Anda di halaman 1dari 38

Clinical Science Session

Internasional Standard for Tuberculosis Care 3rd edition

ISTC edisi 3

Oleh :

Sakinah 1840312431

Dhesty Mira Erviza 1840312626

Preseptor:

Dr. dr. Masrul Basyar, Sp.P(K) FISR

dr. Russilawati, Sp.P

BAGIAN PARU
RSUP DR. M. DJAMIL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) adalah pedoman
penanganan tuberkulosis yang disusun oleh Organisasi Internasional yang peduli
terhadap tuberkulosis yaitu World Health Organization (WHO), Ducth
Tuberculosis Foundation (DTF), American Thoracic Society (ATS), International
Union Against Tuberculosis and Lung Diseases (IUTLD), US Center for Diseases
Control and Prevention (CDC) dan Stop TB Partnership.1,2
Program ISTC edisi pertama dikeluarkan pada tahun 2006 dan edisi kedua
pada tahun 2009 kemudian edisi ketiga pada tahun 2014. Perubahan ini tidak
merubah prinsip yang dipakai pada edisi sebelumnya, tetapi edisi ketiga ini
merupakan penyempurnaan dari edisi sebelumnya yang berfungsi untuk
memudahkan baik untuk tenaga profesi ataupun masyarakat dalam pendekatan dan
penatalaksanaan terhadap masalah – masalah TB yang ada saat ini.1,2

Tujuan Internasional Standard untuk Tuberkulosis Care (ISTC) adalah


untuk menggambarkan tingkat perawatan yang diterima secara luas yang harus
diupayakan oleh semua praktisi dalam mengelola pasien yang memiliki, dicurigai,
atau meningkatan risiko mengembangkan tuberkulosis. Standar dimaksudkan
untuk memfasilitasi keterlibatan yang efektif dari semua penyedia dalam
memberikan perawatan berkualitas tinggi untuk pasien dalam semua kelompok
usia, termasuk pasien dengan sputum BTA-positif dan sputum BTA-negatif,
tuberkulosis ekstrapulmoner, tuberkulosis yang disebabkan oleh organisme
Mycobacterium tuberculosis (M. Tuberculosis) yang resistan terhadap obat, dan
tuberkulosis dengan infeksi HIV dan ko-morbiditas lainnya.1

Tuberkulois (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting


di dunia, diperkirakan sepertiga dari penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Di Indonesia, TB adalah pembunuh nomor satu
diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.2

2
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang penerapan
“ISTC” sehingga dapat menangani penyakit Tuberkulosis dengan baik sehingga
dapat menekan angka prevalensi serendah mungkin.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 International Standard for Tuberculosis Care (ISTC)

International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan sebuah


pedoman yang ditujukan untuk memfasilitasi keterlibatan efektif dari seluruh
pemberi pelayanan kesehatan sehingga memberikan pelayanan yang berkualitas
tinggi dengan menggunakan sarana yang terbaik dari seluruh pasien dari berbagai
usia dengan beragam bentuk tuberkulosis (TB). Tujuan dari ISTC ini sendiri yaitu
untuk memberi gambaran penanganan TB yang diterima luas di setiap tingkat
pelayanan, semua praktisi (pemerintah dan swasta), dan harus menggunakannya
dalam menangani pasien yang diduga atau menderita TB, serta penanganan TB
harus sesuai standar agar dapat dipertanggungjawabkan.

ISTC terdiri dari enam standar diagnosis (standar 1-6), tujuh standar untuk
pengobatan (standar 7-13), empat standar untuk penanganan TB dengan infeksi
HIV dan komorbid lain (standar 14-17), serta empat standar untuk pelayanan
kesehatan masyarakat.

2.2 Standar Untuk Diagnosis

STANDAR 1

Untuk memastikan diagnosis dini, pemberi pelayanan kesehatan harus


siaga terhadap faktor-faktor risiko terjadinya TB yang dimiliki individu dan
kelompok serta melakukan evaluasi klinis yang cepat dan tes diagnostik yang
tepat untuk orang dengan gejala dan temuan yang mengarah kepada TB.

Terdapat 3 alasan utama terlambat diagnosis TB, yakni penderita tidak


mencari atau mengakses ke tempat perawatan, penyedia pelayanan kesehatan
tidak mencurigai penyakit, dan kurang tersedianya tes diagnostik yang paling
umum (sputum).

4
STANDAR 2

Semua pasien, termasuk anak-anak, dengan batuk yang tidak diketahui


penyebabnya yang berlangsung dua minggu atau lebih atau dengan temuan-
temuan lain yang tidak diketahui penyebabnya pada foto toraks yang mendukung
ke arah TB harus dievaluasi untuk tuberkulosis.

STANDAR 3

Semua pasien, termasuk anak-anak, yang diduga menderita TB paru dan


mampu mengeluarkan dahak harus memiliki minimal dua spesimen dahak untuk
pemeriksaan mikroskopis sputum atau spesimen dahak tunggal untuk pemeriksaan
Xpert®MTB / RIF * di laboratorium yang telah teruji kualitasnya. Pasien yang
beresiko resistensi obat, yang memiliki risiko HIV, atau yang sakit serius, harus
diperiksa Xpert MTB / RIF dilakukan sebagai uji diagnostik awal. Tes serologi
darah dan interferon-gamma release assay tidak boleh digunakan untuk diagnosis
TB aktif.

STANDARD 4

Untuk semua pasien, termasuk anak-anak, yang diduga memiliki TB ekstra


paru, spesimen yang sesuai dari bagian tubuh yang dicurigai terlibat harus
diperoleh untuk pemeriksaan mikrobiologi dan histologis. Sebuah uji Xpert
MTB/RIF pada cairan serebrospinal direkomendasikan sebagai tes mikrobiologi
awal yang lebih disarankan pada orang yang diduga menderita meningitis TB
karena dibutuhkan untuk diagnosis yang cepat.

STANDAR 5

Pada pasien yang diduga menderita TB paru dengan sputum BTA negatif,
uji Xpert MTB / RIF dan / atau kultur dahak harus dilakukan. Di antara pasien
dengan BTA negatif dengan pemeriksaan Xpert MTB / RIF yang negatif namun
memiliki bukti klinis sangat mendukung ke arah TB, pengobatan anti tuberkulosis
harus dimulai setelah pengumpulan spesimen untuk pemeriksaan kultur.

