapat
menurunkan resistensi terhadap infeksi, pada keadaan malnutrisi antibody
berkurang. Mekanisme terakhir adalah nutrisi yang baik akan merangsang
pertumbuhan otot-otot pernapasan (Hardjodisastri, Syam & Sukrisman, 2006).

Untuk meningkatkan status nutrisi pasien, pasien diberikan diet DM 1700 kkal.
Perhitungan diet DM dilakukan berdasarkan BB 30 kg dan TB 150 cm, diperoleh
BB ideal = (150-100)-5 = 45 kg. Kebutuhan basal 45 kg x 25 kkal = 1125 kkal.
Koreksi Usia diatas 40 tahun: -5 %  56,25 kkal, aktivitas ringan: +10%  112,5
kkal, berat badan kurus: +20%  225 kkal, stres metabolic: +30%  337,5 kkal.
Total kalori = 1125 – 56,25 + 112,5 + 225 + 337,5 = 1743,75 ≈ 1700 kkal. Akan
tetapi ditemukan pasien tidak dapat menghabiskan porsi makan yang disajikan
sesuai dengan program diet yang telah ditentukan, pasien mengeluh mual dan
tidak nafsu makan, ditemukan juga tanda klinis kurangnya asupan nutrisi berupa
konjungtiva anemis. Sehingga perawat mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi pemenuhan nutrisi pasien secara oral, menganjurkan pemberian
makan dalam porsi kecil tapi sering dan menganjurkan pasien makan dalam posisi

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
80

duduk. Manfaat yang diharapkan dari pengaturan diit adalah mengontrol gula
darah pada batas normal.

d. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah


Diabetes mellitus tipe II merupakan gangguan metabolism yang secara genetis
dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat, jika telah berkembang secara klinis maka diabetes mellitus ditandai
dengan hiperglikemia puasa, aterosklerotik dan mikroangiopati dan neuropati. Ny.
S sudah menderita penyakit diabetes mellitus sejak tahun 1999, dan biasanya
menggunakan obat oral saja, dan 1 bulan terakhir ditambah dengan obat suntik
insulin dengan alasan gula darah pasien tidak stabil (GDS 286 mg/dL). Diabetes
mellitus merupakan salah satu keadaan yang mempermudah reaktivasi infeksi TB
dengan risiko relative berkembangnya TB (Masniari, Priyanti, & Aditama) hal
tersebut sesuai dengan kondisi Ny. S didapatkan hasil sputum BTA 3 kali positif.
Hiperglikemik kronik oleh karena DM akan menyebabkan gangguan fungsi paru
melalui memkanisme glikosasi dan glikasi asam amino dan lemak. Proses tersebut
akan mengakibatkan penebalan serta perubahan struktur jaringan ikat membrane
basalis sehingga terjadi gangguan migrasi dan diferensiasi dalam proses radang.
Kadar gula darah yang tinggi akan memicu terjadinya defek imunologis yang akan
menurunkan fungsi netrofil, monosit maupun limfosit, sehingga makin berat DM
yang diderita seseorang maka semakin besar kemungkinan terkena TB paru dan
makin berat penyakitnya (Masniari, Priyanti, & Aditama), sehingga pada Ny. S
dilakukan pengontrolan gula darah dengan memberikan terapi glimepiride 1 x 2
mg oral (golongan sulfonil urea) dan Levemir 1 x 15 UI (insulin kerja lambat).
Obat-obatan golongan sulfonil urea merupakan obat-obatan yang meningkatkan
pelepasan insulin dari pancreas, sedangkan insulin biasanya diperlukan untuk
mengontrol kadar glukosa plasma (Guyton & Hall, 2006).

e. Intoleransi aktivitas
Diagnosa intoleransi menurut NANDA (2012) adalah ketidakcukupan energi baik
secara fisiologis maupun psikologis untuk bertahan atau menyelesaikan aktivitas
harian yang diperlukan. Energi merupakan hasil dari oksidasi karbohidrat, protein

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
81

dan lemak (Guyton & Hall, 2006). Status nutrisi yang buruk dapat menggangu
fungsi pernapasan, sedangkan jika fungsi pernapasan terganggu maka sel tidak
dapat melakukan reaksi oksidasi untuk menghasilkan energi. Energi dibutuhkan
tubuh untuk menjalankan fungsi metabolisme esensial tubuh, melakukan aktivitas
sehari – hari, proses mencerna, penyerapan, dan pemrosesan makanan, dan
mempertahankan suhu tubuh (Guyton & Hall, 2006). Ny. S berdasarkan hasil
pengkajian dengan menggunakan barthel indeks didapatkan penilaian terhadap
masing-masing komponen pengkajian yaitu pasien makan butuh bantuan (1),
mandi tergantung orang lain (0), perawatan diri membutuhkan bantuan orang lain
(0), berpakaian sebagian dibantu (1), buang air kecil kontinensia (2), buang air
besar kontinensia (2), penggunaan toilet tergantung bantuan orang lain, transfer
tidak mampu (0), mobilisasi menggunakan kursi roda (1), naik turun tangga tidak
mampu (0). Skor total 7 (ketergantungan berat). Pada Ny. S juga didapatkan data
bahwa dari hasil foto toraks terdapat efusi pleura kiri. Efusi pleura adalah
penumpukkan cairan pada rongga pleura. Penyebab efusi pleura dapat
dikelompokkan ke dalam empat kategori utama yaitu peningkatan tekanan
hidrostatik sistemik, penurunan tekanan onkotik kapiler, peningkatan
permeabilitas kapiler dan gangguan fungsi limfatik. Berdasarkan dari data yang
didapat pada Ny. S efusi pleura yang terjadi disebabkan karena peningkatan
permeabilitas kapiler. Efusi pleura dapat menyebabkan ekspansi paru terganggu
sehingga pasien akan mengalami sesak napas, terutama saat beraktivitas seperti
yang dialami Ny. S. intervensi yang diberikan yaitu manajemen energi, dimana
tujuannya adalah meregulasi energi untuk mengurangi kelelahan dan
mengoptimalkan fungsi tubuh. Dengan manajemen energi pasien akan dibatasi
aktivitasnya sesuai dengan kemampuan, untuk meminimalkan penggunaan energi
berlebih untuk usaha napas.

f. Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri


Intervensi yang diberikan pada Ny. S yaitu edukasi proses penyakit. Tujuan
edukasi ini adalah membantu pasien untuk mengerti informasi yang berhubungan
dengan proses penyakit (Bulechek, Butcher, & Dochterman, 2013). Kemampuan
belajar tergantung pada perkembangan dan kesehatan fisik pasien (Potter & Perry,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
82

2009). Dari hasil pengkajian Ny. S belum siap untuk diberikan edukasi karena
pasien masih merasakan sesak napas, sehingga pasien tidak akan mampu untuk
focus, sehingga edukasi diberikan kepada anak pasien yang selalu menjaga pasien.
Edukasi mengenai medikasi dapat diberikan kepada pasien dengan menggunakan
bahasa sederhana yang dapat pasien mengerti.

Proses implementasi yang dilakukan pada kasus diatas disesuaikan dengan


implementasi pada model Self-Care orem yaitu perawat memiliki tugas yang
langsung terhadap asuhan keperawatan diantaranya (1) melakukan dan mengatur
pelaksanaan kebutuhan perawatan diri pasien atau membantu pasien dalam
melakukan perawatan diri, (2) mengkoordinasikan proses perawatan dengan
komponen lain dari yang memberikan perawatan kesehatan, (3) membantu pasien
dan keluarga untuk membantu aktivitas keseharian pasien untuk memenuhi
perawatan diri untuk memuaskan pasien dalam kaitannya dengan kepentingan
pasien, kemampuan pasien dan tujuan dari kesehatan pasien, (4) membimbing,
mengarahkan dan mendukung pasien, (5) menstimulasi pasien dalam kaitannya
dengan perawatan diri dengan memberikan pertanyaan, diskusi tentang masalah
perawatan, (6) dukung dan bimbing pasien dalam aktivitas belajar dan
menyediakan, (7) dukung dan bimbing pasien dalam pengalaman sakit atau
ketidakmampuan dan dampak dari pengobatan medis. Proses implementasi
bertujuan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan perawatan diri pasien dan
mengatur dan mengembangkan kemampuan pasien dalam perawatan diri (Orem,
Taylor, Renpenning, 2001).

4.1.5 Evaluasi
Orem, Taylor, & Renpenning (2001) menuliskan bahwa pada tahap evaluasi
observasi dan penilaian dilakukan untuk menentukan apakah desain system
keperawatan sudah sesuai dengan kondisi pasien, dan melihat pencapaian pasien
melalui langkah-langkah perawatan yang telah dilakukan dalam memenuhi
perawatan diri pasien. Dari hasil implementasi, pada diagnosa ketidakefketifan
bersihan jalan napas, gangguan pertukaran gas, intoleransi aktivitas, dan
ketidakefektifan manajemen kesehatan diri pasien mengalami peningkatan,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
83

sedangkan ketidakseimbangan nutrisi dan ketidakstabilan glukosa darah belum


mengalami peningkatan.

4.2 Analisa Kasus Resume


Pada bagian ini penulis memaparkan analisis penerapan teori keperawatan self-
care Orem pada 30 kasus kelolaan. Secara rinci kasus gangguan system respirasi
yang diberikan asuhan keperawatan pada saat praktek residensi adalah empyema,
asma, tuberculosis, bronkiektasis, pneumonia, penyakit paru obstruktif kronik,
edema paru, tumor paru, kanker paru. Resume 30 kasus kelolaan dapat dilihat
pada lampiran 2.

Adapun pasien yang menjadi kasus kelolaan sebagian besar adalah laki-laki
(66,7%), dengan status perkembangan hampir sebagian besar berada dalam tahap
dewasa awal (40%), memiliki riwayat merokok (63,3%).

Keluhan yang membawa pasien ke rumah sakit paling banyak adalah sesak (60%)
hal tersebut sesuai dengan teori bahwa salah satu manifestasi klinis yang sering
berhubungan dengan system pernapasan adalah sesak, pasien dengan riwayat
merokok dapat mengalami penurunan fungsi siliar paru, peningkatan produksi
mucus, serta perkembangan kanker paru dan masalah kronis. Kebiasaan merokok
biasanya lebih banyak pada laki maka hal tersebut sesuai dengan data yang ada.
Adapun dari hasil analisis diperoleh bahwa diagnosa keperawatan yang ditemukan
pada semua kasus kelolaan sistem respirasi adalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas, gangguan pertukaran gas, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan, nyeri akut, risiko intoleransi aktivitas, hipertermi, risiko syok, risiko
perdarahan, ketidakpatuhan, kelebihan volume cairan, disfungsi penyapihan
ventilator, risiko trauma vascular, ketidakefektifan manajemen kesehatan diri,
gangguan komunikasi verbal: berbicara, deficit perawatan diri: mandi, deficit
perawatan diri: berpakaian, deficit perawatan diri toileting, risiko ketidakstabilan
glukosa darah.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
84

Masalah keperawatan yang paling banyak terjadi pada pasien yang mengalami
gangguan system respirasi adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas. Diagnosa
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas menurut NANDA (2012)
adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari jalan
napas untuk menjaga kebersihan jalan napas. Saluran napas berfungsi sebagai
suatu saluran udara yang mengalir dari dan ke komplek alveolar. Saluran napas
terdiri atas trakea, bronkus utama kanan dan kiri serta cabang-cabangnya. Cabang
bronkus tersebut membagi diri secara dikotomi hingga generasi 23 dan generasi
24, namun ada pula yang menyebutkan sampai generasi 27 (Alsagaff & Mukty,
2010). Bronkus utama sebagai percabangan pertama, kemudian bronkus lobaris
sebagai percabangan kedua, bronkus segmental pada percabangan ketiga, bronkus
subsegmental pada percabangan ke-4 sampai ke-16, kemudian percabangan yang
ke-17 sampai ke-19 yang merupakan percabangan bronkiolus respiratorius dan
percabangan yang ke-20 sampai ke-22 merupakan percabangan duktus alveolaris
dan sakus alveolaris adalah percabangan terakhir (Rab, 2010).

Trakea terdiri dari 16-20 cincin tulang rawan yang berbentuk setengah lingkaran
atau bulan sabit, bagian posterior trakea dibentuk oleh jaringan elastis bersama
dengan otot polos, otot tersebut akan aktif berkontraksi pada saat ekspirasi dalam
atau batuk sehingga lumen trakea menyempit. Pada bagian dalam lapisan otot dan
tulang rawan ini didapatkan suatu lapisan jaringan ikat yang mengandung serabut
saraf dan kelenjar mucus, dan lebih dalam lagi ke arah lumen terdapat membrane
mukosa yang mengandung sel goblet, sel bersilia dan sel epitel (Alsagaff &
Mukty, 2010). Kemudian, didalam setiap bronki terdapat jaringan yang terbentuk
dari jaringan elastis, jaringan retikuler, otot polos, kapiler, jaringan limfatik serta
serabut saraf, selain itu terdapat juga sel-sel PMN, limfosit dan sel mast, lapisan
lebih dalam lagi didapatkan sel bersilia dan sel goblet. Jumlah sel goblet paling
banyak di trakea dan bronkus utama, jumlahnya menurun sesuai dengan makin
kecilnya bronki (Alsagaff & Mukty, 2010). Terdapat 4 kelenjar yang
menghasilkan sekresi pada trakea yaitu kelenjar submukosa, sel goblet, sel klara,
cairan transudate jaringan. Rata-rata cairan yang diproduksi adalah berkisar antara
10 – 100 ml dan pada keadaan infeksi dapat mencapai 200 – 300 ml (Rab, 2010).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
85

Definisi karakteristik dari diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas yaitu


tidak adanya batuk, ada suara napas tambahan (rales, krakels, ronkhi, wheezing),
perubahan jumlah dan ritme pernapasan, sianosis, kesulitan berbicara, hilangnya
suara napas, sesak, produksi sputum yang berlebihan, ortopnea, gelisah, mata
terbelalak. Faktor yang diidentifikasi berhubungan dengan ketidakefektifan
bersihan jalan napas dapat berasal dari lingkungan, obstruksi jalan napas dan
fisiologis. Pada faktor yang berhubungan dari lingkungan yaitu perokok pasif,
menghirup asap, dan merokok. Pada faktor obstruksi jalan napas dapat berasal
dari spasme jalan napas, mucus berlebih, eksudat pada alveoli, benda asing pada
jalan napas, adanya jalan napas buatan, secret yang tertahan, dan secret yang
terdapat di bronchi. Pada faktor fisiologis dapat dikarenakan alergi jalan napas,
asma, penyakit paru obstruktif kronis, hyperplasia dinding bronkus, infeksi, dan
disfungsi neuromuscular (NANDA, 2012).

Berdasarkan dari hasil resume 30 kasus system respirasi, sesak (60%) dan batuk
(26,7%) merupakan keluhan pertama yang menjadi alasan pasien datang ke rumah
sakit. Terjadinya batuk sebagai suatu mekanisme dari saluran napas untuk
membersihkan saluran napas, namun batuk dapat dianggap patologis jika
frekuensi bertambah dan kedalamannya bertambah. Batuk merupakan reflek vagal
dimana efektor utamanya adalah otot-otot serat lingtang pada otot pernapasan,
diafragma dan otot polos saluran pernapasan. Batuk dapat terjadi karena adanya
inhalasi zat iritan, inflamasi, sekresi jalan napas, benda asing, tumor yang
merangsang reseptor batuk (laring, trakea, bronkus, saluran telinga, pleura, perut,
hidung, sinus paranasal, faring, pericardium, diafragma). Jumlah reseptor akan
semakin berkurang pada percabangan bronkus kecil dan sejumlah besar reseptor
terdapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor
sensorik batuk peka terhadap rangsang mekanik dan kimia. Reseptor yang
sensitive terhadap sentuhan dan pergerakan terdapat di laring, trakea, dan karina.
Reseptor yang sensistif terhadap rangsang kimia ada di laring, trakea, bronkus.
Sedangkan rangsangan pada alveolus dan saluran napas yang lebih kecil
menyebabkan batuk tidak efektif, hal tersebut terjadi karena turbulensi udara yang

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
86

bergerak tidak cukup besar dan cepat. Rangsangan tersebut akan dialirkan oleh
serabut saraf aferen yang ada pada cabang nervus vagus. Rangsangan dari sinus
paranasalis dialirkkan oleh nervus trigeminus. Rangsangan dari faring dihantarkan
oleh nevus glossofaringeus. Rangsangan dari pericardium dan diafragma
dihantarkan oleh nervus frenikus. Rangsangan dari nervus tersebut dihantarkan ke
pusat batuk yang berada pada medulla oblongata, kemudian diteruskan oleh
serabut saraf eferen ke efektor sehingga terjadilah mekanisme batuk (Rab, 2010;
Ali, Summer, & Levitzky, 2010). Serabut saraf aferen terdiri dari rapidly adapting
mechanoreceptors (RARs), slowly adapting mechanorecceptors (SARs) dan serat
C. Fase batuk meliputi fase inspirasi, penutupan glottis, relaksasi diafragma,
kontraksi aktif otot ekspirasi dengan meningkatkan tekanan pleura sampai 200
mmHg, pembukaan glottis.

Pada pasien dengan penyakit pernapasan kronik dan penurunan kesadaran dapat
menurunkan efektifitas dari batuk (Ali, Summer, & Levitzky, 2010). Batuk yang
terjadi pada pasien asma biasanya disertai wheezing dan sesak pada dada, varian
batuk asma terjadi dalam beberapa bulan disertai infeksi saluran napas atas dan
menetap dalam beberapa bulan. Batuk yang dirasakan pada pasien asma terjadi
karena adanya induksi sekresi jalan napas, hiperaktivitas bronkial dan inflamasi
dari eosinophil. Namun bronkokonstriksi yang berhubungan dengan batuk.
Perubahan yang cepat dan besar pada volume paru dapat menyebabkan batuk.
Bronkokonstriksi dipercaya disebabkan oleh aktivasi dari serat C dan reseptor
lainnya. Serat C sangat sensitive pada rangsang kimia yaitu bradikinin, capsaicin,
dan ion hydrogen, dan sesor batuk pada jalan napas (Ali, Summer, & Levitzky,
2010).

Sesak adalah kesulitan bernapas yang disebabkan karena suplai oksigen kedalam
jaringan tubuh tidak sebanding dengan oksigen yang dibutuhkan tubuh, hal
tersebut terlihat dengan adanya kontraksi dari otot-otot pernapasan tambahan,
perubahan ini biasanya terjadi dengan lambat, namun dapat pula terjadi dengan
cepat (Rab, 2010). Sesak distimulasi oleh situasi (latihan, hipoksia, atau menahan
napas), kondisi medikasi (peningkatan resistensi jalan napas, penurunan komplian

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
87

paru, peningkatan kerja napas), ketidaknyamanan fisik (nyeri), perubahan


metabolic (asidosis), ketidaknyamanan emosional, kegembiraan dan depresi, dan
reseptor pada jantung dapat menyebabkan sesak (ortopnea). Peningkatan stimulasi
aferen oleh bermacam-macam reseptor (kemoreseptor, propioreseptor atau emosi)
meningkatkan perjalanan saraf eferen ke otot-otot pernapasan. Stimulus tambahan
pada jalur aferen yang berkontribusi adalah bronkospasme, inflamasi, hipertensi
dan edema paru.

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa keperawatan


ketidakefektifan bersihan jalan napas berdasarkan NIC adalah manajemen jalan
napas dan peningkatan batuk. Batuk merupakan suatu mekanisme pertahanan
paru, kualitas batuk ditentukan oleh 2 hal yaitu volume udara dapat dikeluarkan
dari paru dan tingginya tekanan udara yang dapat diekspirasikan dari intratoraksis.
Ada 4 cara dalam menghasilkan batuk menurut Rab (2010) yaitu pasien
dianjurkan untuk inspirasi melalui hidung, kaki dan tangan dideplesikan,
mengatur diafragma untuk inspirasi dan kemudian tahan pernapasan untuk
beberapa detik, kontraksikan otot diafragma untuk menghasilkan batuk. Cara lain
dituliskan oleh Ackley (2011) untuk meningkatkan batuk yaitu bantu pasien untuk
melakukan tarik napas dalam kemudian tahan dalam beberapa detik kemudia
batukkan sebanyak dua sampai tiga kali dengan mulut terbuka dengan
mengencangkan otot-otot perut. Dan teknik tersebut dapat meningkatkan bersihan
sputum dan menurunkan spasme, dengan menggunakan otot diafragma makan
batuk yang dihasilkan akan lebih kuat dan efektif. Intervensi batuk efektif
diberikan kepada beberapa orang yang mengalami gangguan bersihan jalan napas,
respon yang berbeda-beda didapatkan. Pada pasien yang mengalami kelelahan
saat batuk, atau merasa sulit mengeluarkan mengatakan bahwa intervensi tersebut
dapat membantu pasien terutama saat dilakukan penekanan pada abdomen
memberikan tenaga bagi pasien untuk batuk.

4.3 Analisa Penerapan Praktik Keperawatan Berbasis Bukti


Karakteristik subyek yang mendapatkan oral hygiene dengan menggunakan
chlorhexidine 0,12% selama dua kali sehari antara lain berdasarkan kasus terdiri

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
88

dari pasien post craniotomy (16,6%), gagal napas dan hemoptysis (16,7%), post
torakotomi (16,67%), dan pasien post laparatomi (50%). Seluruh pasien berada
pada rentang usia antara 18 – 67 tahun, 100% berjenis kelamin laki-laki.

Dari keenam pasien yang dijadikan responden pelaksanaan praktek berbasis


pembuktian menunjukkan sebagian besar pasien tidak mengalami VAP (83,3%).
Kriteria VAP ditentukan berdasarkan A Clinical Pulmonary Infection Score
(CPIS) dengan komponen yang diukur adalah suhu tubuh, nilai leukosit darah,
secret trakea, oksigenasi PaO2/FiO2 rasio, perubahan gambaran radiologi torak.
Jika skor di atas 6 maka pasien diduga mengalami pneumonia sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan kultur sputum. Sedangkan untuk skor dibawah atau sama
dengan 6 maka pasien tidak didiagnosis mengalami VAP. Berdasarkan tabel 3.1
Terdapat 1 pasien yang diduga VAP dengan skor 7, hasil tersebut berbeda dengan
hasil penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Gnatta, et al (2013) bahwa
chlorhexidine 0,12% merupakan faktor protektif untuk mencegah VAP.

Beberapa faktor risiko telah diidentifikasi menjadi penyebab dari perkembangan


VAP. Faktor risiko tersebut dibagi menjadi dua yaitu faktor yang tidak dapat
diubah dan faktor yang dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah yaitu
penyakit paru obstruktif kronis, gagal organ multiple, usia diatas 60 tahun, koma,
Acute Respiratorry Distress Syndrome (ARDS), AIDS, trauma kepala jenis
kelamin laki-laki, adanya penyakit paru sebelumnya. Pada faktor risiko yang
berhubungan dengan intervensi diantaranya pembedahan saraf, pembedahan torak,
dan intubasi berulang. Faktor yang dapat ubah yaitu penggunaan H2 antagonis,
penggunaan antasida, penggunaan sukralfat, penggantian sirkuit ventilator,
penggunaan antibiotic, posisi supine, pasien yang mendapatkan nutrisi enteral,
tekanan cuff endotrakeal tube yang rendah, trakeostomi, penggunaan terapi
aerosol (Bonten, Kollef, & Hall, 2004; Keyt, Faverio, & Restrepo, 2014).

Faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi untuk dapat menurunkan kejadian


VAP telah banyak diidentifikasi. Institute for Healthcare Improvement (IHI)
mengawali pembuatan pencegahan VAP dalam serangkaian kegiatan yang

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
89

berdasarkan intervensi berbasis bukti. Serangkaian kegiatan tersebut diantaranya


terdiri dari: (1) elevasi kepala tempat tidur, (2) pengkajian harian terhadap sedasi
yang digunakan dan kesiapan pasien untuk dilakukan ekstubasi, (3) profilaksis
penyakit ulkus peptic, (4) profilaksis deep vein thrombosis (DVT), (5) perawatan
rongga mulut harian dengan menggunakan chlorhexidine (Munro & Ruggiero,
2014).

Muscedere et al (2008) juga telah menuliskan pedoman pencegahan VAP


berdasarkan tindakan berbasis bukti yang terdiri dari tiga strategi yaitu strategi
fisik, strategi perubahan posisi, strategi farmakologik. Strategi fisik yang
direkomendasikan adalah rute intubasi melalui jalur orotrakea, penggunaan sirkuit
baru pada setiap pasien namun tidak dianjurkan untuk penggantian sirkuit
ventilator secara terjadwal, dianjurkan untuk mengganti penghangat dan pelembab
dari ventilator setiap 5 – 7 hari atau jika terdapat indikasi klinis, penggunaan
sistem closed suction endotrakeal, rekomendasi system closed suction endotrakeal
untuk setiap pasien dan sesuai indikasi klinis, rekomendasi untuk dilakukan
drainase sekresi subglotik pada pasien yang diperkirakan akan mendapatkan
ventilasi mekanik selama lebih dari 72 jam, tidak direkomendasikan penggunaan
bakteri filter karena tidak ada hubungannya dengan kejadian VAP atau tidak
namun kecenderungan berkaitan dengan mortalitas pasien. Pada strategi
positioning penggunaan tempat tidur kinetic perlu dipertimbangkan, selain itu
posisi semi recumbent (elevasi kepala tempat tidur 45o) direkomendasikan, prone
positioning dapat menurunkan VAP namun masalah kelayakan dan keamanan
dapat menjadi penghambat dalam pelaksanaan. Untuk strategi farmakologik yang
direkomendasikan adalah dekontaminasi rongga mulut dengan menggunakan
chlorhexidine.

Serangkaian pencegahan VAP yang dapat dimodifikasi telah dilakukan, namun


tetap ada pasien yang mendapatkan nilai CPIS 7, dimana kriteria tersebut pasien
didugan VAP. Berdasarkan dari karakteristik pasien yang diduga VAP didapatkan
data bahwa pasien diagnosa medis post craniotomy ec CVDH, jenis kelamin laki-
laki, uisa 67 tahun. Pasien tersebut memiliki faktor risiko VAP yang tidak dapat

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
90

diubah. Pada pasien yang diduga VAP dapat terjadi karena efek penuaan.
Kebanyakan perubahan pada saluran napas bawah terjadi karena efek penuaan,
gerakan silia pada saluran napas atas menjadi lebih pelan dan menjadi kurang
efektif, selain itu struktur paru juga mengalami perubahan dan terjadinya
penurunan jaringan dinding alveolar dan serabut jaringan elastisnya (Black &
Hawks, 2014), selain itu pada proses pengkajian awal rongga mulut, didapatkan
rongga mulut yang kotor, berbau, dan terdapat banyak sisa – sisa makanan,
disertai dengan sputum yang sudah berwarna kuning sejak awal pasien masuk.
Sputum yang berwarna kuning dan berbau menandakan adanya infeksi pada
saluran pernapasan, hal ini dibuktikan dengan didapatkannya pemeriksaan sputum
kultur berisi bakteri acinetobacter baumanii. Namun setelah dilakukan oral
hygiene sebanyak dua kali pagi dan sore didapatkan rongga mulut yang lebih
bersih dibandingkan sebelumnya dan berkurangnya bau dari rongga mulut pasien.

Berdasarkan diskusi yang dilakukan oleh Infection Prevention Control Nurse


(IPCN), Infection Prevention Control Doctor (IPCD), Tim PPI dan dokter
penanggung jawab pasien di RSUP Persahabatan didapatkan hasil bahwa pasien
yang diduga VAP ini tidak dapat didiagnosa VAP dikarenakan pasien sudah
memiliki infiltrate pada foto torak awal saat masuk ICU.

Oral hygiene dengan menggunakan chlorhexidine 0,12% terbukti dalam


mencegah VAP. Namun, belum ada penelitian yang melaporkan bahwa tindakan
oral hygiene yang memiliki pengaruh paling dominan dalam mencegah terjadinya
VAP, karena masih adanya faktor yang tidak dapat diubah pada pasien sehingga
masih terdapat pasien yang diduga VAP pada penerapan intervensi keperawatan
berbasis bukti ini.

4.4 Analisa Penerapan Kegiatan Inovasi


RSUP Persahabatan sebagai rumah sakit vertikal di bawah Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia sedang mempersiapkan akreditasi VERSI 2012 dan JCI yang
bertujuan untuk mencapai pelayanan bermutu dan aman bagi pasien. Sehingga
kegiatan inovasi modifikasi WSD 1 botol ini belum dapat diterapkan dikarenakan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
91

terdapat salah satu standar JCI yaitu semua penemuan baru yang berhubungan
langsung dengan pasien harus melewati tahap uji klinis terlebih dahulu. Kegiatan
inovasi modifikasi WSD 1 botol terdiri dari lima tujuan: (1) untuk mendapatkan
gambaran persepsi tenaga kesehatan terhadap pentingnya WSD yang lebih aman,
lebih nyaman dan lebih indah, (2) mendapatkan gambaran kepuasan pasien setelah
penerapan modifikasi WSD 1 botol, (3) mendapatkan gambaran data hasil uji
ketahanan pada proses sterilisasi tutup botol modifikasi WSD, (4) mendapatkan
gambaran data uji mikrobiologi pada tutup botol WSD modifikasi (5)
mendapatkan data tidak adanya risiko cedera pada modifikasi WSD 1 botol.

Pada tujuan pertama proyek inovasi adalah untuk mengetahui persepsi tenaga
kesehatan (perawat dan PPDS Paru) terhadap pentingnya WSD yang lebih aman,
lebih nyaman dan lebih indah. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh
beberapa perawat dan PPDS Paru terhadap modifikasi WSD 1 botol ini
diungkapkan secara lisan bahwa modifikasi WSD 1 botol terlihat bagus, dan lebih
aman. Namun diperlukan uji lebih lanjut dengan menggunakan kuesioner persepsi
untuk mendapatkan data yang lebih valid terkait gambaran persepsi tenaga
kesehatan. Selain itu untuk mencapai tujuan selanjutnya dari modifikasi WSD 1
botol ini harus melewati beberapa prosedur seperti uji mikroba yang dilakukan di
laboratorium mikrobiologi dan uji ketahanan pada proses sterilisasi di ruang
CSSD RSUP Persahabatan. Serangkaian dari kegiatan inovasi modifikasi WSD 1
botol ini harus melewati proses procedural terkait penelitian.

Namun proyek inovasi modifikasi WSD 1 botol telah mendapat persetujuan untuk
dilaksanakan dari pihak-pihak yang terkait dengan penerapan modifikasi WSD 1
botol, diantaranya adalah Kepada SMF Paru, Kepala Sub Divisi Pulmonology,
Kepala Sub Divisi Intervensi Pulmonology, Kepala Sub Divisi Infeksi, dan
Konsulen Muda di SMF Pulmonologi. Serta Kepala Mikrobiologi dan Sub
Komite PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) memberikan dukungan secara
lisan untuk membantu dalam pemeriksaan mikrobiologi. Sehingga kelompok
melanjutkan kegiatan inovasi tersebut dengan membuat modifikasi WSD 1 botol
sebanyak 6 unit, sehingga ketika kelompok sudah mendapatkan persetujuan secara

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
92

procedural terkait penelitian inovasi dari RSUP Persahabatan maka kelompok


akan segera melaksanakan penelitian.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
5.1.1 Penerapan model Self-Care Orem pada gangguan sistem repirasi mampu
meningkatkan kemampuan melakukan asuhan keperawatan terutama dalam
hal meningkatkan kemampuan pasien dalam melakukan perawatan diri
dengan memperhatikan faktor fisiologis, psikologis, budaya dan lingkungan
secara menyeluruh.
5.1.2 Masalah keperawatan yang paling sering muncul pada 30 resume kasus
kelolaan adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas dan gangguan
pertukaran gas, dengan keluhan utama sesak dan batuk.
5.1.3 Adanya kecenderungan VAP pada salah satu dari enam pasien dalam praktik
keperawatan berbasis bukti oral hygiene dengan menggunakan
chlorhexidine 0,12% pada pasien yang terpasang alat ventilasi mekanik.
5.1.3 Modifikasi WSD 1 botol diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan
keamanan pasien.

5.2 Saran
5.2.1 Pelayanan Keperawatan
a. Model Self-Care Orem dapat digunakan dalam menerapkan asuhan
keperawatan yang dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan ruangan
dengan bentuk yang lebih mudah dipahami.
b. Data diagnosa keperawatan yang sering muncul yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan napas dan gangguan pertukaran gas dapat dijadikan
pertimbangan manajemen RSUP Persahabatan dalam menyediakan
kebutuhan logistik di area respirasi.
c. Praktik keperawatan berbasis bukti oral hygiene dengan menggunakan
chlorhexidine 0,12% dapat dijadikan standar prosedur operasional di
area respirasi.
d. Modifikasi WSD 1 botol diharapkan dapat dilakukan uji coba klinis
sehingga dapat diterapkan pada pasien untuk sehingga dapat

93 Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
94

memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman di RSUP


Persahabatan.
5.2.2 Keilmuan
a. Perlunya kajian lebih lanjut terhadap diagnosa keperawatan yang
sering muncul berkaitan dengan lama dan jenis intervensi yang
disesuaikan dengan tingkat kebutuhan pasien.
b. Perlunya penelitian lebih lanjut terkait oral hygiene dan kejadian VAP
pada pasien yang terpasang alat ventilasi mekanik dikarenakan adanya
kecenderungan VAP pada salah satu pasien dalam praktik keperawatan
berbasis bukti karena adanya keterbatasan dalam waktu pelaksanaan
dan jumlah pasien yang kurang memadai.
c. Perlunya kajian lebih lanjut mengenai teori model keperawatan pada
sistem respirasi, sehingga penerapannya akan lebih tepat.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
Lampiran 1

PEDOMAN PENGKAJIAN
SELF CARE DEFICIT NURSING THEORY (SCDNT)

1. FAKTOR KONDISI DASAR / BASIC CONDITIONING FACTORS


Usia
Jenis Kelamin
Status Kesehatan Alasan yang membuat pasien datang ke pelayanan kesehatan
Status Tahapan perkembangan
Perkembangan
Orientasi sosial Edukasi, pekerjaan, pengalaman kerja, pengalaman hidup
budaya
Sistem Pelayanan Riwayat datang ke pelayanan kesehatan sebelumnya dan tindakan
Kesehatan dan terapi apa saja yang diberikan pada pasien
Sistem Keluarga Posisi pasien dalam keluarga, informasi anggota keluarga lain dan
hubungannya.
Pola Hidup Kebiasaan pasien
Lingkungan Kondisi rumah pasien dan lingkungan sekitar
Sumber Pendukung Sumber pendukung bagi pencapaian kesehatan pasien

2. KEBUTUHAN PERAWATAN DIRI UMUM / UNIVERSAL SELF CARE REQUISITE


Udara Fokus pengkajian: pergerakan komponen udara dari lingkungan ke
individu. Fokus pengkajian dibagi kedalam 4 kelompok:
- Gangguan lingkungan, ketersediaan dan komposisi udara:
komposisi udara dan tekanan parsial oksigen di atmosfer yang tidak
sesuai dengan kebutuhan fisiologis (tekanan parsial oksigen yang
rendah pada atmosfer seperti pada ketinggian tertentu, peningkatan
karbondioksida, adanya gas iritan pada lingkungan), ketersediaan
udara (udara bersih digantikan oleh substansi tertentu seperti asap).

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


- Gangguan terhadap proses pernapasan:
Gangguan pada aliran udara (obstruksi, adanya peningkatan
resistensi jalan napas,), faktor yang berhubungan dengan komplians
paru dan kapasitas vital paru (kelainan bentuk tulang: kifosis,
scoliosis, dll; tekanan yang menurunkan komplians paru:
pneumotorak dengan atelectasis; perubahan jaringan paru: hipertensi
pulmonal, lesi jaringan paru, defisiensi surfaktan, emfisema paru
obstruktif; restriksi paru saat inspirasi karena nyeri: pleuritis dan
fraktur iga; muscular dan neuromuscular faktor), gangguan terhadap
tidak optimalnya ventilasi alveolus, gangguan dalam menjaga
keseimbangan gas antara udara alveolar dan darah paru, faktor yagn
berhubungan dengan saraf pusat dan regulasi neurokimia respirasi

- Perubahan status pernapasan normal yang berhubungan dengan


status fisiologi dan psikologi
Adanya faktor yang dapat pasien berhenti bernapas sementara
(kejang, menangis), absen respirasi (apnea), perubahan kedalaman
dan frekuensi pernapasan, penurunan frekuensi pernapasan dengan
menurunkan ventilasi paru dan kapasitas vital paru, peningkatan
work of breathing.

Cairan Fokus pengkajian: pergerakan komponen cairan dari lingkungan ke


Nutrisi individu. Fokus pengkajian dibagi kedalam 3 kelompok:
- Gangguan dalam mendapatkan, menjaga cairan dan makanan dalam
mulut:
keterbatasan dalam komunikasi, akses mendapatkan
makanan/minuman, jenis makanan yang tidak sesuai dengan kultur
pasien, gangguan dalam perhatian/atensi (koma, bingung, gangguan
sensori, tidak nafsu makan/minum, cemas berat), gangguan dalam
keinginan pasien makan/minum (anoreksia, mual, muntah, tidak
mampu merasakan makanan, takut muntah, halusinasi

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


visual/auditori), tidak adanya stimulus yang merangsang
pengeluaran saliva, Anomali wajah dan mulut, kondisi nyeri dan
obstruksi, adanya prosuksi sekresi yang berlebihan dari mulut dan
hidung, kesulitan membuka/menutup mulut, prosedur bedah pada
mulut, perubahan jaringan halus pada mulut.
- Gangguan dalam proses mastikasi/mengunyah
Gangguan dalam menghancurkan makanan dalam mulut, gangguan
otot mengunyah, nyeri, kebiasaan tidak mengunyah makanan,
gangguan dalam mencampur makanan, kondisi lidah, kondisi otot
wajah.
- Gangguan dalam proses menelan
Gangguan fungsi motoric, anomaly bibir, palatum, lidah, paralisis
lidah, nyeri pada wajah dan leher, gangguan reflek menelan.

Eliminasi Fokus pengkajian: pergerakan komponen dari individu ke


lingkungan. Fokus pengkajian dibagi dalam 4 kelompok:
- Evakuasi bowel
- Urinasi
- Keringat
- Menstruasi

Aktivitas/Istirahat Fokus pengkajian: keseimbangan pembentukan dan pemeliharaan.


Fokus pengkajian dibagi dalam 2 kelompok:
- Faktor individu: nyeri, sesak, tidak nyaman, cemas, kelemahan,
kecacatan, imobilisasi
- Faktor lingkungan: bekerja, bising, kebiasaan tidur dengan lampu
menyala atau lampu mati, perubahan status dari kebiasaan aktif
menjadi istirahat.

Interaksi Sosial Fokus pengkajian: keseimbangan pembentukan dan pemeliharaan.


Fokus pengkajian dibagi dalam 3 kelompok:

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


- Keadaan tempat tinggal: isolasi dari orang lain,
- Faktor manusia: karakter, personality, temperamen, status
perkembangan, cemas, gangguan sensori, tidak adekuat
kemampuan komunikasi, kebiasaan mencari kontak dengan orang
lain.
- Faktor lingkungan: interaksi social, hubungan social, kesendirian.

Pencegahan cedera Fokus pengkajian: penghindaran atau penghapusan. Fokus pengkajian


dibagi dalam 2 kelompok:
- Faktor individu: ketidakmampuan control posisi dan pergerakan,
keterbatasan dalam kewaspadaan diri, kurang pengetahuan
mengenai cedera dan kemampuan dalam menghindari cedera, tidak
adanya kekhawatiran yang masuk akal tentang bahaya,
kekhawatiran yang berlebihan tentang dan takut pada bahaya.
- Faktor lingkungan: kondisi social (acuh tak acuh terhadap,
pemenuhan tanggung jawab untuk mengurus tanggungan,
overprotektif, keadaan tertinggal, paparan terhadap kekerasan),
sumber (sumber daya yang diperlukan untuk hidup dan kesehatan
tidak tersedia atau memadai), komunitas (tidak bertindak mencegah
terjadinya atau control dari kondisi berbahaya yang dikenal, tidak
menyampaikan informasi kepada anggota komunitas tentang
bahaya dan langkah-langkah untuk mencegah atau mengurangi
pengaruh komunitas).

Promosi kearah Fokus pengkajian: hidup dengan norma-norma manusia dan potensi
normal seorang manusia. Fokus pengkajian dibagi dalam 2 kelompok:
- Faktor individu: status yang membatasi pengetahuan individu atau
pengetahuan diri yang salah, status perkembangan kognitif, status
disabilitas fisik dengan gangguan sensasi dan persepsi dalam
control posisi dan pergerakan, status aktivitas yang terbatas,
gangguan komunikasi, tidak adanya bagian tubuh yang terlihat

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


maupun tidak terlihat, rasa segan untuk menolak untuk hadir dan
eksis dalam lingkungan, cemas/takut/marah karena perubahan diri
dan gaya hidup, kepentingan dan focus utama bahwa perhatian
terhadap kondisi diri atau lingkungan harus diatur, kurangnya
kemampuan dalam mengatur dan merawat diri dan memenuhi
tanggung jawab peran, perasaan tidak puas terhadap kondisi
kehidupan.
- Faktor lingkungan: penolakan dari keluarga atau kelompok social,
eksklusi dari komunitas besar, kondisi dan sumberdaya tidak
mendukung perkembangan individu dan tidak adekuat dalam
menjaga kondisi kehidupan.

3. KEBUTUHAN PERAWATAN DIRI SESUAI DENGAN PERKEMBANGAN /


DEVELOPMENTAL SELF-CARE REQUISITES
Menjaga lingkungan perkembangan Fokus pengkajian yaitu kepada gangguan
Pemeliharaan Kebutuhan Perkembangan yang dialami seseorang menyangkut siklus
Pencegahan yang mengancam hidup seseorang. Contohnya: Kekurangan
perkembangan pengetahuan, masalah adaptasi sosial, gagal
dalam memenuhi kesehatan diri (pada
keperawatan anak), kehilangan relasi, teman,
dan kerabat, kehilangan barang
milik/kepunyaan, kehilangan pekerjaan,
perubahan tiba-tiba tempat tinggal ke
lingkungan yang tidak dikenal, masalah yang
berkaitan dengan status, kesehatan yang
buruk/ketidakmampuan, kondisi hidup yang
tertekan, penyakit terminal dan kematian
yang akan datang.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


4. KEBUTUHAN PERAWATAN DIRI YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENYIMPANGAN STATUS KESEHATAN / HEALTH DEVIATION SELF CARE
REQUISITES
Ketergantungan terhadap regimen terapi Fokus pengkajian: adanya permintaan yang
Kebutuhan perawatan diri akibat masalah harus dilakukan untuk mengembalikan
kesehatan pasien ke keadaan normal.
Kesadaran terhadap potensi masalah terkait Kebutuhan perawatan diri tidak hanya
terapi karena penyakit, cedera, kecacatan dan
Modifikasi gambaran diri untuk beradaptasi ketidakmampuan tapi juga dari tindakan dan
terhadap perubahan status kesehatan obat-obatan yang diberikan oleh dokter.
Penyesuaian pola hidup terkait perubahan Tindakan medis mungkin merubah struktur
status kesehatan dan regimen terapi atau membutuhkan modifikasi perilaku
(contoh: control asupan cairan)
Nyeri, ketidaknyamanan dan frustasi dari
perawatan medis juga membutuhkan
perawatan diri untuk menghilangkan itu.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


Lampiran 2
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Kasus Kelolaan Utama

Kondisi awal pasien: Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Sesak tidak dipengaruhi aktivitas dan tidak ada bunyi ngik. Sesak disertai demam, batuk
dahak berwarna hijau. Keringat malam tidak ada, nafsu makan menurun. Riwayat diabetes
mellitus sejak tahun 1999, sejak 1 bulan terakhir mengunakan insulin. Riwayat OAT tahun 2000
selama 6 bulan (obat minum)

Diagnosa Keperawatan I: Ketidakefektifan bersihan jalan napas


Senin, 16 Maret 2015
Implementasi (Proses Regulatori) Evaluasi (Proses Kontrol)
- Melakukan auskultasi paru: ronkhi +/-, S:
wheezing -/-, suara paru menurun pada paru Pasien masih mengeluh sesak
kiri. Pasien mengatakan sulit untuk mengeluarkan
- Melakukan pemantauan status respirasi dan dahak
oksigenasi: pasien masih tampak sesak, O: frekuensi pernapasan 30 x/menit,
saturasi 97%, frekuensi pernapasan pernapasan dangkal dan cepat, saturasi
30x/menit, pernapasan dangkal dan cepat, oksigen 97%, tidak ada penggunaan otot
tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan. bantu pernapasan.
- Memberikan oksigen 5 L/menit A: kemampuan perawatan diri pasien belum
meningkat.
P: Lanjutkan intervensi
- Berikan posisi untuk maksimalkan ventilasi
- Ajarkan batuk efektif,
- Auskultasi suara paru
- Berikan oksigen sesuai indikasi,
- Anjurkan tingkatkan hidrasi
- Pantau status respiratori dan oksigenasi,
- Pantau karakteristik sputum.
- Kolaborasi: Oksigen 5 L/menit,
Levofloxacin 1 x 750mg
Selasa, 17 Maret 2015
- Melakukan auskultasi paru: ronkhi +/-, S:
wheezing -/-, suara paru menurun pada paru Pasien mengeluh sesak berkurang.
kiri. O: frekuensi pernapasan 34 x/menit,
- Melakukan pemantauan status respirasi dan pernapasan dangkal dan cepat, saturasi
oksigenasi: pasien masih tampak sesak, oksigen 99%, tidak ada penggunaan otot
saturasi 99%, frekuensi pernapasan bantu pernapasan, pasien belum mampu
40x/menit, pernapasan dangkal dan cepat, melakukan batuk efektif.
ada penggunaan otot bantu pernapasan m. A: kemampuan perawatan diri pasien
skalaneus. meningkat.
- Memberikan oksigen 5 L/menit P: Lanjutkan intervensi

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


- Mengajarkan pasien untuk batuk efektif - Berikan posisi untuk maksimalkan ventilasi
(pasien diarahkan untuk menarik napas - Ajarkan batuk efektif,
dalam dan tahan sebentar kemudian - Auskultasi suara paru
batukkan sekali dua kali sambil dilakukan - Berikan oksigen sesuai indikasi,
penekan pada perut: pasien belum mampu - Anjurkan tingkatkan hidrasi
batuk efektif. - Pantau status respiratori dan oksigenasi,
- Mempersiapkan pasien untuk dilakukan - Pantau karakteristik sputum.
pungsi pleura: keluar cairan berwarna kuning Kolaborasi: Oksigen 5 L/menit, Levofloxacin
sejumlah 300 ml 1 x 750mg
Rabu, 18 Maret 2015
- Melakukan auskultasi paru: ronkhi +/-, S:
wheezing -/-, suara paru menurun pada paru Pasien mengeluh sesak berkurang.
kiri. O: frekuensi pernapasan 40 x/menit,
- Melakukan pemantauan status respirasi dan pernapasan dangkal dan cepat, saturasi
oksigenasi: pasien masih tampak sesak, oksigen 99%, tidak ada penggunaan otot
saturasi 99%, frekuensi pernapasan bantu pernapasan, kemampuan batuk efektif
40x/menit, pernapasan dangkal dan cepat, meningkat, sputum dapat dikeluarkan, warna
tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan sputum putih agak kental.
- Memberikan oksigen 5 L/menit A: kemampuan perawatan diri pasien
- Mengajarkan pasien untuk batuk efektif meningkat.
(pasien diarahkan untuk menarik napas P: Lanjutkan intervensi
dalam dan tahan sebentar kemudian - Berikan posisi untuk maksimalkan ventilasi
batukkan sekali dua kali sambil dilakukan - Ajarkan batuk efektif,
penekan pada perut: kemampuan pasien - Auskultasi suara paru
mulai meningkat, secret dapat dikeluarkan. - Berikan oksigen sesuai indikasi,
- Anjurkan tingkatkan hidrasi
- Pantau status respiratori dan oksigenasi,
- Pantau karakteristik sputum dan
pemeriksaan sputum BTA.
- Kolaborasi: Oksigen 5 L/menit,
Levofloxacin 1 x 500mg oral,
metronidazole 3 x 500 mg oral.
Kamis, 19 Maret 2015
- Melakukan auskultasi paru: ronkhi +/-, S: Pasien mengeluh sesak masih ada
wheezing -/-, suara paru menurun pada paru O: frekuensi pernapasan 26 x/menit,
kiri. pernapasan dangkal dan cepat, saturasi
- Melakukan pemantauan status respirasi dan oksigen 99%, tidak ada penggunaan otot
oksigenasi: pasien masih tampak sesak, bantu pernapasan, kemampuan batuk efektif
saturasi 99%, frekuensi pernapasan meningkat, sputum dapat dikeluarkan, warna
26x/menit, tidak ada penggunaan otot bantu sputum putih agak kental.
pernapasan A: kemampuan perawatan diri pasien
- Memberikan oksigen 5 L/menit meningkat.
- Mengajarkan pasien untuk batuk efektif P: Lanjutkan intervensi
(pasien diarahkan untuk menarik napas - Berikan posisi untuk maksimalkan ventilasi

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


dalam dan tahan sebentar kemudian - Ajarkan batuk efektif,
batukkan sekali dua kali sambil dilakukan - Auskultasi suara paru
penekan pada perut: kemampuan pasien - Berikan oksigen sesuai indikasi,
mulai meningkat, secret dapat dikeluarkan. - Anjurkan tingkatkan hidrasi
- Memberikan levofloxacin 500 mg oral, - Pantau status respiratori dan oksigenasi,
ranitidine 50 mg, ambroxol 30ml. - Pantau hasil pemeriksaan sputum BTA
- Kolaborasi: Oksigen 5 L/menit,
Levofloxacin 1 x 500mg oral,
metronidazole 3 x 500 mg oral.
Jumat, 20 Maret 2015
- Melakukan auskultasi paru: ronkhi +/-, S: Pasien mengeluh sesak masih ada
wheezing -/-, suara paru menurun pada paru O: frekuensi pernapasan 26 x/menit,
kiri. pernapasan dangkal dan cepat, saturasi
- Melakukan pemantauan status respirasi dan oksigen 99%, tidak ada penggunaan otot
oksigenasi: pasien masih tampak sesak, bantu pernapasan, kemampuan batuk efektif
saturasi 99%, frekuensi pernapasan meningkat, sputum dapat dikeluarkan, warna
26x/menit, tidak ada penggunaan otot bantu sputum putih agak kental, Sputum BTA
pernapasan positif, genXpert: rifampisin sensitive.
- Memberikan oksigen 5 L/menit A: kemampuan perawatan diri pasien
- Mengajarkan pasien untuk batuk efektif meningkat.
(pasien diarahkan untuk menarik napas P: Lanjutkan intervensi
dalam dan tahan sebentar kemudian - Berikan posisi untuk maksimalkan ventilasi
batukkan sekali dua kali sambil dilakukan - Ajarkan batuk efektif,
penekan pada perut: kemampuan pasien - Auskultasi suara paru
mulai meningkat, secret dapat dikeluarkan. - Berikan oksigen sesuai indikasi,
- Memberikan levofloxacin 500 mg oral, - Anjurkan tingkatkan hidrasi
ranitidine 50 mg, ambroxol 30ml - Pantau status respiratori dan oksigenasi,
- Pantau hasil pemeriksaan sputum BTA
- Kolaborasi: Oksigen 5 L/menit,
Levofloxacin 1 x 500mg oral,
metronidazole 3 x 500 mg oral, OAT
4FDC 1 x 2 tablet, Streptomisin 1 x 500
mg.
Senin, 23 Maret 2015
- Melakukan auskultasi paru: ronkhi +/-, S: Pasien mengeluh sesak ada
wheezing -/-, suara paru menurun pada paru O: frekuensi pernapasan 32 x/menit,
kiri. pernapasan dangkal dan cepat, saturasi
- Melakukan pemantauan status respirasi dan oksigen 98%, tidak ada penggunaan otot
oksigenasi: pasien masih tampak sesak, bantu pernapasan, kemampuan batuk efektif
saturasi 98%, frekuensi pernapasan meningkat, sputum dapat dikeluarkan, warna
32x/menit, tidak ada penggunaan otot bantu sputum putih agak kental.
pernapasan A: kemampuan perawatan diri pasien
- Memberikan oksigen 4 L/menit meningkat.
- Mengajarkan pasien untuk batuk efektif P: Lanjutkan intervensi

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


(pasien diarahkan untuk menarik napas - Berikan posisi untuk maksimalkan ventilasi
dalam dan tahan sebentar kemudian - Ajarkan batuk efektif,
batukkan sekali dua kali sambil dilakukan - Auskultasi suara paru
penekan pada perut: kemampuan pasien - Berikan oksigen sesuai indikasi,
mulai meningkat, secret dapat dikeluarkan. - Anjurkan tingkatkan hidrasi
- Memberikan metronidazole 500mg tablet - Pantau status respiratori dan oksigenasi,
oral. - Kolaborasi: Oksigen 5 L/menit,
Levofloxacin 1 x 500mg oral,
metronidazole 3 x 500 mg oral (Hari ke-5),
OAT 4FDC 1 x 2 tablet, Streptomisin 1 x
500 mg (hari ke-2).
Selasa, 24 Maret 2015
- Melakukan pemantauan status respirasi dan S: Pasien mengeluh sesak masih ada namun
oksigenasi: pasien masih tampak sesak, sudah banyak berkurang
saturasi 99%, frekuensi pernapasan O: frekuensi pernapasan 30 x/menit,
30x/menit, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan dangkal dan cepat, saturasi
pernapasan oksigen 98%, tidak ada penggunaan otot
- Memberikan oksigen 4 L/menit bantu pernapasan, kemampuan batuk efektif
- Mengajarkan pasien untuk batuk efektif meningkat, sputum dapat dikeluarkan, warna
(pasien diarahkan untuk menarik napas sputum putih agak kental.
dalam dan tahan sebentar kemudian A: kemampuan perawatan diri pasien
batukkan sekali dua kali sambil dilakukan meningkat.
penekan pada perut: kemampuan pasien P: Lanjutkan intervensi
mulai meningkat, secret dapat dikeluarkan. - Berikan posisi untuk maksimalkan ventilasi
- Memberikan metronidazole 500mg tablet - Ajarkan batuk efektif,
oral. - Auskultasi suara paru
- Berikan oksigen sesuai indikasi,
- Anjurkan tingkatkan hidrasi
- Pantau status respiratori dan oksigenasi,
- Kolaborasi: Oksigen 5 L/menit,
Levofloxacin 1 x 500mg oral,
metronidazole 3 x 500 mg oral (Hari ke-6),
OAT 4FDC 1 x 2 tablet, Streptomisin 1 x
500 mg (hari ke-3).
Rabu, 24 Maret 2015
- Melakukan pemantauan status respirasi dan S: Pasien mengeluh batuk sudah banyak
oksigenasi: pasien masih tampak sesak, berkurang
saturasi 99%, frekuensi pernapasan O: frekuensi pernapasan 30 x/menit,
30x/menit, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan dangkal dan cepat, saturasi
pernapasan oksigen 99%, tidak ada penggunaan otot
- Memberikan oksigen 4 L/menit bantu pernapasan, kemampuan batuk efektif
- Mengajarkan pasien untuk batuk efektif meningkat, sputum dapat dikeluarkan
(pasien diarahkan untuk menarik napas A: kemampuan perawatan diri pasien
dalam dan tahan sebentar kemudian meningkat.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


batukkan sekali dua kali sambil dilakukan P: Lanjutkan intervensi
penekan pada perut: kemampuan pasien - Berikan posisi untuk maksimalkan ventilasi
mulai meningkat, secret dapat dikeluarkan. - Ajarkan batuk efektif,
- Memberikan metronidazole 500mg tablet - Auskultasi suara paru
oral. - Berikan oksigen sesuai indikasi,
- Anjurkan tingkatkan hidrasi
- Pantau status respiratori dan oksigenasi,
Kolaborasi: Oksigen 5 L/menit, Levofloxacin
1 x 500mg oral, metronidazole 3 x 500 mg
oral (Hari ke-6), OAT 4FDC 1 x 2 tablet,
Streptomisin 1 x 500 mg (hari ke-4).
- Pasien rencana pulang hari ini

Diagnosa Keperawatan II: Gangguan pertukaran gas


Senin, 16 Maret 2015
Implementasi (Proses Regulatori) Evaluasi (Proses Kontrol)
- Memberikan posisi untuk meningkatkan S: pasien mengeluh sesak
ventilasi (menganjurkan pasien duduk atau O: Pasien compos mentis, tampak duduk di
setengah duduk jika ingin tidur): pasien lebih tempat tidur, saturasi oksigen 97%, frekuensi
nyaman dalam kondisi duduk pernapasan 30x/menit, pola napas
- Memantau saturasi: 97% torakoabdominal, hemoglobin 9,6 g/d,
- Memantau pola napas: pola pernapasan Natrium 138 mmol/L, kalium 4,2 mmol/L,
torakoabdominal klorida 95 mmol/L.
- Memantau nilai hemoglobin: 9,6 g/dL A: kemampuan perawatan diri belum
- Memantau intake output: makan pagi habis meningkat
1/5 porsi, makan siang 1/5 porsi, minum P: Lanjutkan intervensi
dari mulai jam 06.00-14.00 200ml, - Menjaga kepatenan jalan napas,
- Memantau kehilangan cairan: muntah tidak - Memberikan posisi untuk meningkatkan
ada, diare tidak ada, diuresis lancar ventilasi
menggunakan diapers. - Pantau gas darah
- Memantau tingkat kesadaran: pasien compos - Pantau pO2
mentis - Pantau pola napas
- Memantau nilai elektrolit: Natrium 138 - Pantau gejala gagal napas, (PaO2 rendah,
mmol/L, kalium 4,2 mmol/L, klorida 95 pCO2 tinggi, kelelahan otot-otot
mmol/L. pernapasan),
- Memberikan: Oksigen 5 L/menit. - Pantau saturasi dan nilai hemoglobin,
- Pantau intake output, pantau kehilangan
cairan (muntah, diare, diuresis)
- Pantau tingkat kesadaran
- Obati demam
- Pantau nilai elektrolit, obati demam.
Kolaborasi: Oksigen 5 L/menit,
Levofloxacin 1 x 750mg, paracetamol 3 x

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


500 mg.

Selasa, 17 Maret 2015


- Memberikan posisi untuk meningkatkan S: pasien mengeluh sesak berkurang
ventilasi (menganjurkan pasien duduk atau O: Pasien compos mentis, tampak duduk di
setengah duduk jika ingin tidur): pasien lebih tempat tidur, saturasi oksigen 99%, frekuensi
nyaman dalam kondisi duduk pernapasan 34x/menit, pola pernapasan dada,
- Memantau saturasi: 99% laboratorium (15/3/15) hemoglobin 9,6 g/d,
- Memantau pola napas: pola pernapasan dada Natrium 138 mmol/L, kalium 4,2 mmol/L,
- Memantau intake output: makan pagi habis 3 klorida 95 mmol/L, demam tidak ada suhu
sendok, makan siang 1/5 porsi, minum dari 36,1oC
mulai jam 06.00-14.00 200ml, terpasang A: kemampuan perawatan diri belum
infus NaCl 0,9% 500ml+ketorolac 30 meningkat
mg/12jam P: Lanjutkan intervensi
- Memantau kehilangan cairan: muntah tidak - Menjaga kepatenan jalan napas,
ada, diare tidak ada, diuresis lancar - Memberikan posisi untuk meningkatkan
menggunakan diapers. ventilasi
- Memantau tingkat kesadaran: pasien compos - Pantau gas darah
mentis - Pantau pO2
- Menyiapkan pasien untuk dilakukan pungsi - Pantau pola napas
pleura: keluar cairan sebanyak 300 ml - Pantau gejala gagal napas, (PaO2 rendah,
- Memberikan: Oksigen 5 L/menit. pCO2 tinggi, kelelahan otot-otot
pernapasan),
- Pantau saturasi dan nilai hemoglobin,
- Pantau intake output, pantau kehilangan
cairan (muntah, diare, diuresis)
- Pantau tingkat kesadaran
- Obati demam
- Pantau nilai elektrolit, obati demam.
- Kolaborasi: Oksigen 5 L/menit,
Levofloxacin 1 x 750mg, paracetamol 3 x
500 mg.
- Pantau hasil analisa cairan pleura
Rabu, 18 Maret 2015
- Memberikan posisi untuk meningkatkan S: pasien mengeluh sesak berkurang
ventilasi (menganjurkan pasien duduk atau O: Pasien compos mentis, tampak duduk di
setengah duduk jika ingin tidur): pasien lebih tempat tidur, saturasi oksigen 99%, frekuensi
nyaman dalam kondisi duduk pernapasan 40x/menit, pola pernapasan dada,
- Memantau saturasi: 99% laboratorium (15/3/15) hemoglobin 9,6 g/d,
- Memantau pola napas: pola pernapasan dada, Natrium 138 mmol/L, kalium 4,2 mmol/L,
frekuensi pernapasan 40 x/menit. klorida 95 mmol/L, demam tidak ada suhu
- Memantau intake output: makan pagi habis 36,1oC. (18/3/15) albumin 2,1, Analisa cairan
¼ porsi, makan siang ½ porsi, minum dari pleura: eksudat dominan MN, jumlah
mulai jam 06.00-14.00 500ml, terpasang leukosit 2280, amuba positif.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


infus NaCl 0,9% 500ml/12jam A: kemampuan perawatan diri meningkat
- Memantau kehilangan cairan: muntah tidak P: Lanjutkan intervensi
ada, diare tidak ada, diuresis lancar - Menjaga kepatenan jalan napas,
menggunakan diapers. - Memberikan posisi untuk meningkatkan
- Memantau tingkat kesadaran: pasien compos ventilasi
mentis - Pantau gas darah
- Memberikan: Oksigen 5 L/menit. - Pantau pO2
- Pantau pola napas
- Pantau gejala gagal napas, (PaO2 rendah,
pCO2 tinggi, kelelahan otot-otot
pernapasan),
- Pantau saturasi dan nilai hemoglobin,
- Pantau intake output, pantau kehilangan
cairan (muntah, diare, diuresis)
- Pantau tingkat kesadaran
- Obati demam
- Pantau nilai elektrolit, obati demam.
- Kolaborasi: Oksigen 5 L/menit,
Levofloxacin 500mg oral, metronidazole 3
x 500 mg oral, paracetamol 3 x 500 mg.
Kamis, 19 Maret 2015
- Memberikan posisi untuk meningkatkan S: keluhan sesak masih ada
ventilasi (menganjurkan pasien duduk atau O: Pasien compos mentis riwayat malam
setengah duduk jika ingin tidur): pasien lebih demam, , tampak duduk di tempat tidur,
nyaman dalam kondisi duduk, pasien sudah saturasi oksigen 99%, frekuensi pernapasan
dapat berbaring hanya dengan menggunakan 40x/menit, pola pernapasan dada,
1 bantal saja. laboratorium (19/3/15) hemoglobin 10,2
- Memantau saturasi: 99% g/dL, albumin 2,8. Analisa cairan pleura:
- Memantau pola napas: pola pernapasan dada, eksudat dominan MN, jumlah leukosit 2280,
frekuensi pernapasan 26 x/menit. amuba positif,
- Memantau intake output: makan pagi habis 3 A: kemampuan perawatan diri meningkat
sendok, makan siang ½ porsi, minum dari P: Lanjutkan intervensi
mulai jam 06.00-14.00 300ml, terpasang - Menjaga kepatenan jalan napas,
infus infus Dextrose 5% 500ml/12jam - Memberikan posisi untuk meningkatkan
- Memantau kehilangan cairan: muntah tidak ventilasi
ada, diare tidak ada, diuresis menggunakan - Pantau gas darah
diapers - Pantau pO2
- Memantau tingkat kesadaran: pasien compos - Pantau pola napas
mentis - Pantau gejala gagal napas, (PaO2 rendah,
- Memberikan Oksigen 5 L/menit. pCO2 tinggi, kelelahan otot-otot
pernapasan),
- Pantau saturasi dan nilai hemoglobin,
- Pantau intake output, pantau kehilangan
cairan (muntah, diare, diuresis)

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


- Pantau tingkat kesadaran
- Obati demam
- Pantau nilai elektrolit, obati demam.
- Kolaborasi: Oksigen 4 L/menit,
Levofloxacin 500mg oral, metronidazole 3
x 500 mg oral, paracetamol 3 x 500 mg.

Jumat, 20 Maret 2015


- Memberikan posisi untuk meningkatkan S: keluhan sesak masih ada
ventilasi (menganjurkan pasien duduk atau O: Pasien compos mentis, tampak sesekali
setengah duduk jika ingin tidur): pasien lebih tertidur, saturasi oksigen 99%, frekuensi
nyaman dalam kondisi duduk, pasien sudah pernapasan 26x/menit, pola pernapasan dada,
dapat berbaring hanya dengan menggunakan laboratorium (19/3/15) hemoglobin 10,2
1 bantal saja. g/dL, albumin 2,8. Analisa cairan pleura:
- Memantau saturasi: 99% eksudat dominan MN, jumlah leukosit 2280,
- Memantau pola napas: pola pernapasan dada, amuba positif,
frekuensi pernapasan 26 x/menit. A: kemampuan perawatan diri meningkat
- Memantau intake output: makan pagi habis P: Lanjutkan intervensi
½ porsi, makan siang ½ porsi, minum dari - Menjaga kepatenan jalan napas,
mulai jam 06.00-14.00 300ml, terpasang - Memberikan posisi untuk meningkatkan
infus infus NaCl 0,9% 500ml/12jam ventilasi
- Memantau kehilangan cairan: muntah tidak - Pantau gas darah
ada, diare tidak ada, diuresis menggunakan - Pantau pO2
diapers - Pantau pola napas
- Memantau tingkat kesadaran: pasien compos - Pantau gejala gagal napas, (PaO2 rendah,
mentis pCO2 tinggi, kelelahan otot-otot
- Memberikan Oksigen 5 L/menit, pernapasan),
metronidazole 500 mg oral. - Pantau saturasi dan nilai hemoglobin,
- Pantau intake output, pantau kehilangan
cairan (muntah, diare, diuresis)
- Pantau tingkat kesadaran
- Obati demam
- Pantau nilai elektrolit, obati demam.
- Kolaborasi: Oksigen 5 L/menit,
Levofloxacin 1 x 500mg oral,
metronidazole 3 x 500 mg oral, OAT
4FDC 1 x 2 tablet, Streptomisin 1 x 500
mg.
Senin, 23 Maret 2015
- Memberikan posisi untuk meningkatkan S: keluhan sesak masih ada.
ventilasi (menganjurkan pasien duduk atau O: Pasien compos mentis, saturasi oksigen
setengah duduk jika ingin tidur): pasien lebih 98%, frekuensi pernapasan 32x/menit, pola
nyaman dalam kondisi duduk pernapasan dada, laboratorium (19/3/15)
- Memantau saturasi: 98% hemoglobin 10,2 g/dL, albumin 2,8. Analisa

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


- Memantau pola napas: pola pernapasan dada, cairan pleura: eksudat dominan MN, jumlah
frekuensi pernapasan 32 x/menit. leukosit 2280, amuba positif,
- Memantau intake output: makan pagi habis A: kemampuan perawatan diri meningkat
tidak dimakan, makan siang 5 sendok, P: Lanjutkan intervensi
minum dari mulai jam 06.00-14.00 500 ml, - Menjaga kepatenan jalan napas,
terpasang infus infus NaCl 0,9% - Memberikan posisi untuk meningkatkan
500ml/12jam ventilasi
- Memantau kehilangan cairan: muntah malam - Pantau gas darah
ada ada, diare tidak ada, diuresis - Pantau pO2
menggunakan diapers - Pantau pola napas
- Memantau tingkat kesadaran: pasien compos - Pantau gejala gagal napas, (PaO2 rendah,
mentis pCO2 tinggi, kelelahan otot-otot
- Memberikan Oksigen 5 L/menit, pernapasan),
metronidazole 500 mg oral. - Pantau saturasi dan nilai hemoglobin,
- Pantau intake output, pantau kehilangan
cairan (muntah, diare, diuresis)
- Pantau tingkat kesadaran
- Obati demam
- Pantau nilai elektrolit, obati demam.
- Kolaborasi: Oksigen 5 L/menit,
Levofloxacin 1 x 500mg oral,
metronidazole 3 x 500 mg oral, OAT
4FDC 1 x 2 tablet, Streptomisin 1 x 500
mg.
Selasa, 24 Maret 2015
- Memberikan posisi untuk meningkatkan S: keluhan sesak masih ada.
ventilasi (menganjurkan pasien duduk atau O: Pasien compos mentis, saturasi oksigen
setengah duduk jika ingin tidur): pasien 99%, frekuensi pernapasan 30x/menit, pola
sudah dapat tidur dengan pernapasan dada, laboratorium (19/3/15)
- Memantau saturasi: 99% hemoglobin 10,2 g/dL, albumin 2,8. Analisa
- Memantau pola napas: pola pernapasan dada, cairan pleura: eksudat dominan MN, jumlah
frekuensi pernapasan 30 x/menit. leukosit 2280, amuba positif,
- Memantau intake output: makan pagi habis A: kemampuan perawatan diri meningkat
¼ porsi, makan siang ½ porsi, minum dari P: Lanjutkan intervensi
mulai jam 06.00-14.00 500 ml, terpasang - Menjaga kepatenan jalan napas,
infus infus D10% 500ml/12jam - Memberikan posisi untuk meningkatkan
- Memantau kehilangan cairan: muntah malam ventilasi
tidak ada, diare tidak ada, diuresis - Pantau gas darah
menggunakan diapers - Pantau pO2
- Memantau tingkat kesadaran: pasien compos - Pantau pola napas
mentis - Pantau gejala gagal napas, (PaO2 rendah,
- Memberikan Oksigen 5 L/menit, pCO2 tinggi, kelelahan otot-otot
metronidazole 500 mg oral, Streptomisin 500 pernapasan),
mg intramuskular. - Pantau saturasi dan nilai hemoglobin,

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


- Pantau intake output, pantau kehilangan
cairan (muntah, diare, diuresis)
- Pantau tingkat kesadaran
- Obati demam
- Pantau nilai elektrolit, obati demam.
- Kolaborasi: Oksigen 5 L/menit,
Levofloxacin 1 x 500mg oral,
metronidazole 3 x 500 mg oral, OAT
4FDC 1 x 2 tablet, Streptomisin 1 x 500
mg.
Rabu, 25 Maret 2015
- Memberikan posisi untuk meningkatkan S: keluhan sesak berkurang banyak
ventilasi (menganjurkan pasien duduk atau O: Pasien compos mentis, saturasi oksigen
setengah duduk jika ingin tidur): pasien 99%, frekuensi pernapasan 30x/menit, pola
sudah dapat tidur dengan berbaring pernapasan dada, laboratorium (19/3/15)
- Memantau saturasi: 99% hemoglobin 10,2 g/dL, albumin 2,8. Analisa
- Memantau pola napas: pola pernapasan dada, cairan pleura: eksudat dominan MN, jumlah
frekuensi pernapasan 30 x/menit. leukosit 2280, amuba positif,
- Memantau intake output: makan pagi habis A: kemampuan perawatan diri meningkat
½ porsi, makan siang ½ porsi, minum dari P: Lanjutkan intervensi
mulai jam 06.00-14.00 500 ml, terpasang - Menjaga kepatenan jalan napas,
infus infus NaCl 0,9% 500ml/12jam - Memberikan posisi untuk meningkatkan
- Memantau kehilangan cairan: muntah malam ventilasi
tidak ada, diare tidak ada, diuresis - Pantau gas darah
menggunakan diapers - Pantau pO2
- Memantau tingkat kesadaran: pasien compos - Pantau pola napas
mentis - Pantau gejala gagal napas, (PaO2 rendah,
- Memberikan Oksigen 5 L/menit, pCO2 tinggi, kelelahan otot-otot
metronidazole 500 mg oral, Streptomisin 500 pernapasan),
mg intramuskular. - Pantau saturasi dan nilai hemoglobin,
- Pantau intake output, pantau kehilangan
cairan (muntah, diare, diuresis)
- Pantau tingkat kesadaran
- Obati demam
- Pantau nilai elektrolit, obati demam.
- Pasien rencana pulang hari ini

Diagnosa Keperawatan III: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


Senin, 16 Maret 2015
Implementasi (Proses Regulatori) Evaluasi (Proses Kontrol)
- Menganjurkan pasien untuk makan dalam S: pasien masih mengeluh tidak nafsu makan
posisi duduk: pasien makan dalam posisi O: makan pagi habis 1/5 porsi, makan siang

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


duduk. 1/5 porsi. Hematologi (15/3/15): Leukosit
- Memastikan makanan disajikan dalam 10,82 ribu/mm3 (Netrofil 82,7%, Limfosit
keadaan hangat: menganjur pasien untuk 9,9%, Monosit 5,9%, Eosinofil 1,1%,
basophil 0,4%), eritrosit 3.92 juta/uL,
langsung makan makanan dalam keadaan
hemoglobin 9,6 g/dL, hematocrit 30%,
hangat: pasien bersedia trombosit 283 ribu/mm3, Gula darah sewaktu
- Memantau kalori dan intake makanan: 286 mg/dL.
makan pagi habis 3 sendok, makan siang 1/5 A: kemampuan perawatan diri belum
porsi, minum dari mulai jam 06.00-14.00 meningkat
200ml, terpasang infus NaCl 0,9% P: Lanjutkan intervensi
500ml+ketorolac 30 mg/12jam - anjurkan pasien untuk makan dalam posisi
- Memberikan nutrisi tinggi kalori tinggi duduk,
protein: pasien mendapatkan diet DM TKTP - pastikan makanan disajikan dalam keadaan
1700 kkal hangat,
- pantau kalori dan intake makanan.
- berikan nutrisi tinggi kalori tinggi protein,
- pantau nilai laboratorium.

Selasa, 17 Maret 2015


- Memberikan pasien posisi duduk: pasien S:Pasien mengatakan nafsu makan masih
makan dalam posisi duduk. kurang karena sesak
- Memastikan makanan disajikan dalam O: makan pagi habis 3 sendok, makan siang
1/5 porsi. Hematologi (15/3/15): Leukosit
keadaan hangat: menganjur pasien untuk
10,82 ribu/mm3 (Netrofil 82,7%, Limfosit
langsung makan makanan dalam keadaan 9,9%, Monosit 5,9%, Eosinofil 1,1%,
hangat: pasien bersedia basophil 0,4%), eritrosit 3.92 juta/uL,
- Memantau kalori dan intake makanan: hemoglobin 9,6 g/dL, hematocrit 30%,
makan pagi habis 3 sendok, makan siang 1/5 trombosit 283 ribu/mm3, Gula darah sewaktu
porsi, minum dari mulai jam 06.00-14.00 286 mg/dL.
200ml, terpasang infus NaCl 0,9% A: kemampuan perawatan diri belum
meningkat
500ml+ketorolac 30 mg/12jam
P: Lanjutkan intervensi
- Memberikan nutrisi tinggi kalori tinggi - anjurkan pasien untuk makan dalam posisi
protein: pasien mendapatkan diet DM TKTP duduk,
1700 kkal - pastikan makanan disajikan dalam keadaan
hangat,
- pantau kalori dan intake makanan.
- berikan nutrisi tinggi kalori tinggi protein,
- pantau nilai laboratorium.
Rabu, 18 Maret 2015
- Memberikan pasien posisi duduk: pasien S:Pasien mengatakan nafsu makan meningkat
makan dalam posisi duduk. O: makan pagi habis ¼ porsi, makan siang ½
- Memastikan makanan disajikan dalam porsi. Hematologi (15/3/15): Leukosit 10,82
ribu/mm3 (Netrofil 82,7%, Limfosit 9,9%,
keadaan hangat: menganjur pasien untuk
Monosit 5,9%, Eosinofil 1,1%, basophil
langsung makan makanan dalam keadaan 0,4%), eritrosit 3.92 juta/uL, hemoglobin 9,6
hangat: pasien bersedia g/dL, hematocrit 30%, trombosit 283
- Menganjurkan makan dalam porsi kecil tapi ribu/mm3, Gula darah sewaktu (17/5/15) 149

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


sering mg/dL.
- Memantau kalori dan intake makanan: A: kemampuan perawatan diri belum
makan pagi habis ¼ porsi, makan siang ½ meningkat
P: Lanjutkan intervensi
porsi, minum dari mulai jam 06.00-14.00
- anjurkan pasien untuk makan dalam posisi
500ml, terpasang infus NaCl 0,9%
duduk,
500ml/12jam
- pastikan makanan disajikan dalam keadaan
- Memberikan nutrisi tinggi kalori tinggi
hangat,
protein: pasien mendapatkan diet DM TKTP
- pantau kalori dan intake makanan.
1700 kkal
- berikan nutrisi tinggi kalori tinggi protein,
- pantau nilai laboratorium.

Kamis, 19 Maret 2015


- Memberikan pasien posisi duduk: pasien S:Pasien mengatakan nafsu makan menurun,
makan dalam posisi duduk. anaknya tidak sempat untuk menyuapi pasien
- Memastikan makanan disajikan dalam makan.
O: makan pagi habis ¼ porsi, makan siang ½
keadaan hangat: menganjur pasien untuk
porsi. Hematologi (19/3/15): Leukosit 7,12
langsung makan makanan dalam keadaan ribu/mm3 (Netrofil 84,3%, Limfosit 9,4%,
hangat: pasien tidak mau makan pagi Monosit 5,1%, Eosinofil 0,7%, basophil
- Menganjurkan makan dalam porsi kecil tapi 0,5%), eritrosit 4,16 juta/uL, hemoglobin
sering 10,2 g/dL, hematocrit 32%, trombosit 230
- Memantau kalori dan intake makanan: ribu/mm3, Gula darah sewaktu (19/5/15) 55
makan pagi habis 3 sendok, makan siang ½ mg/dL – 222 mg/dL – 233 mg/dL. Albumin
(18/3/15) 2,1, (19/3/15) 2,8.
porsi, minum dari mulai jam 06.00-14.00
A: kemampuan perawatan diri belum
300ml, terpasang infus infus Dextrose 5% meningkat
500ml/12jam P: Lanjutkan intervensi
- Memberikan nutrisi tinggi kalori tinggi - anjurkan pasien untuk makan dalam posisi
protein: pasien mendapatkan diet DM TKTP duduk,
1700 kkal - pastikan makanan disajikan dalam keadaan
- Kolaborasi dengan penyakit dalam: Infus hangat,
D10% 500 ml/8jam, obat DM diberhentikan - pantau kalori dan intake makanan.
sementara, Omeprazole 2 x 40mg intravena - berikan nutrisi tinggi kalori tinggi protein,
- pantau nilai laboratorium.
- Kolaborasi: albumin 25% 1x1 hari
Jumat, 20 Maret 2015
- Memberikan pasien posisi duduk: pasien S:Pasien mengatakan nafsu makan menurun,
makan dalam posisi duduk. anaknya tidak sempat untuk menyuapi pasien
- Memastikan makanan disajikan dalam makan.
O: makan pagi habis ¼ porsi, makan siang ½
keadaan hangat: menganjur pasien untuk
porsi. Hematologi (19/3/15): Leukosit 7,12
langsung makan makanan dalam keadaan ribu/mm3 (Netrofil 84,3%, Limfosit 9,4%,
hangat: makan pagi dibantu oleh anak pasien Monosit 5,1%, Eosinofil 0,7%, basophil
- Menganjurkan makan dalam porsi kecil tapi 0,5%), eritrosit 4,16 juta/uL, hemoglobin
sering 10,2 g/dL, hematocrit 32%, trombosit 230
- Memantau kalori dan intake makanan: ribu/mm3, Gula darah sewaktu (19/5/15) 55
mg/dL – 222 mg/dL – 233 mg/dL. Albumin

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


makan pagi habis ½ porsi, makan siang ½ (18/3/15) 2,1, (19/3/15) 2,8. (20/3/15) SGOT
porsi, minum dari mulai jam 06.00-14.00 34 U/L, SGPT 19 U/L.
400ml, terpasang infus infus NaCl 0,9% A: kemampuan perawatan diri belum
meningkat
500ml/12jam
P: Lanjutkan intervensi
- Memberikan nutrisi tinggi kalori tinggi - anjurkan pasien untuk makan dalam posisi
protein: pasien mendapatkan diet DM TKTP duduk,
1700 kkal - pastikan makanan disajikan dalam keadaan
hangat,
- pantau kalori dan intake makanan.
- berikan nutrisi tinggi kalori tinggi protein,
- pantau nilai laboratorium.
Senin, 23 Maret 2015
- Memberikan pasien posisi duduk: pasien S:Pasien mengatakan malam ada muntah.
makan dalam posisi duduk. O: makan pagi tidak dimakan, makan siang
- Memastikan makanan disajikan dalam ¼ porsi. Hematologi (19/3/15): Leukosit 7,12
ribu/mm3 (Netrofil 84,3%, Limfosit 9,4%,
keadaan hangat: menganjur pasien untuk
Monosit 5,1%, Eosinofil 0,7%, basophil
langsung makan makanan dalam keadaan 0,5%), eritrosit 4,16 juta/uL, hemoglobin
hangat: makan pagi dibantu oleh anak pasien 10,2 g/dL, hematocrit 32%, trombosit 230
- Menganjurkan makan dalam porsi kecil tapi ribu/mm3, Gula darah sewaktu (22/3/15) 68
sering mg/dL – 267 mg/dL – 163 mg/dL. Albumin
- Memantau kalori dan intake makanan: (18/3/15) 2,1, (19/3/15) 2,8. (20/3/15) SGOT
makan pagi tidak dimakan, makan siang 5 34 U/L, SGPT 19 U/L.
A: kemampuan perawatan diri belum
sendok saja, minum dari mulai jam 06.00-
meningkat
14.00 500ml, terpasang infus infus NaCl P: Lanjutkan intervensi
0,9% 500ml/12jam - anjurkan pasien untuk makan dalam posisi
- Memberikan nutrisi tinggi kalori tinggi duduk,
protein: pasien mendapatkan diet DM TKTP - pastikan makanan disajikan dalam keadaan
1700 kkal
hangat,
- Pasien dikonsulkan ke penyakit dalam: infus
ganti D10% 500 ml/8jam, Obat DM - pantau kalori dan intake makanan.
diberhentikan sementara, Omeprazole 2 x 40 - berikan nutrisi tinggi kalori tinggi protein,
mg intravena, Domperidon 3 x 10 mg oral, - pantau nilai laboratorium.
Sukralfat sirup 3 x 1C oral. - Kolaborasi: infus ganti D10% 500
ml/8jam, Obat DM diberhentikan
sementara, Omeprazole 2 x 40 mg
intravena, Domperidon 3 x 10 mg oral,
Sukralfat sirup 3 x 1C oral.
Selasa, 24 Maret 2015
- Memberikan pasien posisi duduk: pasien S:Pasien mengatakan mual sudah banyak
makan dalam posisi duduk. berkurang, nafsun makan meningkat.
- Memastikan makanan disajikan dalam O: makan pagi habis ¼ porsi, makan siang ½
porsi. Hematologi (19/3/15): Leukosit 7,12
keadaan hangat: menganjur pasien untuk
ribu/mm3 (Netrofil 84,3%, Limfosit 9,4%,
langsung makan makanan dalam keadaan Monosit 5,1%, Eosinofil 0,7%, basophil
hangat: makan pagi dibantu oleh anak pasien 0,5%), eritrosit 4,16 juta/uL, hemoglobin
- Menganjurkan makan dalam porsi kecil tapi 10,2 g/dL, hematocrit 32%, trombosit 230

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


sering ribu/mm3, Gula darah sewaktu (22/3/15) 68
- Memantau kalori dan intake makanan: mg/dL – 267 mg/dL – 163 mg/dL. Albumin
makan pagi tidak dimakan, makan siang 5 (18/3/15) 2,1, (19/3/15) 2,8. (20/3/15) SGOT
34 U/L, SGPT 19 U/L.
sendok saja, minum dari mulai jam 06.00-
A: kemampuan perawatan diri belum
14.00 500ml, terpasang infus infus NaCl meningkat
0,9% 500ml/12jam P: Lanjutkan intervensi
- Memberikan nutrisi tinggi kalori tinggi - anjurkan pasien untuk makan dalam posisi
protein: pasien mendapatkan diet DM TKTP duduk,
1700 kkal - pastikan makanan disajikan dalam keadaan
- Memberikan Domperidon 10 mg oral,
hangat,
sukralfat 1C oral.
- pantau kalori dan intake makanan.
- berikan nutrisi tinggi kalori tinggi protein,
- pantau nilai laboratorium.
- Kolaborasi: infus ganti D10% 500
ml/8jam, Obat DM diberhentikan
sementara, Omeprazole 2 x 40 mg
intravena, Domperidon 3 x 10 mg oral,
Sukralfat sirup 3 x 1C oral, diet ekstra
putel, koreksi albumin 1 20%
Rabu, 25 Maret 2015
- Memberikan pasien posisi duduk: pasien S:Pasien mengatakan mual sudah banyak
makan dalam posisi duduk. berkurang, nafsun makan meningkat.
- Memastikan makanan disajikan dalam O: makan pagi habis ½ porsi, makan siang ½
porsi. Hematologi (19/3/15): Leukosit 7,12
keadaan hangat: menganjur pasien untuk
ribu/mm3 (Netrofil 84,3%, Limfosit 9,4%,
langsung makan makanan dalam keadaan Monosit 5,1%, Eosinofil 0,7%, basophil
hangat: makan pagi dibantu oleh anak pasien 0,5%), eritrosit 4,16 juta/uL, hemoglobin
- Menganjurkan makan dalam porsi kecil tapi 10,2 g/dL, hematocrit 32%, trombosit 230
sering ribu/mm3, Gula darah sewaktu (22/3/15) 68
- Memantau kalori dan intake makanan: mg/dL – 267 mg/dL – 163 mg/dL. Albumin
makan pagi habis ½ porsi, makan siang ½ (18/3/15) 2,1, (19/3/15) 2,8. (20/3/15) SGOT
34 U/L, SGPT 19 U/L.
porsi, minum dari mulai jam 06.00-14.00
A: kemampuan perawatan diri belum
500ml, terpasang infus infus NaCl 0,9% meningkat
500ml/12jam P: Lanjutkan intervensi
- Memberikan nutrisi tinggi kalori tinggi - anjurkan pasien untuk makan dalam posisi
protein: pasien mendapatkan diet DM TKTP duduk,
1700 kkal - pastikan makanan disajikan dalam keadaan
- Memberikan Domperidon 10 mg oral,
hangat,
sukralfat 1C oral.
- pantau kalori dan intake makanan.
- berikan nutrisi tinggi kalori tinggi protein,
- pantau nilai laboratorium.
- Kolaborasi: infus ganti D10% 500
ml/8jam, Obat DM diberhentikan
sementara, Omeprazole 2 x 40 mg
intravena, Domperidon 3 x 10 mg oral,

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


Sukralfat sirup 3 x 1C oral, diet ekstra putel
- Pasien rencana pulang hari ini

Diagnosa Keperawatan IV: Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah


Senin, 16 Maret 2015
Implementasi (Proses Regulatori) Evaluasi (Proses Kontrol)
- Memantau nilai gula darah: 286 mg/dL S: pasien mengatakan nafsu makan masih
- Memantau gejala higlikemia: polidipsi tidak tidak ada
ada, pasien tampak lemah, nyeri kepala tidak O: polidipsi tidak ada, pasien tampak lemah,
nyeri kepala tidak ada, pandangan kabur
ada, pandangan kabur tidak ada.
tidak ada.
- Memantau status cairan: pasien minum dari A: Kemampuan perawatan diri belum
pukul 06.00-14.00 + 300ml, infus NaCl 0,9% meningkat
500ml/12jam menetes lancar. P: lanjtukan intervensi manajemen
- Memberikan glimepiride 2 mg oral hiperglikemi
- Pantau nilai gula darah
- Pantau tanda dan gejala hiperglikemia
(poliuri, polidipsi, polifagi, kelemahan,
letargi, malaise, pandangan kabur atau
nyeri kepala),
- Pantau gas darah dan elektrolit
- Pantau status cairan, jaga kepatenan akses
intravena
- Kolaborasi: glimepiride 1 x 2 mg oral,
levemir 1 x 15 UI malam jam 22.00
Selasa, 17 Maret 2015
- Memantau nilai gula darah: 149 mg/dL S: pasien mengatakan nafsu makan masih
- Memantau gejala hiperglikemia: polidipsi kurang
tidak ada, pasien tampak lemah, nyeri kepala O: polidipsi tidak ada, pasien tampak lemah,
nyeri kepala tidak ada, pandangan kabur
tidak ada, pandangan kabur tidak ada.
tidak ada, Gula darah pagi sebelum makan
- Memantau status cairan: pasien minum dari 149 mg/dL.
pukul 06.00-14.00 + 300ml, infus NaCl 0,9% A: kemampuan perawatan diri meningkat
500ml/12jam menetes lancar. P: lanjtukan intervensi manajemen
- Memberikan glimepiride 2 mg oral hiperglikemi
- Pantau nilai gula darah
- Pantau tanda dan gejala hiperglikemia
(poliuri, polidipsi, polifagi, kelemahan,
letargi, malaise, pandangan kabur atau
nyeri kepala),
- Pantau gas darah dan elektrolit
- Pantau status cairan, jaga kepatenan akses
intravena
- Kolaborasi: glimepiride 1 x 2 mg oral,

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


levemir 1 x 15 UI malam jam 22.00
Rabu, 18 Maret 2015
- Memantau gejala hiperglikemia: polidipsi S: pasien mengatakan nafsu makan masih
tidak ada, pasien tampak lemah, nyeri kepala kurang
tidak ada, pandangan kabur tidak ada. O: polidipsi tidak ada, pasien tampak lemah,
nyeri kepala tidak ada, pandangan kabur
- Memantau status cairan: pasien minum dari
tidak ada, Gula darah pagi sebelum makan
pukul 06.00-14.00 + 500ml, infus NaCl 0,9% (17/3/15) 149 mg/dL.
500ml/12jam menetes lancar. A: kemampuan perawatan diri meningkat
- Memberikan glimepiride 2 mg oral P: lanjtukan intervensi manajemen
hiperglikemi
- Pantau nilai gula darah
- Pantau tanda dan gejala hiperglikemia
(poliuri, polidipsi, polifagi, kelemahan,
letargi, malaise, pandangan kabur atau
nyeri kepala),
- Pantau gas darah dan elektrolit
- Pantau status cairan, jaga kepatenan akses
intravena
- Kolaborasi: glimepiride 1 x 2 mg oral,
levemir 1 x 15 UI malam jam 22.00
Kamis, 19 Maret 2015
- Memantau nilai gula darah: 55 mg/dL S: pasien mengatakan nafsu makan masih
- Memberikan pasien minum teh manis kurang
- Memberikan infus dextrose 5% 500 O: polidipsi tidak ada, pasien tampak lemah,
nyeri kepala tidak ada, pandangan kabur
ml/12jam.
tidak ada, Gula darah pagi sebelum makan
- Melakukan cek gula darah kembali: 222 (19/3/15) 55 mg/dL, 30 menit kemudian 222
mg/dL. mg/dL, GD siang 233mg/dL.
- Memantau gejala hiperglikemia: polidipsi A: kemampuan perawatan diri menurun
tidak ada, pasien tampak lemah, nyeri kepala P: lanjtukan intervensi manajemen
tidak ada, pandangan kabur tidak ada. hiperglikemi dan hipoglikemi
- Memantau gejala hipoglikemi (tremor, - Pantau nilai gula darah
berkeringat, gugup, cemas, cepat marah, - Pantau tanda dan gejala hiperglikemia
tidak sabaran, takikardi, palpitasi, dingin, (poliuri, polidipsi, polifagi, kelemahan,
pusing, wajah pucat, lapar, mual, nyeri letargi, malaise, pandangan kabur atau
kepala, kelelahan, mengantuk, nyeri kepala),
pingsan,perubahan perilaku, bingung, koma - Pantau gas darah dan elektrolit
dan kejang): pasien tampak lemas dan pucat - Pantau status cairan, jaga kepatenan akses
- Memantau status cairan: pasien minum dari intravena.
pukul 06.00-14.00 + 300ml, infus Dextrose - Kolaborasi: glimepiride 1 x 2 mg oral,
5% 500ml/12jam menetes lancar. levemir 1 x 15 UI malam jam 22.00
- Melakukan cek gula darah siang sebelum - pantau kadar glukosa darah, pantau tanda
makan: 233 mg/dL. dan gejala hipoglikemi (tremor,
berkeringat, gugup, cemas, cepat marah,
tidak sabaran, takikardi, palpitasi, dingin,

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


pusing, wajah pucat, lapar, mual, nyeri
kepala, kelelahan, mengantuk,
pingsan,perubahan perilaku, bingung,
koma dan kejang), berikan glukosa secara
intravena sesuai indikasi, jaga kepatenan
akses intravena, ajarkan pasien/keluarga
untuk mengenal tanda dan gejala
hipoglikemi
Jumat, 20 Maret 2015
- Memantau gejala hiperglikemia: polidipsi S: pasien mengatakan nafsu makan masih
tidak ada, pasien tampak lemah, nyeri kepala kurang
tidak ada, pandangan kabur tidak ada. O: polidipsi tidak ada, pasien tampak lemah,
nyeri kepala tidak ada, pandangan kabur
- Memantau gejala hipoglikemi (tremor,
tidak ada, tanda-tanda hipoglikemi (tremor,
berkeringat, gugup, cemas, cepat marah, berkeringat, gugup, cemas, cepat marah,
tidak sabaran, takikardi, palpitasi, dingin, tidak sabaran, takikardi, palpitasi, dingin,
pusing, wajah pucat, lapar, mual, nyeri pusing, wajah pucat, lapar, mual, nyeri
kepala, kelelahan, mengantuk, kepala, kelelahan, mengantuk,
pingsan,perubahan perilaku, bingung, koma pingsan,perubahan perilaku, bingung, koma
dan kejang): pasien tidak menampakan dan kejang) tidak ada, riwayat hipoglikemi
Gula darah pagi sebelum makan (19/3/15) 55
gejala hipoglikemi
mg/dL, 30 menit kemudian 222 mg/dL, GD
- Memantau status cairan: pasien minum dari siang 233mg/dL,.
pukul 06.00-14.00 + 400ml, infus NaCl 0,9% A: kemampuan perawatan diri menurun
500ml/12jam menetes lancar. P: lanjtukan intervensi manajemen
hiperglikemi dan hipoglikemi
- Pantau nilai gula darah
- Pantau tanda dan gejala hiperglikemia
(poliuri, polidipsi, polifagi, kelemahan,
letargi, malaise, pandangan kabur atau
nyeri kepala),
- Pantau gas darah dan elektrolit
- Pantau status cairan, jaga kepatenan akses
intravena.
- Kolaborasi: glimepiride 1 x 2 mg oral,
levemir 1 x 15 UI malam jam 22.00
- pantau kadar glukosa darah, pantau tanda
dan gejala hipoglikemi (tremor,
berkeringat, gugup, cemas, cepat marah,
tidak sabaran, takikardi, palpitasi, dingin,
pusing, wajah pucat, lapar, mual, nyeri
kepala, kelelahan, mengantuk,
pingsan,perubahan perilaku, bingung,
koma dan kejang),
- Berikan glukosa secara intravena sesuai
indikasi, jaga kepatenan akses intravena,

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


ajarkan pasien/keluarga untuk mengenal
tanda dan gejala hipoglikemi
Senin, 23 Maret 2015
- Memantau gejala hipoglikemi (tremor, S: pasien mengatakan nafsu makan masih
berkeringat, gugup, cemas, cepat marah, kurang
tidak sabaran, takikardi, palpitasi, dingin, O: pasien tampak lemah, nyeri kepala tidak
ada, pandangan kabur tidak ada, tanda-tanda
pusing, wajah pucat, lapar, mual, nyeri
hipoglikemi (tremor, berkeringat, gugup,
kepala, kelelahan, mengantuk, cemas, cepat marah, tidak sabaran, takikardi,
pingsan,perubahan perilaku, bingung, koma palpitasi, dingin, pusing, wajah pucat, lapar,
dan kejang): riwayat GD pagi Jam 06.00 68 mual, nyeri kepala, kelelahan, mengantuk,
mg/dL pasien tampak pucat, berbaring tidur. pingsan,perubahan perilaku, bingung, koma
- Memantau gula darah jam 14.00: 296 mg/dL. dan kejang) tidak ada, riwayat hipoglikemi
- Memantau status cairan: pasien minum dari Gula darah pagi sebelum makan (23/3/15) 68
mg/dL, jam 14.00 296 mg/dL.
pukul 06.00-14.00 + 500ml.
A: kemampuan perawatan diri belum efektif
- Mengganti cairan infus D10% 500ml/12jam P: lanjtukan intervensi manajemen
menetes lancar hiperglikemi dan hipoglikemi
- Pantau nilai gula darah
- Pantau tanda dan gejala hiperglikemia
(poliuri, polidipsi, polifagi, kelemahan,
letargi, malaise, pandangan kabur atau
nyeri kepala),
- Pantau gas darah dan elektrolit
- Pantau status cairan, jaga kepatenan akses
intravena.
- pantau kadar glukosa darah, pantau tanda
dan gejala hipoglikemi (tremor,
berkeringat, gugup, cemas, cepat marah,
tidak sabaran, takikardi, palpitasi, dingin,
pusing, wajah pucat, lapar, mual, nyeri
kepala, kelelahan, mengantuk,
pingsan,perubahan perilaku, bingung,
koma dan kejang),
- Berikan glukosa secara intravena sesuai
indikasi, jaga kepatenan akses intravena,
ajarkan pasien/keluarga untuk mengenal
tanda dan gejala hipoglikemi
Selasa, 24 Maret 2015
- Memantau gejala hipoglikemi (tremor, S: pasien mengatakan nafsu makan sudah
berkeringat, gugup, cemas, cepat marah, baik
tidak sabaran, takikardi, palpitasi, dingin, O: pasien masih tampak lemah, nyeri kepala
tidak ada, pandangan kabur tidak ada, tanda-
pusing, wajah pucat, lapar, mual, nyeri
tanda hipoglikemi (tremor, berkeringat,
kepala, kelelahan, mengantuk, gugup, cemas, cepat marah, tidak sabaran,
pingsan,perubahan perilaku, bingung, koma takikardi, palpitasi, dingin, pusing, wajah
dan kejang): riwayat GD pagi Jam 06.00 140 pucat, lapar, mual, nyeri kepala, kelelahan,

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


mg/dL pasien tampak pucat, berbaring tidur. mengantuk, pingsan,perubahan perilaku,
- Memantau gula darah jam 14.00: 489 mg/dL. bingung, koma dan kejang) tidak ada, riwayat
- Memantau status cairan: pasien minum dari hipoglikemi Gula darah pagi sebelum makan
(24/3/15) 140 mg/dL, jam 14.00 489 mg/dL.
pukul 06.00-14.00 + 500ml.
A: kemampuan perawatan diri belum efektif
- Mengganti cairan infus NaCl 0,9% P: lanjtukan intervensi manajemen
500ml/12jam menetes lancar hiperglikemi dan hipoglikemi
- Pantau nilai gula darah
- Pantau tanda dan gejala hiperglikemia
(poliuri, polidipsi, polifagi, kelemahan,
letargi, malaise, pandangan kabur atau
nyeri kepala),
- Pantau gas darah dan elektrolit
- Pantau status cairan, jaga kepatenan akses
intravena.
- pantau kadar glukosa darah, pantau tanda
dan gejala hipoglikemi (tremor,
berkeringat, gugup, cemas, cepat marah,
tidak sabaran, takikardi, palpitasi, dingin,
pusing, wajah pucat, lapar, mual, nyeri
kepala, kelelahan, mengantuk,
pingsan,perubahan perilaku, bingung,
koma dan kejang),
- Berikan glukosa secara intravena sesuai
indikasi, jaga kepatenan akses intravena,
ajarkan pasien/keluarga untuk mengenal
tanda dan gejala hipoglikemi
Rabu, 25 Maret 2015
- Memantau gejala hipoglikemi (tremor, S: pasien mengatakan nafsu makan sudah
berkeringat, gugup, cemas, cepat marah, baik
tidak sabaran, takikardi, palpitasi, dingin, O: pasien masih tampak lemah, nyeri kepala
tidak ada, pandangan kabur tidak ada, tanda-
pusing, wajah pucat, lapar, mual, nyeri
tanda hipoglikemi (tremor, berkeringat,
kepala, kelelahan, mengantuk, gugup, cemas, cepat marah, tidak sabaran,
pingsan,perubahan perilaku, bingung, koma takikardi, palpitasi, dingin, pusing, wajah
dan kejang): riwayat GD pagi Jam 06.00 140 pucat, lapar, mual, nyeri kepala, kelelahan,
mg/dL pasien tampak pucat, berbaring tidur. mengantuk, pingsan,perubahan perilaku,
- Memantau gula darah jam 14.00: 489 mg/dL. bingung, koma dan kejang) tidak ada, riwayat
- Memantau status cairan: pasien minum dari hipoglikemi Gula darah pagi sebelum makan
(24/3/15) 140 mg/dL, jam 14.00 489 mg/dL.
pukul 06.00-14.00 + 500ml.
A: kemampuan perawatan diri belum efektif
- Mengganti cairan infus NaCl 0,9% P: lanjtukan intervensi manajemen
500ml/12jam menetes lancar hiperglikemi dan hipoglikemi
- Pantau nilai gula darah
- Pantau tanda dan gejala hiperglikemia
(poliuri, polidipsi, polifagi, kelemahan,
letargi, malaise, pandangan kabur atau

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


nyeri kepala),
- Pantau gas darah dan elektrolit
- Pantau status cairan, jaga kepatenan akses
intravena.
- pantau kadar glukosa darah, pantau tanda
dan gejala hipoglikemi (tremor,
berkeringat, gugup, cemas, cepat marah,
tidak sabaran, takikardi, palpitasi, dingin,
pusing, wajah pucat, lapar, mual, nyeri
kepala, kelelahan, mengantuk,
pingsan,perubahan perilaku, bingung,
koma dan kejang),
- Berikan glukosa secara intravena sesuai
indikasi, jaga kepatenan akses intravena,
ajarkan pasien/keluarga untuk mengenal
tanda dan gejala hipoglikemi.
- Menyiapkan obat pulang pasien levemir
1x5 ui.

Diagnosa Keperawatan V: Intoleransi aktivitas


Senin, 16 Maret 2015
Implementasi (Proses Regulatori) Evaluasi (Proses Kontrol)
- Memantau asupan nutrisi untuk memastikan S: pasien masih mengeluh sesak, pasien tidak
sumber energy pasien: makan pagi habis 1/5 mampu untuk banyak beraktivitas.
porsi, makan siang habis 1/5 porsi, snack O: pasien tampak sesak, saat kondisi istirahat
tekanan darah120/64 mmHg, nadi 94
buah tidak dimakan.
x/menit, frekuensi pernapasan 30 x/menit,
- Melakukan kolaborasi dengan gizi: pasien saturasi 97%, mobilisasi dilakukan di tempat
mendapatkan diet DM TKTP 1700 kkal, tidur saja.
snack buah 3 kali A: kemampuan perawatan diri belum
- Pantau tanda-tanda vital: Tekanan meningkat.
darah120/64 mmHg, nadi 94 x/menit, P: lanjutkan intervensi
frekuensi pernapasan 30 x/menit, saturasi - Pantau asupan nutrisi untuk memastikan
97%. sumber energy pasien,
- Pantau pola tidur dan jumlah jam tidur - Pantau tanda-tanda vital
pasien: pasien mengatakan tidak dapat tidur. - Pantau pola tidur dan jumlah jam tidur
- Diskusi dengan pasien untuk menentukan pasien,
kemampuan pasien dalam beraktivitas: - Tentukan kemampuan pasien dalam
pasien meminta barang-barang kebutuhannya beraktivitas
didekatkan pada pasien, sehingga mudah - Anjurkan untuk batasi aktivitas,
dijangkau pasien. - Anjurkan untuk tidur siang jika malam
- Menganjurkan untuk batasi aktivitas: tidak bisa tidur
aktivitas pasien dilakukan di tempat tidur.
- Menganjurkan untuk tidur siang jika malam

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


tidak bisa tidur: pasien mengatakan akan
mencoba jika sudah tidak sesak.
Selasa, 17 Maret 2015
- Memantau asupan nutrisi untuk memastikan S: pasien mengeluh sesak berkurang.
sumber energy pasien: makan pagi habis 3 O: Saat kondisi istirahat Tekanan
sendok, makan siang habis 1/5 porsi, snack darah110/80 mmHg, nadi 80 x/menit,
frekuensi pernapasan 34 x/menit, saturasi
buah tidak dimakan.
99%, mobilisasi dilakukan di tempat tidur
- Pantau tanda-tanda vital: Tekanan saja.
darah110/80 mmHg, nadi 80 x/menit, A: kemampuan perawatan diri belum
frekuensi pernapasan 40 x/menit, saturasi meningkat.
99%. P: lanjutkan intervensi
- Pantau pola tidur dan jumlah jam tidur - Pantau asupan nutrisi untuk memastikan
pasien: pasien mengatakan malam tidak sumber energy pasien,
dapat tidur. - Pantau tanda-tanda vital
- Menganjurkan untuk batasi aktivitas: - Pantau pola tidur dan jumlah jam tidur
aktivitas pasien dilakukan di tempat tidur. pasien,
- Menganjurkan untuk tidur siang jika malam - Tentukan kemampuan pasien dalam
tidak bisa tidur: pasien mengatakan akan beraktivitas
mencoba jika sudah tidak sesak. - Anjurkan untuk batasi aktivitas,
- Anjurkan untuk tidur siang jika malam
tidak bisa tidur
Rabu, 18 Maret 2015
- Memantau asupan nutrisi untuk memastikan S: pasien mengeluh sesak berkurang, malam
sumber energy pasien: makan pagi habis ¼ bisa tidur.
porsi, makan siang habis ½ porsi, snack buah O: Saat kondisi istirahat Tekanan darah
140/80 mmHg, nadi 89 x/menit, frekuensi
dimakan.
pernapasan 40 x/menit, saturasi 99%.
- Pantau tanda-tanda vital: Tekanan darah mobilisasi dilakukan di tempat tidur saja.
140/80 mmHg, nadi 89 x/menit, frekuensi A: kemampuan perawatan diri meningkat.
pernapasan 40 x/menit, saturasi 99%. P: lanjutkan intervensi
- Pantau pola tidur dan jumlah jam tidur - Pantau asupan nutrisi untuk memastikan
pasien: pasien mengatakan malam bisa tidur sumber energy pasien,
dibandingkan hari sebelumnya. - Pantau tanda-tanda vital
- Menganjurkan untuk batasi aktivitas: - Pantau pola tidur dan jumlah jam tidur
aktivitas pasien masih dilakukan di tempat pasien,
tidur. - Tentukan kemampuan pasien dalam
- Menganjurkan untuk tidur siang jika malam beraktivitas
tidak bisa tidur: pasien mengangguk. - Anjurkan untuk batasi aktivitas,
Anjurkan untuk tidur siang jika malam tidak
bisa tidur
Kamis, 19 Maret 2015
- Memantau asupan nutrisi untuk memastikan S: pasien mengeluh sesak berkurang, malam
sumber energy pasien: makan pagi habis 3 bisa tidur.
sendok, makan siang habis ½ porsi, snack O: Saat kondisi istirahat Tekanan darah
120/70 mmHg, nadi 79 x/menit, frekuensi
buah dimakan.
pernapasan 26 x/menit, saturasi 99%.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


- Pantau tanda-tanda vital: Tekanan darah Mobilisasi sudah mulai duduk di pinggir
120/70 mmHg, nadi 79 x/menit, frekuensi tempat tidur sambil menggantung kaki.
pernapasan 26 x/menit, saturasi 99%. A: kemampuan perawatan diri meningkat.
P: lanjutkan intervensi
- Pantau pola tidur dan jumlah jam tidur
- Pantau asupan nutrisi untuk memastikan
pasien: pasien mengatakan malam bisa tidur
sumber energy pasien,
dibandingkan hari sebelumnya.
- Pantau tanda-tanda vital
- Menganjurkan untuk batasi aktivitas:
- Pantau pola tidur dan jumlah jam tidur
aktivitas pasien masih dilakukan di tempat
pasien,
tidur, namun pasien sudah mulai untuk
- Tentukan kemampuan pasien dalam
duduk dipinggir tempat tidur sambil
beraktivitas
menggoyangkan kaki.
- Anjurkan untuk batasi aktivitas,
- Menganjurkan untuk tidur siang jika malam
- Anjurkan untuk tidur siang jika malam
tidak bisa tidur: pasien mengangguk.
tidak bisa tidur
Jumat, 20 Maret 2015
- Memantau asupan nutrisi untuk memastikan S: pasien mengeluh sesak berkurang, malam
sumber energy pasien: makan pagi habis ½ bisa tidur.
porsi, makan siang habis ½ porsi. O: Saat kondisi duduk di kursi Tekanan
darah 120/80 mmHg, nadi 88 x/menit,
- Pantau tanda-tanda vital: Tekanan darah
frekuensi pernapasan 26 x/menit, saturasi
120/80 mmHg, nadi 88 x/menit, frekuensi 99%. Mobilisasi sudah mulai duduk di kursi.
pernapasan 26 x/menit, saturasi 99%. A: kemampuan perawatan diri meningkat.
- Pantau pola tidur dan jumlah jam tidur P: lanjutkan intervensi
pasien: pasien mengatakan malam bisa tidur. - Pantau asupan nutrisi untuk memastikan
- Menganjurkan untuk batasi aktivitas: sumber energy pasien,
aktivitas pasien masih dilakukan di tempat - Pantau tanda-tanda vital
tidur, namun pasien sudah mulai duduk - Pantau pola tidur dan jumlah jam tidur
dikursi. pasien,
- Tentukan kemampuan pasien dalam
beraktivitas
- Anjurkan untuk tingkatkan aktivitas sesuai
kemampuan pasien.
- Anjurkan untuk tidur siang jika malam
tidak bisa tidur
Senin, 23 Maret 2015
- Memantau asupan nutrisi untuk memastikan S: pasien mengeluh badan lemas
sumber energy pasien: makan pagi tidak O: Tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 81
dimakan, makan siang habis ¼ porsi. x/menit, frekuensi pernapasan 32 x/menit,
suhu 36.4oC saturasi 98%. Mobilisasi di
- Pantau tanda-tanda vital: Tekanan darah
tempat tidur.
140/80 mmHg, nadi 81 x/menit, frekuensi A: kemampuan perawatan diri menurun.
pernapasan 32 x/menit, suhu 36.4oC saturasi P: lanjutkan intervensi
98%. - Pantau asupan nutrisi untuk memastikan
- Pantau pola tidur dan jumlah jam tidur sumber energy pasien,
pasien: pasien mengatakan malam tidak bisa - Pantau tanda-tanda vital
tidur karena mual. - Pantau pola tidur dan jumlah jam tidur
- Menganjurkan untuk batasi aktivitas:

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


aktivitas pasien masih dilakukan di tempat pasien,
tidur. - Tentukan kemampuan pasien dalam
beraktivitas
- Anjurkan untuk tingkatkan aktivitas sesuai
kemampuan pasien.
- Anjurkan untuk tidur siang jika malam
tidak bisa tidur
Selasa, 24 Maret 2015
- Memantau asupan nutrisi untuk memastikan S: pasien mengeluh badan lemas
sumber energy pasien: makan pagi habis ¼ O: Tekanan darah 160/110 mmHg, nadi 78
porsi, makan siang habis ½ porsi. x/menit, frekuensi pernapasan 30 x/menit,
suhu 36.2oC saturasi 98%. Mobilisasi jalan.
- Pantau tanda-tanda vital: Tekanan darah
A: kemampuan perawatan diri meningkat.
160/110 mmHg, nadi 78 x/menit, frekuensi P: lanjutkan intervensi
pernapasan 30 x/menit, suhu 36.2oC saturasi - Pantau asupan nutrisi untuk memastikan
98%. sumber energy pasien,
- Pantau pola tidur dan jumlah jam tidur - Pantau tanda-tanda vital
pasien: pasien mengatakan malam tidak bisa - Pantau pola tidur dan jumlah jam tidur
tidur karena mual. pasien,
- Menganjurkan untuk menngkatkan aktivitas: - Tentukan kemampuan pasien dalam
aktivitas: pasien mulai mobilisasi jalan beraktivitas
- Anjurkan untuk tingkatkan aktivitas sesuai
kemampuan pasien.
Anjurkan untuk tidur siang jika malam tidak
bisa tidur
Rabu, 25 Maret 2015
- Memantau asupan nutrisi untuk memastikan S: pasien mengeluh badan lemas
sumber energy pasien: makan pagi habis ½ O: Tekanan darah 144/700 mmHg, nadi 86
porsi, makan siang habis ½ porsi. x/menit, frekuensi pernapasan 30 x/menit,
suhu 36.2oC saturasi 99%.
- Pantau tanda-tanda vital: Tekanan darah
Mobilisasi jalan.
144/700 mmHg, nadi 86 x/menit, frekuensi A: kemampuan perawatan diri meningkat.
pernapasan 30 x/menit, suhu 36.2oC saturasi P: lanjutkan intervensi
99%. - Pantau asupan nutrisi untuk memastikan
- Pantau pola tidur dan jumlah jam tidur sumber energy pasien,
pasien: pasien mengatakan malam tidak bisa - Pantau tanda-tanda vital
tidur karena mual. - Pantau pola tidur dan jumlah jam tidur
- Menganjurkan untuk menngkatkan aktivitas: pasien,
aktivitas: pasien mulai mobilisasi jalan - Tentukan kemampuan pasien dalam
beraktivitas
- Anjurkan untuk tingkatkan aktivitas sesuai
kemampuan pasien.
- Anjurkan untuk tidur siang jika malam
tidak bisa tidur
- Pasien rencana pulang hari ini

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


Diagnosa Keperawatan VI: Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri
Senin, 16 Maret 2015
Implementasi (Proses Regulatori) Evaluasi (Proses Kontrol)
- Mengkaji kemampuan pasien mengenai S: pasien mengatakan belum mengerti
kemampuan dalam mengerti proses penyakit: tentang penyakitnya
pasien belum mampu memahami proses O: pasien belum dapat mengerti tentang
penyakit, edukasi akan diberikan pada penyakitnya, pasien tampak kebingungan,
anggota keluarga yang menjaga pasien. tidak ada keluarga yang mendampingi pasien,
- Memberikan medikasi sesuai dengan pasien mengangguk saat diberitahu obat yang
protocol: levofloxacin 750 mg diberikan diberikan apa dan fungsi nya apa.
secara intravena, ambroxol diberikan secara A: kemampuan perawatan diri belum
oral, meningkat
- Memantau efektifitas obat: rencana P: Lanjutkan intervensi
pemeriksaan darah perifer lengkap setelah - mengkaji kemampuan pasien mengenai
pemberian antibiotic selama 3 hari. kemampuan dalam mengerti proses
- Memantau efek samping obat: keluhan mual penyakit,
tidak ada. - mendiskusikan mengenai perubahan gaya
- Memantau serum darah: ureum 40 mg/dL, hidup untuk mencegah komplikasi
kreatinin 0,9 mg/dL. penyakit,
- Mantau interaksi obat: interaksi antar obat - mendiskusikan dengan pasien/keluarga
tidak ada. mengenai pilihan obat yang diberikan, dan
- Mantau kepatuhan pasien dalam minum fungsi obat tersebut,
obat: pasien meminum obat yang diberikan. - menjelaskan kemungkinan komplikasi
- Menjelaskan bahwa akan dilakukan yang akan terkaji
pemantauan gula darah terhadap pasien.
Selasa, 17 Maret 2015
- Menjelaskan setiap tindakan yang akan S:
dilakukan pada pasien kepada keluarga dan O: Pasien dan keluarga mengangguk saat
pasien: anak pasien dan pasien menyetujui diberi penjelasan, menyetujui untuk
dan mengerti manfaat dari tindakan pungsi dilakukan tindakan dengan menandatangani
pleura. informed consent.
A: kemampuan perawatan diri belum
meningkat
P: Lanjutkan intervensi
- mendiskusikan mengenai perubahan gaya
hidup untuk mencegah komplikasi
penyakit,
- mendiskusikan dengan pasien/keluarga
mengenai pilihan obat yang diberikan, dan
fungsi obat tersebut,
- menjelaskan kemungkinan komplikasi
yang akan terkaji

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


Rabu, 18 Maret 2015
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga S: -
bahwa pasien mendapatkan obat tambahan O: Pasien dan keluarga mengangguk saat
karena hasil laboratorium cairan pleura tidak diberi penjelasan, mengenai terapi baru yang
normal: anak pasien mengerti.
diberikan pada pasien.
- Memberi penjelasan tentang efek samping
dari obat yang diberikan: dapat A: kemampuan perawatan diri meningkat
menyebabkan mual. P: Lanjutkan intervensi
- mendiskusikan mengenai perubahan gaya
hidup untuk mencegah komplikasi
penyakit,
- mendiskusikan dengan pasien/keluarga
mengenai pilihan obat yang diberikan, dan
fungsi obat tersebut,
- menjelaskan kemungkinan komplikasi
yang akan terkaji
Kamis, 19 Maret 2015
- Menjelaskan bahwa pasien akan S: -
mendapatkan terapi albumin karena nilai O: Pasien dan keluarga mengangguk saat
albumin pasien rendah: pasien mengangguk diberi penjelasan, mengenai terapi baru yang
diberikan pada pasien.
A: kemampuan perawatan diri meningkat
P: Lanjutkan intervensi
- mendiskusikan mengenai perubahan gaya
hidup untuk mencegah komplikasi
penyakit,
- mendiskusikan dengan pasien/keluarga
mengenai pilihan obat yang diberikan, dan
fungsi obat tersebut,
- menjelaskan kemungkinan komplikasi
yang akan terkaji
Jumat, 20 Maret 2015
Menjelaskan bahwa pasien akan mendapatkan S: anak pasien mengatakan sudah mengerti
terapi OAT, menjelaskan tujuan pemberian tentang kondisi sakit pasien
terapi OAT, dosis obat, cara minum, efek O: Anak pasien telah menyetujui bahwa
samping yang akan dirasakan.
pasien akan diberikan OAT, dan bersedia
mendukung pasien dalam pemulihan dan
sebagai pengawas minum obat pasien jika
pasien sudah kembali ke rumah.
A: kemampuan perawatan diri meningkat
P: Lanjutkan intervensi
- mendiskusikan mengenai perubahan gaya
hidup untuk mencegah komplikasi
penyakit,
- mendiskusikan dengan pasien/keluarga

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


mengenai pilihan obat yang diberikan, dan
fungsi obat tersebut,
- menjelaskan kemungkinan komplikasi
yang akan terkaji
Senin, 23 Maret 2015
- Menjelaskan kepada pasien pasien bisa mula S: anak pasien mengatakan setuju untuk
- Menjelaskan kepada pasien bahwa akan dikonsulkan
dikonsulkan kepada dokter penyakit dalam O: Anak pasien telah menyetujui menyetujui
untuk control muntah dan gula darah
semua tindakan yang akan diberikan oleh
dokter penyakit dalam.
A: kemampuan perawatan diri meningkat
P: Lanjutkan intervensi
- mendiskusikan mengenai proses penyakit,
- mendiskusikan dengan pasien/keluarga
mengenai pilihan obat yang diberikan, dan
fungsi obat tersebut,
- menjelaskan kemungkinan komplikasi
yang akan terkaji
Selasa, 24 Maret 2015
- Menjelaskan pada pasien mengenai diet S: pasien mengatakan mengerti
tambahan putih telur O: Pasien mengangguk, obat minum dan ptih
- Menjelaskan pada pasien kegunaan obat telur diminum dan dihabiskan.
sukralfat dan domperidon
A: kemampuan perawatan diri meningkat
P: Lanjutkan intervensi
- mendiskusikan dengan pasien/keluarga
mengenai pilihan obat yang diberikan, dan
fungsi obat tersebut, menjelaskan
kemungkinan komplikasi yang akan terkaji
Rabu, 25 Maret 2015
- Menjelaskan persiapan pasien di rumah, cara S: pasien dan keluarga mengatakan mengerti,
minum obat, bagaimana menggunakan obat anak pasien mengatakan untuk memberikan
obat suntik ada bidan dari RSUP
Persahabatan yang dapat menyuntik pasien
O: Pasien dan keluarga mengangguk saat
diberikan penjelasan
A: kemampuan perawatan diri meningkat
P: Lanjutkan intervensi
mendiskusikan dengan pasien/keluarga
mengenai pilihan obat yang diberikan, dan
fungsi obat tersebut, menjelaskan
kemungkinan komplikasi yang akan terkaji

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


Lampiran 3

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


PERAWATAN KEBERSIHAN MULUT MENGGUNAKAN
CHLORHEXIDINE 0,12%

Pengertian : Perawatan kebersihan mulut merupakan suatu tindakan untuk


menjaga rongga mulut bersih dan sehat
Tujuan : Untuk mencegah pembentukan plak, perlengketan bakteri dan
makanan pada gigi
Prosedur :
1. Pembuatan Larutan Chlorhexidine 0,12%
a. Alat dan Bahan : Larutan Chlorhexidine 0,2% 150 ml, aquabidest steril 100
ml.
b. Rumus V1 x M1 = V2 x M2
Perhitungan
Pengenceran Keterangan:
Larutan : V1 = Volume awal larutan
M1 = Konsentrasi awal larutan
V2 = Volume akhir larutan
M2 = Konsentrasi akhir larutan

Contoh: Chlorhexidine 0,2% 150 ml ingin diencerkan


menjadi larutan chlorhexidine 0,12%, berapakah volume
yang harus ditambahkan?

