Anda di halaman 1dari 28

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 :

AZMIYANTI AZIZ
ARIANA RESKY A
REZKY O
DIRA
PRATIWI PIU
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji serta Syukur kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
Mata Kuliah Akuntansi Inernasional mengenai “Pelaporan Keuangan dan
Perubahan Harga” dengan sebaik-baiknya.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Ibu
Dini Rosyada . selaku Dosen Akuntansi Internasioal yang selalu
membimbing dan mendukung dalam proses pembuatan makalah ini. Tidak
lupa kami berterimakasih pula kepada semua pihak yang telah ikut membantu
dalam pembuatan makalah ini baik materil maupun non-materil sehingga
makalah ini dapat disusun dengan baik dan selesai tepat pada waktunya.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam perkembangan ekonomi saat ini telah timbul berbagai macam adanya
inflasi dalam perubahan harga, Inflasi dapat didefinisikan sangat sederhana
sebagai kenaikan tingkat harga rata-rata untuk barang dan jasa dalam suatu
perekonomian. Banyak dari kita sangat menyadari fenomena ini. Inflasi
merupakan fenomena dunia yang banyak terjadi di negara berkembang,
namun kecenderungan yang ada di negara maju mengadopsi “akuntansi
inflasi” untuk memperbaiki penyimpanan dari convensional historical cost
accounting yang memasukkan unsur perubahan harga dan inflasi pada
pendapatan dan asset. Perubahan harga menimbulkan masalah bagi akuntansi
dalam hal penilaian, unit pengukur, dan pemertahanan kapital. Masalah
penilaian berkaitan dengan dasar yang harus digunakan untuk mengukur nilai
pos pada suatu saat. Masalah unit pengukur berkaitan dengan perubahan daya
beli akibat perubahan tingkat harga umum. Masalah pemertahanan capital
berkaitan dengan pengertian laba sebagai selisih dua kapital yang harus
ditentukan jenisnya; financial atau fisis.
Akuntansi bagi perubahan harga secara khusus berhubungan erat dengan
manajer-manajer perusahaan multinasional karena tingkat inflasi bervariasi
secara substansial antara suatu negara dengan negara lainnya, sehingga
meningkatkan kemungkinan dipengaruhinya pelaporan hasil-hasil operasi
oleh efek-efek distorstif dari inflasi. Pengaruh inflasi terhadap posisi
keuangan dan kinerja perusahaan dapat mengakibatkan tidak efisiennya
keputusan operasional yang dibuat oleh manajer yang tidak mengerti
pengaruh dari inflasi itu sendiri. Dalam kaitannya dengan posisi keuangan,
aktiva keuangan seperti nilai kas akan berkurang nilainya selama inflasi
karena menurunnya daya beli. Konsekuensi-konsekuensi internasional dari
inflasi global sangat mengganggu. Karena inflasi telah mengikis standar
kehidupan sekarang ini yang memiliki penghasilan dan memperumit
pengambilan keputusan bisnis secar signifikan, terjadinya kegelisahan politik
sosial yang luas, tekanan-tekanan ekonomis tidak di ragukan lagi tidak
menyebabkan pergolakan-pergolakan politik yang telah memberi warna pada
politik global dalam kemajuan saat ini.
Pelaporan keuangan merupakan bagian penting dari perusahaan, pelaporan
merupakan bukti pertanggungjawaban perusahaan. Dalam tinjauan ekonomi
makro, terdapat factor-faktor dari eksternal perusahaan yang mampu
mempengaruhi nilai atau aangka dari pelaporan keuangan, seperti perubahan
harga.
Perubahan harga adalah hal mutlak yang terjadi dalam suatu Negara yang
dipengaruhi oleh berbagai factor seperti kebijakan kurs mata uang, kebijakan
pemerintah, dan lain sebagainya. Harga yang mengalami sifat mudah
berfluktuasi memberikan dampak terhadap perusahaan, misalnya harga suatu
barang yang ketika dibeli (histori) mengalami peningkatan ketika hendak
dijual sehingga perlunya penyesuaian agar dapat memperoleh penghasilan
yang relevan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perubahan Harga


2.1.1 Pengertian Perubahan Harga
Perubahan harga yakni ketika harga barang dan jasa dalam suatu Negara
mengalami perubahan. perubahan harga tersebut dapatberupa Kenaikan harga
secara keseluruhan disebut inflasi (inflation), atau penurunan harga disebut
deflasi (deflation). Untuk memahami makna istilah perubahan harga
(changing prices), harus dibedakan antara pergerakan harga umum dan
pergerakan harga spesifik, yang keduanya masuk dalam istilah perubahan
harga itu.
a. Perubahan harga umum
Suatu perubahan harga umum terjadi apabila secara rata-rata harga seluruh
barang dan jasa dalam suatu perekonomian mengalami perubahan. Unit-unit
moneter memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian daya beli.
Kenaikan harga secara keseluruhan disebut inflasi (inflation), sedangkan
penurunan harga disebut deflasi (deflation).
b. Perubahan harga spesifik
Perubahan harga spesifik mengacu pada perubahan dalam harga barang atau
jasa tertentu yang disebabkan oleh perubahan dalam permintaan dan
penawaran.
Daftar Istilah Akuntansi Inflasi
− Atribut. Karakteristik kuantitatif suatu pos yang diukur untuk keperluan
akuntansi. Contoh biaya hostori atau biaya penggantian merupakan atribut
suatu aktiva.
− Penyesuaian biaya kini. Nilai penyesuaian aktiva untuk perubahan dalam
harga tertentu.
− Perubahan dalam kekayaan. Jumlah aktiva bersih suatu perusahaan yang
dapat ditarik tanpa mengurangi besar awalnya aktiva bersih.
− Mekanisme Penyesuaian. Menfaat berupa keuntungan daya beli pemegang
saham yang berasal dari pendanaan utang dan pertanda bahwa perusahaan
tidak perlu mengakui tambahan biaya pengganti atas aktiva operasi
sehubungan dengan aktiva tersebut didanai melalui utang.
− Ekuivalensi Daya Beli Umum. Jumlah uang yang telah disesuaikan
terhadap perubahan dalam tingkat harga umum.
− Laba dan rugi pembelian umum. Lihat laba dan rugi moneter.
− Mata uang tetap biaya historis. Lihat setara daya beli umum.
− Keuntungan kepemilikan suatu investasi. Kenaikan biaya kini suatu aktiva
nonmoneter.
− Hiperinflasi. Laju inflasi yang sangat besar terjadi pada saaat tingkat harga
umum dalam suatu perkekonomian meningkat sebesar lebih dari 25 %
pertahun.
− Inflasi. Keniakan dalam tingkat harga umum seluruh barang dan jasa dalam
suatu perkeonomian.
− Aktiva Moneter. Klaim terhadap jumlah mata uang yang tetap dimasa
depan seperti kas atau piutang usaha.
− Keuntungan Moneter. Kenaikan dalam daya beli secara umum yang terjadi
karena terdapatnya kewajiban moneter selama periode inflasi.
− Kewajiban Moneter. Suati kewajiban untuk membayar jumlah mata uang
tetap dimasa depan seperti utang usaha atau uang dengan suku bunga tetap.
− Kerugiaan Moneter. Penurunan dalam daya beli secara umum yang terjasi
karena terdapatnya aktiva moneter selama periode inflasi.
− Penyesuaian Modal Kerja Moneter. Pengaruh perubahan harga khusus
terhadap seluruh jumlah modal kerja yang digunakan oleh suatu usaha dalam
menjalankan operasinya.
− Jumlah Nominal. Jumlah mata uang yang belum disesuaikan dengan
perubahan harga.
− Aktiva non Moneter. Aktiva yang tidak menunjukkan adanya klaim tetap
terhadap kas seperti persediaan, aktiva tetap, dan peralatan.
− Penyesuaian Paratis. Suatu penyesuaian yang mencerminkan perbedaan
antara inflasi di Negara induk perusahaan dan perusahaan tuan rumah.
− Kewajiban non moneter. Suatu utang yang tidak mengharuskan
pembayaran jumlah kas tetap dimasa depan seperti uang muka pelanggan.
− Aktiva Permanent. Istilah di Brasil utnuk aktiva tetap, gedung, investasi,
beban tangguhan dan depresiasi terkait serta jumlah deplasi atau amortisasi.
− Indeks Harga. Suatu rasio biaya dimana pembilang/numeratornya adalah
biaya dari suatu keranjang barang dan jasa yang representative dalam tahun
berjalan, sedangkan penyebutnya adalah biaya dari keranjang barang dan jasa
yang sama pada tahun dasar.
− Daya Beli. Kemampuan umum dari suatu unti moneter untuk memperoleh
barang dan jasa.
− Laba Riil. Laba bersih yang telah disesuaikan untuk perubahan harga.
− Biaya Penggantian. Biaya kini untuk mengganti potensi jasa suatu aktiva
dalam keadaan normal usaha.
− Mata Uang Pelaporan. Mata uang yang digunakan suatu perusahaan dalam
menyusun laporan keuangan.
− Metode nyatakan kembali-translasikan. Digunakan pada saat suatu induk
perusahaan mengkonsolidasikan akun-akun anak perusahaan luar negeri yang
beralokasi disebuah lingkungan berinflasi.
− Fluktuatif. Dengan metode ini, akun anak perusahaan pertama-tama
disajikan ulang dengan inflasi lokal, kemudian ditranslasikan dalam mata
uang induk.
− Perubahan Harga Khusus. Perubahan dalam harga untuk komoditas khusus
seperti persediaan atau peralatan.
− Metode tranlasikan saji-ulang. Suatu metode konsolidasi pertama-tama
dengan mentranslasikan akun-akun laporan keuangan anak prusahaan luar
negeri ke dalam mata uang induk perusahaan kemudian dinyatakan kembali
jumlah yang ditraslasikan terhadap inflasi induk perusahaan.

2.1.2 Mengapa Laporan Keuangan Di Masa Perubahan Harga Berpotensi


Menyesatkan?
Selama masa inflasi, nilai aset yang dicatat sesua dengan biaya perolehannya
jarang mencerminkan nilai kini (yang lebih tinggi) dari aset tersebut. Nilai
aset yang di kecilkan mengakibatkan dikecilkannya pengeluaran dan di
besarkannya laba. Dari sudut pandang manajerial, pengukuran yang tidak
akurat ini menimbulkan penyimpangan pada (1) proyeksi keuangan
berdasarkan data rangkaian waktu historis yang belum disesuaikan, (2)
anggaran yang menjadi dasar pengukuran, dan (3) data kinerja yang gagal
menahan pengaruh inflasi yang tidak terkendali. Sebaliknya, pendapatan
yang dibesarkan dapat menimbulkan :
• Kenaikan pajak yang sebanding
• Permintaan dividen yang lebih banyak dari pemegang saham
• Tuntutan kenaikan gaji karyawan
• Kebijakan yang merugikan dari pemerintah tuan rumah ( misalnya pajak
yang dibebankan atas kelebihan laba )
Jika harus mendistribusikan semua laba yang dibesarkan (dalam bentuk pajak
, dividen , gaji, dan semacamnya yang lebih besar), suatu perusahaan mungin
tidak akan memiliki cukup sumber daya untuk mengganti aset tertentu yang
mengalami kenaikan harga , seperti persediaan , pabrik dan peralatan.
Kegagalan untuk menyesuaikan data keuangan dengan perubahan daya beli
unit moneter juga mempersulit pembaca laporan keuangan untuk menafsirkan
dan membandingkan kinerja operasi perusahaan. Pada masa inflasi ,
pendapatan biasanya di sajikan dalam mata uang yang daya beli umumnya
lebih rendah (yaitu daya beli tahun berjalan ) , ketimbang berlaku untuk
pengeluaran terkait. Biaya disajikan dalam mata uang dengan daya beli
umum lebih tinggi karena biasanya mencerminkan pemakaian sumber daya
yang diperoleh di masa lampau (misalnya penyusutan pabrik yang dibeli
sepuluh tahun silam). Ketika daya beli unit moneter lebih tinggi. Mengurangi
biaya berdasarkan daya beli historis dari pendapatan berdasarkan daya beli
kini menyebabkan laba tidak diukur secara akurat .
2.1.3Jenis – Jenis Penyesuaian Inflasi
Rangkaian statistik yang bertujuan mengukur perubahan harga umum
maupun khusus biasanya tidak berjalan sesuai secara bersamaan. Tiap
perubahan harga memiliki pengaruh yang berlainan terhadap pengukuran
posisis keuangan dan kinerja operasional perusahaan. Memperhitungkan
pengaruh perubahan tingkat harga umum terhadap laporan keungan disebut
model historical cost-constan purchasing power-daya beli tetap-biaya
historis.

2.1.4Penyesuaian Tingkat - Harga Umum


Jumlah mata uang yang disesuaikan dengan perubahan tingkat-harga umum
disebut mata uang tetap-biaya historis atau setara daya beli umum. Jumlah
mata uang yang belum disesuaikan disebut jumlah nominal. Jika biaya
historinya dialokasikan untuk laba tahun berjalan, maka pendapatan, sebagai
indikator daya beli disesuaikan dengan biaya yang menunjukkan daya beli
untuk tahun sebelumnya ketika asset belum dibeli.

Indeks Harga
Perubahan tingkat-harga umum diukur oleh indeks tingkat-harga menurut
rumus ∑P1Q1 / ∑P0Q0 dengan P = harga komoditas dan q = jumlah yang
dikonsumsi.
Penggunaan Indeks Harga
Angka indeks harga biasanya digunakan dalam transaksi jumlah uang yang
dibayarkan di periode sebelumnya ke dalam setara daya beli akhir
periodenya. Rumus yang dipakai :
GPLc/GPLtd x Jumlah nominaltd = PPEc
Keterangan
GPL = indeks harga umum
c = tahun berjalan
td = tanggal transaksi
PPE = setara daya beli umum

Angka tingkat-harga yang disesuaikan bukan merupakan biaya kini dari pos
yang dipersoalkan,melainkan masih merupakan angka biaya historis. Angka
historis hanya sekedar disajikan dalam unit ukuran baru yaitu daya beli
umum di akhir periode. Jika semua transaksi dilakukan secara seragamselama
periode tertentu , maka penyesuaian tingkat harga jalan pintas dapat
digunakan. Rumus yang dapat digunakan :
GPLc/GPLavgx Pendapatan total = PPEc

Objek Penyesuaian Tingkat -Harga Umum


Secara tradisional, laba adalah bagian dari kekayaan yang dapat ditarik oleh
perusahaan selama periode akuntansi tertentu, tanpa mengurangi kekayaan
dibawah tingkat awalnya. Dengan asumsi tidak ada investasi oleh pemilik
suatu perusahaan selama periode tersebut. Akuntansi konvensional
menghitung laba sebagai jumlah maksimal yang dapat ditarik oleh
perusahaan tanpa mengurangi modal uang awalnya.
Jika kita tidak bisa memperoleh harga stabil maka perhitungan laba
konvensional cenderung menghitung kekayaan bersih perusahaan setelah
pajak secara tidak akurat. Model daya-beli tetap-biay historis mengatasi
ketimpangan denga menghitung laba,sedemikian sehingga perusahaan dapat
membayarkan seluruhnya sebagai deviden sekaligus mempertahankan daya
beli di akhir tahun agar sama dengan di awal tahun.

2.1.5 Penyesuaian Biaya Kini


Model biaya kini berbeda dengan akuntansi konvensional, yaitu.
1. Aset dinilai pada biaya kininya ketimbangan biaya historisnya. Oleh
karena itu aset pada dasarnya sama dengan nilai diskonto kini dari arus kas di
masa depan, pendukung model biaya-kini berpendapat bahwa nilai kini
memperlihatkan secara lebih baik pengukuran pendapatan dan potensi arus
kas perusahaan dimasa depan kepada pembaca laporan keuangan.
2. Laba didefenisikan sebagai kekayaan bersih setelah pajak perusahaan,
yaitu jumlah sumber daya yang dapat didistribusikan perusahaan di suatu
periode sambil tetap mempertahankan kapasitas produksi atau modal
fisiknya.
Satu cara untuk mempertahankan modal dengan cara menyesuaikan posisi
awal bersih perusahaan seperti harga tagihan lancar, daftar harga dari
penyedia. Dapat diilustrasikan dalam bentuk persamaan akuntansi yaitu.
Aset = Kewajiban + Ekuitas Pemilik
Kas Persediaan Modal
1 100.000 100.000
2 (100.000) 100.000
3 150.000 150.000 (pendapatan)
4 40.000 40.000 reval OE
5 (140.000) (140.000) beban
Keterangan.
• Baris 1, menunjukkan pengaruh investasi awal perusahaan sebesar
ARS100.000 terhadap laporan keuangan
• Baris 2, menunjukkan pertukaran kas dengan persediaan, dengan asumsi
kenaikan gaji sebesar 50%.
• Baris 3, menunjukkan penjualan persedian untuk mendapatkan kas, yang
meningkatkan ekuitas pemilik dengan jumlah yang sama.
• Baris 4, menunjukkan beban kini pada penjualan, perusahaan meningkatkan
nilai dukungan persediaan sebesar 40%, ganti rugi tersebut guna untuk
kenaiakan akan revaluasi ekuitas pemilik sebesar ARS40.000. penyesuaian
ini memiliki dampak yaitu. Jumlah revaluasi memperlihatkan kepada
pembaca lap. Keuangan bahwa perusahaan harus menyimpan tambahan
sebesar ARS40.000 dalam usaha agar mampu mengganti persediaan yang
mengalami kenaikan biaya pengganti.
• Baris 5, menunjukkan revaluasi persediaan meningkatkan beban sumber
daya yang menjadi setara dengan beban ekonomi kini.

2.1.6 Biaya Kini Disesuaikan dengan Tingkat-Harga Umum


Opsi pelaporan ini bertujuan untuk menggabungkan karakteristik model
tingkat-harga umum dan model biaya-kini. Pengukuran ini disebut dengan
model biaya kini yang disesuaikan degan tingkat harga menggunakan indeks
harga umum dan khusus. Salah satu tujuan model tingkat harga-umum, yaitu
untuk mengungkapkan laba dan aset bersih pada ekuivalen daya beli akhir
tahun perusahaan. Tujuan dari model biaya-kini yaitu untuk melaporkan aset
bersih perusahaan pada biaya kininya dan melaporkan jumlah laba yang
menggambarkan kekayaan bersih setelah pajak.
Ciri khas model biaya-kini, pengungkapan perubahan biaya kini dari aset
nonmoneter perusahaan setelah dikurangi inflansi. Bertujuan untuk
memperlihatkan bagian perubahan nilai aset nonmoneter yang melebihi atau
kurang dari perubahan daya beli umum.
Kenaikan aset nonmoneter akibat inflansi umum merupakan jumlah saldo
yang harus dimiliki perusahaan agar mampu menghadapi inflansi umum. Dan
salah satu komponen yang lainnya, misalnya kenaikan biaya kini yang
melampaui inflnsi umum dianggap oleh sejumlah pihak sebagai laba modal
atas aset nonmoneter yang belum direalisasikan. Komponen terkhir ini bukan
merupakan laba, malinkan kenaikan biaya perusahaan yang harus dimiliki
perusahaan dalam mempertahankan produknya
Laba atau rugi kumulatif dari aset nonmonter induk- pos ini merupakan
perubahan kumulatif atas nilai aset nonmoneter yang diakibatkan selain oleh
inflansi umum.
Pos ini dihitung hanya jika model beban-khusu digunakan, karena beban ini
dibndingkan dengan penyajian ulang dengan yang ditentukan oleh indeks
harga konsumen nasional. Jika beban khusus lebih besar daripada indeks
tersebut, maka laba akan diperoleh aset nonmoneter induk, jika tidak maka
rugi akan diperoleh.
Laba atau rugi moneter kumulatif- pos ini merupakan pengaruh bersih yang
muncul dari penyajian ulang awal dari angka-angka dalam laporan
keuanagan.

2.1.7 Pendekatan Terhadap Akuntansi Inflasi Di Beberapa Negara


Beberapa negara bereksperimen dengan pendekatan akuntansi inflasi yang
beragam. Praktisi-praktik yang berlaku di lapangan juga mencerminka
berbagai pertimbangan pragmatis, seperti tingkat keparahan inflasi nasional
dan sudut pandang pihak-pihak yang merasakan pengaruh langsung dari
angka-angka akuntansi inflasi. Guna memahami praktisi-praktik yang
berlakudewasa ini, akan bermanfaat jika kita menelaah pendekatan terhadap
akuntansi inflasi yang dilakukan oleh beberapa negara.

Amerika Serikat
FASB 1979 menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (SFAS)
No. 33 tentang “Pelaporan Keuangan dan Perubahan Harga”, yang
mengharuskan perusahaan-perusahaan di AS yang memiliki persediaan dan
aset tetap (sebelum dikurangi akumulasi penyusutan) senilai lebih dari $125
juta, atau memiliki total aset senilai lebih dari $1M, untuk mencoba
mengungkapakan baik daya beli tetap-biaya historis maupun daya beli tetap
biaya kini selama lima tahun. Sebagai kerangka pengukuran dasar untuk
laporan keuangan utama, pengungkapan ini lebih ditujukan untuk melengkapi
informasi beban historis daripada menggantinya.
Banyak pengguna dan pembuat laporan keuangan yang menaati SFAS No.33
yang merasakan bahwa (1) pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh FSAB
membingungkan, (2) biaya penyajian pengungkapan ganda terlalu mahal dan
(3) pengungkapan daya beli tetap-biaya historis kurang berguna jika
dibandingkan dengan data beban terkini. Oleh karena itulah, FASB
memutuskan untuk menyarankan, dan tidak mewajibkan, perusahaan pelapor
di AS untuk mengungkapkan baik informasi daya beli tetap-biaya historis
maupun daya beli tetap-biaya kini. Pedoman yang diterbitkan oleh FASB
(SFAS 89) bertujuan untuk membantu perusahaan yang melaporkan
pengaruh perubahan harga terhadap laporan keuangan, disamping sebagai
cikal bakal standar akuntansi inflasi di masa mendatang.
Perusahaan pelapor disarankan untuk mengungkapkan informasi berikut tiap
lima tahun terakhir:
• Penjualan bersih dan pendapatan operasional lain
• Laba operasional berkelanjutan berdasarkan biaya-kini
• Daya beli laba atau rugi ats pos-pos moneter bersih
• Peningkatan atau penurunan biaya kini atau jumlah yang dapat dipulihkan
yang lebih rendah (yaitu jumlah kas bersih yang diperkirakan dapat
dipulihkan lewat penggunaan atau penjualan) dari persediaan atau asset tetap,
setelah dikurangi inflasi (perubahan tingkat-harga umum).
• Semua penyesuaian transaksi gabungan mata uang asing, berdasarkan
biaya-kini
• Aset bersih di akhir tahun berdasarkan biaya-kini
• Pendapatan per saham
• Dividen per saham dari saham biasa
• Harga pasar per saham dari saham biasa di akhir tahun
• Tingkat Indeks Harga Konsumen yg digunakan untuk mengukur dari
operasional berkelanjutan.
Untuk meningkatkan komparabilitas data diatas, informasi yang diberikan
dapat disajikan baik dalam (1) rata-rata setara daya beli (atau di akhir tahun),
maupun (2)dolar pada periode pokok (1967) yang digunakan untuk
menghitung CPI. Jika laba berdasarkan daya beli tetap biaya-kini berbeda
secara signifikan dari laba biaya historis, maka perusahaan diminta untuk
menyajikan lebih bnyak data.
Pedoman SFAS No.89 juga mencakup operasi luar negeri yg disertakan
dalam laporan keuangan konsolidassi perusahaan induk di AS. Perusahaan
yang menggunakan dolar sebagai mata uang fungsional untuk mengukur
operasi luar negerinya menggunakan perspektif mata uang induk. Oleh
karenanya, akun-akun dalam laporan keuangan harus ditranslasikan ke dalam
dolar, kemudian disesuaikan dengan inflasi di AS (metode tranlasi-saji
ulang).

Inggris
Komite Standar Akuntansi Inggris (ASC) menerbitkan pernyataan Praktik
Akuntansi Standar no.16 (SSAP No.16), “Akuntansi Biaya-Kini”,
berdasarkan eksperimen selama 3 tahun pada bulan Maret 1980. Meskipun
tidak berlaku sejak tahun 1988, metode SSAP No.16 dianjurkan untuk
perusahaan perusahaan yang secara sukarela menyesuaikan akun-akunnya
dengan inflasi.
SSAP No.16 berbeda dengan SFAS No.33 dalam dua aspek utama.Pertama,
SSAP No.16 hanya menggukan metode biaya-kini untuk pelaporan eksternal,
sedangkan SFAS No.33 mewajibkan akuntansi dolar konstan maupun biaya-
kini. Kedua, laporan biaya-kini pada SSAP No.16 mewajibkan laporan laba
rugi maupun neraca biaya-kini berserta catatannya, sedangkan penyesuaikkan
inflasi SFAS No.33 hanya berfokus pada laporan laba rugi.Standar Inggris
memberikan 3 pilihan dalam pelaporan:
1. Menyajikan akun-akun biaya-kini sebagai laporan dasar dengan dilengkapi
akun-akun biaya-historis.
2. Menyajikan akun-akun biaya-historis sebagai laporan dasar dengan
dilengkapi akun-akun biaya-kini.
3. Menyajikan akun-akun biaya-kini saja dengan dilengkapi akun-akun biaya-
historis seperlunya.

Terkait pos-pos moneter, SFAS No.33 mewajibkan pengungkapan angka-


angka laba dan rugi secara terpisah, sedangkan SSAP No.16 mewajibkan 2
jenis angka yg mencerminkan pengaruh perubahan harga khusus. Jenis
pertama, yg disebut sebagai penyesuaian modal kerja moneyer (MWCA),
mengakui pengaruh perubahan harga khusus terhadap jumlah modal kerja yg
digunakan dalam operassi bisnis. Sama halnya dengan saldo laba atau rugi
moneter yg disyaratkan oleh model tingkat-harga-umum, penyesuaian ini
mengakui bahwa barang dan jasa yg diperoleh perusahaan bersifat lebih
khusus dalam hal asset tetapnya jika dibandingkan dg barang dan jasa yg
dikonsumi public. Jenis kedua, yg disebut penyesuaian utang modal,
memperhatikan dampak perubahan harga khusus terhadap asset non-moneter
perusahaan (misalnya penyusutan, beban penjualan dan modal kerja
moneter).
[(TL – CA) / (FA + I + MWC)] (CC Dep. Adj. + CC Sales Adj. + MWCA)
di mana
TL = total kewajiban selain utang penjualan
CA = aset lancar selain piutan pejualan
FA = aset tetat termasuk investasi
I = persediaan
MWC = modal kerja moneter
CC Dep. Adj. = penyesuaian penyusutan biaya-kini
CC Sales Adj. =penyesuaian penjualan biaya-kini
MWCA =penyesuaian modal kerja moneter

Brasil
Inflasi sering dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari dunia
bisnis di Amerika Latin, Eropa Timur dan Asia Tenggara. Mengingat
pengalamannya dg inflasi di masa lalu, pendekatan yg dilakukan oleh Brasil
terhadap akuntansi inflassi sangat informative.
Meskipun sudah tidak diwajibkan, akuntansi inflassi yg dianjurkan di Brasil
dewasa ini terdiri atas 2 pilihan pelaporan: Undang-Undang Perusahaan
Brasil dan Komisi Sekuritass dan Bursa Brasil. Sesuai dg undang-undang
perusahaan, penyesuaian inflasi dilakukan dg menyajikan ulang asset
permanaenn dan akun-akun ekuitas pemegang saham dg menggunakan
indeks harga yg diakui oleh pemerintah federal sebagai alat ukur devaluasi
mata uang local. Asset permanen terdiri atas asset tetap, gedung, investasi,
beban ditangguhkan beserta penyusutan dan amortisasi atau deplesi akun-
akun (termasuk semua penyisihan penghapusan asset produktif). Akun
ekuitas pemegang saham terdiri atas modal, cadangan pendapatan, cadangan
revaluasi asset tetap ke dalam biaya pengganti kininya, setelah dikurangi
provisi penyusutan teknis dan fisik.
Penyesuaian inflassi terhadap aset pemanen dan ekuitas pemegang saham
diterima bersih dan kelebihannya diungkapkan secar terpisah dalam laba kini
sebagai laba atau rugi koreksi moneter.
2.1.8 International Accounting Standards Broad (IASB)
IASB menyimpulkan bahawa laporan posisis keuangan dan kinerja
operasional yang dinyatakan dalam mata uang lokal dilingkungan hiperinflasi
tidak bermanfaat. Secara khusus, laporan keuangan perusahaan yang
menggunakan mata uang dilingkungan hiperinflasi, baik berdasarkan pada
model penilaian historismaupun biaya-kini, harus diungkapkan kembali pada
daya beli tetap pertanggal neraca. Peraturan ini juga berlaku untuk angka-
angka serupa ditahun sebelumnya. Laba atau rugi daya beli terkait posisi
kewajiban atau aset menetr bersih harus dimasukan kedalam laba bersih.
Perusahaan laporan juga harus mengungkapkan:
1. Fakta bahwa penyajian ulang atas perubahan daya beli umum unit
pengukuran telah dilakukan
2. Model penilaian aset yang digunakan dalam laporan utama (yaitu penilaian
historis atau biaya-kini)
3. Identitas dan tingkat indeks harga per tanggal neraca, berikut
pergerakannya selama tahun pelaporan
4. Laba atau rugi moneter bersih tahun berjalan
2.1.9Hal-hal Terkait Inflasi
Para analisis harus memperhatikan hal-hal berikut saat membaca laporan
yang disesuaikan dengan ingflasi: (1) apakah pengaruh inflasi dapat diukur
secara lebih baik oleh dolar tetap atau biaya-kini, (2) perlakuan akuntansi
untuk laba dan rugi inflasi, (3) akuntansi inflasi asing, (4) pengaruh gabungan
dari tingkat inflasi dan bursa efek. Point pertama tdan ketiga kita bahas secara
bersamaan.
Laba dan Rugi Inflasi
Perlakuan terhadap laba dan rugi atas pos-pos moneter (seperti kas,utang,
dan piutang) merupakan isu yang komersial. Survei yang dilakukan terhadap
praktik-praktik di berbagai negara menunjukan keragaman yang penting
dalam hal ini.
Laba atu rugi tas pos-pos moneter di AS dihitung dengan cara menyajikan
ulang saldo awal, saldo akhir, serta semua transaksi dari seluruh aset dan
kewajiban moneter (termasuk utang jangka panjang) dalam laporan tetap.
Saldo yang diperoleh kemudian diungkapkan sebagi pos tersendiri. Perlakuan
ini menganggap laba dan rugi pada pos-pos moneter berbeda dengan jenis
laba lain.
Di inggris, laba dan rugi atas pos-pos moneter dikelompokan menjadi modal
kerja moneter dan penyesuaian utang modal, kedua pos tersebut dihitung
menurut perubahan harga khusus (bukan umum). Penyesuian utang modal
menunjukan penerimaan (atau beban) yang diperoleh pemegang saham dari
utang pembiayaan selama masa perubahan harga.
Pendekatan yang diterapkan di Brasil, yang sudah tidak diwajibkan lagi,
tidak menyesuaikan aset dan kewajiban lancar secara eksplisit, karena saldo
keduanya dinyatakan dalam nilai yang dapat diungkapkan. Penyesuaian
asetpermanen yang melebihi penyesuian ekuitas merupakan bagian dari aset
permanen yang diperoleh lewat utang, sehingga menghasilkan laba daya beli.
Sebaliknya, penyesuaian ekuitas yang melebihi penyesuian aset permanen
merupakan bagian dari modal kerja yang dibiayai oleh ekuitas. Rugi daya
beli diakui untuk bagian ini selama inflasi.
SSAP No, 16 memiliki cara yang lebih baik untuk menangani pengaruh
inflasi selain persedian, pabrik, dan peralata, perusahaan juga harus
meningkatkan modal kerja moneter nominal bersih guna memprtahankan
daya operasional seiring naiknya harga. Meski begitu fenomena ini
seharusnya tidak diukur dengan daya beli umum karena perusahaan hampir
tidak pernah berinvestasi di keranjang belanja ekonomi. Kami yakin bahwa
tujuan akuntansi inflasi ialah untuk mengukur kinerja perusahaan dan
memungkinkan pihak yang tertarik untuk menilai jumlah, waktu, dan potensi
arus kas dimasa depan.
Suatu perusahaan dapat mengukur daya beli yang dimilikinya untuk
memperoleh barang danjasa tertentu lewat indeks pengukur laba dan rugi
moneter, karena tidak semua perusahaan mampu memperoleh indeks daya
beli khasnya sendiri, pendekatan yang dilakukan di Ingris menjadi alternatif
yang baik. Namun kami lebih memilih untuk memperlakukan penyesuaian
utang modal sebagai pengurangan atas penyesuaian biya-kini untuk pos-pos
penyusutan, beban penjualan, dan modal kerja moneter daripada
mengungkapkan. Kami beranggapan bahwa beban biaya-kini dan saji ulang
biaya historis selama inflasi dapat tertutup oleh pengurangan beban utang
jasa yang digunakan untuk membiayai pos-pos operasional tersebut.

Laba dan Rugi Modal


Akuntansi nilai kini membagi laba bersih ke dalam dua kategori: (1) laba
operasional (selisih antara pendapatan lancar dengan biaya kini sumber daya
yang dikonsumsi) dan (2) laba yang belum direalisasikan dari kepemilikan
asset nonmonoter yang nilai penggantinya mengalami kenaikan selama
inflasi berlangsung. Pengukuran laba modal mudah dilakukan, namun
perlakuan akuntansinya sulit. Kami berpendapat bahwa kenaikan biaya
pengganti asset operasional (contohnya proyeksi arus kas keluar untuk
mengganti peralatan) bukan merupakan laba, baik terealisasimaupun tidak.
Perubahan biaya kini persediaan, pabrik, peralatan, dan asset operasional lain
merupakanrevaluasi terhadap ekuitas pemilik, yang menjadi bagian dari laba
yang harus dimiliki perusahaan guna mempertahankan modal fisik,
sedangkan laba berdasarkan biaya kini merupakan pengukuran terhadap
kekayaan bersih setelah pajak dari perusahaan ini. Asset yang ditahan untuk
tujuan spekulasi, seperti tanah kosong atau surat berharga yang dapat
diuangkan, tidak harus diganti jika ingin mempertahankan daya produksi.
Oleh karenanya, jika penyesuaian biaya-kini mencakup pos-pos ini, kenaikan
atau penurunan setaraharus dinyatakan secara langsung dalam akun laba.

Inflasi Asing
Di Amerika Serikat, FASB berupaya menangani inflasi dengan cara
mewajibkan perusahaan pelapor besar untuk bereksperimen baim dengan
daya beli tetap-biaya historis maupun dengan pengungkapan biaya-kini. FAS
No 89, yang menganjurkan (namun tidak mewajibkan) perusahaan untuk
menerangkan perubahan harga, tidak berhasil memecahkan isu ini pada dua
tingkatan. Pertama, perusahaan boleh tetap menyajikan nilai
asetnonmoneternya pada biaya historis (yang disaji ulang untuk perubahan
tingkat harga), atau boleh juga menyajikan ulang dalam setara biaya-kininya.
Kedua, perusahaanyang memilih untuk menyajikan data biaya-kini untuk
operasi luar negri memiliki dua opsi metode translasi dan saji ulang laporan
anak perusahaan ke dalam dolar AS. Perusahaan tersebut boleh menyajikan
ulang ke dalam inflasi asing, kemudian mentranslasikannya ke dalam mata
uang induk perusahaan (metode saju ulang-translasi), atau boleh
mentranslasikannya ke dalam mata uang induk perusahaan, kemudian
menyajikan ulang ke dalam mata uang induk perusahaan, kemudia
menyajikan ulang ke dalam inflasi (translasi-saji ulang). Kini dapat
menentukan pilihan metode dengan menggunkan kerangka berorientasi
keputusan.
Investor peduli dengan potensi perusahaan untuk menghasilkan dividen,
karena nilai investasi mereka pada akhirnya bergantung pada deviden di masa
mendatang. Potensi perusahaan untuk menghasilkan dividen berhubungan
secara langsung dengan kemampuannya untuk menghasilkan barang dan jasa.
Dividen akan dihasilkan di masa mendatang hanya jika perusahaan
mempertahankan daya produksinya.
Oleh karena itu, investor memerlukan laporan yang disesuaikan dengan
tingkat harga khusus, bukan harga umum. Ini karena penyesuaian tingkat
harga khusus menjadi penentu jumlah maksimal yang bisa dibayarkan oleh
perusahaan sebagai dividen tanpa mengurangi daya produksinya.
Kami memilih prosedur penyesuaian tingkat harga sebagai berikut:
1. Menyajikan ulang seluruh laporan keuangan anak perusahaan, baik
domestic maupun asing, dan induk perusahaan guna mencerminkan
perubahan harga khusus.
2. Mentranslasikan seluruh laporan anak perusahaan asing ke dalam setar
mata uang domestic melalui konstanta
3. Menggunakan indesk harga khusus yang relevan dengan apa yang
dikonsumsi perusahaan dalam perhitungan laba atau rugi monoter. Perspektif
perusahaan induk mensyaratkan indeks harga domestic, sedangkan perspektif
perusahaan local mensyaratkan indeks harga local.
Menyajikan ulang laporan perusahaan asing maupun domestic ke dalam
setara harga-kini khusus menghasilkan informasi yang relevan dengan
keputusan. Akan lebih mudah bagi kita untuk membandingkan dan
mengevaluasi hasil konsolidasi seluruh perusahaan di masa mendatang.
Filosofi pelaporan ini dipaparkan oleh Dewey R. Borst, pengawas keuangan
Inland Steel Company:
Manajemen berusaha mendapatkan informasi terkini dan terbaik untuk
memonitor kinerja mereka di masa lampau, serta untuk memandu mereka
dalam mengambil keputusan dimasa kini. Kalangan luar menilai laporan
keuangan untuk laporan serupa, yakni untuk menentukan kinerja perusahaan
di masa lampau dan perkiraan kinerjanya di masa mendatang. Oleh
karenanya, tidak ada alas an yang kuat bagi kita untuk memiliki dua jenis
data dan metode penyajian laporan keuangan. Data serupa yag kini tersedia
melalui pengembangan akuntansi manajerial juga sesuai untuk pihak luar.

Menghindari Double-Dip
Ketika menyajikan ulang laporan perusahaan yang bertempat di luar negeri
ke dalam inflasi asig, perusahaan terkadang menghitung pengaruh inflasi dua
kali. Dikenal sebagai double-dip, persoalan ini muncul karena inflasi local
mempengaruhi nilai tukar yang digunakan dalam translasi secara langsung.
Meskipun teori ekonomi mengasumsikan hubungan terbalik antara tingkat
inflasi internal dengan nilai eksternal mata uang dari suatu negara, bukti-
bukti menunjukkan bahwa hubungan ini jarang bertahan (setidaknya untuk
waktu yang singkat). Sesuai dengan hal ini, besarnya penyesuaian yang
dihasilkan untuk menghilangkan double-dip akan beragam, bergantung pada
tingkat korelasi negatif antara nilai tukar dengan inflasi diferensial.
Sebagai mana dibahas sebelumnya, penyesuaian inflasi atas beban penjualan
atau beban penyusutan bertujuan untuk mengurangi laba”tersaji” guna
menghindari saldo laba yang seolah lebih besar. Namun, akibat hubungan
terbalik antara inflasi lokal dengan nilai mata uang, perubahan nilai tukar
pada reretan laporan keuangan yang lazimnya disebabkan oleh inflasi
(minimal selama periode tertentu) setidaknya akan menyebabkan inflasi
(misalnya penyesuaian transaksi mata uanag) mempengaruhi laba “tersaji”
dari perusahaan. Oleh karenanya, agar tidak dilakukan dua kali, penyesuaian
inflasi harus menyertakan rugi translasi yang telah tercemin dalam laba
“tersaji” perusahaan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi kami menyimpulkan bahwa perubahan harga sangat erat
kaitannya denga pelaporan keuangan. Seiap perusahaan yang melakukan
transaksi jual beli jasa/barang akan diperhadapkan pada masalah perubahan
harga baik itu inflasi(kenaikan harga) maupun deflasi(penurunan harga).
Perubahan harga menimbulkan perbedaan biaya dalam suatu asset ataupun
nilai dari laba perusahaan. Sehingga metode yang diterpakan oleh beberapa
negara untuk mengakui perubahan harga (akuntansi inflasi) yakni General
Price Level Adjustment ( penyesuaian harga umum dan Current Cost
Accounting ( biaya saat ini atau terkini). Dengan mengakui perubahan harga
akan memaksimalkan keuntungan dan menghindari perhitungan biaya
depresiasi yang tidak relevan.. Pada periode perubahan harga ini laporan
keuangan sangat teramat rentan terhadap resiko penyesatan para
penggunanya. Resiko ini terjadi karena adanya ketidak akuratan pengukuran
yang menyebabkan distorsi pada proyeksi keuangan yang didasarkan pada
data seri waktu historis, anggaran yang menjadi dasar pengukuran kinerja dan
data kinerja yang tidak dapat mengisolasi pengaruh perubahan harga yang
tidak dapat dikendalikan. Resiko tersebut menimbulkan kesulitan para
pembaca untuk menginterpretasikan dan membandingkap laporan keuangan.
Terdapa dua jenis metode yang dapat dilakukan untuk melakukan
penyesuaian terhadap inflasi, yaitu (1) akuntansi untuk laporan keuangan atas
perubahan tingkatan harga umum yang disebut sebagai model daya beli
konstan biaya historis, dan (2) akuntansi untuk perubahan harga khusus yang
disebut dengan model biaya kini.

Anda mungkin juga menyukai