Anda di halaman 1dari 61

Asuhan Keperawatan Pada Pasien ISPA

By SeputarSehat.com On Saturday, December 8th, 2012 Categories : Keperawatan

Asuhan Keperawatan Pada Pasien ISPA, Contoh Asuhan Keperawatan Pada Pasien ISPA,
Makalah Asuhan Keperawatan Pada Pasien ISPA, Infeksi saluran pernafasan adalah suatu
keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang
menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada
pada saat melakukan pernafasan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ISPA

INFEKSI SALURA PERNAFASAN AKUT (ISPA)

A. DEFINISI

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan
laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan
menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian
Roberts; 1990; 450).

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah ISPA adalah infeksi saluran
pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah
organ mulai dari hidung sampai gelembung paru (alveoli), beserta organ-organ disekitarnya
seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran
pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati
dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan mulai diperkenalkan
pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas. Istilah ini
merupakan padanan istilah bahasa inggris yakni Acute Respiratory Infections (ARI).

ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai
dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti
sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang
termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang
tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang bagian
bawah saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah Pneumonia.(WHO)

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang cukup
tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat beberapa
faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan,
daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991;
1419).

B. ETIOLOGI

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab ISPA
antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus,
Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan
lain-lain.

Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar diperoleh.
Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar
Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara
berkembang streptococcus pneumonia danhaemophylus influenza merupakan bakteri yang selalu
ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi
dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya
disebabkan oleh virus.

Factor Pencetus ISPA

1. Usia

Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit ISPA lebih
besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih
rendah.

2. Status Imunisasi

Annak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik dibandingkan
dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
3. Lingkungan

Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok
dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.

Faktor Pendukung Penyebab ISPA

1. Kondisi Ekonomi

Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak
peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya menyediakan lingkungan
pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan
berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya
penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.

2. Kependudukan

Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita yang besar pula.
Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat
beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.

3. Geografi

Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa penyakit infeksi
yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat
mendorong terjadinya peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan
demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua
faktor risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.

4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih dan sehat
tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin
meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap
pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu
melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.

5. Lingkungan dan Iklim Global

Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan
polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian
pula perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda
dalam pemberantasan penyakit ISPA.

Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan A
-hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae,b clamydia trachomatis,
mycoplasma dan pneumokokus.

Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia
dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar
penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit.
Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup
secara keseluruhan dari jalan nafas.

Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain
malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran
pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.

Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa
terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).

C. PATOFISIOLOGI

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau kuman golongan A
streptococus, stapilococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma, dan
pneumokokus yang menyerang dan menginflamasi saluran pernafasan (hidung, pharing, laring)
dan memiliki manifestasi klinis seperti demam, meningismus, anorexia, vomiting, diare,
abdominal pain, sumbatan pada jalan nafas, batuk, dan suara nafas wheezing, stridor, crackless,
dan tidak terdapatnya suara pernafasan.

Pembagian ISPA

1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Bagian Atas Adalah infeksi-infeksi yang terutama
mengenai struktur-struktur saluran nafas disebelah atas laring. Kebanyakan penyakit saluran
nafas mengenai bagian atas dan bawah secara bersama-sama atau berurutan, tetapi beberapa di
antaranya melibatkan bagian-bagian spesifik saluran nafas secara nyata.Yang tergolong Infeksi
Saluran Nafas Akut (ISPA) bagian atas diantaranya adalah : Nasofaringitis akut (selesma),
Faringitis Akut (termasuk Tonsilitis dan Faringotosilitis) dan rhinitis.

2. Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Bawah Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai
struktur-struktur saluran nafas bagian bawah mulai dari laring sampai dengan alveoli. Penyakit-
penyakit yang tergolong Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) bagian bawah : Laringitis,
Asma Bronchial, Bronchitis akut maupun kronis, Broncho Pneumonia atau Pneumonia (suatu
peradangan tidak saja pada jaringan paru tetapi juga pada bonkioli) (Pusdiknakes, 1993 : 105).

Klasifikasi Penyakit ISPA

Dalam hal penentuan kriteria ISPA ini, penggunaan pola tatalaksana penderita ISPA adalah
Balita, dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola tatalaksana penderita ini sendiri
terdiri atas 4 bagian yakni pemeriksaan, penentuan ada tidaknya tanda bahaya, penentuan
klasifikasi penyakit, dan pengobatan juga tindakan.
Dalam penentuan klasifikasi, penyakit dibedakan atas dua kelompok, yakni kelompok untuk
umur 2 bulan hingga kurang dari 5 tahun dan kelompok umur kurang dari dua bulan.

a. Untuk kelompok umur 2 bulan – <5 tahun klasifikasi dibagi atas :

1. Pneumonia berat

2. Pneumonia

3. Bukan Pneumonia.

b. Untuk kelompok umur < 2 bulan klasifikasi dibagi atas:

1. Pneumonia berat

2. Bukan Pneumonia

Sedangkan masing-masing gejala untuk klasifikasi di atas adalah sebagai berikut:

Klasifikasi Pneumonia Berat didasarkan apabila terdapat gejala batuk atau kesukaran bernafas
disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) pada
anak usia 2 bulan – <5 tahun. Sedangkan untuk anak berumur kurang dari 2 bulan diagnosis
Pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat (fast breathing), yaitu frekuensi pernafasan
sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian
bawah ke dalam (severe chest indrawing).

Klasifikasi Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai
adanya napas sesuai umur. Batas napas cepat (fast breathing) pada anak usia 2 bulan – <1 tahun
adalah 50 kali per menit dan 40 kali per menit untuk anak usia 1 – < 5 tahun.

Klasifikasi Bukan Pneumonia mencakup kelompok penderita Balita dengan batuk yang tidak
menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam. Dengan demikian klasifikasi Bukan Pneumonia mencakup penyakit
ISPA selain Pneumonia. Contohnya batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis,
dan otitis.

D. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala Berdasarkan kasifikasi

1. Non pneumonia

Ditandai dengan batuk, pilek, tanpa disertai dengan sesak nafas.

2. Pneumonia
Batuk, pilek disertai dengan sesak nafas atau nafas cepat.
a. Pneumonia tidak berat

Tanda dan gejala antara lain :

· Batuk, pilek dan nafas cepat

· 2 bulan sampai 1 tahun lebih dari 50 x / mnt

· 1 sampai 5 tahun lebih dari 40 x / mnt

b. Pneumonia berat

Tanda dan gejala antara lain :

· Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas

· Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x / mnt

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung
dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah
dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).

Tanda Dan Gejala Yang Muncul Ialah:

1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah
mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama
terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.

2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya
terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri
pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.

