PENDAHULUAN
Pada SHR kelainan yang dijumpai pada ginjal hanya berupa kegagalan
fungsi tanpa ditandai dengan kelainan anatomi. Hal ini dapat dibuktikan bila ginjal
tersebut ditansplantasikan pada penderita lain yang tidak didapati kelainan hati,
maka fungsi ginjal tersebut akan kembali normal atau penderita yang mengalami
SHR dilakukan transpalantasi hati maka fungsi ginjalnya akan kembali normal.
SHR dilaporkan pertama sekali oleh Austin Flint dan Frerichs (1863), yang
masing-masing melaporkan timbulnya oligura pada pasien-pasien sirosis dengan
asites, mereka tidak menemukan adanya perubahan histologi ginjal yang nyata pada
pemeriksaan post mortem. Pierre Vesin salah satu peneliti tentang aspek klinis
fungsi ginjal pada sirosis, mengusulkan definisi SHR dengan nama terminal
“fungtional renal failure”. Beliau menekankan gagal ginjal pada SHR tidak
berhubungan dengan kerusakan struktur ginjal dan berkembangnya sindroma ini
merupakan keadaan terminal dan irreversible pada sirosis dengan asites. Pada tahun
1956, Hecker dan Sherlock melaporkan sembilan pasien penyakit hati bersamaan
dengan gagal ginjal yang ditandai dengan proteinuria dan ekskresi NA+ yang
rendah.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Sindrom Hepatorenal
II.1.1 Definisi
II.1.2 Epidemiologi
Sekitar 20% pasien sirosis hepatis dengan asites disertai fungsi ginjal yang
normal akan mengalami sindrom hepatorenal (SHR) setelah 1 tahun dan 39%
setelah 5 tahun perjalanan penyakit.5 Gines dkk melaporkan kemungkinan insiden
SHR pada pasien sirosis hepatis mencapai 18% pada tahun pertama dan akan
meningkat hingga 39% pada tahun ke lima.1,4Pasien dengan peritonitis bakterial
spontan memiliki kesempatan sepertiga untuk men-galami perkembangan menjadi
SHR. 2
II.1.3 Patofisiologi
Terdapat teori yang dianut dalam menerangkan hipoperfusi ginjal yang timbul pada
SHR;
terjadi perubahan biokimiawi pada pasien sirosis hepatik (SH) yang mengalami
SHR
Hati
Ginjal
Perubahan Hemodinamik
Pada penyakit hati berat, dapat terjadi gangguan hemodinamik dan kelainan ginjal
sebelum terjadi SHR. Kelainan hemodinamik dapat berupa peningkataan curah
jantung, vasodilatasi arteriol, hipotensi arterial, dan vasokonstriksi arteri renalis
yang diikuti penurunan laju filtrasi glomerulus.
Berbeda dengan teori overflowterjadi reabsorbsi natrium dan air serta peningkatan
aktivitas saraf simpatis ginjal yang menyebabkan vasokonstriksi ginjal. Kelainan
primer yang terjadi berupa retensi natrium karena peningkatan reabsorbsinya yang
menyebabkan volume intravaskuler meningkat yang akan masuk ke rongga
ekstravaskuler dan menyebabkan asites dan edema. Retensi natrium merupakan
awal kelainan fungsi ginjal dan paling sering ditemukan.
Pada sebagian besar pasien sirosis hepatis, retensi natrium terjadi pada LFG yang
masih normal. Terjadi akibat meningkatnya reabsoprsi di tubulus proksimal dan
distal. Mungkin juga bisa terjadi akibat aktivitas SRAA dan sistem saraf simpatis.
Retensi air timbul setelah retensi natrium karena ketidakmampuan gijal
mengeksresi air sehingga menimbulkan peningkatan cairan tubuh dan hiponatremia
dilusional. Gangguan eksresi air terjadi karena peningkatan kadar vasopresin,
menurunnya sintesis prostaglandin ginjal, menurunnya jumlah filtrat ke ansa henle
karenan peningkatan absrbsi natrium di tubulus proksimal dan penurunan LFG.
Vasokonstriksi ginjal menyebabkan penurunan alitran darah ginjal dan LFG tanpa
disertai kelainan anatomis dan histologis yang bermakna. Terjadinya vasokonstriksi
ginjal dimediasi oleh sitem renin angiotensin, prostaglandin ginjal, tromboksan,
endothelin, sistem saraf simpatis dan nitrit oksida.
Selain itu, vasodilatasi perifer terjadi karena hipertensi portal an vasodilatasi arteri
splanknik. Barpreseptor arteri menerima dilatasi arteri sebgai penurunan volume
darah arteri efektif dan memberikan respon dengan menaikkan curah jantung,
menurunkan resitensi perifer dan aktivasi vasokonstriktor dan sistem hormon lain
yang menahan natrium.
DAFTAR PUSTAKA