STANDAR 6

Untuk semua anak yang diduga menderita TB intratoraks (yakni paru,


pleura, dan kelenjar getah bening mediastinum atau hilus) , konfirmasi
bakteriologi harus dicari melalui pemeriksaan sekresi saluran pernapasan

5
(ekspektorasi dahak, dahak hasil induksi, bilas lambung) untuk pemeriksaan
mikroskopik, tes Xpert MTB / RIF, dan / atau kultur.

Tabel 3 Pedoman tentang pendekatan untuk mendiagnosis TB pada anak

1. Kewaspadaan terhadap riwayat (termasuk riwayat kontak TB dan gejala


konsisten dengan TB)

2. Pemeriksaan klinis (termasuk penilaian pertumbuhan)

3. Tes kulit tuberculosis

4. Rontgen toraks jika tersedia

5. konfirmasi bacteriologis bila memungkinkan


6. Investigasi relevan untuk dicurigai TB paru dan diduga TB paru
7. tes HIV

Pada anak-anak risiko TB meningkat bila ada yang kasus aktif (menular,
BTA positif tuberkulosis) di rumah yang sama, atau ketika anak kekurangan gizi,
terinfeksi HIV, atau telah memiliki campak di beberapa bulan yang lalu. Program
WHO Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), yang secara luas digunakan
dalam fasilitas tingkat pertama pada negara dengan pendapatan rendah dan
menengah menyatakan bahwa tuberkulosis harus dipertimbangkan dalam setiap
anak dengan:

 Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan atau kegagalan untuk
tumbuh normal;

 Demam yang tidak dapat dijelaskan, terutama ketika terus selama lebih
dari 2 minggu;

 Batuk kronis;

 Paparan dengan orang dewasa yang mungkin atau pasti terinfeksi TBC.

6
Temuan pada pemeriksaan yang mengarah kepada tuberkulosis meliputi:

 Cairan di salah satu sisi dada (mengurangi masuknya udara, redup pada
perkusi);

 Pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri atau abses kelenjar
getah bening, terutama dileher;

 Tanda-tanda meningitis, terutama berkembang dalam beberapa hari dan


cairan serebrospinal mengandung sebagian besar limfosit dan protein
tinggi;

 Perut bengkak, dengan atau tanpa benjolan yang teraba;

 Pembengkakan progresif atau deformitas pada tulang atau sendi, termasuk


tulang belakang.

2.3 Standar Untuk Pengobatan

STANDAR 7

Agar tanggung jawab kesehatan masyarakat terpenuhi dan juga tanggung


jawab kepada pasien secara individu maka penyedia layanan kesehatan harus
menyediakan rejimen yang tepat, memonitor kepatuhan pengobatan, dan jika
diperlukan dapat mengatasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan pengobatan
berhenti atau terputus. Untuk memenuhi kewajiban ini maka diperlukan
koordinasi antara pemberi pelayanan kesehatan masyarakat daerah setempat dan
atau agen pelayanan kesehatan lainnya.

STANDAR 8

Semua pasien yang belum pernah mendapat terapi sebelumnya dan tidak
memiliki risiko resistensi obat dapat diobati dengan rejimen terapi standar WHO
yaitu menggunakan obat yang telah teruji kualitasnya.Fase awal selama dua bulan
diberikan isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol. Fase lanjutan
diberikan isoniazid dan rifampisin selama 4 bulan. Dosis obat anti tuberkulosis
mengikuti rekomendasi WHO. Pemberian dalam bentuk kombinasi dosis tetap
akan memberikan kemudahan dalam pemberian obat.

7
Tabel 3

Doses of the first-line antituberculosis drugs in adults and children

STANDAR 9

Pendekatan pengobatan dengan prinsip keutamaan pasien sebaiknya


diterapkan untuk seluruh pasien agar terjadi kepatuhan berobat, meningkatkan
kualitas hidup, dan mengurangi penderitaan. Pendekatan ini sebaiknya
berdasarkan kepada apa yang dibutuhkan pasien dan juga atas dasar saling
menghormati antara pasien dan pemberi layanan kesehatan.

STANDAR 10

Respons pengobatan pada pasien TB paru (termasuk pasien yang didiagnosis


dengan menggunakan tes molekular cepat) harus dimonitor pada saat
menyelesaikan tahap awal pengobatan (dua bulan) dengan menggunakan
pemeriksaan mikroskopi sputum.Jika hasilnya positif pada akhir fase awal
pengobatan maka dilakukan pemeriksaan sputum ulangan pada akhir bulan ketiga,
dan jika masih positif, maka pemeriksaan sensitifitas obat secara molekuler cepat
(line probe assays atau Xpert MTB/RIF) harus dilakukan. Pada pasien dengan TB
ekstrapulmonal dan pada anak-anak, respons terapi terbaik adalah berdasarkan
klinis pasien.

8
STANDAR 11

Penilaian kemungkinan adanya resistensi obat, berdasarkan anamnesis riwayat


pengobatan, kasus terpajan dengan sumber yang kemungkinan memiliki resistensi
obat, dan prevalensi komunitas resisten obat (bila diketahui), harus dilakukan
pada seluruh pasien.Tes kepekaan obat harus dilakukan pada awal pengobatan
terhadap seluruh pasien dengan risiko resistensi obat.

Pasien dengan sputum masih tetap positif pada akhir bulan ketiga pengobatan,
pasien dengan gagal pengobatan, pasien yang tidak terlacak (putus pengobatan),
atau kambuh harus selalu dicurigai sebagai resisten obat. Pada pasien yang seperti
ini, maka Xpert MTB/RIF merupakan tes diagnostik awal Jika terdeteksi resisten
Rifampisin, maka kultur dan tes kepekaan harus segera dilakukan untuk isoniazid,
florokuinolon, dan obat-obat injeksi lini kedua. Konseling dan edukasi pasien
serta pemberian terapi empiris lini kedua harus diberikan sesegera mungkin untuk
meminimalisir kemungkinan penyebaran. Langkah-langkah pengendalian infeksi
yang tepat harus diterapkan

Ringkasan rasional dan bukti

Resistensi obat sebagian besar disebabkan oleh ketidak patuhan pasien dan
menjadi penyebab tidak optimal pengobatan dan putus obat. Manifestasi klinis
yang umum muncul karena resistensi obat adalah : kegagalan untuk memberikan
suport pengobatan yang efektif dan menjamin kepatuhan, rejimen obat yang tidak
memadai, menambahkan obat baru tunggal apabila terdapat kegagalan dari
rejimen pengobatan dan kegagalan untuk mengenali resistensi obat yang ada.

STANDAR 12

9
Pasien dengan atau kemungkinan besar mengidap tuberculosis yang
disebabkan oleh organisme yang resisten obat (terutama MDR/XDR) harus
diterapi dengan menggunakan rejimen obat anti tuberculosis lini kedua yang
terjamin efektifitasnya Dosis obat anti tuberculosis ini sesuai dengan rekomendasi
WHO. Pemilihan rejimen dapat yang telah terstandar baku atau berdasarkan
kecurigaan atau berdasarkan pola kepekaan obat. Sekurang-kurangnya lima obat –
pirazinamid dan empat obat lainnya yang diketahui atau diperkirakan masih peka

10
termasuk obat injeksi- harus digunakan dalam 6-8 bulan fase intensif dan
sekurang-kurangnya tiga obat yang diketahui atau diperkirakan masih peka harus
digunakan dalam fase lanjutan. Pengobatan diberikan dalam 18-24 bulan setelah
terjadi konversi kultur. Penilaian berfokus pada pasien, termasuk observasi
pengobatan, dibutuhkan agar patuh berobat. Konsultasi kepada spesialis yang
berpengalaman menangani pasien TB MDR/XDR harus dilakukan

Ringkasan rasional dan bukti

Uji coba random pengobatan terkontrol untuk MDR/XDR TB adalah kultur


dan obat OAT lini kedua. Ada tiga pilihan strategis untuk pengobatan MDR/XDR
TB : standarisasi, empiris dan pengobatan individual. Pilihan antara tiga
pendekatan harus didasarkan pada ketersediaan obat lini kedua dan DST, sejarah
penggunaan obat lini kedua dan resistensi pola obat. Prinsip dasar dalam
pengobatan penggunaan setidaknya empat obat dengan baik, pemberian obat
setidaknya enam hari seminggu, dosis obat yang ditentukan dengan berat badan
pasien, penggunaan obat suntik (aminoglikosida atau kapreomisin) selama 6-8
bulan, durasi pengobatan sekitar 20 bulan dan berpusat pada pasien DOT seluruh
program perawatan.

STANDAR 13

Suatu sistem pencatatan yang sistematis dan mudah diakses meliputi obat-
obatan yang diberikan, respons bakteriologis, hasil akhir pengobatan, dan adanya
efek samping obat, harus dilaksanakan untuk setiap pasien.

Ringkasan rasional dan bukti

11
Pencatatan dan pelaporan data merupakan komponen penting dari perawatan
pasien dengan TB dan untuk mengkontrol penyakitnya. Pencatatan dan pelaporan
diperlukan untuk memantau TB baik dari tingkat global, nasional, dan daerah,
memantau progres dalam pengobatan dan kualitas perawatan untuk pasien,
menjamin kelangsungan ketika pasien dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan,
untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program, untuk
mendukung advokasi dan pendanaan yang adekuat pada program kontrol TB.

12
Apabila data berkualitas tinggi, keberhasilan dapat didokumentasikan dan
tindakan korektif maka dapat diambil untuk mengatasi masalah yang
diiidentifikasi.

Banyak manfaat yang jelas apabila setiap pasien mendapatkan sistem


pencatatan terpelihara dengan baik. Namun, ketika sistematis dievaluasi sering
terlihat bahwa hanya sebagian kecil pasien telah berhasil menyelesaikan
pengobatan dengan rejimen penuh. Pencatatan dan pelaporan sistem
memungkinkan ditargetkan untuk tindak lanjut identifikasi pasien yang gagal
dalam terapi. Hal ini juga membantu dalalm memfasilitasi kesinambungan
perawatan khususnya dalam sistem pengaturan (misalnya : Rumah Sakit Pusat).
Sebuah catatan yang baik dari obat yang diberikan, hasil dari pemeriksaan smear,
kultur, rontgen dada dan catatan kemajuan perbaikan klinis, efek samping dan
kepatuhan akan menunjang peningkatan monitoring dan perawatan dengan standar
yang tinggi.

C. STANDAR UNTUK PENANGANAN TB DENGAN INFEKSI HIV


DAN KONDISI KOMORBID LAIN

STANDAR 14

Tes HIV dan konseling harus diberikan pada semua pasien dengan atau masih
suspek memilki tuberkulosis,kecuali terdapat konfirmasi hasil tes negatif pada dua
bulan sebelumnya. Karena terdapat hubungan yang dekat anatara TB dengan
infeksi HIV, sehingga pendekatan terintegrasi untuk mencegah, diagnosis dan
tatalaksana tuberkulosis dan HIV direkomendasikan pada daerah yang memiliki
prevalensi HIV yang tinggi. Tes HIV merupakan suatu manajemen khusus untuk
pasien yang berada pada daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi pada poplasi
umum, pada pasien dengan gejala dan atau tanda dari suatu kondisi yang berkaitan

13
dengan infeksi HIV dan pasien yang memiliki riwayat sugestif dengan resiko
tinggi terkena HIV .

TBC sangat terkait dengan infeksi HIV dan diperkirakan menyebabkan lebih
dariseperempat kematian di antara orang dengan HIV. Infeksi HIV meningkatkan
kemungkinan perkembangan dari infeksi M. Tuberculosisuntuk TB aktif.

14
Meskipun di negara prevalensi HIV yang rendah beberapa pasien tuberkulosis
memiliki hubungan cukup kuat untuk terinfeksi HIV, sehingga konseling dan tes
HIV harus selalu dilakukan. Di negara-negara yang memiliki prevalensi tinggi
infeksi HIV, diperlukan pemberian kotrimoksazoluntuk pencegahan infeksi
oportunistik di antara dugaankasus TB. Studi tuberkulosis terpadu dan layanan
HIV telah menunjukkan bahwa perawatanterpadu yang memfasilitasi deteksi dini

dan pengobatan yang tepat untuk tuberkulosis mengakibatkan


penguranganmortalitas dan perawatan .

STANDAR 15

Pada orang dengan infeksi HIV dan TB yang memiliki imunosupresi yang
sangat berat (hitung CD4 <50sel/mm3), ART harus diinisisikan dalam 2 mkngu
saat tatalaksana untuk tb akan dimulai, kecuali terdapat menigitis tb. Untuk semua
pasien dengan HIV dan TB, tanpa memerhatikan hitung CD4, terapi anti retriviral
harus diinisiasikan dalam 8 minggu saat tatalaksana untuk TB akan dimulai.
Pasien dengan TB dan infeksi HIV juga seharusnya mendapatkan kotrimoksazol
sebagai profilaksis untuk infeksi lainnya.

Ringkasan rasional dan bukti

Bukti tentang efektivitas pengobatan tuberkulosis pada pasien dengan HIV


koinfeksidibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki infeksi HIV telah
ditinjau secara ekstensifulasan ini menunjukkan bahwa, secara umum, hasil

pengobatan tuberkulosis adalah yang terinfeksi HIV dan non-terinfeksi


HIVkematian lebih besar pada yang terinfeksi HIV. Tarif yang lebih besar di
antara pasien dengan infeksi HIV, mungkin karena sebagian besar

15
komplikasiinfeksi HIV. Rejimen pengobatan tuberkulosis yang sebagian besar
sama untuk terinfeksi HIV dan pasien non-terinfeksi HIV; Namun, hasilnya lebih
baik jika rifampisindigunakan di seluruh dan pengobatan diberikan setiap hari
setidaknya di fase intensif. Pada pasien dengan TB terkait HIV, mengobati
tuberkulosis adalah prioritas pertama.Dalam pengaturan infeksi HIV lanjut, TB
yang tidak diobati dapat berkembang dan cepat mati. ART dapat menyelamatkan
nyawa pasien dengan infeksi HIV lanjut. Oleh karena itu, semua

16
pasientuberkulosis dan infeksi HIV harus menerima terapi antiretroviralsedini
mungkin terlepas dari hitung CD4.Dengan terapi ART terdapat hasil pengurangan
luar biasa dalam mortalitas dan morbiditas terkait AIDS,dan sangat meningkatkan
kelangsungan hidup dan kualitas hidup orang yang terinfeksi HIV.ART dimulai 2
minggu dibandingkan dengan 8 minggu setelah inisiasi tuberkulosispengobatan
pada pasien dengan imunosupresi berat (jumlah CD4 median dari 25sel / mm3)
0,232 Dengan demikian, bukti dari percobaan ini menunjukkan bahwa ART harus
dimulaidalam waktu 2 minggu setelah dimulainya pengobatan TB untuk pasien
dengan jumlah CD4 kurangdari 50 sel / mm3 dan sedini mungkin dalam waktu 8
minggu untuk yang lain HIV-positif TB. Perhatian harus diberikan untuk inisiasi
dini ART di HIV-positifmeningitis TB karena hubungannya dengan tingkat
kejadian yang tidak dikehendaki yang lebih tinggi daripada peristiwa dengan
inisiasi ART 2 bulan setelah dimulainya pengobatan tuberkulosis.

Ada beberapa isu penting terkait dengan terapi bersamaan untuk TBdan
infeksi HIV yang harus dipertimbangkan. Ini termasuk profil toksisitas yang
tumpang tindih untukobat yang digunakan, interaksi obat-obat (terutama dengan
rifampisin dan protease inhibitor),Potensi masalah dengan kepatuhan terhadap
beberapa obat, dan pemulihan kekebalan, dan reaksi inflamasi Ada beberapa
interaksi obat tuberkulosis dan obat nucleoside reverse transcriptase inhibitor
(NRTI).Pasien dengan tuberkulosis dan infeksi HIV juga harus menerima
kotrimoksazol (trimetoprim-sulfametoksazol)sebagai profilaksis untuk infeksi
lainnya. Beberapa studi telah menunjukkanmanfaat profilaksis kotrimoksazol, dan
intervensi ini saat dianjurkanoleh WHO sebagai bagian dari Tpaket manajemen
TB.

STANDAR 16

Orang dengan infeksi HIV, setelah evaluasi yang ketat, tidak memiliki TB
harus di tatalaksana untuk dugaan infeksi TB laten , yaitu dengan isoniazid
sekurangnya 6 bulan.

17
Ringkasan rasional dan bukti

Identifikasi awal dari gejala yang konsisten dengan TB diikuti oleh tes
diagnostik cepat dan pengobatan yang tepat penyakit antara orang yang hidup
dengan HIVmeningkatkan kelangsungan hidup dan meningkatkan kualitas hidup.
Dengan demikian, skrining untuk gejala antara orangdengan infeksi HIV sangat
penting untuk mengidentifikasi kedua kasus tuberkulosis dan orang-orang
yangharus menerima terapi pencegahan isoniazid. Sebuah tinjauan sistematis
komprehensifdan meta-analisis ditemukan bahwa tidak adanya empat gejala:
batuk saat, keringat malam,demam, atau penurunan berat badan diidentifikasi
subset besar ODHA yang sangat tidak mungkin untuk memiliki TB aktif. Semua
orang dengan infeksi HIV harus secara teratur diperiksa untuk TBC menggunakan
algoritma klinis dengan empat gejala: batuk saat, keringat malam, demam
ataupenurunan berat badan, pada setiap kunjungan ke fasilitas kesehatan atau
kontak dengan petugas perawatan kesehatan. ODHA yang melaporkan salah satu
dari gejala harus dievaluasi untuk tuberkulosis danpenyakit lainnya. Demikian
pula, anak-anak yang hidup dengan HIV yang memiliki salah satu dari gejala
berikut miskin, berat badan, demam, batuk saat ini, atau riwayat kontak dengan
seseorang yangtelah didiagnosis TBC menular harus dievaluasi untuk tuberkulosis
dan kondisi lainnya.

Evaluasi diagnostik untuk tuberkulosis harus dilakukan sesuai dengan


pedoman nasionaldan internasional. Dalam pengaturan HIV-lazim, Xpert MTB /
RIF harus digunakan sebagai Tes awal. ODHA yang tidak memiliki salah satu dari
empat gejala skrining dikutipdi atas atau riwayat kontak dengan seseorang yang
memiliki TB menular tidak mungkin untukmemiliki TB aktif (nilai prediksi
negatif 97,7%, 95% CI 97,4-98,0) dan, karena itu,adalah kandidat untuk
IPT.Isoniazid, diberikan kepada ODHA ang telah diekslusi dapat mengurangi
risikoTBC sekitar 33% dibandingkan dengan placebo.Efek pelindungberkurang
dengan waktu setelah pengobatan, tetapi dapat bertahan selama 2-3 tahun.
Setelahtidak termasuk TB aktif, isoniazid (sekitar 5 mg / kg / hari, 300 mg / hari

18
maksimumuntuk orang dewasa dan 10 mg / kg / hari sampai 300 mg / hari untuk
anak-anak) harus diberikan untukorang dengan infeksi HIV yang diketahui

19
memiliki infeksi TB laten atau yang memilikikontak dengan kasus tuberkulosis
menular.

STANDAR 17

Semua pelayanan kesehatan harus melakukan pemeriksaan untuk kondisi


komorbid dan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi respon pengobatan TB
atau hasil dan mengidentifikasi pelayanan tambahan yang dapat mendukung hasil
yang optimal untuk setiap pasien. Pelayanan ini harus disatukan menjadi suatu
perencanaan pelayanan individu yang termasuk didalamnya penilaian dan rujukan
untuk tatalaksana penyakit lainnya. Perhatian khusus harus dilakukan untuk
penyakit atau kondisi yang telah diketahui akan mempengaruhi hasil pengobatan,
contohnya diabetes melitus, obat-obatan dan penyalahgunaan alkohol, kurang gizi
dan merokok. Rujukan ke pelayanan psikososial atau ke pelayanan untuk antenatal
atau perawatan bayi seharusnya dilakukan.

Ringkasan rasional dan bukti

Selain lokasi, keparahan, dan tingkat tuberkulosis, sejumlah faktor laindapat


mempengaruhi respon dan hasil pengobatan. Faktor-faktor ini termasuk penyakit
komorbid (seperti diabetes mellitus), masalah psikososial, dan hambatan sosial
ekonomi untukpengobatan selesai. Dalam bekerja dengan pasien untuk mengobati
tuberkulosis, penyedia harusmenilai dan mengatasi kontribusi faktor lainnya untuk
memastikan bahwa ada kesempatan terbesarpenyembuhan. Mengatasi kondisi co-
morbid terkait dengan tuberkulosis dapatmenurunkan standar pengobatan,
mencegah resistensi obat, dan mengurangi kegagalan pengobatan
dankematian.Ada beberapa kondisi yang merupakan faktor risiko TBC atau yang
umumpada pasien dengan penyakit. Hal ini dapat mempengaruhi hasil
pengobatan.Ini termasuk HIV (dibahas sebelumnya), gangguan imunosupresif

20
lainnya, diabetesmellitus, malnutrisi, alkoholisme, penyalahgunaan zat lainnya,
dan penggunaan tembakau. Dokter mengevaluasi kondisi co-morbid relevan
dengan respon pengobatan TB. Ini harus diberikan secara gratis kepada
pasien.Karena prevalensi DM meningkat, sehingga diabetes mellitus adalah
perhatian utama. DM dapat meningkatakan tiga kali lipat risiko tuberkulosis dan

21
dapat meningkatkan keparahan tuberkulosis.Sebaliknya, TBC dapat memperburuk
kontrol glukosa darah pada orang dengan diabetes.

TBC harus dipertimbangkan pada penderita diabetes, dan begitu sebaliknya


TB. Individu dengan kedua kondisi membutuhkan manajemen klinisuntuk
memastikan bahwa perawatan yang optimal disediakan untuk kedua penyakit.
Rejimen pengobatan TB yang sama harus diresepkan untuk pasien dengan
diabetes. Namun, karena potensi untuk konsentrasi rifampisinberkurang,
pengamatan yang cermat dari respon klinis sangat penting. Bila
memungkinkan,pasien dengan TB harus diskrining untuk diabetes pada awal
pengobatan mereka.Manajemen diabetes pada pasien dengan TB harus disediakan
sesuaidengan guidelines.Hidup bersama penyakit paru-paru non-infeksi, seperti
penyakit paru obstruktif kronik(PPOK), dapat meningkatkan risiko tuberkulosis
dan menyulitkan manajemen. kedua klinisdan penilaian radiografi respon dapat
dikacaukan oleh berdampingan penyakit paru-paru.Tuberkulosis juga berisiko
untuk COPD dan mungkin menjadi kontributor utama untuk masalah ini

Kekurangan makro dan mikronutrien, keduanya merupakan penyebab dan


konsekuensi darituberkulosis dan karena itu sangat umum pada saat diagnosis
TB.Semua pasien TB harus memiliki penilaian gizi termasukberat dan tinggi
untuk menentukan indeks massa tubuh. Perawatan giziharus disediakan sesuai
dengan status gizi pasien sejalandengan pedoman perawatan gizi bagi penderita
TBC. Gizidukungan, misalnya paket makanan, harus dipertimbangkan untuk
pasienyang tidak memiliki sarana keuangan untuk memenuhi kebutuhan gizi
merekaselama pengobatan tuberkulosis.Faktor sosial juga mungkin penting dalam
mempengaruhi respon pengobatandan hasil, dan intervensi harus dipertimbangkan
untuk mengurangi merekadampak. Tunawisma, isolasi sosial, migrasi untuk
bekerja, riwayatpenahanan, dan pengangguran semuanya telah disebut sebagai
hambatan untuk pengobatankepatuhan dan faktor risiko perlakuan hasil buruk.
Dengan memberikan pasien dengan rujukan ke layanan yang dapat diakses untuk
kondisi co-morbid dari setiapjenis, penyedia meningkatkan peluang mereka untuk
menyembuhkan dalam waktu sesingkat mungkin dan memberikan kontribusiuntuk
meningkatkan kesehatan secara keseluruhan dari masyarakat.

22
Hal ini diakui bahwa tidak semua layanan yang diperlukan saat ini tersedia di
daerah yang paling membutuhkan dukungan ini. Sejauh layanan ini tersedia, harus
dimanfaatkan sepenuhnyauntuk mendukung perawatan pasien tuberkulosis. Jika
tidak tersedia, berencana untuk meningkatkankapasitas yang relevan harus
dimasukkan ke dalam strategi pengendaliantuberkulosislokal, regional, dan
nasional.Penyakit lain dan perawatan, perawatan terutama imunosupresif seperti
kortikosteroid dan tumor necrosis factor (TNF) inhibitor alpha, meningkatkan
risiko tuberkulosis dan dapat mengubah fitur klinis dari penyakit. Dokter yang
merawat pasiendengan penyakit atau mengambil obat yang mengubah respon
kekebalan tubuh harus menyadaripeningkatan risiko tuberkulosis dan waspada
untuk gejala yang mungkin mengindikasikan kehadiran tuberkulosis. Pengobatan
pencegahan isoniazid dapat dipertimbangkan untuk pasien tersebut jikaTB aktif
terekslusi.

D. STANDAR UNTUK PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT


STANDAR 18

Semua pelayanan seharusnya memastikan orang-orang yang berkontak dekat


dengan pasien yang terinfeksi TB dievaluasi dan di tatalaksana sesuai dengan
rekomendasi internasional, kontak yang merupakan prioritas tertinggi adalah :

- Orang-orang dengan gejala yang sugestif tb

- Anak-anak usia di bawah 5 tahun

- Kontak yang diketahui atau suspek imunokompromais

- Kontak dengan pasien dengan MDR/XDR TB

Ringkasan rasional dan bukti

23
Penentuan prioritas untuk penyelidikan kontak didasarkan pada kemungkinan
bahwa kontak tersebut 1) telah terdiagnosis tuberkulosis; 2) berisiko tinggi
terkena tuberkulosis jikaterinfeksi; 3) berisiko mengalami TB berat jika penyakit
ini berkembang; dan 4) pada risiko tinggiyang telah erinfeksi oleh kasus indeks.
Risiko tertular infeksi M.TB berkorelasi dengan intensitas dan durasi paparan
seseorang dengan infeksiTBC, umumnya disebut kasus indeks. Kontak adalah
setiap orang yang telahterkena kasus indeks. Umumnya kontak dibagi menjadi

24
dua kelompok, rumah tanggadan non-rumah tangga. Seseorang yang berbagi
ruang hidup tertutup yang sama untuk satu malamataulebih, atau untuk waktu
yang sering atau beberapa hari dengan kasus indeks selama3 bulan sebelum
dimulainya episode pengobatan saat ini, didefinisikan sebagaikontak rumah
tangga. kontak non-rumah tangga juga berbagi ruang tertutup, sepertipertemuan
sosial tempat, tempat kerja, atau fasilitas, untuk waktu yang lama selama hari
dengankasus indeks selama 3 bulan sebelum dimulainya episode pengobatan saat
inidan dengan demikian juga berada pada risiko mengalami infeksi yang didapat
dengan M. tuberculosis. Penyelidikan kontakdianggap sebagai kegiatan yang
penting, baik untuk menemukan orang dengan sebelumnyatuberkulosis terdeteksi
dan orang yang adalah kandidat untuk pengobatan infeksi TB laten. Kurangnya
staf yang memadai dan sumber daya di banyak daerah membuat penyelidikan
kontak adalah tugas yang menantang.

Manfaat utama dari penyelidikan kontak untuk kontak dari MDR kasus index /
XDR adalah deteksi awalTB aktif yang harus menghasilkan penurunan transmisi
organisme MDR / XDR. Dalam review sistematis, lebih dari 50% dari kontak
dengan TB aktifmemiliki profil kerentanan terhadap obat yang sesuai dengan
kasus indeks. Namun, tidak ada rekomendasi saat ini untuk pengobatan infeksi
laten yang diduga organisme MDR / XDR

STANDAR 19

Anak-anak usia <5 tahun dan orang-orang pada semua umur dengan
infeksi HIV yng memiliki kontak dekat dengan orang yangbterinfeksi tuberkulosis
dan yang setelah evaluasi ketat tidak memiliki tuberkulosis aktif, seharusnya
dilakukan tatalaksana untuk mencegah adanya infeksi TB laten dengan isoniazid
minimal 6 bulan.

Ringkasan rasional dan bukti

25
Anak-anak (terutama yang berusia di bawah lima tahun) adalah kelompok
rentan karenakemungkinan tinggi dari infeksi laten menjadi TB aktif. Anak-anak
terutama jika sangat muda, juga lebih mungkin untuk berkembangnya TB yang
berat seperti meningitis TB. Untuk alasan ini disarankan bahwa, setelah TBC

26
aktifdikecualikan, anak-anak di bawah usia lima tahun yang tinggal di rumah yang
samasebagai pasien TB BTA positif dahak harus ditangani dengan isoniazid, 10
mg /kg / hari (hingga maksimum 300 mg), selama 6 bulan dengan anggapan
bahwa mereka telahterinfeksi oleh kasus indeks. Skrining anak untuk TB aktif
dapatdicapai dengan riwayat medis yang cermat dan pemeriksaan fisik. Demikian
juga, ODHA sangat rentan untuk mengembangkan TB jika terinfeksi dan, dengan
demikian,harus dievaluasi cermat untuk kehadiran TB aktif. Orang dengan
HIVinfeksi harus dievaluasi dan diobati seperti yang dijelaskan dalam Standar 16,
Monitoring dan evaluasi IPT sebagai intervensi program harus dilakukan seperti
yang dijelaskan dalamRekomendasi Investigasi Kontak Penyandang Infeksi
Tuberkulosis dinegara berpenghasilan rendah dan menengah.

Pada anak usia<5 tahun dan ODHA, tes kulit tuberkulin danuji pelepasan
interferon-gamma dapat digunakan untuk mengidentifikasi mereka pada
peningkatan risiko untukTB aktif dan yang karena itu adalah prioritas utama untuk
pengobatan Infeksi sekali TB aktif adalah excluded. Karena manfaat kesehatan
masyarakat pengobatanuntuk infeksi TBlaten, selain untuk anak-anak dan ODHA,
di negaraberpenghasilan rendah dan menengahtidak terbukti, itu tidak dianjurkan
sebagai pendekatan programatik. Namun, sebagai bagian dari perawatan untuk
individu dengan faktor risiko TB yang terpapar dengan TBC menular, dokter
dapat memilih untuk menguji untuk infeksi latendengan tes tuberkulin kulit atau
interferon-gamma release assay dan, jika hasilnya positifdan TBC aktif
dieksklusikan, diberikan pengobatan untuk infeksi TB laten sebagai intervensi
pencegahan

STANDAR 20

Setiap fasilitas pelayanan kesehatan peduli terhadap pasien yang memiliki


atau suspek memiliki infeksi tuberkulosis seharusnya mengembangkan dan
mengimplemenasikan suatu rencana kontrol infeksi TB untuk meminimalisirkan
kemungkinan transmisi M. Tuberculosis ke pasien dan petugas kesehatan.

27
Ringkasan rasional dan bukti

M. tuberculosis tersebar hampir sebagiann besar melalui udara, dengan


demikian, tindakan sederhana berbagi udaradengan orang yang memiliki TB
menular dapat menyebabkan penularan infeksi.Ada sejumlah wabah
terdokumentasi dengan baik termasuk tuberkulosis MDRdantuberkulosis XDR
yang telah terjadi di fasilitas perawatan kesehatan.Pengendalian infeksi untuk TB
terdiri dari kegiatan manajerial ditingkat fasilitas dan kategoritiga tindakan
pengendaliantermasuk kontroladministratif (yang paling penting), kontrol
lingkungan,dan penggunaan respirator (masker khusus yang dirancang untuk
melindungipemakai).

Kontrol manajerial: kegiatan manajerial Fasilitas tingkat


merupakankerangka kerja untuk menyiapkan dan melaksanakan dua kategori
lainnyakontrol dan harus mencakup sebagai berikut: identifikasi dan
penguatanbadan koordinasi lokal; pengembangan rencana fasilitas (termasuk
manusiasumber) untuk pelaksanaan langkah pengendalian infeksi; dan kebijakan
danprosedur untuk menjamin pelaksanaan langkah-langkah pengendalian. Sebagai
tambahan,kebijakan yang meminimalkan penggunaan fasilitas pelayanan
kesehatan, baik untuk pasien rawat inap dan rawat jalan,harus dikembangkan dan
diimplementasikan. Komunitas pendekatan untuk menyediakan perawatan
untukorang dengan, atau diduga telah, tuberkulosis harus ditekankan sebagai
saranamengurangi kunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Pelaksanaan tindakan pengendalian sebagai sebuah kelompok mengurangi


penularan M. Tuberculosis dalam fasilitas perawatan kesehatan. Namun, di
fasilitas perawatan kesehatan, kontrol administratifharus dilaksanakan sebagai
prioritas pertama karena mereka telah terbukti menjadi yang paling penting dalam
mengurangi penularan tuberkulosis. Akibatnya, semua fasilitas,publik dan swasta,
merawat pasien dengan, atau yang diduga memiliki, TBC menularharus
menerapkan set langkah-langkah dengan cara yang paling cocok dengan
kondisiyang berlaku di fasilitas, program khususnya lokal, iklim, dan

28
kondisisosial ekonomi. Misalnya, persyaratan pengendalian infeksi akan kurang
dalam program yang mengelolakebanyakan pasien dengan TB di masyarakat
dibandingkan dengan program-program yang secara rutinmemanfaatkan rawat

29
inap. Intervensi harus konsisten dengan dan melengkapi upaya pengendalian
infeksi umum secara keseluruhan dan, khususnya, upaya tersebut menargetkan
lainnya udarainfeksi.

Kontrol administratif: Ada beberapa kontrol administratif yang layak di


semuapengaturan itu, diambil bersama-sama, dapat diprediksi untuk
meminimalkan kemungkinan penularanterjadi dalam tindakan-tindakan di

fasilitas administratif. Termasuk skrining yang cermat dan identifikasi awal pasien
dengan, atau diduga memiliki, tuberkulosis dan memisahkan merekadari pasien
lain, terutama dari pasien yang sangat rentan terhadap TBC.Pengorganisasian
aliran pasien melalui bagian dari fasilitas, misalnya, identifikasi cepatbatuk
pasien, penggunaan sistematis masker bedah untuk batuk pasien, dan
mengarahkanpasien ini jauh dari daerah tunggu ramai (fast-tracking) dapat
meminimalkan potensiuntuk eksposur dan transmisi. Pemisahan pasien yang
diduga menderita tuberkulosisakan menurunkan risiko untuk pasien lain dan akan
memungkinkan petugas kesehatan untuk mengambil tindakan pencegahanyang
tepat. Pasien dengan infeksi HIV dan bentuk lain dari imunosupresi, harus secara
fisik dipisahkan dari pasien yang diduga atau telah dikonfirmasiTBC menular.
Pasien yang memiliki atau berisiko memiliki MDR TBharus dipisahkan dari
pasien lain, termasuk pasien lain dengantuberkulosis.Pasien diajarkan etiket batuk
yang tepat akanberfungsi untuk mengurangi penyebaran aerosol menular.
Pengumpulan Prompt sputum spesimen untuk mikroskopi atau evaluasi

mikrobiologi lainnyamerupakan langkah penting dalam pengendalian infeksi. Di


daerah yang ada prevalensi tinggi resistensi obat, kerentanan obat cepat / resisten
pengujian akan memungkinkan identifikasi dan treatment yang tepat. Penundaan
diagnostik dapatdiminimalkan dengan menggunakan tes molekuler cepat
(termasuk tes kerentanan obat cepat),dengan mengurangi waktu penyelesaian
laboratorium untuk pemeriksaan dahak, dan dengan melaksanakaninvestigasi
diagnostik secara paralel bukan urutan.

30
Semua petugas kesehatan harus diberikan informasi yang tepat dan
didorong untuk menjalaniskrining rutin untuk TB dan tes HIV dan konseling.
Mereka yang terinfeksi HIV harus diberikan layanan pencegahan dan perawatan
yang tepat. Petugas kesehatan denganInfeksi HIV tidak harus bekerja di daerah di

31
mana paparan TB yang kemungkinan tidak diobati dan terutama tidak harus
merawat pasien dengan MDR dan XDR TBC,atau dalam pengaturan di mana
resistensi obat mungkin terjadi.Pekerja tersebut harus disediakan dengan
pekerjaandi daerah risiko yang lebih rendah.

Kontrol lingkungan: Pilihan kontrol lingkungan sangat ditentukan


olehdesain bangunan dan penggunaan yang dimaksudkan, detail konstruksi, iklim
lokal dan kondisisosial ekonomi, dan sumber daya yang tersedia. Ventilasi yang
efektif merupakan prioritas tinggi.Ventilasi efektif mengurangi jumlah partikel
menular di udara dan mungkindicapai dengan ventilasi alami dalam beberapa
pengaturan, oleh ventilasi alami dan mekanik campuran,dan dengan sistem
ventilasi mekanis. Manfaat yang jelas dari ventilasi alami sebagaipendekatan
untuk pengendalian infeksi adalah yang dapat diterapkan untuk semua daerah
yang memiliki jendela danpintu yang terbuka.Dalam pengaturan di mana ventilasi
alami yang optimal tidak dapat dicapai, baikditempatkan dan terlindung ruang atas
ultraviolet kuman perlengkapan iradiasi harus dipertimbangkansebagai kontrol
pelengkap. Ini mungkin sangat berguna di iklim dingin di manaventilasi luar
ruangan .

Dispossable Particulate Respirator (masker): Respirator partikulat


melindungi orangmemakai perangkat dengan menyaring partikel keluar dari udara
terinspirasi yang memenuhiatau melebihi . Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit / Lembaga Nasional untuk KeselamatanLayanan dan Kesehatan (CDC /
NIOSH) memberikan sertifikat untuk masker N95 atau CE- masker bersertifikat
standar FFP2 (filter Setidaknya 95% dari partikel udara ≥ 0,3 m dengan diameter)
harus dipakai oleh penyedia layanan kesehatandi daerah di mana risiko penularan
tinggi setelah training. Semua pasien TB harus dipikirkan untuk menderita
resisten obat.

STANDAR 21

32
Semua penyedia layanan harus melaporkan baik kasus baru maupun TB
yang berulang dan hasil pengobatannya ke otoritas kesehatan masyarakan
lokalsesuai dengan persyaratan hukum dan kebijakan yang berlaku.

33
Ringkasan rasional dan bukti

Pelaporan kasus tuberkulosis dengan program pengendalian TB lokal


adalah suatu fungsi kesehatan masyarakat yang penting dan di banyak negara
secara hukum diamanatkan.Idealnya, desain sistem pelaporan, didukung oleh
kerangka hukum, harusmampu menerima dan mengintegrasikan data dari
beberapa sumber termasuklaboratorium dan lembaga perawatan kesehatan, serta
dari individupraktisi.Sistem pelaporan yang efektif yang mencakup semua
penyedia memungkinkan tekadefektivitas keseluruhan program pengendalian TB,
darikebutuhan sumber daya, dan distribusi yang benar dan dinamika
penyakitdalam populasi secara keseluruhan, bukan hanya penduduk yang dilayani
olehprogram pengendalian TB pemerintah. Di sebagian besar negara, TBCadalah
penyakit yang harusdilaporkan. Sistem seperti ini berguna tidak hanya untuk
memantau kemajuandan hasil pengobatan pasien individu, tetapi juga untuk
mengevaluasi keseluruhankinerja program pengendalian TB di tingkat lokal,
nasional, dantingkat global, dan untuk menunjukkan kelemahan program.

Sebuah rekaman dan pelaporan sistem diperbarui secara teratur


memungkinkan untuk ditargetkan, individualtindak lanjut untuk membantu pasien
yang tidak membuat kemajuan yang memadai (misalnya, terapi gagal). Sistem ini
juga memungkinkan untuk evaluasi kinerja praktisi, rumah sakitatau lembaga,
sistem kesehatan setempat, dan negara secara keseluruhan. Sistem pencatatandan
pelaporan menjamin akuntabilitas.Fungsi penting tambahan dari pencatatan dan
pelaporan sistem untuk mengidentifikasi serius. Efek samping yang dihasilkan
dari antituberkulosis drugs.Pengawasan ini sangatpenting sebagai obat baru dan
rejimen diperkenalkan. Dalam kedua rekomendasi WHO dan CDCmengenai
penggunaan bedaquiline, sangat disarankan bahwa adapengawasan dan pelaporan
yang merugikan events.Pengalaman klinis dengan berkelanjutanobat terbatas,
tetapi karena kebutuhan mendesak untuk obat baru untuk mengobati MDR
TB,bedaquiline dirilis untuk digunakan dalam kondisi tertentu. Ada banyak
contohefek samping yang serius dari obat yang iidentifikasi oleh surveilans pasca-

34
pemasaran (fase IVstudi). Demikian pula ada sedikit informasi yang sistematis
tentang efek yang merugikan dari banyakobat dan rejimen yang digunakan dalam

35
mengobati MDR TB, sehingga pharmacovigilance penting dalam kelompok
ini juga.

Meskipun, pada pelaporan satu tangan untuk otoritas kesehatan


masyarakat sangat penting, di sisi laintangan itu juga penting bahwa
kerahasiaan pasien dipertahankan. Dengan demikian, pelaporan harusikuti
saluran yang telah ditetapkan dengan menggunakan prosedur standar yang
menjamin bahwa hanya berwenang orang melihat informasi. Perlindungan
tersebut harus dikembangkan oleh lokal danprogram pengendalian TB
nasional untuk menjamin kerahasiaan informasi pasien.
BAB III

KESIMPULAN

International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) adalah pedoman


untuk penanganan tuberkulosis yang disusun oleh Organisasi Internasional yang
peduli terhadap tuberculosis, yang berfungsi untuk menjelaskan ke semua
kalangan baik praktisi, pemerintah dan swasta, dalam penanganan dan
perawatan tuberkulosis serta memfasilitasi hubungan kerjasama yang efektif
antar provider dalam memberikan pelayanan bermutu tinggi kepada pasien TB :

 Semua usia
 BTA positif atau negatif
 Ekstra paru
 MDR/XDR
 Ko – infeksi TB – HIV

ISTC berisi 21 standar yang terdiri dari :

 Standar diagnosis (standar 1-6)


 Standar terapi / pengobatan (standar 7-13)

37
 Standar Penanganan TB dengan infeksi HIV dan kondisi komorbid lain
(standar 14-17)
 Standar kesehatan masyarakat (standard 18-21)

DAFTAR PUSTAKA

1. International Standard for Tuberculosis Care (ISTC), Eds 3, 2014


2. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberculosis di Indonesia. Jakarta,
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006

38

Anda mungkin juga menyukai