Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

Kandidiasis Oral pada TB MDR

Disusun oleh:
Shepty Ira Luthfia 04054821719136

Pembimbing:
drg. Galuh Anggraini A, MARS

DEPARTEMEN GIGI DAN MULUT


RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Kandidiasis Oral pada MDR TB

Oleh:
Shepty Ira Luthfia 04054821719136

Pembimbing:
drg. Galuh Anggraini A, MARS

Telah diterima sebagai syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik periode 8


November – 26 November 2018 di Departemen Gigi dan Mulut Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Palembang, November 2018

drg. Galuh Anggraini A, MARS

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan berkah, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan journal reading yang berjudul “Kandidasis Oral dengan MDR
TB”. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik
Senior di Departemen Gigi dan Mulut RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
drg. Galuh Anggraini A, MARS selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan selama penulisan dan penyusunan laporan kasus ini, serta semua pihak
yang telah membantu hingga selesainya laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
laporan kasus ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari seluruh pihak agar laporan kasus ini menjadi lebih baik dan
dapat dipertanggungjawabkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan
manfaat dan tambahan pengetahuan bagi penulis dan pembaca.

Palembang, November 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................4
BAB I LAPORAN KASUS ................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................7
BAB III ANALISIS KASUS ...............................................................................25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................27

iv
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1. Identifikasi
Nama : Tn. ST
Medical rec : 1088967
Tgl lahir : 28 Agustus 1966
Alamat : Prabumulih
Agama : Islam
Status perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Buruh
MRS : 3 November 2018
Ruangan : Borang Kamar 1

1.2. Anamnesa
Keluhan utama : Pasien dikonsulkan dari bagian atau Departemen
Saraf RSMH untuk dilakukan pemeriksaan gigi
dan mulut untuk mengevaluasi dan tatalaksana
selaput putih pada lidah
Keluhan tambahan : Riwayat gusi berdarah, bercak kekuningan pada
lidah dan langit langit.
Riwayat perjalanan penyakit: Pasien dirawat di bagian penyakit dalam dan
saraf RSMH dengan diagnosis post penurunan
kesadaran ec suspek meningoensefalitis bakterial
+ MDR TB on therapy fase intensif. Pasien
mengeluh gusi berdarah sejak ± 5 hari yang lalu.
Bercak berwarna kekuningan juga ditemukan
pasien pada lidah. Pasien belum pernah ke dokter
gigi untuk mengobati kondisi gigi dan lidah
tersebut. Pasien merasa tidak nyaman karena
langit-langit mulut dan lidah terasa kotor. Sulit

1
menelan tidak ada, nyeri menelan tidak ada,
demam tidak ada. Riwayat mengkonsumsi
antibiotika OAT selama 1 bulan smrs.

Riwayat penyakit dan keluhan sistemik


 Alergi debu / dingin  disangkal
 Darah tinggi  disangkal
 Diabetes mellitus  disangkal
 Kelainan darah  disangkal
 Hepatitis  disangkal
 Kelainan hati lainnya  disangkal
 HIV/AIDS  disangkal
 Riwayat penyakit pernapasan  disangkal
 Kelainan pencernaan  disangkal
 Riwayat kelainan kelenjar ludah  disangkal
 Epilepsi  disangkal
 TB paru  ya, saat ini

Riwayat perawatan gigi dan mulut sebelumnya


 Cabut gigi tidak ada
 Tambal gigi tidak ada
 Trauma tidak ada
 Membersihkan karang gigi tidak ada

Riwayat Kebiasaan
 Sebelum sakit, pasien menggosok gigi 2x sehari saat mandi pagi dan
sebelum tidur. Setelah MRS dengan penurunan kesadaran, pasien tidak
gosok gigi dan hanya dibersihkan dengan kassa basah oleh keluarga
 Pasien tidak menggosok gigi setelah makan
 Pasien tidak pernah kontrol ke dokter gigi

2
 Kebiasaan mencongkel gigi yang berlubang dengan tangan/benda asing
disangkal
 Kebiasaan menggoyangkan gigi yang goyang hingga lepas sendiri
disangkal
 Kebiasaan merokok (+) 1 bungkus sehari

