JUHDELIENA
1206195413
JUHDELIENA
1206195413
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
dengan berkat dan anugrah-Nya penyusunan Laporan Karya Ilmiah Akhir dengan
judul “Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah Dengan
Pendekatan Teori Model Self-Care Orem Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Respirasi: Penyakit Tuberkulosis dengan Diabetes Melitus di RSUP Persahabatan
Jakarta” dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa laporan Karya Ilmiah
Akhir ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia;
2. Dr. Novy H.C. Daulima, S.Kp., MSc., selaku Ketua Program Studi Magister
dan Spesialis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia;
3. Agung Waluyo, S.Kp., MSc., Ph.D, selaku Supervisor Utama yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis pada penyusunan Karya Ilmiah Akhir
ini;
4. I Made Kariasa, S.Kp., M.M., M.Kep., Sp.KMB, selaku Supervisor yang
memberikan masukan, bimbingan serta arahan kepada penulis dalam
menyusun Karya Ilmiah Akhir ini;
5. Sri Purwaningsih, S.Kp., M.Kes., selaku Supervisor Klinik yang telah banyak
memfasilitasi penulis dalam pelaksanaan praktik residensi serta membimbing
penulisan Karya Ilmiah Akhir ini;
6. Ns. Enny Mulyatsih, M.Kep., Sp. Kep.MB., selaku Dosen penguji yang telah
memberikan saran dan arahan demi kesempurnaan Karya Ilmiah Akhir Ini.
7. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta dan seluruh staf
yang telah memberikan kesempatan dan memfasilitasi penulis dalam proses
pelaksanaan praktik residensi spesialis keperawatan;
8. Seluruh rekan sejawat perawat dan tim di RSUP Persahabatan Jakarta
khususnya Ruang Soka Atas, Poli Asma, Poli Paru, Ruang Instalasi Gawat
Darurat, Ruang Intensive Care Unit, Ruang Gema Soka Bawah dan Ruang
Semoga semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada
penulis diberikan berkat yang melimpah oleh Tuhan Yang Maha Esa. Penulis
sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik demi perbaikan Karya Ilmiah
Akhir ini.
Penulis
vi
HALAMAN JUDUL……………………………………………………..… ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………... iii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………..……. iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………… v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………... vii
ABSTRAK…………………………………………………………………. viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………. x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xii
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………….. 1
1.2 Tujuan Penulisan……………………………………………… 7
1.3 Manfaat Penulisan……………………………………………. 7
BAB 4 PEMBAHASAN………………………………………………….. 68
4.1 Analisa Kasus Kelolaan……………………………………….. 68
4.2 Analisa Kasus Resume………………………………………... 83
4.3 Analisa Penerapan Praktek Keperawatan Berbasis Bukti……. 87
4.4 Analisa Penerapan Kegiatan Inovasi………………………….. 90
DAFTAR PUSTAKA
xi
xii
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, tujuan dan manfaat
penyusunan laporan analisis praktik residensi yang meliputi seluruh proses
kegiatan yang dilakukan selama mengikuti residensi keperawatan sistem respirasi.
1 Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
2
Selain berdampak pada kematian, berbagai stigma akan muncul setelah orang
mendapatkan diagnosa menderita TB. Stigma yang dapat muncul diantaranya
adalah bahwa TB paru dianggap sebagai „kutukan‟ pada keluarga, diskriminasi
social pun dapat terjadi sampai kepada isolasi social keluarga yang dianggap
mengalami „kutukan‟, tidak jarang untuk menghindari diskriminasi social tersebut
keluarga „menyembunyikan‟ pasien TB, sehingga pasien TB pun akan mengalami
isolasi dalam keluarganya. Pasien TB yang takut untuk mengalami diskriminasi
dapat mengakibatkan pasien menunda untuk mencari bantuan pengobatan,
sehingga pasien TB akan menjadi sakit parah, menulari orang lain dan akhirnya
meninggal. Karena keluarga takut dengan stigma TB maka keluarga akan
menyembunyikan penyebab kematian dari pasien TB, padahal informasi tersebut
berguna dalam screening TB. Stigma pada pasien TB dapat mengakibatkan
pasien TB enggan untuk melaksanakan pengobatan selama berbulan-bulan, karena
takut diketahui oleh orang lain. Selain itu stigma TB juga berpengaruh terhadap
kondisi social ekonomi, dimana pasien TB akan berisiko untuk kehilangan
pekerjaan sehingga pendapatan akan semakin berkurang, dampak lainnya pada
wanita yang sudah menikah adalah kekhawatiran adanya penolakan dari suami
karena dianggap tidak mampu merawat keluarga (Courthwright & Turner, 2010).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
3
DOTS merupakan strategi yang telah dilakukan sejak tahun 1992 sampai sekarang
(Symposium Pulmonary Infection, 2015). Penerapan strategi DOTS pada awalnya
hanya di puskesmas saja, namun diperluas ke rumah sakit. Berdasarkan hasil
monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh program nasional TB tahun 2005
menyebutkan bahwa meskipun angka penemuan kasus TB di rumah sakit cukup
tinggi, angka keberhasilan pengobatan masih rendah yaitu dibawah 50% dengan
angka keberhasilan pengobatan masih rendah (dibawah 50%) dan angka putus
obat mencapai 50% - 85% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Sasaran tenaga medis yang terlibat dalam penanganan TB adalah dokter spesialis,
dokter umum, dan perawat. Namun Pelatihan DOTS yang diberikan paling
banyak pada dokter yaitu sebanyak 250 orang, sedangkan perawat hanya
berjumlah 23 orang pada perawat yang berada di wilayah DKI (Kementerian
Kesehatan RI, 2013). Jumlah perawat yang diberikan pelatihan DOTS belum
dapat menjangkau pasien TB yang cukup banyak.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
4
Perawat sebagai salah satu dari tim kesehatan memegang peranan penting dalam
menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Potter & Perry, 2009).
Layanan keperawatan merupakan bentuk pelayanan profesional yang berbentuk
layanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif yang ditujukan pada
individu, keluarga dan masyarakat (Kelompok Kerja Keperawatan 1992 dalam
Sitorus 2005). Perawat dengan keahlian dalam praktik spesialisasi tertentu di
klinik dinamakan sebagai perawat klinik spesialis (Clinical Nurse Specialist,CNS)
atau dapat disebut juga ners spesialis. Ners spesialis mengkhususkan diri pada
penyakit tertentu, dalam hal ini residen mengkhususkan diri dalam bidang
respirasi. Peran ners spesialis respirasi sebagai klinisi ahli, pendidik, manajer
kasus, konsultan, dan peneliti untuk merencanakan atau memperbaiki kualitas
keperawatan bagi klien dan keluarganya dalam sistem respirasi (Potter & Perry,
2009).
Peran ners spesialis terhadap pemantauan pasien TB adalah memastikan tidak ada
interupsi terjadi selama pengobatan, efek samping cepat teridentifikasi dan
dilakukan penatalaksanaan, memastikan adanya perkembangan dari kondisi
pasien, melakukan home visit, melakukan control TB dan memastikan bahwa
pasien melakukan pengobatan dengan tuntas, memastikan bahwa pasien diberi
obat yang benar, dan memberi dukungan bagi pasien dan keluarga (Bell, 2004).
Selain pada kasus TB, peran ners spesialis harus dimiliki untuk
diimplementasikan dalam praktik keperawatan. Sebagai wujud nyata dalam
menerapkan peran ners spesialis maka residen menjalankan praktik residensi
Keperawatan Medikal Bedah (KMB).
Praktik residensi KMB peminatan sistem respirasi dijalankan selama kurang lebih
2 semester dan dilaksanakan di RSUP Persahabatan Jakarta. Selama rentang
waktu tersebut sebelum residen menjalankan praktik residensi, residen bersama
dengan kelompok membuat learning outcome bagi ners spesialis sistem respirasi
yang mencakup tentang penguasaan sikap, penguasaan pengetahuan, dan
penguasaan keterampilan. Kemudian residen menjalani praktik residensi, dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
5
Peran ners spesialis sebagai manajer kasus, residen mengelola 30 orang pasien
dengan gangguan sistem respirasi dengan tujuan agar residen dapat menjadi
manajer asuhan klinik, adapun ruangan yang menjadi tempat praktik residen yaitu
ruang Soka Atas, Poli Asma, Poli TB, Instalasi Gawat Darurat, Intensive Care
Unit, Gema Soka Bawah, dan Bedah Thorak. Tahapan asuhan yang diberikan
yaitu pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan, menetapkan intervensi
keperawatan, mengimplementasikan asuhan keperawatan dan mengevaluasi
asuhan keperawatan yang telah diberikan. Asuhan keperawatan yang diberikan
menggunakan model Self-Care Orem. Penerapan teori ini bertujuan untuk
mengatasi keterbatasan manusia. Fokus keperawatan Self-Care Orem berdasarkan
kepada kebutuhan manusia untuk tindakan perawatan diri, penyediaan dan
pengelolaan perawatan diri yang dilakukan secara terus-menerus untuk
mempertahankan hidup dan kesehatan, sembuh dari penyakit atau cedera, dan
mengatasi efek dari sakit atau cedera (Alligood, 2010). Proses keperawatan
menurut Self-Care Orem terdiri dari 3 tahapan yaitu pengkajian (Basic
conditioning factors, Universal self-care requisite, Developmental self-care
requisite, Health deviation self-care), diagnostic operation dan prescriptive
operation, regulatory operation dan control operation.
Peran ners spesialis yang dilakukan selain sebagai manajer kasus yaitu peran yang
diterapkan selama proses residensi yaitu sebagai pemberi layanan keperawatan
melalui penerapan praktik keperawatan berbasis bukti, Praktik keperawatan
berbasis bukti merupakan suatu pendekatan pemecahanan masalah dalam praktik
klinis yang mengintegrasikan penggunaan bukti terbaik ke dalam praktik terbaik
bagi pasien (Potter & Perry, 2009). Untuk dapat menerapkan tindakan
keperawatan dengan bukti terbaik maka residen melakukan critical review hasil
jurnal penelitian. Tindakan praktik keperawatan berbasis bukti yang dilaksanakan
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
6
yaitu tindakan keperawatan terkait oral hygiene pada pasien yang terpasang
ventilasi mekanik. Pasien yang terpasang ventilasi mekanik akan berisiko untuk
memiliki komplikasi terjadinya ventilator associated pneumonia (VAP). Pada
pasien yang terintubasi secara konstan rongga mulut akan selalu terbuka, pasien
akan mengalami gangguan dalam menelan dan regulasi saliva. Aliran saliva
merupakan faktor penting dalam menjaga kesehatan mulut dengan fungsi saliva
sebagai antimikroba, sebagai lubrikasi, dan sebagai dapar. Pada pasien yang
terintubasi maka terjadi akses langsung kepada jalan napas bagian bawah
sehingga teraspirasinya kolonisasi secret dalam rongga oropharyngeal ke dalam
saluran pernapasan bagian bawah merupakan mekanisme yang paling penting
dalam perkembangan VAP. Salah satu perawatan mulut yang dianjurkan pada
pasien yang terpasang ventilasi mekanik adalah dengan menggunakan
chlorhexidine 0,12% yang sudah terbukti dapat mencegah terjadinya VAP pada
pasien yang terpasang ventilasi mekanik.
Peran ners spesialis selanjutnya yang dilakukan residen adalah sebagai inovator,
melakukan inovasi sesuai dengan identifikasi masalah yang telah dilakukan
selama masa praktik di lahan praktik. Inovasi dilakukan oleh residen secara
berkelompok yaitu dengan membuat modifikasi water seal drainage (WSD) 1
botol. Modifikasi WSD 1 botol tersebut berfokus pada dua isu penting
keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu keselamatan pasien (patient safety) dan
keselamatan pekerja atau petugas kesehatan. Adapun bentuk modifikasi yang
dilakukan berupa “Hanger WSD” yang akan ditempatkan di tempat tidur dengan
cara digantung, yang diyakini mampu memberikan stabilisasi lebih kuat dan aman
dibandingkan dengan cara penempatan WSD yang sudah ada saat ini. Bentuk
modifikasi yang lain adalah “penutup lubang botol WSD dengan kayu”, yang
diyakini lebih kuat, indah dan mampu mencegah tranmisi kuman dari lingkungan
luar.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
7
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
8
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
BAB 2
STUDI PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas mengenai teori dan konsep yang berhubungan dengan
kasus kelolaan yaitu tuberkulosis, teori model keperawatan yang dipakai pada
kasus kelolaan yaitu Model Self-Care Orem, praktik keperawatan berbasis bukti
mengenai oral hygiene menggunakan chlorhexidine 0,12% pada pasien yang
menggunakan ventilator, dan kegiatan inovasi modifikasi WSD 1 botol di RSUP
Persahabatan Jakarta.
2.1.2 Klasifikasi
Kementerian Kesehatan RI mengklasifikasikan tuberculosis berdasarkan lokasi
anatomi penyakit, riwayat pengobatan sebelumnya, hasil bakteriologis dan uji
resistensi OAT, dan status HIV.
Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dibagi menjadi dua, yaitu (1) TB paru
yang merupakan kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial.
TB milier juga termasuk dalam TB paru karena lesi terdapat di paru. Pasien yang
mengalami TB paru dan ekstraparu diklasifikasikan ke dalam TB paru, (2) TB
ekstraparu merupakan kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim paru
seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran genitourinaria, kulit, sendi
9 Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
10
dan tulang, selaput otak, yan gditegakkan secara klinis atau histologis dan
bakteriologis.
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan yaitu kasus baru dan kasus dengan
riwayat pengobatan sebelumnya. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah
mendapatkan OAT sebelumnya atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1
bulan. Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang pernah
mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih. Dibagi lagi menjadi enam yaitu kasus
kambuh (pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan), kasus pengobatan
setelah gagal (pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan
gagal pada akhir pengobatan), kasus setelah putus obat (pasien yan gpernah
menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2
bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir pengobatan),
kasus dengan riwayat pengobatan lainnya (pasien sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan hasil akhir pengobatannya tidak diketahui atau tidak
didokumentasikan), pasien pindah (pasien yang dipindah dari register TB lain
untuk melanjutkan pengobatan), dan pasien yang tidak diketahui riwayat
pengobatan sebelumnya (pasien yang tidak dapat dimasukkan dalam salah satu
kategori diatas.
Klasifikasi berdasarkan status HIV dibagi menjadi tiga yaitu kasus TB dengan
HIV positif (kasus TB konfirmasi bakteriologis atau klinis yang memiliki hasil
positif utnuk tes infeksi HIV yang dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB
atau memiliki bukti dokumentasi bahwa pasien telah terdaftar di register HIV atau
obat antiretroviral/ARV atau praterapi ARV), kasus TB dengan HIV negative
(kasus TB konfirmasi bakteriologis atau klinis yang memiliki hasil negative untuk
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
11
tes HIV yang dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB), dan kasus TB
dengan status HIV tidak diketahui (kasus TB konfirmasi bakteriologis atau klinis
yang tidak memiliki hasil tes HIV dan tidak memiliki bukti dokumentasi telah
terdaftar dalam register HIV).
2.1.4 Patofisiologi
Proses infeksi penyakit tuberculosis dibagi menjadi dua yaitu infeksi primer dan
infeksi sekunder. Infeksi primer adalah waktu pertama kali terinfeksi TB. Kuman
TB yang dibatukkan/dibersinkan akan menghasilkan droplet nuclei dalam udara,
sifat kuman TB dalam udara bebas bertahan 1 – 2 (tergantung sinar
ultraviolet/sinar UV, ventilasi dan kelembaban) dalam suasana lembab dapat
tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Karena sifat kuman TB ini tidak tahan
terhadap sinar ultraviolet maka penularan lebih sering terjadi pada malam hari.
Kuman TB terhisap orang sehat, kemudian menempel pada saluran napas dan
jaringan paru, kuman TB dapat masuk ke alveoli jika ukuran kurang dari 5µm,
maka neutrophil dan makrofag akan bekerja dalam hitungan jam untuk
memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Kuman TB ini
tumbuh lambat dan membelah diri setiap 18-24 jam pada suhu yang optimal, dan
berkembang biak pada tekanan oksigen 140 mmH2O di paru. Kuman TB yang
berada dalam makrofag akan mengalami proliferasi, pada akhirnya proliferasi ini
akan menyebabkan lisis makrofag. Makrofag tersebut kemudian bermigrasi ke
dalam aliran limfatik dam mempresentasikan antige M. tuberculosis pada limfosit
T. Limfosit T CD4 merupakan sel yang memainkan peran penting dalam respon
imun, sedangkan Limfosit T CD8 memiliki peranan penting dalam proteksi
terhadap TB. Peran Limfosit T CD4 menstimulasi pembentukan fagolisosom pada
makrofag yang terinfeksi dan memaparkan kuman pada lingkungan yang sangat
asam, selain itu juga Limfosit T CD4 menghasilkan nitrit oxide yang mampu
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
12
menyebabkan destruktif oksidatif pada bagian – bagian kuman, mulai dari dinding
sel hingga DNA. Selain menstimulasi makrofag untuk membunuh kuman TB, sel
Limfosit T CD4 juga merancang pembentukan granuloma dan nekrosis kaseosa
(Cahyadi & Venty, 2011). Granuloma terbentuk bila penderita memiliki respon
imun yang baik walaupun sebagian kecil mikobakterium hidup dalam granuloma
dan menetap di tubuh manusia dalam jangka waktu yang lama. Granuloma
membatasi penyebaran dan multiplikasi kuman dengan membentuk jaringan
fibrosis yang mengelilingi granuloma (focus primer). Focus primer yang
mengalami kalsifikasi bersama pembesaran nodus limfa disebut kompleks Gohn.
Lesi ini dapat sembuh sama sekali tanpa cacat, dapat berkomplikasi dan
menyebar, dan dapat sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-
garis fibrotic, kalsifikasi di hilus dan lesi pneumonia yang luasnya lebih dari 5
mm, 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant,
yang merupakan cikal bakal TB sekunder (Black & Hawks, 2014; Rab, 2010;
Price & Wilson, 2005).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
13
a. Batuk: gejala batuk yang timbul paling awal dan merupakan gangguan yang
paling seering dikeluhkan. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk
biasa atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan secret
akan terkumpul saat penderita tidur dan dikeluarkan pada saat bangun di pagi
hari. Bila proses destruksi berlanjut maka secret dikeluarkan terus-menerus dan
batuk menjadi lebih dalam dan sangat menggangu baik pada waktu siang
maupun malam hari. Bila mengenai trakea atau bronkus batuk aakn terdengar
sangat keras, lebih sering dan terdengar berulang0ulang (paroksismal). Bila
laring yang terkena batuk terdengar seperti batuk tanpa tenaga dan disertai
suara serak (hollow sounding cough).
b. Dahak/sputum: dahak awalnya berwarna biasa dan keluar dalam jumlah
sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulent/kuning atau kuning hijau
sampai purulent dan kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi
perkijuan dan perlunakan. Jarnag berbau busuk, kecuali bila ada infeksi
anaerob.
c. Batuk darah/hemoptysis: darah yang dikeluarkan mungkin berupa garis atau
bercak darah, gumpalan darah, atau darah segar dalam jmlah sangat banyak
(profus). Batuk darah jarang merupakan tanda permulaan dari penyakit
tuberculosis atau initial symptom karena batuk darah merupakan tanda telah
terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas,
oleh karena itu proses tuberculosis harus cukup lanjut utnuk dpaat
menimbulkan batuk dengan ekspektorasi. Batuk darah massif terjadi bila ada
robekan dari aneurisma Rasmussen pada dinding kavitas atau ada perdarahan
yang berasal dari bronkiektasisi atau ulserasi trakeo-bronkial. Batuk darah
jarang berhenti mendadak, karena itu penderita masih terus mengeluarkan
gumpalan darah yang berwarna cokelat selama beberapa hari. Batuk darah
pada tuberculosis bercampur dahak yang mengandung basil tahan asam dan
keadaan ini berbahaya karena dapat menjadi sumber penyebaran kuman secara
bronkogen (bronkopneumonia). Batuk darah juga dapat terjadi pada
tuberculosis yang sudah sembuh, hal ini disebakan olelh robekan jaringan paru
atau darah berasal dari bronkiektasis yang merupakan salah satu penyulit
tuberculosis paru. Pada keadaan ini dahak sering tidak mengandung BTA.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
14
d. Nyeri: nyeri dada termasuk nyeri pleuritik ringan, bila nyeri bertambah berat
maka telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di ujung
scapula atau di tempat – tempat lain).
e. Wheezing: terjadi karena penyempitan lumen endobrinkus yang disebabakan
oleh secret, bronkostenosis, keradangan, jaringan granulasi, ulserasi dan lain-
lain (pada tuberculosis lanjut).
f. Dyspnea: merupakan late symptom dari proses lanjut tuberculosis paru akibat
adanya restriksi dan obstruksi saluran pernapasan serta loss of vascular
bed/vascular thrombosis yang dapat mengakibatkan gangguan difusi,
hipertensi pulmonal dan korpulmonal.
g. Demam: merupakan gejala yang paling sering dijumpai. Panas badan sering
sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan meningkat bila
proses berkembang menjadi progresif sehingga penderita meraskan badannya
hangat atau muka teras panas. Menggigil: terjadi bila panas badan naik dengan
cepat, tapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau
dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat. Nausea, takikardi
dan sakit kepala timbul bila ada panas.
h. Berkeringat: terutama pada malam hari, keringat malam baru timbul bila proses
telah lanjut, kecuali pada orang dengan vasomotor labil, kerinagat malam dapat
timbul lebih dini.
i. Gangguan menstruasi: terjadi jika proses tuberculosis sudah menjadi lanjut.
j. Anoreksia dan penurunan berat badan: merupakan manifestasi toksemia yang
timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
k. Lemah badan: disebabkan karena kerja berlebihan, kurang tidur dan keadaan
sehari-hari yang kurang menyenangkan. Dapat disertai perubahan temperamen
(penderita mudah tersinggung), perhatian penderita kurang atau menurun pada
pekerjaan. Gejala umum baru disadari oleh penderita setelah memperoleh
terapi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
15
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
16
d. Biopsi jaringan
Biopsi dilakukan terutama pada tuberculosis kelenjar leher dan dibagian
lainnya, bisa juga dilakukan biopsy paru dengan hasil ditemukannya kuman
Mycobaterium tuberculosis.
e. Bronkoskopi
Bilasan transbronkial dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
tuberculosis.
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tuberculosis bertujuan untuk menyembuhkan, mempertahankan
kualitas hidup dan produktivitas pasien, mencegah kematian akibat TB aktif atau
efek lanjutan, mencegah kekambuhan TB, mengurangi penularan TB kepada
orang lain, mencegah perkembangan dan penularan resisten obat (Kementrian
Kesehatan RI, 2013).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
17
Manajemen isolasi pada pasien TB yaitu (1) adanya ruang isolasi bertekanan
negative yang menyediakan pertukaran udara setiap jam, (2) pasien yang berada
dalam pelayanan kesehatan yang tidak memiliki fasilitas ruang isolasi bertekanan
negative sebaiknya dipindahkan ke pelayanan kesehatan yang memiliki ruang
isolasi bertekanan negative, (3) isolasi kadang diperlukan untuk pasien TB ekstra
paru, (4) pasien dalam ruang isolasi harus tetap di kamar dengan pintu tertutup,
kecuali dalam perjalanan pasien harus menggunakan masker bedah untuk
menutupi mulut dan hidung pasien. (5) anak-anak dan teman yang mengalami
imunosupresi tidak dianjurkan untuk mengunjungi pasien TB menular samapi
pasien TB dikeluarkan dari ruang isolasi atau diobati. (6) pengunjung dan pegawai
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
18
yang memasuki ruang isolasi harus mengenakan masker N95, dan (7) pasien yang
dicurigai TB yang berada dalam perawatan intensif harus diperlakukan sama
seperti pasien dalam perawatan non kritis yaitu ditempatkan dalam ruangan
bertekanan negative, dan filter khusus harus ditempatkan dalam sirkuit ekspirasi
dari ventilator mekanik (CDC, 2008).
Pengembangan awal The Self-Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) terjadi pada
tahun 1956, dengan fokus keperawatan yang berdasarkan kepada kebutuhan
manusia untuk tindakan perawatan diri, penyediaan dan pengelolaan yang
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
19
Tiga teori yang saling berhubungan yang mendasari terbentuknya model Self Care
Orem adalah the theory of self-care, the theory of self-care deficit, dan the theory
of nursing system (Tomey & Alligood, 2010).
Perawatan diri dalam the theory of self-care adalah fungsi regulasi manusia yang
menyatakan bahwa individu harus melakukan sendiri atau dibantu oleh orang lain
utnuk mempertahankan hidup, kesehatan, perkembangan dan kesejahteraan.