3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah
minum dan bhkan tidak mau minum.

4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut
mengalami sakit.

5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat
infeksi virus.

6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis
mesenteric.

7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah
tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini
merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.

9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara
pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari
pernafasan.

1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.

2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati
melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.

3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.

4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.

5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada
rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum.

6. Riwayat kesehatan:

– Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)

– Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)

– Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang
dialaminya sekarang)

– Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien)

– Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)

Pemeriksaan fisik à difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan

a. Inspeksi

– Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan

– Tonsil tampak kemerahan dan edema


– Tampak batuk tidak produktif

– Tidak ada jaringan parut pada leher

– Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung.

b. Palpasi

– Adanya demam

– Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe
servikalis

– Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

c. Perkusi

– Suara paru normal (resonance)

d. Auskultasi

– Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

F. TERAPI MEDIS

Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti
hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung
maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida
tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak
dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.

Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan
demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah keluar
(Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.

2. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak mampuan


dalam memasukan dan mencerna makanan

4. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang informasi.


H. RENCANA KEPERAWATAN

H. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSE NOC NIC


KEPERAWATAN
1 Bersihan jalan nafas NOC :v Respiratory status : Airway Management
napas tidak efektif b/d Ventilationv Respiratory
penurunan ekspansi status : Airway patencyv Vital  Buka jalan nafas, guanakan
paru. sign Status teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Kriteria Hasil :
 Posisikan pasien untuk
v Mendemonstrasikan batuk memaksimalkan ventilasi
efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan  Identifikasi pasien
dyspneu (mampu mengeluarkan perlunya pemasangan alat
sputum, mampu bernafas jalan nafas buatan
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)  Pasang mayo bila perlu
v Menunjukkan jalan nafas  Lakukan fisioterapi dada
yang paten (klien tidak merasa jika perlu
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang  Keluarkan sekret dengan
normal, tidak ada suara nafas batuk atau suction
abnormal)
 Auskultasi suara nafas,
v Tanda Tanda vital dalam
catat adanya suara
rentang normal (tekanan darah,
tambahan
nadi, pernafasan)
 Lakukan suction pada
mayo

 Berikan bronkodilator bila


perlu

 Berikan pelembab udara


Kassa basah NaCl Lembab

 Atur intake untuk cairan


mengoptimalkan
keseimbangan.

 Monitor respirasi dan


status O2

Terapi oksigen

v Bersihkan mulut, hidung dan


secret trakea

v Pertahankan jalan nafas yang


paten

v Atur peralatan oksigenasi

v Monitor aliran oksigen

v Pertahankan posisi pasien

v Onservasi adanya tanda tanda


hipoventilasi

v Monitor adanya kecemasan


pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu,


dan RR

 Catat adanya fluktuasi


tekanan darah

 Monitor VS saat pasien


berbaring, duduk, atau
berdiri

 Auskultasi TD pada kedua


lengan dan bandingkan

 Monitor TD, nadi, RR,


sebelum, selama, dan
setelah aktivitas

 Monitor kualitas dari nadi

 Monitor frekuensi dan


irama pernapasan

 Monitor suara paru

 Monitor pola pernapasan


abnormal

 Monitor suhu, warna, dan


kelembaban kulit

 Monitor sianosis perifer

 Monitor adanya cushing


triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)

 Identifikasi penyebab dari


perubahan vital sign

2 Hipertermi b/d invasi NOC : Fever treatment§ Monitor suhu


mikroorganisme ThermoregulationKriteria sesering mungkin§ Monitor
Hasil :v Suhu tubuh dalam IWL§ Monitor warna dan suhu
rentang normalv Nadi dan RR kulit
dalam rentang normal
§ Monitor tekanan darah, nadi dan
v Tidak ada perubahan warna RR
kulit dan tidak ada pusing
§ Monitor penurunan tingkat
kesadaran

§ Monitor WBC, Hb, dan Hct

§ Monitor intake dan output


§ Berikan anti piretik

§ Berikan pengobatan untuk


mengatasi penyebab demam

§ Selimuti pasien

§ Lakukan tapid sponge

§ Kolaborasipemberian cairan
intravena

§ Kompres pasien pada lipat paha


dan aksila

§ Tingkatkan sirkulasi udara

§ Berikan pengobatan untuk


mencegah terjadinya menggigil

Temperature regulation

§ Monitor suhu minimal tiap 2


jam

§ Rencanakan monitoring suhu


secara kontinyu

§ Monitor TD, nadi, dan RR

§ Monitor warna dan suhu kulit

§ Monitor tanda-tanda hipertermi


dan hipotermi

§ Tingkatkan intake cairan dan


nutrisi

§ Selimuti pasien untuk mencegah


hilangnya kehangatan tubuh

§ Ajarkan pada pasien cara


mencegah keletihan akibat panas

§ Diskusikan tentang pentingnya


pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negatif dari kedinginan

§ Beritahukan tentang indikasi


terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan

§ Ajarkan indikasi dari hipotermi


dan penanganan yang diperlukan

§ Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring

§ Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

§ Catat adanya fluktuasi tekanan


darah

§ Monitor VS saat pasien


berbaring, duduk, atau berdiri

§ Auskultasi TD pada kedua


lengan dan bandingkan

§ Monitor TD, nadi, RR, sebelum,


selama, dan setelah aktivitas

§ Monitor kualitas dari nadi

§ Monitor frekuensi dan irama


pernapasan

§ Monitor suara paru

§ Monitor pola pernapasan


abnormal

§ Monitor suhu, warna, dan


kelembaban kulit

§ Monitor sianosis perifer

§ Monitor adanya cushing triad


(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)

§ Identifikasi penyebab dari


perubahan vital sign

3 Ketidakseimbangan NOC :v Nutritional Status : Nutrition Management§ Kaji


nutrisi kurang dari food and Fluid adanya alergi
kebutuhan b/d ketidak Intakev Nutritional Status : makanan§ Kolaborasi dengan ahli
mampuan dalam nutrient Intakev Weight control gizi untuk menentukan jumlah
memasukan dan kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
mencerna makanan Kriteria Hasil : pasien.§ Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
v Adanya peningkatan berat
badan sesuai dengan tujuan § Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan vitamin
v Berat badan ideal sesuai C
dengan tinggi badan
§ Berikan substansi gula
v Mampumengidentifikasi
kebutuhan nutrisi § Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
v Tidak ada tanda tanda mencegah konstipasi
malnutrisi
§ Berikan makanan yang terpilih (
v Menunjukkan peningkatan sudah dikonsultasikan dengan ahli
fungsi pengecapan dari gizi)
menelan
§ Ajarkan pasien bagaimana
v Tidak terjadi penurunan berat membuat catatan makanan harian.
badan yang berarti
§ Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori

§ Berikan informasi tentang


kebutuhan nutrisi

§ Kaji kemampuan pasien untuk


mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition Monitoring

§ BB pasien dalam batas normal

§ Monitor adanya penurunan berat


badan

§ Monitor tipe dan jumlah


aktivitas yang biasa dilakukan

§ Monitor interaksi anak atau


orangtua selama makan

§ Monitor lingkungan selama


makan

§ Jadwalkan pengobatan dan


tindakan tidak selama jam makan

§ Monitor kulit kering dan


perubahan pigmentasi

§ Monitor turgor kulit

§ Monitor kekeringan, rambut


kusam, dan mudah patah

§ Monitor mual dan muntah

§ Monitor kadar albumin, total


protein, Hb, dan kadar Ht

§ Monitor makanan kesukaan

§ Monitor pertumbuhan dan


perkembangan

§ Monitor pucat, kemerahan, dan


kekeringan jaringan konjungtiva

§ Monitor kalori dan intake


nuntrisi

§ Catat adanya edema, hiperemik,


hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.

§ Catat jika lidah berwarna


magenta, scarlet

4 Kurang pengetahuan NOC :v Kowlwdge : disease Teaching : disease


tentang processv Kowledge : health Process§ Berikan penilaian
penatalaksanaan ISPA BehaviorKriteria Hasil : tentang tingkat pengetahuan pasien
b/d kurang informasi. tentang proses penyakit yang
v Pasien dan keluarga spesifik§ Jelaskan patofisiologi
menyatakan pemahaman dari penyakit dan bagaimana hal
tentang penyakit, kondisi, ini berhubungan dengan anatomi
prognosis dan program dan fisiologi, dengan cara yang
pengobatan tepat.§ Gambarkan tanda dan
gejala yang biasa muncul pada
v Pasien dan keluarga mampu penyakit, dengan cara yang tepat
melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar § Gambarkan proses penyakit,
dengan cara yang tepat
v Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang § Identifikasi kemungkinan
dijelaskan perawat/tim penyebab, dengna cara yang tepat
kesehatan lainnya.
§ Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara yang
tepat

§ Hindari jaminan yang kosong

§ Sediakan bagi keluarga atau SO


informasi tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat

§ Diskusikan perubahan gaya


hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit

§ Diskusikan pilihan terapi atau


penanganan

§ Dukung pasien untuk


mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan

§ Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat

§ Rujuk pasien pada grup atau


agensi di komunitas lokal, dengan
cara yang tepat

§ Instruksikan pasien mengenai


tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat

DAFTAR PUSTAKA

1. Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta


2. Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition & Classification 2001-
2002,Philadelpia,USA
3. Departemen Kesehatan RI, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita: Jakarta

Asuhan Keperawatan ISPA

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah hak setiap orang. Masalah kesehatan sama pentingnya dengan masalah pendidikan,
perekonomian dan lain sebagainya. Usia balita dan anak-anak merupakan usia yang rentan penyakit.
Hingga saat ini salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut) .

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita
yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6
episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan di puskesmas adalah oleh penyakit ISPA
(Anonim,2009)

Masalah kesehatan tidak sepenuhnya tanggung jawab pemerintah. Namun sistem yang
terkandung di dalamnya turut membantu mencari inovasi yang baru, termasuk masyarakat. Minimnya
pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan juga menjadi pemicu penyebab masalah kesehatan,
khususnya ISPA. Penderita ISPA tiap tahun selalu mangalami peningkatan. Hal ini dapat dikarenakan
beberapa faktor misalnya, rendahnya tingkat pendidikan sehingga pengetahuan mengenai kesehatan
juga masih rendah atau faktor ekonomi yang menyebabkan tingkat kesehatan kurang diperhitungkan.

Pemerintah bisa melakukan banyak strategi untuk mencegah peningkatan masalah kesehatan
khususnya ISPA. Upaya yang dapat dilakukan misalnya saja promosi kesehatan mengenai nutrisi yang
baik dan seimbang, istirahat yang cukup dan kebersihan.

1.2 Tujuan
Menjelaskan proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan infeksi saluran pernapasan atas
(ISPA).

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA)?
1.4 Manfaat

1. Mengetahui proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan ISPA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi ISPA .

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran
pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya
seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru

Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak
memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi
paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian

Program Pemberantasan Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan
yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan
pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas
bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan
napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman
Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin,
semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik (Rasmaliah, 2004)

2.2 Klasifikasi ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:

1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).

2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.


3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding
dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan
untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.

Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

1. Pneumonia berat: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau
napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau
lebih.

2. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada
bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :

1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis
atau meronta).

2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per
menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.

3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak
ada napas cepat(Rasmaliah, 2004).

2.3 Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebabnya antara lain dari
genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus
penyebabnya antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma,
Herpesvirus.

2.4 Patofisiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :

1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila
keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk. Tahap
lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan
atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk mengatasinya
dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap
infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu
terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan
antibodi.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak akibat infeksi
yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia
adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan
dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).

2.5 Gejala ISPA

Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena menurunnya sistem kekebalan
atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa
panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat
dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan
membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah.
Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin
terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis
dan pneumonia (radang paru).

2.6 Cara Penularan Penyakit ISPA

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk kedalam
tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease.
Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan
penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula
menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya
adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui:

1. Polusi udara,

2. Asap Rokok,

3. Bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan

4. Asap pembakaran bahan bakar kayu yang biasanya digunakan untuk memasak
2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA

a. Agent

Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut atau kronis, yang
paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih
dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang paling sering
terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Coxsackie, dan Echo.

b. Manusia

1. Umur

Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai risiko
mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena
anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasnya masih sempit.

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

3. Status Gizi
Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama kematian terutama pada
anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-anak yang meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya
didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk
sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh.

4. Berat Badan Lahir

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir <2.500 gram. Menurut Tuminah
(1999), bayi dengan BBLR mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi dengan berat ≥2500
gram saat lahir selama tahun pertama kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar
akibat infeksi pada bayi baru lahir.

5. Status ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi kaya akan faktor antibodi untuk
melawan infeksi-infeksi bakteri dan virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan
menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan (Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin,
bifidus factor dan sel-sel leukosit) yang sangat penting untuk melindungi bayi dari infeksi.

6. Status Imunisasi

Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap penyakit menular tertentu agar
kebal dan terhindar dari penyakit infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran
bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak.

c. Lingkungan

1. Kelembaban Ruangan

Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004), dengan desain cross sectional
didapatkan bahwa kelembaban ruangan berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita. Berdasarkan
hasil uji regresi, diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya
kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada
balita sebesar 28 kali.

2. Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C. Hal ini berarti, jika suhu
ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat. Suhu
ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar
4 kali.
3. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar aliran udara di dalam
rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah
tersebut tetap terjaga.
4. Kepadatan Hunian Rumah
Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004) menemukan proses kejadian pneumonia
pada anak balita lebih besar pada anak yang tinggal di rumah yang padat dibandingkan dengan anak
yang tinggal di rumah yang tidak padat. Berdasarkan hasil penelitian Chahaya tahun 2004, kepadatan
hunian rumah dapat memberikan risiko terjadinya ISPA sebesar 9 kali.
5. Penggunaan Anti Nyamuk
Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menyebabkan gangguan
saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di
lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya
gangguan pernafasan.
6. Bahan Bakar Untuk Memasak
Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan kualitas udara menjadi
rusak. Kualitas udara di 74% wilayah pedesaan di China tidak memenuhi standar nasional pada tahun
2002, hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit paru dan penyakit paru ini telah
menyebabkan 1,3 juta kematian.
7. Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan
kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian Pradono dan Kristanti (2003), secara
keseluruhan prevalensi perokok pasif pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau
97.560.002 penduduk.
8. Status Ekonomi dan Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan bahwa bila rasio pengeluaran makanan dibagi
pengeluaran total perbulan bertambah besar, maka jumlah ibu yang membawa anaknya berobat ke
dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa ibu dengan status
ekonomi tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan ibu
yang status ekonominya rendah.
2.8 Pencegahan ISPA

Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:

a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik

Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau terhindar dari penyakit yang
terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima
sempurna, banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu
akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan
semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus /bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh kita.

b. Imunisasi

Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Immunisasi
dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit
yang disebabkan oleh virus / bakteri.

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi polusi asap dapur / asap
rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa
menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara
(atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia.

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang ditularkan oleh seseorang
yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit
ini biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang
melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan
yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran antara
bibit penyakit).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus semu : Anak j umur 3 tahun dibawa ke rumah sakit dr. soebandi karena demam batuk pilek dan
sakit tenggorokan selama 2 hari. Dari pemeriksaan fisik didiagnosa ISPA.

Asuhan Keperawatan ISPA

1. Pengkajian
A. Identitas Pasien
Nama Ayah : TN. I
Nama : AN. J
Umur : 3 tahun Umur :35 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : wiraswasta
Alamat : Jalan Nanas 3
Pendidikan : SMA
Tanggal Masuk : 05 oktober 2014
Alamat : Jalan Nanas 3
Diagnosa medis : ISPA
Nama Ibu : NY.F
Umur : 31 tahun
Pekerjaan : wiraswasta
Pendidikan : SMA
Alamat : Jalan Nanas

2. Keluhan Utama:

Klien mengeluh demam

3. Riwayat penyakit sekarang

Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan
sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.

4. Riwayat penyakit dahulu

Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang

5. Riwayat penyakit keluarga

Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.

6. Riwayat social

Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya

PEMERIKSAAN FISIK

B1 (Breath)

1. Inspeksi:
Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan Tonsil tanpak kemerahan dan edema Tampak batuk
tidak produktif Tidak ada jaringan parut pada leher Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan
tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi
2. Palpasi
Adanya demam Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada nodus
limfe servikalis Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
3. Perkusi Suara paru normal (resonance)
4. Auskultasi Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

B2 (Blood) : kardiovaskuler Hipertermi

B3 (Brain) : penginderaan Pupil isokhor, biasanya keluar cairan pada telinga, terjadi gangguan
penciuman

B4 (Bladder) : perkemihan Tidak ada kelainan

B5 (Bowel) : pencernaan Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis Minum sedikit, nyeri telan
pada tenggorokan

B6 (Bone) : Warna kulit kemerahan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan
jenis kuman,
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya
leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Benny:2010)
DIAGNOSA
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
2. Nyeri telan berhubungan dengan inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
4. Nutrisi tidak seimbang berhubungan dengan anorexia.
5. Resiko tinggi penularan infeksi( Khaidir:2008)

Diagnosa KeperawatanTujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi

Hipertermi Pasien akan Observasi : Pemantauan tanda vita


1. Suhu tubuh kembali
berhubungan denganmenunjukkan teratur dapat menen
normal tanda-tanda vital
proses infeksi termoregulasi(keseimba perkembangan pera
ngan antara produksi selanjutnya
1. Nadi : 60-100
panas, peningaktan
denyut per menit 1. Dengan memb
panas, dan kehilangna
kompres, maka akan
panas). proses
2. Tekanan darah :
konduksi/perpindahan
120/80 mmHg Mandiri :
panas dengan
1. Kompres pada kepala / aksila. perantara
3. RR : 16-20 kali per
menit 2. Penyediaan udara bers

1. Proses hilangnya pana


terhalangi untuk p
yang tebal dan
menyerap keringat

2. Kebutuhan cairan men


karena penguapan
2. Atur sirkulasi udara kamar
meningkat.
pasien

3. Berbaring
Health Education:
mengurangi
1. Anjurkan klien untuk metabolisme
menggunakan pakaian
tipis dan dapat
menyerap keringat
Untuk mengontrol
dan menurunkan pana
Anjurkan klien untuk minum
banyak 2000-2500 ml/hari.

Anjurkan klien istirahat di


tempat tidur selama masa febris
penyakit
Kolaborasi :

Kolaborasi dengan dokter dalam


pemberian obat

Nyeri telan Nyeri berkurang skala Observasi :


berhubungan dengan
1-2 Teliti keluhan nyeri, catatIdentifikasi karakt
nflamasi pada
intensitasnya (dengan skala 0-nyeri dan faktor
membran mukosa
10), faktor yang memperburukberhubungan meru
aring dan tonsil.
atau meredakan nyeri, lokasi,suatu hal yang amat p
lama, dan karakteristiknya untuk memilih inte
yang cocok dan
mengevaluasi keefe
dari terapi yang diberik

1) Mengurangi berta
beratnya penyakit
Mandiri :

1) Anjurkan klien untuk


menghindari alergen atau iritan
terhadap debu, bahan kimia,
asap rokok, dan
mengistirahatkan atau
meminimalkan bicara bila suara
serak
2) Peningkatan si
2) Anjurkan untuk melakukan
pada daerah tenggo
kumur air hangat
serta mengurangi
tenggorokan.

Kolaborasi : Kortikosteroid digu


untuk mencegah
Berikan obat sesuai indikasi alergi atau mengh
pengeluaran histamin
inflamasi perna
Analgesik untuk meng
nyeri

Bersihan jalan nafasBersihan jalan nafasJalan nafas paten dengan bunyiMandiri :


tidak efektif b.defektif nafas bersih, tidak ada dyspnea,
1. Kaji frekuensi atau kedalaman
1. Takypnea, pern
akumulasi sekret dan sianosis
pernafasan dan gerakan dada dangkal, dan gerakan
tidak simetris sering
karena ketidaknyam
gerakan dinding dada
atau cairan paru
2. Penurunan aliran
terjadi pada area kons
dengan cairan. Bunyi
bronchial dapat juga
pada area konso
Crackles, ronchi dan
terdengar pada inspira
atau ekspirasi pada r
2. Auskultasi area paru, satat area
teradap pengupulan c
penurunan atau tidak ada aliran
secret kental dan sp
udara dan bunyi nafas
jalan nafas atau obstru
adventisius, mis. Crackles,
3. Nafas dalam memu
mengi.
ekspansi maksimum
paru atau jalan nafas
kecil. Batuk a
mekanisme pembe
jalan nafas alami, mem
silia untuk memperta
jalan nafas
Penenkanan menur
ketidaknyamanan dad
posisi duduk memung
upaya nafas lebih dala
lebih kuat.
4. Cairan (khususnya
hangat)memobilisasi
mengluarkan secret

1. Memudahkan pengen
dan pembuangan s
Alat untuk menur
spasme bronkus d
3. Bantu pasien latihan nafas
mobilisasi secret.
sering. Tunjukan atau bantu
pasien mempelajari melakukan
batuk, misalnya menekan dada
dan batuk efektif sementara
posisi duduk tinggi.

2. Analgesic diberikan
memperbaiki batuk d
menurunkan
ketidaknyamanan
harus digunakan secar
hati, karena
menurunkan upaya
atau menekan pernafa
4. Berikan cairan sedikitnya 2500
ml perhari(kecuali
kontraindikasi). Tawrakan air
hangat daripada dingin .

Kolaborasi :

1. Bantu mengawasi efek


pengobatan nebulizer dan
fisioterapi lain, mis. Spirometer
insentif, IPPB, tiupan botol,
perkusi, postural drainage.
Lakukan tindakan diantara
waktu makan dan batasi cairan
bila mungkin.
2. Berikan obat sesuai indikasi
mukolitik, ekspektoran,
bronchodilator, analgesic.

Nutrisi tidak seimbangNutrisi kembaliA:Antropometri: berat badan,Mandiri :


berhubungan denganseimbang tinggi badan, lingkar
1. Kaji kebiasaan diet, input-output Berguna untuk menen
anorexia lengan
dan timbang BB setiap hari. kebutuhan kalori, men
Berat badan tidak turun (stabil)
tujuan BB dan ev
B: Biokimia: keadekuatan rencana n

- Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl Nafsu makan


dan perempuan 12-16 g/dl) dirangsang pada
rileks, bersih,
- Albumin normal (dewasa 3,5-5,0
2. Berikan porsi makan kecil tapi
menyenangkan.
g/dl) sering dalam keadaan hangat.
Untuk meng
C: Clinis:
kebutuhan metabolic.
- Tidak tampak kurus
Metode makan
- Rambut tebal dan hitam 3. Tingkatkan tirah baring. kebutuhan kalori di das
pada situasi atau kebu
- Terdapat lipatan lemak
individu untuk memb
subkutan
nutrisi maksimal.
D: Diet:
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Ibu dapat memb
- Makan habis satu porsi memberikan diet sesuaiperawatan maksimal k
kebutuhan klien. anaknya. Makanan b
- Pola makan 3X/hari
dan air putih yang b
dapat mem
mengencerkan lendir
dahak.

Tidak terjadi pen


penyakit.
5. Berikan heath education pada
Tidak terjadi pema
ibu tentang Nutrisi : makanan
ulang yang menyeb
yang bergizi yaitu 4 sehat 5
bayi tidak segera semb
sempurna, hindarkan anak dari
snack dan es, beri minum air
putih yang banyak.

6. Menjauhkan dari bayi lain.


7. Menjauhkan bayi dari keluarga
yang sakit

Resiko tinggiMeminimalisir Anggota keluarga tidak ada yangMandiri :


penularan infeksi penularan infeksi lewattertular ISPA
1.Batasi pengunjung sesuai
1. Menurunkan p
udara
indikasi terpajan pada pe
infeksius.

2. Menurunkan konsums
kebutuhan keseim
2.Jaga keseimbangan antaraoksigen dan mempe
istirahat dan aktifitas pertahanan klien ter
infeksi, meningk
penyembuhan.

3. Mencegah penye
patogen melalui cairan

4. Malnutrisi
mempengaruhi kese
umum dan menur
tahanan terhadap infe

3.Tutup mulut dan hidung jika


hendak bersin.

4.Tingkatkan daya tahan tubuh,


terutama anak dibawah usis 2
tahun, lansia, dan penderita
penyakit kronis. Konsumsi
vitamin C, A dan mineral seng
atau antioksidan jika kondisi
tubuh menurun atau asupanDapat diberikan
makanan berkurang. organisme usus
teridentifikasi dengan
Kolaborasi :
dan sensitifitas
Pemberian obat sesuai hasildiberikan secara profila
kultur

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Seperti yang diuraikan diatas bahwa ISPA mempunyai variasi klinis yang bermacam-macam, maka timbul
persoalan pada pengenalan (diagnostik) dan pengelolaannya. Sampai saat ini belum ada obat yang
khusus antivirus. Idealnya pengobatan bagi ISPA bakterial adalah pengobatan secara rasional.
Pengobatan yang rasional adalah apabila pasien mendapatkan antimikroba yang tepat sesuai dengan
kuman penyebab. Untuk dapat melakukan hal ini , kuman penyebab ISPA dideteksi terlebih dahulu
dengan mengambil material pemeriksaan yang tepat, kemudian dilakukan pemeriksaan mikrobiologik ,
baru setelah itu diberikan antimikroba yang sesuai.

4.2 Saran

Semoga makalah sederhana ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi pembaca
makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca terutama perawat dalam membuat asuhan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Fitri Yuli, 2012. Asuhan keperawatan Ispa pada Anak. http://yulifitri34.wordpress.com/


2012/10/21/askep-ispa-pada-anak/

_______, 2012. Askep Ispa pada Anak. http://www.sumbarsehat.com/2012/07/asuhan- keperawatan-


anak-ispa.html

Nuzulul,2013. Asuhan Keperawatan Ispa .http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail- 35511-


Kep%20Respirasi-Askep%20ISPA.html
_______, 2014. Saluran Napas Atas. http://id.wikipedia.org/wiki/Infeksi_saluran_napas atas2014

Hadi Nur. 2013. Penyakit Ispa. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/124/jtptunimus-gdl-nurhadig2a-


6164-2-babii.pdf

______, 2014. Cara Menghindari Penyakit Ispa.http://nasional.republika.co.id/


berita/nasional/daerah/14/10/08/nd3tat-cara-menghindari-penyakit-ispa

_______,2014. Sistem Pernafasan. http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_pernapasan_atas

akskep klien dengan ISPA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas merupakan penyakit infeksi yang banyak diderita oleh

anak-anak, baik dinegara berkembang maupun di negara maju dan sudah banyak pula anak-anak yang
masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Berdasarkan data yang diperoleh,sekitar 40%-60%

dari kunjungan Puskesmas adalah anak-anak yang menderita penyakit ISPA,dan dari keseluruhan

kematian diakibatkan oleh ISPA mencakup 20%-30%. Kematian yang terbesar pada umumnya adalah

karena Pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Begitu juga pada orang dewasa, penyakit

ISPA ini mengakibatkan orang tidak dapat masuk kerja. Biasanya, penyebab infeksi adalah virus.

Walaupun, tidak jarang bakteri juga sebagai penyebabnya.

Dikalangan masyarakat biasa, penyakit ini disebut Salesma atau Common Cold,dan disebut juga

influenza jika penyakitnya ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Namun, jika belum dilakukan

pemeriksaan laboratorium, penyakit ini disebut Influenza-like illness. Influenza yang secara klinis sering

dibahas diberbagai disiplin ilmu seperti Medicine dan Respiratory Medicine,sering pula menjadi bahan

pembicaraan pada media umum. Influenza tidak jarang timbul sebagai epidemi bahkan pandemi.

Diperkirakan oleh para ahli peristiwa yang terjadi pada tahun 430-437 SM yang dikenal sebagai The

Great Plaque of Athens, dan The English Sweat pada tahun 1485 dan tahun 1551 adalah suatu epidemi

influenza. Epidemi influenza tercatat sebagai epidemic influenza adalah Spanish Influenza ( 1918).

Pandemic influenza asia ( 1957) dan influenza burung di tahun 1990-an dan pada tahun 2000.

Nomenlaktur influenza dilaksanakn dengan cara :

 Menentukan jenis virusnya (tipe A atau tipe B).

 Lokasi isolasi untuk pertama kali ( Beijing,Hongkong ).

 Urutan pengisolasiannya menurut WHO, dan tahun pengisolasiannya

Virus influenza tipe virus A yang di isolasikan di Beijing pada tahun 1992 diberi nama : A/Beijing/32/92.

Reservoir virus influenza tipe A adalah hewan mamalia adalah burung, terapi kadang-kadang menjangkiti

manusia. Virus influenza tipe B dan tipe C menimbulkan gejala yang lebih ringan dibandungkan gejala
yang di timbulkan oleh tipe A. ISPA merupakan suatu keadaan dimana kuma penyakit berhasil

menyerang alat-alat tubuh yang dipergunakan untuk bernapas yaitu mulai dari hidung,hulu

kerongkongan,tenggorokan,batang tenggorokan,sampai ke paru-paru,dan berlangsung tidak lebih dari 14

hari (DepKes. RI.1985:1)

1.2 Tujuan

2 Tujuan Umum

Yaitu, agar Mahasiswa/i memahami tentang “ Infeksi Saluran Pernapasan Atas”

3 Tujuan Khusus

Yaitu, agar Mahasiswa/i mengetahui dan memahami tentang :

1. Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Atas

2. Anatomi Fisiologi Infeksi Saluran Pernapasan Atas

3. Etiologi

4. Tanda dan Gejala

5. Patofisiologi

6. Penatalaksanaan Medis

7. Pengobatan

8. Asuhan Keperawatan.
1.3 Metode Penulisan

Metode yang penulis gunakan dalam penyusunan makalah ilmiah ini adalah metode narasi yang

dilakukan dengan cara : Studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku sumber catatatan kuliah dan

makalah yang berhubungan dengan judul makalah ilmiah yang dibahas.

1.4 Ruang Lingkup

Dalam penyusunan makalah ini, penulis membatasi topik pada materi Infeksi Saluran Pernapasan Atas,

pembahasan mengenai :

a. Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Atas

b. Anatomi Fisiologi Infeksi Saluran Pernapasan Atas

c. Etiologi

d. Tanda dan Gejala

e. Patofisiologi

f. Penatalaksanaan Medis

h. Pengobatan

i. Asuhan Keperawatan

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan makalah ilmiah tentang materi Infeksi Saluran Pernapasan Atas ini terdiri dari 3

BAB, masing-masing BAB terdiri dari sub-sub bahasan yaitu :

1. BAB I Pendahuan

Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, ruang lingkup penulisan dan sistematika

penulisan.

2. BAB II Pembahasan

Terdiri dari definisi, anatomi fisiologi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, penatalaksanaan medis,

pengobatan, asuhan keperawatan.

3. BAB III Penutup

Terdiri dari kesimpulan, saran dan daftar pustaka.


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi ISPA (Infeksi Saluran Peranfasan Atas)

Menurut DepKes RI (1998) istilah ISPA mengandung 3 unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut.

Pengertian atau batasan-batasan masing-masing unsure adalah sebagai berikut :

a) Yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia

dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

b) Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung sehingga alveoli beserta

organ adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. Dengan demikian ISPA secara

anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk

jaringa-jaringan paru) dan organ adneksa saluran pernapasan. Dengan batasan ini,maka jaringan paru

termasuk dalam saluran pernapasan.

c) Yang dimaksud dengan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari (DepKes RI

1998:3 dan 4). Saluran pernapasan pada manusia adalah alat-alat tubuh yang dipergunakan untuk

bernapas yaitu mulai dari hidung, hulu kerongkongan, tenggorokan, batang tenggorokan sampai ke paru-

paru. Penyakit akut artinya penyakit yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari (DepKes RI 1985 : 1). Dari

beberapa pengertian mengenai ISPA diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ISPA merupakan suatu

keadaan dimana kuman penyakit berhasil menyerang alat-alat tubuh yang di gunakan untuk bernapas

yaitu mulai dari hidung, hulu kerongkongan, tenggorokan, batang tenggorokan sampai ke paru-paru,dan

berlangsung tidak lebih dari 14 hari.


2.2 Anatomi Fisologi Sistem Pernafasan

2.2.1 Saluran Nafas Atas

1. Hidung

a. Terdiri atas bagian eksternal dan internal

b.Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago

c. Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri

oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum

d. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang

disebut mukosa hidung

e. Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus menerus

dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia

f. Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru

g. Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang

dihirup ke dalam paru-paru

h. Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam

mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia

2. Faring
a. Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga

mulut ke laring

b. Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring (laringofaring)

c. Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif

3. Laring

a. Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang

menghubungkan faring dan trakea

b. Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :

 Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan

 Glotis : ostium antara pita suara dalam laring

 Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun (Adam’s

apple)

 Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah kartilago

tiroid)

 Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid

 Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat

pada lumen laring)

 Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi

 Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing
4. Trakea

 Disebut juga batang tenggorok

 Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina

gambar anatomi sistem pernafasan

2.2.2 Saluran Nafas Bawah

1. Bronkus

Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri

(2 bronkus). Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri

terbagi menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus

subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf.
2. Bronkiolus

Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa

yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan

napas.

3. Bronkiolus Terminalis

Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar

lendir dan silia)

4.Bronkiolus respiratori

Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori. Bronkiolus respiratori dianggap sebagai

saluran transisional antara jalan napas konduksi dan

jalan udara pertukaran gas. Duktus alveolar dan Sakus alveolar. Bronkiolus respiratori kemudian

mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar dan kemudian menjadi alveoli. Alveoli merupakan

tempat pertukaran O2 dan CO2. Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar

akan seluas 70 m2

a. Terdiri atas 3 tipe :

 Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli

 Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid

yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)

 Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja sebagai

mekanisme pertahanan
5. Paru

Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut terletak dalam rongga dada atau toraks. Kedua paru

dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap

paru mempunyai apeks dan basis. Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura

interlobaris. Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus. Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi

beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.

6. Pleura

Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis

a. Terbagi mejadi 2 :

 Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada

 Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru

Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk memudahkan

kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan

paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah

kolap paru-paru.

2.3 Etiologi

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis penyakit bakteri,virus, dan riketsia. Virus penyebab ISPA

antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenvirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus

dan lain-lain (DepKes RI 1998 : 5). Penyebab ISPA meliputi virus, bakteri dan jamur. Kebanyakan ISPA

desebabkan oleh virus. Diagnosis yang termasuk dalam keadaan ini adalah rhinitis, sinusitis, faringitis,
tosilitis dan laryngitis. Terapi yang diberikan penyakit ini biasanya pemberian antibiotic, walaupun

kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus yang dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pemberian obat-

obatan terapeutik. Pemberian antibiotic dapat mempercepat penyembuhan penyakit ini dibandingkan

hanya pemberian obat-obatan symptomatic, selain itu dengan pemberian antibiotic dapat mencegah

terjadinya infeksi lanjutan dari bacterial. Pemberian antibiotic ini harus diperhatikan dengan baik agar

tidak terjadi resistensi kuman/bacterial di kemudian hari. Namun,pada penyakit ISPA yang sudah

berkelanjutan dengan gejala dahak dan ingus yang sudah berwarna hijau,pemberian antibiotic

merupakan keharusan karena dengan gejala tersebut membuktikan sudah ada bakteri yang terlibat.

2.3 Tanda dan Gejala

penyakit infeksi saluran pernapasan bagian atas dapat memberikan gejala klinik yang beragam

antara lain :

0. Gejala poriza (coryza syndrome) yaitu pengeluaran cairan (dischange) nasal yang berlebihan bersin.

Obstruksi nasal, mata berair konjungtivitis ringan. Sakit tenggorokan (sore throat) rasa kering pada

bagian posterior palantom mole dan uvula, sakit kepala, malaise, nyeri otot, lesu serta rasa kedinginan

(chilliness), demam jarang sekali terjadi.

1. Gejala faringeal, yaitu sakit tenggorokan yang ringan sampai berat. Peradangan pada faring, tonsil dan

pembesaran kelenjar adenoid yang dapat menyebabkan obstruksi nasal,batuk sering terjadi, tetapi gejala

coryza jarang. Gejala umum seperti rasa kedinginan, malaise, rasa sakit diseluruh badan, sakit kepala,

demam ringan, parau (hoar senses).

2. Gejala faringokonjungtival yang merupakan varial dari gejala faringeal. Gejala faringeal sering disusul

oleh konjungtifis yang disertai foto fobia dan sring pula disertai rasa sakit pada bola mata. Kadang-
kadang konjungtifis ini timbul terlebih dahulu dan hilang setelah seminggu sampai 2 minggu dan setelah

gejala yang lain hilang,sering terjadi epidemic.

3. Gejala influenza yang dapat merupakan kondisi sakit yang berat. Demam, menggigil, lesu, sakit kepala

nyeri otot menyeluruh, malaise dan anoreksia yang timbul tiba-tiba, batuk, sakit tenggorokan dan nyeri

retrosternal. Keadaan ini dapat menjadi berat. Dapat terjadi pandemic yang hebat dan ditumpangi oleh

infeksi bacterial.

4. Gejala herpangina yang sering menyerang anak-anak yaitu sakit beberapa hari yang disebabkan oleh

virus coxsackie A. sering menimbulkan vasikel faringeal, oral dan gingival yang berubah menjadi ulkus.

5. Gejala obstruksi laringotrakeobronkitis akut (croup), yaitu suatu kondisi serius yang mengenai anak-anak

ditandai batuk, dispnea, stidor inspirasi yang sring disertai sianosis.

2.5 Patofisiologi

Terajdinya infeksi antar bakteri dan flora normal disaluran napas. Infeksi oleh bakteri, virus,dan

jamur dapat merubah pila kolonisasi bakteri. Timbul mekanisme pertahanan pada jalan napas seperti

filtrasi udara inspirasi di ringga hidung,refleksi batuk, refleksi epiglotis, pembersihan mukosilier dan

pagositosis karena menurunnya daya tahan tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat melewati

mekanisme system pertahanan tersebut akibatnya terjadi invasi didaerah-daerah saluran pernapasan

atas maupun saluran pernapasan bawah.

2.6 Penatalaksanaan Medis


2.6.1 Imunisasi

Program nasional untuk menggalangi bahaya influenza pada beberapa negara maju mnekankan

bahwa golongan yang perlu mendapat imunisasi adalah semua penduduk yang berumur 65 tahun keatas

: penderita penyakit pernapasan kronis, penderita penyakit jantung, penderita penyakit ginjal dan pada

penderita Diabetes Melitus : orang yang menurun kekebalan tubuhnya, orang yang tinggal didalam

komunitas tertutup dalam waktu yang lama (asrama,barak).

2.6.2 Pemeriksaan Diagnostik

Pengkajian terutama pada jalan nafas: Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola,

kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.

1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.

2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui

pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.

3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.

4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.

5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh,

adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan

peningkatan produksi dari sputum.

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :


1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai

dengan jenis kuman,

2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya

leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia, dan

3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

2.7 Pengobatan

Penyakit infeksi saluran pernapasan bagian atas yang dsebabkan oleh virus tidak memerlukan

terapi specific, hanya infeksi sekunder oleh bakteri yang mempengaruhinya yang memerlukan antibiotic.

URTI biasanya berupa penyakit ringan yang dapat sembuh sendiri. penyebabnya biasanya rhinovirus,

coronavirus dan virus influenza. Banyak yang memberikan pengobatan antibiotic pada URTI dengan

dasar hanya untuk menyenangkan pasien dan berdasarkan pembenaran bahwa antibiotic dapat

mencegah komplikasi. Pemberian antibiotic pada situasi seperti ini menyebabkan banyak

mikroorganisme resistensi terhadap antibiotic.

Salesma atau Common cold sering dianggap sebagai masalah yang tidak berar ti, namun jika

dipandang dari sudut pandang ekonomi kesehatan,penyakit ini merupakan masalah yang

meenghabiskan dana. URTI merupakan penyakit yang menyebabkan absertecisme, baik dipekerjaan

maupun di sekolah.

Dalam menegakan diagnosis URTI sering terjadi tumpang tindih antara gejala rhinitis dan URTI

atau antara URTI dan bronchitis akut. Untuk membedakan bronchitis dan URTI akut,ada pendapat bahwa

jika dengan pemberian adbuterol batuk menjadi berkurang, diagnosis cenderung kearah bronchitis akut.

Pada dasarnya, infeksi virus pada system pernapasan hanya menyebabkan gejala yang ringan.
Namun,pada penderita yang mempunyai penyakit pernapasan yang lain (asma,bronchitis kronik /

CPOD). Infeksi virus dapat menyebabkan gejala yang berat,tidak jarang penyakit influenza yang sering

disebut salesma memberat menjadi pneumonia influenza.

2.7.1 Pengobatan dengan antifirus :

Obat-obatan yang tersedia adalah amantadine dan rimantadine serta inhibitor neuraminidase.

Amantadine dan rimantadine aktif melawan influenza tipe A dan tidak digunakan untuk influenza tipe B.

obat ini diberikan dalam 48 jam setelah onset penyakit. Pemberian secara oral mempunyai efek samping

berupa mual dan muntah. Obat yang tersedia dari golongan amantadine adalah flumadine. Inhibitor

neuraminidase ditujukan untuk melawan influenza tipe A dan juga influenza tipe B. ada dua golongan

yaitu zonamivir (relenza) dan oseltamivi (tamiflu). Zonamivir diberikan secara per inhalasi sebelum gejala

berlangsung selama 30 jam. Sedangkan,oseltamivir diberikan per oral sebelum gejala mencapai 36 jam.

2.8 Asuhan Keperawatan

2.8.1 Pengkajian

1. Aktifitas dan istirahat

a. Gejala : kelelahan, kelemahan.

b. Tanda : takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktifitas.

2. Sirkulasi

a. Gejala : riwayat demmam rematik, penyakit jantung kongenial, CA paru, kanker payudara.
b. Tanda : takikardi, disritmia, edema, murmur aortik, mitral, stenosis/insufisiensi trikupid; perubahan

dalam murmur yang mendahului. Disfungsi otot papilar.

3. Eliminasi

a. Gejala : riwayat penyakit ginjal, penurunan frekuensi jumlah urine.

b. Tanda : urine pekat gelap.

4. Nyeri/ketidaknyamanan.

a. Gejala : nyeri pada dada (sedang sampai berat), diperberat oleh inspirasi, gerakan menelan, berbaring :

hilang dengan duduk, bersandar kedepan (perikarditis). Nyeri dada/punggung/sendi (endokarditis).

b. Tanda : gelisah.

5. Pernapasan

a. Gejala : nafas pendek: nafas pendek kronis memburuk pada malam hari (miokarditis)

b. Tanda : dispnea, dispnea noktural, batuk, inspirasi mengi, takipnea, krekels, ronki, pernapasan dangkal.

6. Keamanan
a. Gejala : riwayat infeksi virus, bakteri, jamur (miokarditis: trauma dada: penyakit keganasan/iradiasi

torakal.

b. Tanda : demam

2.8.2 Diagnosa keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi

2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia

3. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil

4. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru.

2.8.3 Intervensi

1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi

Tujuan : suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C

Intervensi:

a. Observasi tanda-tanda vital

b. Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila

c. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat menyerap keringat seperti

pakaian dari bahan katun.


d. Atur sirkulasi udara

e. Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari

f. Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.

g. Kolaborasi dengan dokter:

 Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial

 Antipiretika

Rasionalisasi:

a. Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan selanjutnya

b. Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proses konduksi/perpindahan panas dengan

bahan perantara.

c. Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak akan menyerap

keringat.

d. Penyediaan udara bersih

e. Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat

f. Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas

g. Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas

2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia


Tujuan:

a. Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BB normal

b. Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan

c. Tidak menunjukkan tanda malnutrisi

Intervensi:

a. Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.

b. Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.

c. Tingkatkan tirah baring

d. Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien.

Rasionalisasi:

a. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB dan evaluasi keadekuatan rencana

nutrisi.

b. Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total

c. Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih, dan menyenangkan.

d. Untuk mengurangi kebutuhan metabolik

e. Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau kebutuhan individu untuk

memberikan nutrisi maksimal.


3. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil

Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol

Intervensi:

a. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10 ), faktor yang memperburuk atau

meredakan nyeri, lokasi, lama, dan karakteristiknya.

b. Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan kimia, asap rokkok, dan

mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.

c. Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat

d. Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik)

Rasionalisasi:

a. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting

untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.

b. Mengurangi bertambahberatnya penyakit

c. Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri tenggorokan.

d. Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat pengeluaran histamin dalam

inflamasi pernafasan. Analgesik untuk mengurangi nyeri.


4. Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan

imun)

Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi

Intervensi:

a. Batasi pengunjung sesuai indikasi

b. Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas

c. Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin

d. Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2 tahun, lansia, dan penderita penyakit

kronis. Konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau anti oksidan jika kondisi tubuh menurun/asupan

makanan berkurang.

e. Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur

Rasionalisasi:

a. Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius

b. Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O₂ dan memperbaiki pertahanan klien terhadap

infeksi, meningkatkan penyembuhan.

c. Mencegah penyebaran patogen melalui cairan

d. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
e. Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas atau

diberikan secara profilaktik karena risiko tinggi.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Efusi perikardial maligna (malignant pericardial effusion) adalah penimbunan cairan dalam

vakum perikardial sebagai akibat dari proses keganasan ( Apabila jumlah cairan ini semakin banyak

sehingga mengganggu pengisian diastolik jantung dan menimbulkan gangguan hemodinamik maka

disebut sebagai temponade jantung.

3.2 Saran

Penulis berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya serta

buku ini dapat menjadi referensi untuk pembuatan makalah selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai