Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi syarat salah satu tugas mata
kuliah Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal.
Dosen:
Novita TS, S. Kep., Ners.,M.Kep
Disusun:
Kelompok 3, Kelas b
1. Eliana Nurliyanti AK.1.16.015
2. Erna Sari AK.1.16.017
3. Evi Siti Fatimah AK.1.16.018
4. Fitri Suhaebah AK.1.16.021
5. Lisnasari AK.1.16.032
6. Muhamad Wisnu Suryaman AK.1.16.038
7. Palma Alfira AK.1.16.042
8. Selma Yusriyyah AK.1.16.046
9. Tirta Budiman AK.1.16.051
10. Yuni Saputri AK.1.16.053
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 3
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................. 4
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Penyakit Kronis ........................................................ 5
2.2 Definisi Hipertensi ................................................................. 8
2.3 Etiologi Hipertensi ................................................................ 8
2.4 Klasifikasi .............................................................................. 9
2.5 Patofisiologi Hipertensi .......................................................... 10
2.6 Tanda dan Gejala Hipertensi .................................................. 15
2.7 Faktor Resiko Hipertensi........................................................ 15
2.8 Komplikasi ............................................................................. 21
2.9 Penatalaksanaan Hipertensi.................................................... 23
2.10 Terapi Farmakologis Hipertensi ............................................. 26
2.11 Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Hipertensi................ 35
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Riskesdas menemukan prevalensi hipertensi di Indonesia pada tahun
2013 sebesar 25,8%. Daerah Bangka Belitung menjadi daerah dengan
prevalensi hipertensi yang tertinggi yaitu sebesar 30,9%, kemudian diikuti oleh
Kalimantan Selatan (30,8 %), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat
(29,4%) (Riskesdas, 2013).
Di Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan hasil pengukuran tekanan
darah ditemukan prevalensi sebesar 33,8% pada Kabupaten Kutai Kartanegara
yang menempatkan kabupaten tersebut menempati posisi kedua dengan
prevalensi hipertensi terbanyak (Riskesdas, 2013).
Tekanan darah tinggi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor,
salah satunya adalah stres. Stres merupakan suatu respon nonspesifik dari
tubuh terhadap setiap tekanan atau tuntutan yang mungkin muncul, baik dari
kondisi yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan (Sadock & Sadock,
2003).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Riskesdas (2013)
untuk mengetahui prevalensi gangguan mental emosional (distres psikologis)
di Indonesia diketahui bahwa terdapat 3,2% orang yang memiliki gangguan
mental emosional pada provinsi Kalimantan Timur. Pada daerah kabupaten
Kutai Kartanegara sendiri, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Riskesdas
Provinsi Kalimantan Timur (2009) diketahui prevalensi gangguan mental
emosional adalah sebesar 4,8 %.
Sedangkan berdasarkan pada survei pendahuluan yang telah dilakukan
oleh penulis di Puskesmas Rapak Mahang Kabupaten Kutai Kartanegara
Provinsi Kalimantan Timur diketahui bahwa banyak penderita hipertensi yang
datang untuk melakukan pemeriksaan di puskesmas tersebut yang
mengeluhkan adanya tekanan atau tuntutan pada diri mereka, seperti misalnya
adanya tuntutan pekerjaan, tuntutan ekonomi, dan sebagainya yang membuat
mereka pada akhirnya mengalami stres.
Stres dapat memicu timbulnya hipertensi melalui aktivasi sistem saraf
simpatis yang mengakibatkan naiknya tekanan darah secara intermiten (tidak
menentu) (Andria, 2013). Pada saat seseorang mengalami stres, hormon
2
adrenalin akan dilepaskan dan kemudian akan meningkatkan tekanan darah
melalui kontraksi arteri (vasokontriksi) dan peningkatan denyut jantung.
Apabila stres berlanjut, tekanan darah akan tetap tinggi sehingga orang tersebut
akan mengalami hipertensi (South, 2014).
3
1.5 Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep penyakit kronis.
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan
Hipertensi.
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi Hipertensi.
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami klasifikasi tekanan darah.
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Patofisiologi Hipertensi.
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tanda dan gejala hipertensi.
7. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami faktor- faktor risiko
terjadinya hipertensi.
8. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami komplikasi hipertensi.
9. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami penatalaksanaan
Hipertensi.
10. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami terapi farmakologis pada
hipertensi.
11. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Konsep Asuhan
Keperawatan Penyakit Hipertensi.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
5
2.1.3 Fase Penyakit Kronis
Menurut Smeltzer & Bare (2010), ada sembilan fase dalam penyakit
kronis, yaitu sebagai berikut.
1. Fase pra-trajectory adalah risiko terhadap penyakit kronis karena
faktor-faktor genetik atau perilaku yang meningkatkan ketahanan
seseorang terhadap penyakit kronis.
2. Fase trajectory adalah adanya gejala yang berkaitan dengan penyakit
kronis. Fase ini sering tidak jelas karena sedang dievaluasi dan sering
dilakukan pemeriksaan diagnostik.
3. Fase stabil adalah tahap yang terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan
penyakit terkontrol. Aktivitas kehidupan sehari-hari tertangani dalam
keterbatasan penyakit.
4. Fase tidak stabil adalah periode ketidakmampuan untuk menjaga gejala
tetap terkontrol atau reaktivasi penyakit. Terdapat gangguan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
5. Fase akut adalah fase yang ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan
tidak dapat pulih atau komplikasi yang membutuhkan perawatan di
rumah sakit untuk penanganannya.
6. Fase krisis merupakan fase yang ditandai dengan situasi kritis atau
mengancam jiwa yang membutuhkan pengobatan atau perawatan
kedaruratan.
7. Fase pulih adalah keadaan pulih kembali pada cara hidup yang diterima
dalam batasan yang dibebani oleh penyakit kronis.
8. Fase penurunan adalah kejadian yang terjadi ketika perjalanan penyakit
berkembang disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan
kesulitan dalam mengatasi gejala-gejala.
9. Fase kematian adalah tahap terakhir yang ditandai dengan penurunan
bertahap atau cepat fungsi tubuh dan penghentian hubungan individual.
6
2.1.4 Kategori Penyakit Kronis
7
2.2 Definisi Hipertensi
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas
tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau
tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik. Bedasarkan JNC
(Joint National Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan
sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih (Chobaniam,
2003).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi
lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).
1. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar
patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial.
Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik
mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress,
8
reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-
lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan
merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain (Nafrialdi, 2009).
Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan
gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam menyebabkan
hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang berlebih
dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat
badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk terkena
hipertensi primer (Guyton, 2008).
2. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari
penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan
darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis
atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering.
Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan
hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah
(Oparil, 2003).
Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering berhubungan
dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes dan
kelainan sistem saraf pusat (Sunardi, 2000).
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VII untuk pasien dewasa berdasarkan
rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan
klinis (Tabel 1). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai
normal tekanan darah sistolik (TDS) <120 mmHg dan tekanan darah diastolik
(TDD) <80 mmHg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi
mengidentifikasikan pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke
klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi,
dan semua pasien pada kategori ini harus diterapi obat (JNC VII, 2003).
9
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC-VII 2003
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan
darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah
terjadinya kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120
mmHg, dikategorikan sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi urgensi
(American Diabetes Association, 2003). Pada hipertensi emergensi, tekanan darah
meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan organ target akut yang bersifat
progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit-
jam) untuk mencegah kerusakan organ lebih lanjut. Contoh gangguan organ target
akut antara lain, encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal ventrikel kiri akut
disertai edema paru, dissecting aortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil dan
eklampsia atau hipertensi berat selama kehamilan (Depkes 2006).
10
dimana dengan dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh
darah (Brunner, 2002).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norpinefrin, meskipun tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin, 2005).
11
Perubahaan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahaan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahaan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang menyebabkan
penurunan distensi dan daya regang pembuluh darah. Akibat hal tersebut, aorta dan
arteri besar mengalami penurunan kemampuan dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) sehingga mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin, 2005).
12
Pathway
Pusing, pening
Sist saraf simpatis
melepaskan
katekolamin Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
Produksi
norepinefrin
Penurunan suplai O2 & nutrisi
ke otak
Vasokonstriksi otot
polos vaskuler otak
Pelepasan rennin
Peningkatan tek. Metabolisme anaerob
darah
Rennin mengubah
protein angio tensin Peningkatan
HIPERTENSI
timbunan asam laktat
ACE mengurangi
angiotensin I menjadi fatigue
angiotensin II
Angiotensin II mempengaruhi
Intoleransi aktivitas
Vasokontriksi pembawa darah
13
Melepaskan aldosteron
Nyeri kepala
Volume darah Kurang terpapar Nyeri
oksipital
meningkat informasi kesehatan
14
2.6 Tanda dan Gejala Hipertensi
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah
yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan,
eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan
edema pupil (edema pada diskus optikus).
Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang,
kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak
nafas, berkeringat dan pusing (Price, 2005).
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit
kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat
marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di
malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi
gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak)
yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang
mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono,
2008).
Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat terjaga, kadang
kadang disertai mual dan muntah yang disebabkan peningkatan tekanan darah
intrakranial (Corwin, 2005).
18
c. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang
dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak
lapisan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses
artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan
kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis
pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut
jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung.
Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan
risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri (Depkes, 2006).
Menurut Depkes RI Pusat Promkes (2008), telah dibuktikan dalam
penelitian bahwa dalam satu batang rokok terkandung 4000 racun kimia
berbahaya termasuk 43 senyawa. Bahan utama rokok terdiri dari 3 zat,
yaitu 1) Nikotin, merupakan salah satu jenis obat perangsang yang dapat
merusak jantung dan sirkulasi darah dengan adanya penyempitan
pembuluh darah, peningkatan denyut jantung, pengerasan pembuluh
darah dan penggumpalan darah. 2) Tar, dapat mengakibatkan kerusakan
sel paru-paru dan menyebabkan kanker. 3) Karbon Monoksida (CO)
merupakan gas beracun yang dapat menghasilkan berkurangnya
kemampuan darah membawa oksigen (Depkes, 2008).
d. Olahraga
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan
sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot
membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan
jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk
mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk
mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh (Supariasa, 2001).
Olahraga dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner
melalui mekanisme penurunan denyut jantung, tekanan darah, penurunan
tonus simpatis, meningkatkan diameter arteri koroner, sistem
kolateralisasi pembuluh darah, meningkatkan HDL (High Density
19
Lipoprotein) dan menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein) darah.
Melalui kegiatan olahraga, jantung dapat bekerja secara lebih efisien.
Frekuensi denyut nadi berkurang, namun kekuatan jantung semakin kuat,
penurunan kebutuhan oksigen jantung pada intensitas tertentu,
penurunan lemak badan dan berat badan serta menurunkan tekanan darah
(Cahyono, 2008).
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah
dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu
dengan melakukan olahraga aerobik yang teratur dapat menurunkan
tekanan darah tanpa perlu sampai berat badan turun (Depkes, 2006).
e. Konsumsi alkohol berlebih
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah
dibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih
belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol dan peningkatan
volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam
menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan
langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol dilaporkan
menimbulkan efek terhadap tekanan darah baru terlihat apabila
mengkomsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya
(Depkes, 2006).
Di negara barat seperti Amerika, komsumsi alkohol yang
berlebihan berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar 10%
hipertensi di Amerika disebabkan oleh asupan alkohol yang berlebihan
di kalangan pria separuh baya. Akibatnya, kebiasaan meminum alkohol
ini menyebabkan hipertensi sekunder di usia ini (Depkes, 2006).
Komsumsi alkohol seharusnya kurang dari dua kali per hari pada
laki-laki untuk pencegahan peningkatan tekanan darah. Bagi perempuan
dan orang yang memiliki berat badan berlebih, direkomendasikan tidak
lebih satu kali minum per hari (Krummel, 2004).
20
f. Komsumsi garam berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus
hipertensi primer (essensial) terjadi respon penurunan tekanan darah
dengan mengurangi asupan garam 3 gram atau kurang, ditemukan
tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan
garam sekitar 7-8 gram tekanan rata-rata lebih tinggi (Depkes, 2006).
Almatsier (2001) dan (2006), natrium adalah kation utama dalam
cairan ekstraseluler. Pengaturan keseimbangan natrium dalam darah
diatur oleh ginjal. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl,
selain itu garam lainnya bisa dalam bentuk soda kue (NaHCO3), baking
powder, natrium benzoate dan vetsin (monosodium glutamate).
Kelebihan natrium akan menyebabkan keracunan yang dalam keadaan
akut menyebabkan edema dan hipertensi. WHO menganjurkan bahwa
komsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih 6 gram/hari setara 110
mmol natrium (Almatsier, 2001, 2006).
g. Hiperlipidemia/Hiperkolestrolemia
Kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai dengan
peningkatan kadar kolestrol total, trigliserida, kolestrol LDL atau
penurunan kadar kolestrol HDL dalam darah. Kolestrol merupakan
faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan
peninggian tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah
meningkat.
Penelitian Zakiyah (2006) didapatkan hubungan antara kadar
kolestrol darah dengan tekanan darah sistolik dan diastolik (Zakiyah,
2006). Penelitian Sugihartono (2007) diketahui sering mengkomsumsi
lemak jenuh mempunyai risiko untuk terserang hipertensi sebesar 7,72
kali dibandingkan orang yang tidak mengkomsumsi lemak jenuh
(Sugihartono, 2007).
21
2.8 Komplikasi Hipertensi
23
dan hiperkolestrol mempunyai risiko yang lebih besar terkena hipertensi
(Rahajeng, 2009).
b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh
Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dirasakan.
Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat
memasak (Depkes, 2006).
c. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
mengontrol sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah (Depkes,
2006).
d. Melakukan olahraga teratur
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45
menit sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah
kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang akhirnya
mengontrol tekanan darah (Depkes, 2006).
e. Berhenti merokok
Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga
dapat memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan
karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran
darah dapat merusak jaringan endotel pembuluh darah arteri yang
mengakibatkan proses arterosklerosis dan peningkatan tekanan darah.
Merokok juga dapat meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen
untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah
tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah
arteri. Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk memberhentikan
kebiasaan merokok. Beberapa metode yang secara umum dicoba adalah
sebagai berikut :
24
1) Insiatif sendiri
Banyak perokok menghentikan kebiasaannya atas inisiatif
sendiri, tidak memakai pertolongan pihak luar, inisiatif sendiri banyak
menarik para perokok karena hal-hal berikut :
a) Dapat dilakukan secara diam-diam
b) Program diselesaikan dengan tingkat dan jadwal sesuai kemauan
c) Tidak perlu menghadiri rapat-rapat penyuluhan
d) Tidak memakai ongkos
2) Menggunakan permen yang mengandung nikotin
Kecanduan nikotin membuat perokok sulit meninggalkan
merokok. Permen nikotin mengandung nikotin untuk mengurangi
penggunaan rokok. Di negara-negara tertentu permen ini diperoleh
dengan resep dokter. Ada jangka waktu tertentu untuk menggunakan
permen ini. Selama menggunakan permen ini penderita dilarang
merokok. Dengan demikian, diharapkan perokok sudah berhenti
merokok secara total sesuai jangka waktu yang ditentukan (Depkes,
2006).
3) Kelompok program
Beberapa orang mendapatkan manfaat dari dukungan kelompok
untuk dapat berhenti merokok. Para anggota kelompok dapat saling
memberi nasihat dan dukungan. Program yang demikian banyak yang
berhasil, tetapi biaya dan waktu yang diperlukan untuk menghadiri
rapat-rapat seringkali membuat enggan bergabung (Depkes, 2006).
25
2.10 Terapi Farmakologis
Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim digunakan
untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik
(β-blocker), penghambat angiotensin-converting enzyme (ACEinhibitor),
penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin Receptor Blocker, ARB) dan
antagonis kalsium. Pada JNC VII, penyekat reseptor alfa adrenergik (α-blocker)
tidak dimasukkan dalam kelompok obat lini pertama. Sedangkan pada JNC
sebelumnya termasuk lini pertama. Selain itu dikenal juga tiga kelompok obat yang
dianggap lini kedua yaitu: penghambat saraf adrenergik, agonis α-2 sentral dan
vasodilator (Nafrialdi, 2009).
26
1. Diuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya
terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme
tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga
menambah efek hipotensinya. Efek ini diduga akibat penurunan natrium di
ruang interstisial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang
selanjutnya menghambat influks kalsium. Hal ini terlihat jelas pada diuretik
tertentu seperti golongan tiazid yang menunjukkan efek hipotensif pada dosis
kecil sebelum timbulnya diuresis yang nyata. Pada pemberian kronik curah
jantung akan kembali normal, namun efek hipotensif masih tetap ada. Efek
ini diduga akibat penurunan resistensi perifer (Nafrialdi, 2009).
Penelitian-penelitian besar membuktikan bahwa efek proteksi
kardiovaskular diuretik belum terkalahkan oleh obat lain sehingga diuretik
dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang. Bahkan
bila menggunakan kombinasi dua atau lebih antihipertensi, maka salah
satunya dianjurkan diuretik (Nafrialdi, 2009).
a. Golongan Tiazid
Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan tiazid antara lain
hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan diuretik lain yang
memiliki gugus aryl-sulfonamida. Obat golongan ini bekerja dengan
menghambat transport bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal,
sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat (Nafrialdi, 2009).
Tiazid seringkali dikombinasikan dengan antihipertensi lain karena:
1) dapat meningkatkan efektivitas antihipertensi lain dengan mekanisme
kerja yang berbeda sehingga dosisnya dapat dikurangi, 2) tiazid mencegah
resistensi cairan oleh antihipertensi lain sehingga efek obat-obat tersebut
dapat bertahan (Nafrialdi, 2009).
b. Diuretik Kuat (Loop Diuretics, Ceiling Diuretics)
Diuretik kuat bekerja di ansa Henle asenden bagian epitel tebal
dengan cara menghambat kotransport Na+, K+, Cl-, menghambat resorpsi
27
air dan elektrolit. Mula kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat
daripada golongan tiazid. Oleh karena itu diuretik ini jarang digunakan
sebagai antihipertensi, kecuali pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
atau gagal jantung (Nafrialdi, 2009).
c. Diuretik Hemat Kalium
Amilorid, triamteren dan spironolakton merupakan diuretik lemah.
Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk
mencegah hipokalemia (Nafrialdi, 2009).
2. Penghambat Adrenergik
a. Penghambat Adrenoreseptor Beta (β-Bloker)
Beta bloker memblok beta-adrenoreseptor. Reseptor ini
diklasifikasikan menjadi reseptor beta-1 dan beta-2. Reseptor beta-1
terutama terdapat pada jantung sedangkan reseptor beta-2 banyak
ditemukan di paru-paru, pembuluh darah perifer dan otot lurik. Reseptor
beta-2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan reseptor beta-1 dapat
dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak
(Nafrialdi, 2009).
Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu
penglepasan neurotransmitter yang akan meningkatkan aktivitas sistem
saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta-1 pada nodus sino-atrial dan
miocardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi
reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan penglepasan renin dan
meningkatkan aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron. Efek
akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer
dan peningkatan sodium yang diperantai aldosteron dan retensi air
(Nafrialdi, 2009).
b. Penghambat Adrenoresptor Alfa (α-Bloker)
Diuretik
Tiazid Klortalidon 6,25–25 1
31
Hidroklorotiazid 12,5–50 1
Indapamide 1,25-2,5 1
Metolazone 0,5 1
Loop
Bumetanide 0,5–4 2
Furosemide 20- 80 2
Torsemide 5 1
Penahan kalium
Triamteren 50-100 1
Triamteren 37,5–75 2
HCT 25-50 1
Antagonis
aldosteron
Eplerenone 50-100 1-
2
Spironolakton 25-50 1
Spironolakton/HCT 25-50/25-
50
ACE-Inhibitor
Benazepril 10-40 1-
2
Captopril 12,5-150 2-
3
Enalapril 5-40 1-
2
Fosinopril 10-40 1
Lisinoril 10-40 1
Moexipril 7,5-30 1-
2
Perindopril 4-16 1
32
Quinapril 10-80 1-
2
Ramipril 2,5-10 1-
2
Trandolapril 1-4
Tanapres
Penyekat
reseptor
angiotensin
Kandesartan 8-32 1-
2
Eprosartan 600-800 1-
2
Irbesartan 150-300 1
Losartan 50-100 1-
2
Olmesartan 20-40 1
Telmisartan 20-80 1
Valsartan 80-320 1
Penyekat beta (β Kardioselaktif
Bloker)
Atenolol 25-100 1
Betaxolol 5-20 1
Bisoprolol 2,5-10 1
Metoprolol 50-200 1
Non-selektif
Nadolol 40-120 1
Propanolol 160-480 2
Propanolol LA 80-320 1
Timolol
Sotalol
33
Aktifitas
simpatomimetik
Acebutolol 200-800 2
Carteolol 2,5-10 1
Pentobutolol 10-40 1
Pindolol 10-60 2
Campuran
penyekat α dan β
Karvedilol 12,5-50 2
Labetolol 200-800 2
Antagonis Dihidropiridin
kalsium
Amlodipin 2,5-10 1
Felodipin 5-20 1
Isradipin 5-10 2
Isradipin SR 5-20 1
Lekamidipin 60-120 2
Nicardipin SR 30-90 1
Nicardipin LA 10-40 1
Nisoldipin
Non-dihidropiridin
Diltiazem SR 180-360 1
Verapamil SR 1
34
Prazosin 2-20 2-3
Terazosin 1-20 1-2
Agonis sentral α-2 Klonidin 0,1-0,8 2
Metildopa 250-1000 2
Antagonis Adrenergik Reserpin 0,05-0,2,5
Perifer
Minoxidil 10-40 1-2
Hidralazin 20-100 2-4
35
radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena
jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi
perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.
3. Integritas Ego
a. Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
36
dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat
merokok.
b. Tanda :Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi
nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
9. Keamanan
a. Gejala : Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
di iskemia miokard.
b. Intervensi keperawatan :
1) Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang
tepat.
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler.
5) Catat edema umum.
6) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
7) Pertahankan pembatasan aktivitas.
8) Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.
9) Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher.
10) Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan.
11) Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.
12) Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi.
Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.
37
c. Hasil yang diharapkan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan
b. Intervensi keperawatan :
38
5) Ukur masukan dan pengeluaran
6) Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan
7) Ambulasi sesuai kemampuan; hibdari kelelahan
42
C. Implementasi/ Pelaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan
dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa
obat ini meliputi :
a) Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
1) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr.
5) Menghentikan merokok.
b) Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan
untuk penderita hipertensi adalah olahraga yang mempunyai empat
prinsip yaitu :
1) Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang dan lain-lain.
2) Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik
atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.
Denyut nadi maksimal dapat ditentukan dengan rumus 220– umur.
3) Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona
latihan.
4) Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x
perminggu.
43
c) Edukasi Psikologis.
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
1) Tehnik Biofeedback.
2) Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan
tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
3) Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan
untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara
melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam
tubuh menjadi rileks
d) Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan
pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga
pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi
lebih lanjut.
45
d) Meyakinkan penderita/clien. Yakinkan penderita
bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya
tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya,
tekanan darah hanya dapat diketahui dengan
mengukur memakai alat tensimeter
e) Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa
didiskusikan lebih dahulu
f) Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam
cara hidup penderita
g) Ikut sertakan keluarga penderita dalam proses terapi
h) Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan
bila penderita atau keluarga dapat mengukur tekanan
darahnya di rumah
i) Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti
hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari
j) Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti
hipertensi, efek samping dan masalah-masalah yang
mungkin terjadi
k) Yakinkan penderita kemungkinan perlunya
memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk
mencapai efek samping minimal dan efektifitas
maksimal. Usahakan biaya terapi seminimal
mungkin
l) Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan
kunjungan lebih sering
m) Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada
waktu yang ditentukan. Melihat pentingnya
kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat
diperlukan sekali pengetahuan dan sikap pasien
tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan
hipertensi.
46
D. Evaluasi
1. Resiko penurunan jantung tidak terjadi.
2. Intoleransi aktivitas dapat teratasi.
3. Rasa sakit kepala berkurang bahkan hilang.
4. Klien dapat mengontrol pemasukan / intake nutrisi.
5. Klien dapat menggunakan mekanismekoping yang efektif dan tepat.
6. Klien paham mengenai kondisi penyakitnya.
47
b. Evaluasi kualitatif
Evaluasi kualitatif merupakan evaluasi mutu yang dapat difokuskan
pada salah satu dari tiga diimensi yang saling terkait yaitu :
1) Struktur atau sumber
Evaluasi ini terkait dengan tenaga manusia, atau bahan-bahan yang
diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam upaya keperawatan
hal ini menyangkut antara lain: - Kualifikasi perawat
2) Proses
Evaluasi proses berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
untuk mencapai tujuan. Misalnya : mutu penyuluhan yang
diperlukan kepada klien dengan gejala-gejala yang ditimbulkan.
3) Hasil
Evaluasi ini difokuskan kepada bertambahnya klien dalam
melaksanakan tugas-tugas kesehatan. Hasil dari keperawatan pasien
dapat diukur melalui 3 bidang :
a) Keadaan fisik
Pada keadaan fisik dapat diobservasi melalui suhu tubuh turun,
berat badan naik, perubahan tanda klinik.
b) Psikologik-sikap
Seperti perasaan cemas berkurang, keluarga bersikap positif
terhadap patugas kesehatan.
c) Pengetahuan-perilaku
Misalnya keluarga dapat menjalankan petunjuk yang
diberikankeluarga dapat menjelaskan manfaat dari tindakan
keperawatan.
48
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit tidak menular menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia
yang menimbulkan kesakitan, kecacatan, dan kematian yang tinggi, serta
menimbulkan beban pembiayaan kesehatan sehingga perlu dilakukan
penyelenggaraan penanggulangan, Pada tingkat global, 63% penyebab
kematian di dunia adalah penyakit tidak menular yang membunuh 36 juta
jiwa per tahun, 80% kematian ini terjadi di negara berpenghasilan
menengah dan rendah.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit penyebab kematian terbesar
di dunia dan menurut data yang di keluarkan oleh Litbang tahun 2015 pada
tingkat nasional penyakit hipertensi menduduki peringkat ke-5 penyakit
penyebab kematian terbesar di indonesia dengan persentase 5,3% dan pada
provinsi sulawesi tenggara penyakit hipertensi menurut data yang di
keluarkan oleh dinas kesehatan prov. Sulawesi tenggara 2015 menduduki
peringkat-2 dengan jumlah kasus 19.743.
Hipertensi atau Darah Tinggi adalah keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam
waktu yang lama). Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh
tubuh kita sendiri. Satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah
dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur.
3.2 Saran
Sebagai seorang perawat, kita harus benar-benar kritis dalam
menghadapi kasus hipertensi yang terjadi dan kita harus mampu mengetahui
faktor resiko penyebab terjadinya hipertensi dan bagaimana cara
penanganannya.
49
DAFTAR PUSTAKA
50