Perawatan diri adalah sistem tindakan. Elaborasi dari konsep perawatan diri
(concepts of self-care), kebutuhan perawatan diri (self-care demand), dan
kemampuan individu untuk melakukan tindakan tertentu (self-care agency),
memberikan dasar dalam memahami kebutuhan tindakan dan keterbatasan
seseorang sehingga individu tersebut akan mendapatkan manfaat dari tindakan
keperawatan yang diberikan. Perawatan diri individu harus dipelajari karena
berkaitan dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan, status kesehatan,
status tahapan perkembangan penyakit, tingkat pengeluaran energI dan faktor
lingkungan (Tomey & Alligood, 2010; Orem, Taylor & Renpenning, 2001).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
20
system adalah system tindakan yang dirancang dan dibentuk oleh perawat untuk
individu yang mengalami keterbatasan kesehatan dalam perawatan diri atau
perawatan yang bergantung pada orang lain. Tindakan keperawatan meliputi
konsep tindakan yang dibuat yang didalamnya termasuk diagnosis operations,
prescription operation dan regulatory operations (Alligood, 2010). Orem
mengidentifikasi tiga tipe sistem keperawatan diantaranya sistem kompensasi
menyeluruh (wholly compensatory system), sistem kompensasi sebagian (partly
compensatory system), dan sistem mendukung-mendidik (supportive-educative
system).
Diagnostic operation merupakan fase pertama dimana dalam proses ini dimulai
dengan membangun hubungan perawat-klien dan bekerjasama untuk
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
21
Faktor kondisi dasar yang dikaji yaitu usia, jenis kelamin, status perkembangan,
status kesehatan, pola kehidupan, sistem perawatan kesehatan, sistem keluarga,
sosiokultural, ketersediaan sumber dan lingkungan.
Kebutuhan perawatan diri secara universal yang dikaji adalah udara, cairan,
nutrisi, eliminasi, aktivitas/istirahat, interaksi social, pencegahan terhadap bahaya,
promosi kearah normal. Focus pengkajian pada udara, cairan dan nutrisi adalah
bagaimana pergerakan komponen udara, cairan dan nutrisi dari lingkungan ke
individu. Focus pengkajian eliminasi adalah bagaimana pergerakan komponen
eliminasi dari individu ke lingkungan. Focus pengkajian dari aktivitas/istirahat,
interaksi sosial adalah mengenai keseimbangan pembentukan dan pemeliharaan,
focus pengkajian dari pencegahan cedera adalah menghindari atau menghapus
aspek yang membuat cedera. Focus pengkajian promosi ke arah normal adalah
bagaimana individu hidup dengan norma-norma manusia dan potensi seorang
manusia (Orem, Taylor, & Renpenning, 2001).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
22
2.2.1 Penerapan Self Care Orem pada Asuhan Keperawatan Pasien Tuberkulosis
Proses keperawatan menurut Self-Care Orem terdiri dari 3 tahapan yaitu
pengkajian (faktor kondisi dasar, kebutuhan perawatan diri umum, kebutuhan
perawatan diri sesuai dengan perkembangan, kebutuhan perawatan diri yang
berhubungand engan penyimpangan status kesehatan), diagnosea keperawatan
(diagnostic operation) dan penentuan metode bantuan (prescriptive operation),
implementasi (regulatory operation) dan evaluasi (control operation).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
23
2.2.1.1 Pengkajian
Pengkajian menurut Orem terdiri dari 4 bagian yaitu:
a. Faktor Kondisi Dasar
Faktor yang dikaji diantaranya meliputi usia, jenis kelamin, status kesehatan,
status perkembangan, orientasi sosiokultural, system pelayanan kesehatan,
sistem keluarga, pola hidup, lingkungan dan sumber pendukung. Usia menurut
Orem merupakan salah satu indicator jenis dan jumlah bantuan yang pasien
butuhkan dari perawat. Pada usia dapat dinilai tingkat maturasi, pertumbuhan
fisik dan fungsi intelektual pasien. Usia juga mempengaruhi banyak faktor,
diantaranya relasi sosial antara perawat dan pasien, teknik dalam membantu
pasien, berkomunikasi dan bersosialisasi, usia juga mempengaruhi respon yang
tepat yang diberikan perawat kepada perilaku pasien, durasi kontak antara
perawat dan pasien, tanggungjawab perawat melindungi pasien sebagai
individu, hubungan perawat terhadap keluarga pasien, dan yang terakhir
mempengaruhi kesehatan dan kebutuhan perawatan diri pasien (Orem, Taylor,
Renpenning, 2001). Usia, jenis kelamin dan status perkembangan merupakan
suatu kondisi yang dapat dipergunakan untuk mencapai kebutuhan perawatan
diri umum dan yang sesuai dengan perkembangan. Status kesehatan dan
system perawatan kesehatan merupakan faktor dimana manusia akan tertuju
jika mengalami gangguan. Pola hidup yang dikaji meliputi kebiasaan merokok.
Orientasi social budaya meliputi kebiasaan yang menyangkut budaya seseorang
dalam kesehatan, sumber pendukung meliputi kemudahan pasien untuk
memenuhi kebutuhan perawatan dirinya.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
24
adanya ronkhi pada apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek.
Adanya peningkatan frekuensi pernapasan yang berhubungan dengan penyakit
yang meluas atau fibrosis dari parenkim paru dan pleura, nyeri dada karena
batuk yang berulang, asimetris dada, pada saat perkusi didapatkan dullness dan
penurunan vocal fremitus yang bisa disebabkan oleh cairan pleura atau pleura
yang menebal. Karakteristik sputum yang didapatkan dapat berwarna hijau,
atau purulent, mukoid atau berwarna seperti darah.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
25
kekhawatiran yang berlebihan tentang dan takut pada cedera, pada lingkungan
meliputi adanya kondisi acuh tak acuh terhadap pemenuhan tanggungjawab,
adanya paparan terhadap tindak kekerasan, keadaan tertinggal, overprotektif,
tidak menyampaikan informasi kepada anggota komunitas tentang bahaya dan
langkah-langkah untuk mencegah atau mengurangi bahaya penyakit.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
26
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
27
manajemen jalan napas, suction jalan napas, manajemen jalan napas buatan,
pencegahan aspirasi, fisioterapi dada, peningkatan batuk, pengelolaan medikasi,
terapi oksigen, positioning, monitoring respiratori, surveillance, monitoring tanda
vital, bedside laboratory testing, promosi exercise, intepretasi data laboratorium.
Intervensi keperawatan terkait diagnosa keperawatan nyeri adalah manajemen
nyeri. Intervensi keperawatan terkait diagnosa kebutuh nutrisi kurangdari
kebutuhan tubuh meliputi manajemen nutrisi, konseling nutrisi, monitoring
nutrisi, manajemen peningkatan berat badan. Intervensi keperawatan terkait
diagnose risiko penyebaran infeksi meliputi manajemen penyakit menular
(communicable disease). Intervensi keperawatan terkait diagnosa keperawatan
kurang pengetahuan meliputi edukasi individu/kelompok, edukasi mengenai diet,
medikasi, prosedur pengobatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
28
Salah satu manajemen VAP adalah melaksanakan tindakan preventif pada faktor
risiko yang dapat diubah yang didalamnya terdapat oral hygiene menggunakan
chlorhexidine Muscedere, Dodek, Keenan, Fowler, Cook, dan Heyland (2008).
Oral hygiene merupakan salah satu tindakan keperawatan yang berfungsi untuk
menjaga kenyamanan dari rongga mulut dan membantu dalam mengontrol plak
yang berkaitan dengan penyakit rongga mulut. Ketidakadekuatan oral hygiene
dapat menghasilkan plak pada rongga mulut, inflamasi, nyeri, dan infeksi (Perry,
Potter, & Elkin, 2012).
Kolonisasi bakteri dalam rongga orofaring dan rongga mulut dapat disebabkan
oleh beberapa hal yaitu adanya cedera mukosa (mukositis dan intubasi
endotrakeal), penyakit yang diderita pasien, oral hygiene yang buruk, gangguan
menelan, dan penurunan kemampuan mekanik dalam pembersihan dari ronga
mulut ke saluran orofaring (Greebeberg, 2004).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
29
kesehatan mulut dengan fungsi saliva sebagai antimikroba, sebagai lubrikasi, dan
sebagai dapar.
Pada pasien yang terintubasi akan terjadi perubahan lingkungan mikro dari rongga
mulut, yaitu penurunan aliran saliva yang akan menyebabkan penurunan jumlah
saliva. Saliva sendiri mengandung protein antimikroba yang mencegah
pembentukan biofilm, selain itu fungsi saliva sebagai dapar yang berfungsi
mencegah efek merusak bakteri penghasil asam. Penurunan aliran saliva juga
menurunkan jumlah fibronektin (enzim proteolitik) yang fungsinya mengganggu
ikatan antara bakteri dengan sel epitel dalam rongga mulut. (Greebeberg, 2004).
Pada pasien yang terintubasi yang mendapatkan terapi seperti antihipertensi,
antikolinergik, antipsikotik dan diuretik dapat menyebabkan terjadinya xerostomia
(mulut kering yang disebabkan oleh berkurang atau tidak adanya air liur) dan
pengurangan faktor kekebalan liur (Labeau, Van de Vyver, Brusselaers,
Vogelaers, & Blot, 2011).
Penelitian – penelitian yang terkait dengan kebersihan mulut pada pasien yang
terpasang ventilator telah banyak dilakukan, berikut diantaranya pada studi untuk
membandingkan penggunaan Listerine, sodium bikarbonat dan steril water
sebagai larutan pembersih mulut yang dilakukan dengan frekuensi dua kali sehari
disertai seluruh grup menerima perlakuan menyikat gigi selama tiga kali sehari,
didapatkan hasil bahwa masing-masing larutan tersebut tidak lebih efektif
menurunkan kolonisasi plak pada gigi atau insidensi VAP (Berry, 2013).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
30
Kemudian penggunaan hydrogen peroksida kumur pada studi yang dilakukan oleh
Tombes & Galucci (1993) memberikan hasil ditemukan adanya kelainan mukosa
pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik, dan jika diencerkan dengan tidak
benar maka akan menyebabkan nyeri dan rasa terbakar pada mukosa oral. Lalu
penggunaan NaCl 0,9% sebagai pembersih mulut akan menyebabkan keringnya
mukosa mulut dan NaCl 0,9% tidak memiliki efek antimikroba, penggunaan air
steril belum dilakukan uji secara ketat. Pada studi systematic review dan meta
analisis menyikat gigi tidak memberikan hasil yang signifikan bagi penurunan
VAP, adanya risiko perdarahan mulut, sikat berpotensi sebagai sumber
kontaminasi, dan dapat menyebabkan risiko ETT terlepas, namun masih perlu
dibuktikan dengan penelitian skala besar dengan desain penelitian RCT yang baik
(Gu, Gong, Ni, & Liu, 2012).
Salah satu perawatan mulut yang dianjurkan pada pasien yang terpasang ventilasi
mekanik adalah dengan menggunakan chlorhexidine. Telah banyak penelitian
yang menggunakan chlorhexidine sebagai permbersih mulut pada pasien yang
terpasang ventilasi mekanik, salah satunya adanya penelitian yang dilakukan
Muscedere et al (2008) melaporkan dalam studinya bahwa penggunaan oral
antiseptic chlorhexidine dapat menurunkan kejadian VAP dan menguntungkan
dari segi keamanan, kelayakan dan pertimbangan biaya. Beberapa studi mengenai
penggunaan chlorhexidine sebagai oral antiseptik saat oral hygiene pada pasien
yang menggunakan ventilasi mekanik telah banyak dilakukan. Salah satunya pada
meta analisis yang dilakukan Hoshijima, Kuratani, Takeuchi, Shiga, Masaki, Doi,
& Matsumoto (2013) didapatkan hasil bahwa dekontaminasi oral dengan
menggunakan chlorhexidine secara signifikan mengurangi insidensi VAP, begitu
pula dengan systematic review yang dilakukan oleh El-Rabbany, Zaghlol,
Bhandari, & Azarpazhooh (2015) didapatkan hasil bahwa kebersihan mulut yang
baik disarankan untuk dikaitkan untuk menurunkan hospital acquired pneumonia
(HAP) dan VAP, dan chlorhexidine efektif menurunkan risiko HAP dan VAP.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
31
Literatur review dilakukan pada artikel yang ditulis oleh Gnatta, da Silveira,
Lacerda, & Padoveze (2013) dengan judul “Evidence on the best chlorhexidine
concentration to perform oral hygiene: meta-analysis”. Gnatta et al mengadakan
penelitian untuk mengetahui nilai konsentrasi chlorhexidine yang terbaik
digunakan untuk kebersihan mulut yang berfungsi sebagai pencegahan terjadinya
VAP. Tinjauan sistematis yang terdiri dari empat meta analisis dengan
menggunakan konsentrasi chlorhexidine sebagai kriteria. Seleksi studi dalam
penelitian ini dilakukan oleh dua orang peneliti professional yang menggunakan
strategi yang sama untuk memastikan keakuratan dari penelitian dengan
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
32
menggunakan The Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-
analysis (PRISMA statement) yang terdiri dari 27 checklist pertanyaan.
Penelitian ini terdiri dari sepuluh studi yang dibagi dalam empat kelompok
berdasarkan kriteria konsentrasi chlorhexidine. Kelompok G1 (5 studi yanag
menggunakan chlorhexidine 0,12%), G2 (3 studi yang menggunakan
chlorhexidine 0,12%), G3 (2 studi yang menggunakan chlorhexidine 2%), dan G4
(10 studi dengan kosentrasi chlorhexidine yang berbeda-beda). Penelitian ini
terdiri dari 2.471 pasien, 1.237 sebagai kelompok intervensi yang menerima
perwatan mulut dengan menggunakan chlorhexidine dan 1.234 sebagai kelompok
kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan chlorhexidine
0,12% menunjukkan sebagai faktor protektif untuk mencegah perkembangan VAP
dengan Q Cochrane heterogeneity p = 0,67 dengan RR = 0,675; p = 0,039.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
33
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
34
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
35
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
36
Indikasi pemasangan WSD dibagi dua kondisi yaitu kondisi tidak emergensi dan
kondisi emergensi (De Hert dan Keijzer, 2012): (1) Kondisi tidak emergensi biasa
dilakukan pada pasien dengan efusi pleura berulang (maligna dan non maligna),
pengobatan dengan agen sclerosis (pleurodesis), empyema, chylothorax, dan post
operasi (setelah torakotomi atau sternotomi). (2) Kondisi emergensi biasa
dilakukan pada kasus pneumothorak (tension penumothorak, pneumotorak pasien
yang terpasang ventilasi mekanik) pada psien yang terpasang ventilasi mekanik
maka tekanan positif akan memaksa udara masuk ke dalam rongga pelura
sehingga menyebab tension pneumotorak (Ciacca, Neal, Highcook, Bruce,
Snowden, & O’Donnell, 2009) hemopneumotorak, rupture esophagus dengan
kebocoran gaster ke rongga pleura. Pada pneumotorak yang didasari karena
adanya penyakit atau trauma maka membutuhkan drainase dada.
Wuryantoro, Nugroho, & Saumar (2012) menuliskan empat prinsip yang terdapat
pada WSD yaitu gravitasi, tekanan negatif, suction, dan water sealed. Pada
prinsip gravitasi maka udara dan cairan mengalir dari tekanan yang lebih tinggi ke
tekanan yang lebih rendah. Sedangkan untuk prinsip tekanan negatif, udara atau
cairan dalam rongga pleura akan menghasilkan tekanan positif (763 mmHg atau
lebih), udara dan cairan water sealed pada selang dada menghasilkan tekanan
positif yang kecil (761 mmHg). Prinsip yang ketiga adalah suction, suction
merupakan kekuatan tarikan yang diberikan lebih kecil dari tekanan atmosfir
(760mmHg) sehingga udara atau cairan berpindah dari tekanan yang lebih tinggi
ke tekanan yang lebih rendah, dan prinsip yang terakhir adalah water sealed.
Tujuan utama dari water sealed adalah membiarkan udara keluar dari rongga
pleura dan mencegah udara dari atmosfer masuk ke rongga pleura. Botol diisi
dengan cairan steril yang di dalamnya terdapat selang yang ujungnya terendam
sekurang-kurangnya 2 cm dibawah permukaan air untuk mencegah hubungan
langsung antara rongga pleura dengan udara luar, sehingga memberikan batasan
antara tekanan atmosfer dengan subatmosfer (normal 754 – 758 mmHg).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
37
Bahan lain dalam modifikasi WSD 1 botol ini adalah tutup botol yang terbuat dari
kayu. Dipilihnya kayu sebagai tutup botol WSD adalah karena kayu merupakan
isolator panas yang baik, berbeda halnya jika menggunakan tutup botol yang
berbahan karet. Karena sifat karet akan memuai saat mengalami pemanasan pada
proses sterilisasi. Kayu yang digunakan sebagai tutup WSD 1 botol ini telah
melalui berbagai pertimbangan dan diskusi yang telah dilakukan oleh residen dan
pengrajin kayu. Dalam pertimbangannya didapatkan 3 jenis kayu yang
dipertimbangkan untuk dapat digunakan sebagai tutup botol WSD. Kayu tersebut
adalah kayu besi, kayu jati dan kayu keruing. Kayu jenis pertama dalah kayu besi.
Kayu besi biasanya dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, seperti konstruksi
rumah, jembatan, tiang listrik dan perkapalan. Kayu besi tahan terhadap
perubahan suhu, kelembaban dan pengaruh air laut sehingga sifat kayunya sangat
berat dan keras, namun pengrajin kayu mengatakan tidak mampu untuk
membentuk kayu besi sebagai tutup botol WSD karena kayu besi sulit untuk
dibentuk sesuai dengan model tutup WSD yang diinginkan. Kayu jenis kedua
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
38
adalah kayu jati, kayu jati mempunyai tingkat pemakaian yang cukup tinggi,
dengan tingkat keawetan I, dan tingkat kekuatan II. Kayu jati ini sangat tahan
terhadap rayap. Kayu jenis ketiga adalah kayu keruing (Dipterocarpus spp.), kayu
ini berwarna coklat kekuningan sampai coklat kemerahan. Kayu jenis ini memiliki
berat jenis (BJ) dari ringan sampai berat BJ 0,51 – 1,01. Kayu keruing termasuk
kuat (kelas kuat I-II) dan cukup awet (kelas awet III). Setelah diawetkan keruing
tahan hingga 20 tahun dalam penggunaan (Wikipedia, 2015). Dari ketiga kayu
tersebut residen dan kelompok memilih kayu jati sebagai penutup botol WSD
modifikasi, karena merupakan jenis kayu yang awet dan kuat.
Selain modifikasi WSD 1 botol, residen dan kelompok juga merancang dan
membuat “hanger WSD”. Adapun bentuk modifikasi yang dilakukan berupa
“Hanger WSD” yang akan ditempatkan di tempat tidur dengan cara digantung,
yang diyakini mampu memberikan stabilisasi lebih kuat dan aman dibandingkan
dengan cara penempatan WSD yang sudah ada saat ini. Bentuk modifikasi yang
lain adalah “penutup lubang botol WSD dengan kayu”, yang diyakini lebih kuat,
indah dan mampu mencegah trannmisi kuman dari lingkungan luar, dan
modifikasi pipa yang terbuat dari bahan stainless yang ditempatkan berada pada
botol WSD sebagai tempat pengganti bermuaranya ujung selang WSD yang
diyakini dapat menjaga ujung pipa tidak keluar dari batas water level.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
39
Perawatan WSD merupakan tindakan merawat luka dan selang WSD, untuk
mencegah komplikasi dari peasangan WSD dengan menjaga alat tetap bersih dan
dapat berfungsi baik, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi,
memberikan rasa nyaman pada pasien, dan mencegah komplikasi akibat dari
pemasangan WSD (Standar Prosedur Operasional RSUP Persahabatan, 2011).
RSUP Persahabatan telah memiliki standar prosedur operasional untuk
pemasangan dan perawatan WSD, berikut prosedurnya:
a. Setiap pasien yang dipasang WSD harus dilakukan perawatan WSD.
b. Tindakan dilakukan oleh perawat yang terlatih.
c. Pasien diberitahu tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilakukan.
d. Posisikan pasien sesuai kebutuhan.
e. Perawat mencuci tangan.
f. Pakai sarung tangan.
g. Buka plaster dengan kapas bensin mulai dari tengah (fiksasi) lalu yang atas dan
trakhir bagian bawah, kemudian bersihkan.
h. Bersihkan bekas plester dengan wash bensin.
i. Bersihkan luka sekitar chest tube dengan kapas bethadine, memutar dari arah
dalam keluar, bersihkan chest tube dari arah dalam ke luar, ulangi 2 – 3 kali,
observasi kedudukan chest tube dan kepatenan fiksasi.
j. Siapkan kassa steril 3 lembar, belah ditengah 3 – 4 cm. Tutupkan kassa pada
luka dengan posisi belahan menghadap keatas, lalu di plester mulai dari atas,
bawah dan bagian tengah (fiksasi) yang terakhir.
k. Pasang klem pada chest tube.
l. Buka plester pada sambungan, ganti konektor.
m. Ganti botol lama dengan botol baru yang berisi 200ml NaCl/aquabidest +
bethadine 10 cc.
n. Sambungkan selang yang baru pada konektor dan chest tube.
o. Pastikan sambungan sudah rapat.
p. Buka klem, perhatikan apakah ada undulasi, atau anjurkan pasien untuk batuk
merupakan salah satu cara untuk memastikan undulasi.
q. Catat jumlah, karakteristik cairan yang keluar dan keadaan sayatan luka insersi
WSD.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
40
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
41
c. Dampingi dokter yang akan memberikan anestesi local pada tempat insersi
yang dipilih, dan biarkan obat mengalami infiltasi ke dalam jaringan. Pastikan
kefektifan sebelum tindakan insersi dilakukan. Rasional: Untuk meminimalkan
nyeri selama prosedur.
d. Dampingi dokter yang akan memasukan chest drain dan gunakan jahitan.
Rasional: untuk mencegah drain terlepas dan menjaga sistem seal.
e. Pastikan system drainage saling terhubung dan aman. Jika sesuai dapat
menggunakan plester dengan posisi longitudinal. Rasional: plester yang
digunakan secara longitudinal dapat memudahkan secara visual untuk
mengkaji koneksi dari system drainase. Beberapa penelitian menggunakan
plester untuk mengurangi risiko lepasnya system drainase dan mencegah
kebocoran udara.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
42
dan warna kulit pasien yangmerupakan hal penting dalam mengkaji efktifitas
dari tindakan drainase dada dan untuk mendeteksi awal kemungkinan terjainya
komplikasi.
b. Kaji kepatenan drainase dada dengan mencatat fluktuasi dari cairan pada
selang WSD dan atau adanya gelembung selama inspirasi normal dan napas
dalam. Rasional: Fluktuasi cairan mengindikasikan selang pada posisi yang
benar. Gelembung mengindikasikan kebocoran udara yang berkelanjutan.
c. Kaji kepatenan drainase dada dengan meminta pasien untuk batuk ketika
dilakukan observasi dari cairan dalam botol atau perubahan dari selang
drainase. Rasional: Fluktuasi cairan dalam botol saat batuk mengindikasikan
selang dalam posisi yang benar.
d. Foto Thorak sebaiknya dilakukan segera setelah dilakukan insersi chest drain.
Rasional: Untuk melihat posisi dari selang drainase.
e. Berikan analgetik selama proses insersi drain jika diperlukan. Rasional:
Analgetik diperlukan karena kemungkinan ada rasa ketidaknyamanan karena
adanya drain. Ketidaknyamanan dan nyeri juga berpengaruh terhadap
keadekuatan ventilasi paru dan mobilisasi pasien.
f. Anjurkan pasien untuk mobilisasi sesuai dengan kondisi pasien dengan
mengingatkan pasien untuk menjaga posisi botol tetap berada dibawah tempat
insersi. Rasional: Untuk memfasilitasi drainase yang optimal dari rongga
pleura dan meningkatkan ventilasi paru dan pertukaran gas. Pasien tidak akan
mobilisasi jika mereka merasakan nyeri.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
43
drain tidak boleh diklem. Rasional: Sebelum dilakukan pecabutan chest drain
proses klem kadang dilakukan, fungsinya dalah untuk mengkaji apakah pasien
akan toleransi dan untuk memastikan bahwa paru-paru sudah mengembang.
Gelembung mengindikasikan adanya kebocoran udara secara aktif dari rongga
pleura, klem dapat menyebabkan tension pneumothorak.
c. Secara rutin kaji patensi dari sistem drainase. Rasional: Untuk memastikan
bahwa drainase dari rongga pleura terjaga. Jika fluktuasi dan gelembung
berhenti maka paru-paru sudah mengembang penuh, sistem drainase
mengalami obstruksi atau kebocoran udara sudah berhenti.
d. Pastikan selang tidak terlipat. Tidak ada selang tergantung dan semua selang
terhubung. Selang tidak boleh menggantung sampai dibawah batas cairan yang
ada dalam botol. Rasional: selang yang menggantung memberikan dampak
negatif terhadap drainase cairan dan udara dari rongga pleura.
e. Jika kepatenan posisi drain terjaga maka fluktuasi cairan akan bergerak sesuai
dengan respirasi. Jika tidak bergerak maka ada beberapa kondisi yang harus
dikaji seperti:
- Selang drainase terlipat atau ada bekuan darah. Jika ada reposisikan pasien
dan dorong untuk untuk melkaukan tarik napas dalam, kemudian kaji
kembali fluktuasi dari cairan.Rasional: tension pneumtorak mungkin terjadi
ketika kondisi nyawa terancam. Perubahan tekanan yang cepat pada dada
dapat menyebabkan pergeseran mediastinal yang dapat mengganggu aliran
balik vena (venous return) ke jantung yang akan mempengaruhi fungsi
jantung.
- Kaji dan catat frekuensi pernapasan, kedalaman dan volume, denyut nadi,
tekanan darah dan tanyakan apakah adanya nyeri dada, kolaborasikan
dengan dokter. Rasional: Distres cardio-respiratory mungkin diindikasikan
dengan tekanan darah rendah, peningkatan denyut nadi dan penurunan
saturasi oksigen, peningkatan central venous pressure (CVP), distensi vena
leher, peningkatan sesak dan nyeri dada.
- Kaji secara rutin selang untuk melihat kebocoran udara. Rasional: Untuk
menjaga system drainase berfungsi dengan baik.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
44
f. Identifikasi dan catat jumlah dan warna dari cairan minimal setiap hari namun
dapat lebih sering jika adanya permintaan khusus dari staf medis atau standar
rumah sakit. Rasional: Untuk memantau jumlah dan tipe drainase.
g. Pada efusi pleura yang massif harus dilakukan drainase dada secara terkontrol,
untuk mengurangi risiko reekspansi edema paru, monitor EWS sebagai indikasi
klinis. Berdasarkan hasil penelitian maksimal cairan yang dikeluarkan 1500ml
pada jam pertama dan 1500ml setelah selang waktu dua jam.
h. Hentikan drainase jika pasine mengalami ketidaknyamanan pada dada, batuk
persisten atau timbul gejala vasovagal. Rasional: Tanda-tanda dari reekspansi
edema paru.
i. Ketika drainage kurang dari 200ml perhari, foto torak mungkin dapat
dilakukan. Jika cairan pleura masih tampak pada foto torak maka dokter akan
meinta untuk dilakukan suction. Rasional: Untuk mengkaji inflasi paru dan
membantu mengeluarkan udara/cairan dari rongga pleura.
j. Ketika mobilisasi pastikan sistem drainase berada dibawah pinggang. Rasional:
Untuk mencegah aliran balik cairan ke dalam rongga pleura.
k. Pada keadaan emergensi seperti botol drainase pecah, selang drainase terlepas,
berikan tindakan sistem steril segera. Rasional: Untuk mencegah infeksi dan
menjaga sistem drainase.
l. Jika selang secara tidak sengaja tercabut segera minta bantuan kepada tenaga
medis lain. Dan segera tutup tempat insersi dengan balutan, observasi dan
catat. Jika kebocoran udara terjadi lakukan balutan dengan plester tiga sisi.
Rasional: Untuk mencegah udara memasuki lumen drain yang menyebabkan
tension pneumotorak.
m. Pada pasien trauma dengan hemotorak akan memerlukan drainase dengan
pengukuran tiap jam atau sesuai instruksi medis. Informasikan tenaga medis
jika drainase darah melebihi parameter yang telah disepakati. Pastikan
parameter didokumentasikan oleh tenaga medis.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
45
system drainase yang akan menyebabkan drainase menjadi kurang efektif dan
untuk meminimalkan risiko infeksi.
b. Isi botol drainase baru sebanyak 200ml dan pastikan ujung selang berada 2cm
dibawah permukaaan air. Rasional: Untuk memastikan udara tidak kembali
masuk kedalam rongga pleura.
c. Klem selang dan lepaskan selang dari botol lama. Rasional: Untuk mencegah
udara tau cairan memasuki rongga pleura.
d. Masukan selang ke dalam botol baru, pastikan ujung selang berada 2 cm
dibawah permukaan air. Rasional: Untuk mencegah cairan masuk kembali ke
dalam rongga pleura.
e. Lepaskan klem dan pastikan kepatenan drainase dengan mengobservasi
pergerakan cairan dalam selang. Rasional: Untuk kembali melaku
f. kan drainage dari rongga pleura.
g. Tutup dan buang botol drainase dan dan selang sesuai dengan prosedur.
Rasional: Untuk meminimalkan risiko infeksi.
h. Dokumentasikan jumlah drainase pada botol yang lama pada form
keseimbangan cairan. Rasional: Untuk memonitoring jumlah cairan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
46
Prinsip Dasar Patient Safety Pada Water Seal Drainage yang harus diperhatikan
oleh perawat pada pasien yang terpasang WSD sebagai suatu upaya peningkatan
patient safety (Smith et al, 1995).
a. Memperhatikan batas air pada botol (chamber)
Mengatur dan memperhatikan batas air pada botol (chamber) merupakan
bagian yang sangat penting dalam melakukan perawatan pada pasien yang
terpasang WSD. Jumlah air yang disarankan di dalam botol yaitu 200 cc.
Jumlah cairan dalam botol WSD tidak boleh kurang dari 2 cm dari ketinggian
pipa selang yang masuk ke dalam botol.Jumlah cairan yang terlalu sedikit
dapat meningkatkan resiko masuknya cairan tersebut ke dalam rongga thorax
pada saat pasien melakukan inspirasi maksimal atau deep breathing
(peningkatan tekanan subambient di thorax).Namun ketinggian pipa selang
melebihi 2 cm dari permukaan air dapat menghambat keluarnya udara atau
cairan dari rongga thorax karena adanya tahanan yang diakibatkan tekanan
berlebih pada botol WSD.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
47
c. Regulasi Vacuum
Selain jumlah dan kedalaman air di dalam botol suction WSD, pengaturan
kontrol tekanan pada panel suction juga menjadi bagian penting yang harus
dilakukan oleh perawat dalam upaya peningkatan patient safety. Pengaturan
jumlah tekanan pada suction diatur berdasarkan hasil pengamatan akan adanya
bubbling pada botol WSD. Pengaturan tekanan suction dilakukan untuk
mendapatkan tekanan yang adekuat pada cavitas thorax dan dibuktikan dengan
adanya bubbling yang kontinyu terlihat pada botol WSD (Smith et al., 1995).
Tekanan dapat dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan hasil pemantauan
bubbling pada botol WSD. Penurunan tekanan suction dapat dilakukan pada
saat hasil pemantauan didapatkan evaporasi pada botol WSD yang
menandakan tekanan suction yang diberikan terlalu berlebih (White, 2013).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
48
pasien. Apabila bubbling berhenti maka, kebocoran terjadi pada rongga thorax
pasien dan harus segera dilaporkan kepada dokter untuk penanganan
selanjutnya (Carroll, 1995). Identifikasi adanya kebocoran pada selang tubing
dilakukan dengan menggeser klem menyusuri selang WSD sampai pada ujung
selang yang berada di dekat botol WSD, apabila bubbling berhenti maka
seluruh selang harus segera diganti untuk mencegah kebocoran lebih lanjut
(Carrol, 1995).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
49
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
BAB 3
PROSES RESIDENSI
Pada bab ini akan digambarkan tentang aplikasi peran perawat sebagai pemberi
asuhan keperawatan dengan menggunal Model Self-Care Orem, selain itu akan
digambarkan juga peran perawat dalam menerapkan praktik keperawatan berbasis
bukti, dan peran perawat sebagai inovator pada pasien yang terpasang WSD di
Ruang Soka Atas dan Gema Soka Bawah.
3.1.2 Penerapan Model Self Care Orem Pada Kasus Kelolaan Utama
3.1.2.1 Pengkajian
a. Faktor Kondisi Dasar
Usia dan Jenis Kelamin : 56 tahun, perempuan
Status Perkembangan : Tahap perkembangan dewasa madya
Status Kesehatan : Pasien datang dengan keluhan sesak, sesak
dirasakan sejak + 2 bulan sebelum masuk rumah
sakit, dan memberat sejak 1 minggu sebelum
50 Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
51
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
52
Cairan: Pasien keringat malam ada selama di rumah, tidak ada gangguan dalam
menelan, pasien mengatakan rasa haus terus menerus ada, pasien hanya mampu
minum sebanyak 2 gelas saja sehari (+ 500ml/24 jam), jika minum terlalu banyak
terasa sesak. Tanda-tanda vital: tekanan darah 110/60 mmHg, MAP 76,67 mmHg,
Nadi 84 x/menit, frekuensi pernapasan 26 x/menit, saturasi 99%. edema tidak ada,
turgor kulit baik, membrane mukosa mulut lembab, capillary refill time < 3 detik,
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
53
infus NaCl 0,9% 500ml/12jam. Hasil laboratorium: (15 Maret 2015) ureum 40,
creatinin 0,9, Natrium 138 mmol/L (135 – 145 mmol/L), Kalium 4,2 mmol/L (3,5
– 5,5 mmol/L), Chloride 95 mmol/L (98 – 109 mmol/L).
Nutrisi: Pasien mengeluh tidak nafsu makan. Berat badan menurun sebanyak 4 kg
dalam 3 bulan. Sekarang BB 30 kg, TB 150 cm, IMT 13,3 (BB kurang),
konjuntiva tampak anemis kanan dan kiri. Abdomen datar, soepel, nyeri tekan
tidak ada, bising usus 8 x/menit. Riwayat diabetes mellitus sejak tahun 1999,
sejak 1 bulan terakhir mengunakan insulin suntik. Diet DM 1700 kkal.
Laboratorium: Hematologi: Leukosit 10,82 ribu/mm3 (Netrofil 82,7%, Limfosit
9,9%, Monosit 5,9%, Eosinofil 1,1%, basophil 0,4%), eritrosit 3.92 juta/uL,
hemoglobin 9,6 g/dL, hematocrit 30%, MCV 77,6%, MCH 24,5pg, MCHC
31,6%, trombosit 283 ribu/mm3, Gula darah sewaktu 286 mg/dL.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
54
namun saat sesak pasien berkurang pasien dapat berkomunikasi dengan baik
walaupun tidak banyak kata-kata yang dikeluarkan pasien, namun ketika
diberikan intruksi dengan bahasa sederhana dan pelan-pelan pasien mengikuti
instruksi dianjurkan dan merespon dengan baik, pasien selama dirawat ditemani
oleh anak pasien pada malam dan pagi hari, selama anak pasien bekerja pasien
tidak ada yang menemani. Wajah pasien tampak tidak ada ekspresi, namun ketika
diajak senda gurau pasien sesekali tersenyum.
Promosi ke arah normal: dengan aktivitas yang terbatas anak pasien selalu
membantu merawat pasien dalam hal makan, berganti pakaian, menyeka tubuh,
menggati diapers, dan minum obat.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
55
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
56
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
57
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
58
terdapat infiltrate dan cincin ektasis, (15 Maret 2015) batas jantung kanan
bergeser.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
59
Tujuan: setelah dilakukan intervensi selama 9 hari kadar glukosa darah stabil
dengan kriteria: nilai glukosa darah sewaktu <180 mg/dL, tidak ada tanda-
tanda hiperglikemi, tidak ada tanda-tanda hipoglikemi.
Intervensi:
Manajemen hipoglikemia (2130): pantau kadar glukosa darah, pantau tanda
dan gejala hipoglikemi (tremor, berkeringat, gugup, cemas, cepat marah, tidak
sabaran, takikardi, palpitasi, dingin, pusing, wajah pucat, lapar, mual, nyeri
kepala, kelelahan, mengantuk, pingsan,perubahan perilaku, bingung, koma dan
kejang), berikan glukosa secara intravena sesuai indikasi, jaga kepatenan akses
intravena, ajarkan pasien/keluarga untuk mengenal tanda dan gejala
hipoglikemi.
Manajemen hiperglikemi (2120): pantau nilai gula darah,, pantau tanda dan
gejala hiperglikemia (poliuri, polidipsi, polifagi, kelemahan, letargi, malaise,
pandangan kabur atau nyeri kepala), pantau gas darah dan elektrolit, berikan
insulin sesuai indikasi, pantau status cairan, jaga kepatenan akses intravena,
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
60
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
61
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
62
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
63
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
64
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
65
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
66
Tabel 3.2
Hasil penerapan praktik keperawatan berbasis bukti
No Diagnosa Medis Jenis Usia Pengkajian awal CPIS
Kelamin (tahun) rongga mulut
1. Post craniotomy ec CVDH Laki - laki 67 Rongga mulut kotor, 7
lidah kotor, terdapat
plak pada gigi, berbau
2. Gagal napas, hemoptysis Laki – laki 30 Rongga mulut bersih, 6
bibir kering
3. Post laparatomi ec burst Laki – laki 53 Rongga mulut bersih, 3
abdomen lidah kotor
4. Post torakotomi ec luka Laki – laki 18 Rongga mulut bersih, 3
tusuk punggung kiri mukositis tidak ada
5. Post laparatomi Laki – laki 24 Rongga mulut bersih, 1
debridemen ec. Trauma mukositis tidak ada
tumpul abdomen
6. Post laparatomi Laki - laki 53 Rongga mulut kotor, 6
lidah kotor, berbau
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
67
modifikasi WSD 1 botol, tujuan dari modifikasi WSD 1 botol, manfaat dari
modifikasi WSD 1 botol. Respon yang diberikan oleh tamu undangan adalah
adanya ketertarikan dari pihak rumah sakit untuk terlibat dalam kegiatan inovasi
ini.
Tahapan selanjutnya yaitu aplikasi modifikasi WSD 1 botol kepada pasien yang
menggunakan WSD. Pada tahapan ini modifikasi WSD 1 botol ini belum dapat
diterapkan terkait standar keamanan pasien pada sistem akreditasi JCI yaitu semua
penemuan baru yang berhubungan langsung dengan pasien harus melewati tahap
uji klinis terlebih dahulu. Kelompok residensi telah mengajukan proposal
penelitian terkait modifikasi WSD 1 botol tersebut, dan sedang dalam peninjauan
oleh bagian tim penelitian dan pengembangan di RSUP Persahabatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dilakukan analisa mengenai teori dan konsep yang berhubungan
dengan kasus kelolaan yaitu tuberkulosis, teori model keperawatan yang dipakai
pada kasus kelolaan yaitu Model Self-Care Orem, 30 resume pasien kelolaan,
praktik keperawatan berbasis bukti mengenai oral hygiene menggunakan
chlorhexidine 0,12% pada pasien yang menggunakan ventilator, dan kegiatan
inovasi modifikasi WSD 1 botol di RSUP Persahabatan Jakarta.
68 Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
69
oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. sesak yang terjadi pada Ny. S kemungkinan
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: gangguan konduksi dan difusi gas ke
paru-paru, dan gangguan pada proses transportasi gas.
Sesak yang diakibatkan karena adanya gangguan pada proses transportasi gas
ditentukan oleh kadar hemoglobin (Hb). Hb adalah suatu molekul protein yang
mengandung besi dan terdapat di dalam sel darah merah, dapat membentuk ikatan
yang longgar dan reversible dengan oksigen. Hb berperan sebagai tempat
penyimpanan oksigen, ketika Hb jumlahnya kurang (Hb 9,6) maka jumlah
oksigen yang dihantarkan ke alveoli melalui kapiler paru berkurang, selain itu
juga kemampuan Hb mengikat dan melepaskan oksigen dipengaruhi oleh
beberapa hal seperti konsentrasi CO2, suhu, elektrolit, dan pH. Pada Ny. S
didapatkan data gas darah pCO2 53,5 mmHg, adanya CO2 tambahan pada darah
akan efeknya menurunkan afinitas Hb terhadap oksigen. Kemudian didapatkan
data riwayat demam sebelumnya, peningkatan suhu akan meningkatkan
pembebasan oksigen dari Hb untuk digunakan oleh jaringan yang lebih aktif.
Kemudian dengan pH 7,350 (kecenderungan asam), salah satu yang menyebabkan
pH menurun adalah tingginya kadar CO2, sehingga kapasitas O2 terhadap Hb
menurun (Rab, 2010; Sherwood, 2007).
Sedangkan sesak yang disebabkan oleh asidosis berhubungan dengan kadar CO2
dalam darah, namun dapat terjadi oleh karena benda keton, misalnya pada
penyakit diabetes. Sesak pada pasien diabetes dapat disebabkan karena
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
70
Sesak yang dialami oleh Ny. S sudah dirasakan sejak + 2 bulan sebelum masuk
rumah sakit dan memberat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak
yang terjadi berminggu-minggu menunjukkan adanya efusi pleura (toraks foto
tanggal 15/3/15 terdapat efusi pleura kiri), pada orang normal, cairan di rongga
pleura 0,1 – 0,2ml/kgBB. Akumulasi cairan pleura dapat menyebabkan tekanan
pleura menjadi lebih positif, sehingga akan mengganggu proses komplians paru.
efusi pleura dapat terjadi apabila terjadi peningkatan tekanan hidrostatik sistemik
(gagal jantung), penurunan tekanan onkotik kapiler (gagal ginjal dan gagal hati),
peningkatan permeabilitas kapiler (infeksi atau trauma), dan gangguan fungsi
limfatik (obstruksi limfatik yang disebabkan oleh tumor) (Black & Hawks, 2014).
Pada Ny. S efusi pleura dapat disebabkan karena peningkatan permeabilitas
kapiler akibat infeksi. Sesak kronik dan progresif menunjukkan adanya
penyumpatan bronkiolus atau menunjukkan adanya proses fibrosis paru (Rab,
2010) hal tersbut dibuktikan dengan hasil foto toraks yaitu didapatkan batas
jantung kanan bergeser, terdapat sugestif TB Paru lesi luas, dengan suspek
bronkiektasis.
Keluhan lain yang dirasakan Ny. S adalah batuk. Batuk merupakan salah satu
mekanisme bersihan jalan napas, berupa reflex protektif otomatis yang digunakan
untuk membersihkan trakea dan menghindari aspirasi partikel ke jalan napas
bawah (Black & Hawks, 2014). Batuk berdahak dengan warna sputum putih
kental sampai dengan kehijauan dapat disebabkan oleh karena adanya proses
inflamasi pada saluran pernapasan yang menyebabkan silia dari sel epitel bronkus
tidak berfungsi, elemen karilago muskularis mengalami nekrosis dan jaringan
elastis disekitarnya mengalami kerusakan sehingga berakibat dinding bronkus
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
71
menjadi lemah, melebar tak teratur dan permanen, hal tersebut merupakan proses
dari penyakit bronkiektasis (Alsagaff & Mukty, 2010). Proses inflamasi tersebut
melibatkan sitokin, oksida nitrit dan neutrophil protease yang pada akhirnya akan
menyebabkan kerusakan dinding bronkus dan inflamasi transmural sehingga
dilatasi bronkus terjadi (PDPI, 2013). Dilatasi abnormal bronkus dan gangguan
pembersihan sekresi bronkus (mucus clearance) dapat menyebabkan kolonisasi
kuman dan timbul infeksi oleh kuman pathogen sehingga terbentuk mucus yang
purulent yang stasis (Alsagaff & Mukty, 2010). Adanya mucus/cairan pada
bronkus akan memberika bunyi ronkhi pada saat dilakukan auskultasi paru.
Bronkus sendiri dikelilingi oleh arteri bronkialis, dan arteri ini yang memiliki
peranan penting dalam terjadinya hemoptysis (batuk darah) karena pada infeksi
sering terjadi hipervaskularisasi, hal ini didapatkan pada hasil pengkajian yaitu
pasien memiliki riwayat batuk darah sebelumnya (Rab, 2010).
Usia mempengaruhi perubahan pada struktur saluran napas bagian bawah, terjadi
penurunan gerakan silia, gerakan silia menjadi lebih pelan dan kurang efektif,
selain itu terjadi penurunan jaringan dinding alveolar dan serabut jaringan
elastisnya sehingga terjadi penurunan fungsi paru, hal ini ditunjang dengan
kelainan hasil gas darah: pH 7,350, pCO2 53,5 mmHg, pO2 180 mmHg, HCO3
28,7 mmol/L, TCO2 38,3 mmol/L, Base excess 3,5, Std HCO3 26,5 mmol/L,
saturasi O2 99,3%.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
72
Pada kebutuhan perawatan diri cairan adanya keluhan keringat malam. Keringat
malam umumnya baru timbul bila proses penyakit telah lanjut, kecuali pada
orang-orang dengan vasomotor labil keringat malam dapat timbul lebih dini
(Alsagaff & Mukty, 2010). Berdasarkan dari data asupan air diperoleh bahwa Ny.
S mendapatkan asupan air yang memadai, dengan penghitungan kebutuhan cairan
30 – 50 ml/kgBB/24jam, dengan BB 30 kg, maka dapat kebutuhan cairan Ny. S
sebanyak 900 – 1500ml/24 jam. Intake cairan pasien dalam 24 jam: minum +
500ml, cairan infus 1000ml = 1500 ml/24jam.
Berdasarkan hasil pemeriksaan glukosa darah dan elektrolit darah berupa natrium
dapat diperoleh osmolalitas plasma (mOsm/L) sebesar 291,89, dengan
Pada kebutuhan perawatan diri nutrisi didapatkan keluhan mual, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan (Alsagaff & Mukty, 2010), penurunan berat
badan yang dialami sebanyak 4 kg dalam 3 bulan (IMT 13,3). Penurunan berat
badan dapat dipengaruhi oleh faktor infeksi dan DM itu sendiri. Pada faktor
infeksi penurunan berat badan terjadi karena manifestasi toksemia yang timbul
belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses penyakit progresif (Alsagaff &
Mukty, 2010). Sedangkan, pada pasien DM terjadi peningkatan penggunaan
protein dan lemak, proses katabolisme meningkat, sehingga pasien bisa menjadi
kurus (Black & Hawk, 2014). Peningkatan penggunaan protein dapat dilihat dari
hasil ureum pasien yaitu 40 mg/dL. Ureum merupakan hasil dari metabolisme
protein.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
73
Ny. S juga mengalami gangguan pada system endokrin, yaitu mengalami diabetes
mellitus tipe II, dengan gula darah tidak terkontrol (gula darah sewaktu 286
mg/dL). Dengan adanya DM tingkat keparahan infeksi meningkat, hal tersebut
disebabkan oleh adanya abnormalitas dalam imunitas yaitu terjadi defek pada
fungsi sel-sel imun (makrofag dan limfosit) dan mekanisme pertahanan pejamu
yang diperantarai oleh sel dan fungsi fagosit berkaitan dengan hiperglikemia,
termasuk berkurangnya vaskularisasi (Cahyadi & Venty, 2011). Jenis sel darah
putih yang bergranulosit/ sel PMN diantaranya basophil, eosinophil, neutrophil.
Sedangkan sel darah putih tanpa granulosit diantara limfosit dan monosit. Netrofil
berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses
peradangan kecil lainnya, dan merupakan sel yang memberikan respon pertama
terhadap infeksi, limfosit merupakan mekanisme pertahanan tubuh, eosinophil
berhubungan dengan infeksi parasite, basophil bertanggung jawab untuk memberi
reaksi alergi dan antigen dengan jalan mengeluarkan histamine kimia yang
menyebabkan peradangan (Guyton & Hall, 2007). Pada Ny. S. didapatkan nilai
Leukosit 10,82 ribu/mm3 hal tersebut menunjukkan bahwa ada proses infeksi
dalam tubuh, dan didukung oleh nilai netrofil 82,7% (normal 50 – 70%) hal
tersebut memberikan informasi bahwa proses infeksi masih berlangsung, Nilai
limfosit pada Ny. S adalah 9,9% (normal 25 – 40 %) hal tersebut menunjukkan
bahwa mekanisme pertahanan tubuh Ny. S rendah.
Pada kebutuhan perawatan diri eliminasi didapatkan data bahwa pasien berkemih
dan defekasi dengan menggunakan diaper. Penggunaan diapers dapat membantu
pasien dalam meminimalkan aktivitas berlebihan yang akan memperberat sesak
yang pasien rasakan..
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
74
Dan sumber energi yang kurang akibat pasien tidak nafsu makan, status nutrisi
yang tidak baik. Kondisi tersebut dapat membuat kondisi badan pasien lemah.
Pada kebutuhan perawatan diri interaksi social didapatkan data pasien bukan
orang yang senang berbicara, dan menjawab namun kooperatif saat dilibatkan
dalam proses pemberian asuhan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
75
Orem menjelaskan bahwa tahapan ini ada pada pasien yang mengalami sakit atau
cedera, yang memiliki kelainan patologis spesifik termasuk kecacatan dan
ketidakmampuan, dan pada orang-orang yang sedang dalam proses medis,
diagnsotik, maupun pengobatan, yang secara jelas adanya gangguan pada struktur
tubuh manusia, perubahan fungsi fisik, dan perubahan perilaku dan kebiasaan
(Orem, Taylor, & Renpenning, 2001). Dalam hal ini Ny.S mengalami kelainan
patologis pada system respirasi mengalami perubahan fungsi fisik yaitu
mengalami sesak dan batuk.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
76
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
77
4.1.4 Implementasi
Implementasi (regulatory action) yang diberikan pada Ny. S untuk masing-
masing diagnosa perawatan:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Intervensi yang dilakukan merujuk pada NIC (Nursing Intervention
Classification) yang meliputi manajemen jalan napas. Tujuan dari manajemen
jalan napas adalah untuk memobilisasi dan menghilangkan sekresi dan
meningkatkan pertukaran gas. Salah satu intervensi yang dilakukan adalah
mengajarkan pasien batuk efektif. Batuk efektif memerlukan kemampuan pasien
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
78
untuk membersihkan sekresi, dengan cara ajarkan pasien untuk tarik napas dalam,
dan batukkan dua sampai tiga kali dengan mulut terbuka dengan menggunakan
otot abdomen, dengan teknik tersebut dapat meningkatkan bersihan jalan napas
dan dengan bantuan otot diafragma sehingga membuat batuk semakin kuat dan
efektif (Ackley, 2011). Ketika diajarkan batuk efektif pasien kurang dapat
mengikuti teknik yang diajarkan, namun setelah dilakukan dan diberikan contoh
sekaligus mengajak pasien untuk melakukan teknik batuk efektif secara
berulangkali pasien mampu melakukan namun tetap perlu dibimbing dan
diarahkan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
79
Untuk meningkatkan status nutrisi pasien, pasien diberikan diet DM 1700 kkal.
Perhitungan diet DM dilakukan berdasarkan BB 30 kg dan TB 150 cm, diperoleh
BB ideal = (150-100)-5 = 45 kg. Kebutuhan basal 45 kg x 25 kkal = 1125 kkal.
Koreksi Usia diatas 40 tahun: -5 % 56,25 kkal, aktivitas ringan: +10% 112,5
kkal, berat badan kurus: +20% 225 kkal, stres metabolic: +30% 337,5 kkal.
Total kalori = 1125 – 56,25 + 112,5 + 225 + 337,5 = 1743,75 ≈ 1700 kkal. Akan
tetapi ditemukan pasien tidak dapat menghabiskan porsi makan yang disajikan
sesuai dengan program diet yang telah ditentukan, pasien mengeluh mual dan
tidak nafsu makan, ditemukan juga tanda klinis kurangnya asupan nutrisi berupa
konjungtiva anemis. Sehingga perawat mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi pemenuhan nutrisi pasien secara oral, menganjurkan pemberian
makan dalam porsi kecil tapi sering dan menganjurkan pasien makan dalam posisi
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
80
duduk. Manfaat yang diharapkan dari pengaturan diit adalah mengontrol gula
darah pada batas normal.
e. Intoleransi aktivitas
Diagnosa intoleransi menurut NANDA (2012) adalah ketidakcukupan energi baik
secara fisiologis maupun psikologis untuk bertahan atau menyelesaikan aktivitas
harian yang diperlukan. Energi merupakan hasil dari oksidasi karbohidrat, protein
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
81
dan lemak (Guyton & Hall, 2006). Status nutrisi yang buruk dapat menggangu
fungsi pernapasan, sedangkan jika fungsi pernapasan terganggu maka sel tidak
dapat melakukan reaksi oksidasi untuk menghasilkan energi. Energi dibutuhkan
tubuh untuk menjalankan fungsi metabolisme esensial tubuh, melakukan aktivitas
sehari – hari, proses mencerna, penyerapan, dan pemrosesan makanan, dan
mempertahankan suhu tubuh (Guyton & Hall, 2006). Ny. S berdasarkan hasil
pengkajian dengan menggunakan barthel indeks didapatkan penilaian terhadap
masing-masing komponen pengkajian yaitu pasien makan butuh bantuan (1),
mandi tergantung orang lain (0), perawatan diri membutuhkan bantuan orang lain
(0), berpakaian sebagian dibantu (1), buang air kecil kontinensia (2), buang air
besar kontinensia (2), penggunaan toilet tergantung bantuan orang lain, transfer
tidak mampu (0), mobilisasi menggunakan kursi roda (1), naik turun tangga tidak
mampu (0). Skor total 7 (ketergantungan berat). Pada Ny. S juga didapatkan data
bahwa dari hasil foto toraks terdapat efusi pleura kiri. Efusi pleura adalah
penumpukkan cairan pada rongga pleura. Penyebab efusi pleura dapat
dikelompokkan ke dalam empat kategori utama yaitu peningkatan tekanan
hidrostatik sistemik, penurunan tekanan onkotik kapiler, peningkatan
permeabilitas kapiler dan gangguan fungsi limfatik. Berdasarkan dari data yang
didapat pada Ny. S efusi pleura yang terjadi disebabkan karena peningkatan
permeabilitas kapiler. Efusi pleura dapat menyebabkan ekspansi paru terganggu
sehingga pasien akan mengalami sesak napas, terutama saat beraktivitas seperti
yang dialami Ny. S. intervensi yang diberikan yaitu manajemen energi, dimana
tujuannya adalah meregulasi energi untuk mengurangi kelelahan dan
mengoptimalkan fungsi tubuh. Dengan manajemen energi pasien akan dibatasi
aktivitasnya sesuai dengan kemampuan, untuk meminimalkan penggunaan energi
berlebih untuk usaha napas.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
82
2009). Dari hasil pengkajian Ny. S belum siap untuk diberikan edukasi karena
pasien masih merasakan sesak napas, sehingga pasien tidak akan mampu untuk
focus, sehingga edukasi diberikan kepada anak pasien yang selalu menjaga pasien.
Edukasi mengenai medikasi dapat diberikan kepada pasien dengan menggunakan
bahasa sederhana yang dapat pasien mengerti.
4.1.5 Evaluasi
Orem, Taylor, & Renpenning (2001) menuliskan bahwa pada tahap evaluasi
observasi dan penilaian dilakukan untuk menentukan apakah desain system
keperawatan sudah sesuai dengan kondisi pasien, dan melihat pencapaian pasien
melalui langkah-langkah perawatan yang telah dilakukan dalam memenuhi
perawatan diri pasien. Dari hasil implementasi, pada diagnosa ketidakefketifan
bersihan jalan napas, gangguan pertukaran gas, intoleransi aktivitas, dan
ketidakefektifan manajemen kesehatan diri pasien mengalami peningkatan,
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
83
Adapun pasien yang menjadi kasus kelolaan sebagian besar adalah laki-laki
(66,7%), dengan status perkembangan hampir sebagian besar berada dalam tahap
dewasa awal (40%), memiliki riwayat merokok (63,3%).
Keluhan yang membawa pasien ke rumah sakit paling banyak adalah sesak (60%)
hal tersebut sesuai dengan teori bahwa salah satu manifestasi klinis yang sering
berhubungan dengan system pernapasan adalah sesak, pasien dengan riwayat
merokok dapat mengalami penurunan fungsi siliar paru, peningkatan produksi
mucus, serta perkembangan kanker paru dan masalah kronis. Kebiasaan merokok
biasanya lebih banyak pada laki maka hal tersebut sesuai dengan data yang ada.
Adapun dari hasil analisis diperoleh bahwa diagnosa keperawatan yang ditemukan
pada semua kasus kelolaan sistem respirasi adalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas, gangguan pertukaran gas, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan, nyeri akut, risiko intoleransi aktivitas, hipertermi, risiko syok, risiko
perdarahan, ketidakpatuhan, kelebihan volume cairan, disfungsi penyapihan
ventilator, risiko trauma vascular, ketidakefektifan manajemen kesehatan diri,
gangguan komunikasi verbal: berbicara, deficit perawatan diri: mandi, deficit
perawatan diri: berpakaian, deficit perawatan diri toileting, risiko ketidakstabilan
glukosa darah.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
84
Masalah keperawatan yang paling banyak terjadi pada pasien yang mengalami
gangguan system respirasi adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas. Diagnosa
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas menurut NANDA (2012)
adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari jalan
napas untuk menjaga kebersihan jalan napas. Saluran napas berfungsi sebagai
suatu saluran udara yang mengalir dari dan ke komplek alveolar. Saluran napas
terdiri atas trakea, bronkus utama kanan dan kiri serta cabang-cabangnya. Cabang
bronkus tersebut membagi diri secara dikotomi hingga generasi 23 dan generasi
24, namun ada pula yang menyebutkan sampai generasi 27 (Alsagaff & Mukty,
2010). Bronkus utama sebagai percabangan pertama, kemudian bronkus lobaris
sebagai percabangan kedua, bronkus segmental pada percabangan ketiga, bronkus
subsegmental pada percabangan ke-4 sampai ke-16, kemudian percabangan yang
ke-17 sampai ke-19 yang merupakan percabangan bronkiolus respiratorius dan
percabangan yang ke-20 sampai ke-22 merupakan percabangan duktus alveolaris
dan sakus alveolaris adalah percabangan terakhir (Rab, 2010).
Trakea terdiri dari 16-20 cincin tulang rawan yang berbentuk setengah lingkaran
atau bulan sabit, bagian posterior trakea dibentuk oleh jaringan elastis bersama
dengan otot polos, otot tersebut akan aktif berkontraksi pada saat ekspirasi dalam
atau batuk sehingga lumen trakea menyempit. Pada bagian dalam lapisan otot dan
tulang rawan ini didapatkan suatu lapisan jaringan ikat yang mengandung serabut
saraf dan kelenjar mucus, dan lebih dalam lagi ke arah lumen terdapat membrane
mukosa yang mengandung sel goblet, sel bersilia dan sel epitel (Alsagaff &
Mukty, 2010). Kemudian, didalam setiap bronki terdapat jaringan yang terbentuk
dari jaringan elastis, jaringan retikuler, otot polos, kapiler, jaringan limfatik serta
serabut saraf, selain itu terdapat juga sel-sel PMN, limfosit dan sel mast, lapisan
lebih dalam lagi didapatkan sel bersilia dan sel goblet. Jumlah sel goblet paling
banyak di trakea dan bronkus utama, jumlahnya menurun sesuai dengan makin
kecilnya bronki (Alsagaff & Mukty, 2010). Terdapat 4 kelenjar yang
menghasilkan sekresi pada trakea yaitu kelenjar submukosa, sel goblet, sel klara,
cairan transudate jaringan. Rata-rata cairan yang diproduksi adalah berkisar antara
10 – 100 ml dan pada keadaan infeksi dapat mencapai 200 – 300 ml (Rab, 2010).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
85
Berdasarkan dari hasil resume 30 kasus system respirasi, sesak (60%) dan batuk
(26,7%) merupakan keluhan pertama yang menjadi alasan pasien datang ke rumah
sakit. Terjadinya batuk sebagai suatu mekanisme dari saluran napas untuk
membersihkan saluran napas, namun batuk dapat dianggap patologis jika
frekuensi bertambah dan kedalamannya bertambah. Batuk merupakan reflek vagal
dimana efektor utamanya adalah otot-otot serat lingtang pada otot pernapasan,
diafragma dan otot polos saluran pernapasan. Batuk dapat terjadi karena adanya
inhalasi zat iritan, inflamasi, sekresi jalan napas, benda asing, tumor yang
merangsang reseptor batuk (laring, trakea, bronkus, saluran telinga, pleura, perut,
hidung, sinus paranasal, faring, pericardium, diafragma). Jumlah reseptor akan
semakin berkurang pada percabangan bronkus kecil dan sejumlah besar reseptor
terdapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor
sensorik batuk peka terhadap rangsang mekanik dan kimia. Reseptor yang
sensitive terhadap sentuhan dan pergerakan terdapat di laring, trakea, dan karina.
Reseptor yang sensistif terhadap rangsang kimia ada di laring, trakea, bronkus.
Sedangkan rangsangan pada alveolus dan saluran napas yang lebih kecil
menyebabkan batuk tidak efektif, hal tersebut terjadi karena turbulensi udara yang
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
86
bergerak tidak cukup besar dan cepat. Rangsangan tersebut akan dialirkan oleh
serabut saraf aferen yang ada pada cabang nervus vagus. Rangsangan dari sinus
paranasalis dialirkkan oleh nervus trigeminus. Rangsangan dari faring dihantarkan
oleh nevus glossofaringeus. Rangsangan dari pericardium dan diafragma
dihantarkan oleh nervus frenikus. Rangsangan dari nervus tersebut dihantarkan ke
pusat batuk yang berada pada medulla oblongata, kemudian diteruskan oleh
serabut saraf eferen ke efektor sehingga terjadilah mekanisme batuk (Rab, 2010;
Ali, Summer, & Levitzky, 2010). Serabut saraf aferen terdiri dari rapidly adapting
mechanoreceptors (RARs), slowly adapting mechanorecceptors (SARs) dan serat
C. Fase batuk meliputi fase inspirasi, penutupan glottis, relaksasi diafragma,
kontraksi aktif otot ekspirasi dengan meningkatkan tekanan pleura sampai 200
mmHg, pembukaan glottis.
Pada pasien dengan penyakit pernapasan kronik dan penurunan kesadaran dapat
menurunkan efektifitas dari batuk (Ali, Summer, & Levitzky, 2010). Batuk yang
terjadi pada pasien asma biasanya disertai wheezing dan sesak pada dada, varian
batuk asma terjadi dalam beberapa bulan disertai infeksi saluran napas atas dan
menetap dalam beberapa bulan. Batuk yang dirasakan pada pasien asma terjadi
karena adanya induksi sekresi jalan napas, hiperaktivitas bronkial dan inflamasi
dari eosinophil. Namun bronkokonstriksi yang berhubungan dengan batuk.
Perubahan yang cepat dan besar pada volume paru dapat menyebabkan batuk.
Bronkokonstriksi dipercaya disebabkan oleh aktivasi dari serat C dan reseptor
lainnya. Serat C sangat sensitive pada rangsang kimia yaitu bradikinin, capsaicin,
dan ion hydrogen, dan sesor batuk pada jalan napas (Ali, Summer, & Levitzky,
2010).
Sesak adalah kesulitan bernapas yang disebabkan karena suplai oksigen kedalam
jaringan tubuh tidak sebanding dengan oksigen yang dibutuhkan tubuh, hal
tersebut terlihat dengan adanya kontraksi dari otot-otot pernapasan tambahan,
perubahan ini biasanya terjadi dengan lambat, namun dapat pula terjadi dengan
cepat (Rab, 2010). Sesak distimulasi oleh situasi (latihan, hipoksia, atau menahan
napas), kondisi medikasi (peningkatan resistensi jalan napas, penurunan komplian
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
87
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
88
dari pasien post craniotomy (16,6%), gagal napas dan hemoptysis (16,7%), post
torakotomi (16,67%), dan pasien post laparatomi (50%). Seluruh pasien berada
pada rentang usia antara 18 – 67 tahun, 100% berjenis kelamin laki-laki.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
89
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
90
diubah. Pada pasien yang diduga VAP dapat terjadi karena efek penuaan.
Kebanyakan perubahan pada saluran napas bawah terjadi karena efek penuaan,
gerakan silia pada saluran napas atas menjadi lebih pelan dan menjadi kurang
efektif, selain itu struktur paru juga mengalami perubahan dan terjadinya
penurunan jaringan dinding alveolar dan serabut jaringan elastisnya (Black &
Hawks, 2014), selain itu pada proses pengkajian awal rongga mulut, didapatkan
rongga mulut yang kotor, berbau, dan terdapat banyak sisa – sisa makanan,
disertai dengan sputum yang sudah berwarna kuning sejak awal pasien masuk.
Sputum yang berwarna kuning dan berbau menandakan adanya infeksi pada
saluran pernapasan, hal ini dibuktikan dengan didapatkannya pemeriksaan sputum
kultur berisi bakteri acinetobacter baumanii. Namun setelah dilakukan oral
hygiene sebanyak dua kali pagi dan sore didapatkan rongga mulut yang lebih
bersih dibandingkan sebelumnya dan berkurangnya bau dari rongga mulut pasien.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
91
terdapat salah satu standar JCI yaitu semua penemuan baru yang berhubungan
langsung dengan pasien harus melewati tahap uji klinis terlebih dahulu. Kegiatan
inovasi modifikasi WSD 1 botol terdiri dari lima tujuan: (1) untuk mendapatkan
gambaran persepsi tenaga kesehatan terhadap pentingnya WSD yang lebih aman,
lebih nyaman dan lebih indah, (2) mendapatkan gambaran kepuasan pasien setelah
penerapan modifikasi WSD 1 botol, (3) mendapatkan gambaran data hasil uji
ketahanan pada proses sterilisasi tutup botol modifikasi WSD, (4) mendapatkan
gambaran data uji mikrobiologi pada tutup botol WSD modifikasi (5)
mendapatkan data tidak adanya risiko cedera pada modifikasi WSD 1 botol.
Pada tujuan pertama proyek inovasi adalah untuk mengetahui persepsi tenaga
kesehatan (perawat dan PPDS Paru) terhadap pentingnya WSD yang lebih aman,
lebih nyaman dan lebih indah. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh
beberapa perawat dan PPDS Paru terhadap modifikasi WSD 1 botol ini
diungkapkan secara lisan bahwa modifikasi WSD 1 botol terlihat bagus, dan lebih
aman. Namun diperlukan uji lebih lanjut dengan menggunakan kuesioner persepsi
untuk mendapatkan data yang lebih valid terkait gambaran persepsi tenaga
kesehatan. Selain itu untuk mencapai tujuan selanjutnya dari modifikasi WSD 1
botol ini harus melewati beberapa prosedur seperti uji mikroba yang dilakukan di
laboratorium mikrobiologi dan uji ketahanan pada proses sterilisasi di ruang
CSSD RSUP Persahabatan. Serangkaian dari kegiatan inovasi modifikasi WSD 1
botol ini harus melewati proses procedural terkait penelitian.
Namun proyek inovasi modifikasi WSD 1 botol telah mendapat persetujuan untuk
dilaksanakan dari pihak-pihak yang terkait dengan penerapan modifikasi WSD 1
botol, diantaranya adalah Kepada SMF Paru, Kepala Sub Divisi Pulmonology,
Kepala Sub Divisi Intervensi Pulmonology, Kepala Sub Divisi Infeksi, dan
Konsulen Muda di SMF Pulmonologi. Serta Kepala Mikrobiologi dan Sub
Komite PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) memberikan dukungan secara
lisan untuk membantu dalam pemeriksaan mikrobiologi. Sehingga kelompok
melanjutkan kegiatan inovasi tersebut dengan membuat modifikasi WSD 1 botol
sebanyak 6 unit, sehingga ketika kelompok sudah mendapatkan persetujuan secara
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
92
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
5.1.1 Penerapan model Self-Care Orem pada gangguan sistem repirasi mampu
meningkatkan kemampuan melakukan asuhan keperawatan terutama dalam
hal meningkatkan kemampuan pasien dalam melakukan perawatan diri
dengan memperhatikan faktor fisiologis, psikologis, budaya dan lingkungan
secara menyeluruh.
5.1.2 Masalah keperawatan yang paling sering muncul pada 30 resume kasus
kelolaan adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas dan gangguan
pertukaran gas, dengan keluhan utama sesak dan batuk.
5.1.3 Adanya kecenderungan VAP pada salah satu dari enam pasien dalam praktik
keperawatan berbasis bukti oral hygiene dengan menggunakan
chlorhexidine 0,12% pada pasien yang terpasang alat ventilasi mekanik.
5.1.3 Modifikasi WSD 1 botol diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan
keamanan pasien.
5.2 Saran
5.2.1 Pelayanan Keperawatan
a. Model Self-Care Orem dapat digunakan dalam menerapkan asuhan
keperawatan yang dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan ruangan
dengan bentuk yang lebih mudah dipahami.
b. Data diagnosa keperawatan yang sering muncul yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan napas dan gangguan pertukaran gas dapat dijadikan
pertimbangan manajemen RSUP Persahabatan dalam menyediakan
kebutuhan logistik di area respirasi.
c. Praktik keperawatan berbasis bukti oral hygiene dengan menggunakan
chlorhexidine 0,12% dapat dijadikan standar prosedur operasional di
area respirasi.
d. Modifikasi WSD 1 botol diharapkan dapat dilakukan uji coba klinis
sehingga dapat diterapkan pada pasien untuk sehingga dapat
93 Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
94
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Juhdeliena, FIK UI, 2015
Lampiran 1
PEDOMAN PENGKAJIAN
SELF CARE DEFICIT NURSING THEORY (SCDNT)
Promosi kearah Fokus pengkajian: hidup dengan norma-norma manusia dan potensi
normal seorang manusia. Fokus pengkajian dibagi dalam 2 kelompok:
- Faktor individu: status yang membatasi pengetahuan individu atau
pengetahuan diri yang salah, status perkembangan kognitif, status
disabilitas fisik dengan gangguan sensasi dan persepsi dalam
control posisi dan pergerakan, status aktivitas yang terbatas,
gangguan komunikasi, tidak adanya bagian tubuh yang terlihat
Kondisi awal pasien: Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Sesak tidak dipengaruhi aktivitas dan tidak ada bunyi ngik. Sesak disertai demam, batuk
dahak berwarna hijau. Keringat malam tidak ada, nafsu makan menurun. Riwayat diabetes
mellitus sejak tahun 1999, sejak 1 bulan terakhir mengunakan insulin. Riwayat OAT tahun 2000
selama 6 bulan (obat minum)
Diketahui : V1 = 150 ml
M1 = 0,2
M2 = 0,12
V2 = yang ditanyakan (misal: a)
Jawab: V1 x M1 = V2 x M2
150 x 0.2 = a x 0.12
30 = a x 0.12
a = 30 : 0.12
V2 = a = 250
Volume akhir larutan adalah 250 ml, sehingga 100 ml
Kode Responden:
Inisial :
Usia :
Jenis Kelamin :L/P
Diagnosa Medis :
Tanggal Intubasi :
Kriteria VAP :
No Kriteria Hari 1 Hari 2 Hari 3
1 Foto Toraks
2 Suhu Tubuh
3 Sekret Purulen
4 Leukositosis
Lampiran 5
No Resume Kasus
1. Diagnosa medis: Pengobatan TB Paru dalam OAT fase lanjutan bulan ke-5, hidropneumotoraks kanan ec fistula bronkopulmoner dd/
infeksi bakteri, infeksi amuba, sindrom dispepsia
Faktor Kondisi Dasar:
Tn. N, 28 tahun, laki-laki. Tahap perkembangan dewasa awal, Pasien datang dengan keluhan sesak sudah dialami selama 1 minggu dan
memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dipengaruhi aktifitas, posisi penderita yang miring ke kiri atau ke kanan. Tidak
dipengaruhi oleh cuaca. Bunyi mengi tidak ada. Sesak berkurang saat penderita tidur dengan 2 – 3 bantal. Sesak sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit disertai dengan batuk, dahak ada berwarna putih. Nyeri dada ada memberat saat batuk. Keringat malam ada, berat badan
menurun sebanyak 2 kg dalam 1 bulan, nafsu makan menurun, mual ada, muntah tidak ada. Demam ada sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit, tinggi pada perabaan, defekasi dan berkemih tidak ada keluhan. Pasien lulusan SMA, suku asli Manado, pernah bekerja sebagai
bartender di sebuah hotel. Pasien selalu datang ke RSUP Persahabatan jika ada keluhan sakit, tahun 2014 minum OAT dan suntik
streptomycin pasca pneumonektomi bulan ke-5 fase lanjutan. Pasien belum menikah, tinggal bersama orangtua dan adik-adik pasien. pasien
memiliki kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol. Pasien tinggal di rumah yang memiliki banyak jendela sehingga sinar
matahari dapat masuk ke dalam rumah, namun pada kamar pasien tidak terdapat jendela, sehingga sinar matahari tidak dapat masuk ke
kamar pasien, sedangkan pasien lebih sering melakukan aktvitas di kamar pasien sendiri. Pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan
untuk biaya hidup dipenuhi dari orangtua pasien, jarak antara rumah ke pelayanan kesehatan dekat.
Cairan: pasien tidak ada keluhan gangguan dalam hal cairan, tidak ada gangguan dalam menelan. Pasien tidak merasa kesulitan dalam
minum dan buang air kecil, mobilisasi jalan. Turgor kulit baik, Tanda-tanda vital: Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 92 x/menit, Frekuensi
pernapasan 40 x/menit, Suhu 36,5oC, saturasi oksigen 98%, CRT < 3 detik.
Nutrisi: Pasien mengatakan selama di rumah sakit semua makanan yang diberikan RS selalu dihabiskan bahkan pasien merasa masih kurang,
tidak ada kesulitan saat makan, namun saat ini pasien merasa tidak ada nafsu makan karena nyeri yang dirasakan. Konjungtiva tampak pucat.
Diet tinggi kalori tinggi protein. Pasien mengatakan dalam sehari bisa menghabiskan air putih + 2000mL. BB masuk 49 kg, TB 165 cm
(10/9) IMT 17.99 (dalam rentang kurang dari normal), BB 50 kg (22/9) IMT 18,36 (dalam rentang kurang dari normal). Pasien ada riwayat
minum-minuman beralkohol. Integritas kulit baik, lesi tidak ada, kulit lembab, membrane mukosa mulut lembab. Laboratorium: Hematologi:
Leukosit 8.28 ribu/mm3, eritrosit 3.50 juta/uL, hemoglobin 9.4 g/dL, hematocrit 30%, trombosit 524 ribu/mm3.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang kesulitan berkemih ataupun defekasi. Aktivitas defekasi dan berkemih dilakukan di kamar
mandi, pasien mobilisasi jalan. Jarak dari kamar pasien ke kamar mandi cukup dekat, dan kamar mandi rutin dibersihkan setiap hari.
Aktivitas/istirahat: Pasien mengeluh bahwa malam suka terbangun karena nyeri pada area pemasangan WSD, yang dirasakan saat berubah
posisi tidur,
Interaksi sosial: pasien memiliki banyak teman, komunikasi baik, selama sakit pasien masih berkomunikasi dengan pacar pasien melalui
handphone, komunikasi dengan keluarga lancar.
Pencegahan terhadap bahaya: Pasien tidak merasa khawatir dengan penyakitnya karena menurut pasien jarak antara rumah dengan rumah
sakit dekat, sehingga jika ada dirasakan keluhan akses ke rumah sakit cepat. Pasien selama berinteraksi dengan teman-teman sebelumnya
tidak menggunakan masker, dan pasien masih memiliki kebiasaan merokok dan minum-minuman beralkohol sampai sekarang
Promosi ke arah normal: pasien tidak merasa menjadi terbatas aktivitasnya, pasien masih merasa dapat beraktivitas seperti biasa, begadang
malam-malam bersama teman pasien disertai dengan minum alcohol dan merokok. Pasien didukung penuh oleh keluarga selama menjalani
pengobatan, tidak mengalami gangguan dalam berkomunikasi dengan keluarga.
rutin dan kekambuhan. Pasien menyadari konsekuensi jika tidak dilakukan tindakan operasi. Pasien belum dapat menyesuaikan diri dengan
kondisi tubuhnya, pasien belum mau untuk dilakukan tindakan repair fistel dan kemungkinan torakoplasti. Pasien belum dapat menyesuaikan
gaya hidupnya sesuai dengan status kesehatannya, pasien masih merokok dan minum-minuman beralkohol, pasien merasa bahwa gaya
hidupnya yang menyebabkan pasien sakit terus.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Ketidakefektifa Intervensi: Manajemen jalan napas, peningkatan batuk, metode bantuan membimbing dan mengarahkan
n bersihan Implementasi: Auskultasi suara paru, Pantau status respirasi dan oksigenasi, berikan oksigen sesuai indikasi, Ajarkan
jalan napas pasien batuk efektif, anjurkan tingkatkan asupan cairan. Kolaborasi: Fosmycin 2 gram intravena, Etambutol 1 x 2 tablet,
(Kompensasi Ambroxol 30 ml oral, Oksigen 5 L/menit.
sebagian)
Evaluasi dilakukan setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 10 hari:
Data: Klien mengatakan slem hanya sedikit. Klien mengeluh sesak masih ada. Pola napas torakoabdominal, RR 22x/menit,
napas dangkal, tidak ada penggunaan otot-otot napas tambahan. Pasien kadang batuk pelan. Ronkhi -/-. Terpasang O2
5lpm, saturasi 99%. Posisi tidur elevasi head of bed 45 o. Terpasang O2 5 lpm menggunakan nasal canule
Thorak foto: Fistula bronkopleura.
Analisis: kemampuan perawatan diri pasien meningkat.
Nyeri akut Intervensi: manajemen nyeri
(Kompensasi Implementasi: mengkaji nyeri, mengkaji dampak nyeri, mengobservasi rasa tidak nyaman nonverbal, evaluasi efektitas
sebagian) control nyeri, mengajarkan pasien teknik nonfarmakologikal nyeri seperti: music terapi. Kolaborasi: pemberian analgetik
ketorolac 30 mg intravena, ranitidine 50 mg intravena.
Evaluasi dilakukan setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 10 hari:
Data: Klien mengatakan nyeri sudah banyak berkurang, skala nyeri 2-3/10. Klien mengatakan hari ini sudah BAB. Klien
mengatakan cukup tidur. Wajah klien tampak tenang. Terpasang WSD: produksi WSD + 50 ml/24jam, warna produksi
serous, buble (+), undulasi (+) 1 – 2 cm. Reposisi WSD sudah dilakukan tanggal 30/09/14, selang terfiksasi baik.
Analisis: kemampuan perawatan diri pasien meningkat.
Ketidakseimba Intervensi: Manajemen nutrisi
ngan nutrisi: Implementasi: identifikasi alergi makanan, tentukan jumlah kebutuhan kalori pasien, anjurkan pasien untuk makan dalam
kurang dari posisi duduk, anjurkan keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien. Kolaborasi dalam pemberian antiemetic dan
kebutuhan anti nyeri sesuai dengan kondisi pasien: ketorolac 3 x 30 mg intravena, ranitidine 2 x 50 mg intravena.
tubuh
(Kompensasi Evaluasi dilakukan setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 10 hari:
sebagian) Data: Pasien mengatakan mual tidak ada, porsi makan selalu dihabiskan. BB pasien naik menjadi 51 kg sehingga IMT
18,7 (normal), tanda malnutrisi tidak ada.
Analisis: kemampuan perawatan diri pasien meningkat
No Resume Kasus
2. Diagnosa medis: Asma bronkial
Faktor Kondisi Dasar:
Ny. S, 43 tahun, Status perkembangan dewasa madya. Pasien mengatakan sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk RS dan kurang tidur.
Pasien berasal dari suku Betawi, agama Islam, pendidikan setingkat SMP. Pada saat pasien kambuh dengan penyakit asmanya ia selalu
datang ke RS Persahabatan, sebelumnya pun ia belum lama dirawat karena asmanya kambuh. Di rumah pun pasien menyediakan tabung
oksigen untuk membantunya bila terjadi kesulitan bernafas, pasien juga mempunyai alat inhalasi sendiri dan saat ini dibawa untuk dirinya
karena ia diberikan obat inhalasi oleh dokter. Bila sesak nafasnya tidak teratasi, maka pasien datang ke RS Persahabatan. Bentuk keluarga
klien adalah keluarga inti. Pasien berkomunikasi dengan keluarga an pasien lain di sebelah tempat tidurnya dengan baik dan hangat. Saat
sakit biasanya pasien ditunggu oleh suami dan anaknya. Pasien mengatakan bahwa ia tidak merokok, sehari-harinya ia bekerja sebagai
tukang masak dan berjualan makanan seperti nasi uduk dan kue-kue yang dipesan oleh orang lain, selama masih sehat ia membuat kue
bersama suaminya sehingga suaminya sudah bisa membuat kue. Dan selama pasien sakit, suaminya lah yang berjualan kue yang dibantu
oleh anak-anaknya. Pasien tidak mempunyai riwayat minum alcohol, dan tidak pernah berolahraga. Pasien tinggal di lingkungan yang agak
padat, bukan di perumahan. Menurut pasien bahwa rumahnya selalu dalam keadaan bersih dan tidak berdebu, dan ia tidak mengalami
kekambuhan dari debu rumah tangga, karena rumahnya selalu dibersihkan. Pembiayaan didapatkan dari jaminan social, dan dari hasil
wiraswasta suaminya.
Cairan: edema tidak ada, kebutuhan cairan dapat dipenuhi dengan baik.
tampak edema pada ekstremitas, riwayat penyakit jantung ada, Tanda-tanda vital: Tanda-tanda vital: TD 120/80 mmHg, N 96 x/menit, S
36,80C Laboratorium: natrium 139 mmol/L, kalium 4,12 mmol/L, Klorida 102 mmol/L, Ureum 45 mg/dL, kreatinin 1,1 mg/dL.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: Keluhan sesak dirasakan jika pasien mengalami aktivitas yang berat atau kelelahan.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Pencegahan terhadap cedera: Pasien mengetahui jika pasien mengalami kelelahan akan berdampak pada timbulnya sesak, sehingga anak
pasien meminta pasien untuk beristirahat.
No Resume Kasus
3. Diagnosa medis: abses paru kanan dd/ efusi pleura loculated ec TB dd/infeksi bakteri, CAP SP 40
Faktor Kondisi Dasar:
Tn. W, Laki-laki. Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang dirasakan selama 1 bulan, dan memberat 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Tahap masa dewasa awal. Pasien suku betawi, pekerjaan wiraswasta, pasien bekerja sebagai penjual minuman ringan, minuman
diangkut dengan menggunakan sepeda. Pasien belum pernah dirawat sebelummnya. Pasien merupakan seorang suami dan ayah. Pasien
tinggal bersama isteri dan kedua anaknya. Pasien tidak pernah merokok, jarang berolahraga. Kondisi rumah pasien memiliki pencahayaan
dan ventilasi yang baik, pasien tinggal dalam perumahan yang agak padat penduduknya. Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari jaminan
social, sumber hidup pasien berasal dari hasil dagangan pasien.
Ketidakefektifa Intervensi: Edukasi penyakit, Implementasi: kaji kemampuan pasien mengenai kemampuan dalam mengerti proses
n manajemen penyakit, jelaskan penyebab, tanda dan gejala penyakit, identifikasi perubahan dari kondisi fisik, berikan informasi juga
kesehatan diri kepada keluarga, diskusikan mengenai perubahan gaya hidup untuk mencegah komplikasi penyakit, diskusikan dengan
(suportif pasien/keluarga mengenai pilihan obat yang diberikan, dan fungsi obat tersebut, jelaskan kemungkinan komplikasi yang
edukatif) akan terkaji.
Intervensi: manajemen medikasi
Implementasi: berikan medikasi sesuia dengan protocol, pantau efektifitas obat, pantau efek terapeutik obat, pantau tanda
dan gejala toksisitas obat, pantau efek samping obat, pantau serum darah, pantau interaksi obat, pantau kepatuhan pasien
dalam minum obat, ajarkan pasien/keluarga cara meminum obat, efek samping.
No Resume Kasus
4. Diagnosa medis: Empiema toraks kanan ec TB dd/infeksi non TB
Faktor Kondisi Dasar:
Ny. A, 40 tahun, Perempuan. Sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Tahap perkembangan dewasa awal. Pendidikan pasien SMA,
pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien pernah dirawat di RS swasta dan dikatakan paru-parunya terendam cairan di rawat selama 3
hari, dilakukan pengeluaran cairan namun cairan yang keluar sebanyak 100ml, kemudian dipulangkan. Pasien riwayat minum OAT hari ke-
8. Peran pasien sebagai isteri dan ibu rumah tangga, pasien tinggal bersama suami dan anak pasien. Pasien tidak memiliki kebiasaan
merokok. Kondisi rumah menurut pasien rumah terdapat ventilasi, namun sinar matahari hanya sedikit masuk ke rumah, perumahan dengan
padat penduduk. Biaya kesehatan menggunakan jaminan social, jarak rumah pasien ke RSUP Persahabatan mudah diakses.
Cairan: Keluhan demam tidak ada, keringat malam tidak ada. Laboratorium: Natrium 133 mmol/L, Kalium 3,4 mmol/L, Cl 95 mmol/L,
ureum 10 mg/dL, kreatinin 0,6 mg/dL.
Nutrisi: Riwayat DM, diit DM TKTP 1500 kkal, Keluhan mual muntah tidak ada, Laboratorium: Leukosit 9,51 ribu/mm3 (Netrofil 71,4%,
Limfosit 20%, Monosit 7,9%, Eosinofil 0,6%, Basofil 0,1%), eritrosit 3,79 juta/uL, hemoglobin 9 g/dL, hematocrit 30%, trombosit 610
ribu/mm3.
Eliminasi: Tidak ada keluhan terkait eliminasi defekasi. Pada pola berkemih pasien mengatakan sering berkemih, warna urin kemerahan,
pasien berkemih menggunakan pispot
Aktivitas/Istirahat: Pasien tidak dapat beristirahat karena sesak, sesak dirasakan memberat saat pasien berbaring, pasien pun belum mampu
untuk melakukan aktivitas seperti berjalan.
Interaksi social: Pasien tidak mengalami gangguan dalam komunikasi, hubungan social dengan tetangga di rumah, dan teman sekamar baik.
Pencegahan cedera: Pasien khawatir dengan penyakitnya, namun pasien tampak tenang, pasien selalu ke rumah sakit jika merasakan sakit.
Promosi ke arah normal: Selama sakit peran pasien sebagai ibu rumah tangga digantikan oleh suami pasien, suami pasien rutin menemani
pasien di rumah sakit.aktivitas pasien di rumah sakit terbatas karena sesak yang dirasakan.
Peran pasien sebagai orangtua sementara belum dapat dilanjutkan, sehingga suami pasien yang menggantikan peran pasien untuk sementara.
No Resume Kasus
5. Diagnosa Medis Tuberkulosis Paru BTA positif lesi luas dengan hemoptisis
Faktor Kondisi Dasar
25 tahun, Perempuan, Batuk darah sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, batuk darah warna merah segar jumlah sekitar 2 sendok makan.
Perkembangan tahap dewasa awal. Pendidikan terakhir pasien SMP, suku Sunda, agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga. Pasien
mengatakan baru kali ini dirawat di rumah sakit. Pasien seorang isteri dan ibu, pasien tinggal bersama suami pasien dan anaknya. Pasien
perokok pasif, suami pasien memiliki kebiasaan merokok sampai sekarang. Rumah pasien memiliki jendela, namun jendela jarang dibuka,
sinar matahari jarang masuk ke dalam rumah. Rumah cederung gelap. Sumber pembiayaan berasal dari jaminan social, akses ke pelayanan
kesehatan dekat, kebutuhan sehari-hari pasien dipenuhi oleh suami pasien.
No Resume Kasus
6. Diagnosa Medis Penurunan kesadaran ec meningistis TB, CAP, gagal napas tipe II, TB Paru BTA (?) Lesi luas kasus baru, pneumotorak kiri
spontan sekunder ec TB, kejang
Faktor Kondisi Dasar:
Tn. D, 23 tahun, laki-laki. Sesak napas yang dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, dan memberat sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Tahap perkembangan dewasa awal. Pendidikan terakhir pasien setingkat SMA, pasien bekerja sebagai pegawai swasta, pasien bersuku
Sunda. Pasien sebelumnya berobat ke puskesmas, dan hanya diberikan obat batuk. Pasien sebagai seorang anak, belum menikah dan masih
tinggal bersama Ayah dan Ibu pasien. Pasien memiliki riwayat merokok namun merokok jika saat bersama teman-teman kerja. Menurut Ibu
pasien, tempat tinggal pasien berada dalam pemukiman padat penduduk, dengan beberapa ventilasi, sinar matahari dapat masuk ke dalam
rumah namun hanya sedikit. Pembiayaan kesehatan menggunakan jaminan social, akses ke rumah sakit/puskesmas.
Cairan: Pasien terpasang NGT, untuk sementara pasien dipuasakan, edema tidak ada, keringat berlebih tidak ada. Tanda-tanda vital: tekanan
darah 91/46 mmHg, MABP 61 mmHg, Nadi 130 x/menit. Natrium 138 mmol/L, Kalium 4,3 mmol/L, Klorida 98 mmol/L, ureum 22 mg/dL,
kreatinin 0,9 mg/dL.
Nutrisi: Fungsi mengunyah dan menelan sementara tidak dapat dilakukan, Ibu pasien mengatakan pasien ada penurunan berat badan, namun
ibu pasien tidak mengetahui berapa banyak penurunannya. BB pasien sekarang diperkirakan 50 kg, TB 155 cm, IMT 20,81 (normal). Pasien
terpasang NGT terpasang, pasien mendapatkan terapi nutrisi Aminofluid 500ml/24 jam. Lekosit 19,34 ribu/mm3 (netrofil 52,3%, limfosit
29,4%, monosit 15,7%, eosinophil 1%, basophil 1,6%), eritrosit 5,29 juta/uL, hemoglobin 12,7 g/dL, hematocrit 42%, trombosit 414
ribu/mm3, gula darah sewaktu 138 mg/dL.
Eliminasi: Pasien terpasang folley kateter untuk memenuhi kebutuhan berkemih, dan terpasang diapers untuk memenuhi kebutuhan defekasi,
pasien belum sadar, masih dalam pengaruh obat anestesi.
Aktivitas/istirahat: Pasien sekarang dalam kondisi tidak sadar masih dalam pengaruh obat anestesi.
Interaksi social: Pasien sekarang dalam kondisi tidak sadar masih dalam pengaruh obat anestesi.
Pencegahan cedera: Pasien tidak dapat melakukan tindakan pencegahan cedera karena masih dalma kondisi tidak sadar.
Promosi ke arah normal: Menurut Ibu pasien, pasien menjalani perannya sebagai anak dan menghormati orang tua, tidak ada penolakan dari
keluarga.
seluruhnya Tanda-tanda vital: tekanan darah 129/96mmHg, MABP 107 mmHg, Nadi 108 x/menit, kejang tidak ada. pH 7,439, pCO2
34,4 mmHg, pO2 125 mmHg, HCO3 22,9 mmol/L, Base excess -0,7, saturasi 98,7%.
Analisis: kemampuan perawatan diri meningkat
No Resume Kasus
8. Diagnosa Medis Tumor Paru
Faktor Kondisi Dasar:
Tn. S, 51 tahun, laki-laki, sesak napas. Tahap perkembangan dewasa madya. Pendidikan pasien setingkat SMP, suku Sunda, pekerjaan
wiraswasta. Pasien pernah berobat ke rumah sakit Fatmawati sebelumnya karena keluhan sesak. Pasien merupakan seorang kepala rumah
tangga, ayah dan suami bagi anggota keluarga, pasien tinggal bersama isteri dan anak, pasien ditemani oleh isteri selama di rumah sakit.
Pasien memiliki kebiasaan merokok sebanyak 2 bungkus/hari sudah selama 30 tahun. Pasien tinggal di pemukiman tidak padat penduduk,
jendela dibuka setiap hari, cahaya matahri dapat masuk ke dalam rumah. Akses ke rumah sakit dekat, pembiayaan kesehatan menggunakan
jaminan social, isteri pasien yang mengantar pasien ke rumah sakit.
Cairan: Keluhan dalam hal cairan, pasien mengeluh sering tersedak sehingga tidak dapat minum dengan baik. Natrium 130,8 mmol/L,
kalium 3,4 mmol/L, klorida 90 mmol/L, kalsium 8 mg/dL, ureum 41 mg/dL, kreatinin 0,4 mg/dL,
Nutrisi: Keluhan yang dirasakan yaitu gangguan menelan, pasien sering merasa tersedak sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit,
keluhan mual ada, namun tidak muntah, rasa nyeri ulu hati ada, kembung ada, nafsu makan menurun, terpasang NGT, diit cair TKTP 1500
kkal. Lekosit 18,29 ribu/mm3, eritrosit 3,85 juta/uL, hemoglobin 11,1 g/dL, hemtokrit 33%, trombosit 342 ribu/mm3. Gula darah sewaktu 94
mg/dL, SGOT 48 u/L, SGPT 73 u/L.
Eliminasi: Tidak ada keluhan terkait defekas dan berkemih. Riwayat demam naik turun sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, saat ini
demam tidak ada
Pencegahan cedera: Pasien merasa khawatir terhadap penyakitnya namun pasien masih tampak tenang tidak panic.
Promosi ke arah normal: Aktivitas pasien tidak terbatas selama sesak, keluarga mendukung dalam perawatan pasien.
No Resume Kasus
9. Diagnosa medis: Hemoptisis ec suspek tumor paru dd/TB paru, post stroke
Faktor Kondisi Dasar:
Tn. S, 75 tahun, laki-laki, Batuk darah sebanyak 5 kali, sebanyak 1 sendok makan. Tahap perkembangan usia lanjut. Pendidikan terakhir
pasien setingkat SD, pasien suku Jawa, pekerjaan tidak ada. Pasien pernah dirawat sebelumnya karena penyakit stroke 2 bulan yang lalu.
Pasien sebagai orangtua, yang tinggal bersama salah satu anak pasien dan 2 cucu. Pasien memiliki riwayat merokok 36 batang/hari selama
10 tahun. Pasien tinggal di rumah anaknya, ventilasi hanya terdapat di depan rumah saja, sinar matahri tidak dapat banyak masuk ke dalam
rumah. Pembiayaan kesehatan didapatkan dari jaminan social, sedangkan untuk biaya hidup pasien dipenuhi oleh anaknya, akses ke
pelayanan kesehatan dekat.
Cairan: Kemampuan dalam minum baik, tidak ada gangguan menelan, turgor kulit baik, extremitas bawah tampak edema +/+, Laboratorium:
natrium 137 mmol/L, Kalium 3,3 mmo/L, Klorida 98 mmol/L, Ureum 36 mg/dL, Kreatinin 0,5 mg/dL.
Nutrisi: Tidak ada gangguan menelan,gigi geligi sudah tidak lengkap, sehingga proses mengunyah pasien membutuhkan waktu yang lebih
lama, mual muntah tidak ada, penurunan nafsu makan tidak ada. Lekosit 20,65 ribu/mm3 (netrofil 84,1%, limfosit 7,6%, monosit 8,1%,
eosinophil 0%, basophil 0,2%), eritrosit 4,31 juta/uL, hemoglobin 10,5 g/dL, hematocrit 33%, Trombosit 539 ribu/mm3.
Eliminasi: Tidak ada keluhan terkait proses defekasi dan berkemih, pasien menggunakan diapers.
Aktivitas/Istirahat: Aktivitas pasien terbatas karena pasien memiliki riwayat mengalami patah tulang post kecelakaan. Ekstremitas tampak
edema.
Interaksi social: Hubungan pasien kepada anak dan cucu baik, tidak ada masalah.
Pencegahan cedera: Pasien riwayat mengalami patah tulang, sehingga dalam mobilisasi pasien dibantu oleh keluarga.
Promosi ke arah normal: Dalam memenuhi kebutuhan ADL pasien dibantu oleh keluarga.
Pasien memiliki anak-anak yang membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL.
No Resume Kasus
10 Diagnosa medis: TB Paru BTA(?) lesi luas kasus kambuh dengan hemoptysis
. Faktor Kondisi Dasar
Tn. S, usia 33 tahun, dalam tahap perkembangan dewasa awal, batuk darah, pendidikan terakhir Diploma, suku bangsa Sunda, pekerjaan
pegawai swasta. Sistem perawatan kesehatan: dirawat 4 hari yang lalu dengan batuk darah kemudian disuruh pulang. Sistem keluarga:
menikah, tinggal bersama isteri pasien. Pola hidup: kebiasaan merokok sebanyak 1 bungkus sehari sudah selama 10 tahun. Lingkungan:
belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan gaji pasien.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien datang dengan keluhan batuk darah sebanyak + 1 gelas 2 jam sebelum masuk rumah sakit, sebelumnya dirawat 4 hari yang
lalu dengan batuk darah kemudian disuruh pulang, pasien sudah periksa dahak 2 kali, namun belum ada hasil, hari ini seharusnya cek dahak
ke-3. Tanda-tanda vital: tekanan darah 130/90 mmHg, Nadi 90 x/menit, frekuensi pernapasan 20x/menit, saturasi 97%. Inspeksi: pergerakan
simetris kanan kiri, Palpasi: vocal fremitus kanan menurun dibanding kiri. Perkusi: sonor kanan dan kiri. Auskultasi: vesikuler pada paru
kanan dan paru kiri, ronkhi+/-, wheezing tidak ada.
Cairan: pasien tidak merasa ada keluhan yang berkaitan dengan cairan. Pasien tidak merasa kesulitan dalam minum dan buang air kecil.
Turgor kulit bsik, Tanda-tanda vital: tekanan darah 130/90 mmHg, Nadi 90 x/menit, frekuensi pernapasan 20x/menit, saturasi 97%.CRT < 3
detik, tidak ada distensi vena jugularis, membrane mukosa mulut lembab.
Makanan: Pasien mengatakan tidak nafsu makan, konjungtiva tampak anemis.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: pasien mengeluhkan tidak dapat aktivitas seperti biasa karena lemas.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan hipoksia: Oksigen 2 L/menit, pencegahan perdarahan: IVFD NaCl 0,9% 500ml+asam
tranexamat 500mg/12jam, Vitamin C 3x100mg intravena, Vitamin K 3x1 ampul intravena, ca gluconas prn, edukasi perdarahan.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga pasien.
Keperawatan
Gangguan Implementasi yang diberikan adalah manajemen jalan napas dan pencegahan perdarahan.
bersihan jalan
napas Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 7 jam:
(Kompensasi Diagnosa gangguan bersihan jalan napas didapatkan data: pasien mengatakan batuk darah masih ada, kuran glebih
sebagian) setengah sendok teh, Oksigen 2 L/menit terpasang saturasi 97%, pasien posisi duduk. System keperawatan partly
compensatory efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen jalan napas.
risiko Diagnosa keperawatan risiko perdarahan didapatkan data: pasien mengatakan batuk-batuk sudah berkurang, sputum
perdarahan berwarna putih disertai bercak darah kurang lebih setengah sendok teh. Oksigen 2 L/menit terpasang saturasi 97%,
(Kompensasi terpasang IVFD NaCl 0,9% 500ml+asam tranexamat 500mg/12jam, pasien sudah diberikan terapi injeksi vitamin K
sebagian) 3x10mg, injeksi vitamin C 3x100mg. System keperawatan partly compensatory efektif. Perencanaan lakukan intervensi
pencegahan perdarahan
No Resume Kasus
11 Diagnosa medis: bronkiektasis terinfeksi pada bekas tuberculosis dd/ TB kambuh, HCAP
Faktor Kondisi Dasar
Tn. H, usia 57 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa madya, status kesehatan sesak, Orientasi sosiokultural:
suku bangsa pasien jawa, pendidikan SMP, pekerjaan pasien wiraswasta. Sistem perawatan kesehatan: sudah pernah dirawat sebelumnya
di ICU. Sistem keluarga: menikah, tinggal bersama isteri dan anak pasien. Pola hidup: riwayat merokok sebanyak 8 batang/hari selama 20
tahun. Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan wiraswasta.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien datang dengan keluhan sesak yang memberat selama + 3 hari terakhir, batuk ada berwarna hijau, demam ada, nyeri kepala
ada. Riwayat OAT tahun 2012 selama 9 bulan tanpa suntik, dinyatakan sembuh. post rawat ICU 3 hari yang lalu. Tanda-tanda vital: tekanan
darah 130/90mmHg, Nadi 113 x/menit, frekuensi pernapasan 36 x/menit, suhu 37,5oC saturasi O2 75%. Pemeriksaan fisik inspeksi:
pergerakan dada simetris kanan dan kiri, ortopnea, adanya penggunaan otot bantu pernapasan m.sternokleidomastoideus dan m.skaleneus.
Palpasi: vocal fremitus sama pada paru kanan dan paru kiri, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, perkusi: sonor pada paru kanan dan
kiri. Auskultasi: bronkovesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-, ekspirasi memanjang. AGD: Hasil pH 7.282, PCO2 65,7 mmHg, PO2 100,6
mmHg, HCO3 30,3 mmol/L, TCO2 32,3 mmol/L, Base excess 1,6 Std HCO3 25,9 mmol/L, saturasi O2 96,7% (kesan: gagal napas tipe II),
GDS 136 mg/dL, natrium 139 mmol/L, kalium 3,3 mmol/L, Klorida 100 mmol/L, Ureum 34 mg/dL, kreatinin 1 mg/dL. Toraks foto: kesan
pembesaran jantung, tampak infiltrate di kedua lapang paru.
Cairan: tampak edema pada ekstremitas, riwayat penyakit jantung ada, Tanda-tanda vital: tekanan darah 130/90mmHg, Nadi 113 x/menit,
frekuensi pernapasan 36 x/menit, suhu 37,5oC saturasi O2 75%. Laboratorium: natrium 139 mmol/L, kalium 3,3 mmol/L, Klorida 100
mmol/L, Ureum 34 mg/dL, kreatinin 1 mg/dL.
Makanan: Pasien mengeluh nafsu makan menurun. Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada..
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: istirahat pasien terganggu karena demam, aktivitas dilakukan di tempat tidur.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap hipoksia: diberikan terapi O2 NRM 10 L/menit, inhalasi combivent 4x/hari,
metilprednisolon 3x62,5mg intravena, IVFD NaCl 0,9% 500ml/8jam. Pencegahan terhadap kelebihan cairan: lasik 1 ampul.
Kepatuhan terhadap aturan pengobatan: Pasien mengikuti seluruh prosedur medis. Kewaspadaan terhadap masalah potensial yang
berhubungan dengan aturan: kewaspadaan menggunakan alat pelindung diri. Modifikasi gambar diri untuk memberikan perubahan
status kesehatan: belum dapat dikaji. Menyesuaikan gaya hidup untuk mengakomodasi perubahan status kesehatan dan aturan
medis: pasien sudah mengikuti anjuran medis.
Desain Sistem Proses Regulatori dan Proses Kontrol
Keperawatan
Ketidakefektifa Intervensi: Manajemen jalan napas, peningkatan batuk, metode bantuan membimbing dan mengarahkan
n bersihan Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 7 jam:
jalan napas Diagnosa ganggaun bersihan jalan napas didaaptkan data: pasien compos mentis, pasien mengatakan sesak berkurang.
(Kompensasi Tanda-tanda vital: tekanan darah 125/80mmHg, Nadi 112 x/menit, frekuensi pernapasan 28 x/menit, suhu 37 oC saturasi
sebagian) O2 98%, bronkovesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-, ekspirasi memanjang, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan, pasien terpasang NRM 10L/menit, IVFD NaCl 0,9% 500ml/8jam. Laboratorium: Lekosit 9,50 ribu/mm3,
netrofil 86,2%, limfosit 5,6%, monosit 7,2%, eosinophil 0%, basophil 1,0%, eritrosit 6,19 juta/uL, hemoglobin 19 g/dL,
trombosit 275 ribu/mm3. System keperawatan efektif, perencanaan lanjutkan intervensi manajemen jalan napas.
gangguan Intervensi: manajemen asam-basa
pertukaran gas Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 7 jam:
(Kompensasi didapatkan data: pasien mengatakan sesak berkurang, napas terasa lebih enak, bronkovesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -
sebagian) /-, ekspirasi memanjang. pasien terpasang NRM 10L/menit, pasien dalam posisi semifowler. System keperawatan partly
compensatory efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen asam basa.
kelebihan Intervensi: manajemen dan monitoring cairan
cairan data: pasien mengatakan buang air kecil sudha banyak dengan menggunakan pispot, jumlah +500 ml, warna urin kuning
(Kompensasi jernih, edema pada ekstremitas masih ada, riwayat penyakit jantung ada, Tanda-tanda vital: tekanan darah 125/80mmHg,
sebagian) Nadi 112 x/menit, frekuensi pernapasan 28 x/menit, suhu 37oC saturasi O2 98%. Laboratorium: natrium 139 mmol/L,
kalium 3,3 mmol/L, Klorida 100 mmol/L, Ureum 34 mg/dL, kreatinin 1 mg/dL. System keperawatan partly compensatory
efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen dan monitoring cairan.
No Resume Kasus
12 Diagnosa medis: pneumonia pada geriatric, suspek TB paru, dispepsia
Faktor Kondisi Dasar
Tn. H, usia 72 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa lanjut usia, status kesehatan dalam proses pengobatan
penyakit kronis, Orientasi sosiokultural: suku bangsa pasien jawa, pendidikan Sekolah rakyat, tidak bekerja. Sistem perawatan
kesehatan: pengobatan penyakit. Sistem keluarga: duda, tinggal bersama anak pasien. Pola hidup: pasien tinggal di rumah anak pasien.
Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan anak pasien.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien datang dengan keluhan batuk + 1 minggu, sesak ada, dahak ada berwarna kekuningan, demam ada. Nyeri dada tidak ada,
nafsu makan menurun, penurunan berat badan tidak ada, riwayat merokok ada, sebanyak 12 batang/hari selama 60 tahun, sedang menjalani
pengobatan OAT sudah 2 minggu dari RS. Cipto Mangunkusumo. Tanda-tanda vital: tekanan darah 106/70mmHg, Nadi 140 x/menit,
frekuensi pernapasan 24 x/menit, suhu 36,5oC saturasi O2 88%. Pemeriksaan fisik inspeksi: pergerakan dada simetris kanan tertinggal.
Palpasi: vocal fremitus sama pada paru kanan dan paru kiri, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, perkusi: sonor pada paru kanan dan
kiri. Auskultasi: bronkovesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-.
Cairan: pasien tidak merasa ada keluhan yang berkaitan dengan cairan. Pasien tidak merasa kesulitan dalam minum dan buang air kecil.
Makanan: Pasien nafsu makan menurun, mual ada, namun tidak ada penurunan berat badan.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: pasien tidak dapat beraktivitas selama demam, tidur kadang terganggu.
Interaksi sosial: pasien mengalami penurunan komunikasi, jarang berbicara.
Pencegahan terhadap bahaya: pasien akan direncanakan diberikan terapi O2 nasal kanul 4 L/menit, NaCl 0,9% 500ml/8jam, ranitidine
2x50 mg intravena, ceftriaxone 1x2gram intravena. Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga
pasien.
Keperawatan
Ketidakefektifa Intervensi: Manajemen jalan napas, peningkatan batuk, metode bantuan membimbing dan mengarahkan
n bersihan Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 7 jam:
jalan napas Diagnosa gangguan bersihan jalan napas didapatkan data: Pasien compos mentis, inspeksi: pergerakan dada simetris kanan
(Kompensasi tertinggal. Palpasi: vocal fremitus sama pada paru kanan dan paru kiri, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
sebagian) perkusi: sonor pada paru kanan dan kiri. Auskultasi: bronkovesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-, pasien terpasang
oksigen 4 L/menit. system keperawatan efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen jalan napas, tunggu hasil
laboratorium, kolaborasi dalam pemeriksaan sputum kultur, sputum BTA 3x, pemeriksaan darah perifer lengkap setelah 3
hari pemberian antibiotic.
Ketidakseimba Intervensi: Manajemen nutrisi
ngan nutrisi: Implementasi: identifikasi alergi makanan, tentukan jumlah kebutuhan kalori pasien, anjurkan pasien untuk makan dalam
kurang dari posisi duduk, anjurkan keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien. Kolaborasi dalam pemberian antiemetic,
kebutuhan ranitidine 50 mg intravena.
tubuh
(Kompensasi Evaluasi dilakukan setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 7 jam:
sebagian) Data: Pasien mengatakan mual tidak ada, porsi habis 1/2porsi. Analisis: kemampuan perawatan diri pasien meningkat
No Resume Kasus
13 Diagnosa medis: Bekas TB dd/TB kambuh dnegan hemoptysis, anemia ec perdarahan
. Faktor Kondisi Dasar
Tn. K, usia 32 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa awal, status kesehatan dalam proses pengobatan penyakit
kronis, Orientasi sosiokultural: pendidikan terakhir pasien diploma, pekerjaan pegawai swasta, suku sunda. Sistem perawatan kesehatan:
pernah dirawat sebelumnya. Sistem keluarga: belum menikah, tinggal bersama ayah pasien. Pola hidup: kebiasaan merokok ada.
Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien datang dengan keluhan batuk darah + 1 gelas aqua sejak 3 hari yang lalu. Ada riwayat batuk lebih dari 2 minggu, demam
tidak ada. Riwayat OAT sebelumnya tahun 1999 selama 6 bulan dan dinyatakan sembuh. Tanda-tanda vital: tekanan darah 100/90 mmHg,
Nadi 120x/menit, frekuensi pernapasan 22x/menit, suhu 36oC saturasi 95%. Pemeriksaan fisik: inspeksi pergerakan paru simetris kanan dan
kiri, tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan m. sternokleidomastoideus dan m.skalenus, palpasi: vocal fremitus sama kanan dan
kiri, perkusi: sonor kanan dan kiri, auskultasi: vesikuler kanan dan kiri, ronkhi -/-, wheezing -/-, jari tabuh (+).
Cairan: pasien tidak ada keluhan terkait kebutuhan cairan Tanda-tanda vital: tekanan darah 100/90 mmHg, Nadi 120x/menit, frekuensi
pernapasan 22x/menit, suhu 36oC saturasi 95%. Turgor kulit baik. Pasien tampak pucat, konjungtiva tampak anemis.
Makanan: Pasien mengeluh penurnan napsu makan dan penurunan berat badan.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: pasien mengeluhkan badan terasa lemas.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap penyebaran infeksi: pasien berada dalam ruang isolasi. Pencegahan terhadap
perdarahan: IVFD NaCl 0,9% 500ml + Asam tranexamat 500mg/12jam, injeksi vitamin K 3x10mg, injeksi vitamin C 3x100mg, injeksi Ca
Gluconas ekstra, cek darah perifer lengkap tiap 12 jam, jika Hb <8 maka rencana tranfusi PRC.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga pasien.
No Resume Kasus
14 Diagnosa medis: PPOK Eksaserbasi
. Faktor Kondisi Dasar
Tn. S, usia 40 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa awal, status kesehatan dalam proses pengobatan penyakit
kronis, Orientasi sosiokultural: pendidikan terakhir pasien SMA, pekerjaan pegawai swasta, jawa. Sistem perawatan kesehatan: pernah
dirawat sebelumnya. Sistem keluarga: menikah, tinggal bersama isteri pasien. Pola hidup: pasien tinggal di rumah pribadi. Lingkungan:
belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak + 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, dirasakan memberat 1 hari sebelum masuk
rumah sakit, sesak disertai dahak berawarna putih, demam tidak ada, nyeri dada tidak ada, riwayat berobat PPOK di poli asma RSUP
Persahabatan namun tidak rutin control, riwayat perokok berat. Tanda-tanda vital: tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 100x/menit, frekuensi
pernapasan 24x/menit, suhu 36,1oC saturasi 99%. Pemeriksaan fisik: pigeon chest (+), inspeksi pergerakan paru simetris kanan dan kiri,
napas dangkal dan cepat, ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan m. sternokleidomastoideus dan m.skalenus, palpasi: vocal fremitus
sama kanan dan kiri, perkusi: sonor kanan dan kiri, auskultasi: vesikuler kanan dan kiri, ronkhi -/-, wheezing +/+.
Cairan: pasien tidak ada keluhan terkait kebutuhan cairan. Tanda-tanda vital: tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 100x/menit, frekuensi
pernapasan 24x/menit, suhu 36,1oC saturasi 99%, tidak ada bunyi jantung tambahan. edema tidak ada, distensi vena jugularis tidak ada.
Makanan: Pasien mengeluh selama sesak tidak napsu makan.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: pasien mengeluhkan tidak bisa istirahat karena sesak yang dirasakan.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap sesak yang bertambah diberikan: oksigen 3 L/menit, inhalasi combivent 3-4x/hari,
injeksi metilprednisolon 1x125mg.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga pasien.
KetidakefektifaIntervensi: Manajemen jalan napas, peningkatan batuk, metode bantuan membimbing dan mengarahkan
n bersihanEvaluasi dilakaukan setelah 4 jam diberikan tindakan keperawatan:
jalan napasDiagnosa keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif data yang didapat adalah: Pasien tamapk tenang, tanda-tanda
(Kompensasi vital: tekanan darah 140/80 mmHg, Nadi 90x/menit, frekuensi pernapasan 22x/menit, suhu 36oC saturasi 99%.
sebagian) Pemeriksaan fisik: pigeon chest (+), inspeksi pergerakan paru simetris kanan dan kiri, napas dangkal, tidak ada
penggunaan otot-otot bantu pernapasan m. sternokleidomastoideus dan m.skalenus, palpasi: vocal fremitus sama kanan
dan kiri, perkusi: sonor kanan dan kiri, auskultasi: vesikuler kanan dan kiri, ronkhi -/-, wheezing +/+ berkurang. Oksigen 1
l/menit terpasang dengan menggunakan nasal kanul. Pasien dalam posisi duduk. Pasien sudah mendapatkan terapi inhalasi
combivent dan injeksi metilprednisolon 125mg. Laboratorium: Lekosit 11,97 ribu/mm3 (netrofil 60,7%, limfosit 16,5%,
monosit 7,9%, eosinophil 14,6%, basophil 0,3%), eritrosit 4,27 juta/uL, hemoglobin 11,9 g/dL, hematocrit 37%, trombosit
227 ribu/mm3. Sistem keperawatan partly compensatori efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen jalan napas
dan peningkatan batuk.
gangguan Intervensi: manajemen asam basa
pertukaran gas Pasien tamapk tenang, tanda-tanda vital: tekanan darah 140/80 mmHg, Nadi 90x/menit, frekuensi pernapasan 22x/menit,
(Kompensasi suhu 36oC saturasi 99%. Pemeriksaan fisik: pigeon chest (+), inspeksi pergerakan paru simetris kanan dan kiri, napas
sebagian) dangkal, tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan m. sternokleidomastoideus dan m.skalenus, palpasi: vocal
fremitus sama kanan dan kiri, perkusi: sonor kanan dan kiri, auskultasi: vesikuler kanan dan kiri, ronkhi -/-, wheezing +/+
berkurang. Oksigen l/menit terpasang dengan menggunakan nasal kanul. Pasien dalam posisi duduk. Laboratorium: AGD:
Hasil pH 7.370, PCO2 45,9 mmHg, PO2 120,7 mmHg, HCO3 25,9 mmol/L, TCO2 27,3 mmol/L, Base excess -0.2, Std
HCO3 24,7 mmol/L, saturasi O2 97.4% (kesan: asidosis respiratorik). Sistem keperawatan wholly compensatory efektif.
Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen asam basa.
No Resume Kasus
15 Diagnosa medis: CAP, sindroma dyspepsia, bekas TB
. Faktor Kondisi Dasar
Tn. H, usia 55 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa pertengahan, status kesehatan dalam proses pengobatan
penyakit akut, Orientasi sosiokultural: pendidikan terakhir pasien diploma, pekerjaan pegawai swasta, suku Jawa. Sistem perawatan
kesehatan: pengobatan. Sistem keluarga: menikah, tinggal bersama isteri pasien. Pola hidup: riwayat merokok. Lingkungan: belum dapat
terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien datang dengan keluhan batuk-batuk yang memberat + 2 hari sebelum masuk rumah sakit yang disertai dengan dahak yang
berwarna kuning. Riwayat OAT selama 6 bulan tahun 2012. Tanda-tanda vital: tekanan darah 154/92 mmHg, Nadi 123x/menit, frekuensi
pernapasan 28x/menit, suhu 37,8oC. Pemeriksaan fisik: inspeksi pergerakan paru simetris kanan dan kiri, napas dangkal dan cepat, tidak ada
penggunaan otot-otot bantu pernapasan, palpasi: vocal fremitus sama kanan dan kiri, perkusi: sonor kanan dan kiri, auskultasi:
bronkovesikuler kanan dan kiri, ronkhi +/+, wheezing -/-.
Cairan: pasien tidak ada keluhan terkait kebutuhan cairan. Tanda-tanda vital: tekanan darah 154/92 mmHg, Nadi 123x/menit, frekuensi
pernapasan 28x/menit, suhu 37,8oC, tidak ada bunyi jantung tambahan. edema tidak ada, distensi vena jugularis tidak ada.
Makanan: Pasien mengeluh nyeri ulu hati, mual dan muntah lebih dari 5 kali sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Berat badan terakhir belum diketahui.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: pasien mengeluhkan tidak bisa istirahat dan merasa kelelahan karena sering batuk dan muntah.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap menurunnya asupan nutrisi diberikan antacid sirup 3x1 CI,IVFD NaCl 0,9%
500ml/12jam. Pencegahan terhadap sesak: O2 3 L/menit dengan nasal kanul, Pencegahan infeksi: Ceftriaxone 1x2gram intravena,
Azithromycin tablet 1x500mg.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga pasien.
No Resume Kasus
16 Diagnosa medis: AKI on CKD dengan syok hipovolemik, SIRS, bekas tuberculosis, diabetes mellitus tipe 2
. Faktor Kondisi Dasar
Ny. C, 60 tahun, adanya ketidakmampuan berdasarkan kondisi kesehatannya. Suku jawa, Pasien tinggal bersama anak-anaknya. Suami
pasien bekerja sebagai buruh, sumber pembiayaan hidup berasal dari suami pasien dan anak-anaknya.
5.1 mmol/L, TCO2 5.4 mmol/L, Base excess -17.2, Std HCO3 11.9 mmol/L, saturasi O2 97.4% terpasang simple mask 5
L/menit. system keperawatan wholly compensatory efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen asam-basa
Ketidakseimba Intervensi: Manajemen nutrisi
ngan nutrisi: tubuh didapatkan data: Keadaan umum pasien sedang, pasien tampak lebih segar, makan siang habis 1 porsi diet DM,
kurang dari tekanan darah 110/70mmHg, suhu 36oC, nadi 84 x/menit, GDS 126 mg/dL. Terapi ranitidine 50 mg intravena diberikan,
kebutuhan pasien merasa lebih enak. Sudah loading NaCl 0,9% 500 ml sebanyak 2 kolf, dilanjutkan NaCl 0,9% 500ml/8jam.
tubuh (00002)
(Kompensasi
sebagian)
No Resume Kasus
17 Diagnosa medis: Penyakit Paru Obstruktif Kronik suspek cor pulmonale
. Tn. A, usia 71 tahun, adanya ketidakmampuan berdasarkan kondisi kesehatannya. Pasien tinggal bersama anak-anaknya, isteri pasien sudah
meninggal, sumber pembiayaan hidup dipenuhi oleh anak pasien.SD, tidak bekerja, betawi
pernapasan 28 x/menit, saturasi oksigen 96%, terpasang oksigen 3 lpm menggunakan nasal kanul. APE prebronkodilator
150, post bronkodilator 170. System keperawatan efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen jalan napas dan
peningkatan batuk.
No Resume Kasus
18 Diagnosa medis: CAP skor PORT 86, diagnose sekunder CHF FC III, DM tipe II, AKI dd akut on CKD
. Faktor Kondisi Dasar
Tn. B, usia 66 tahun, adanya ketidakmampuan berdasarkan kondisi kesehatannya. Pasien tinggal bersama isteri dan anak pasien, sumber
pembiayaan hidup dipenuhi oleh anak pasien. Betawi, riwayat merokok
(kesan: gagal napas tipe I). Lekosit 9,22 ribu/mm3 (netrofil 60,6%, limfosit 25,8%, monosit 12,4%, eosinophil 0,3%,
basophil 0,9%), eritrosit 5,36 juta/uL, hemoglobin 13/4 g/dL, hematocrit 45%, trombosit 232 ribu/mm3.Elektrolit natrium
140 mmol/L, Kalium 3,10 mmol/L, Klorida 97 mmol/L. Torak foto: trakea tertarik ke sisi apek paru kiri, dan terdapat
infiltrate di basal paru kanan, dan lapang paru kiri. Sistem keperawatan wholly compensatory efektif. Perencanaan
lanjutkan intervensi manajemen jalan napas dan peningkatan batuk.
Kelebihan Intervensi: Manajemen dan monitoring cairan
cairan Evaluasi dilakukan setelah diberikan intervensi selama 7 jam:didapatkan data: pasien mengatakan sesak berkurang, suara
(Kompensasi paru bronkovesikuler kanan dan kiri, ronkhi masih ada, wheezing berkurang , edema masih ada, terpasang folley catheter
sebagian) diuresis kuning jernih, mobilisasi tempat tidur, pasien tidak terpasang infus, namun akses intravena terpasang, flebitis
tidak ada. Mendapatkan terapi furosemide 20mg intravena. Laboratorium: Elektrolit natrium 140 mmol/L, Kalium 3,10
mmol/L, Klorida 97 mmol/L, SGOT 39 U/L, SGPT 21 U/L, Ureum 31mg/dL, kreatinin 1,1 mg/dL, CK 51 U/L, CK-MB
17 U/L. system keperawatan wholly compensatory efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen dan monitoring
cairan.
No Resume Kasus
19 Diagnosa medis: bronkiektasis stabil pada bekas TB. Bekas TB dengan luluh paru kiri dd/ TB kambuh, CHF Fc II-III, sindrom dyspepsia
Faktor Kondisi Dasar
Ny. R, usia 41 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa pertengahan, status kesehatan dalam proses pengobatan
penyakit kronis, Orientasi sosiokultural: pendidikan terakhir pasien SMP, pekerjaan ibu rumah tangga, suku jawa. Sistem perawatan
kesehatan: pengobatan. Sistem keluarga: menikah, tinggal bersama suami pasien. Pola hidup: pasien tinggal di rumah pribadi.
Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social, biaya hidup dipenuhi oleh suami pasien.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien datang dengan keluhan sesak memberat sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, sesak bertambah dengan aktivitas, + 3
hari sebelum masuk rumah sakit sesak disertai bunyi ngik, batuk berdahak, dahak kental, demam naik turun, ada mual dan nyeri ulu hati.
Sakit dada kiri tidak menjalar, 1 tahun yang lalu pernah dirawat dengan penyakit jantung dan control di poli jantung. Pasien memiliki
riwayat OAT 30 tahun yang lalu. Tanda-tanda vital: tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 90x/menit, frekuensi pernapasan 32 x/menit, saturasi
O2 90%. Inspeksi: pergerakan paru simeteris kanan kiri, pernapasan dada, tidak ada penggunaan otot napas tambahan, pasien dalam kondisi
duduk. Palpasi: vocal fremitus menurun dibandingkan dengan kiri. Perkusi: agak redup di bagian apek paru kiri, pada paru kanan sonor.
Auskultasi: bronkovesikuler pada paru kanan dan paru kiri, ronkhi basah kasar +/+, wheezing +/-.
Cairan: pasien mengeluh kaki tampak membengkak, edema tungkai +/+. Tanda-tanda vital: tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 90x/menit,
frekuensi pernapasan 32 x/menit, saturasi O2 90%. Pasien memiliki riwayat pernah dirawat dengan penyakit jantung.
Makanan: Pasien mengeluh nafsu makan menurun dan lemah. Berat badan terakhir belum diketahui.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: pasien mengeluhkan tidak bisa tidur beberapa hari ini karena sesak yang dirasakan dan pasien merasa kelelahan.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Pencegahan terhadap bahaya: pasien rencana akan dikonsulkan kepada penyakit dalam dan kardiologi. Pasien mendapatkan terapi O2 3
L/menit, inhalasi combivent 4x1, furosemide 2x20mg intravena, ranitidine 2x50mg intravena.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga pasien.
No Resume Kasus
20 Diagnosa medis: post pneumonektomi kanan riwayat aspergiloma, hemoptysis, bekas TB
Tn. E usia 27 tahun, dalam tahap perkembangan dewasa awal, fase akut dari penyakit kronis, pasien lulusan perguruan tinggi, bekerja
sebagai pegawai BUMN di Sulawesi tengah, belum menikah, tinggal bersama orangtua pasien, pasien tinggal di rumah orangtua, belum
dapat terkaji, pembiayaan didapatkan dari jaminan social.
Universal Self Care Requisites:
Udara: Pasien post operasi masih dalam pengaruh obat anestesi terpasang ventilator dengan mode assis control: tidal volume 450 mL,
T.Inspirasi 1,6, RR 16 x/menit, FiO2 50%, PEEP 4, saturasi 100%, Suhu 37,6oC. Tekanan darah 104/71mmHg, MAP: 82mmHg, CVP
+12cmH2O. Laboratorium: (5/11/14) sputum BTA 1x hasil negative, GenExpert negative. Bronkoskopi (10/11/14): tampak sumber
perdarahan dari Lobus Atas Kanan. Hasil PA bilasan bronkus (17/11/14z): sediaan apus bilasan bronkus mengandung sel epitel skuamosa,
sel torak, lekosit dan makrofag. Tidak tampak sel ganas. Laporan operasi (18/11/14): insisi torakotomi posterolateral menembus kutis,
subkutis, fascia dan otot. Rongga toraks dicapai melalui ICS 4. Tampak perlengketan seluruh jaringan paru dengan dinding dada.
Perlengketan dibebaskan secara tajam dan tumpul. Identifikasi fungus ball terdapat pada lobus superior meluas ke bagian apex lobus inferior
(tampak perlengketan antar lobus superior, medial dan inferior sulit dibebaskan). Diputuskan untuk melakukan pneumonektomi kanan.
Perdarahan dirawat namun masih terdapat perdarahan yang sulit diatasi dari dinding dada. Diputuskan untuk meletakkan kassa tampon
sebanyak 2 buah. Dipasang drain 1 buah intrapleura no 32F. luka operasi ditutup lapis demi lapis. Operasi selesai.
Cairan: Pasien terpasang Asering 500ml/12jam. Saturasi 100%, Suhu 37,6oC. Tekanan darah 104/71mmHg, MAP: 82mmHg, CVP
+12cmH2O
Makanan: Pasien masih dipuasakan
Eliminasi: Pasien terpasang folley catheter, urin kuning jernih.
Aktivitas/istirahat: pasien masih dalam pengaruh obat general anestesi
Interaksi sosial: belum dapat dikaji
Pencegahan terhadap bahaya: pemasangan alat ventilator, pencegahan terhadap resiko jatuh: pemasangan heck tempat tidur.
Promosi ke arah normal: belum dapat dikaji.
No Resume Kasus
21 Diagnosa medis: Post Histerektomi dan Pneumonia
Faktor Kondisi Dasar
Ny. N, usia 26 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa awal, status kesehatan dalam fase akut dari penyakit.
Orientasi sosiokultural : pasien lulusan SMA, pekerjaan ibu rumah tangga, Betawi. Sistem perawatan kesehatan: post operasi
histerektomi subtotal. Sistem keluarga: menikah, tinggal bersama suami dan 2 anak. Pola hidup: pasien tinggal di rumah pribadi.
Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan untuk biaya hidup dipenuhi suami pasien.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien riwayat Riwayat desaturasi saat di ICU (21/12/14), 97 - 90% tidak respon dengan RM 12 lpm, dan diganti menjadi NRM
15lpm saturasi menjadi 90 – 87%, sehingga pasien dilakukan intubasi. Inspeksi: pasien terpasang ETT no 7,5, dengan batas bibir di nomor
21, disambungkan dengan ventilasi mekanik mode IPPV: tidal volum 500 ml, Tinsp 1,6, respirasi rate 12 x/menit, Pinsp 30, PEEP 5. Dada
simetris, pergerakan dinding dada simetris, frekuensi napas 19x/menit, pasien ada batuk produktif, sputum berwarna kuning. Palpasi:Perkusi:
sonor pada kedua lapang paru. Auskultasi: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-. AGD (21/14/14) pH 7,459, pCO2 33,7 mmHg, pO2 42
mmHg, HCO3 23,4 mmol/L, Base excess 0,2, saturasi 80,8% (kesan: Gagal napas tipe I). Toraks foto: adanya penambahan infiltrate.
Cairan: Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 123x/menit regular, frekuensi pernapasan 19 x/menit, Suhu 37,4 oC. Ekstremitas hangat, CRT
<3 detik. Distribusi rambut merata. Terpasang CVC di clavicula dextra, cairan intravena RL 500 ml/12jam, drip morphin 1 mg/jam,
midazolam 1 mg/jam, CVP +7 cmH2O. Mendapatkan terapi intravena (21/12/14) Ceftriaxone 2 x 2gram, asam tranexamat 3 x 500mg, Vit K
3 x 1 ampul, OMZ 2 x 40 mg. Kulit warna sawo matang, tidak sianosis, teraba hangat, lembab dan berkeringat, edema tidak ada, turgor baik.
koreksi albumin 20% I flash.
Makanan: TB 155 cm, BB 80kg (IMT 33.298). pasien terpasang NGT di rongga hidung kiri, pasien dipuasakan karena residu dari lambung
hitam, rongga mulut lembab, bibir kering, lidah berwarna putih. Terpasang CVC di clavicula dextra, cairan intravena RL 500 ml/12jam, drip
morphin 1 mg/jam, midazolam 1 mg/jam, CVP +7 cmH2O. Mendapatkan terapi intravena (21/12/14) Ceftriaxone 2 x 2gram, asam
tranexamat 3 x 500mg, Vit K 3 x 1 ampul, OMZ 2 x 40 mg. Kulit warna sawo matang, tidak sianosis, teraba hangat, lembab dan berkeringat,
edema tidak ada, turgor baik, lesi tidak ada. Suhu 37,4oC. Pasien pada tanggal 21/12/14/. Mendapatkan transfuse PRC 221 ml (dengan nilai
Hb 9.3 mg/dl), koreksi albumin 20% I flash (dengan nilai albumin 2.3). Laboratorium (21/12/14): Leukosit 12.41 ribu/mm3, Hemoglobin 9.3
g/dL, Hematocrit 29%, Trombosit 116 ribu/mm3, Protein total 5, Albumin 2.3, Globulin 2.7
Eliminasi: Pasien belum BAB sejak masuk RS dari tanggal 19/12/14. BAK dengan menggunakan folley catheter produksi urin kuning jernih
4300/24jam (extra Lasix 1 amp) pada tanggal 21/12/14. Abdomen: Inspeksi: bulat, lingkar perut 110 cm, tampak luka post histerektomi
(19/12/14) di atas simfisis pubis ditutup verband, adanya keluhan nyeri pada bagian epigastrium saat batuk skala 4/10. Auskultasi: hipoaktif
4x/menit. Perkusi, Palpasi: lembut.
Aktivitas/istirahat: Pasien mudah mengantuk dan dalam pengaruh obat midazolam 1mg/jam
Interaksi sosial: pasien berkomunikasi dengan menggunakan alat tulis dan kertas.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap tercabutnya ventilator: edukasi. Pencegahan terhadap resiko jatuh: memasang bedrails.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan akik dengan perawat.
(kompensasi
sebagian)
Ketidakseimba Intervensi manajemen enteral tube feeding
ngan nutrisi: Data: pasien terpasang infus Infus Combifles 1000ml/24jam dan RL 500ml/24jam. Enteral Dextrose 6x50 ml, residu NGT
kurang dari ada. Laboratorium: Hb 9.6, Ht 30, Leuko 15.45, Trb 138, Na 137, K 3.9, Cl 105, Protein total 5, Alb 2.9, Glb 2.1 Sistem
kebutuhan keperawatan: wholly compensatory efektif
tubuh (00002)
(Kompensasi
seluruhnya)
No Resume Kasus
22 Diagnosa medis: pneumonia, bronkospasme pasca bronkoskopi
Faktor Kondisi Dasar
Tn. A, usia 69 tahun, adanya ketidakmampuan berdasarkan kondisi kesehatannya. Pasien tinggal bersama isteri dan anak-anak pasien,
sumber pembiayaan hidup berasal dari hasil pensiunan pasien.
Balance cairan dari jam 06.00 – 06.00 (27/11/14) intake 2675ml, output 1500+1220ml (WSD), IWL 600ml, balance –
645ml. Sistem keperawatan wholly compensatory efektif. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen asam basa.
Disfungsi Implementasi yang diberikan yaitu: manajemen ventilasi mekanik: invasive
respons Evaluasi dilakukan setelah intervensi diberikan selama 4 hari:
penyapihan data: pasien compos mentis dengan ukuran pupil 2/2 reflek cahaya +/+.
ventilator Terpasang Infus aminofluid 500ml/24jam, NaCl 0,9% 500ml/24jam, lasik 0,5ml/jam, Dobutamin 5mcg/jam, Vascon
(00034) 0,2mcg/jam. Oksigenasi pasien terpasang Tpiece 5 L/menit melalui ETT. AGD: pH 7,412, pCO2 37,4, pO2 120, Base
(Kompensasi Excess -0,7, HCO3 23,3 (kesan: alkalosis respiratorik). CVP +12cmH2O, diaphoresis tidak ada. Sistem keperawatan
seluruhnya) wholly compensatory. Perencanaan lanjutkan intervensi manajemen ventialsi mekanik: invasive.
No Resume Kasus
23 Diagnosa medis: saecar dengan gawat janin, Preeklamsi berat, edema paru, hipoalbumin, asidosis metabolic
Faktor Kondisi Dasar
Ny. Y, usia 32 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa awal, status kesehatan dalam fase akut dari penyakit.
Orientasi sosiokultural: pasien lulusan SMA, pekerjaan guru TK. Sistem perawatan kesehatan: post operasi saecar. Sistem keluarga:
menikah, tinggal bersama suami dan 2 anak. Pola hidup: pasien tinggal di rumah pribadi. Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber:
pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan untuk biaya hidup dipenuhi suami pasien.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien terpasang ventilator dengan mode SIMV tidal volume 450, Tinspirasi 1,2, PS 6, Pinspirasi 30, RR 12, FiO2 50%, PEEP 5,
frekuensi pernapasan pasien 13x/menit, saturasi 98%, suhu 36,5oC. Hasil Analisa gas darah: pH 7,173, pCO2 28,2 mmHg, pO2 87,1 mmHg,
HCO3 9,9 mmol/L, Base excess -16,9(kesan: Asidosis metabolik). Inspeksi: pergerakan dada simetris, Perkusi: sonor di kedua lapang paru,
auskultasi; vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi ada di paru kanan dan kiri, wheezing tidak ada. Terdapat slym warna putih jumlah banyak.
Thorak foto:edema paru
Cairan: Tekanan darah 128/95 mmHg, MABP 106 (normal), Nadi 124x/menit regular, frekuensi pernapasan 13 x/menit, Suhu 36,5 oC.
Edema pada ekstremitas bawah. Ekstremitas hangat, CRT < 3detik. Terpasang CVC di clavicula dextra, cairan intravena RL 500 ml +
MgSO4 10gram/10jam, drip furosemid 10mg/jam, CVP +16 cmH2O, target balance -1000ml/24jam. Mendapatkan terapi intravena:
Meropenem 3x1 gram, amikasin 1x1 gram, terapi oral adalat oros 2x30mg, metildopa 3x250mg. Terpasang folley catheter produksi urin
kuning jernih.
Makanan: Pasien terpasang NGT di rongga hidung kanan, pasien mendapatkan diit peptisol 6x200ml dan extra putih telur, rongga mulut
lembab. Mendapatkan terapi Vitamin C 2x400mg, profenid suppositoria 3x100mg, intravena. Laboratorium (14/12/14): Leukosit 14,59
ribu/mm3, Hemoglobin 14 g/dL, Hematocrit 43%, Trombosit 372 ribu/mm3, Bleeding time 3 detik, clotting time 7 detik, D-dimer 3552,
guladarah sewaktu 127, Natrium 138, kalium 4,7, Klorida 109, Albumin 2.9, SGOT 44, SGPT 33, Ureum 47, Kreatinin 1,0, Asam urat 8,0,
urin protein +3.
Eliminasi: Pasien terpasang folley catheter produksi urin kuning jernih, hari ini pasien belum defekasi. urin protein +3
Pencegahan terhadap bahaya: terdapat luka post operasi pada abdomen bagian bawah, kering, jaga balutan tetap utuh dan kering.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan baik dengan perawat.
di rumah sakit dibantu oleh perawat. Manajemen/pencegahan keadaan yang mengancam perkembangan normal: pencegahan terhadap
terjadinya VAP dan barotrauma.
verbal: restrain karena sudah kooperatif ketika diberikan penjelasan mengenai fungsi alat bantu napas, dan sedang dilakukan
berbicara proses penyapihan. Sistem keperawatan supportive educative efektif. Perencanaan: berikan reinforcement positif atas
(00051) usaha pasien.
(kompensasi
sebagian)
No Resume Kasus
24 Diagnosa medis: fraktur costae kanan IV, V, VI, VII, hematotoraks, diabetes mellitus tipe 2
Faktor Kondisi Dasar
Ny. I, usia 70tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan lanjut usia, status kesehatan dalam fase akut dari penyakit. Orientasi
sosiokultural: pasien tidak sekolah, pekerjaan ibu rumah tangga. Sistem perawatan kesehatan: perawatan post pemasangan WSD dan fraktur
costae. Sistem keluarga: menikah, suami sudah meninggal, tinggal bersama anak pasien. Pola hidup: pasien tinggal di rumah anak pasien.
Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan untuk biaya hidup dipenuhi anak pasien.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien terpasang ventilasi mekanik mode CPAP: PS 6 bar, FiO2 30%, PEEP 5 bar.p 1,6, respirasi rate 12 x/menit, Pinsp 30, PEEP 5,
tekanan darah 106/94 mmHg, frekuensi pernapasan 22x/menit, nadi 104x/menit, suhu 36,5oC. Inspeksi: pergerakan dada simetris kanan kiri,
vesikuler di kedua lapang paru kanan dan kiri, Ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada. AGD (16/11/14) pH 7,410, pCO2 47,2 mmHg, pO2 98,4
mmHg, HCO3 29,4 mmol/L, Base excess 4,9, saturasi 97,4%. Leukosit 7,85 ribu/mm3(netrofil 81,7%, Limfosit 11,2%, Monosit 7%, eosinophil
0%, basophil 0,1), Hemoglobin 9.9 g/dL, Hematocrit 32%, Trombosit 488 ribu/mm3, Natrium 137 mmol/L, Kalium 2,7 mmol/L, Klorida 100
mmol/L. Pasien mendapatkan terapi inhalasi: ventolin 3x/hari, flixotide 2x/hari
Makanan: pasien mendapatkan terapi intravena ranitidine 2x50mg, humolog 3x10 unit, levemir 1x10 unit, Gentamicin 1x350mg, heparin
2x2500 unit. Terapi oral: KSR 1x1 tablet, galucon 3x1 tablet, Glurenom 1x1 tablet. Diet blender 6x200ml. KGDH senin dan kamis. Abdomen
datar, soepel, bising usus positif.
Eliminasi: Pasien defekasi dengan menggunakan diapers, berkemih dengan menggunakan folley catheter, produksi urin kuning jernih.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap komplikasi pemasangan WSD: dilakukan manajemen perawatan WSD. Pencegahan
terhadap resiko jatuh: memasang bedrails.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan baik dengan perawat.
dapat dikaji.
Disfungsi respons Implementasi yang diberikan yaitu: manajemen ventilasi mekanik: invasive
penyapihan Evaluasi dilakukan setelah intervensi diberikan selama 3 hari:
ventilator (00034) didapatkan data: pasien compos mentis dengan ukuran pupil 2/2 reflek cahaya +/+, napas spontan dengan oksigen 3
(Kompensasi L/menit nasal kanul. Tanda-tanda vital: TD 122/49mmHg, Nadi 114x/menit. Frekuensi napas 24 x/menit, saturasi 99%.
seluruhnya) Suhu 37 oC. Diit DM 1500 kkal per oral, Infus NaCl 0,9% 500/24jam. Laboratorium: Hb 10,7, Ht 35, Leuko 8,84, Trb
517, Na 141, K 4, Cl 100, AGD: pH 7,286, pCO2 48,3, pO2 148, Base Excess -3,3, HCO3 22,3 (kesan: asidosis
respiratorik). Auskultasi: vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-. CVP +15cmH2O, diaphoresis tidak ada. Sistem
keperawatan wholly compensatory.
No Resume Kasus
25 Diagnosa medis: tumor mediastinum pro diagnostic
Faktor Kondisi Dasar
Tn. I, usia 32 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa awal, status kesehatan dalam fase akut dari penyakit kronis,
Orientasi sosiokultural: pasien lulusan SMA, bekerja sebagai staf forensic di RS Fatmawati (PNS), jawa. Sistem perawatan kesehatan:
prodiagnostik tumor mediastinum. Sistem keluarga: menikah, tinggal bersama isteri dan 2 anak. Pola hidup: pasien tinggal di rumah pribadi.
Lingkungan: belum dapat terkaji karena pasien masih sesak. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan untuk biaya hidup dipenuhi
dari gaji pasien sebagai PNS.
Universal Self Care Requisites
Udara: keluhan nyeri dada, sesak dan batuk disertai bercak darah sedikit. Nyeri dirasakan pada dada kanan secara konsisten, nyeri dirasakan
tajam menyebar sampai ke punggung, dan pernah dirasakan sebelumnya saat dirawat sebelumnya di RS Fatmawati, skala 4 (rentang 1 – 10).
Sesak juga dirasakan oleh pasien, saat ini sesak dirasakan terus-menerus, nyeri dada dan sesak berkurang jika pasien berbaring dalam posisi
miring kanan. Inspeksi: dada kanan asimetris tertinggal, dada kanan tampak lebih cembung, wajah, leher pasien tampak bengkak, pembesaran
vena subkutis tidak terlihat. Frekuensi pernapasan 28 x/menit, saturasi O2 96% dengan O2 4 liter per menit. Palpasi: vocal fremitus kanan
menurun dibandingkan vocal fremitus kiri. Perkusi: redup mulai sela iga II kanan, sonor pada paru kiri. Auskulrasi: Vesikuler menurun pada paru
kanan dibandingkan dengan paru kiri, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada. Hasil laboratorium: Penanda tumor (27/1/15) Cyfra 21-1 6,34H
ng/mL. Analisa gas darah (14/2/15) alkalosis respiratorik dan asidosis metabolic dengan pH 7,413, pCO 2 22,2, pO2 67,9, HCO3 13,9, TCO2 14,6,
Base excess -9,9, saturasi O2 93,8. CT Scan thorax RS Fatmawati kesan: tampak massa iso-hipodens berseptasi, berlobulasi, batas tegas,
permukaan regular yang menyangat kuat di tepi pasca pemberian kontras di mediastinum anterioir kanan dari sisi superior sampai inferior
berukuran +/- 9,4 x 10,8 x 13,1 cm. Massa mediastinum anterioir berseptasi menyangat kuat di tepi, menempel pada pericardium sisi kanan dan
pleura anterior kanan, mendorong ringan jantung ke sisi kiri disertai nodul multiple di segmen5, 6 paru kiri DD/Malignan thymic cyst, Cystic
teratomas, Pericardial cvst terinfeksi. Nodul multiple di segmen 5 dan 6 paru kiri DD/metastasis. Minimal efusi perikard. Hasil patologi anatomi
RS Fatmawati (20/1/15) kesan: karsinoma sel skuamous. Hasil patologi anatomi FKUI (29/1/15) kesimpulan: negative, tidak ditemukan sel tumor
ganas yang jelas pada sediaan ini.
Cairan: pasien tidak ada keluhan gangguan dalam hal cairan. Pasien tidak merasa kesulitan dalam minum dan buang air kecil. Pasien terpasang
IVFD NaCl 0,9% 500ml ditambahkan ketorolac 30mg/12 jam. Turgor kulit baik, Tekanan darah 120/80 x/menit, frekuensi nadi 90 x/menit, CRT
< 3 detik, tidak ada distensi vena jugularis, membrane mukosa mulut lembab. Hasil laboratorium: Kimia klinik (14/2/15) ureum 12, creatinin 0,6,
Natrium 137 mEq/L, Kalium 4,7 mEq/L, Chloride 103 mEq/L.
Makanan: Pasien mengeluh bahwa jika masuk makanan sedikit saja terasa nyeri di daerah epigastrium skala 3 (rentang 1-10), dan membuat
sesak pasien bertambah berat. Porsi makan tidak pernah dihabiskan, hanya mampu menghabiskan 2 – 3 sendok makan saja tiap porsinya, namun
pasien masih dapat makan biscuit yang dibelikan oleh isteri pasien sedikit demi sedikit. Pasien memiliki riwayat penurunan berat badan namun
pasien tidak tahu berapa banyak penurunan berat badan yang dialami. Berat badan terakhir 60 kg, TB 166 cm (IMT = 21,8 dalam kondisi baik).
Hasil laboratorium: (14/2/15) Hemoglobin 12,3 mg/dL, Hematokrit 40, Leukosit 18,68 (netrofil 73,7, limfosit 17,6, monosit 7,9, Eosinofil 0,4,
basopfil 0,4), trombosit 666, Gula dara sewaktu 89 mg/dL. Laboratorium (16/2/15) albumin 3,9 g/dL, LDH 1972 U/L.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi BAB dilakukan di kamar mandi
dengan menggunakan kursi roda dan oksigen 4 liter per menit, eliminasi BAK dengan menggunakan pispot.
Aktivitas/istirahat: pasien merasa terganggu dalam aktivitas/kebutuhan istirahat karena nyeri dada, nyeri epigastrium dan sesak yang dirasakan.
Semalam pasien tidak dapat tidur karena nyeri dan sesak yang dirasakan, pasien belum dapat mengganti mengganti kebutuhan tidur karena nyeri
dan sesak masih dirasakan.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Pasien berkomunikasi dengan siteri pasien yang selalu
menjaga pasien selama di rumah sakit.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap bahaya keluhan sesak yang bertambah berat, terapi yang diberikan: oksigen 4 liter per
menit. IVFD NaCl 0,9% 500 ml ditambahkan ketorolac 30mg/12 jam, metilprednisolon 3 x 30 mg. pencegahan terhadap bahaya nyeri yang
dirasakan, terapi yang diberikan paracetamol 3 x 1 gram kalau perlu dan ranitidine 2 x 50 mg.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap isteri pasien.
No Resume Kasus
26 Diagnosa medis: tumor paru kanan pro diagnostik
Faktor Kondisi Dasar
Ny. A, usia 60 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan usia lanjut, status kesehatan dalam fase akut dari penyakit kronis,
Orientasi sosiokultural : pasien lulusan SMA, bekerja sebagai ibu rumah tangga. Sistem perawatan kesehatan: prodiagnostik tumor paru
kanan. Sistem keluarga: menikah, suami sudah meninggal, tinggal bersama 3 anak laki-laki. Pola hidup: pasien tinggal di rumah pribadi.
Lingkungan: belum dapat terkaji karena pasien masih sesak. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan untuk biaya hidup dipenuhi
oleh anak-anak pasien dan dari usaha wiraswasta pasien usaha kost-kostan.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien mengeluh sesak napas memberat 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, namun sesak sudah dirasakan 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas atau perubahan cuaca, serta tidak disertai dengan bunyi mengi, sesak dirasakan berkurang jika
dalam posisi miring kanan, dan sesak juga terasa lebih ringan jika dalam posisi duduk. Teraba kelenjar getah bening ukuran 1x1x0,5 cm pada
clavicula kanan, dapat digerakan, kenyal dan tidak nyeri. Akitivitas pasien selama di rumah sakit dilakukan di tempat tidur. Pasien tidak memiliki
riwayat merokok. Pasien tidak memiliki riwayat alergi, tidak memiliki riwayat asma, pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan penyakit
keganasan, jari tabuh tidak ada. Pasien tidak ada riwayat minum obat anti tuberculosis, pasien tidak merokok, tidak ada riwayat terpapar dengan
asap rokok atau dekat pabrik. Pasien rujukan dari RS Pasar Rebo, dirawat selama 2 minggu dan dilakukan pungsi pleura sebanyak tiga kali
dengan jumlah cairan pleura yang keluar masing-masing sebanyak 1 liter. Inspeksi: pasien terpasang oksigen 4 liter per menit dengan
menggunakan nasal kanul, frekuensi pernapasan 24 x/menit, saturasi oksigen 97%, pengembangan paru asimetris kanan tertinggal trakea bergeser
ke kiri. Palpasi: vocal fremitus dada kanan menurun dibandingkan dengan dada kiri. Perkusi: pada dada kanan redup pada paru bagian bawah,
dada kiri sonor. Auskultasi: bronkovesikuler positif menurun pada dada kanan bagian bawah, bronkovesikuler positif pada dada kiri, ronkhi ada
pada paru kanan, ronkhi tidak ada pada paru kiri, wheezing tidak ada di kedua lapang paru. Hasil laboratorium: Analisa gas darah (2/3/15) pH
7,417, pCO2 35,1, pO2 68, HCO3 22,2, TCO2 23,2, Base excess -1,3, saturasi 93,6% (kesan: alkalosis respiratorik, hipoksemia). Roentgen foto
thorak (22/2/15) didapatkan efusi pleura dan suspek massa, foto thorak (2/3/15) didapatkan konsolidasi homogen pada paru bagian kanan,
Cairan: pasien mengeluh sesak, pasien ada riwayat post rawat di RSUD dan telah dilakukan nipungsi pleura selama 3 x dengan masing-masing
jumlah cairan yang dikeluarkan sebanyak 1 liter. Pasien tidak merasa kesulitan dalam minum dan buang air kecil. Pasien terpasang IVFD NaCl
0,9% 500ml/12 jam. Turgor kulit baik, Tekanan darah 150/80 x/menit, frekuensi nadi 107 x/menit, CRT < 3 detik, tidak ada distensi vena
jugularis JVP 5 – 2 cm, membrane mukosa mulut lembab, bunyi jantung I-II regular, tidak ada bunyi jantung tambahan. Hasil laboratorium:
Kimia klinik (2/3/15) ureum 28, creatinin 0,8.
Makanan: Pasien tidak ada keluhan mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi. Makan 3 x 1 porsi dan selalu dihabiskan, snack yang disajikan
habis. Keluhan mual dan muntah tidak ada. Pasien memiliki riwayat penurunan berat badan sebanyak 5 kg dalam 1 bulan terakhir, berat badan
terakhir 61 kg, TB 157 cm (IMT = 24,7 dalam kondisi baik), konjuntiva pucat. Hasil laboratorium: Kimia klinik (2/3/15) hemoglobin 14,6,
hematocrit 46, trombosit 547, leukosit 21,10, netrofil 77,5, eritrosit 5,77.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan di kamar mandi dengan
Aktivitas/istirahat: pasien mengeluh nyeri dada kanan, tapi tidak menjalar. Skala nyeri 3 (dalam rentang 0 – 10), nyeri yang dirasakan hilang
timbul, tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Kebutuhan tidur pasien terganggu jika nyeri terjadi, namuntidur pasien dapat digantikan saat
nyeri tidak dirasakan.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Pasien berkomunikasi dengan anak pasien yang selalu
menjaga pasien selama di rumah sakit, dan tamu pasien yang menjenguk pasien di rumah sakit.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap bahaya keluhan sesak yang bertambah berat, terapi yang diberikan: oksigen 4 liter per
menit. IVFD NaCl 0,9% 500 ml/12 jam, amlodipine 5 mg 1 x sehari.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap anak-anak pasien.
Pungsi pleura dikeluarkan cairan sebanyak 500ml, warna transudate kemerahan. Foto thorak (2/3/15) didapatkan
konsolidasi homogen pada paru bagian kanan. Hasil BJH (4/3/15): BTA 1 hasil negative. System keperawatan wholly
compensatory belum efektif. Perencanaan: lanjutkan intervensi manajemen asam-basa.
kelebihan cairan Implementasi yang diberikan yaitu manajemen dan monitoring cairan
Evaluasi dilakukan setelah dilakukan intervensi selama 10 hari
didapatkan data: Pasien mengatakan tidak mampu untuk berdiri karena sesak bertambah berat. Tanda-tanda vital:
frekuensi pernapasan 24 x/menit, tekanan darah 120/80mmHg, nadi 98x/menit. Tekanan vena jugularis JVP 5-2cm
(normal). BB belum dapat dikaji Karen pasien tampak kelelahan. Terpasang infus RL 500ml/12jam. Pungsi pleura 500 ml,
warna transudate kemerahan. Foto thorak (2/3/15) didapatkan konsolidasi homogen pada paru bagian kanan. Hasil
pemeriksaan cairan pleura: warna kuning keruh, protein 3,7, LDH 254, sel lekosit 459, sel PMN 5, MN 95 (eksudat).
Monitoring intake output:
Intake: minum 400ml+Infus 1000 = 1400ml.
Output: Urine 600ml+IWL 610+cairan pleura 500ml= 1710ml. system keperawatan partly compensatory belum efektif.
Perencanaan: lanjutkan intervensi manajemen dan monitoring cairan
No Resume Kasus
27 Diagnosa medis: karsinoma sel skuamosa paru kanan T4N0Mx stage IV PS 1
Faktor Kondisi Dasar
Tn. N, usia 63 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan usia lanjut, status kesehatan dalam proses pengobatan penyakit kronis,
Orientasi sosiokultural : pasien lulusan SMA, pekerjaan wiraswasta. Sistem perawatan kesehatan: pengobatan. Sistem keluarga: menikah,
tinggal bersama isteri. Pola hidup: selama menjalani masa pengobatan pasien dan isteri tinggal di rumah pribadi. Lingkungan: belum dapat
terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan untuk biaya hidup dipenuhi oleh anak pasien.
Universal Self Care Requisites
Udara: pasien mengeluh batuk berdahak warna putih, namun dahak sulit untuk dikeluarkan. Tipe pernapasan dada, riwayat kanker dalam
keluarga tidak ada, frekuensi pernapasan 20 x/menit, saturasi O2 98%, suhu 36,5oC. Inspeksi: pergerakan dada simetris. Palpasi: vocal fremitus
kanan sama dengan kiri. Perkusi: redup pada bagian apek paru kanan, dan sonor pada paru kiri. Auskultasi: vesikuler pada paru kanan dan kiri,
tidak terdapat ronkhi maupun wheezing.
Cairan: pasien tidak ada keluhan gangguan dalam hal cairan. Pasien tidak merasa kesulitan dalam minum dan buang air kecil. Turgor kulit baik,
Tekanan darah 110/70 x/menit, frekuensi nadi 80 x/menit, CRT < 3 detik, tidak ada distensi vena jugularis, membrane mukosa mulut lembab.
Hasil laboratorium: (16/2/15) natrium 142, kalium 3,6, chloride 104, albumin 3,3, ureum 17, kreatinin 0,8.
Makanan: Pasien tidak ada keluhan mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi. Makan 3 x 1 porsi dan selalu dihabiskan, snack yang disajikan
habis. Keluhan mual dan muntah tidak ada. Berat badan terakhir 57 kg, TB 165 cm (IMT = 20,9dalam rentang normal). Hasil laboratorium ada
nilai yang di luar batas normal: Kimia klinik (2/3/15) hemoglobin 12, hematocrit 35, trombosit 213.000, leukosit 8.18 (Netrofil 71,2, limfosit
16,4, monosit 9,4, eosinophil 1,8, basophil 1,2), eritrosit 3,94. Gula darah sewaktu normal 116mg/dL. Ureum 17, kreatinin 0,8, SGOT 14, SGPT
6.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan di kamar mandi mobilisasi
jalan.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap efek samping kemoterapi pasien diberikan premedikasi.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap isteri pasien.
No Resume Kasus
28 Diagnosa medis: Karsinoma paru kanan sel kecil extensive dissease
Tn. R, usia 61 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan lanjut usia, status kesehatan dalam proses pengobatan penyakit kronis,
Orientasi sosiokultural: pasien tidak lulus SD, pekerjaan dagang (wirasawata). Sistem perawatan kesehatan: pengobatan. Sistem keluarga:
menikah, tinggal bersama isteri pasien. Pola hidup: selama menjalani masa pengobatan pasien tinggal di rumah pribadi. Lingkungan: belum
dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien tidak ada keluhan sesak, namun ada batuk sedikit, tidak disertai dahak. Inspeksi: paru-paru kiri lebih tinggi dibanding paru kanan,
saat inspirasi paru kanan agak tertinggal, frekuensi pernapasan 24 x/menit. Palpasi: vocal fremitus kanan menurun dibanding kiri. Perkusi: agak
redup di bagian apek paru kanan, pada paru kiri sonor. Auskultasi: vesikuler menurun pada paru kanan dibanding paru kiri, ronkhi dan wheezing
tidak ada. Pemeriksaan Diagnostik: bone survey (6/1/15): tidak tampak tanda-tanda metastasi pada bone survey saat ini. CT scan toraks kontras
(12/2/15): dibandingkan dengan CT lama secara subyektif masa mengecil >75%, efusi pleura berkurang, saat ini tampak kistik bronkiektasis paru
kanan S7.10 yang pada CT lama tertutup masa, hepatomegaly. Torak foto (19/1/15): dibadningkan foto toraks tanggal 6/10/14 saat ini efusi
pleura kanan berkurang, terlihat konsolidasi di lapangan tengah paru kanan. TTNA (24/9/14): sediaan apus sitology TTNA mengandung sel
tumor ganas jenis karsinoma sel kecil. Laboratorium darah (22/2/15): Lekosit 9,83 ribu/mm3, netrofil 68,6%, limfosit 18,4%, monosit 8%,
eosinophil 4,8%, basophil 0,2%, eritrosit 4,22 juta/uL, hemoglobin 12,9g/dL, hematocrit 40%, trombosit 269 ribu/mm3, GDS 124 mg/dL,
Natrium 143 mmol/L, kalium 4 mmol/L, klorida 103 mmol/L, albumin 4g/dL, SGOT 19 U/L, SGPT 11 U/L, Ureum 28 mg/dL, kreatinin 0,7
mg/dL
Cairan: pasien tidak merasa ada keluhan yang berkaitan dengan cairan. Pasien tidak merasa kesulitan dalam minum dan buang air kecil. Kulit
tampak kering, Tekanan darah 110/60 x/menit, frekuensi nadi 92x/menit, CRT < 3 detik, tidak ada distensi vena jugularis, membrane mukosa
mulut lembab.Laboratorium (22/2/15) Ureum 28 mg/dL, kreatinin 0,7 mg/dL
Makanan: Pasien mengeluh nafsu makan menurun dan lemah. Mual ada, muntah tidak ada. Berat badan terakhir 40 kg, TB 159 cm (IMT = 15,8
dalam rentang kurang). Laboratorium darah (22/2/15): Lekosit 9,83 ribu/mm3, netrofil 68,6%, limfosit 18,4%, monosit 8%, eosinophil 4,8%,
basophil 0,2%, eritrosit 4,22 juta/uL, hemoglobin 12,9g/dL, hematocrit 40%, trombosit 269 ribu/mm3, GDS 124 mg/dL, Natrium 143 mmol/L,
kalium 4 mmol/L, klorida 103 mmol/L, albumin 4g/dL, SGOT 19 U/L, SGPT 11 U/L,
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: pasien mengeluhkan tidak bisa tidur beberapa hari ini karena sesak yang dirasakan sering terjadi pada malam hari. Dan sesak
juga dirasakan setelah pasien beraktivitas dan merasa kelelahan.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Pasien berkomunikasi dengan pasien lain di rumah
sakit, dan komunikasi pasien dnegan keluarga dilalkukan melalui telepon.
Pencegahan terhadap bahaya: pasien akan direncanakan kemoterapi siklus IV: karboplatin 600mg dalam 500 NaCl 0,9%, etoposide 120 mg
dalam 100 mL NaCl 0,9%.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga pasien.
No Resume Kasus
29 Diagnosa medis: karsinoma sel skuamosa paru kanan T3N0M1a (Nodul kontralateral) stage IV PS 1, PPOK stabil, Hipertensi grade II belum
terkontrol
Faktor Kondisi Dasar
Tn. S, usia 71 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan usia lanjut, status kesehatan dalam proses pengobatan penyakit kronis,
Orientasi sosiokultural : pasien lulusan SMA, pekerjaan pensiunan polisi. Sistem perawatan kesehatan: pengobatan. Sistem keluarga:
menikah, tinggal bersama isteri. Pola hidup: selama menjalani masa pengobatan pasien dan isteri tinggal di kamar sewa dekat RSUP
Persahabatan. Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan untuk biaya hidup dipenuhi oleh anak
pasien dan dari gaji pensiun pasien.
Universal Self Care Requisites
Udara: pasien mengeluh sesak napas 4 hari sebelum masuk rumah sakit dan memberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak
dipengaruhi oleh cuaca dan aktivitas, dan tidak berkurang saat dilakukan nebulizer dan meminum obat-obatan pengurang sesak yang dimiliki
pasien. Pasien terbiasa menggunakan Berotec (bila sesak), Spiriva (1x1), seretide (2x1), metil prednisolone (3x1 tablet), teosal (3x1/2 tablet),
pasien merasa sesak berkurang jika sudah diberikan obat yang melalui suntikan. Pasien memiliki riwayat merokok 2 bungkus sehari selama 30
tahun (indeks brinkman berat). Inspeksi: asimetris kanan tertinggal, bentuk dada barrel chest, tipe pernapasan dada. Palpasi: vocal fremitus kanan
menurun jika dibandingkan dengan kiri. Perkusi: redup di sela iga ke II, sonor pada paru kiri. Auskultasi: bronkovesikuler menurun pada paru
kanan, bronkovesikuler pada paru kiri, ronkhi tidak ada, didapatkan wheezing pada paru kanan dan kiri, ekspirasi memanjang. Roentgen foto
thorak (26/1/15) terdapat gangguan dengan kesimpulan: cor CTR normal, nodul multiple paru bilateral disertai emfisema, Spirometri (26/01/15)
kesan: restriksi ringan 60-79%, obstruksi sedang 30-59%.
Cairan: pasien tidak ada keluhan gangguan dalam hal cairan. Pasien tidak merasa kesulitan dalam minum dan buang air kecil. Pasien terpasang
IVFD RL 500ml/24 jam. Turgor kulit baik, Tekanan darah 160/90 x/menit, frekuensi nadi 88 x/menit, CRT < 3 detik, tidak ada distensi vena
jugularis, membrane mukosa mulut lembab. Hasil laboratorium: (2/3/15) natrium 143, kalium 3,3, chloride 104. Hasil echocardiografi (2/2/15):
cor pulmonale, EF 67,59%, adanya hipertensi pulmonal Hasil CCT (26/02/15): volume urine 3200 ml, diuresis 2,22 ml/menit, ureum 25 mg/dL,
creatinin 1 mg/dL, kreatinin urin 24,04 mg/dL, creatinin clearance 67,49 mL/menit
Makanan: Pasien tidak ada keluhan mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi. Hanya saja pasien tidak nafsu makan pada saat sesak terjadi, dan
sesak yang dirasakan belakangan ini semakin sering. Makan 3 x 1 porsi dan selalu dihabiskan jika dalam kondisi tidak sesak., snack yang
disajikan habis. Keluhan mual dan muntah tidak ada. Berat badan terakhir 43 kg, TB 158 cm (IMT = 17,22 berat badan kurang), Diit rendah
karbohidrat rendah garam II 2088 kkal. Hasil laboratorium: Kimia klinik (2/3/15) hemoglobin 15,2, hematocrit 46, trombosit 245.000, leukosit
10,02, SGOT 17, SGPT 12.
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan di kamar mandi mobilisasi
jalan. Hasil CCT(26/2/15): volume urin 3200ml, diuresis 2,22, ureum 25, kreatinin 1 mg/dL, kreatinin urin 24,05 mg/dL, creatinin clearance
67,49 mL/menit.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Pasien berkomunikasi dengan isteri pasien dan
pengunjung.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap bahaya keluhan sesak yang bertambah berat, terapi yang diberikan: metilprednisolon 3 x 4
mg, teosal 3 x ½ tablet, berotec bila sesak, Spiriva 1 x 1, seretide 2 x 1, ventolin 3 x 1. Pencegahan terhadap bahaya tekanan darah tinggi,
diberikan terapi: amlodipine 1 x 5 mg dan captopril 1 x 25 mg, IVFD RL 500ml/24jam. Multivitamin 1 x 1 tablet.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap isteri pasien.
Ketidakseimbangan Intervensi: manajemen nutrisi, terapi nutrisi, peningkatan berat badan.Evaluasi dilakukan setelah dilakukan intervensi
nutrisi: kurang dari selama 4 hari.
kebutuhan tubuh didapatkan data: Pasien mengatakan porsi makan selalu dihabiskan, Berat badan terakhir 43 kg, TB 158 cm (IMT = 17,22
(00002) berat badan kurang). Diit rendah karbohidrat rendah garam II 2088 kkal, Porsi makan pagi dan siang hari ini habis 1 porsi,
(kompensasi snack habis. Terpasang infus RL 500ml/24jam. Terapi ranitidine 50 mg intravena dan multivitamin 1 tablet sudah
sebagian) diberikan. Hasil laboratorium: Kimia klinik (2/3/15) hemoglobin 15,2, hematocrit 46, trombosit 245.000, leukosit 10,02
(kemungkinan infeksi), SGOT 17, SGPT 12. Sistem keperawatan efektif. Perencanan lanjutkan intervensi manajemen
nutrisi, terapi nutrisi, peningkatan berat badan
No Resume Kasus
30 Diagnosa medis: asma akut sedang pada asma persisten sedang, tumor mediastinum dd/tumor paru, dd/ TB Paru
Faktor Kondisi Dasar
Ny. R, usia 52 tahun, status perkembangan dalam tahap perkembangan dewasa pertengahan, status kesehatan dalam proses pengobatan
penyakit kronis, Orientasi sosiokultural: pasien tidak lulus SD, pekerjaan ibu rumah tangga. Sistem perawatan kesehatan: pengobatan. Sistem
keluarga: menikah, tinggal bersama suami pasien. Pola hidup: selama menjalani masa pengobatan pasien tinggal di rumah pribadi.
Lingkungan: belum dapat terkaji. Sumber: pembiayaan didapatkan dari jaminan social dan untuk biaya hidup dipenuhi oleh suami pasien yang
bekerja sebagai wiraswasta.
Universal Self Care Requisites
Udara: Pasien mengeluh sesak napas yang semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan memberat saat aktivitas,
kondisi kelelahan, dan terutama saat malam hari, dan membuat pasien hampir setiap hari terbangun dimalam hari. Sesak yang dirasakan disertai
bunyi mengi. Pasien juga mengeluh batuk berdahak yang sudah dirasakan selama + 1 minggu, dahak berwarna putih, demam tidak ada, nafsu
makan baik, penurunan berat badan tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Riwayat penyakit keluarga: ayah memiliki riwayat asma.
Inspeksi:pernapasan simetris, tipe pernapasan dada, frekuensi pernapasan 24x/menit, saturasi 97%. Palpasi: vocal fremitus sama antara kanan dan
kiri. Perkusi: sonor di kedua lapang paru. Auskultasi: vesikuler kanan dan kiri, tidak ada ronkhi, wheezing kanan dan kiri, ekspirasi memanjang.
Roentgen foto thorak (25/2/15 terdapat gangguan dengan kesimpulan konsolidasi homogen.. Analisa gas darah (9/3/15) pH 7,370, pCO2 34,2,
pO2 82, HCO3 22,2, Base excess -2,7 (kesan: asidosis metabolic).
Cairan: pasien tidak merasa ada keluhan yang berkaitan dengan cairan. Pasien tidak merasa kesulitan dalam minum dan buang air kecil. Pasien
terpasang IVFD NaCl 0,9% 500ml+aminophilin 360mg/24 jam. Turgor kulit baik, Tekanan darah 180/100 x/menit, frekuensi nadi 98x/menit,
CRT < 3 detik, tidak ada distensi vena jugularis, membrane mukosa mulut lembab. Hasil laboratorium: (9/3/15) natrium 143, kalium 3,7, chloride
103, ureum 19, kreatinin 0,8.
Makanan: Pasien tidak ada keluhan mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi. Makan 3 x 1 porsi dan selalu dihabiskan, snack yang disajikan
habis. Keluhan mual dan muntah tidak ada. Berat badan terakhir 58 kg, TB 155 cm (IMT = 24,1 dalam rentang normal). Hasil laboratorium:
Kimia klinik (9/3/15) hemoglobin 13,9, hematocrit 41, trombosit 269.000, leukosit 13.480 (netrofil 55,6, limfosit 26, monosit 8,6, eosinophil 9,4,
basophil 0,4 ).
Eliminasi: Pasien tidak ada mengeluh tentang buang air besar maupun buang air kecil. Aktivitas eliminasi dilakukan secara mandiri.
Aktivitas/istirahat: pasien mengeluhkan tidak bisa tidur beberapa hari ini karena sesak yang dirasakan sering terjadi pada malam hari. Dan sesak
juga dirasakan setelah pasien beraktivitas dan merasa kelelahan.
Interaksi sosial: pasien tidak mengalami masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Pasien berkomunikasi dengan pasien lain di rumah
sakit, dan komunikasi pasien dnegan keluarga dilalkukan melalui telepon.
Pencegahan terhadap bahaya: pencegahan terhadap bahaya keluhan sesak yang bertambah berat, terapi yang diberikan: oksigen 3 liter per
menit, IVFD NaCl 0,9% 500ml+aminophilin 360mg/24 jam, inhalasi combivent 4x/hari, injeksi metilprednisolon 2x62,5 mg, ambroxol sirup 3 x
CI, ranitidine 2x50mg.
Promosi ke arah normal: pasien memiliki hubungan yang baik terhadap keluarga pasien.
DATA PRIBADI
Nama : Juhdeliena
Tempat, Tanggal lahir : Bandung, 7 Desember 1986
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Terusan Gumuruh No. 195 RT 06 RW 07
Bandung 40275
Handphone : 082111652011
Email : juhdelienasihombing@gmail.com
PENDIDIKAN
1. 2014 – 2015 : Program Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Universitas Indonesia
2. 2012 – 2014 : Program Magister Ilmu Keperawatan Peminatan
Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia
3. 2008 – 2009 : Program Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Immanuel Bandung
4. 2004 – 2008 : Program Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Immanuel Bandung
5. 2001 – 2004 : SMAN 22 Bandung Jurusan IPA
6. 1998 – 2001 : SLTP Katolik Providentia Bandung
7. 1992 – 1998 : SDN Karang Pawulang 3 Bandung
PENGALAMAN
2010 – 2012 : Perawat pelaksana di Rumah Sakit Siloam Hospital
Lippo Village Karawaci Tangerang