Diketahui : V1 = 150 ml
M1 = 0,2
M2 = 0,12
V2 = yang ditanyakan (misal: a)

Jawab: V1 x M1 = V2 x M2
150 x 0.2 = a x 0.12
30 = a x 0.12
a = 30 : 0.12
V2 = a = 250
Volume akhir larutan adalah 250 ml, sehingga 100 ml

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


aquabidest yang harus ditambahkan agar konsentrasi
larutan chlorhexidine menjadi 0,12%.
c. Efek Samping dari - Iritasi rongga mulut
ringan sampai - Mulut kering
berat : - Perubahan dalam persepsi rasa
- Pewarnaan gigi dan permukaan rongga mulut lainnya
jika digunakan lebih dari 7 hari
- Nyeri pada area rongga mulut (berat)
- Ulserasi pada rongga mulut (berat)
- Pembengkakan kelenjar saliva (berat)
2. Pengkajian Rongga Mulut
a. Gigi geligi Plak, puing – puing gigi atau gigi karies.
b. Membran mukosa Bengkak, kemerahan, ulserasi atau perdarahan
c. Lidah Bengkak, pecah-pecah atau melepuh atau ada area yang
kemerahan
d. Bibir Pecah-pecah, perdarahan atau ulserasi
e. Air Liur Konsistensi dan jumlah
f. Gusi Kemerahan, ulserasi dan perdarahan
3. Perawatan Kebersihan Mulut
a. Alat dan Bahan : Alat steril ( 1 set alat suction, sarung tangan steril, kateter
suction, normal saline)
Alat tidak steril (sarung tangan, masker, kassa, bengkok,
perlak dan alasnya, handuk kecil/tissue)
b. Persiapan Pasien : Pasien diberikan penjelasan mengenai tujuan dan
prosedur perawatan mulut
c. Persiapan Ruangan bersih walau tidak steril, lampu harus cukup
Ruangan : terang
d. Pelaksanaan - Elevasi kepala tempat tidur 30o atau lebih (elevasi
kepala tempat tidur tidak dilakukan jika ada
kontraindikasi).
- Kaji kontraindikasi dari perawatan mulut: massive oral
trauma atau adanya permintaan untuk tidak dilakukan
perawatan mulut
- Mencuci tangan.
- Gunakan sarung tangan tidak steril, gunakan masker.
- Kaji bibir dan rongga mulut pada saat pasien baru
masuk dan minimal setiap hari.
- Laporkan dan dokumentasikan jika ditemukan hasil
pengkajian yang abnormal (yaitu perdarahan yang
banyak, ulserasi, sariawan).

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


- Ganti selang suction, botol dan semua peralatan pada
mesin suction setiap 24 jam.
- Lakukan suction dengan prinsip steril pada ETT dengan
sesuai kebutuhan. Pada pasien yang terintubasi akan
membutuhkan suction lebih sering, karena secret dapat
bermigrasi turun ke dalam ETT dan menetap pada
bagian atas cuff ETT. Dan bilas menggunakan cairan
normal saline.
- Lakukan suction pada rongga orofaringeal bagian dalam
untuk menghilangkan secret yang telah berkumpul pada
hipofaring setiap 6 jam atau sesuai indikasi.
- Pastikan secara tepat balon ETT mengembang sesuai
dengan tekanan dalam batas normal.
- Lakukan suction pada rongga mulut sesuai kebutuhan.
- Tuangkan 15 ml Chlorhexidine 0,12%.
- Kemudian aplikasikan pada rongga mulut dengan
menggunakan kassa setiap pagi dan malam (dua kali
sehari).
- Bersihkan dengan cara menyeka area rongga gigi,
jaringan lunak di mulut termasuk mukosa bukal, rongga
mulut bagian depan, gingiva, bawah lidah dan
permukaan lidah.
- Kemudian diamkan selama 1 menit.
- Bilas setelah satu menit dengan menggunakan suction.
Perhatikan adanya efek samping dari penggunaan
chlorhexidine 0,12%.
- Rapikan pasien
- Perawat melepas sarung tangan lalu mencuci tangan.
- Dokumentasikan tindakan yang dilakukan.
4. Indikator Mulut Sehat
a. Lidah, mukosa mulut dan gusi lembab berwarna merah muda
b. Gigi geligi bersih dan bebas dari kotoran
c. Air liur yang memadai (adekuat)
d. Bibir halus dan lembab

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


Lampiran 4

LEMBAR OBSERVASI PRAKTIK KEPERAWATAN BERBASIS BUKTI

Kode Responden:
Inisial :
Usia :
Jenis Kelamin :L/P
Diagnosa Medis :
Tanggal Intubasi :
Kriteria VAP :
No Kriteria Hari 1 Hari 2 Hari 3
1 Foto Toraks

2 Suhu Tubuh

3 Sekret Purulen

4 Leukositosis

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


Kode Responden:
VAP BUNDLE
Tgl/bln/thn: Hari Rawat:
Jam Head Up 45o Mika - Miki Oral Hygiene Sedasi Heparin
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
01
02
03
04

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


1

Lampiran 5

No Resume Kasus
1. Diagnosa medis: Pengobatan TB Paru dalam OAT fase lanjutan bulan ke-5, hidropneumotoraks kanan ec fistula bronkopulmoner dd/
infeksi bakteri, infeksi amuba, sindrom dispepsia
Faktor Kondisi Dasar:
Tn. N, 28 tahun, laki-laki. Tahap perkembangan dewasa awal, Pasien datang dengan keluhan sesak sudah dialami selama 1 minggu dan
memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dipengaruhi aktifitas, posisi penderita yang miring ke kiri atau ke kanan. Tidak
dipengaruhi oleh cuaca. Bunyi mengi tidak ada. Sesak berkurang saat penderita tidur dengan 2 – 3 bantal. Sesak sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit disertai dengan batuk, dahak ada berwarna putih. Nyeri dada ada memberat saat batuk. Keringat malam ada, berat badan
menurun sebanyak 2 kg dalam 1 bulan, nafsu makan menurun, mual ada, muntah tidak ada. Demam ada sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit, tinggi pada perabaan, defekasi dan berkemih tidak ada keluhan. Pasien lulusan SMA, suku asli Manado, pernah bekerja sebagai
bartender di sebuah hotel. Pasien selalu datang ke RSUP Persahabatan jika ada keluhan sakit, tahun 2014 minum OAT dan suntik
streptomycin pasca pneumonektomi bulan ke-5 fase lanjutan. Pasien belum menikah, tinggal bersama orangtua dan adik-adik pasien. pasien
memiliki kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol. Pasien tinggal di rumah yang memiliki banyak jendela sehingga sinar
matahari dapat masuk ke dalam rumah, namun pada kamar pasien tidak terdapat jendela, sehingga sinar matahari tidak dapat masuk ke
kamar pasien, sedangkan pasien lebih sering melakukan aktvitas di kamar pasien sendiri. Pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan
untuk biaya hidup dipenuhi dari orangtua pasien, jarak antara rumah ke pelayanan kesehatan dekat.

Kebutuhan Perawatan Diri Umum:


Udara: Riwayat OAT: Tahun 2007 minum OAT selama 1 bulan dan penderita berhenti sendiri. Tahun 2008 minum OAT kembali selama 2
bulan dan klien berhenti sendiri. Tahun 2010 minum OAT dan suntik streptomycin 90 kali, control di RS. Persahabatan dan dinyatakan
sembuh pengobatan selama 1 tahun. Tahun 2011 minum OAT dan suntik streptomycin 60 kali, control di Puskesmas Klender dan dinyatakan
sembuh pengobatan selama 8 bulan. Tahun 2013, minum OAT dan suntik streptomycin 60 kali control di RS. Persahabatan, pengobatan 8
bulan. Tahun 2014 minum OAT dan suntik streptomycin pasca pneumonektomi bulan ke-5 fase lanjutan. Keluhan nyeri di tempat
pemasangan WSD, nyeri skala 3 (rentang 1 – 10), nyeri bertambah ketika selang WSD bergoyang skala 6, keluhan sesak tidak ada, keluhan
batuk-batuk, sputum ada, pada dini hari sampai pagi hari. Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Tanda-tanda vital: Tekanan darah
100/70 mmHg, Nadi 92 x/menit, Frekuensi pernapasan 40 x/menit, Suhu 36,5oC saturasi oksigen 98%, Oksigen 5 L/menit. Inspeksi:
asimetris kanan tertinggal, napas dangkal dan cepat, terpasang WSD di linea axilla anterior kanan produksi ada, buble ada, undulasi ada.
Palpasi: vocal fremitus melemah di kanan atas jika dibandingkan dengan kiri. Perkusi: redup pada paru kanan, sonor pada paru kiri.
Auskultasi: bronkovesikuler -/+, ronkhi -/-, wheezing -/. Pemeriksaan penunjang: Toraks foto: paru kanan post lobektomi, Hemoglobin 9.4
g/dL. Kondisi lingkungan perawatan pasien sirkulasi udara baik karena terdapat jendela, sinar matahari dapat masuk ke dalam ruangan.

Cairan: pasien tidak ada keluhan gangguan dalam hal cairan, tidak ada gangguan dalam menelan. Pasien tidak merasa kesulitan dalam
minum dan buang air kecil, mobilisasi jalan. Turgor kulit baik, Tanda-tanda vital: Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 92 x/menit, Frekuensi
pernapasan 40 x/menit, Suhu 36,5oC, saturasi oksigen 98%, CRT < 3 detik.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


2

Nutrisi: Pasien mengatakan selama di rumah sakit semua makanan yang diberikan RS selalu dihabiskan bahkan pasien merasa masih kurang,
tidak ada kesulitan saat makan, namun saat ini pasien merasa tidak ada nafsu makan karena nyeri yang dirasakan. Konjungtiva tampak pucat.
Diet tinggi kalori tinggi protein. Pasien mengatakan dalam sehari bisa menghabiskan air putih + 2000mL. BB masuk 49 kg, TB 165 cm
(10/9) IMT 17.99 (dalam rentang kurang dari normal), BB 50 kg (22/9) IMT 18,36 (dalam rentang kurang dari normal). Pasien ada riwayat
minum-minuman beralkohol. Integritas kulit baik, lesi tidak ada, kulit lembab, membrane mukosa mulut lembab. Laboratorium: Hematologi:
Leukosit 8.28 ribu/mm3, eritrosit 3.50 juta/uL, hemoglobin 9.4 g/dL, hematocrit 30%, trombosit 524 ribu/mm3.

Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang kesulitan berkemih ataupun defekasi. Aktivitas defekasi dan berkemih dilakukan di kamar
mandi, pasien mobilisasi jalan. Jarak dari kamar pasien ke kamar mandi cukup dekat, dan kamar mandi rutin dibersihkan setiap hari.

Aktivitas/istirahat: Pasien mengeluh bahwa malam suka terbangun karena nyeri pada area pemasangan WSD, yang dirasakan saat berubah
posisi tidur,

Interaksi sosial: pasien memiliki banyak teman, komunikasi baik, selama sakit pasien masih berkomunikasi dengan pacar pasien melalui
handphone, komunikasi dengan keluarga lancar.

Pencegahan terhadap bahaya: Pasien tidak merasa khawatir dengan penyakitnya karena menurut pasien jarak antara rumah dengan rumah
sakit dekat, sehingga jika ada dirasakan keluhan akses ke rumah sakit cepat. Pasien selama berinteraksi dengan teman-teman sebelumnya
tidak menggunakan masker, dan pasien masih memiliki kebiasaan merokok dan minum-minuman beralkohol sampai sekarang

Promosi ke arah normal: pasien tidak merasa menjadi terbatas aktivitasnya, pasien masih merasa dapat beraktivitas seperti biasa, begadang
malam-malam bersama teman pasien disertai dengan minum alcohol dan merokok. Pasien didukung penuh oleh keluarga selama menjalani
pengobatan, tidak mengalami gangguan dalam berkomunikasi dengan keluarga.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan:


Pasien berada dalam tahap perkembangan dewasa awal, pada tahap ini pasien mengungkapkan bahwa pasien belum menikah, dan belum
memiliki teman dekat, namun pasien memiliki banyak teman untuk bersosialisasi. Pasien senantiasa berdiskusi dengan orangtuanya
mengenai masalah kesehatannya.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan:


Pasien riwayat pengobatan OAT 6 kali, pasien mengeluh nyeri pada area pemasangan WSD. Pasien menyadari jika tidak dilakukan operasi
maka pasien akan berulang kali masuk ke rumah sakit, namun pasien tidak mau untuk dilakukan torakoplasti karena pasien tidak mau bentuk
tubuhnya berubah. Program pengobatan pasien adalah pemberian Oksigen 5 L/menit melalui nasal kanul, IVFD NaCl 0,9% 500ml/12jam,
Ceftazidime 3 x 1 gram intravena, Metronidazole 3 x 500 mg intravena, Ranitidine 2 x 50 mg intravena, ondansentron 3 x 4 mg intravena,
ketorolac 3 x 30 mg intravena, OAT 2FDC 1 x 3 tablet oral, Etambutol 1 x 2 tablet oral. Pasien akan direncanakan untuk dilakukan repair
fistel dan kemungkinan torakoplasti setelah infeksi berkurang. Kewaspadaan dibutuhkan dalam mengawasi pasien meminum obat secara

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


3

rutin dan kekambuhan. Pasien menyadari konsekuensi jika tidak dilakukan tindakan operasi. Pasien belum dapat menyesuaikan diri dengan
kondisi tubuhnya, pasien belum mau untuk dilakukan tindakan repair fistel dan kemungkinan torakoplasti. Pasien belum dapat menyesuaikan
gaya hidupnya sesuai dengan status kesehatannya, pasien masih merokok dan minum-minuman beralkohol, pasien merasa bahwa gaya
hidupnya yang menyebabkan pasien sakit terus.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Ketidakefektifa Intervensi: Manajemen jalan napas, peningkatan batuk, metode bantuan membimbing dan mengarahkan
n bersihan Implementasi: Auskultasi suara paru, Pantau status respirasi dan oksigenasi, berikan oksigen sesuai indikasi, Ajarkan
jalan napas pasien batuk efektif, anjurkan tingkatkan asupan cairan. Kolaborasi: Fosmycin 2 gram intravena, Etambutol 1 x 2 tablet,
(Kompensasi Ambroxol 30 ml oral, Oksigen 5 L/menit.
sebagian)
Evaluasi dilakukan setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 10 hari:
Data: Klien mengatakan slem hanya sedikit. Klien mengeluh sesak masih ada. Pola napas torakoabdominal, RR 22x/menit,
napas dangkal, tidak ada penggunaan otot-otot napas tambahan. Pasien kadang batuk pelan. Ronkhi -/-. Terpasang O2
5lpm, saturasi 99%. Posisi tidur elevasi head of bed 45 o. Terpasang O2 5 lpm menggunakan nasal canule
Thorak foto: Fistula bronkopleura.
Analisis: kemampuan perawatan diri pasien meningkat.
Nyeri akut Intervensi: manajemen nyeri
(Kompensasi Implementasi: mengkaji nyeri, mengkaji dampak nyeri, mengobservasi rasa tidak nyaman nonverbal, evaluasi efektitas
sebagian) control nyeri, mengajarkan pasien teknik nonfarmakologikal nyeri seperti: music terapi. Kolaborasi: pemberian analgetik
ketorolac 30 mg intravena, ranitidine 50 mg intravena.
Evaluasi dilakukan setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 10 hari:
Data: Klien mengatakan nyeri sudah banyak berkurang, skala nyeri 2-3/10. Klien mengatakan hari ini sudah BAB. Klien
mengatakan cukup tidur. Wajah klien tampak tenang. Terpasang WSD: produksi WSD + 50 ml/24jam, warna produksi
serous, buble (+), undulasi (+) 1 – 2 cm. Reposisi WSD sudah dilakukan tanggal 30/09/14, selang terfiksasi baik.
Analisis: kemampuan perawatan diri pasien meningkat.
Ketidakseimba Intervensi: Manajemen nutrisi
ngan nutrisi: Implementasi: identifikasi alergi makanan, tentukan jumlah kebutuhan kalori pasien, anjurkan pasien untuk makan dalam
kurang dari posisi duduk, anjurkan keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien. Kolaborasi dalam pemberian antiemetic dan
kebutuhan anti nyeri sesuai dengan kondisi pasien: ketorolac 3 x 30 mg intravena, ranitidine 2 x 50 mg intravena.
tubuh
(Kompensasi Evaluasi dilakukan setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 10 hari:
sebagian) Data: Pasien mengatakan mual tidak ada, porsi makan selalu dihabiskan. BB pasien naik menjadi 51 kg sehingga IMT
18,7 (normal), tanda malnutrisi tidak ada.
Analisis: kemampuan perawatan diri pasien meningkat

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


4

Ketidakefektifa Intervensi: Memfasilitasi pembelajaran


n manajemen Implementasi: Bangun kerjasama dengan pasien untuk mencapai tujuan kesehatan, dengarkan cerita pasien mengenai
kesehatan diri manajemen diri dalam penyakitnya, kaji pengalaman arti sakit pasien, libatkan keluarga dalam manajemen diri pasien, kaji
(suportif persepsi individu dalam kesungguhan mengenai penyakitnya, bantu pasien untuk dapat mengatur kesehatan diri dengan
edukatif) merubah perilaku merokok dan minum beralkohol.

Evaluasi dilakukan setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 10 hari:


Data: Klien mengatakan nanti akan dikurangi frekuensi merokok dan minum-minuman beralkohol. Jika pulang dari rumah
sakit klien tidak mau begadang lagi. Klien dan keluarga tidak mau dilakukan operasi kembali, ingin pulang saja ke rumah.
Jika keluhan kembali dirasakan klien akan kembali lagi ke rumah sakit, namun tetap tidak mau dilakukan operasi ulang.
Klien masih perlu diingatkan oleh ibu pasien untuk meminum obat. Aktivitas sementara dilakukan di tempat tidur. Klien
makan makanan dari luar rumah sakit yang dibelikan oleh ibu klien
Analisis: kemampuan perawatan diri pasien meningkat

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


5

No Resume Kasus
2. Diagnosa medis: Asma bronkial
Faktor Kondisi Dasar:
Ny. S, 43 tahun, Status perkembangan dewasa madya. Pasien mengatakan sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk RS dan kurang tidur.
Pasien berasal dari suku Betawi, agama Islam, pendidikan setingkat SMP. Pada saat pasien kambuh dengan penyakit asmanya ia selalu
datang ke RS Persahabatan, sebelumnya pun ia belum lama dirawat karena asmanya kambuh. Di rumah pun pasien menyediakan tabung
oksigen untuk membantunya bila terjadi kesulitan bernafas, pasien juga mempunyai alat inhalasi sendiri dan saat ini dibawa untuk dirinya
karena ia diberikan obat inhalasi oleh dokter. Bila sesak nafasnya tidak teratasi, maka pasien datang ke RS Persahabatan. Bentuk keluarga
klien adalah keluarga inti. Pasien berkomunikasi dengan keluarga an pasien lain di sebelah tempat tidurnya dengan baik dan hangat. Saat
sakit biasanya pasien ditunggu oleh suami dan anaknya. Pasien mengatakan bahwa ia tidak merokok, sehari-harinya ia bekerja sebagai
tukang masak dan berjualan makanan seperti nasi uduk dan kue-kue yang dipesan oleh orang lain, selama masih sehat ia membuat kue
bersama suaminya sehingga suaminya sudah bisa membuat kue. Dan selama pasien sakit, suaminya lah yang berjualan kue yang dibantu
oleh anak-anaknya. Pasien tidak mempunyai riwayat minum alcohol, dan tidak pernah berolahraga. Pasien tinggal di lingkungan yang agak
padat, bukan di perumahan. Menurut pasien bahwa rumahnya selalu dalam keadaan bersih dan tidak berdebu, dan ia tidak mengalami
kekambuhan dari debu rumah tangga, karena rumahnya selalu dibersihkan. Pembiayaan didapatkan dari jaminan social, dan dari hasil
wiraswasta suaminya.

Kebutuhan Perawatan Diri Umum:


Udara: Pasien mengatakan sesak nafas, sekret tidak bisa keluar dan ada batuk.
Bentuk dada normal, tidak ada memar, tidak ada massa/benjolan/pembesaran kelenjar getah bening, pasien bernafas dengan retraksi dinding
dada, ekspansi dada simetris, suhu hangat, vocal fremitus teraba sama kuat pada kedua paru, tidak ada deviasi trachea, tidak ada krepitasi,
RR 24 x/menit reguler, suara nafas wheezing. Tanda-tanda vital: TD 120/80 mmHg, N 96 x/menit, S 36,80C. AGD: Hasil pH 7.40, PCO2
36,7 mmHg, PO2 86,4 mmHg, HCO3 24,3 mmol/L, TCO2 20,8 mmol/L, Base excess -1,5, GDS 151 mg/dL, natrium 139 mmol/L, kalium
4,12 mmol/L, Klorida 102 mmol/L, Ureum 45 mg/dL, kreatinin 1,1 mg/dL. Toraks foto: CTR <50%.

Cairan: edema tidak ada, kebutuhan cairan dapat dipenuhi dengan baik.
tampak edema pada ekstremitas, riwayat penyakit jantung ada, Tanda-tanda vital: Tanda-tanda vital: TD 120/80 mmHg, N 96 x/menit, S
36,80C Laboratorium: natrium 139 mmol/L, kalium 4,12 mmol/L, Klorida 102 mmol/L, Ureum 45 mg/dL, kreatinin 1,1 mg/dL.

Makanan: Pasien tidak ada keluhan, nutrisi terpenuhi dengan baik.

Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: Keluhan sesak dirasakan jika pasien mengalami aktivitas yang berat atau kelelahan.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Pencegahan terhadap cedera: Pasien mengetahui jika pasien mengalami kelelahan akan berdampak pada timbulnya sesak, sehingga anak
pasien meminta pasien untuk beristirahat.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


6

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Tahap perkembangan pasien sudah sesuai dengan usianya, pasien sudah menikah dan memiliki anak. Komunikasi yang baik kepada anggota
keluarga dilakukan untuk menjaga hubungan dalam keluarga.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Pasien merasakan sesak sampai mengganggu aktivitasnya sehingga pasien berobat agar sesak yan dirasakan berkurang. Terapi yang
diberikan adalah: Terapi O2 3 LPM, IVFD RL 10 tetes/menit + aminophilin drip, Diet TKTP 1500 kkal, Pulmicort inhalasi 3 x sehari,
Combivent inhalasi 3 x sehari
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Ketidakefektifa Intervensi: manajemen jalan napas. Metode bantuan membimbing dan mengarahkan, menyediakan lingkungan untuk
n bersihan perkembangan.
jalan napas Implementasi yang diberikan: auskultasi suara napas, monitor status respirasi, kolaborasi pemberian Terapi O2 3 LPM,
(Kompensasi IVFD RL 10 tetes/menit + aminophilin drip, Pulmicort inhalasi 3 x sehari, Combivent inhalasi 3 x sehari.
sebagian)
Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 3 hari, didapatkan data Pasien mengatakan sudah tidak sesak nafas
lagi, Pasien bernafas tanpa menggunakan otot aksesoris, Ekspansi dada simetris, Vocal fremitus teraba sama kuat pada
kedua paru, Suara nafas bronkhovesikuler, Tidak ada sianosis, Akral hangat, Conjunctiva ananemis, Sekret keluar sedikit,
Tanda-tanda vital: TD 120/80 mmHg, N 96 x/menit, S 36,60C, P 20 x/menit regular, Saturasi oksigen 99%.
Intoleransi Intervensi: manajemen energy
aktivitas Implementasi: pantau asupan nutrisi, tentukan kemampuan pasien dalam aktivitas, batasi aktivitas yang membuat pasien
(Kompensasi lelah, kolaborasi gizi Diet TKTP 1500 kkal..
sebagian) Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 3 hari didapatkan data: Tanda-tanda vital: TD 120/80 mmHg, N 96
x/menit, S 36,60C, P 20 x/menit regular, Saturasi oksigen 99%., sesak tidak ada, mobilisasi mandiri, mampu berjalan,
mampu melakukan ADL mandiri.
Analisis: kemampuan perawatan diri pasien meningkat

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


7

No Resume Kasus
3. Diagnosa medis: abses paru kanan dd/ efusi pleura loculated ec TB dd/infeksi bakteri, CAP SP 40
Faktor Kondisi Dasar:
Tn. W, Laki-laki. Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang dirasakan selama 1 bulan, dan memberat 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Tahap masa dewasa awal. Pasien suku betawi, pekerjaan wiraswasta, pasien bekerja sebagai penjual minuman ringan, minuman
diangkut dengan menggunakan sepeda. Pasien belum pernah dirawat sebelummnya. Pasien merupakan seorang suami dan ayah. Pasien
tinggal bersama isteri dan kedua anaknya. Pasien tidak pernah merokok, jarang berolahraga. Kondisi rumah pasien memiliki pencahayaan
dan ventilasi yang baik, pasien tinggal dalam perumahan yang agak padat penduduknya. Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari jaminan
social, sumber hidup pasien berasal dari hasil dagangan pasien.

Kebutuhan Perawatan Diri Umum:


Udara: Keluhan sesak napas masih ada, disertai batuk berdahak. Sesak napas sudah dirasakan selama 1 bulan, dan memberat dalam 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Batuk dirasakan sejak 1 bulan, dan memberat dalam 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada ada,
demam ada. Riwayat merokok tidak ada, riwayat OAT tidak ada. Pergerakan dada asimetris kanan tertinggal, vocal fremitus kanan melemah,
bunyi paru kanan redup pada paru kanan, dan ada keluhan nyeri terlokalisir pada paru kanan, suara paru vesikuler menurun pada paru kanan,
ronkhi -/-, wheezing -/-. Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, frekuensi pernapasan 18x/menit, Suhu 38oC. torak foto: KP duplek
lama dengan encapsulated pleural effusion kanan. Di IGD dilakukan pungsi pleura namun cairan tidak keluar.
Cairan: Pasien tidak ada keluhan dalam memenuhi kebutuhan cairan. Pasien demam suhu 38oC, kulit pasien tampak berkeringat, pakaian
pasien lembab oleh keringat, minum adekuat. Natrium 127 mmol/L, Kalium 4,1 mmol/L, Klorida 86 mmol/L, Ureum 30 mg/dL, kreatinin 1
mg/dL.
Nutrisi: Nafsu makan baik, porsi makan dihabiskan ½ porsi. Turgor kulit baik, tanda-tanda malnutrisi tidak ada. BB 65 kg, TB 165 cm, IMT
23,87 (Normal). Hb 10,9 g/dL, hematocrit 31%, leukosit 20,03 ribu/mm3 (netrofil 82,2%, Limfosit 9,7%, Monosit 7,7%, eosinophil 0,3%,
Basofil 0,1%), trombosit 20,03 ribu/mm3.
Eliminasi: Tidak ada keluhan terkait eliminasi.
Aktitvitas/Istirahat: Dalam 1 bulan ini pasien tidak mampu beraktivitas seperti biasa, aat ini pasien mengeluh tidur terganggu dalam 3 hari
ini, karena nyeri dan sesak yang dirasakan.
Interaksi social: Pasien tampak cemas karena ini pengalaman pertama pasien dirawat di rumah sakit, namun pasien masih tampak tenang,
hanya sering bertanya mengenai kondisi penyakitnya, Isteri pasien yang menemani pasien selama di rumah sakit.
Pencegahan cedera: Pasien merasa khawatir dengan kondisi penyakitnya karena pasien tidak mengetahui menderita penyakit apa. Sehingga
pasien tidak mengetahui langkah untuk mencegah penyakit yang diderita, pasien tidak pernah merokok.
Promosi ke arah normal: Pasien dapat memenuhi peran sebagai orangtua dan suami. Pasien merasa cemas dengan kondisi penyakitnya

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan:


Sesak, batuk dan nyeri yang dirasakan membuat pasien tidak mampu untuk bekerja lagi, dan isteri menemani pasien selama di rumah sakit,
sehingga tidak ada yang menggantikan pekerjaan pasien.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


8

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan:


Pasien ingin cepat sembuh sehingga dapat bekerja kembali.
Pengobatan yang didapatkan pasien adalah:
Terapi: Oksigen 2 L/menit, IVFD NaCl 0,9% 500ml/12jam, Ceftriaxine 1 x 2gram intravena, Azythromycin 500 mg 1 x 1 tablet oral,
Ranitidine 2 x 50 mg intravena.
Penunjang: Torak foto lateral decubitus, USG toraks + Pungsi pleura, Cek sputum BTA 3x, Cek sputum kultur dan resistensi, bronkoskopi,
CT-Scan toraks dengan kontras.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Ketidakefektifa Intervensi: manajemen jalan napas
n bersihan Implementasi: ajarkan batuk efektif, auskultasi suara paru, Berikan oksigen sesuai indikasi, anjurkan tingkatkan hidrasi,
jalan napas pantau status respiratori dan oksigenasi. Kolaborasi: Oksigen 2 L/menit, IVFD NaCl 0,9% 500ml/12jam, Evaluasi
(Kompensasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 5 hari:
sebagian)
Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 5 hari:
Data: sesak sudah berkurang, ronkhi -/-, wheezing -/-, nyeri dada tidak ada, secret tidak ada, tidak ada penggunaan otot
bantu pernapasan. Frekuensi pernapasan 20 x/menit, saturasi 99%.
Analisis: Kemampuan perawatan diri meningkat
Hipertermi Intervensi: perawatan demam
(Kompensasi Implementasi: pantau suhu dan tanda vital, pantau warna kulit dan suhu, pantau intake output, anjurkan tingkatkan asupan
sebagian) minum, anjurkan untuk istirahat, berikan oksigen sesuai indikasi. Kolaborasi: Oksigen 2 L/menit, IVFD NaCl 0,9%
500ml/12jam, Ceftriaxine 2gram intravena, Azythromycin 500 mg 1 tablet oral, Ranitidine 50 mg intravena

Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 5 hari:


Data: Tanda-tanda vital: tekanan darah 150/80 mmHg, Nadi 94 x/menit, frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu 36 oC,
Saturasi 99%, turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, diuresis lancar.
Analisis: kemampuan perawatan diri pasien meningkat
Intoleransi Intervensi: manajemen energy
aktivitas Implementasi: pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber energy pasien, kolaborasi dengan gizi, ptantau tanda-tanda
(Kompensasi vital, pantau pola tidur dan jumlah jam tidur pasien, tentukan kemampuan pasien dalam beraktivitas, anjurkan untuk batasi
sebagian) aktivitas, anjurkan untuk tidur siang jika malam tidak bisa tidur.

Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 5 hari:


Data: Tanda-tanda vital: tekanan darah 150/80 mmHg, Nadi 94 x/menit, frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu 36 oC,
Saturasi 99%,, sesak tidak ada, ADL dialkuakn mandiri, mobilisasi jalan.
Analisis: Kemampuan perawatan diri meningkat.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


9

Ketidakefektifa Intervensi: Edukasi penyakit, Implementasi: kaji kemampuan pasien mengenai kemampuan dalam mengerti proses
n manajemen penyakit, jelaskan penyebab, tanda dan gejala penyakit, identifikasi perubahan dari kondisi fisik, berikan informasi juga
kesehatan diri kepada keluarga, diskusikan mengenai perubahan gaya hidup untuk mencegah komplikasi penyakit, diskusikan dengan
(suportif pasien/keluarga mengenai pilihan obat yang diberikan, dan fungsi obat tersebut, jelaskan kemungkinan komplikasi yang
edukatif) akan terkaji.
Intervensi: manajemen medikasi
Implementasi: berikan medikasi sesuia dengan protocol, pantau efektifitas obat, pantau efek terapeutik obat, pantau tanda
dan gejala toksisitas obat, pantau efek samping obat, pantau serum darah, pantau interaksi obat, pantau kepatuhan pasien
dalam minum obat, ajarkan pasien/keluarga cara meminum obat, efek samping.

Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 5 hari:


Data: Pasien mengerti tentang penyakitnya, pasien bekerjasama dalam setiap tindakan yang dilakukan pada pasien.
Analisis: Kemampuan perawatan diri pasien meningkat.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


10

No Resume Kasus
4. Diagnosa medis: Empiema toraks kanan ec TB dd/infeksi non TB
Faktor Kondisi Dasar:
Ny. A, 40 tahun, Perempuan. Sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Tahap perkembangan dewasa awal. Pendidikan pasien SMA,
pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien pernah dirawat di RS swasta dan dikatakan paru-parunya terendam cairan di rawat selama 3
hari, dilakukan pengeluaran cairan namun cairan yang keluar sebanyak 100ml, kemudian dipulangkan. Pasien riwayat minum OAT hari ke-
8. Peran pasien sebagai isteri dan ibu rumah tangga, pasien tinggal bersama suami dan anak pasien. Pasien tidak memiliki kebiasaan
merokok. Kondisi rumah menurut pasien rumah terdapat ventilasi, namun sinar matahari hanya sedikit masuk ke rumah, perumahan dengan
padat penduduk. Biaya kesehatan menggunakan jaminan social, jarak rumah pasien ke RSUP Persahabatan mudah diakses.

Kebutuhan Perawatan Diri Umum:


Udara: Keluhan sesak napas. Sesak napas dirasakan bertambah berat jika pasien berjalan dan tidur dalam posisi datar disertai dengan bunyi
ngik-ngik. Selain sesak, pasien juga mengeluh batuk berdahak, secret berwarna putih. Hasil gas darah: pH 7.426, PCO2 29,7 mmHg, PO2
119 mmHg, HCO3 19,2 mmol/L, TCO2 20,1 mmol/L, Base excess -4,4 Std HCO3 21,6 mmol/L, saturasi O2 98,5%, hemoglobin 9 g/dL

Cairan: Keluhan demam tidak ada, keringat malam tidak ada. Laboratorium: Natrium 133 mmol/L, Kalium 3,4 mmol/L, Cl 95 mmol/L,
ureum 10 mg/dL, kreatinin 0,6 mg/dL.

Nutrisi: Riwayat DM, diit DM TKTP 1500 kkal, Keluhan mual muntah tidak ada, Laboratorium: Leukosit 9,51 ribu/mm3 (Netrofil 71,4%,
Limfosit 20%, Monosit 7,9%, Eosinofil 0,6%, Basofil 0,1%), eritrosit 3,79 juta/uL, hemoglobin 9 g/dL, hematocrit 30%, trombosit 610
ribu/mm3.

Eliminasi: Tidak ada keluhan terkait eliminasi defekasi. Pada pola berkemih pasien mengatakan sering berkemih, warna urin kemerahan,
pasien berkemih menggunakan pispot

Aktivitas/Istirahat: Pasien tidak dapat beristirahat karena sesak, sesak dirasakan memberat saat pasien berbaring, pasien pun belum mampu
untuk melakukan aktivitas seperti berjalan.

Interaksi social: Pasien tidak mengalami gangguan dalam komunikasi, hubungan social dengan tetangga di rumah, dan teman sekamar baik.

Pencegahan cedera: Pasien khawatir dengan penyakitnya, namun pasien tampak tenang, pasien selalu ke rumah sakit jika merasakan sakit.

Promosi ke arah normal: Selama sakit peran pasien sebagai ibu rumah tangga digantikan oleh suami pasien, suami pasien rutin menemani
pasien di rumah sakit.aktivitas pasien di rumah sakit terbatas karena sesak yang dirasakan.

Kebutuhan Perawatan Diri Berhubungan Dengan Perkembangan:

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


11

Peran pasien sebagai orangtua sementara belum dapat dilanjutkan, sehingga suami pasien yang menggantikan peran pasien untuk sementara.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan:


Pasien ingin cepat sembuh dari penyakitnya, sehingga pasien mengikuti semua prosedur pengobatan yang dilakukan untuk pasien.
Terapi: Pemasangan WSD, Oksigen 3 L/menit, IVFD NaCl 0,% 500ml/12jam, Levofloxacin 1 x 750 mg intravena, OAT kategori I fase
intensif (R450/H300/Z1000/E1000), Metronidazole 3 x 500mg intravena, Diet TKTP 1500 kkal, spoeling WSD.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Ketidakefektifa Intervensi: manajemen jalan napas
n bersihan Implementasi: ajarkan batuk efektif, auskultasi suara paru, Berikan oksigen sesuai indikasi, anjurkan tingkatkan hidrasi,
jalan napas pantau status respiratori dan oksigenasi. Memberikan oksigen 3 L/menit, IVFD NaCl 0,% 500ml/12jam, Levofloxacin 1 x
(Kompensasi 750 mg intravena, OAT kategori I fase intensif (R450/H300/Z1000/E1000), Metronidazole 3 x 500mg intravena
sebagian)
Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 3 hari:
Data: sesak masih ada, frekuensi pernapasan 22x/menit, pernapasan teratur, saturasi oksigen 95,2%.
Analisis: Kemampuan perawatan diri belum meningkat
Gangguan Intervensi: Manajemen asam basa
pertukaran gas Implementasi: menjaga kepatenan jalan napas, memberikan posisi untuk meningkatkan ventilasi, menjaga kepatenan akses
(Kompensasi intravena, memantau gas darah, memantau pO2, saturasi dan nilai hemoglobin, memantau intake output, pantau
sebagian) kehilangan cairan (muntah, diare, diuresis), pantau nilai elektrolit. kolaborasi dalam tindakan pungsi pleura, Memberikan
Oksigen 3 L/menit,

Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 3 hari:


Data: keluhan sesak masih ada, pH 7,355, pCO2 36,7 mmHg, pO2 79,8 mmHg, HCO3 20 mmol/L, TCO2 21,1 mmol/L,
BE -4,6. Saturasi 95,2%. Natrium 145 mmol/L, kalium 3,5 mmol/L, Clorida 101 mmol/L
Analisis: kemampuan perawatan diri belum meningkat
Ketidakefektifa Intervensi: Edukasi penyakit, Implementasi: mengidentifikasi perubahan dari kondisi fisik, memberikan informasi juga
n manajemen kepada keluarga setiap tindakan yang diberikan.
kesehatan diri
(suportif Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 3 hari:
edukatif) Data: Pasien mengerti tentang penyakitnya, pasien bekerjasama dalam setiap tindakan yang dilakukan pada pasien.
Analisis: Kemampuan perawatan diri pasien meningkat.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


12

No Resume Kasus
5. Diagnosa Medis Tuberkulosis Paru BTA positif lesi luas dengan hemoptisis
Faktor Kondisi Dasar
25 tahun, Perempuan, Batuk darah sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, batuk darah warna merah segar jumlah sekitar 2 sendok makan.
Perkembangan tahap dewasa awal. Pendidikan terakhir pasien SMP, suku Sunda, agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga. Pasien
mengatakan baru kali ini dirawat di rumah sakit. Pasien seorang isteri dan ibu, pasien tinggal bersama suami pasien dan anaknya. Pasien
perokok pasif, suami pasien memiliki kebiasaan merokok sampai sekarang. Rumah pasien memiliki jendela, namun jendela jarang dibuka,
sinar matahari jarang masuk ke dalam rumah. Rumah cederung gelap. Sumber pembiayaan berasal dari jaminan social, akses ke pelayanan
kesehatan dekat, kebutuhan sehari-hari pasien dipenuhi oleh suami pasien.

Kebutuhan Perawatan Diri Umum:


Udara: Keluhan sesak napas masih dirasakan, kadang disertai nyeri dada dan batuk masih ada darahnya., batuk berdahak warna hijau, sesak
nafas. Pasien mengeluh lemas dan tidak kuat untuk berdiri. Bentuk dada normal, ekspansi dada simetris, ada retraksi dinding dada, frekuensi
pernafasan 24 x/menit regular, warna kulit tidak ada memar dan sama dengan warna kulit bagian yang lain, tidak ada deviasi trachea, tidak
ada massa/benjolan atau pembesaran kelenjar getah bening, suhu hangat, nyeri tekan tidak ada, vocal fremitus teraba sama kuat pada kedua
paru-paru, tidak ada krepitasi, suara nafas ronchii kanan/kiri. Pasien sering meludah dengan tissue yang kemudian dimasukan ke dalam
plastik kresek yang tergantung di sisi tempat tidur pasien. Tanda-tanda vital TD 95/70 mmHg, frekuensi nadi 102 x/menit, S 36,80C. Tidak
ada clubbing fingers, tidak ada sianosis. Hasil foto thoraks: terdapat fibroinfiltrat pada bagian paru-paru kiri
Cairan: Pasien mengatakan tidak ada keluhan dalam minum, edema tidak ada, gangguan menelan tidak ada, turgor kulit baik.
Nutrisi: Pasien mengatakan penurunan nafsu makan, Berat badan dirasakan menurun, namun pasien tidak tahu jumlah penurunan berat
badannya. Turgor kulit baik. Tidak ada gangguan menelan. Hemoglobin 10,1 g/dL, hematocrit 30%, leukosit 10,02 ribu/uL, trombosit 250
ribu/mm3, eritrosit 4,08, gula darah sewaktu 129 mg/dL.
Eliminasi: Pasien mengatakan tidak ada keluhan terkait defekasi dan berkemih. Defekasi lancar setiap hari, berkemih tidak ada keluhan.
Keringat malam ada.
Aktivitas/istirahat: Saat ini pasien belum dapat beristirahat karena sesak yang dirasakan, untuk melakukan aktivitas jalan pasien masih
belum mampu.
Interaksi social: Pasien tampak tenang, kooperatif saat dilakukan pengkajian, pasien merasa cemas karena baru pertama kali merasakan
sakit sampai dirawat di rumah sakit, seala di rumah sakit pasien ditemani oleh suami pasien.
Pencegahan cedera: Pasien mengetahui bahwa merokok itu tidak baik, namun pasien tidak mengetahui bahwa perokok pasif juga memiliki
dampak terhadap kesehatan, pasien belum mampu untuk meyakinkan suami untuk berhenti merokok.
Promosi kearah normal: Pasien merasa cemas dengan kondisi penyakitnya, karena sesak yang dirasakn membatasi aktivitas pasien.

Kebutuhan Perawatan Diri Berhubungan Dengan Perkembangan:


Selama sakit pasien tidak dapat memehi perkembangannya sebagai seorang isteri bagi suaminya, perannya sebagai ibu rumah tangga tidak
dapat dilakukan, sehingga anak pasien dititipkan pada orangtua pasien, pekerjaan rumah tangga diambil alih oleh ibu pasien

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


13

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan:


Pasien mengatakan ingin cepat sehat kembali karena memikirkan anaknya.
Pasien mengikuti prosedur terapi yang diberikan selama di rumah sakit.
Terapi yang diberikan: O2 3 L/menit, Diet TKTP 1500 kkal, Ceftriaxone 1x2 gram, Vitamin C 3 x 1 ampul IV, Vitamin K 3 x 10 mg,
Adonadrip dalam NaCl 0,9% 500 mL/12jam.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Gangguan Intervensi: manajemen asam basa
pertukaran gas Implementasi: menjaga kepatenan jalan napas, memberikan posisi untuk meningkatkan ventilasi, menjaga kepatenan
akses intravena, pantau gas darah, pantau pO2, saturasi dan nilai hemoglobin, pantau intake output, pantau kehilangan
Kompensasi cairan (muntah, diare, diuresis), pantau nilai elektrolit, memberikan O2 3 LPM melalui nasal kanul, IVFD RL 500 mL/12
sebagian jam, Diet TKTP 1500 kkal, Ceftriaxone 1x2 gram.

Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 4 hari:


Data: Pasien mengatakan masih sesak nafas sedikit, dan tidak ada darah saat batuk. Hb 12,6gram/dL, pH 7,526, PCO2
26,3 mmHg, PO2 100 mmHg, HCO3 21,7 mmol/L, Saturasi O2 98,5 %, BE -0,8 mmol/L, Total CO2 22,5 mmol/L.
Analisis: kemampuan perawatan diri belum meningkat
Ketidakefektifa Intervensi: manajemen jalan napas
n bersihan Implementasi: ajarkan batuk efektif, auskultasi suara paru, Berikan oksigen sesuai indikasi, anjurkan tingkatkan hidrasi,
jalan napas pantau status respiratori dan oksigenasi, kolaborasi O2 3 LPM melalui nasal kanul, IVFD RL 500 mL/12 jam.
(Kompensasi
sebagian) Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 4 hari:
Data: Pasien mengatakan masih sesak nafas sedikit, batuk masih ada. Frekuensi pernapasan 20 x/menit, napas regular,
Vocal fremitus sama kuat pada kedua lapang paru. Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping
hidung tidak ada,
Hasil pemeriksaan sputum: BTA positif

Risiko Intervensi: Mengurangi perdarahan


perdarahan Implementasi: memantau jumlah darah yang keluar, memantau nilai Hb dan Ht, memantau tanda-tanda vital, memantau
berulang intake output, memantau pO2, saturasi dan Hb, menganjurkan pada pasien dan keluarga jika perdarahan bertambah segera
(Kompensasi laporkan. Kolaborasi: Vitamin C 3 x 1 ampul IV, Vitamin K 3 x 10 mg, Adonadrip dalam NaCl 0,9% 500 mL.
sebagian)
Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 4 hari:
Data: pasien mengeluh batuk darah masih ada sedikit, Tanda-tanda vital : TD 100/80 mmHg, N 96x/menit, RR 20
x/menit, S 36,60C. Hb 12,6 g/dL.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


14

Analisis: kemampuan perawatan diri meningkat.


Ketidakefektifa Intervensi: manajemen medikasi
n manajemen Implementasi: berikan medikasi sesuia dengan protocol, pantau efektifitas obat, pantau efek terapeutik obat, pantau tanda
kesehatan diri dan gejala toksisitas obat, pantau efek samping obat, pantau serum darah, pantau interaksi obat, pantau kepatuhan pasien
(00078) dalam minum obat, ajarkan pasien/keluarga cara meminum obat, efek samping.
Kompensasi
sebagian Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 4 hari:
Data: Pasien mengerti tentang penyakitnya, pasien bekerjasama dalam setiap tindakan yang dilakukan pada pasien.
Analisis: Kemampuan perawatan diri pasien meningkat.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


15

No Resume Kasus
6. Diagnosa Medis Penurunan kesadaran ec meningistis TB, CAP, gagal napas tipe II, TB Paru BTA (?) Lesi luas kasus baru, pneumotorak kiri
spontan sekunder ec TB, kejang
Faktor Kondisi Dasar:
Tn. D, 23 tahun, laki-laki. Sesak napas yang dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, dan memberat sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Tahap perkembangan dewasa awal. Pendidikan terakhir pasien setingkat SMA, pasien bekerja sebagai pegawai swasta, pasien bersuku
Sunda. Pasien sebelumnya berobat ke puskesmas, dan hanya diberikan obat batuk. Pasien sebagai seorang anak, belum menikah dan masih
tinggal bersama Ayah dan Ibu pasien. Pasien memiliki riwayat merokok namun merokok jika saat bersama teman-teman kerja. Menurut Ibu
pasien, tempat tinggal pasien berada dalam pemukiman padat penduduk, dengan beberapa ventilasi, sinar matahari dapat masuk ke dalam
rumah namun hanya sedikit. Pembiayaan kesehatan menggunakan jaminan social, akses ke rumah sakit/puskesmas.

Kebutuhan Perawatan Diri Umum:


Udara: Pasien terpasang ventilator dengan mode IPPV tidal volume 400, T inspirasi 1,3, Pinspirasi 30, RR 12, FiO2 50%, PEEP 5, frekuensi
pernapasan pasien 24 x/menit, suhu 37oC, saturasi 98%. Riwayat kejang dan kaku kuduk ada. Ditemukan teraba pembesaran kelenjar getah
bening dileher kanan, sonor pada paru kanan, dan hipersonor pada paru kiri, suara paru bronkovesikuler +/ ada menurun, ronkhi +/-,
wheezing -/-. Terpasang WSD undulasi minimal, gelembung (+), produksi tidak ada, GCS E1M1V dalam ventilator. Riwayat gas darah: pH
6,850, pCO2 103 mmHg, pO2 67,9 mmHg, HCO3 17,1 mmol/L, Base excess -15, saturasi 73,6%. Hemoglobin 12,7 g/dL.

Cairan: Pasien terpasang NGT, untuk sementara pasien dipuasakan, edema tidak ada, keringat berlebih tidak ada. Tanda-tanda vital: tekanan
darah 91/46 mmHg, MABP 61 mmHg, Nadi 130 x/menit. Natrium 138 mmol/L, Kalium 4,3 mmol/L, Klorida 98 mmol/L, ureum 22 mg/dL,
kreatinin 0,9 mg/dL.

Nutrisi: Fungsi mengunyah dan menelan sementara tidak dapat dilakukan, Ibu pasien mengatakan pasien ada penurunan berat badan, namun
ibu pasien tidak mengetahui berapa banyak penurunannya. BB pasien sekarang diperkirakan 50 kg, TB 155 cm, IMT 20,81 (normal). Pasien
terpasang NGT terpasang, pasien mendapatkan terapi nutrisi Aminofluid 500ml/24 jam. Lekosit 19,34 ribu/mm3 (netrofil 52,3%, limfosit
29,4%, monosit 15,7%, eosinophil 1%, basophil 1,6%), eritrosit 5,29 juta/uL, hemoglobin 12,7 g/dL, hematocrit 42%, trombosit 414
ribu/mm3, gula darah sewaktu 138 mg/dL.

Eliminasi: Pasien terpasang folley kateter untuk memenuhi kebutuhan berkemih, dan terpasang diapers untuk memenuhi kebutuhan defekasi,
pasien belum sadar, masih dalam pengaruh obat anestesi.

Aktivitas/istirahat: Pasien sekarang dalam kondisi tidak sadar masih dalam pengaruh obat anestesi.

Interaksi social: Pasien sekarang dalam kondisi tidak sadar masih dalam pengaruh obat anestesi.

Pencegahan cedera: Pasien tidak dapat melakukan tindakan pencegahan cedera karena masih dalma kondisi tidak sadar.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


16

Promosi ke arah normal: Menurut Ibu pasien, pasien menjalani perannya sebagai anak dan menghormati orang tua, tidak ada penolakan dari
keluarga.

Kebutuhan Perawatan Diri Berhubungan Dengan Perkembangan:


Selama batuk-batuk yang dirasakan sebelumnya pasien masih dapat melakukan pekerjaannya,
Sebelum dirawat komunikasi dijalin dengan baik dengan teman bekerja dan lingkungan.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan:


Belum dapat dikaji karena pasien belum sadar.
Terapi yang diberikan: IVFD NaCl 0,9% 500ml/12 jam, aminofluid 500 ml/24jam, vascon titrasi 0,05 mcg/jam, meropenem 3x1 gram
intravena, levofloxacin 1x750 mg intravena, cek AGD ulang, darah perifel lengkap, ureum, kreatinin, gula darah sewaktu, SGOT, SGPT,
hemostasis, cek sputum BTA 3x, cek sputum mikroorganisme kultur dan resistensi, biopsy jarum halus, torak foto post WSD, CT scan brain.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Gangguan Intervensi: Manajemen asam basa
pertukaran gas Implementasi: memantau gas darah arteri, saturasi oksigen, memantau intake output, memantau status hemodinamik,
Kompensasi memantau status neurologis, memberikan terapi midazolam 1 mg/jam, vascon 0,3 mikro/jam.
seluruhnya
Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 3 hari:
Data: pasien compos mentis, keluhan sesak tidak ada, pH 7,439, pCO2 34,4 mmHg, pO2 125 mmHg, HCO3 22,9 mmol/L,
Base excess -0,7, saturasi 798,7%. Hemoglobin 10,7 g/dL.
Analisa: kemampuan perawatan diri pasien meningkat.

Risiko syok Intervensi: manajemen syok


Implementasi:
Kompensasi Memantau tanda-tanda vital dan urin output, memantau saturasi oksigen, memanutau EKG, memantau gas darah,
seluruhnya memantau status hemodinamik, memberikan cairan loading RL 200 ml, memberikan, vascon titrasi 0,05 mcg/jam

Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 3 hari:


Data: Pasien compos mentis, Tanda-tanda vital: tekanan darah 129/96mmHg, MABP 107 mmHg, Nadi 108 x/menit, sinus
takikardi, saturasi 98%, urin output 1250 ml, CRT <3detik, natrium 136, kalium 4,9, klorida 101. pH 7,439, pCO2 34,4
mmHg, pO2 125 mmHg, HCO3 22,9 mmol/L, Base excess -0,7, saturasi 98,7%.
Disfungsi Implementasi: memantau mode ventilator, memantau aktivitas yang membutuhkan oksigen banyak (kejang), melakukan
penyapihan suction, melakukan oral hygiene, memantau gas darah
ventilator Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 3 hari:
Kompensasi Data: Mode ventilator CPAP Pinspirasi 6, FiO2 30%, PEEP 5, frekuensi pernapasan pasien 20 x/menit, Suhu tubuh 37oC,

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


17

seluruhnya Tanda-tanda vital: tekanan darah 129/96mmHg, MABP 107 mmHg, Nadi 108 x/menit, kejang tidak ada. pH 7,439, pCO2
34,4 mmHg, pO2 125 mmHg, HCO3 22,9 mmol/L, Base excess -0,7, saturasi 98,7%.
Analisis: kemampuan perawatan diri meningkat

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


18

No Resume Kasus
8. Diagnosa Medis Tumor Paru
Faktor Kondisi Dasar:
Tn. S, 51 tahun, laki-laki, sesak napas. Tahap perkembangan dewasa madya. Pendidikan pasien setingkat SMP, suku Sunda, pekerjaan
wiraswasta. Pasien pernah berobat ke rumah sakit Fatmawati sebelumnya karena keluhan sesak. Pasien merupakan seorang kepala rumah
tangga, ayah dan suami bagi anggota keluarga, pasien tinggal bersama isteri dan anak, pasien ditemani oleh isteri selama di rumah sakit.
Pasien memiliki kebiasaan merokok sebanyak 2 bungkus/hari sudah selama 30 tahun. Pasien tinggal di pemukiman tidak padat penduduk,
jendela dibuka setiap hari, cahaya matahri dapat masuk ke dalam rumah. Akses ke rumah sakit dekat, pembiayaan kesehatan menggunakan
jaminan social, isteri pasien yang mengantar pasien ke rumah sakit.

Kebutuhan Perawatan Diri Umum:


Udara: Pasien mengatakan sesak, suara serak, rasa tidak nyaman di leher. Bentuk dada simetris normal, tidak ada sumbatan nafas bagian atas
namun terdapat deviasi trachea, warna kulit sama dengan kulit bagian yang lain, ada massa/benjolan di leher, ada retraksi dinding dada,
ekspansi dada tampak simetris, suhu hangat, nyeri tekan tidak ada, vocal fremitus teraba lebih kuat yang sebelah kanan, tidak ada krepitasi,
RR 22 x/menit reguler, suara nafas vesikuler, ronchi kanan/kiri, ada wheezing. Gas darah: pH 7,464, pCO2 30,7 mmHg, pO2 101,5 mmHg,
HCO3 21,5 mmol/L, BE -1,1, saturasi 98%, Hemoglobin 11,1 g/dl. torak foto: terdapat infiltrate pada kedua paru, onkogen letak bawah.
Riwayat menjalani kemoterapi siklus pertama (kemoterapi siklus 6x dan radiasi 30x). riwayat meggunakan OAT tidak ada.

Cairan: Keluhan dalam hal cairan, pasien mengeluh sering tersedak sehingga tidak dapat minum dengan baik. Natrium 130,8 mmol/L,
kalium 3,4 mmol/L, klorida 90 mmol/L, kalsium 8 mg/dL, ureum 41 mg/dL, kreatinin 0,4 mg/dL,

Nutrisi: Keluhan yang dirasakan yaitu gangguan menelan, pasien sering merasa tersedak sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit,
keluhan mual ada, namun tidak muntah, rasa nyeri ulu hati ada, kembung ada, nafsu makan menurun, terpasang NGT, diit cair TKTP 1500
kkal. Lekosit 18,29 ribu/mm3, eritrosit 3,85 juta/uL, hemoglobin 11,1 g/dL, hemtokrit 33%, trombosit 342 ribu/mm3. Gula darah sewaktu 94
mg/dL, SGOT 48 u/L, SGPT 73 u/L.

Eliminasi: Tidak ada keluhan terkait defekas dan berkemih. Riwayat demam naik turun sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, saat ini
demam tidak ada

Aktivitas/istirahat: Kebutuhan istirahat terganggu karena sesak.

Interaksi social: Hubungan social baik

Pencegahan cedera: Pasien merasa khawatir terhadap penyakitnya namun pasien masih tampak tenang tidak panic.

Promosi ke arah normal: Aktivitas pasien tidak terbatas selama sesak, keluarga mendukung dalam perawatan pasien.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


19

Kebutuhan Perawatan Diri Berhubungan Dengan Perkembangan:


Pasien masih dapat melakukan peran sebagai orangtua dan kepala keluarga bagi anaknya.
Peran tersebut dilakukan dengan komunikasi yang baik.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan:


Pasien menatakan ingin cepat sembuh.
Terapi yang diberikan:
Terapi O2 3 L/menit, IVFD : NaCl 0,9% 500 cc/12 jam, Aminofluid 500 cc/24 jam, Ambroxol 3 x (kalau perlu), Parasetamol tablet 3 x 1
(kalau perlu), MST 3 x 1 caps, Multivit tab 3 x 1 tab, Hp pro 3 x 1 caps, OAT: RHZE 300/300/120/500, Omeprazol 1 x 40 mg IV,
Ceftazidim 2 x 1 gr IV
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Ketidakefektifa Intervensi: manajemen jalan napas
n bersihan Implementasi: memberikan pasien oksigen 3 L/menit, memberikan ambroxol 30 ml, memberikan Ceftazidime 1 gram
jalan napas intravena, memberikan OAT INH 300 mg, pirazinamid 120mg.
(Kompensasi
sebagian) Evaluasi dilakukan setelah diberika intervensi selama 3 hari:
Data: sesak napas masih ada, dahak masih belum dapat dikeluarkan, frekuensi pernapasan 20 x/menit, Sputum BTA
positif.
Gangguan Intervensi: manajemen nutrisi.
pertukaran gas Implementasi: kolaborasi dengan ahli gizi dalam penentuan diet pasien, meganjurkan pasien posisi duduk saat diberi
(Kompensasi makan melalui NGT, memberikan omeprazole 40 mg intravena.
sebagian)
Evaluasi dilakukan setelah diberika intervensi selama 3 hari:
Data: tidak ada residu lambung, susu 1500 kkal dapat dicerna pasien.
Analisis: kemampuan perawatan diri meningkat

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


20

No Resume Kasus
9. Diagnosa medis: Hemoptisis ec suspek tumor paru dd/TB paru, post stroke
Faktor Kondisi Dasar:
Tn. S, 75 tahun, laki-laki, Batuk darah sebanyak 5 kali, sebanyak 1 sendok makan. Tahap perkembangan usia lanjut. Pendidikan terakhir
pasien setingkat SD, pasien suku Jawa, pekerjaan tidak ada. Pasien pernah dirawat sebelumnya karena penyakit stroke 2 bulan yang lalu.
Pasien sebagai orangtua, yang tinggal bersama salah satu anak pasien dan 2 cucu. Pasien memiliki riwayat merokok 36 batang/hari selama
10 tahun. Pasien tinggal di rumah anaknya, ventilasi hanya terdapat di depan rumah saja, sinar matahri tidak dapat banyak masuk ke dalam
rumah. Pembiayaan kesehatan didapatkan dari jaminan social, sedangkan untuk biaya hidup pasien dipenuhi oleh anaknya, akses ke
pelayanan kesehatan dekat.

Kebutuhan Perawatan Diri Umum:


Udara: Keluhan batuk darah hari ini 1 sendok makan, batuk-batuk dirasakan kurang lebih 1 tahun, dahak berwarna kehijauan, demam tidak
ada. Riwayat OAT tidak ada, merokok 36 batang/hari selama 10 hari. Riwayat stroke. Pergerakan dada simetris kanan kiri, vocal fremitus
kanan dan kiri sama, bunyi paru sonor/sonor, suara paru vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-. Frekuensi pernapasan 24x/menit, suhu
36,5oC. hemoglobin 10,5 g/dL. Gas darah: pH 7,459, pCO2 21,7 mmHg, pO2 139 mmHg, HCO3 15,2 mmol/L, TCO2 15,9 mmol/L, BE -
7,9, Standar HCO3 19,4 mmol/L, Saturasi O2 99,1%.

Cairan: Kemampuan dalam minum baik, tidak ada gangguan menelan, turgor kulit baik, extremitas bawah tampak edema +/+, Laboratorium:
natrium 137 mmol/L, Kalium 3,3 mmo/L, Klorida 98 mmol/L, Ureum 36 mg/dL, Kreatinin 0,5 mg/dL.

Nutrisi: Tidak ada gangguan menelan,gigi geligi sudah tidak lengkap, sehingga proses mengunyah pasien membutuhkan waktu yang lebih
lama, mual muntah tidak ada, penurunan nafsu makan tidak ada. Lekosit 20,65 ribu/mm3 (netrofil 84,1%, limfosit 7,6%, monosit 8,1%,
eosinophil 0%, basophil 0,2%), eritrosit 4,31 juta/uL, hemoglobin 10,5 g/dL, hematocrit 33%, Trombosit 539 ribu/mm3.

Eliminasi: Tidak ada keluhan terkait proses defekasi dan berkemih, pasien menggunakan diapers.

Aktivitas/Istirahat: Aktivitas pasien terbatas karena pasien memiliki riwayat mengalami patah tulang post kecelakaan. Ekstremitas tampak
edema.

Interaksi social: Hubungan pasien kepada anak dan cucu baik, tidak ada masalah.

Pencegahan cedera: Pasien riwayat mengalami patah tulang, sehingga dalam mobilisasi pasien dibantu oleh keluarga.

Promosi ke arah normal: Dalam memenuhi kebutuhan ADL pasien dibantu oleh keluarga.

Kebutuhan Perawatan Diri Berhubungan Dengan Perkembangan:

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


21

Pasien memiliki anak-anak yang membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan:


Pasien sudah pasrah mengenai penyakit, namun tetap memiliki keyakinan untuk sembuh, karena merasa kasihan kepada anak pasien yang
menjaga pasien di rumah sakit.
Pasien mendapatkan terapi: Oksigen 2 L/menit, IVFD NaCl 0,9% 500 ml + asam tranexamat 500 mg/12 jam, Vitamin C 3 x 100 mg
intravena, Vitamin K 3 x 1 ampul intravena, Calcium glukonas 1 ampul prn intravena.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Gangguan Intervensi: manajemen asam basa
pertukaran gas Implementasi: menjaga kepatenan jalan napas, memberikan posisi untuk meningkatkan ventilasi, menjaga kepatenan
(Kompensasi akses intravena, pantau gas darah, pantau pO2, saturasi dan nilai hemoglobin, pantau intake output, pantau kehilangan
sebagian) cairan (muntah, diare, diuresis), pantau nilai elektrolit, memberikan O2 2 L/menit.
Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 6 jam:
Data: Pasien mengatakan batuk darah masih ada, namun tinggal sedikit. Hb 10,5 g/dL, gas darah (saat awal masuk IGD)
pH 7,459, pCO2 21,7 mmHg, pO2 139 mmHg, HCO3 15,2 mmol/L, TCO2 15,9 mmol/L, BE -7,9, Standar HCO3 19,4
mmol/L, Saturasi O2 99,1%
Analisis: kemampuan perawatan diri belum meningkat
Ketidakefektifa Intervensi: manajemen jalan napas
n bersihan Implementasi: mengajarkan batuk efektif, melakukan auskultasi suara paru, Berikan oksigen sesuai indikasi, memantau
jalan napas status respiratori dan oksigenasi, kolaborasi O2 2 L/menit melalui nasal kanul IVFD NaCl 0,9% 500 ml + asam tranexamat
(Kompensasi 500 mg/12 jam.
sebagian) Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 6 jam:
Data: Pasien mengatakan batuk masih ada. Frekuensi pernapasan 22 x/menit, napas regular, Vocal fremitus sama kuat
pada kedua lapang paru. Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung tidak ada,
Risiko Intervensi: Mengurangi perdarahan
perdarahan Implementasi: memantau jumlah darah yang keluar, memantau nilai Hb dan Ht, memantau tanda-tanda vital, memantau
berulang intake output, memantau pO2, saturasi dan Hb, menganjurkan pada pasien dan keluarga jika perdarahan bertambah segera
(Kompensasi laporkan. Memberikan: IVFD NaCl 0,9% 500 ml + asam tranexamat 500 mg/12 jam, Vitamin C 100 mg intravena,
sebagian) Vitamin K 1 ampul intravena.

Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 6 jam:


Data: pasien mengeluh batuk darah masih ada sedikit, Tanda-tanda vital: tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 100 x/menit,
mmHg, N 96x/menit, RR 22x/menit, S 36,60C. Hb 10,5 g/dL.
Analisis: kemampuan perawatan diri meningkat.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


22

No Resume Kasus
10 Diagnosa medis: TB Paru BTA(?) lesi luas kasus kambuh dengan hemoptysis
. Faktor Kondisi Dasar
Tn. S, usia 33 tahun, dalam tahap perkembangan dewasa awal, batuk darah, pendidikan terakhir Diploma, suku bangsa Sunda, pekerjaan
pegawai swasta. Sistem perawatan kesehatan: dirawat 4 hari yang lalu dengan batuk darah kemudian disuruh pulang. Sistem keluarga:
menikah, tinggal bersama isteri pasien. Pola hidup: kebiasaan merokok sebanyak 1 bungkus sehari sudah selama 10 tahun. Lingkungan:
belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan gaji pasien.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien datang dengan keluhan batuk darah sebanyak + 1 gelas 2 jam sebelum masuk rumah sakit, sebelumnya dirawat 4 hari yang
lalu dengan batuk darah kemudian disuruh pulang, pasien sudah periksa dahak 2 kali, namun belum ada hasil, hari ini seharusnya cek dahak
ke-3. Tanda-tanda vital: tekanan darah 130/90 mmHg, Nadi 90 x/menit, frekuensi pernapasan 20x/menit, saturasi 97%. Inspeksi: pergerakan
simetris kanan kiri, Palpasi: vocal fremitus kanan menurun dibanding kiri. Perkusi: sonor kanan dan kiri. Auskultasi: vesikuler pada paru
kanan dan paru kiri, ronkhi+/-, wheezing tidak ada.
Cairan: pasien tidak merasa ada keluhan yang berkaitan dengan cairan. Pasien tidak merasa kesulitan dalam minum dan buang air kecil.
Turgor kulit bsik, Tanda-tanda vital: tekanan darah 130/90 mmHg, Nadi 90 x/menit, frekuensi pernapasan 20x/menit, saturasi 97%.CRT < 3
detik, tidak ada distensi vena jugularis, membrane mukosa mulut lembab.
Makanan: Pasien mengatakan tidak nafsu makan, konjungtiva tampak anemis.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: pasien mengeluhkan tidak dapat aktivitas seperti biasa karena lemas.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan hipoksia: Oksigen 2 L/menit, pencegahan perdarahan: IVFD NaCl 0,9% 500ml+asam
tranexamat 500mg/12jam, Vitamin C 3x100mg intravena, Vitamin K 3x1 ampul intravena, ca gluconas prn, edukasi perdarahan.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga pasien.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: Pasien mobilisasi mandiri. Manajemen/pencegahan keadaan yang mengancam
perkembangan normal: pasien belum mengetahui penanganan batuk darah, jika batuk darah terjadi selama ini pasien meminum air
hangat/makanan hangat.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: mengikuti seluruh program medis Kewaspadaan terhadap masalah potensial yang
berhubungan dengan aturan: risiko perdarahan. Modifikasi gambar diri untuk memberikan perubahan status kesehatan: Pasien
sudah mengetahui kondisi penyakitnya dan kooperatif dalam menjalani pengobatan. Menyesuaikan gaya hidup untuk mengakomodasi
perubahan status kesehatan dan aturan medis: pasien mengatakan sekarang sudah mengetahui bahwa jangan makan/minum yang hangat
dulu ketika batuk darah terjadi.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


23

Keperawatan
Gangguan Implementasi yang diberikan adalah manajemen jalan napas dan pencegahan perdarahan.
bersihan jalan
napas Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 7 jam:
(Kompensasi Diagnosa gangguan bersihan jalan napas didapatkan data: pasien mengatakan batuk darah masih ada, kuran glebih
sebagian) setengah sendok teh, Oksigen 2 L/menit terpasang saturasi 97%, pasien posisi duduk. System keperawatan partly
compensatory efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen jalan napas.

risiko Diagnosa keperawatan risiko perdarahan didapatkan data: pasien mengatakan batuk-batuk sudah berkurang, sputum
perdarahan berwarna putih disertai bercak darah kurang lebih setengah sendok teh. Oksigen 2 L/menit terpasang saturasi 97%,
(Kompensasi terpasang IVFD NaCl 0,9% 500ml+asam tranexamat 500mg/12jam, pasien sudah diberikan terapi injeksi vitamin K
sebagian) 3x10mg, injeksi vitamin C 3x100mg. System keperawatan partly compensatory efektif. Perencanaan lakukan intervensi
pencegahan perdarahan

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


24

No Resume Kasus
11 Diagnosa medis: bronkiektasis terinfeksi pada bekas tuberculosis dd/ TB kambuh, HCAP
Faktor Kondisi Dasar
Tn. H, usia 57 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa madya, status kesehatan sesak, Orientasi sosiokultural:
suku bangsa pasien jawa, pendidikan SMP, pekerjaan pasien wiraswasta. Sistem perawatan kesehatan: sudah pernah dirawat sebelumnya
di ICU. Sistem keluarga: menikah, tinggal bersama isteri dan anak pasien. Pola hidup: riwayat merokok sebanyak 8 batang/hari selama 20
tahun. Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan wiraswasta.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien datang dengan keluhan sesak yang memberat selama + 3 hari terakhir, batuk ada berwarna hijau, demam ada, nyeri kepala
ada. Riwayat OAT tahun 2012 selama 9 bulan tanpa suntik, dinyatakan sembuh. post rawat ICU 3 hari yang lalu. Tanda-tanda vital: tekanan
darah 130/90mmHg, Nadi 113 x/menit, frekuensi pernapasan 36 x/menit, suhu 37,5oC saturasi O2 75%. Pemeriksaan fisik inspeksi:
pergerakan dada simetris kanan dan kiri, ortopnea, adanya penggunaan otot bantu pernapasan m.sternokleidomastoideus dan m.skaleneus.
Palpasi: vocal fremitus sama pada paru kanan dan paru kiri, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, perkusi: sonor pada paru kanan dan
kiri. Auskultasi: bronkovesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-, ekspirasi memanjang. AGD: Hasil pH 7.282, PCO2 65,7 mmHg, PO2 100,6
mmHg, HCO3 30,3 mmol/L, TCO2 32,3 mmol/L, Base excess 1,6 Std HCO3 25,9 mmol/L, saturasi O2 96,7% (kesan: gagal napas tipe II),
GDS 136 mg/dL, natrium 139 mmol/L, kalium 3,3 mmol/L, Klorida 100 mmol/L, Ureum 34 mg/dL, kreatinin 1 mg/dL. Toraks foto: kesan
pembesaran jantung, tampak infiltrate di kedua lapang paru.

Cairan: tampak edema pada ekstremitas, riwayat penyakit jantung ada, Tanda-tanda vital: tekanan darah 130/90mmHg, Nadi 113 x/menit,
frekuensi pernapasan 36 x/menit, suhu 37,5oC saturasi O2 75%. Laboratorium: natrium 139 mmol/L, kalium 3,3 mmol/L, Klorida 100
mmol/L, Ureum 34 mg/dL, kreatinin 1 mg/dL.

Makanan: Pasien mengeluh nafsu makan menurun. Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada..

Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: istirahat pasien terganggu karena demam, aktivitas dilakukan di tempat tidur.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap hipoksia: diberikan terapi O2 NRM 10 L/menit, inhalasi combivent 4x/hari,
metilprednisolon 3x62,5mg intravena, IVFD NaCl 0,9% 500ml/8jam. Pencegahan terhadap kelebihan cairan: lasik 1 ampul.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: Pasien mobilisasi tempat tidur. Manajemen/pencegahan keadaan yang mengancam
perkembangan normal: manajemen penatalaksanaan pneumoni.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


25

Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: Pasien mengikuti seluruh prosedur medis. Kewaspadaan terhadap masalah potensial yang
berhubungan dengan aturan: kewaspadaan menggunakan alat pelindung diri. Modifikasi gambar diri untuk memberikan perubahan
status kesehatan: belum dapat dikaji. Menyesuaikan gaya hidup untuk mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan
medis: pasien sudah mengikuti anjuran medis.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Ketidakefektifa Intervensi: Manajemen jalan napas, peningkatan batuk, metode bantuan membimbing dan mengarahkan
n bersihan Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 7 jam:
jalan napas Diagnosa ganggaun bersihan jalan napas didaaptkan data: pasien compos mentis, pasien mengatakan sesak berkurang.
(Kompensasi Tanda-tanda vital: tekanan darah 125/80mmHg, Nadi 112 x/menit, frekuensi pernapasan 28 x/menit, suhu 37 oC saturasi
sebagian) O2 98%, bronkovesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-, ekspirasi memanjang, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan, pasien terpasang NRM 10L/menit, IVFD NaCl 0,9% 500ml/8jam. Laboratorium: Lekosit 9,50 ribu/mm3,
netrofil 86,2%, limfosit 5,6%, monosit 7,2%, eosinophil 0%, basophil 1,0%, eritrosit 6,19 juta/uL, hemoglobin 19 g/dL,
trombosit 275 ribu/mm3. System keperawatan efektif, perencanaan lanjutkan intervensi manajemen jalan napas.
gangguan Intervensi: manajemen asam-basa
pertukaran gas Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 7 jam:
(Kompensasi didapatkan data: pasien mengatakan sesak berkurang, napas terasa lebih enak, bronkovesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -
sebagian) /-, ekspirasi memanjang. pasien terpasang NRM 10L/menit, pasien dalam posisi semifowler. System keperawatan partly
compensatory efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen asam basa.
kelebihan Intervensi: manajemen dan monitoring cairan
cairan data: pasien mengatakan buang air kecil sudha banyak dengan menggunakan pispot, jumlah +500 ml, warna urin kuning
(Kompensasi jernih, edema pada ekstremitas masih ada, riwayat penyakit jantung ada, Tanda-tanda vital: tekanan darah 125/80mmHg,
sebagian) Nadi 112 x/menit, frekuensi pernapasan 28 x/menit, suhu 37oC saturasi O2 98%. Laboratorium: natrium 139 mmol/L,
kalium 3,3 mmol/L, Klorida 100 mmol/L, Ureum 34 mg/dL, kreatinin 1 mg/dL. System keperawatan partly compensatory
efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen dan monitoring cairan.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


26

No Resume Kasus
12 Diagnosa medis: pneumonia pada geriatric, suspek TB paru, dispepsia
Faktor Kondisi Dasar
Tn. H, usia 72 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa lanjut usia, status kesehatan dalam proses pengobatan
penyakit kronis, Orientasi sosiokultural: suku bangsa pasien jawa, pendidikan Sekolah rakyat, tidak bekerja. Sistem perawatan
kesehatan: pengobatan penyakit. Sistem keluarga: duda, tinggal bersama anak pasien. Pola hidup: pasien tinggal di rumah anak pasien.
Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan anak pasien.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien datang dengan keluhan batuk + 1 minggu, sesak ada, dahak ada berwarna kekuningan, demam ada. Nyeri dada tidak ada,
nafsu makan menurun, penurunan berat badan tidak ada, riwayat merokok ada, sebanyak 12 batang/hari selama 60 tahun, sedang menjalani
pengobatan OAT sudah 2 minggu dari RS. Cipto Mangunkusumo. Tanda-tanda vital: tekanan darah 106/70mmHg, Nadi 140 x/menit,
frekuensi pernapasan 24 x/menit, suhu 36,5oC saturasi O2 88%. Pemeriksaan fisik inspeksi: pergerakan dada simetris kanan tertinggal.
Palpasi: vocal fremitus sama pada paru kanan dan paru kiri, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, perkusi: sonor pada paru kanan dan
kiri. Auskultasi: bronkovesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-.

Cairan: pasien tidak merasa ada keluhan yang berkaitan dengan cairan. Pasien tidak merasa kesulitan dalam minum dan buang air kecil.
Makanan: Pasien nafsu makan menurun, mual ada, namun tidak ada penurunan berat badan.

Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: pasien tidak dapat beraktivitas selama demam, tidur kadang terganggu.
Interaksi sosial: pasien mengalami penurunan komunikasi, jarang berbicara.
Pencegahan terhadap bahaya: pasien akan direncanakan diberikan terapi O2 nasal kanul 4 L/menit, NaCl 0,9% 500ml/8jam, ranitidine
2x50 mg intravena, ceftriaxone 1x2gram intravena. Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga
pasien.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: Pasien mobilisasi tempat tidur. Manajemen/pencegahan keadaan yang mengancam
perkembangan normal: manajemen penatalaksanaan pneumoni.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: Pasien minum OAT sudah selama 2 minggu, pasien akan direncanakan pemeriksaan sputum
kultur, sputum BTA 3x, pemeriksaan darah perifer lengkap setelah 3 hari pemberian antibiotik. Kewaspadaan terhadap masalah potensial
yang berhubungan dengan aturan: efek samping pemberian OAT. Modifikasi gambar diri untuk memberikan perubahan status
kesehatan: belum dapat dikaji. Menyesuaikan gaya hidup untuk mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan medis:
pasien sudah mengikuti anjuran medis.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


27

Keperawatan
Ketidakefektifa Intervensi: Manajemen jalan napas, peningkatan batuk, metode bantuan membimbing dan mengarahkan
n bersihan Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 7 jam:
jalan napas Diagnosa gangguan bersihan jalan napas didapatkan data: Pasien compos mentis, inspeksi: pergerakan dada simetris kanan
(Kompensasi tertinggal. Palpasi: vocal fremitus sama pada paru kanan dan paru kiri, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
sebagian) perkusi: sonor pada paru kanan dan kiri. Auskultasi: bronkovesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-, pasien terpasang
oksigen 4 L/menit. system keperawatan efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen jalan napas, tunggu hasil
laboratorium, kolaborasi dalam pemeriksaan sputum kultur, sputum BTA 3x, pemeriksaan darah perifer lengkap setelah 3
hari pemberian antibiotic.
Ketidakseimba Intervensi: Manajemen nutrisi
ngan nutrisi: Implementasi: identifikasi alergi makanan, tentukan jumlah kebutuhan kalori pasien, anjurkan pasien untuk makan dalam
kurang dari posisi duduk, anjurkan keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien. Kolaborasi dalam pemberian antiemetic,
kebutuhan ranitidine 50 mg intravena.
tubuh
(Kompensasi Evaluasi dilakukan setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 7 jam:
sebagian) Data: Pasien mengatakan mual tidak ada, porsi habis 1/2porsi. Analisis: kemampuan perawatan diri pasien meningkat

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


28

No Resume Kasus
13 Diagnosa medis: Bekas TB dd/TB kambuh dnegan hemoptysis, anemia ec perdarahan
. Faktor Kondisi Dasar
Tn. K, usia 32 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa awal, status kesehatan dalam proses pengobatan penyakit
kronis, Orientasi sosiokultural: pendidikan terakhir pasien diploma, pekerjaan pegawai swasta, suku sunda. Sistem perawatan kesehatan:
pernah dirawat sebelumnya. Sistem keluarga: belum menikah, tinggal bersama ayah pasien. Pola hidup: kebiasaan merokok ada.
Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien datang dengan keluhan batuk darah + 1 gelas aqua sejak 3 hari yang lalu. Ada riwayat batuk lebih dari 2 minggu, demam
tidak ada. Riwayat OAT sebelumnya tahun 1999 selama 6 bulan dan dinyatakan sembuh. Tanda-tanda vital: tekanan darah 100/90 mmHg,
Nadi 120x/menit, frekuensi pernapasan 22x/menit, suhu 36oC saturasi 95%. Pemeriksaan fisik: inspeksi pergerakan paru simetris kanan dan
kiri, tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan m. sternokleidomastoideus dan m.skalenus, palpasi: vocal fremitus sama kanan dan
kiri, perkusi: sonor kanan dan kiri, auskultasi: vesikuler kanan dan kiri, ronkhi -/-, wheezing -/-, jari tabuh (+).

Cairan: pasien tidak ada keluhan terkait kebutuhan cairan Tanda-tanda vital: tekanan darah 100/90 mmHg, Nadi 120x/menit, frekuensi
pernapasan 22x/menit, suhu 36oC saturasi 95%. Turgor kulit baik. Pasien tampak pucat, konjungtiva tampak anemis.
Makanan: Pasien mengeluh penurnan napsu makan dan penurunan berat badan.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: pasien mengeluhkan badan terasa lemas.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap penyebaran infeksi: pasien berada dalam ruang isolasi. Pencegahan terhadap
perdarahan: IVFD NaCl 0,9% 500ml + Asam tranexamat 500mg/12jam, injeksi vitamin K 3x10mg, injeksi vitamin C 3x100mg, injeksi Ca
Gluconas ekstra, cek darah perifer lengkap tiap 12 jam, jika Hb <8 maka rencana tranfusi PRC.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga pasien.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: Pasien mobilisasi ditempat tidur. Manajemen/pencegahan keadaan yang mengancam
perkembangan normal: manajemen untuk mengatasi perdarahan.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: pasien tidak rutin control dalam memeriksakan kesehatannya. Kewaspadaan terhadap
masalah potensial yang berhubungan dengan aturan: manifestasi klinis yang memberat. Modifikasi gambar diri untuk memberikan
perubahan status kesehatan: Pasien belum mengetahui kondisi penyakitnya. Menyesuaikan gaya hidup untuk mengakomodasi
perubahan status kesehatan dan aturan medis: belum dapat dikaji.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


29

Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol


Keperawatan
Ketidakefektifa Intervensi: Manajemen jalan napas, peningkatan batuk, metode bantuan membimbing dan mengarahkan
n bersihan Evaluasi dilakaukan setelah 4 jam diberikan tindakan keperawatan:
jalan napas Diagnosa keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif data yang didapat adalah: Pasien tamapk tenang, tanda-tanda
(Kompensasi vital: tekanan darah 140/80 mmHg, Nadi 90x/menit, frekuensi pernapasan 22x/menit, suhu 36 oC saturasi 99%.
sebagian) Pemeriksaan fisik: pigeon chest (+), inspeksi pergerakan paru simetris kanan dan kiri, napas dangkal, tidak ada
penggunaan otot-otot bantu pernapasan m. sternokleidomastoideus dan m.skalenus, palpasi: vocal fremitus sama kanan
dan kiri, perkusi: sonor kanan dan kiri, auskultasi: vesikuler kanan dan kiri, ronkhi -/-, wheezing +/+ berkurang. Oksigen 1
l/menit terpasang dengan menggunakan nasal kanul. Pasien dalam posisi duduk. Pasien sudah mendapatkan terapi inhalasi
combivent dan injeksi metilprednisolon 125mg. Laboratorium: Lekosit 11,97 ribu/mm3 (netrofil 60,7%, limfosit 16,5%,
monosit 7,9%, eosinophil 14,6%, basophil 0,3%), eritrosit 4,27 juta/uL, hemoglobin 11,9 g/dL, hematocrit 37%, trombosit
227 ribu/mm3. Sistem keperawatan partly compensatori efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen jalan napas
dan peningkatan batuk.
risiko Intervensi: manajemen asam basa
perdarahan Diagnosa keperawatan risiko perdarahan didapatkan data: pasien mengatakan batuk-batuk sudah berkurang, sputum
(Kompensasi berwarna putih disertai bercak darah kurang lebih setengah sendok teh. Oksigen 3 L/menit terpasang saturasi 96%,
sebagian) terpasang IVFD NaCl 0,9% 500ml+asam tranexamat 500mg/12jam, pasien sudah diberikan terapi injeksi vitamin K
3x10mg, injeksi vitamin C 3x100mg, injeksi Ca Gluconas ekstra. Laboratorium: Lekosit 6,52 ribu/mm3 (netrofil 64,2%,
limfosit 23,8%, monosit 10,3%, eosinophil 1,4%, basophil 0,3%), eritrosit 4,42 juta/uL, Hemoglobin 9,1 g/dL, hematocrit
29%, trombosit 327 ribu/mm3, GDS 79 mg/dL, natrium 137 mmol/L, kalium 3,5 mmol/L, klorida 100 mmol/L, ureum 28
mg/dL, kreatini 1,2 mg/dL. System keperawatan partly compensatory efektif. Perencanaan lakukan intervensi pencegahan
perdarahan.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


30

No Resume Kasus
14 Diagnosa medis: PPOK Eksaserbasi
. Faktor Kondisi Dasar
Tn. S, usia 40 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa awal, status kesehatan dalam proses pengobatan penyakit
kronis, Orientasi sosiokultural: pendidikan terakhir pasien SMA, pekerjaan pegawai swasta, jawa. Sistem perawatan kesehatan: pernah
dirawat sebelumnya. Sistem keluarga: menikah, tinggal bersama isteri pasien. Pola hidup: pasien tinggal di rumah pribadi. Lingkungan:
belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak + 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, dirasakan memberat 1 hari sebelum masuk
rumah sakit, sesak disertai dahak berawarna putih, demam tidak ada, nyeri dada tidak ada, riwayat berobat PPOK di poli asma RSUP
Persahabatan namun tidak rutin control, riwayat perokok berat. Tanda-tanda vital: tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 100x/menit, frekuensi
pernapasan 24x/menit, suhu 36,1oC saturasi 99%. Pemeriksaan fisik: pigeon chest (+), inspeksi pergerakan paru simetris kanan dan kiri,
napas dangkal dan cepat, ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan m. sternokleidomastoideus dan m.skalenus, palpasi: vocal fremitus
sama kanan dan kiri, perkusi: sonor kanan dan kiri, auskultasi: vesikuler kanan dan kiri, ronkhi -/-, wheezing +/+.

Cairan: pasien tidak ada keluhan terkait kebutuhan cairan. Tanda-tanda vital: tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 100x/menit, frekuensi
pernapasan 24x/menit, suhu 36,1oC saturasi 99%, tidak ada bunyi jantung tambahan. edema tidak ada, distensi vena jugularis tidak ada.
Makanan: Pasien mengeluh selama sesak tidak napsu makan.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: pasien mengeluhkan tidak bisa istirahat karena sesak yang dirasakan.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap sesak yang bertambah diberikan: oksigen 3 L/menit, inhalasi combivent 3-4x/hari,
injeksi metilprednisolon 1x125mg.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga pasien.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: Pasien mobilisasi dengan kursi roda. Manajemen/pencegahan keadaan yang mengancam
perkembangan normal: pasien belum dapat rutin untuk korntrol penyakitnya.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: pasien tidak rutin control dalam memeriksakan kesehatannya. Kewaspadaan terhadap
masalah potensial yang berhubungan dengan aturan: manifestasi klinis yang memberat. Modifikasi gambar diri untuk memberikan
perubahan status kesehatan: Pasien sudah mengetahui kondisi penyakitnya dan akan rutin kontrol. Menyesuaikan gaya hidup untuk
mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan medis: belum dapat dikaji.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


31

KetidakefektifaIntervensi: Manajemen jalan napas, peningkatan batuk, metode bantuan membimbing dan mengarahkan
n bersihanEvaluasi dilakaukan setelah 4 jam diberikan tindakan keperawatan:
jalan napasDiagnosa keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif data yang didapat adalah: Pasien tamapk tenang, tanda-tanda
(Kompensasi vital: tekanan darah 140/80 mmHg, Nadi 90x/menit, frekuensi pernapasan 22x/menit, suhu 36oC saturasi 99%.
sebagian) Pemeriksaan fisik: pigeon chest (+), inspeksi pergerakan paru simetris kanan dan kiri, napas dangkal, tidak ada
penggunaan otot-otot bantu pernapasan m. sternokleidomastoideus dan m.skalenus, palpasi: vocal fremitus sama kanan
dan kiri, perkusi: sonor kanan dan kiri, auskultasi: vesikuler kanan dan kiri, ronkhi -/-, wheezing +/+ berkurang. Oksigen 1
l/menit terpasang dengan menggunakan nasal kanul. Pasien dalam posisi duduk. Pasien sudah mendapatkan terapi inhalasi
combivent dan injeksi metilprednisolon 125mg. Laboratorium: Lekosit 11,97 ribu/mm3 (netrofil 60,7%, limfosit 16,5%,
monosit 7,9%, eosinophil 14,6%, basophil 0,3%), eritrosit 4,27 juta/uL, hemoglobin 11,9 g/dL, hematocrit 37%, trombosit
227 ribu/mm3. Sistem keperawatan partly compensatori efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen jalan napas
dan peningkatan batuk.
gangguan Intervensi: manajemen asam basa
pertukaran gas Pasien tamapk tenang, tanda-tanda vital: tekanan darah 140/80 mmHg, Nadi 90x/menit, frekuensi pernapasan 22x/menit,
(Kompensasi suhu 36oC saturasi 99%. Pemeriksaan fisik: pigeon chest (+), inspeksi pergerakan paru simetris kanan dan kiri, napas
sebagian) dangkal, tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan m. sternokleidomastoideus dan m.skalenus, palpasi: vocal
fremitus sama kanan dan kiri, perkusi: sonor kanan dan kiri, auskultasi: vesikuler kanan dan kiri, ronkhi -/-, wheezing +/+
berkurang. Oksigen l/menit terpasang dengan menggunakan nasal kanul. Pasien dalam posisi duduk. Laboratorium: AGD:
Hasil pH 7.370, PCO2 45,9 mmHg, PO2 120,7 mmHg, HCO3 25,9 mmol/L, TCO2 27,3 mmol/L, Base excess -0.2, Std
HCO3 24,7 mmol/L, saturasi O2 97.4% (kesan: asidosis respiratorik). Sistem keperawatan wholly compensatory efektif.
Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen asam basa.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


32

No Resume Kasus
15 Diagnosa medis: CAP, sindroma dyspepsia, bekas TB
. Faktor Kondisi Dasar
Tn. H, usia 55 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa pertengahan, status kesehatan dalam proses pengobatan
penyakit akut, Orientasi sosiokultural: pendidikan terakhir pasien diploma, pekerjaan pegawai swasta, suku Jawa. Sistem perawatan
kesehatan: pengobatan. Sistem keluarga: menikah, tinggal bersama isteri pasien. Pola hidup: riwayat merokok. Lingkungan: belum dapat
terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien datang dengan keluhan batuk-batuk yang memberat + 2 hari sebelum masuk rumah sakit yang disertai dengan dahak yang
berwarna kuning. Riwayat OAT selama 6 bulan tahun 2012. Tanda-tanda vital: tekanan darah 154/92 mmHg, Nadi 123x/menit, frekuensi
pernapasan 28x/menit, suhu 37,8oC. Pemeriksaan fisik: inspeksi pergerakan paru simetris kanan dan kiri, napas dangkal dan cepat, tidak ada
penggunaan otot-otot bantu pernapasan, palpasi: vocal fremitus sama kanan dan kiri, perkusi: sonor kanan dan kiri, auskultasi:
bronkovesikuler kanan dan kiri, ronkhi +/+, wheezing -/-.
Cairan: pasien tidak ada keluhan terkait kebutuhan cairan. Tanda-tanda vital: tekanan darah 154/92 mmHg, Nadi 123x/menit, frekuensi
pernapasan 28x/menit, suhu 37,8oC, tidak ada bunyi jantung tambahan. edema tidak ada, distensi vena jugularis tidak ada.
Makanan: Pasien mengeluh nyeri ulu hati, mual dan muntah lebih dari 5 kali sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Berat badan terakhir belum diketahui.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: pasien mengeluhkan tidak bisa istirahat dan merasa kelelahan karena sering batuk dan muntah.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap menurunnya asupan nutrisi diberikan antacid sirup 3x1 CI,IVFD NaCl 0,9%
500ml/12jam. Pencegahan terhadap sesak: O2 3 L/menit dengan nasal kanul, Pencegahan infeksi: Ceftriaxone 1x2gram intravena,
Azithromycin tablet 1x500mg.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga pasien.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: Pasien mobilisasi jalan dibantu keluarga. Manajemen/pencegahan keadaan yang
mengancam perkembangan normal: pasien rutin mengikuti jadwal kemoterapi.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: pasien mengikuti semua rencana penatalaksanaan di rumah sakit. Kewaspadaan terhadap
masalah potensial yang berhubungan dengan aturan: tidak ada kewaspadaan khusus. Modifikasi gambar diri untuk memberikan
perubahan status kesehatan: Pasien sudah mengetahui kondisi penyakitnya dan kooperatif dalam menjalani pengobatan. Menyesuaikan
gaya hidup untuk mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan medis: belum dapat dikaji.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


33

Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol


Keperawatan
Ketidakefektifa Intervensi: Manajemen jalan napas, peningkatan batuk, metode bantuan membimbing dan mengarahkan
n bersihan Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan dalam 8 jam:
jalan napas Diagnosa keperawatan bersihan jalan napas didaptkan data: pasien compos mentis, tanda-tanda vital: tekanan darah 154/92
(Kompensasi mmHg, Nadi 123x/menit, frekuensi pernapasan 28x/menit, suhu 37,8oC. Pemeriksaan fisik: inspeksi pergerakan paru
sebagian) simetris kanan dan kiri, napas dangkal dan cepat, tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan, palpasi: vocal fremitus
sama kanan dan kiri, perkusi: sonor kanan dan kiri, auskultasi: bronkovesikuler kanan dan kiri, ronkhi +/+, wheezing -/-,
pasien mampu mempraktekkan batuk efektif. System keperawatan partly compensatory efektif. Perencanaan lanjutkan
intervensi manajemen jalan napas dan peningkatan batuk.

Hipertemi Intervensi: Memfasilitasi pembelajaran


(Kompensasi Diagnosa hipertermi didapatkan data: pasien tampak berbaring di brankar, terpasang infus NaCl 0,9% 500ml/12jam, Suhu
sebagian) 37,3oCpasien sudah diberikan antacid sirup 3x1 CI , kemudian antibiotic ceftriaxone 2 gram drip dalam NaCl 0,9%
100ml/jam dan Azithromycin tablet 1x500mg, pasien sudah dianjurkan untuk menambah jumlah cairan yang diminum
terutama air hangat. Oksigen terpasang 3 l/menit dengan menggunakan nasal kanul. System keperawatan partly
compensatory efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi perawatan demam.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


34

No Resume Kasus
16 Diagnosa medis: AKI on CKD dengan syok hipovolemik, SIRS, bekas tuberculosis, diabetes mellitus tipe 2
. Faktor Kondisi Dasar
Ny. C, 60 tahun, adanya ketidakmampuan berdasarkan kondisi kesehatannya. Suku jawa, Pasien tinggal bersama anak-anaknya. Suami
pasien bekerja sebagai buruh, sumber pembiayaan hidup berasal dari suami pasien dan anak-anaknya.

Universal Self Care Requisites


Udara: Pasien datang dengan keluhan lemas, tidak nafsu makan, sudah tidak makan selama 3 hari. Riwayat OAT tanggal 24 Oktober 20
bulan tanpa suntik. Inspeksi: Pasien tampak lemas, napas pendek, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, pergerakan dada simetris,
Palpasi: vocal fremitus sama kanan dan kiri. Perkusi: sonor kanan dan kiri, frekuensi pernapasan 26 x/menit. Auskultasi: vesikuler kanan dan
kiri, tidak ada wheezing dan ronkhi pada paru kanan dan kiri. Hasil analisa gas darah pH 7.328, PCO2 9.9 mmHg, PO2 100.2 mmHg, HCO3
5.1 mmol/L, TCO2 5.4 mmol/L, Base excess -17.2, Std HCO3 11.9 mmol/L, saturasi O2 97.4%. Cairan: turgor kulit kurang baik, tekanan
darah 100/70 mmHg, nadi 86 x/menit, lemah. Nutrisi: pasien sudah tidak makan selama 3 hari, pasien tidak tampak ikterik, sklera tidak
ikterik, penurunan berat badan belum dapat dikaji, Memiliki riwayat diabetes mellitus namun tidak control dengan teratur. Eliminasi: pasien
sudah tidak BAB selama 3 hari. Aktivitas/istirahat: pasien cenderung mengantuk, kesadaran compos mentis GCS 15 (E4M6V5). Interaksi
sosial: tidak ada keluhan. Pencegahan terhadap bahaya: pasien tidak mengetahui efek samping dari obat-obatan tuberculosis yang
diminum pasien. Promosi ke arah normal: pasien belum dapat berkomunikasi secara efektif, masih kecenderungan tidur, dan pasien
memiliki dukungan dari keluarga.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaan kebutuhan perkembangan: Pasien untuk sementara ini tidak dapat memenuhi kebutuhan ADLnya secara mandiri, dibantu
oleh keluarga pasien. Manajemen kondisi yang mengancam perkembangan: Pasien tidak mengerti penyebab dari kondisi penyakitnya.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: Selama di rumah sakit pasien patuh terhadap semua terapi yang diberikan dan mengerti dengan
kegunaan terapi oksigen, cairan, dan antibiotik. Kewaspadaan terhadap masalah potensial yang berhubungan dengan aturan
pengobatan: pasien belum mengerti mengenai efek samping dari terapi yang diberikan. Modifikasi gambar diri untuk memberikan
perubahan status kesehatan: Pasien belum dapat menyesuaikan diri dengan OAT yang diberikan. Menyesuaikan gaya hidup untuk
mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan medis: belum dapat dikaji.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Gangguan Intervensi: Manajemen asam basa, metode bantuan membimbing dan mengarahkan
pertukaran gas Evaluasi dilakukan setelah intervensi dilakukan selama 7 jam selama di IGD:
(00030), Diagnose keperawatan gangguan pertukaran gas didapatkan data Keadaan umum pasien sedang, pasien tampak lebih
(Kompensasi segar, tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan, frekuensi pernapasan 24 – 26 x/menit, tekanan darah
sebagian) 110/70mmHg, suhu 36oC, nadi 84 x/menit, GDS 126 mg/dL, Hasil pH 7.328, PCO2 9.9 mmHg, PO2 100.2 mmHg, HCO3

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


35

5.1 mmol/L, TCO2 5.4 mmol/L, Base excess -17.2, Std HCO3 11.9 mmol/L, saturasi O2 97.4% terpasang simple mask 5
L/menit. system keperawatan wholly compensatory efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen asam-basa
Ketidakseimba Intervensi: Manajemen nutrisi
ngan nutrisi: tubuh didapatkan data: Keadaan umum pasien sedang, pasien tampak lebih segar, makan siang habis 1 porsi diet DM,
kurang dari tekanan darah 110/70mmHg, suhu 36oC, nadi 84 x/menit, GDS 126 mg/dL. Terapi ranitidine 50 mg intravena diberikan,
kebutuhan pasien merasa lebih enak. Sudah loading NaCl 0,9% 500 ml sebanyak 2 kolf, dilanjutkan NaCl 0,9% 500ml/8jam.
tubuh (00002)
(Kompensasi
sebagian)

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


36

No Resume Kasus
17 Diagnosa medis: Penyakit Paru Obstruktif Kronik suspek cor pulmonale
. Tn. A, usia 71 tahun, adanya ketidakmampuan berdasarkan kondisi kesehatannya. Pasien tinggal bersama anak-anaknya, isteri pasien sudah
meninggal, sumber pembiayaan hidup dipenuhi oleh anak pasien.SD, tidak bekerja, betawi

Universal Self Care Requisites


Udara: Pasien datang rujukan dari poli paru RSP dengan keluhan sesak napas + 2 bulan SMRS, sesak dirasakan memberat saat beraktivitas,
batuk tidak ada, nyeri dada tidak ada, demam tidak ada, berat badan menurun drastis dalam 2 bulan + 10 kg. Pasien riwayat merokok 1
bungkus selama 40 tahun, riwayat hipertensi dan penyakit jantung disangkal, batuk tidak ada, slem tidak ada, bunyi napas ngik saat
beraktivitas dan berkurang saat istirahat, pernapasan dada, respirasi rate 32x/menit, pergerakan dada simetris, pigeon chest (+), wheezing
+/+, menggunakan otot-otot bantu pernapasan (muskulus sternokleidomastoideus), terpasang O2 3 lpm. Cairan: Pasien tidak pucat, akral
hangat, oedem tidak ada, tekanan darah 140/80 mmHg, saturasi 94%, Nadi 100x/menit, CRT < 3 detik.. Nutrisi: belum dapat dikaji, Lekosit
14,7 ribu/mm3, netrofil 82,9%, lifosit 8,5%, monosit 8,5%, eosinophil 0 %, trombosit 138 ribu/mm3, ureum 45 mg/dL, kreatinin 0,6 mg/dL.
Eliminasi: tidak ada keluhan. Aktivitas/istirahat: Kesadaran compos mentis, GCS 15 (E4M6V5), respon baik, keluhan sesak saat
beraktivitas. Interaksi sosial: tidak ada keluhan. Pencegahan terhadap bahaya: pasien memiliki ventolin inhaler untuk mencegah
kekambuhan terjadi namun pasien tidak rutin kontrol. Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaan kebutuhan perkembangan: Pasien untuk sementara ini tidak dapat memenuhi kebutuhan ADLnya secara mandiri, selama di
rumah sakit dibantu oleh keluarga pasien. Manajemen kondisi yang mengancam perkembangan: Pasien merasa bahwa sesak yang terjadi
karena ketidakpatuhan pasien untuk kontrol ke rumah sakit.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: Selama di rumah sakit pasien patuh terhadap semua terapi yang diberikan dan mengerti dengan
kegunaan terapi oksigen, inhalasi, antiinflamasi, dan antibiotic. Kewaspadaan terhadap masalah potensial yang berhubungan dengan
aturan: pasien belum mengerti mengenai efek samping dari terapi yang diberikan. Modifikasi gambar diri untuk memberikan
perubahan status kesehatan: Pasien memang sudah memiliki riwayat asma sejak dulu dan terbiasa menggunakan ventolin inhaler.
Menyesuaikan gaya hidup untuk mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan medis: pasien menggunakan ventolin
inhaler dan berhenti merokok.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
bersihan jalan Impelementasi yang diberikan yaitu manajemen jalan napas, peinngkatan batuk.
napas tidak
efektif Evaluasi dilakukan setelah intervensi diberikan selama 6 jam:
(Kompensasi Diagnosa keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif data yang didapatkan pasien mengatakan napas terasa lebih enak
sebagian) dibandingkan waktu pertama kali datang. Pasien tampak napas teratur, wheezing masih ada kanan dan kiri, frekuensi

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


37

pernapasan 28 x/menit, saturasi oksigen 96%, terpasang oksigen 3 lpm menggunakan nasal kanul. APE prebronkodilator
150, post bronkodilator 170. System keperawatan efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen jalan napas dan
peningkatan batuk.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


38

No Resume Kasus
18 Diagnosa medis: CAP skor PORT 86, diagnose sekunder CHF FC III, DM tipe II, AKI dd akut on CKD
. Faktor Kondisi Dasar
Tn. B, usia 66 tahun, adanya ketidakmampuan berdasarkan kondisi kesehatannya. Pasien tinggal bersama isteri dan anak pasien, sumber
pembiayaan hidup dipenuhi oleh anak pasien. Betawi, riwayat merokok

Universal Self Care Requisites


Udara: Bersihan jalan napas efektif, batuk ada, slem ada, dapat dikeluarkan dengan spontan. Pernapasan dada, RR 28 x/menit, pergerakan
dada simetris, suara paru vesikuler +/+, ronkhi +/+ daerah basal, wheezing -/-, terpasang O2 3 lpm. Air: Pasien tidak pucat, tampak lemas,
akral hangat, oedem tidak ada, tekanan darah 130/70 mmHg, saturasi 93%, Nadi 79x/menit, CRT < 3detik, Suhu 36.5 oC, hasil thorak foto:
tampak infiltrat pada bagian basal paru kanan dan kiri. Makanan: tidak ada keluhan. Eliminasi: tidak ada keluhan. Aktivitas/istirahat:
kesadaran compos mentis, GCS 15 (E4M6V5), respon baik, pasien mengantuk karena sudah beberapa hari ini tidak dapat tidur. Interaksi
sosial: tidak ada keluhan. Pencegahan terhadap bahaya: pasien mengetahui bahaya merokok namun pasien belum dapat berhenti total dari
kebiasaan merokok, pasien masih merokok 1 – 2 batang sehari,. Promosi ke arah normal: pasien tampak tenang, pasien memiliki hubungan
baik dengan keluarga pasien.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: Pasien untuk sementara ini tidak dapat memenuhi kebutuhan ADLnya secara mandiri, selama
di rumah sakit dibantu oleh keluarga pasien. Manajemen kondisi yang mengancam perkembangan: Pasien tidak mengetahui bahwa
penyakitnya dapat diakibatkan karena perilaku merokok.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: Selama di rumah sakit pasien patuh terhadap semua terapi yang diberikan dan mengertu dengan
kegunaan terapi oksigen, pemberian cairan infus, dan antibiotic. Kewaspadaan terhadap masalah potensial yang berhubungan dengan
aturan: pasien belum mengerti mengenai efek samping dari terapi yang diberikan. Modifikasi gambar diri untuk memberikan
perubahan status kesehatan: Pasien belum bisa berhenti merokok sedangkan pasien sudah memiliki penyakit jantung. Menyesuaikan
gaya hidup untuk mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan medis: pasien masih memiliki kebiasan merokok
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
bersihan jalan Implementasi yang diberikan: manajemen jalan napas, dan peningkatan batuk
napas tidak Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 7 jam:
efektif Diagnosa keperawatan bersihan jalan napas didapatkan data: Tanda-tanda vital: tekanan darah 120/70 mmHg, nadi
(Kompensasi 90x/menit, frekuensi pernapasan 32 x/menit, saturasi O2 90%, suara paru bronkovesikuler kanan dan kiri, ronkhi masih
sebagian) ada, wheezing berkurang. Pasien terpasang O2 3 L/menit dengan nasal kanul, inhalasi combivent sudah diberikan,
ranitidine 50mg intravena sudah diberikan. Pursed [asien sudah mempraktekkan teknik pernapasan pursed lip breathing.
Laboratorium: AGD pH 7,286, pCO2 47,7 mmHg, pO2 32,7 mmHg, HCO3 22 mmol/L, Base excess -3,6 saturasi 55,6%

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


39

(kesan: gagal napas tipe I). Lekosit 9,22 ribu/mm3 (netrofil 60,6%, limfosit 25,8%, monosit 12,4%, eosinophil 0,3%,
basophil 0,9%), eritrosit 5,36 juta/uL, hemoglobin 13/4 g/dL, hematocrit 45%, trombosit 232 ribu/mm3.Elektrolit natrium
140 mmol/L, Kalium 3,10 mmol/L, Klorida 97 mmol/L. Torak foto: trakea tertarik ke sisi apek paru kiri, dan terdapat
infiltrate di basal paru kanan, dan lapang paru kiri. Sistem keperawatan wholly compensatory efektif. Perencanaan
lanjutkan intervensi manajemen jalan napas dan peningkatan batuk.
Kelebihan Intervensi: Manajemen dan monitoring cairan
cairan Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 7 jam:didapatkan data: pasien mengatakan sesak berkurang, suara
(Kompensasi paru bronkovesikuler kanan dan kiri, ronkhi masih ada, wheezing berkurang , edema masih ada, terpasang folley catheter
sebagian) diuresis kuning jernih, mobilisasi tempat tidur, pasien tidak terpasang infus, namun akses intravena terpasang, flebitis
tidak ada. Mendapatkan terapi furosemide 20mg intravena. Laboratorium: Elektrolit natrium 140 mmol/L, Kalium 3,10
mmol/L, Klorida 97 mmol/L, SGOT 39 U/L, SGPT 21 U/L, Ureum 31mg/dL, kreatinin 1,1 mg/dL, CK 51 U/L, CK-MB
17 U/L. system keperawatan wholly compensatory efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen dan monitoring
cairan.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


40

No Resume Kasus
19 Diagnosa medis: bronkiektasis stabil pada bekas TB. Bekas TB dengan luluh paru kiri dd/ TB kambuh, CHF Fc II-III, sindrom dyspepsia
Faktor Kondisi Dasar
Ny. R, usia 41 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa pertengahan, status kesehatan dalam proses pengobatan
penyakit kronis, Orientasi sosiokultural: pendidikan terakhir pasien SMP, pekerjaan ibu rumah tangga, suku jawa. Sistem perawatan
kesehatan: pengobatan. Sistem keluarga: menikah, tinggal bersama suami pasien. Pola hidup: pasien tinggal di rumah pribadi.
Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social, biaya hidup dipenuhi oleh suami pasien.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien datang dengan keluhan sesak memberat sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, sesak bertambah dengan aktivitas, + 3
hari sebelum masuk rumah sakit sesak disertai bunyi ngik, batuk berdahak, dahak kental, demam naik turun, ada mual dan nyeri ulu hati.
Sakit dada kiri tidak menjalar, 1 tahun yang lalu pernah dirawat dengan penyakit jantung dan control di poli jantung. Pasien memiliki
riwayat OAT 30 tahun yang lalu. Tanda-tanda vital: tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 90x/menit, frekuensi pernapasan 32 x/menit, saturasi
O2 90%. Inspeksi: pergerakan paru simeteris kanan kiri, pernapasan dada, tidak ada penggunaan otot napas tambahan, pasien dalam kondisi
duduk. Palpasi: vocal fremitus menurun dibandingkan dengan kiri. Perkusi: agak redup di bagian apek paru kiri, pada paru kanan sonor.
Auskultasi: bronkovesikuler pada paru kanan dan paru kiri, ronkhi basah kasar +/+, wheezing +/-.
Cairan: pasien mengeluh kaki tampak membengkak, edema tungkai +/+. Tanda-tanda vital: tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 90x/menit,
frekuensi pernapasan 32 x/menit, saturasi O2 90%. Pasien memiliki riwayat pernah dirawat dengan penyakit jantung.
Makanan: Pasien mengeluh nafsu makan menurun dan lemah. Berat badan terakhir belum diketahui.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: pasien mengeluhkan tidak bisa tidur beberapa hari ini karena sesak yang dirasakan dan pasien merasa kelelahan.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Pencegahan terhadap bahaya: pasien rencana akan dikonsulkan kepada penyakit dalam dan kardiologi. Pasien mendapatkan terapi O2 3
L/menit, inhalasi combivent 4x1, furosemide 2x20mg intravena, ranitidine 2x50mg intravena.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga pasien.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: Pasien mobilisasi dengan kursi roda dibantu keluarga. Manajemen/pencegahan keadaan
yang mengancam perkembangan normal: pasien rutin mengikuti jadwal kemoterapi.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: pasien patuh dalam meminum obat, namu belum patuh dalam membatasi cairan. Kewaspadaan
terhadap masalah potensial yang berhubungan dengan aturan: kewaspadaan dalam pembatasan cairan. Modifikasi gambar diri untuk
memberikan perubahan status kesehatan: Pasien sudah mengetahui kondisi penyakitnya dan kooperatif dalam menjalani pengobatan.
Menyesuaikan gaya hidup untuk mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan medis: pasien merasa sulit untuk membatasi
minum.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


41

Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol


Keperawatan
bersihan jalan Implementasi yang diberikan: manajemen jalan napas, dan peningkatan batuk
napas tidak Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 7 jam:
efektif Diagnosa keperawatan bersihan jalan napas didapatkan data: Tanda-tanda vital: tekanan darah 120/70 mmHg, nadi
(Kompensasi 90x/menit, frekuensi pernapasan 32 x/menit, saturasi O2 90%, suara paru bronkovesikuler kanan dan kiri, ronkhi masih
sebagian) ada, wheezing berkurang. Pasien terpasang O2 3 L/menit dengan nasal kanul, inhalasi combivent sudah diberikan,
ranitidine 50mg intravena sudah diberikan. Pursed [asien sudah mempraktekkan teknik pernapasan pursed lip breathing.
Laboratorium: AGD pH 7,286, pCO2 47,7 mmHg, pO2 32,7 mmHg, HCO3 22 mmol/L, Base excess -3,6 saturasi 55,6%
(kesan: gagal napas tipe I). Lekosit 9,22 ribu/mm3 (netrofil 60,6%, limfosit 25,8%, monosit 12,4%, eosinophil 0,3%,
basophil 0,9%), eritrosit 5,36 juta/uL, hemoglobin 13/4 g/dL, hematocrit 45%, trombosit 232 ribu/mm3.Elektrolit natrium
140 mmol/L, Kalium 3,10 mmol/L, Klorida 97 mmol/L. Torak foto: trakea tertarik ke sisi apek paru kiri, dan terdapat
infiltrate di basal paru kanan, dan lapang paru kiri. Sistem keperawatan wholly compensatory efektif. Perencanaan
lanjutkan intervensi manajemen jalan napas dan peningkatan batuk..
Kelebihan Intervensi: Manajemen dan monitoring cairan
cairan Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 7 jam: didapatkan data: pasien mengatakan sesak berkurang, suara
(Kompensasi paru bronkovesikuler kanan dan kiri, ronkhi masih ada, wheezing berkurang , edema masih ada, terpasang folley catheter
sebagian) diuresis kuning jernih, mobilisasi tempat tidur, pasien tidak terpasang infus, namun akses intravena terpasang, flebitis
tidak ada. Mendapatkan terapi furosemide 20mg intravena. Laboratorium: Elektrolit natrium 140 mmol/L, Kalium 3,10
mmol/L, Klorida 97 mmol/L, SGOT 39 U/L, SGPT 21 U/L, Ureum 31mg/dL, kreatinin 1,1 mg/dL, CK 51 U/L, CK-MB
17 U/L. system keperawatan wholly compensatory efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen dan monitoring
cairan.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


42

No Resume Kasus
20 Diagnosa medis: post pneumonektomi kanan riwayat aspergiloma, hemoptysis, bekas TB
Tn. E usia 27 tahun, dalam tahap perkembangan dewasa awal, fase akut dari penyakit kronis, pasien lulusan perguruan tinggi, bekerja
sebagai pegawai BUMN di Sulawesi tengah, belum menikah, tinggal bersama orangtua pasien, pasien tinggal di rumah orangtua, belum
dapat terkaji, pembiayaan didapatkan dari jaminan social.
Universal Self Care Requisites:
Udara: Pasien post operasi masih dalam pengaruh obat anestesi terpasang ventilator dengan mode assis control: tidal volume 450 mL,
T.Inspirasi 1,6, RR 16 x/menit, FiO2 50%, PEEP 4, saturasi 100%, Suhu 37,6oC. Tekanan darah 104/71mmHg, MAP: 82mmHg, CVP
+12cmH2O. Laboratorium: (5/11/14) sputum BTA 1x hasil negative, GenExpert negative. Bronkoskopi (10/11/14): tampak sumber
perdarahan dari Lobus Atas Kanan. Hasil PA bilasan bronkus (17/11/14z): sediaan apus bilasan bronkus mengandung sel epitel skuamosa,
sel torak, lekosit dan makrofag. Tidak tampak sel ganas. Laporan operasi (18/11/14): insisi torakotomi posterolateral menembus kutis,
subkutis, fascia dan otot. Rongga toraks dicapai melalui ICS 4. Tampak perlengketan seluruh jaringan paru dengan dinding dada.
Perlengketan dibebaskan secara tajam dan tumpul. Identifikasi fungus ball terdapat pada lobus superior meluas ke bagian apex lobus inferior
(tampak perlengketan antar lobus superior, medial dan inferior sulit dibebaskan). Diputuskan untuk melakukan pneumonektomi kanan.
Perdarahan dirawat namun masih terdapat perdarahan yang sulit diatasi dari dinding dada. Diputuskan untuk meletakkan kassa tampon
sebanyak 2 buah. Dipasang drain 1 buah intrapleura no 32F. luka operasi ditutup lapis demi lapis. Operasi selesai.
Cairan: Pasien terpasang Asering 500ml/12jam. Saturasi 100%, Suhu 37,6oC. Tekanan darah 104/71mmHg, MAP: 82mmHg, CVP
+12cmH2O
Makanan: Pasien masih dipuasakan
Eliminasi: Pasien terpasang folley catheter, urin kuning jernih.
Aktivitas/istirahat: pasien masih dalam pengaruh obat general anestesi
Interaksi sosial: belum dapat dikaji
Pencegahan terhadap bahaya: pemasangan alat ventilator, pencegahan terhadap resiko jatuh: pemasangan heck tempat tidur.
Promosi ke arah normal: belum dapat dikaji.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan:


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: kebutuhan perkembangan selama di rumah sakit dibantu oleh perawat.
Manajemen/pencegahan keadaan yang mengancam perkembangan normal: Penggunaan ventilator.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan:


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: pasien dalam pengaruh obat anestesi. Kewaspadaan terhadap masalah potensial yang
berhubungan dengan aturan: belum dapat dikaji. Modifikasi gambar diri untuk memberikan perubahan status kesehatan: belum
dapat dikaji. Menyesuaikan gaya hidup untuk mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan medis: belum dapat dikaji.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Gangguan Implementasi yang diberikan yaitu: manajemen asam basa

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


43

pertukaran gas Evaluasi dilakukan setelah intervensi diberikan selama 4 hari:


(00030) Data: pasien masih dalam pengaruh obat anestesi, dengan ukuran pupil sudah mulai midriasis 4/4 reflek cahaya +/+,
(Kompensasi tekanan darah 83/41mmH, nadi 138x/menit,
seluruhnya) fentanyl 50mcg/jam, Miloz 15 mg  1mg/jam, Morphin 10mg 1mg/jam. Mode ventilator assist control tidal volume
45oml, T.inspirasi 1,0, RR 12 x/menit, FiO2 100%, PEEP 10, frekuensi pernapasan pasien 34 x/menit, Suhu tubuh 37,5-
39,3oC. AGD: pH 7,286, pCO2 69,5, pO2 65,8, Base Excess 3,4, HCO3 32,4 (kesan: asidosis respiratorik). Laboratorium
terakhir (21/11/14): Hb 10,8 mg/dL, hematocrit 35%, leukosit 20,43 ribu/mm3, trombosit 182 ribu/mm3, Natrium 138
mEq/L, Kalium 4,30 mEq/L, Klorida 99 mEq/L, Gula darah sewaktu 157 mg/dL, Kalsium 8,4. Pasien mengalami
penurunan tekanan darah sehingga mendapat topangan dobutamin 250 mg 3mcg/jam, kemudian pasien mengalami
bradikardi dan desaturasi, tidak dilakukan resusitasi jantung paru karena keluarga menolak. Pupil midriasis maksimal,
tekanan darah tidak terukur, EKG lead II flat, pasien dinyatakan meninggal.
Disfungsi Implementasi yang diberikan yaitu: manajemen ventilasi mekanik: invasive Evaluasi dilakukan setelah intervensi
respons diberikan selama 4 hari:
penyapihan Diagnosa disfungsi respons penyapihan ventilator (00034): pasien masih dalam pengaruh obat anestesi, dengan ukuran
ventilator pupil sudah mulai midriasis 4/4 reflek cahaya +/+, tekanan darah 83/41mmH, nadi 138x/menit,
(00034) fentanyl 50mcg/jam, Miloz 15 mg  1mg/jam, Morphin 10mg 1mg/jam. Mode ventilator assist control tidal volume
(Kompensasi 45oml, T.inspirasi 1,0, RR 12 x/menit, FiO2 100%, PEEP 10, frekuensi pernapasan pasien 34 x/menit, Suhu tubuh 37,5-
seluruhnya) 39,3oC. AGD: pH 7,286, pCO2 69,5, pO2 65,8, Base Excess 3,4, HCO3 32,4 (kesan: asidosis respiratorik). Laboratorium
terakhir (21/11/14): Hb 10,8 mg/dL, hematocrit 35%, leukosit 20,43 ribu/mm3, trombosit 182 ribu/mm3, Natrium 138
mEq/L, Kalium 4,30 mEq/L, Klorida 99 mEq/L, Gula darah sewaktu 157 mg/dL, Kalsium 8,4. Pasien mengalami
penurunan tekanan darah sehingga mendapat topangan dobutamin 250 mg 3mcg/jam, kemudian pasien mengalami
bradikardi dan desaturasi, tidak dilakukan resusitasi jantung paru karena keluarga menolak. Pupil midriasis maksimal,
tekanan darah tidak terukur, EKG lead II flat, pasien dinyatakan meninggal.
Ketidakseimba Intervensi manajemen enteral tube feeding
ngan nutrisi: Data: pasien hari terakhir mendapatkan nutrisi parenteral combiflex peri 1000ml/24jam dan RL 500ml/24jam, fentanyl
kurang dari 50mcg/jam, Miloz 15 mg  1mg/jam, Morphin 10mg 1mg/jam. Laboratorium terakhir (21/11/14): Hb 10,8 mg/dL,
kebutuhan hematocrit 35%, leukosit 20,43 ribu/mm3, trombosit 182 ribu/mm3, Natrium 138 mEq/L, Kalium 4,30 mEq/L, Klorida 99
tubuh (00002) mEq/L, Gula darah sewaktu 157 mg/dL, Kalsium 8,4. Pasien dinyatakan meninggal pada hari perawatan ke-4.
(Kompensasi
seluruhnya)

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


44

No Resume Kasus
21 Diagnosa medis: Post Histerektomi dan Pneumonia
Faktor Kondisi Dasar
Ny. N, usia 26 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa awal, status kesehatan dalam fase akut dari penyakit.
Orientasi sosiokultural : pasien lulusan SMA, pekerjaan ibu rumah tangga, Betawi. Sistem perawatan kesehatan: post operasi
histerektomi subtotal. Sistem keluarga: menikah, tinggal bersama suami dan 2 anak. Pola hidup: pasien tinggal di rumah pribadi.
Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan untuk biaya hidup dipenuhi suami pasien.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien riwayat Riwayat desaturasi saat di ICU (21/12/14), 97 - 90% tidak respon dengan RM 12 lpm, dan diganti menjadi NRM
15lpm saturasi menjadi 90 – 87%, sehingga pasien dilakukan intubasi. Inspeksi: pasien terpasang ETT no 7,5, dengan batas bibir di nomor
21, disambungkan dengan ventilasi mekanik mode IPPV: tidal volum 500 ml, Tinsp 1,6, respirasi rate 12 x/menit, Pinsp 30, PEEP 5. Dada
simetris, pergerakan dinding dada simetris, frekuensi napas 19x/menit, pasien ada batuk produktif, sputum berwarna kuning. Palpasi:Perkusi:
sonor pada kedua lapang paru. Auskultasi: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-. AGD (21/14/14) pH 7,459, pCO2 33,7 mmHg, pO2 42
mmHg, HCO3 23,4 mmol/L, Base excess 0,2, saturasi 80,8% (kesan: Gagal napas tipe I). Toraks foto: adanya penambahan infiltrate.
Cairan: Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 123x/menit regular, frekuensi pernapasan 19 x/menit, Suhu 37,4 oC. Ekstremitas hangat, CRT
<3 detik. Distribusi rambut merata. Terpasang CVC di clavicula dextra, cairan intravena RL 500 ml/12jam, drip morphin 1 mg/jam,
midazolam 1 mg/jam, CVP +7 cmH2O. Mendapatkan terapi intravena (21/12/14) Ceftriaxone 2 x 2gram, asam tranexamat 3 x 500mg, Vit K
3 x 1 ampul, OMZ 2 x 40 mg. Kulit warna sawo matang, tidak sianosis, teraba hangat, lembab dan berkeringat, edema tidak ada, turgor baik.
koreksi albumin 20% I flash.

Makanan: TB 155 cm, BB 80kg (IMT 33.298). pasien terpasang NGT di rongga hidung kiri, pasien dipuasakan karena residu dari lambung
hitam, rongga mulut lembab, bibir kering, lidah berwarna putih. Terpasang CVC di clavicula dextra, cairan intravena RL 500 ml/12jam, drip
morphin 1 mg/jam, midazolam 1 mg/jam, CVP +7 cmH2O. Mendapatkan terapi intravena (21/12/14) Ceftriaxone 2 x 2gram, asam
tranexamat 3 x 500mg, Vit K 3 x 1 ampul, OMZ 2 x 40 mg. Kulit warna sawo matang, tidak sianosis, teraba hangat, lembab dan berkeringat,
edema tidak ada, turgor baik, lesi tidak ada. Suhu 37,4oC. Pasien pada tanggal 21/12/14/. Mendapatkan transfuse PRC 221 ml (dengan nilai
Hb 9.3 mg/dl), koreksi albumin 20% I flash (dengan nilai albumin 2.3). Laboratorium (21/12/14): Leukosit 12.41 ribu/mm3, Hemoglobin 9.3
g/dL, Hematocrit 29%, Trombosit 116 ribu/mm3, Protein total 5, Albumin 2.3, Globulin 2.7

Eliminasi: Pasien belum BAB sejak masuk RS dari tanggal 19/12/14. BAK dengan menggunakan folley catheter produksi urin kuning jernih
4300/24jam (extra Lasix 1 amp) pada tanggal 21/12/14. Abdomen: Inspeksi: bulat, lingkar perut 110 cm, tampak luka post histerektomi
(19/12/14) di atas simfisis pubis ditutup verband, adanya keluhan nyeri pada bagian epigastrium saat batuk skala 4/10. Auskultasi: hipoaktif
4x/menit. Perkusi, Palpasi: lembut.

Aktivitas/istirahat: Pasien mudah mengantuk dan dalam pengaruh obat midazolam 1mg/jam
Interaksi sosial: pasien berkomunikasi dengan menggunakan alat tulis dan kertas.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


45

Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap tercabutnya ventilator: edukasi. Pencegahan terhadap resiko jatuh: memasang bedrails.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan akik dengan perawat.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: Pasien untuk sementara ini tidak dapat memenuhi kebutuhan ADLnya secara mandiri, selama
di rumah sakit dibantu oleh perawat. Manajemen/pencegahan keadaan yang mengancam perkembangan normal: Pasien jarang
melakukan control ante natal care (ANC).

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: pasien mengikuti seluruh prosedur yang dianjurkan. Kewaspadaan terhadap masalah
potensial yang berhubungan dengan aturan: kewaspadaan terhadap barotrauma. Modifikasi gambar diri untuk memberikan
perubahan status kesehatan: belum dapat dikasi. Menyesuaikan gaya hidup untuk mengakomodasi perubahan status kesehatan dan
aturan medis: belum dapat dikaji.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Gangguan Implementasi yang diberikan yaitu: manajemen asam basa
pertukaran gas Evaluasi dilakukan setelah dilakukan intervensi selama 4 hari:
(00030) Diagnosa gangguan pertukaran gas didapatkan data: Tanda-tanda vital: Tanda-tanda vital: TD 106/75 – 119/84 mmHg,
(Kompensasi Nadi 116 - 120 x/menit. Frekuensi napas 24-26 x/menit, saturasi 95.9 - 98%. Suhu 38.1-38.2 oC. Diit Dex 5% 6x50 ml.
seluruhnya) Laboratorium: Hb 9.6, Ht 30, Leuko 15.45, Trb 138, Na 137, K 3.9, Cl 105, Protein total 5, Alb 2.9, Glb 2.1, INR 1.23,
Control 14.2, APTT 47.6, kontrol 35.3. CVP +12 cmH2O. AGD: pH 7,38, pCO2 35,1, pO2 82,9, Base Excess -4,0, HCO3
21,4 (kesan: asidosis metabolik). Thorak foto penambahan infiltrate. Batuk (+) sputum warna putih, wheezing -/-, ronkhi -
/-. Balance cairan dari jam 06.00 – 06.00 (23/12/14) intake 1685ml, output 1900ml, IWL 700ml, balance – 915ml. Sistem
keperawatan wholly compensatory efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen asam basa.
Disfungsi Implementasi yang diberikan yaitu: manajemen ventilasi mekanik: invasive Evaluasi dilakukan setelah intervensi
respons diberikan selama 4 hari:
penyapihan didapatkan data: pasien compos mentis cenderung mengantuk, dengan ukuran pupil 2/2 reflek cahaya +/+.
ventilator Terpasang Morphin 0,5mg/jam, Miloz 0,5mg/jam. Infus Combifles 1000ml/24jam dan RL 500ml/24jam Mode ventilator
(00034) CPAP, PS 10 , FiO2 40%, PEEP 5, frekuensi pernapasan pasien 24-26 x/menit, Suhu 38.1-38.2 oC. CVP 12 cmH2O.
(Kompensasi AGD: pH 7,38, pCO2 35,1, pO2 82,9, Base Excess -4,0, HCO3 21,4 (kesan: asidosis metabolik). Sistem keperawatan
seluruhnya) wholly compensatory. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen ventialsi mekanik: invasive.
Gangguan berbicara didapatkan data perawat dan pasien berkomunikasi dengan menggunakan alat tulis dan kertas, pasien tidak
komunikasi dilakukan restrain karena sudah kooperatif ketika diberikan penjelasan mengenai fungsi alat bantu napas, dan sedang
verbal: dilakukan proses penyapihan. Sistem keperawatan supportive educative efektif. Perencanaan: berikan reinforcement
berbicara positif atas usaha pasien.
(00051)

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


46

(kompensasi
sebagian)
Ketidakseimba Intervensi manajemen enteral tube feeding
ngan nutrisi: Data: pasien terpasang infus Infus Combifles 1000ml/24jam dan RL 500ml/24jam. Enteral Dextrose 6x50 ml, residu NGT
kurang dari ada. Laboratorium: Hb 9.6, Ht 30, Leuko 15.45, Trb 138, Na 137, K 3.9, Cl 105, Protein total 5, Alb 2.9, Glb 2.1 Sistem
kebutuhan keperawatan: wholly compensatory efektif
tubuh (00002)
(Kompensasi
seluruhnya)

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


47

No Resume Kasus
22 Diagnosa medis: pneumonia, bronkospasme pasca bronkoskopi
Faktor Kondisi Dasar
Tn. A, usia 69 tahun, adanya ketidakmampuan berdasarkan kondisi kesehatannya. Pasien tinggal bersama isteri dan anak-anak pasien,
sumber pembiayaan hidup berasal dari hasil pensiunan pasien.

Universal Self Care Requisites


Udara: Pasien masih dalam pengaruh obat anestesi, terpasang ventilator dengan mode assit control Tidal volume 400 ml, Tinspirasi 1.5,
Respirasi 20, Pinspirasi 30, FiO2 50%, PEEP 5, frekuensi pernapasan pasien 29x/menit, saturasi O2 98%, VTe 435. Wheezing -/, ronkhi -/-,
perkusi redup pada paru kiri, AGD pH 7,354, pCO2 24,5 mmHg, pO2 145 mmHg, HCO3 16,5 mmol/L, Base excess -11,2, saturasi 80,8%
(kesan: Asidosis metabolik). Terpasang WSD dengan redax di paru kiri undulasi ada, produksi cairan serohemoragik. Cairan: Terpasang
infus Aminophilin 360 mg dalam D5% 500ml/12jam, Morfin 10mg dalam NS 10ml (1mg/jam), Pasien tidak pucat, akral hangat, oedem
tidak ada, tekanan darah 120/74 mmHg, Nadi 113x/menit, CRT < 3detik, Natrium 127, Kalium 4, Cloride 94, Ureum 26, kreatinin 0.8, PT
10.4, INR 1, control 14, APTT os 23.1, control 35.3. Nutrisi: pasien terpasang NGT, protein total 5.3, albumin 2.7, globulin 2.6, bilirubin
total 0.6, bilirubin indirek 0.21, bilirubin direk 0.39, SGOT 19, SGPT 22, Gula darah sewaktu 372, pasien ada riwayat diabtes melitus.
Eliminasi: terpasang dower catheter, produksi urine kuning jernih. Aktivitas/istirahat: pasien masih cenderung tidur karena masih dalam
pengaruh obat anestesi. Interaksi sosial: keluarga pasien datang menjenguk pasien. Pencegahan terhadap bahaya: belum dapat dikaji.
Promosi ke arah normal: belum dapat dikaji, namun keluarga pasien datang menjenguk pasien.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaan kebutuhan perkembangan: Pasien untuk sementara ini tidak dapat memenuhi kebutuhan ADLnya secara mandiri, selama di
rumah sakit dibantu sepenuhnya oleh perawat. Manajemen kondisi yang mengancam perkembangan: belum dapat dikaji.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: Pasien menjalani semua prosedur pengobatan yang ada di rumah sakit. Kewaspadaan terhadap
masalah potensial yang berhubungan dengan aturan: belum dapat dikaji. Modifikasi gambar diri untuk memberikan perubahan
status kesehatan: Berlum dapat dikaji. Menyesuaikan gaya hidup untuk mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan
medis: belum dapat dikaji.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Gangguan Implementasi yang diberikan yaitu: manajemen asam basa
pertukaran gas Evaluasi dilakukan setelah dilakukan intervensi selama 4 hari:
(00030) data: pasien compos mentis, tanda-tanda vital: Tanda-tanda vital: TD 125/76 – 134/76 mmHg, Nadi 114 - 128 x/menit.
(Kompensasi Frekuensi napas 10-11 x/menit, saturasi 97 - 98%. Suhu 36,2-37 oC. Diit cair diabetasol 6x100ml, Infus Aminofluid
seluruhnya) 500/24jam. Laboratorium: Hb 12,1, Ht 36, Leuko 15.58, Trb 239, Na 134, K 4,2, Cl 99, AGD: pH 7,412, pCO2 37,4, pO2
120, Base Excess -0,7, HCO3 23,3 (kesan: alkalosis respiratorik). Auskultasi: vesikuler +/+, wheezing +/+, ronkhi -/-.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


48

Balance cairan dari jam 06.00 – 06.00 (27/11/14) intake 2675ml, output 1500+1220ml (WSD), IWL 600ml, balance –
645ml. Sistem keperawatan wholly compensatory efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen asam basa.
Disfungsi Implementasi yang diberikan yaitu: manajemen ventilasi mekanik: invasive
respons Evaluasi dilakukan setelah intervensi diberikan selama 4 hari:
penyapihan data: pasien compos mentis dengan ukuran pupil 2/2 reflek cahaya +/+.
ventilator Terpasang Infus aminofluid 500ml/24jam, NaCl 0,9% 500ml/24jam, lasik 0,5ml/jam, Dobutamin 5mcg/jam, Vascon
(00034) 0,2mcg/jam. Oksigenasi pasien terpasang Tpiece 5 L/menit melalui ETT. AGD: pH 7,412, pCO2 37,4, pO2 120, Base
(Kompensasi Excess -0,7, HCO3 23,3 (kesan: alkalosis respiratorik). CVP +12cmH2O, diaphoresis tidak ada. Sistem keperawatan
seluruhnya) wholly compensatory. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen ventialsi mekanik: invasive.

Gangguan Intervensi: peningkatan komunikasi: keterbatasan berbicara


komunikasi didapatkan data perawat dan pasien berkomunikasi dengan menggunakan alat tulis dan kertas, pasien tidak dilakukan
verbal: restrain karena sudah kooperatif ketika diberikan penjelasan mengenai fungsi alat bantu napas, dan sedang dilakukan
berbicara proses penyapihan. Sistem keperawatan supportive educative efektif. Perencanaan: berikan reinforcement positif atas
(00051) usaha pasien.
(kompensasi
sebagian)
Risiko Intervensi manajemen nutrisi, terapi nutrisi
ketidakstabilan Didapatkan data: Tanda-tanda vital: TD 125/76 – 134/76 mmHg, Nadi 114 - 128 x/menit. Frekuensi napas 10-11 x/menit,
kadar glukosa saturasi 97 - 98%. Suhu 36,2-37 oC. Diit cair diabetasol 6x100ml, Infus Aminofluid 500/24jam. Laboratorium: Hb 12,1, Ht
darah (00179) 36, Leuko 15.58, Trb 239, Na 134, K 4,2, Cl 99, AGD: pH 7,412, pCO2 37,4, pO2 120, Base Excess -0,7, HCO3 23,3
(Kompensasi (kesan: alkalosis respiratorik). Gula dara jam 07.00 = 217, Jam 11.00=109 mg/dL (dengan rapid insulin 1 ui/jam), Balance
seluruhnya) cairan dari jam 06.00 – 06.00 (27/11/14) intake 2675ml, output 1500+1220ml (WSD), IWL 600ml, balance – 645ml.
System keperarwatan wholly compensatory efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen hiperglikemi.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


49

No Resume Kasus
23 Diagnosa medis: saecar dengan gawat janin, Preeklamsi berat, edema paru, hipoalbumin, asidosis metabolic
Faktor Kondisi Dasar
Ny. Y, usia 32 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa awal, status kesehatan dalam fase akut dari penyakit.
Orientasi sosiokultural: pasien lulusan SMA, pekerjaan guru TK. Sistem perawatan kesehatan: post operasi saecar. Sistem keluarga:
menikah, tinggal bersama suami dan 2 anak. Pola hidup: pasien tinggal di rumah pribadi. Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber:
pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan untuk biaya hidup dipenuhi suami pasien.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien terpasang ventilator dengan mode SIMV tidal volume 450, Tinspirasi 1,2, PS 6, Pinspirasi 30, RR 12, FiO2 50%, PEEP 5,
frekuensi pernapasan pasien 13x/menit, saturasi 98%, suhu 36,5oC. Hasil Analisa gas darah: pH 7,173, pCO2 28,2 mmHg, pO2 87,1 mmHg,
HCO3 9,9 mmol/L, Base excess -16,9(kesan: Asidosis metabolik). Inspeksi: pergerakan dada simetris, Perkusi: sonor di kedua lapang paru,
auskultasi; vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi ada di paru kanan dan kiri, wheezing tidak ada. Terdapat slym warna putih jumlah banyak.
Thorak foto:edema paru

Cairan: Tekanan darah 128/95 mmHg, MABP 106 (normal), Nadi 124x/menit regular, frekuensi pernapasan 13 x/menit, Suhu 36,5 oC.
Edema pada ekstremitas bawah. Ekstremitas hangat, CRT < 3detik. Terpasang CVC di clavicula dextra, cairan intravena RL 500 ml +
MgSO4 10gram/10jam, drip furosemid 10mg/jam, CVP +16 cmH2O, target balance -1000ml/24jam. Mendapatkan terapi intravena:
Meropenem 3x1 gram, amikasin 1x1 gram, terapi oral adalat oros 2x30mg, metildopa 3x250mg. Terpasang folley catheter produksi urin
kuning jernih.

Makanan: Pasien terpasang NGT di rongga hidung kanan, pasien mendapatkan diit peptisol 6x200ml dan extra putih telur, rongga mulut
lembab. Mendapatkan terapi Vitamin C 2x400mg, profenid suppositoria 3x100mg, intravena. Laboratorium (14/12/14): Leukosit 14,59
ribu/mm3, Hemoglobin 14 g/dL, Hematocrit 43%, Trombosit 372 ribu/mm3, Bleeding time 3 detik, clotting time 7 detik, D-dimer 3552,
guladarah sewaktu 127, Natrium 138, kalium 4,7, Klorida 109, Albumin 2.9, SGOT 44, SGPT 33, Ureum 47, Kreatinin 1,0, Asam urat 8,0,
urin protein +3.

Eliminasi: Pasien terpasang folley catheter produksi urin kuning jernih, hari ini pasien belum defekasi. urin protein +3

Aktivitas/istirahat: Pasien compos mentis, aktivitas semua dilakukan ditempat tidur.


Interaksi sosial: pasien berkomunikasi dengan menggunakan alat tulis dan kertas.

Pencegahan terhadap bahaya: terdapat luka post operasi pada abdomen bagian bawah, kering, jaga balutan tetap utuh dan kering.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan baik dengan perawat.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: Pasien untuk sementara ini tidak dapat memenuhi kebutuhan ADLnya secara mandiri, selama

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


50

di rumah sakit dibantu oleh perawat. Manajemen/pencegahan keadaan yang mengancam perkembangan normal: pencegahan terhadap
terjadinya VAP dan barotrauma.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: pasien mengikuti seluruh prosedur yang dianjurkan. Kewaspadaan terhadap masalah
potensial yang berhubungan dengan aturan: kewaspadaan terhadap barotrauma. Modifikasi gambar diri untuk memberikan
perubahan status kesehatan: belum dapat dikaji. Menyesuaikan gaya hidup untuk mengakomodasi perubahan status kesehatan dan
aturan medis: belum dapat dikaji.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Gangguan Implementasi yang diberikan yaitu: manajemen asam basa
pertukaran gas Evaluasi dilakukan setelah dilakukan intervensi selama 4 hari:
(00030) didapatkan data: Pasien compos mentis, bernapas spontan dengan nasal kanul 5 L/menit, keluhan sesak tidak ada,
(Kompensasi frekuensi pernapasan 14x/menit, saturasi 97%, Hasil analisa gas darah pH 7,361, pCO2 36,6 mmHg, pO2 102 mmHg,
seluruhnya) HCO3 20,2 mmol/L, Base excess -4,3 saturasi 97,5% (kesan: Asidosis metabolic perbaikan), sianosis tidak ada, inspeksi:
pergerakan dada simetris kanan kiri, perkusi: sonor kanan dan kiri, auskultasi vesikuler kanan dan kiri, ronkhi ada kanan
dan kiri, wheezing tidak ada. System keperawatan wholly compensatory efektif. Perencanaan intervensi manajemen asam-
basa dilanjutkan.

Disfungsi Implementasi yang diberikan yaitu: manajemen ventilasi mekanik: invasive


respons Evaluasi dilakukan setelah intervensi diberikan selama 4 hari:
penyapihan didapatkan data: Pasien compos mentis, bernapas spontan dengan nasal kanul 5 L/menit, frekuensi pernapasan 14x/menit,
ventilator saturasi 97%, Hasil analisa gas darah pH 7,361, pCO2 36,6 mmHg, pO2 102 mmHg, HCO3 20,2 mmol/L, Base excess -
(00034) 4,3 saturasi 97,5% (kesan: Asidosis metabolic perbaikan), sianosis tidak ada, inspeksi: pergerakan dada simetris kanan
(Kompensasi kiri, perkusi: sonor kanan dan kiri, auskultasi vesikuler kanan dan kiri, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada. System
seluruhnya) keperawatan wholly compensatory efektif.

Kelebihan Intervensi: monitoring cairan


cairan didapatkan data: berat badan belum dapat dikaji, Intake 1700ml, Output 5600 ml + 600ml (IWL), balance -4500.
(Kompensasi Laboratorium: Lekosit 18,03 (penurunan) ribu/mm3, hemoglobin 11,4g/dL, hematocrit 35%, trombosit 129 ribu/mm3
seluruhnya) (peningkatan), Natrium 135 mmol/L, Kalium 4,5 mmo/L, Klorida 101 mmol/L, Protein total 4,4 g/dL, Albumin 2,7 g/dL
(peningkatan), globulin 1,7 g/dL. Terpasang infus RL 500ml/24jam. Tekanan darah 119/77mmHg, Nadi 106 x/menit,
frekuensi pernapasan pasien 14x/menit, suhu 37oC. Sistem keperawatan efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi
manajemen dan monitoring cairan.
Gangguan Intervensi: peningkatan komunikasi: keterbatasan berbicara
komunikasi didapatkan data perawat dan pasien berkomunikasi dengan menggunakan alat tulis dan kertas, pasien tidak dilakukan

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


51

verbal: restrain karena sudah kooperatif ketika diberikan penjelasan mengenai fungsi alat bantu napas, dan sedang dilakukan
berbicara proses penyapihan. Sistem keperawatan supportive educative efektif. Perencanaan: berikan reinforcement positif atas
(00051) usaha pasien.
(kompensasi
sebagian)

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


52

No Resume Kasus
24 Diagnosa medis: fraktur costae kanan IV, V, VI, VII, hematotoraks, diabetes mellitus tipe 2
Faktor Kondisi Dasar
Ny. I, usia 70tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan lanjut usia, status kesehatan dalam fase akut dari penyakit. Orientasi
sosiokultural: pasien tidak sekolah, pekerjaan ibu rumah tangga. Sistem perawatan kesehatan: perawatan post pemasangan WSD dan fraktur
costae. Sistem keluarga: menikah, suami sudah meninggal, tinggal bersama anak pasien. Pola hidup: pasien tinggal di rumah anak pasien.
Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan untuk biaya hidup dipenuhi anak pasien.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien terpasang ventilasi mekanik mode CPAP: PS 6 bar, FiO2 30%, PEEP 5 bar.p 1,6, respirasi rate 12 x/menit, Pinsp 30, PEEP 5,
tekanan darah 106/94 mmHg, frekuensi pernapasan 22x/menit, nadi 104x/menit, suhu 36,5oC. Inspeksi: pergerakan dada simetris kanan kiri,
vesikuler di kedua lapang paru kanan dan kiri, Ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada. AGD (16/11/14) pH 7,410, pCO2 47,2 mmHg, pO2 98,4
mmHg, HCO3 29,4 mmol/L, Base excess 4,9, saturasi 97,4%. Leukosit 7,85 ribu/mm3(netrofil 81,7%, Limfosit 11,2%, Monosit 7%, eosinophil
0%, basophil 0,1), Hemoglobin 9.9 g/dL, Hematocrit 32%, Trombosit 488 ribu/mm3, Natrium 137 mmol/L, Kalium 2,7 mmol/L, Klorida 100
mmol/L. Pasien mendapatkan terapi inhalasi: ventolin 3x/hari, flixotide 2x/hari

Makanan: pasien mendapatkan terapi intravena ranitidine 2x50mg, humolog 3x10 unit, levemir 1x10 unit, Gentamicin 1x350mg, heparin
2x2500 unit. Terapi oral: KSR 1x1 tablet, galucon 3x1 tablet, Glurenom 1x1 tablet. Diet blender 6x200ml. KGDH senin dan kamis. Abdomen
datar, soepel, bising usus positif.

Eliminasi: Pasien defekasi dengan menggunakan diapers, berkemih dengan menggunakan folley catheter, produksi urin kuning jernih.

Aktivitas/istirahat: Pasien melakukan aktivitas di tempat tidur


Interaksi sosial: pasien berkomunikasi dengan menggunakan alat tulis dan kertas.

Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap komplikasi pemasangan WSD: dilakukan manajemen perawatan WSD. Pencegahan
terhadap resiko jatuh: memasang bedrails.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan baik dengan perawat.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: Pasien untuk sementara ini tidak dapat memenuhi kebutuhan ADLnya secara mandiri, selama di
rumah sakit dibantu oleh perawat. Manajemen/pencegahan keadaan yang mengancam perkembangan normal: dilakukan fisioterapi.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: pasien mengikuti seluruh prosedur yang dianjurkan. Kewaspadaan terhadap masalah potensial
yang berhubungan dengan aturan: kewaspadaan terhadap barotrauma. Modifikasi gambar diri untuk memberikan perubahan status
kesehatan: belum dapat dikaji. Menyesuaikan gaya hidup untuk mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan medis: belum

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


53

dapat dikaji.

Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol


Keperawatan
Gangguan Implementasi yang diberikan yaitu: manajemen asam basa
pertukaran gas Evaluasi dilakukan setelah dilakukan intervensi selama 3 hari:
(00030) didapatkan data: pasien compos mentis, tanda-tanda vital: Tanda-tanda vital: TD 122/49mmHg, Nadi 114x/menit.
(Kompensasi Frekuensi napas 24 x/menit, saturasi 99%. Suhu 37 oC. Diit DM 1500 kkal per oral, Infus NaCl 0,9% 500/24jam.
seluruhnya) Laboratorium: Hb 10,7, Ht 35, Leuko 8,84, Trb 517, Na 141, K 4, Cl 100, AGD: pH 7,286, pCO2 48,3, pO2 148, Base
Excess -3,3, HCO3 22,3 (kesan: asidosis respiratorik). Auskultasi: vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-. Sistem
keperawatan wholly compensatory efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen asam basa.

Disfungsi respons Implementasi yang diberikan yaitu: manajemen ventilasi mekanik: invasive
penyapihan Evaluasi dilakukan setelah intervensi diberikan selama 3 hari:
ventilator (00034) didapatkan data: pasien compos mentis dengan ukuran pupil 2/2 reflek cahaya +/+, napas spontan dengan oksigen 3
(Kompensasi L/menit nasal kanul. Tanda-tanda vital: TD 122/49mmHg, Nadi 114x/menit. Frekuensi napas 24 x/menit, saturasi 99%.
seluruhnya) Suhu 37 oC. Diit DM 1500 kkal per oral, Infus NaCl 0,9% 500/24jam. Laboratorium: Hb 10,7, Ht 35, Leuko 8,84, Trb
517, Na 141, K 4, Cl 100, AGD: pH 7,286, pCO2 48,3, pO2 148, Base Excess -3,3, HCO3 22,3 (kesan: asidosis
respiratorik). Auskultasi: vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-. CVP +15cmH2O, diaphoresis tidak ada. Sistem
keperawatan wholly compensatory.

Gangguan Intervensi: peningkatan komunikasi: keterbatasan berbicara


komunikasi verbal: didapatkan data perawat dan pasien berkomunikasi dengan menggunakan alat tulis dan kertas, pasien tidak dilakukan
berbicara (00051) restrain karena sudah kooperatif ketika diberikan penjelasan mengenai fungsi alat bantu napas, dan sedang dilakukan
(kompensasi proses penyapihan. Sistem keperawatan supportive educative efektif. Perencanaan: berikan reinforcement positif atas
sebagian) usaha pasien.
Risiko Intervensi manajemen nutrisi, terapi nutrisi
ketidakstabilan didapatkan data: Tanda-tanda vital: TD 122/49mmHg, Nadi 114x/menit. Frekuensi napas 24 x/menit, saturasi 99%. Suhu
kadar glukosa darah 37 oC.. Diit DM 1500 kkal per oral, Infus NaCl 0,9% 500/24jam. Laboratorium: Hb 10,7, Ht 35, Leuko 8,84, Trb 517, Na
(00179) 141, K 4, Cl 100. Gula darah sewaktu 173 mg/dL. System keperarwatan wholly compensatory efektif. Perencanaan
(Kompensasi lanjutkan intervensi manajemen hiperglikemi
seluruhnya)

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


54

No Resume Kasus
25 Diagnosa medis: tumor mediastinum pro diagnostic
Faktor Kondisi Dasar
Tn. I, usia 32 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa awal, status kesehatan dalam fase akut dari penyakit kronis,
Orientasi sosiokultural: pasien lulusan SMA, bekerja sebagai staf forensic di RS Fatmawati (PNS), jawa. Sistem perawatan kesehatan:
prodiagnostik tumor mediastinum. Sistem keluarga: menikah, tinggal bersama isteri dan 2 anak. Pola hidup: pasien tinggal di rumah pribadi.
Lingkungan: belum dapat terkaji karena pasien masih sesak. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan untuk biaya hidup dipenuhi
dari gaji pasien sebagai PNS.
Universal Self Care Requisites
Udara: keluhan nyeri dada, sesak dan batuk disertai bercak darah sedikit. Nyeri dirasakan pada dada kanan secara konsisten, nyeri dirasakan
tajam menyebar sampai ke punggung, dan pernah dirasakan sebelumnya saat dirawat sebelumnya di RS Fatmawati, skala 4 (rentang 1 – 10).
Sesak juga dirasakan oleh pasien, saat ini sesak dirasakan terus-menerus, nyeri dada dan sesak berkurang jika pasien berbaring dalam posisi
miring kanan. Inspeksi: dada kanan asimetris tertinggal, dada kanan tampak lebih cembung, wajah, leher pasien tampak bengkak, pembesaran
vena subkutis tidak terlihat. Frekuensi pernapasan 28 x/menit, saturasi O2 96% dengan O2 4 liter per menit. Palpasi: vocal fremitus kanan
menurun dibandingkan vocal fremitus kiri. Perkusi: redup mulai sela iga II kanan, sonor pada paru kiri. Auskulrasi: Vesikuler menurun pada paru
kanan dibandingkan dengan paru kiri, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada. Hasil laboratorium: Penanda tumor (27/1/15) Cyfra 21-1 6,34H
ng/mL. Analisa gas darah (14/2/15) alkalosis respiratorik dan asidosis metabolic dengan pH 7,413, pCO 2 22,2, pO2 67,9, HCO3 13,9, TCO2 14,6,
Base excess -9,9, saturasi O2 93,8. CT Scan thorax RS Fatmawati kesan: tampak massa iso-hipodens berseptasi, berlobulasi, batas tegas,
permukaan regular yang menyangat kuat di tepi pasca pemberian kontras di mediastinum anterioir kanan dari sisi superior sampai inferior
berukuran +/- 9,4 x 10,8 x 13,1 cm. Massa mediastinum anterioir berseptasi menyangat kuat di tepi, menempel pada pericardium sisi kanan dan
pleura anterior kanan, mendorong ringan jantung ke sisi kiri disertai nodul multiple di segmen5, 6 paru kiri DD/Malignan thymic cyst, Cystic
teratomas, Pericardial cvst terinfeksi. Nodul multiple di segmen 5 dan 6 paru kiri DD/metastasis. Minimal efusi perikard. Hasil patologi anatomi
RS Fatmawati (20/1/15) kesan: karsinoma sel skuamous. Hasil patologi anatomi FKUI (29/1/15) kesimpulan: negative, tidak ditemukan sel tumor
ganas yang jelas pada sediaan ini.
Cairan: pasien tidak ada keluhan gangguan dalam hal cairan. Pasien tidak merasa kesulitan dalam minum dan buang air kecil. Pasien terpasang
IVFD NaCl 0,9% 500ml ditambahkan ketorolac 30mg/12 jam. Turgor kulit baik, Tekanan darah 120/80 x/menit, frekuensi nadi 90 x/menit, CRT
< 3 detik, tidak ada distensi vena jugularis, membrane mukosa mulut lembab. Hasil laboratorium: Kimia klinik (14/2/15) ureum 12, creatinin 0,6,
Natrium 137 mEq/L, Kalium 4,7 mEq/L, Chloride 103 mEq/L.
Makanan: Pasien mengeluh bahwa jika masuk makanan sedikit saja terasa nyeri di daerah epigastrium skala 3 (rentang 1-10), dan membuat
sesak pasien bertambah berat. Porsi makan tidak pernah dihabiskan, hanya mampu menghabiskan 2 – 3 sendok makan saja tiap porsinya, namun
pasien masih dapat makan biscuit yang dibelikan oleh isteri pasien sedikit demi sedikit. Pasien memiliki riwayat penurunan berat badan namun
pasien tidak tahu berapa banyak penurunan berat badan yang dialami. Berat badan terakhir 60 kg, TB 166 cm (IMT = 21,8 dalam kondisi baik).
Hasil laboratorium: (14/2/15) Hemoglobin 12,3 mg/dL, Hematokrit 40, Leukosit 18,68 (netrofil 73,7, limfosit 17,6, monosit 7,9, Eosinofil 0,4,
basopfil 0,4), trombosit 666, Gula dara sewaktu 89 mg/dL. Laboratorium (16/2/15) albumin 3,9 g/dL, LDH 1972 U/L.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi BAB dilakukan di kamar mandi
dengan menggunakan kursi roda dan oksigen 4 liter per menit, eliminasi BAK dengan menggunakan pispot.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


55

Aktivitas/istirahat: pasien merasa terganggu dalam aktivitas/kebutuhan istirahat karena nyeri dada, nyeri epigastrium dan sesak yang dirasakan.
Semalam pasien tidak dapat tidur karena nyeri dan sesak yang dirasakan, pasien belum dapat mengganti mengganti kebutuhan tidur karena nyeri
dan sesak masih dirasakan.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Pasien berkomunikasi dengan siteri pasien yang selalu
menjaga pasien selama di rumah sakit.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap bahaya keluhan sesak yang bertambah berat, terapi yang diberikan: oksigen 4 liter per
menit. IVFD NaCl 0,9% 500 ml ditambahkan ketorolac 30mg/12 jam, metilprednisolon 3 x 30 mg. pencegahan terhadap bahaya nyeri yang
dirasakan, terapi yang diberikan paracetamol 3 x 1 gram kalau perlu dan ranitidine 2 x 50 mg.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap isteri pasien.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: Pasien untuk sementara ini tidak dapat memenuhi kebutuhan ADLnya secara mandiri, selama di
rumah sakit dibantu oleh isteri pasien. Manajemen/pencegahan keadaan yang mengancam perkembangan normal: Pasien merupakan
perokok dengan indeks brinkman ringan dan bekerja dalam lingkungan yang terpapar formalin, pasien tidak pernah control terkait kesehatannya.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: pasien akan direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan spirometri, elektromiografi, CT Scan toraks
dengan kontras (23/2/15), bronkoskopi (18/2/15), Trans torakal needle aspiration CT guided/core bipsy (20/2/15), dan menunggu expertise foto
toraks PA (19/2/15). Kewaspadaan terhadap masalah potensial yang berhubungan dengan aturan: tidak ada kewaspadaan khusus yang
berhubungan dengan tindakan pemeriksaan spirometri, elektromiografi, CT Scan toraks dengan kontras (23/2/15), bronkoskopi (18/2/15), Trans
torakal needle aspiration CT guided/core bipsy (20/2/15). Modifikasi gambar diri untuk memberikan perubahan status kesehatan: Pasien
mengungkapkan bahwa penyakitnya diakibatkan oleh perilaku merokok dan lingkungan tempat kerja pasien. Menyesuaikan gaya hidup untuk
mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan medis: pasien sekarang fokus kepada penyembuhan penyakitnya dengan mengikuti
anjuran yang diberikan oleh tenaga kesehatan selama di rumah sakit untuk masa depan dirinya dan keluarganya.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Gangguan Implementasi yang diberikan yaitu: manajemen asam basa
pertukaran gas Evaluasi dilakukan setelah dilakukan intervensi selama 14 hari.
(00030) Pada diagnose gangguan pertukaran gas didapatkan data: pasien masih mengeluh sesak disertai batuk darah dan nyeri,
(Kompensasi dengan tanda-tanda vital Tekanan darah 122/86 mmHg, Nadi 96 x/menit, frekuensi pernapasan 28x/menit,. Terpasang
seluruhnya) oksigen 6 L/menit dengan nonrebreathing masker. Saturasi Oksigen 95%. Hasil re-ekspertisi PA: atipik curiga karsinoma
sel skuamosa. Oedem pada wajah bertambah, oedem pada leher, dada, dan ekstremitas atas bertambah. Terpasang drip
ketorolac 30mg dalam NaCl 0,9% 500ml/12jam. Selang neurobion dalam NaCl 0,9% 500ml/12jam. Hasil TTNA: sugestif
nekrotik tumor. Core biopsy: sel tumor nekrotik. Hasil bilasan bronkus: tidak tampak sel ganas. Sikatan bronkus: tidak
tampak sel ganas. System keperawatan belum efektif. Perencanaan: lanjutkan intevensi manajemen asam basa.
nyeri (Kompensasi Implementasi yang diberikan yaitu: manajemen nyeri, pemberian analgesic

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


56

seluruhnya) Evaluasi dilakukan setelah dilakukan intervensi selama 14 hari.


didapatkan data: pasien tampak meringis, Klien tidak dapat berbaring dan memegangi perutnya yang sakit. Porsi makan
habis 2-5 sendok. Terpasang drip ketorolac 30mg dalam NaCl 0,9% 500ml/12jam. Sistem keperawatan belum efektif.
Perencanaan: lanjutkan intervensi manajemen nyeri.

kurang tidur Intervensi: peningkatan tidur


(kompensasi Evaluasi dilakukan setelah dilakukan intervensi selama 14 hari.
sebagian) didapatkan data Pasien mengikuti anjuran untuk mengeringkan kulit dengan menggunakan tissue dengan lembut tanpa
menggosok kulit. Pasien menggunakan baju yang longgar. System keperawatan efektif.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


57

No Resume Kasus
26 Diagnosa medis: tumor paru kanan pro diagnostik
Faktor Kondisi Dasar
Ny. A, usia 60 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan usia lanjut, status kesehatan dalam fase akut dari penyakit kronis,
Orientasi sosiokultural : pasien lulusan SMA, bekerja sebagai ibu rumah tangga. Sistem perawatan kesehatan: prodiagnostik tumor paru
kanan. Sistem keluarga: menikah, suami sudah meninggal, tinggal bersama 3 anak laki-laki. Pola hidup: pasien tinggal di rumah pribadi.
Lingkungan: belum dapat terkaji karena pasien masih sesak. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan untuk biaya hidup dipenuhi
oleh anak-anak pasien dan dari usaha wiraswasta pasien usaha kost-kostan.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien mengeluh sesak napas memberat 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, namun sesak sudah dirasakan 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas atau perubahan cuaca, serta tidak disertai dengan bunyi mengi, sesak dirasakan berkurang jika
dalam posisi miring kanan, dan sesak juga terasa lebih ringan jika dalam posisi duduk. Teraba kelenjar getah bening ukuran 1x1x0,5 cm pada
clavicula kanan, dapat digerakan, kenyal dan tidak nyeri. Akitivitas pasien selama di rumah sakit dilakukan di tempat tidur. Pasien tidak memiliki
riwayat merokok. Pasien tidak memiliki riwayat alergi, tidak memiliki riwayat asma, pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan penyakit
keganasan, jari tabuh tidak ada. Pasien tidak ada riwayat minum obat anti tuberculosis, pasien tidak merokok, tidak ada riwayat terpapar dengan
asap rokok atau dekat pabrik. Pasien rujukan dari RS Pasar Rebo, dirawat selama 2 minggu dan dilakukan pungsi pleura sebanyak tiga kali
dengan jumlah cairan pleura yang keluar masing-masing sebanyak 1 liter. Inspeksi: pasien terpasang oksigen 4 liter per menit dengan
menggunakan nasal kanul, frekuensi pernapasan 24 x/menit, saturasi oksigen 97%, pengembangan paru asimetris kanan tertinggal trakea bergeser
ke kiri. Palpasi: vocal fremitus dada kanan menurun dibandingkan dengan dada kiri. Perkusi: pada dada kanan redup pada paru bagian bawah,
dada kiri sonor. Auskultasi: bronkovesikuler positif menurun pada dada kanan bagian bawah, bronkovesikuler positif pada dada kiri, ronkhi ada
pada paru kanan, ronkhi tidak ada pada paru kiri, wheezing tidak ada di kedua lapang paru. Hasil laboratorium: Analisa gas darah (2/3/15) pH
7,417, pCO2 35,1, pO2 68, HCO3 22,2, TCO2 23,2, Base excess -1,3, saturasi 93,6% (kesan: alkalosis respiratorik, hipoksemia). Roentgen foto
thorak (22/2/15) didapatkan efusi pleura dan suspek massa, foto thorak (2/3/15) didapatkan konsolidasi homogen pada paru bagian kanan,

Cairan: pasien mengeluh sesak, pasien ada riwayat post rawat di RSUD dan telah dilakukan nipungsi pleura selama 3 x dengan masing-masing
jumlah cairan yang dikeluarkan sebanyak 1 liter. Pasien tidak merasa kesulitan dalam minum dan buang air kecil. Pasien terpasang IVFD NaCl
0,9% 500ml/12 jam. Turgor kulit baik, Tekanan darah 150/80 x/menit, frekuensi nadi 107 x/menit, CRT < 3 detik, tidak ada distensi vena
jugularis JVP 5 – 2 cm, membrane mukosa mulut lembab, bunyi jantung I-II regular, tidak ada bunyi jantung tambahan. Hasil laboratorium:
Kimia klinik (2/3/15) ureum 28, creatinin 0,8.

Makanan: Pasien tidak ada keluhan mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi. Makan 3 x 1 porsi dan selalu dihabiskan, snack yang disajikan
habis. Keluhan mual dan muntah tidak ada. Pasien memiliki riwayat penurunan berat badan sebanyak 5 kg dalam 1 bulan terakhir, berat badan
terakhir 61 kg, TB 157 cm (IMT = 24,7 dalam kondisi baik), konjuntiva pucat. Hasil laboratorium: Kimia klinik (2/3/15) hemoglobin 14,6,
hematocrit 46, trombosit 547, leukosit 21,10, netrofil 77,5, eritrosit 5,77.

Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan di kamar mandi dengan

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


58

menggunakan kursi roda dan oksigen 4 liter per menit.

Aktivitas/istirahat: pasien mengeluh nyeri dada kanan, tapi tidak menjalar. Skala nyeri 3 (dalam rentang 0 – 10), nyeri yang dirasakan hilang
timbul, tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Kebutuhan tidur pasien terganggu jika nyeri terjadi, namuntidur pasien dapat digantikan saat
nyeri tidak dirasakan.

Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Pasien berkomunikasi dengan anak pasien yang selalu
menjaga pasien selama di rumah sakit, dan tamu pasien yang menjenguk pasien di rumah sakit.

Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap bahaya keluhan sesak yang bertambah berat, terapi yang diberikan: oksigen 4 liter per
menit. IVFD NaCl 0,9% 500 ml/12 jam, amlodipine 5 mg 1 x sehari.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap anak-anak pasien.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: Pasien memerlukan bantuan untuk sementara ini tidak dapat memenuhi kebutuhan ADLnya secara
mandiri, pasien tidak dapat mandi karena cepat lelah, pasien tidak dapat berganti pakaian karena kesulitan dengan infus yang terpasang, pasien
mengatakan sudah 2 hari tidak ganti pakaian, pasien bingung ketika ingin defekasi, karena biasa dilakukan di toilet. Manajemen/pencegahan
keadaan yang mengancam perkembangan normal: Pasien merupakan pribadi yang lebih sering memendam masalah sendiri dibandingkan
untuk diceritakan pada orang lain, pasien merasa cemas dengan kondisi penyakitnya, dan terus menanyakan pasien sakit apa.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: pasien akan direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan sputum BTA 3x, sputum kultur, sitology
sputum, biopsy jarum halus, transtorakal needle aspiration, pungsi pleura, bronkoskopi. Kewaspadaan terhadap masalah potensial yang
berhubungan dengan aturan: tidak ada kewaspadaan khusus yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan sputum BTA 3x, sputum kultur,
sitology sputum, biopsy jarum halus, transtorakal needle aspiration, pungsi pleura, bronkoskopi. Modifikasi gambar diri untuk memberikan
perubahan status kesehatan: Pasien masih merasa kebingungan dengan kondisi penyakitnya. Menyesuaikan gaya hidup untuk
mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan medis: pasien sekarang fokus kepada penyembuhan penyakitnya dengan mengikuti
anjuran yang diberikan oleh tenaga kesehatan selama di rumah sakit untuk masa depan dirinya dan keluarganya.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Gangguan Implementasi yang diberikan yaitu: manajemen asam basa
pertukaran gas, Evaluasi dilakukan setelah dilakukan intervensi selama 10 hari.
kelebihan cairan didapatkan data: keluhan sesak pada pasien masih ada, Keadaan umum pasien tampak pucat, kelelahah, compos mentis,
(Kompensasi Saturasi oksigen 95-99%% dengan 3 L/menit. Sianosis tidak ada. frekuensi pernapasan pasien 24x/menit, pasien tampak
seluruhnya) bungkuk, tidak penggunaan otot bantu pernapasan, napas dangkal. Hasil biopsy pleura(6/3/15): tidak representative (hanya
lemak). USG toraks: adanya cairan pada hemitoraks kanan kedalaman 5cm, ketebalan 4,28 cm, kesan: efusi pleura kanan.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


59

Pungsi pleura dikeluarkan cairan sebanyak 500ml, warna transudate kemerahan. Foto thorak (2/3/15) didapatkan
konsolidasi homogen pada paru bagian kanan. Hasil BJH (4/3/15): BTA 1 hasil negative. System keperawatan wholly
compensatory belum efektif. Perencanaan: lanjutkan intervensi manajemen asam-basa.
kelebihan cairan Implementasi yang diberikan yaitu manajemen dan monitoring cairan
Evaluasi dilakukan setelah dilakukan intervensi selama 10 hari
didapatkan data: Pasien mengatakan tidak mampu untuk berdiri karena sesak bertambah berat. Tanda-tanda vital:
frekuensi pernapasan 24 x/menit, tekanan darah 120/80mmHg, nadi 98x/menit. Tekanan vena jugularis JVP 5-2cm
(normal). BB belum dapat dikaji Karen pasien tampak kelelahan. Terpasang infus RL 500ml/12jam. Pungsi pleura 500 ml,
warna transudate kemerahan. Foto thorak (2/3/15) didapatkan konsolidasi homogen pada paru bagian kanan. Hasil
pemeriksaan cairan pleura: warna kuning keruh, protein 3,7, LDH 254, sel lekosit 459, sel PMN 5, MN 95 (eksudat).
Monitoring intake output:
Intake: minum 400ml+Infus 1000 = 1400ml.
Output: Urine 600ml+IWL 610+cairan pleura 500ml= 1710ml. system keperawatan partly compensatory belum efektif.
Perencanaan: lanjutkan intervensi manajemen dan monitoring cairan

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


60

No Resume Kasus
27 Diagnosa medis: karsinoma sel skuamosa paru kanan T4N0Mx stage IV PS 1
Faktor Kondisi Dasar
Tn. N, usia 63 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan usia lanjut, status kesehatan dalam proses pengobatan penyakit kronis,
Orientasi sosiokultural : pasien lulusan SMA, pekerjaan wiraswasta. Sistem perawatan kesehatan: pengobatan. Sistem keluarga: menikah,
tinggal bersama isteri. Pola hidup: selama menjalani masa pengobatan pasien dan isteri tinggal di rumah pribadi. Lingkungan: belum dapat
terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan untuk biaya hidup dipenuhi oleh anak pasien.
Universal Self Care Requisites
Udara: pasien mengeluh batuk berdahak warna putih, namun dahak sulit untuk dikeluarkan. Tipe pernapasan dada, riwayat kanker dalam
keluarga tidak ada, frekuensi pernapasan 20 x/menit, saturasi O2 98%, suhu 36,5oC. Inspeksi: pergerakan dada simetris. Palpasi: vocal fremitus
kanan sama dengan kiri. Perkusi: redup pada bagian apek paru kanan, dan sonor pada paru kiri. Auskultasi: vesikuler pada paru kanan dan kiri,
tidak terdapat ronkhi maupun wheezing.

Cairan: pasien tidak ada keluhan gangguan dalam hal cairan. Pasien tidak merasa kesulitan dalam minum dan buang air kecil. Turgor kulit baik,
Tekanan darah 110/70 x/menit, frekuensi nadi 80 x/menit, CRT < 3 detik, tidak ada distensi vena jugularis, membrane mukosa mulut lembab.
Hasil laboratorium: (16/2/15) natrium 142, kalium 3,6, chloride 104, albumin 3,3, ureum 17, kreatinin 0,8.

Makanan: Pasien tidak ada keluhan mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi. Makan 3 x 1 porsi dan selalu dihabiskan, snack yang disajikan
habis. Keluhan mual dan muntah tidak ada. Berat badan terakhir 57 kg, TB 165 cm (IMT = 20,9dalam rentang normal). Hasil laboratorium ada
nilai yang di luar batas normal: Kimia klinik (2/3/15) hemoglobin 12, hematocrit 35, trombosit 213.000, leukosit 8.18 (Netrofil 71,2, limfosit
16,4, monosit 9,4, eosinophil 1,8, basophil 1,2), eritrosit 3,94. Gula darah sewaktu normal 116mg/dL. Ureum 17, kreatinin 0,8, SGOT 14, SGPT
6.

Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan di kamar mandi mobilisasi
jalan.

Aktivitas/istirahat: pasien tidak merasakan adanya gangguan pada kebutuhan aktivitas/istirahat.

Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi.

Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap efek samping kemoterapi pasien diberikan premedikasi.

Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap isteri pasien.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: Pemenuhan ADL dilakukan mandiri oleh pasien sendiri. Manajemen/pencegahan keadaan yang

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


61

mengancam perkembangan normal: Pasien sudah berhenti merokok.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: pasien akan direncanakan untuk dilakukan kemoterapi lini ke II siklus ke-4, Kewaspadaan
terhadap masalah potensial yang berhubungan dengan aturan: kewaspadaan terjadinya ekstravasasi vascular dan efek samping kemoterapi,
Modifikasi gambar diri untuk memberikan perubahan status kesehatan: Pasien sudah mengetahui kondisi penyakitnya dan kooperatif dalam
menjalani pengobatan. Menyesuaikan gaya hidup untuk mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan medis: pasien sudah
berhenti merokok sejak didiagnosa terdapat gangguan pada parunya.

Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol


Keperawatan
bersihan jalan napasIntervensi yang diberikan: manajemen jalan napas, peningkatan batuk
tidak efektif
Evaluasi dilakukan setelah dilakukan intervensi selama 4 hari.
(00031) didapatkan data: Pasien mengeluh batuk berkurang. Pasien compos mentis. Frekuensi pernapasan 21 x/menit, saturasi O2
(Kompensasi 99%, suhu 36,5oC. Inspeksi: pergerakan dada simetris. Palpasi: vocal fremitus kanan sama dengan kiri. Perkusi: redup
sebagian) pada bagian apek paru kanan, dan sonor pada paru kiri. Auskultasi: vesikuler pada paru kanan dan kiri, tidak terdapat
ronkhi maupun wheezing. Pasien mobilisasi jalan. Sistem keperawatan partly compensatory efektif. Perencanaan anjurkan
pasien untuk tingkatkan hidrasi.
Risiko trauma Implementasi yang diberikan yaitu monitoring infus
vascular (00213) Evaluasi dilakukan setelah dilakukan intervensi selama 10 hari
didapatkan data: pasien direncanakan pulang, dan tidak terjadi trauma vascular pada area pemasangan infus. System
keperawatan partly compensatory efektif.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


62

No Resume Kasus
28 Diagnosa medis: Karsinoma paru kanan sel kecil extensive dissease
Tn. R, usia 61 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan lanjut usia, status kesehatan dalam proses pengobatan penyakit kronis,
Orientasi sosiokultural: pasien tidak lulus SD, pekerjaan dagang (wirasawata). Sistem perawatan kesehatan: pengobatan. Sistem keluarga:
menikah, tinggal bersama isteri pasien. Pola hidup: selama menjalani masa pengobatan pasien tinggal di rumah pribadi. Lingkungan: belum
dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien tidak ada keluhan sesak, namun ada batuk sedikit, tidak disertai dahak. Inspeksi: paru-paru kiri lebih tinggi dibanding paru kanan,
saat inspirasi paru kanan agak tertinggal, frekuensi pernapasan 24 x/menit. Palpasi: vocal fremitus kanan menurun dibanding kiri. Perkusi: agak
redup di bagian apek paru kanan, pada paru kiri sonor. Auskultasi: vesikuler menurun pada paru kanan dibanding paru kiri, ronkhi dan wheezing
tidak ada. Pemeriksaan Diagnostik: bone survey (6/1/15): tidak tampak tanda-tanda metastasi pada bone survey saat ini. CT scan toraks kontras
(12/2/15): dibandingkan dengan CT lama secara subyektif masa mengecil >75%, efusi pleura berkurang, saat ini tampak kistik bronkiektasis paru
kanan S7.10 yang pada CT lama tertutup masa, hepatomegaly. Torak foto (19/1/15): dibadningkan foto toraks tanggal 6/10/14 saat ini efusi
pleura kanan berkurang, terlihat konsolidasi di lapangan tengah paru kanan. TTNA (24/9/14): sediaan apus sitology TTNA mengandung sel
tumor ganas jenis karsinoma sel kecil. Laboratorium darah (22/2/15): Lekosit 9,83 ribu/mm3, netrofil 68,6%, limfosit 18,4%, monosit 8%,
eosinophil 4,8%, basophil 0,2%, eritrosit 4,22 juta/uL, hemoglobin 12,9g/dL, hematocrit 40%, trombosit 269 ribu/mm3, GDS 124 mg/dL,
Natrium 143 mmol/L, kalium 4 mmol/L, klorida 103 mmol/L, albumin 4g/dL, SGOT 19 U/L, SGPT 11 U/L, Ureum 28 mg/dL, kreatinin 0,7
mg/dL
Cairan: pasien tidak merasa ada keluhan yang berkaitan dengan cairan. Pasien tidak merasa kesulitan dalam minum dan buang air kecil. Kulit
tampak kering, Tekanan darah 110/60 x/menit, frekuensi nadi 92x/menit, CRT < 3 detik, tidak ada distensi vena jugularis, membrane mukosa
mulut lembab.Laboratorium (22/2/15) Ureum 28 mg/dL, kreatinin 0,7 mg/dL
Makanan: Pasien mengeluh nafsu makan menurun dan lemah. Mual ada, muntah tidak ada. Berat badan terakhir 40 kg, TB 159 cm (IMT = 15,8
dalam rentang kurang). Laboratorium darah (22/2/15): Lekosit 9,83 ribu/mm3, netrofil 68,6%, limfosit 18,4%, monosit 8%, eosinophil 4,8%,
basophil 0,2%, eritrosit 4,22 juta/uL, hemoglobin 12,9g/dL, hematocrit 40%, trombosit 269 ribu/mm3, GDS 124 mg/dL, Natrium 143 mmol/L,
kalium 4 mmol/L, klorida 103 mmol/L, albumin 4g/dL, SGOT 19 U/L, SGPT 11 U/L,
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: pasien mengeluhkan tidak bisa tidur beberapa hari ini karena sesak yang dirasakan sering terjadi pada malam hari. Dan sesak
juga dirasakan setelah pasien beraktivitas dan merasa kelelahan.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Pasien berkomunikasi dengan pasien lain di rumah
sakit, dan komunikasi pasien dnegan keluarga dilalkukan melalui telepon.
Pencegahan terhadap bahaya: pasien akan direncanakan kemoterapi siklus IV: karboplatin 600mg dalam 500 NaCl 0,9%, etoposide 120 mg
dalam 100 mL NaCl 0,9%.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga pasien.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: Pasien mobilisasi mandiri. Manajemen/pencegahan keadaan yang mengancam perkembangan

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


63

normal: pasien rutin mengikuti jadwal kemoterapi.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: pasien akan direncanakan kemoterapi siklus IV: karboplatin 600mg dalam 500 NaCl 0,9%, etoposide
120 mg dalam 100 mL NaCl 0,9%. Kewaspadaan terhadap masalah potensial yang berhubungan dengan aturan: tidak ada kewaspadaan
khusus Modifikasi gambar diri untuk memberikan perubahan status kesehatan: Pasien sudah mengetahui kondisi penyakitnya dan
kooperatif dalam menjalani pengobatan. Menyesuaikan gaya hidup untuk mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan medis:
pasien sudah mengikuti anjuran medis.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Ketidakseimbangan Implementasi yang diberikan yaitu manajemen nutrisi, terapi nutrisi, peningkatan berat badan.Evaluasi dilakukan setelah
nutrisi: kurang dari dilakukan intervensi selama 4 hari
kebutuhan tubuh didapatkan data: Pasien tidak ada alergi makanan. Diit biasa tinggi kalori tinggi protein rute oral 2124 kkal. Porsi makan
(00002) selalu dihabiskan, snack dan susu habis. Protokol kemoterapi sudah dijalankan. Terapi antiemetic sudah diberikan sesuia
protocol kemoterapi. Pasien direncanakan pulang hari ini. Sistem keperawatan partly kompensatori efektif.
Risiko trauma Implementasi yang diberikan: monitoring infus
vascular (00213) Evaluasi dilakukan setelah dilakukan intervensi selama 4 hari
didapatkan data: Pasien sudah selesai kemoterapi siklus IV. Tanda-tanda ekstravasasi: rasa terbakar, kemerahan, panas di
area tempat insersi, infiltrasi, ekstravasasi, edema, sekresi, kaku atau adanya indurasi tidak ada. Pasien direncanakan
pulang hari ini. Sistem keperawatan efektif.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


64

No Resume Kasus
29 Diagnosa medis: karsinoma sel skuamosa paru kanan T3N0M1a (Nodul kontralateral) stage IV PS 1, PPOK stabil, Hipertensi grade II belum
terkontrol
Faktor Kondisi Dasar
Tn. S, usia 71 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan usia lanjut, status kesehatan dalam proses pengobatan penyakit kronis,
Orientasi sosiokultural : pasien lulusan SMA, pekerjaan pensiunan polisi. Sistem perawatan kesehatan: pengobatan. Sistem keluarga:
menikah, tinggal bersama isteri. Pola hidup: selama menjalani masa pengobatan pasien dan isteri tinggal di kamar sewa dekat RSUP
Persahabatan. Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan untuk biaya hidup dipenuhi oleh anak
pasien dan dari gaji pensiun pasien.
Universal Self Care Requisites
Udara: pasien mengeluh sesak napas 4 hari sebelum masuk rumah sakit dan memberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak
dipengaruhi oleh cuaca dan aktivitas, dan tidak berkurang saat dilakukan nebulizer dan meminum obat-obatan pengurang sesak yang dimiliki
pasien. Pasien terbiasa menggunakan Berotec (bila sesak), Spiriva (1x1), seretide (2x1), metil prednisolone (3x1 tablet), teosal (3x1/2 tablet),
pasien merasa sesak berkurang jika sudah diberikan obat yang melalui suntikan. Pasien memiliki riwayat merokok 2 bungkus sehari selama 30
tahun (indeks brinkman berat). Inspeksi: asimetris kanan tertinggal, bentuk dada barrel chest, tipe pernapasan dada. Palpasi: vocal fremitus kanan
menurun jika dibandingkan dengan kiri. Perkusi: redup di sela iga ke II, sonor pada paru kiri. Auskultasi: bronkovesikuler menurun pada paru
kanan, bronkovesikuler pada paru kiri, ronkhi tidak ada, didapatkan wheezing pada paru kanan dan kiri, ekspirasi memanjang. Roentgen foto
thorak (26/1/15) terdapat gangguan dengan kesimpulan: cor CTR normal, nodul multiple paru bilateral disertai emfisema, Spirometri (26/01/15)
kesan: restriksi ringan 60-79%, obstruksi sedang 30-59%.

Cairan: pasien tidak ada keluhan gangguan dalam hal cairan. Pasien tidak merasa kesulitan dalam minum dan buang air kecil. Pasien terpasang
IVFD RL 500ml/24 jam. Turgor kulit baik, Tekanan darah 160/90 x/menit, frekuensi nadi 88 x/menit, CRT < 3 detik, tidak ada distensi vena
jugularis, membrane mukosa mulut lembab. Hasil laboratorium: (2/3/15) natrium 143, kalium 3,3, chloride 104. Hasil echocardiografi (2/2/15):
cor pulmonale, EF 67,59%, adanya hipertensi pulmonal Hasil CCT (26/02/15): volume urine 3200 ml, diuresis 2,22 ml/menit, ureum 25 mg/dL,
creatinin 1 mg/dL, kreatinin urin 24,04 mg/dL, creatinin clearance 67,49 mL/menit

Makanan: Pasien tidak ada keluhan mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi. Hanya saja pasien tidak nafsu makan pada saat sesak terjadi, dan
sesak yang dirasakan belakangan ini semakin sering. Makan 3 x 1 porsi dan selalu dihabiskan jika dalam kondisi tidak sesak., snack yang
disajikan habis. Keluhan mual dan muntah tidak ada. Berat badan terakhir 43 kg, TB 158 cm (IMT = 17,22 berat badan kurang), Diit rendah
karbohidrat rendah garam II 2088 kkal. Hasil laboratorium: Kimia klinik (2/3/15) hemoglobin 15,2, hematocrit 46, trombosit 245.000, leukosit
10,02, SGOT 17, SGPT 12.

Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan di kamar mandi mobilisasi
jalan. Hasil CCT(26/2/15): volume urin 3200ml, diuresis 2,22, ureum 25, kreatinin 1 mg/dL, kreatinin urin 24,05 mg/dL, creatinin clearance
67,49 mL/menit.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


65

Aktivitas/istirahat: pasien tidak merasakan adanya gangguan pada kebutuhan aktivitas/istirahat.

Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Pasien berkomunikasi dengan isteri pasien dan
pengunjung.

Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap bahaya keluhan sesak yang bertambah berat, terapi yang diberikan: metilprednisolon 3 x 4
mg, teosal 3 x ½ tablet, berotec bila sesak, Spiriva 1 x 1, seretide 2 x 1, ventolin 3 x 1. Pencegahan terhadap bahaya tekanan darah tinggi,
diberikan terapi: amlodipine 1 x 5 mg dan captopril 1 x 25 mg, IVFD RL 500ml/24jam. Multivitamin 1 x 1 tablet.

Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap isteri pasien.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: Dalam memenuhi kebutuhan ADLnya selama di rumah sakit dibantu oleh isteri pasien.
Manajemen/pencegahan keadaan yang mengancam perkembangan normal: Pasien sudah berhenti merokok, pasien rutin control ke poli
asma untuk memeriksakan kesehatannya.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: pasien akan direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan sputum kultur, Kewaspadaan terhadap
masalah potensial yang berhubungan dengan aturan: tidak ada kewaspadaan khusus yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan sputum
kultur, Modifikasi gambar diri untuk memberikan perubahan status kesehatan: Pasien sudah mengetahui kondisi penyakitnya dan
kooperatif dalam menjalani pengobatan. Menyesuaikan gaya hidup untuk mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan medis:
pasien sudah berhenti merokok sejak didiagnosa terdapat gangguan pada parunya.

Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol


Keperawatan
bersihan jalan napas Intervensi yang diberikan: manajemen jalan napas, peningkatan batuk
tidak efektif Evaluasi dilakukan setelah dilakukan intervensi selama 4 hari.
(00031) didapatkan data: Pasien mengatakan sesak tidak pernah kambuh selama di rumah sakit. Auskultasi: bronkovesikuler
(Kompensasi menurun pada paru kanan, bronkovesikuler pada paru kiri, ronkhi tidak ada, didapatkan wheezing masih ada pada paru
seluruhnya) kanan dan kiri, ekspirasi memanjang. Pola pernapasan dada. Pasien hari ini tidak merasa sesak, frekuensi pernapasan
18x/menit, tekanan darah 140/90mmHg, nadi 90 x/menit. Sputum berwarna putih. Terpasang oksigen 3 L/menit kadangan
tanpa oksigen, saturasi 96-97%. Pasien mobilisasi jalan. Terapi: metilprednisolon 4 mg dan teosal ½ tablet sudah
diberikan, inhalasi ventolin sudah diberikan. PFR sebelum inhalasi 60, PFR sesudah inhalasi 60. Roentgen foto thorak
(26/1/15) terdapat gangguan dengan kesimpulan: cor CTR normal, nodul multiple paru bilateral disertai emfisema.
Spirometri (26/01/15) kesan: restriksi ringan 60-79%, obstruksi sedang 30-59%. System keperawatan efektif. Perencanaan
lanjutkan intervensi manajemen jalan napas dan peningkatan batuk.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


66

Ketidakseimbangan Intervensi: manajemen nutrisi, terapi nutrisi, peningkatan berat badan.Evaluasi dilakukan setelah dilakukan intervensi
nutrisi: kurang dari selama 4 hari.
kebutuhan tubuh didapatkan data: Pasien mengatakan porsi makan selalu dihabiskan, Berat badan terakhir 43 kg, TB 158 cm (IMT = 17,22
(00002) berat badan kurang). Diit rendah karbohidrat rendah garam II 2088 kkal, Porsi makan pagi dan siang hari ini habis 1 porsi,
(kompensasi snack habis. Terpasang infus RL 500ml/24jam. Terapi ranitidine 50 mg intravena dan multivitamin 1 tablet sudah
sebagian) diberikan. Hasil laboratorium: Kimia klinik (2/3/15) hemoglobin 15,2, hematocrit 46, trombosit 245.000, leukosit 10,02
(kemungkinan infeksi), SGOT 17, SGPT 12. Sistem keperawatan efektif. Perencanan lanjutkan intervensi manajemen
nutrisi, terapi nutrisi, peningkatan berat badan

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


67

No Resume Kasus
30 Diagnosa medis: asma akut sedang pada asma persisten sedang, tumor mediastinum dd/tumor paru, dd/ TB Paru
Faktor Kondisi Dasar
Ny. R, usia 52 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa pertengahan, status kesehatan dalam proses pengobatan
penyakit kronis, Orientasi sosiokultural: pasien tidak lulus SD, pekerjaan ibu rumah tangga. Sistem perawatan kesehatan: pengobatan. Sistem
keluarga: menikah, tinggal bersama suami pasien. Pola hidup: selama menjalani masa pengobatan pasien tinggal di rumah pribadi.
Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan untuk biaya hidup dipenuhi oleh suami pasien yang
bekerja sebagai wiraswasta.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien mengeluh sesak napas yang semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan memberat saat aktivitas,
kondisi kelelahan, dan terutama saat malam hari, dan membuat pasien hampir setiap hari terbangun dimalam hari. Sesak yang dirasakan disertai
bunyi mengi. Pasien juga mengeluh batuk berdahak yang sudah dirasakan selama + 1 minggu, dahak berwarna putih, demam tidak ada, nafsu
makan baik, penurunan berat badan tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Riwayat penyakit keluarga: ayah memiliki riwayat asma.
Inspeksi:pernapasan simetris, tipe pernapasan dada, frekuensi pernapasan 24x/menit, saturasi 97%. Palpasi: vocal fremitus sama antara kanan dan
kiri. Perkusi: sonor di kedua lapang paru. Auskultasi: vesikuler kanan dan kiri, tidak ada ronkhi, wheezing kanan dan kiri, ekspirasi memanjang.
Roentgen foto thorak (25/2/15 terdapat gangguan dengan kesimpulan konsolidasi homogen.. Analisa gas darah (9/3/15) pH 7,370, pCO2 34,2,
pO2 82, HCO3 22,2, Base excess -2,7 (kesan: asidosis metabolic).

Cairan: pasien tidak merasa ada keluhan yang berkaitan dengan cairan. Pasien tidak merasa kesulitan dalam minum dan buang air kecil. Pasien
terpasang IVFD NaCl 0,9% 500ml+aminophilin 360mg/24 jam. Turgor kulit baik, Tekanan darah 180/100 x/menit, frekuensi nadi 98x/menit,
CRT < 3 detik, tidak ada distensi vena jugularis, membrane mukosa mulut lembab. Hasil laboratorium: (9/3/15) natrium 143, kalium 3,7, chloride
103, ureum 19, kreatinin 0,8.

Makanan: Pasien tidak ada keluhan mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi. Makan 3 x 1 porsi dan selalu dihabiskan, snack yang disajikan
habis. Keluhan mual dan muntah tidak ada. Berat badan terakhir 58 kg, TB 155 cm (IMT = 24,1 dalam rentang normal). Hasil laboratorium:
Kimia klinik (9/3/15) hemoglobin 13,9, hematocrit 41, trombosit 269.000, leukosit 13.480 (netrofil 55,6, limfosit 26, monosit 8,6, eosinophil 9,4,
basophil 0,4 ).

Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.

Aktivitas/istirahat: pasien mengeluhkan tidak bisa tidur beberapa hari ini karena sesak yang dirasakan sering terjadi pada malam hari. Dan sesak
juga dirasakan setelah pasien beraktivitas dan merasa kelelahan.

Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Pasien berkomunikasi dengan pasien lain di rumah
sakit, dan komunikasi pasien dnegan keluarga dilalkukan melalui telepon.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap bahaya keluhan sesak yang bertambah berat, terapi yang diberikan: oksigen 3 liter per

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


68

menit, IVFD NaCl 0,9% 500ml+aminophilin 360mg/24 jam, inhalasi combivent 4x/hari, injeksi metilprednisolon 2x62,5 mg, ambroxol sirup 3 x
CI, ranitidine 2x50mg.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga pasien.

Kebutuhan Perawatan Diri Sesuai Dengan Perkembangan


Pemeliharaaan kebutuhan perkembangan: Dalam memenuhi kebutuhan ADLnya selama di rumah sakit dibantu oleh perawat.
Manajemen/pencegahan keadaan yang mengancam perkembangan normal: Pasien rutin control ke poli asma untuk memeriksakan
kesehatannya.

Kebutuhan Perawatan Diri Yang Berhubungan Dengan Penyimpangan Status Kesehatan


Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: pasien akan direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan APE harian, spirometri jika keadaan pasien
sudah stabil, CT scan torak dengan kontras, tumor marker (β HCG, LDH, AFP, CEA), sputum BTA 3x, bronkoskopi, EKG, Kewaspadaan
terhadap masalah potensial yang berhubungan dengan aturan: tidak ada kewaspadaan khusus yang berhubungan dengan tindakan
pemeriksaan sputum kultur, Modifikasi gambar diri untuk memberikan perubahan status kesehatan: Pasien sudah mengetahui kondisi
penyakitnya dan kooperatif dalam menjalani pengobatan. Menyesuaikan gaya hidup untuk mengakomodasi perubahan status kesehatan dan
aturan medis: pasien sudah mengikuti anjuran medis.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
bersihan jalan napas Implementasi yang sudah diberikan: manajemen jalan napas, peningkatan batuk.
tidak efektif
(00031) Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 5 hari. Data yang didapatkan adalah: Pasien mengatakan sesak
(Kompensasi tidak ada, batuk berkurang, dahak berkurang. Pasien compos mentis. Tekanan darah 150/90mmHg, nadi 92x/menit.
seluruhnya) Inspeksi:pernapasan simetris, tipe pernapasan dada, frekuensi pernapasan 18x/menit. Palpasi: vocal fremitus sama antara
kanan dan kiri. Perkusi: sonor di kedua lapang paru. Auskultasi: vesikuler kanan dan kiri, tidak ada ronkhi, wheezing
kanan dan kiri, ekspirasi memanjang. oksigen room air, Saturasi oksigen 96-99%. Akses intravena terpasang, phlebitis
tidak ada. Sudah diberikan terapi inhalasi combivent dan flexotide. PFR sebelum inhalasi 150, setelah inhalasi 280. Terapi
ranitidine 50 mg intravena, ambroxol 1 CI, azitromisin 500 mg oral, dan levofloxacin 750mg intravena sudah diberikan.
Roentgen foto thorak (25/2/15) terdapat gangguan dengan kesimpulan konsolidasi homogen. system keperawatan efektif.
Perencanaan lanjutkan manajemen jalan napas, dan peningkatan batuk.

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015


Lampiran 6

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI
Nama : Juhdeliena
Tempat, Tanggal lahir : Bandung, 7 Desember 1986
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Terusan Gumuruh No. 195 RT 06 RW 07
Bandung 40275
Handphone : 082111652011
Email : juhdelienasihombing@gmail.com

PENDIDIKAN
1. 2014 – 2015 : Program Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Universitas Indonesia
2. 2012 – 2014 : Program Magister Ilmu Keperawatan Peminatan
Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia
3. 2008 – 2009 : Program Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Immanuel Bandung
4. 2004 – 2008 : Program Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Immanuel Bandung
5. 2001 – 2004 : SMAN 22 Bandung Jurusan IPA
6. 1998 – 2001 : SLTP Katolik Providentia Bandung
7. 1992 – 1998 : SDN Karang Pawulang 3 Bandung

PENGALAMAN
2010 – 2012 : Perawat pelaksana di Rumah Sakit Siloam Hospital
Lippo Village Karawaci Tangerang

Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai