Anda di halaman 1dari 9

http://www.terasjakarta.

com/portal/berita-11167-melihat-lebih-dalam-kasus-dr-ayu-dari-berbagai-
versi.html#.Vh7YIZcl88I

MELIHAT LEBIH DALAM KASUS dr AYU DARI BERBAGAI VERSI

Rabu, 27 November 2013 - 02:09:05 WIB | Diposting oleh : TJ13 | Kategori: Teras Utama

TERASJAKARTA - dr Dewa Ayu Sasiary Prawani (38) diperkarakan setelah melakukan


operasi caesar terhadap pasien. Dua dokter kandungan satu tim dengan dokter Ayu juga
dijerat kasus yang sama. Bagaimana cerita lengkap kasusnya?

Pasien yang ditangani dr Ayu cs berama Julia Fransiska Makatey (26). Usai menjalani
operasi caesar, Julia meninggal dunia, sementara bayinya selamat. Pihak keluarga yang tak
terima dengan kematian korban, lalu melakukan gugatan malpraktik.

Sempat dibebaskan di tingkat pengadilan negeri, dr Ayu akhirnya dinyatakan bersalah di


tingkat kasasi. Dia divonis 10 bulan penjara dan kini sudah dibui.

Berikut cerita kasus dr Ayu dari beberapa versi:

Kronologi

10 April 2010

dr Ayu, dr Hendry Siagian, dan dr Hendry Simanjuntak yang bertugas di RS Kandou Manado
menangani pasien bernama Julia Fransiska Makatey (26). Oleh tim medis, proses persalinan
anak kedua Julia dianggap tidak lancar dan membahayakan. dr Ayu dan koleganya segera
melakukan operasi caesar darurat.

Jabang bayi bisa dikeluarkan dan selamat, tapi kondisi Julia memburuk. 20 Menit kemudian,
ia meninggal. Merasa ada kejanggalan, keluarga Julia melapor ke polisi. Mereka beralasan
Julia tidak mendapatkan penanganan yang seharusnya. Dokter dituding melakukan pembiaran
karena tidak segera menangani Julia.

Desember 2010

Kasus tersebut diproses polisi. 8 Bulan kemudian, atau Desember 2010, dr Ayu datang ke
keluarga Julia sebagai bentuk empati. Bersama tim medis, ia meminta pihak keluarga Julia
menandatangani surat agar tidak melanjutkan kasusnya, tapi keluarga menolak.

15 September 2011

Jaksa Pengadilan Negeri Manado menuntut dr Ayu, dr Hendry Siagian, dan dr Hendry
Simanjuntak dengan 10 bulan penjara. Namun di akhir sidang, ketiganya divonis bebas. Oleh
hakim, kematian Julia disimpulkan karena gangguan di peredaran darah pasca kelahiran.

Jaksa tidak terima atas vonis itu. Mereka mengajukan kasasi ke MA dan dikabulkan.

18 September 2012
dr Ayu dan koleganya ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO). Atas putusan MA,
dr Ayu ditangkap di tempat praktiknya, RSIA Permata Hati, Balikpapan, Kaltim, Jumat, 8
November 2013 lalu. Ia dibawa ke Manado dan dijebloskan ke Rutan Malendeng.

Tujuh hari kemudian, satu kolega dr Ayu, dr Hendry Simanjuntak, ditangkap di Medan
Sumatera Utara. Ia menyusul dr Ayu, ditempatkan di Rutan Malendeng. Kini hanya tersisa dr
Hendry Siagian yang masih buron.

Versi Keluarga Korban

Yulin Mahengkeng, ibu Julia Fransiska Makatey, membeberkan cerita versinya soal dugaan
malpraktik dr Ayu. Ada proses pembiaran terhadap anaknya yang sudah dalam keadaan
gawat dan harus segera dioperasi.

Yulin kemudian menceritakan kembali kejadian yang berawal pada tanggal 9 April 2010 lalu.
Saat itu anaknya, masuk ke Puskesmas di Bahu Kecamatan Malalayang jelang melahirkan.
Tanda-tanda melahirkan terlihat pukul 04.00 WITA, keesokan harinya, setelah pecah air
ketuban dengan pembukaan 8 hingga 9 centimeter.

Tapi dokter Puskemas merujuk ke RS Prof dr Kandou, Malalayang karena Fransiska


mempunyai riwayat melahirkan dengan cara divakum pada anak pertamanya. "Kami tiba
pukul 07.00 WITA, lalu dimasukkan ke ruangan Irdo," kata Yulin, Senin (25/11/2013)
malam.

Karena hasil pemeriksaan terjadi penurunan pembukaan hingga 6 cm, pagi itu Fransiska lalu
diarahkan ke ruang bersalin. Yulin lalu mengatakan, saat itulah seakan terjadi pembiaran
terhadap anaknya, karena terkesan mengulur waktu menunggu persalinan normal.

Hingga malam hari sekitar pukul 20.00 WITA, tindakan melakukan operasi baru dilakukan dr
Ayu dan dua rekannya. Keluarga pun bolak-balik ruang operasi dan apotek untuk membeli
obat. Dengan kondisi tidak membawa uang cukup, tawar-menawar obat dan peralatan terjadi.

"Bahkan saya coba menjamin kalung emas yang saya pakai, sambil menunggu uang yang
masih dalam perjalanan, tapi tetap tidak dihiraukan. Operasi pun akhirnya mengalami
penundaan," beber Yulin.

Lanjutnya, pada pukul 22.00 WITA, uang dari adiknya pun tiba. Jumlahnya pun tidak
mencukupi seperti permintaan pihak rumah sakit. Setelah bermohon berulang kali, operasi
kemudian dilaksanakan. 15 menit kemudian, dokter keluar membawa bayi dan memberi
kabar anaknya dalam keadaan sehat. Tapi hanya berselang 20 sampai 30 menit kemudian,
dokter bawa kabar lagi kalau anaknya sudah meninggal dunia.

"Kami kecewa terjadi pembiaran selama 15 jam terhadap anak saya. Kenapa tindakan operasi
baru dilakukan setelah kondisi anak saya sudah menderita dan tidak berdaya?" tandasnya.

"Ini jelas ada kesalahan yang dilakukan dokter, itu makanya kami keluarga melaporkan ke
polisi," tambah Yulin.

Versi POGI
dr Nurdadi Saleh, SpOG, Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
(POGI) menjelaskan kasus ini dari sisi para dokter. Menurutnya, pada April 2010, pasien
Julia masuk ke RS Dr Kandou, Manado atas rujukan puskesmas. Pada waktu masuk RS, ia
didiagnosis akan melahirkan dan sudah dalam tahap persalinan skala satu. Saat itu, tim dokter
merencanakan proses persalinan akan dilakukan secara normal.

"Setelah delapan jam masuk tahap persalinan, tidak ada kemajuan dan timbul tanda-tanda
gawat janin, sehingga diputuskan untuk dilakukan operasi caesar darurat," tutur Nurdadi.

Pada waktu sayatan pertama dimulai, keluar darah yang berwarna kehitaman. Menurut dr
Nurdadi, itu merupakan tanda bahwa pasien dalam keadaan kurang oksigen. Bayi pun
berhasil dikeluarkan, namun pasca operasi kondisi pasien memburuk. Sekitar 20 menit
kemudian, pasien dinyatakan meninggal dunia.

Atas kasus ini, tim dokter yang terdiri atas dr Ayu, dr Hendi Siagian dan dr Hendry
Simanjuntak, dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman 10 bulan penjara. Pengadilan
Negeri (PN) Manado menyatakan ketiga terdakwa tidak bersalah dan bebas murni. Mengapa
bisa?

"Dari hasil autopsi ditemukan bahwa sebab kematiannya adalah karena adanya emboli udara,
sehingga mengganggu peredaran darah. Emboli udara atau gelembung udara ini ada pada
bilik kanan jantung pasien. Dengan bukti ini PN Manado memutuskan bebas murni," tutur dr
Nurdadi.

Dalam surat keberatan tersebut, POGI menyatakan bahwa putusan PN Manado menyebutkan
ketiga terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana. Selain itu, Majelis Kehormatan dan Etika Profesi Kedokteran (MKEK) menyatakan
tidak ditemukan adanya kesalahan atau kelalaian para terdakwa dalam melakukan operasi
pada pasien.

Putusan MA

Ini sebagian salinan putusan MA soal vonis bersalah dr Ayu:

Bahwa Dokter Ayu, Dokter Hendry dan Dokter Hendy sebagai dokter di Rumah Sakit Prof
Dr RD Kandou Manado melakukan operasi Cito Secsio Sesaria terhadap korban Siska
Makatey. Pada saat korban sudah tidur telentang di atas meja operasi kemudian dilakukan
tindakan asepsi antiseptis pada dinding perut dan sekitarnya.

Selanjutnya, korban ditutup dengan kain operasi, kecuali area pembedahan. Di mana saat itu
korban telah dilakukan pembiusan total.

Dokter Ayu (terdakwa I) mengiris dinding perut lapis demi lapis sampai pada rahim milik
korban untuk mengangkat bayi. Setelah itu, rahim korban dijahit sampai tidak terdapat
perdarahan untuk selanjutnya dilakukan penjahitan terhadap dinding perut.

Peran Dokter Hendry (terdakwa II) sebagai asisten operator I, dan Dokter Hendry (terdakwa
III) asisten operator II membantu memperjelas area pembedahan yang dilakukan Dokter Ayu
sebagai pelaksana operasi.
Pada saat sebelum operasi dilakukan, para terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada
pihak keluarga korban tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk, termasuk kematian yang
dapat terjadi terhadap korban.

Selain itu, para terdakwa juga melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
jantung, foto rontgen dada dan lainnya, setelah dilakukannya pembedahan. Seharusnya,
prosedur itu dilakuan sebelum proses pembedahan berlangsung.

Usai pemeriksaan jantung, Dokter Ayu melaporkan kepada saksi Najoan Nan Waraouw
sebagai konsultan jaga bagian kebidanan dan penyakit kandungan bahwa nadi korban 180
kali per menit. Dan saat itu, Najoan menanyakan kepada Dokter Ayu tentang hasil
pemeriksaan jantung. Selanjutnya dijawab oleh Dokter Ayu tentang hasil pemeriksaan adalah
denyut jantung sangat cepat (Ventrikel Tachy Kardi). Namun, Najoan mengatakan bahwa
denyut nadi 180 kali per menit bukan denyut jantung sangat cepat tetapi kelainan irama
jantung (fibrilasi).

Berdasarkan keterangan saksi Dokter Hermanus J Lalenoh Sp An, tekanan darah sebelum
korban dianestesi atau dilakukan pembiusan sedikit tinggi, yakni pada angka 160/70. Akan
tetapi pembedahan dengan kondisi tersebut, pada prinsipnya, dapat dilakukan namun dengan
anestesi risiko tinggi.

Karena itu, Dokter Hermanus meminta agar terdakwa menjelaskan kepada keluarga korban
tentang segala kemungkinan yang dapat terjadi.

Sementara itu, berdasarkan hasil rekam medis No 041969 yang telah dibaca oleh saksi ahli
Dokter Erwin Gidion Kristanto SH Sp F, pada saat korban masuk rumah sakit, keadaan
korban adalah lemah dan status penyakit korban adalah berat.

Berdasarkan uraian tersebut, MA memutuskan bahwa Dokter Ayu, Dokter Hendry, dan
Dokter Hendry "lalai dalam menangani korban saat masih hidup dan pelaksanaan operasi,
sehingga korban mengalami emboli udara yang masuk ke dalam bilik kanan jantung."
Kondisi itu menghambat darah masuk ke paru-paru hingga mengakibatkan kegagalan fungsi
paru dan jantung.
http://dokterindonesiaonline.com/category/hukum-kedokteran/

3 Penyebab Utama Terjadinya Malpraktik Medis

Tindakan malpraktik medik adalah salah satu cabang kesalahan di dalam bidang
professional. Tindakan malpraktik medik yang melibatkan para dokter dan tenaga
kesehatan lainnya banyak terdapat jenis dan bentuknya, misalnya kesilapan
melakukan diagnosa, salah melakukan tindakan perawatan yang sesuai dengan pasien
atau gagal melaksanakan perawatan terhadap pasien dengan teliti dan cermat.Di
beberapa negara maju seperti United Kingdom, Australia dan Amerika Serikat, kasus
malpraktik medik juga banyak terjadi bahkan setiap tahun jumlahnya meningkat.
Misalnya, di negara Amerika Serikat pada tahun 1970-an jumlah kasus malpraktik
medik meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dan
keadaan ini terus meningkat hingga pada tahun 1990-an. Keadaan di atas tidak jauh
berbeda dengan negara Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini kasus
penuntutan terhadap dokter atas dugaan adanya malpraktik medik meningkat
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sejak 2006 hingga 2012, tercatat ada
183 kasus kelalaian medik –atau bahasa awamnya malpraktek– yang terbukti
dilakukan dokter di seluruh Indonesia. Malpraktek ini terbukti dilakukan dokter
setelah melalui sidang yang dilakukan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia (MKDKI). Akibat dari malpraktek yang terjadi selama ini, sudah ada 29
dokter yang izin prakteknya dicabut sementara. Ada yang tiga bulan, ada yang enam
bulan.

Hingga Januari 2013 jumlah pengaduan dugaan malpraktik ke konsil kedokteran Indonesia
atau KKI tercatat mencapai 183 kasus. Jumlah tersebut meningkat tajam dibanding tahun
2009 yang hanya 40 kasus dugaan malpraktik. Bahkan kasus-kasus ini pun tidak
mendapatkan penanganan yang tepat dan hanya berakhir di tengah jalan, tanpa adanya sanksi
atau hukuman kepada petugas kesehatan terkait. Dari 183 kasus malpraktek di seluruh
Indonesia itu, sebanyak 60 kasus dilakukan dokter umum, 49 kasus dilakukan dokter bedah,
33 kasus dilakukan dokter kandungan, dan 16 kasus dilakukan dokter spesialis anak. Siasanya
di bawah 10 macam-macam kasus yang dilaporkan. Selain itu, ada enam dokter yang
diharuskan mengenyam pendidikan ulang. Artinya, pengetahuan dokter kurang sehingga
menyebabkan terjadinya kasus malpraktek. “Mereka kurang dalam pendidikannya sehingga
ilmu yang didapatkan itu kurang dipraktekn atau terjadi penyimpangan dari standar
pelayanan atau penyimpangan dari ilmu yang diberikan. Maka, dia wajib sekolah lagi dalam
bidang tertentu. Di samping kasus malpraktek, beberapa kasus lain yang juga ikut menjerat
dokter ke ranah pidana hingga pencabutan izin praktek di antaranya soal komunikasi dengan
pasien, ingkar janji, penelantaran pasien, serta masalah kompetensi dokter.

Ada berbagai faktor yang melatarbelakangi munculnya gugatan-gugatan malpraktik tersebut


dan semuanya berangkat dari kerugian psikis dan fisik korban. Mulai dari kesalahan
diagnosis dan pada gilirannya mengimbas pada kesalahan terapi hingga pada kelalaian dokter
pasca operasi pembedahan pada pasien (alat bedah tertinggal didalam bagian tubuh), dan
faktor-faktor lainnya.

Definisi Malpraktek
 Menurut Coughlin’s Dictionary Of Law , “malpraktek bisa diakibatkan karena sikap kurang
keterampilan atau kehati-hatian didalam pelaksanakan kewajiban professional, tindakan
salah yang sengaja atau praktek yang bersifat tidak etis”. Kasus malpraktik merupakan tindak
pidana yang sangat sering terjadi di Indonesia. Malpraktik pada dasarnya adalah tindakan
tenaga profesional yang bertentangan dengan SOP, kode etik, dan undang-undang yang
berlaku, baik disengaja maupun akibat kelalaian yang mengakibatkan kerugian atau
kematian pada orang lain. Biasanya malpraktik dilakukan oleh kebanyakan dokter di
karenakan salah diagnosa terhadap pasien yang akhirnya dokter salah memberikan obat.
Sudah banyak contoh kasus yang malpraktik yang terjadi di beberapa rumah sakit, kasus
yang paling sering di bicarakan di media-media diantaranya adalah kasus prita mulyasari. Ia
mengaku adalah korban malpraktik di rumah sakit Omni internasional. Tidak hanya kasus
Prita saja, masih banyak lagi kasus-kasus lain. Pihak rumah sakit berlindung pada nama
besarnya. Sesungguhnya Prita hanya berbicara tentang kebenaran dan hak sebagai
seseorang yang dirugikan. Dalam pengakuannya Prita pernah berobat di rumah sakit Omni
Internasional tersebut. Tapi ia tidak menyangka bahwa ia akan mendapat perlakuan medis
yang tidak layak. Ia mengungkapkan hal ini pada teman-temannya melalui media internet
dan tanpa disangka hal ini membuat Prita terlilit kasus pencemaran nama baik.
 Black’s Law Dictionary mendefinisikan malpraktik sebagai “professional misconduct or
unreasonable lack of skill” atau “failure of one rendering professional services to exercise
that degree of skill and learning commonly applied under all the circumstances in the
community by the average prudent reputable member of the profession with the result of
injury, loss or damage to the recipient of those services or to those entitled to rely upon
them”.
 Pengertian malpraktik di atas bukanlah monopoli bagi profesi medis, melainkan juga berlaku
bagi profesi hukum (misalnya mafia peradilan), akuntan, perbankan (misalnya kasus BLBI),
dan lain-lain. Pengertian malpraktik medis menurut World Medical Association (1992)
adalah: “medical malpractice involves the physician’s failure to conform to the standard of
care for treatment of the patient’s condition, or lack of skill, or negligence in providing care
to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient.”

3 Penyebab Terjadinya Malpraktik Kedokteran

Beberapa hal yang dapat menyebabkan seorang tenaga kesehatan melakukan tindakan
malpraktik medik, yaitu apabila tidak melakukan tindakan medisi sesuai dengan :

 Standar Profesi Kedokteran Dalam profesi kedokteran, ada tiga hal yang harus ada dalam
standar profesinya, yaitu kewenangan, kemampuan rata-rata dan ketelitian umum.
 Standar Prosedur Operasional (SOP) SOP adalah suatu perangkat instruksi/ langkah-langkah
yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu.
 Informed Consent Substansi informed consent adalah memberikan informasi tentang
metode dan jenis rawatan yang dilakukan terhadap pasien, termasuk peluang kesembuhan
dan resiko yang akan dialami oleh pasien.

Hubungan antara dokter dan pasien terjadi suatu kontrak (doktrin social-contract), yang memberi
masyarakat profesi hak untuk melakukan self-regulating (otonomi profesi) dengan kewajiban
memberikan jaminan bahwa profesional yang berpraktek hanyalah profesional yang kompeten dan
yang melaksanakan praktek profesinya sesuai dengan standar. Sikap profesionalisme adalah sikap
yang bertanggungjawab, dalam arti sikap dan perilaku yang akuntabel kepada masyarakat, baik
masyarakat profesi maupun masyarakat luas (termasuk klien). Beberapa ciri profesionalisme
tersebut merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti kompetensi dan kewenangan yang selalu “sesuai
dengan tempat dan waktu”, sikap yang etis sesuai dengan etika profesinya, bekerja sesuai dengan
standar yang ditetapkan oleh profesinya, dan khusus untuk profesi kesehatan ditambah dengan
sikap altruis (rela berkorban). Uraian dari ciri-ciri tersebutlah yang kiranya harus dapat dihayati dan
diamalkan agar profesionalisme tersebut dapat terwujud.

Professional misconduct yang merupakan kesengajaan dapat dilakukan dalam bentuk pelanggaran
ketentuan etik, ketentuan disiplin profesi, hukum administratif, serta hukum pidana dan perdata,
seperti melakukan kesengajaan yang merugikan pasien, fraud, “penahanan” pasien, pelanggaran wajib
simpan rahasia kedokteran, aborsi ilegal, euthanasia, penyerangan seksual, misrepresentasi atau fraud,
keterangan palsu, menggunakan iptekdok yang belum teruji / diterima, berpraktek tanpa SIP,
berpraktek di luar kompetensinya, dll. Kesengajaan tersebut tidak harus berupa sengaja
mengakibatkan hasil buruk bagi pasien, namun yang penting lebih ke arah deliberate violation
(berkaitan dengan motivasi) ketimbang hanya berupa error (berkaitan dengan informasi).

Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance.
Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/layak (unlawful
atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai (pilihan tindakan
medis tersebut sudah improper). Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat
tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan
medis dengan menyalahi prosedur. Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang
merupakan kewajiban baginya. Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentuk-bentuk error
(mistakes, slips and lapses) yang telah diuraikan sebelumnya, namun pada kelalaian harus
memenuhi ke-empat unsur kelalaian dalam hukum – khususnya adanya kerugian, sedangkan error
tidak selalu mengakibatkan kerugian. Demikian pula adanya latent error yang tidak secara langsung
menimbulkan dampak buruk. Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktik medis,
sekaligus merupakan bentuk malpraktik medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian
terjadi apabila seseorang dengan tidak sengaja, melakukan sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak
dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang
memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. Perlu diingat bahwa pada
umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat
dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya)
bertindak hati-hati, dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain.

Undang-Undang No 29 tahun 2004

 Undang-Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran diundangkan untuk


mengatur praktik kedokteran dengan tujuan agar dapat memberikan perlindungan kepada
pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis dan memberikan
kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi. Pada bagian awal, Undang-
Undang No 29/2004 mengatur tentang persyaratan dokter untuk dapat berpraktik
kedokteran, yang dimulai dengan keharusan memiliki sertifikat kompetensi kedokteran yang
diperoleh dari Kolegium selain ijasah dokter yang telah dimilikinya, keharusan memperoleh
Surat Tanda Registrasi dari Konsil Kedokteran Indonesia dan kemudian memperoleh Surat
ijin Praktik dari Dinas Kesehatan Kota / Kabupaten. Dokter tersebut juga harus telah
mengucapkan sumpah dokter, sehat fisik dan mental serta menyatakan akan mematuhi dan
melaksanakan ketentuan etika profesi. Selain mengatur persyaratan praktik kedokteran di
atas, Undang-Undang No 29/2004 juga mengatur tentang organisasi Konsil Kedokteran,
Standar Pendidikan Profesi Kedokteran serta Pendidikan dan Pelatihannya, dan proses
registrasi tenaga dokter.
 Pada bagian berikutnya, Undang-Undang No 29/2004 mengatur tentang penyelenggaraan
praktik kedokteran. Dalam bagian ini diatur tentang perijinan praktik kedokteran, yang
antara lain mengatur syarat memperoleh SIP (memiliki STR, tempat praktik dan rekomendasi
organisasi profesi), batas maksimal 3 tempat praktik, dan keharusan memasang papan
praktik atau mencantumkan namanya di daftar dokter bila di rumah sakit. Dalam aturan
tentang pelaksanaan praktik diatur agar dokter memberitahu apabila berhalangan atau
memperoleh pengganti yang juga memiliki SIP, keharusan memenuhi standar pelayanan,
memenuhi aturan tentang persetujuan tindakan medis, memenuhi ketentuan tentang
pembuatan rekam medis, menjaga rahasia kedokteran, serta mengendalikan mutu dan
biaya.
 Pada bagian ini Undang-Undang juga mengatur tentang hak dan kewajiban dokter dan
pasien. Salah satu hak dokter yang penting adalah memperoleh perlindungan hukum
sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional, sedangkan hak pasien yang terpenting adalah hak memperoleh penjelasan
tentang penyakit, tindakan medis, manfaat, risiko, komplikasi dan prognosisnya dan serta
hak untuk menyetujui atau menolak tindakan medis.
 Pada bagian berikutnya Undang-Undang No 29/2004 mengatur tentang disiplin profesi.
Undang-Undang mendirikan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia yang
bertugas menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin
dokter. Sanksi yang diberikan oleh MKDKI adalah berupa peringatan tertulis, rekomendasi
pencabutan STR dan/atau SIP, dan kewajiban mengikuti pendidikan dan pelatihan tertentu.
 Pada akhirnya Undang-Undang No 29/2004 mengancam pidana bagi mereka yang berpraktik
tanpa STR dan atau SIP, mereka yang bukan dokter tetapi bersikap atau bertindak seolah-
olah dokter, dokter yang berpraktik tanpa membuat rekam medis, tidak memasang papan
praktik atau tidak memenuhi kewajiban dokter. Pidana lebih berat diancamkan kepada
mereka yang mempekerjakan dokter yang tidak memiliki STR dan/atau SIP

Anda mungkin juga menyukai