Abstrak
Tulisan ini membahas faktor-faktor yang menjadi penentu
keberlanjutan lembaga Baitul Mal wat Tamwil (BMT) sebagai
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Model yang
dibangun melalui penelitian ini menunjukan bahwa variabel-
variabel penyusun faktor eksternal, yaitu regulasi, pengawasan
dan infrastruktur terbukti positif signifikan mempengaruhi
sustainabilitas BMT, sedangkan variabel penyusun faktor
internal, dari lima variabel yang diteliti, yaitu sumber daya
manusia, manajemen, permodalan, jangkauan pasar dan inovasi
produk, hanya dua variabel yang positif signifikan
mempengaruhi sustainabilitas BMT, yaitu sumber daya manusia
dan permodalan. Aspek-aspek tersebut dapat dijadikan sebagai
tuntunan untuk meningkatkan kinerja BMT menuju
sustainabilitas lembaga keuangan mikro syariah. Hasil
penelitian ini lebih lanjut dapat dimanfaatkan untuk merancang
kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk mendorong
pengembangan BMT sehingga secara luas dan berkelanjutan
mampu menjangkau dan memberdayakan pelaku usaha mikro.
Abstract
This paper discusses the factors that determine the sustainability
of Baitul Mal
institution wat Tamwil (BMT) as an Islamic microfinance
(LKMS).
Models built through this study showed that
the variables making up the external factors, namely regulation,
supervision, and infras
tructure, proved to be positively
Iqtishadia, Vol. 9, No. 2, 2016
PENDAHULUAN
Kegiatan perekonomian di Indonesia, terutama sektor
keuangan sangat didukung oleh lembaga-lembaga keuangan.
Lembaga keuangan merupakan sektor yang paling besar
pengaruhnya dalam aktifitas ekonomi masyarakat modern.
Usaha mikro merupakan salah satu sektor yang memiliki
peranan penting dalam perekonomian, namun selama ini sektor
ini sulit berkembang, disebabkan karena pengusaha mikro yang
umumnya berasal dari masyarakat lapisan bawah nyaris tidak
tersentuh (undeserved) dan dianggap tidak memiliki potensi
dana oleh lembaga keuangan formal terutama lembaga keuangan
konvensional, sehingga menyebabkan laju perkembangannya
terhambat. Keterbatasan akses sumber-sumber pembiayaan yang
dihadapi oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) kepada
perbankan, menyebabkannya tergantung pada sumber-sumber
informal dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). LKM adalah
lembaga yang memberikan jasa keuangan bagi pengusaha mikro
dan masyarakat berpenghasilan rendah, baik formal, semi formal
dan informal (Thohari, 2003).
202
Muhammad Kamal Zubair
203
Iqtishadia, Vol. 9, No. 2, 2016
204
Muhammad Kamal Zubair
KAJIAN LITERATUR
Penelitian The Asia Foundation dengan judul
Microfinance Service in Indonesia : Survey of Institutions in 6
Provinces mengkaji lembaga keuangan bank dan lembaga non
bank, termasuk BMT yang ada di daerah Bandung, Madiun,
Pontianak, Samarinda, Manado dan Jayapura. Fokus kajian
diantaranya adalah mengevaluasi kapabilitas lembaga keuangan
mikro di sejumlah wilayah di Indonesia. Kapabilitas yang
dimaksud dalam kajian ini meliputi efisiensi, sustainability dan
ability, terutama kemampuan dalam pengembangan jaringan
pelayanan dan kemampuan lembaga keuangan mikro dalam
mengembangkan jaringan kelembagaan yang luas (The Asia
Fondation, 2003).
Promotion of Small Financial Institution (ProFi)
mengungkapkan bahwa sistem keuangan mikro di Indonesia saat
ini memiliki masalah-masalah antara lain: 1) jangkauan; 2)
rerangka legal; hanya ada dua jenis LKM yaitu BPR dan
koperasi yang diakui secara legal; 3) regulasi dan supervisi:
ketiadaan regulasi dan supervisi bagi LKM yang bukan BPR
maupun koperasi; 4) struktur dukungan: ketiadaan rerangka
legal yang cukup mengakibatkan tidak ada pihak yang merasa
bertanggung jawab dalam hal regulasi, supervisi, dan dukungan
terhadap LKM selain BPR dan koperasi (ProFI, 2005).
Hasil penelitian Campion menyimpulkan bahwa
komersialisasi industri keuangan mikro menghadapi beberapa
hambatan yaitu: 1) subsidi yang tidak tepat; 2) regulasi dan
pengawasan yang buruk; 3) hanya sedikit LKM yang mampu
mengumpulkan tabungan dari masyarakat; 4) kapasitas
manajemen yang terbatas; 5) belum efisien secara kelembagaan;
6) memerlukan penguasaan metode keuangan mikro yang lebih
baik untuk daerah perdesaan dan sektor pertanian. (Campion,
2002). Keadaan ini menyebabkan tingkat keberlanjutan usaha
atau sustainability LKM maupun program keuangan mikro
menjadi rendah. Hanya beberapa LKM yang mampu bertahan
dan bersaing baik dengan sesama LKM maupun jenis layanan
perbankan yang lebih modern.
Secara umum para ahli mengkaji sustainabilitas dengan
dua pendekatan, yaitu pendekatan kesejahteraan dan pendekatan
kelembagaan. Menurut Murdoch, dalam gerakan keuangan
205
Iqtishadia, Vol. 9, No. 2, 2016
206
Muhammad Kamal Zubair
207
Iqtishadia, Vol. 9, No. 2, 2016
208
Muhammad Kamal Zubair
209
Iqtishadia, Vol. 9, No. 2, 2016
210
Muhammad Kamal Zubair
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Alasan pemilihan wilayah ini didasarkan pada
pertimbangan perkembangan BMT yang cukup pesat di wilayah
ini dan memiliki karakteristik yang menarik dan beragam dari
segi permasalahan-permasalahan yang dihadapi, sehingga
dimungkinkan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan
sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
Penelitian ini termasuk explanatory research karena
bermaksud menjelaskan hubungan kausal antar variabel melalui
pengujian hipotesis. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
BMT yang beroperasi di wilayah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara purposive random sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel dimana peneliti mengambil sampel BMT
secara acak dari populasi BMT yang sudah beroperasi minimal 3
tahun. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan
metode survei yaitu menggunakan kuesioner yang menanyakan
tingkat persepsi responden terhadap beberapa pernyataan yang
berkaitan dengan variabel-variabel penelitian. Pengukuran
variabel sustainabilitas BMT dalam penelitian ini juga
menggunakan skala likert dan tidak menggunakan rasio-rasio
keuangan karena adanya kesulitan untuk mengakses data-data
keuangan BMT yang menjadi sampel penelitian.
Variabel yang akan diuji dalam penelitian ini terdiri atas
variabel independen dan variabel dependen. Variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah
faktor-faktor eksternal dan internal yaitu aspek regulasi (X1),
aspek pengawasan (X2), aspek infrastruktur (X3), aspek SDM
(X4), aspek manajemen (X5), aspek permodalan (X6), aspek
jangkaun pasar (X7) dan aspek inovasi produk (X8). Sedangkan
variabel dependen adalah variabel sustainabilitas BMT (Y).
211
Iqtishadia, Vol. 9, No. 2, 2016
212
Muhammad Kamal Zubair
213
Iqtishadia, Vol. 9, No. 2, 2016
214
Muhammad Kamal Zubair
Std. Error
Adjusted
R R Square of the
R Square
Estimate
0,687 0,472 0,448 3,583
215
Iqtishadia, Vol. 9, No. 2, 2016
Koefisien Nilai
Variabel Beta T
Regresi Sig.
Constant -10,793 - 0,012
2,596
Regulasi (X1) 0,659 0,246 2,425 0,018
Pengawasan 0,812 0,276 2,598 0,012
(X2)
Infrastruktur 0,634 0,385 3,945 0,000
(X3)
216
Muhammad Kamal Zubair
Koefisien Nilai
Variabel Beta T
Regresi Sig.
Constant -0,146 -0,054 0,957
SDM (X4) 0,689 0,329 3,363 0,001
Manajemen (X5) 0,569 0,181 1,852 0,069
Permodalan (X6) 0,543 0,373 3,435 0,001
Jangkauan Pasar 0,083 0,062 0,588 0,559
(X7)
Inovasi Produk 0,204 0,055 0,582 0,563
(X8)
217
Iqtishadia, Vol. 9, No. 2, 2016
1) Aspek Regulasi
Regulasi merupakan faktor yang penting karena
operasional BMT akan dikelola sesuai dengan aturan-aturan
yang ditetapkan. Berdasarkan uji regresi yang telah dilakukan
dalam penelitian ini diketahui bahwa aspek regulasi yang
dibentuk oleh indikator kecukupan peraturan dan penerapan
prinsip kehati-hatian serta penerapan standar keuangan
terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap
sustainabilitas BMT. Temuan ini didukung pula oleh
penelitian Staschen yang mengungkapkan bahwa terdapat
dua instrumen regulasi, yaitu perlindungan dan pencegahan.
Instrumen perlindungan dimaksudkan untuk memberi
perlindungan bagi nasabah dan lembaga keuangan mikro dari
kemungkinan bangkrut. Sedangkan instrumen pencegahan
dimaksudkan untuk mencegah agar lembaga keuangan mikro
tidak mengalami kebangkrutan. (Staschen, 1994).
Regulasi merupakan salah satu infrastruktur yang
sangat mempengaruhi kinerja BMT. Regulasi bukan hanya
merupakan faktor eksternal bagi BMT tetapi juga untuk
semua lembaga dalam industri LKM termasuk BMT. Kedua
instrumen tersebut hanya dapat dijalankan secara optimal
apabila didukung oleh penyampaian laporan secara teratur,
pembatasan lingkup usaha, penetapan tingkat kesehatan, rasio
kecukupan modal yang memadai dan sebagainya. Ketentuan
Bank Indonesia tentang BPR menyatakan bahwa regulasi
yang efektif tercermin dari kecukupan dan ketepatan
penerapan peraturan-peraturan serta seberapa jauh suatu
218
Muhammad Kamal Zubair
219
Iqtishadia, Vol. 9, No. 2, 2016
3) Aspek Infrastruktur
Infrastruktur merupakan faktor yang penting bagi
lembaga BMT. Berdasarkan uji regresi yang telah dilakukan
dalam penelitian ini diketahui bahwa aspek infrastruktur
dibentuk oleh indikator-indikator yang terdiri dari peran
assosiasi, lembaga rating, jasa audit, lembaga induk dan
lembaga penjamin simpanan terbukti berpengaruh positif dan
signifikan terhadap sustainabilitas BMT.
Keberadaan assosiasi berperan dalam pelatihan,
konsultasi serta upaya akses dana dari lembaga keuangan
kepada anggota. Mengenai keberadaan lembaga rating dan
jasa audit independen bagi BMT sangat diperlukan namun
masih perlu sosialisasi lebih lanjut untuk membentuk
persepsi yang benar mengenai palaksanaan audit dan rating.
Jasa audit dan rating diperlukan sebagai penilai kinerja
keuangan independen sehingga lebih obyektif dan transparan.
Sedangkan lembaga induk dan lembaga penjamin simpanan
(LPS) bagi nasabah BMT sebagai lembaga pendukung sangat
diperlukan, namun LPS belum dibentuk. Keberadaan LPS
pada dasarnya sangat dibutuhkan untuk mendukung untuk
perkuatan sumber dana BMT. Namun untuk saat ini masih
belum dimungkinkan adanya lembaga LPS nasabah BMT
karena belum terpenuhinya prasyarat terbentuknya industri
BMT yang terstandardisasi dan heterogen.
Sejalan dengan pengembangan ekonomi mikro dan
mencermati semakin banyaknya LKM di Indonesia, termasuk
220
Muhammad Kamal Zubair
221
Iqtishadia, Vol. 9, No. 2, 2016
222
Muhammad Kamal Zubair
PENUTUP
Aspek-aspek dari faktor-faktor eksternal dan internal
yang ditentukan memiliki pengaruh terhadap sustainabilitas
BMT adalah aspek regulasi, pengawasan, infrastruktur, sumber
daya manusia, dan permodalan. Aspek-aspek tersebut dapat
dijadikan sebagai tuntunan untuk meningkatkan kinerja BMT
menuju sustainabilitas lembaga keuangan mikro berbasis
syariah. Temuan ini dapat dijadikan sebagai patokan bagi
pengembangan BMT sebagai sebuah sistem intermediasi
keuangan berbasis syari’ah di level mikro. Kendala-kendala
yang dihadapi BMT, baik yang bersifat internal maupun yang
eksternal, perlu segera diselesaikan agar sustainabilitas BMT
tetap terjaga.
Beberapa faktor yang menyebabkan perkembangan
BMT tidak terlepas dari pengaruh faktor eksternal maupun
faktor internal BMT itu sendiri yang menjadikan institusi BMT
tetap eksis. Oleh karena itu, untuk penguatan BMT sebagai
lembaga keuangan mikro syariah (LKMS), diperlukan dua sisi.
Dari sisi eksternal berupa peranan para stakeholder dalam hal ini
pemerintah, perusahaan, perbankan syariah dan masyarakat
dalam upaya mendukung iklim kondusif dan menyiapkan
infrastruktur yang memadai bagi tumbuh kembangnya BMT di
Indonesia, sedangkan di sisi internal berupa penguatan
permodalan dan kelembagaan sehingga BMT dapat tumbuh
223
Iqtishadia, Vol. 9, No. 2, 2016
224
Muhammad Kamal Zubair
DAFTAR PUSTAKA
Asian Development Bank (ADB). (2000). Finance for the Poor,
Microfinance Development Strategy. ADB. Manila.
Adnan, Muhammad Akhyar dkk. (2003). Study on Factors
Influencing Performance of the Best Baitul Maal Wat
Tamwils [BMTS] in Indonesia. IQTISAD Journal of
Islamic Economics. 4(1).
Amaliah, Euis. (2009). Keadilan Distributif dalam Ekonomi
Islam. Perkuatan Peran LKM dan UKM di Indonesia.
RajaGarfindo Persada. Jakarta.
Arikunto, Suharsono. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu
Pendekatan Praktek. Aneka Cipta. Jakarta.
Woller, G. Dunford, C. & Warner. (1991). Where to
Microfinance. International of Economic Development.
Bank Indonesia. (2006). Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat.
Bank Indonesia. Jakarta.
Campion, A. (2002). Challenges to Microfinance
Commercialization. Journal of Microfinance, 4.
Chaves, Rodrigo. dan Claudio Gonzales-Vega. (1996). The
Design of Successful Rural Financial Intermediaries:
Evidence from Indonesia. World Development, 24.
Hartarska, Valentina. (2004). Governance and Performance of
Microfinance Institutions in Central and Eastern Europe
and the Newly Independent States, Aurburn University.
Jiwani, J. dan Husain, J. (2011). Strategic Impact of Incentive
Programs for Loan Officers of Micro-Finance
Institutions. Journal of American Academy of Business.
Cambridge, 17.
Lamiya, Morshed. (2002). To Expand Microfinance for Poverty
Allevation, What is the Main Constraint? Capital or
Capacity Building?: Grameen Trust Experience.
Grameen Trust on CGAP.
http://www.grameen.com/dialogue/dialogue49/ special
feature01.html, diakses tanggal 1 Desember 2015.
Martowijoyo, Sumantoro. (2001). Dampak Pemberlakuan
Sistem Bank Perkreditan Rakyat Terhadap Kinerja
Lembaga Keuangan Pedesaan. Desertasi Doktor
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
225
Iqtishadia, Vol. 9, No. 2, 2016
226