1.3. Pemeriksaan fisik


a. Status Umum Pasien (Senin, 12 November 2018. Pukul 11.30)
Keadaan Umum Pasien : Tampak sakit sedang
Sensorium : Compos Mentis
Vital Sign : TD = 110/70 mmHg
N = 87x/ menit, isi dan
tegangan cukup
T = 36,8oC
R = 22x/ menit

b. Pemeriksaan Ekstra Oral:


 Wajah
Inspeksi : normocephali, simetris (+),
 Bibir : bibir kering agak kehitaman
 Pembesaran KGB : tidak teraba pembesaran dan tidak nyeri
 Temporomandibula joint: tidak ada trismus, clicking (-)

c. Pemeriksaan Intra Oral:


 Debris : (+) semua regio
 Plak : Ada di hampir semua regio
 Kalkulus : Ada di hampir semua regio
 Perdarahan Papila interdental : Bekuan darah (+)
 Identifikasi risiko karies : Tidak dilakukan
 Gingiva : Tumpul, membulat

3
 Mukosa : pucat
 Palatum : tampak bercak-bercak berwarna putih
kekuningan yang menggantung di palatum
molle
 Lidah : tampak bercak-bercak kekuningan di bagian
lateral lidah
 Dasar Mulut : tidak ada kelainan
 Hubungan rahang : tidak ada kelainan
 Kelainan gigi geligi : tidak ada kelainan

d. Odontogram
D5 D5

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28

55 54 53 52 51 61 62 63 64 65

85 84 83 82 81 71 72 73 74 75

48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

D5 D5

1.4. Pemeriksaan Penunjang


1. Darah Rutin (10 November 2018)
Parameter Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 9.0 13,48-17,40 g/dl
Eritrosit 3,13 4,40-6,30 x106/mm3
Leukosit 12.600 4,73-10,89 x103/mm3
Hematokrit 26 41-51%
Trombosit 163 170-396 x103/µL
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1

4
Eosinofil 1 1-6
Neutrofil Batang 15 2-6
Neutrofil Segmen 56 40-60
Limfosit 18 20-40
Monosit 10 2-8
Laju Endap Darah 12 < 20 mm/jam
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu 116 70-140 /dl

2. Mikrobiologi (12 November 2018)


Spesimen kultur diambil dari dua lokasi, yaitu dorsal lidah dan orofaring. Hasil
sebagai berikut.
Kultur:
Dorsal lidah : Candida tropicalis
Orofaring : Candida tropicalis
Hasil mikroskopis:
Dorsal lidah : KOH, yeast cell (+)
Orofaring : KOH, yeast cell (+)

2.1. Temuan masalah


 Terdapat kalkulus disemua regio disertai dengan eritema dan edema
pada marginalis gingiva dan berdarah ketika membersihkan gigi. D/
Gingivitas marginalis generalisata
 Didapatkan bercak-bercak putih kekuningan yang tersebar merata
dorsum lida dan palatum yang bisa dikerok dan meninggalkan dasar
kemerahan, tidak sakit saat dipalpasi. D/ kandidiasis oral.
 Terdapat sisa akar gigi, 17, 14, 13, 12, 25, 26, 27, 48, 46, 34, 35, 36,
dan 38. D/ Gangren radiks.
 Terdapat karies D5 di gigi 16, 11, 37, dan 47.

1.6 Rencana terapi

5
 Dilakukan komunikasi, informasi dan edukasi kepada pasien tentang
perawatan kebersihan mulut (oral hygiene) dan pembersihan pada
rongga mulut.
 Diberikan nistatin suspensi oral dengan dosis 400.000 unit tiap 6 jam.
Jika sediaan yang tersedia 100.000 unit/mL, maka obat diberikan
sebanyak 4mL tiap 6 jam.
 Disarankan untuk pemberian obat kumur Betadine gargle.
 Tindakan scaling dan ekstraksi pada untuk masalah gingivitis akibat
kalkulus (gingivitis marginalis), ekstraksi sisa radiks dan konservasi
gigi dengan karies dapat dilakukan setelah kondisi pasien stabil.

1.7 Prognosis
Dubia ad bonam, karena bila faktor-faktor seperti kebiasaan oral
hygiene yang buruk diperbaiki, diharapkan infeksi dari bakteri ataupun jamur
akan tereliminasi. Oral hygiene yang baik sangat membantu dalam
meningkatkan prognosis.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Rongga Mulut


Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah
bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum (palatum
keras), dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, ‘alveolar
ridge’, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang
membatasi rongga mulut.1

Gambar 1. Anantomi rongga mulut


Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara anatomis
oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi membentuk dinding
bagian lateral masing - masing sisi dari rongga mulut. Pada bagian eksternal dari
pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada bagian internalnya, pipi dilapisi oleh
membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi.
Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun
diantara kulit dan membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir
pada bagian bibir. 1

7
2.1.1 Bibir dan Palatum
Bibir adalah lekukan jaringan lunak yang mengelilingi bagian yang terbuka
dari mulut. Bibir terdiri dari otot orbikularis oris dan dilapisi oleh kulit pada
bagian eksternal dan membran mukosa pada bagian internal. Secara anatomi,bibir
dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian atas dan bibir bagian bawah. Bibir
bagian atas terbentang dari dasar dari hidung pada bagian superior sampai ke
lipatan nasolabial pada bagian lateral dan batas bebas dari sisi vermilion pada
bagian inferior. Bibir bagian bawah terbentang dari bagian atas sisi vermilion
sampai ke bagian komisura pada bagian lateral dan ke bagian mandibula pada
bagian inferior. 1
Kedua bagian bibir tersebut, secara histologi, tersusun dari epidermis,
jaringan subkutan, serat otot orbikularis oris, dan membran mukosa yang tersusun
dari bagian superfisial sampai ke bagian paling dalam. Bagian vermilion
merupakan bagian yang tersusun atas epitel pipih yang tidak terkeratinasi. Epitel-
epitel pada bagian ini melapisi banyak pembuluh kapiler sehingga memberikan
warna yang khas pada bagian tersebut. Selain itu, gambaran histologi juga
menunjukkan terdapatnya banyak kelenjar liur minor. Folikel rambut dan kelejar
sebasea juga terdapat pada bagian kulit pada bibir, namun struktur tersebut tidak
ditemukan pada bagian vermilion. 1
Permukaan bibir bagian dalam dari bibir atas maupun bawah berlekatan
dengangusi pada masing-masing bagian bibir oleh sebuah lipatan yang berada di
bagian tengah dari membran mukosa yang disebut frenulum labial. Saat
melakukan proses mengunyah, kontraksi dari otot-otot businator di pipi dan otot-
otot orbukularis oris di bibir akan membantu untuk memosisikan agar makanan
berada di antara gigi bagian atas dan gigi bagian bawah. Otot-otot tersebut juga
memiliki fungsi untuk membantu proses berbicara. Palatum merupakan sebuah
dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga
hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Struktur palatum sangat
penting untuk dapat melakukan proses mengunyah dan bernafas pada saat yang

8
sama. Palatum secara anatomis dibagi menjadi dua bagian yaitu palatum durum
(palatum keras) dan palatum mole (palatum lunak). 1
Palatum durum terletak di bagian anterior dari atap rongga mulut. Palatum
durum merupakan sekat yang terbentuk dari tulang yang memisahkan antara
rongga mulut dan rongga hidung. Palatum durum dibentuk oleh tulang maksila
dan tulang palatin yang dilapisi oleh membran mukosa. Bagian posterior dari atap
rongga mulut dibentuk oleh palatum mole. Palatum mole merupakan sekat
berbentuklengkungan yang membatasi antara bagian orofaring dan nasofaring.
Palatum mole terbentuk dari jaringan otot yang sama halnya dengan paltum
durum, juga dilapisi oleh membran mukosa. 1

2.1.2 Lidah
Lidah merupakan salah satu organ aksesoris dalam sistem pencernaan.
Secara embriologis, lidah mulai terbentuk pada usia 4 minggu kehamilan. Lidah
tersusun dari otot lurik yang dilapisi oleh membran mukosa. Lidah beserta otot-
otot yang berhubungan dengan lidah merupakan bagian yang menyusun dasar dari
rongga mulut. Lidah dibagi menjadi dua bagian yang lateral simetris oleh septum
median yang berada disepanjang lidah. Lidah menempel pada tulang hyoid pada
bagian inferior, prosesus styloiddari tulang temporal dan mandibula. 1
Setiap bagian lateral dari lidah memiliki komponen otot-otot ekstrinsik dan
intrinsik yang sama. Otot ekstrinsik lidah terdiri dari otot hyoglossus, otot
genioglossus dan otot styloglossus. Otot-otot tersebut berasal dari luar lidah
(menempel pada tulang yang ada di sekitar bagian tersebut) dan masuk kedalam
jaringan ikat yang ada di lidah. Otot-otot eksternal lidah berfungsi untuk
menggerakkan lidah dari sisi yang satu ke sisi yang berlawanan dan
menggerakkan ke arah luar dan ke arah dalam. Pergerakan lidah karena otot
tersebut memungkinkan lidah untuk memosisikan makanan untuk dikunyah,
dibentuk menjadi massa bundar, dan dipaksa untuk bergerak ke belakang mulut
untuk proses penelanan. 1
Selain itu, otot-otot tersebut juga membentuk dasar dari mulut dan
mempertahankan agar posisi lidah tetap pada tempatnya. Otot-otot intrisik lidah

9
berasal dari dalam lidah dan berada dalam jaringan ikat lidah. Otot ini mengubah
bentuk dan ukuran lidah pada saat berbicara dan menelan. Otot tersebut terdiri
atas : otot longitudinalis superior, otot longitudinalis inferior, otot transversus
linguae, dan otot verticalis linguae. Untuk menjaga agar pergerakan lidah terbatas
ke arah posterior dan menjaga agar lidah tetap pada tempatnya, lidah berhubungan
langsung dengan frenulum lingual, yaitu lipatan membran mukosa yang berada
pada bagian tengah sumbu tubuh dan terletak di permukaan bawah lidah, yang
menghubungkan langsung antara lidah dengan dasar dari rongga mulut. 1
Pada bagian dorsum lidah (permukaan atas lidah) dan permukaan lateral
lidah, lidah ditutupi oleh papila. Papila adalah proyeksi dari lamina propria yang
ditutupi oleh epitel pipih berlapis. Sebagian dari papila memiliki kuncup perasa,
reseptor dalam proses pengecapan, sebagian yang lainnya tidak. Namun, papila
yang tidak memiliki kuncup perasa memiliki reseptor untuk sentuhan dan
berfungsi untuk menambah gaya gesekan antara lidah dan makanan, sehingga
mempermudah lidah untuk menggerakkan makanan di dalam rongga mulut. 1

2.2. Kandidiasis Oral


Kandidiasis oral merupakan suatu infeksi dalam rongga mulut yang
disebabkan oleh jamur Kandida.2 Jamur Kandida sebenarnya merupakan flora
normal mulut, namun berbagai faktor seperti adanya gangguan sistem imun
maupun penggunaan obat-obatan seperti obat antibiotik dan steroid dapat
menyebabkan flora normal tersebut menjadi patogen.3,4
Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai kandidiasis oral pada
pasien tuberkulosis paru yang mengkonsumsi obat antibiotik dan steroid.

2.2.1 Pengertian
Kandidiasis oral merupakan infeksi oportunistik pada rongga mulut yang
disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dari jamur Kandida terutama Kandida
albikan.5 Kandida merupakan organisme komensal normal yang banyak
ditemukan dalam rongga mulut dan membrane mukosa vagina. Dalam rongga
mulut, Kandida albikan dapat melekat pada mukosa labial, mukosa bukal, dorsum

10
lidah, dan daerah palatum.6 Selain Kandida albikan, ada 10 spesies Kandida yang
juga ditemukan yaitu C.tropicalis, C.parapsilosis, C.krusei, C.kefyr, C. glabrata,
dan C.guilliermondii, C.pseudotropicalis, C.lusitaniae, C.stellatoidea, dan
C.dubliniensis, dengan C.albikan yang paling dominan dijumpai dan paling
berperan dalam menimbulkan kandidiasis oral.7,8 Kandidiasis oral dapat
menyerang semua usia baik usia muda, usia tua dan pada penderita defisiensi
imun seperti AIDS.9 Pada pasien HIV/AIDS, Kandida albikan ditemukan paling
banyak yaitu sebesar 95%.5

2.2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Kandidiasis oral merupakan suatu infeksi jamur yang umumnya disebabkan
oleh jamur Kandida albikan. Faktor predisposisi terjadinya kandidiasis oral terdiri
atas faktor lokal dan sistemik.5
Beberapa faktor lokal tersebut seperti penggunaan gigi tiruan, xerostomia,
dan kebiasaan merokok. Penggunaan gigi tiruan dapat memberikan lingkungan
yang kondusif bagi pertumbuhan jamur Kandida yaitu lingkungan dengan pH
yang rendah, sedikit oksigen, dan keadaan anaerob.5 Faktor lokal seperti
xerostomia juga dapat menimbulkan kandidiasis oral. Xerostomia merupakan
suatu kondisi dimana mulut terasa kering. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya produksi saliva, penggunaan obat-obatan (obat antihipertensi),
terapi radiasi dan kemoterapi.10,11 Adanya kebiasaan merokok dapat menyebabkan
iritasi kronis dan panas yang mengakibatkan perubahan vaskularisasi dan sekresi
kelenjar liur.12 Seperti yang diketahui, di dalam saliva terdapat komponen anti
Kandida seperti lisozim, histatin, laktoferin, dan calprotectin,13 sehingga apabila
produksi saliva berkurang seperti pada keadaan xerostomia dan perokok, maka
Kandida dapat mudah berkembang.
Selain faktor lokal, beberapa faktor sistemik seperti penyakit defisiensi
imun (HIV/AIDS), kemoterapi, radioterapi, dan penggunaan obat antibiotik dan
steroid juga dapat menyebabkan timbulnya kandidiasis oral.2,11 Pada penderita
HIV/AIDS terjadi defisiensi imun yang mengakibatkan infeksi oportunistik
seperti kandidiasis oral mudah terjadi.14 Di samping itu, terapi radiasi daerah

11
kepala dan leher mengakibatkan kerusakan dan gangguan fungsi kelenjar saliva
mayor dan minor sehingga memudahkan terjadinya xerostomia. Prevalensi
xerostomia setelah terapi radiasi dijumpai melebihi 90%. Pengobatan kemoterapi
juga dapat berdampak pada berkurangnya aliran saliva.10,11 Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, keadaan xerostomia yang dapat timbul akibat radioterapi
dan kemoterapi bisa memudahkan perkembangan jamur Kandida. Penggunaan
obat antibiotik dan steroid juga dihubungkan dengan terjadinya kandidiasis oral.2
Adapun mekanisme infeksi Kandida Albikan pada sel inang sangat
kompleks. Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenesis dan proses infeksi
adalah adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa (morfogenesis) dan
produksi enzim hidrolitik ekstraseluler. Adhesi merupakan proses melekatnya sel
Kandida albikan ke sel inang. Perubahan bentuk dari ragi ke hifa berhubungan
dengan patogenitas dan proses penyerangan Kandida terhadap sel inang yang
diikuti pembentukan lapisan biofilm sebagai salah satu cara spesies Kandida
untuk mempertahankan diri dari obat antifungi. Ada keyakinan bahwa bentuk hifa
adalah invasif dan patogen, sedangkan bentuk ragi tidak bersifat patogen.
Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyl proteinase juga sering
dihubungkan dengan patogenitas Kandida albikan.9,15

2.2.3 Klasifikasi dan Gambaran Klinis


Secara umum, kandidiasis oral dapat diklasifikasikan atas tiga kelompok,
yaitu: 5
1. Akut , dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut
Kandidiasis ini biasanya disebut juga sebagai thrush. Secara klinis,
pseudomembranosus kandidiasis terlihat sebagai plak mukosa yang putih
atau kuning, seperti cheesy material yang dapat dihilangkan dan
meninggalkan permukaan yang berwarna merah.3,16 Kandidiasis ini terdiri
atas sel epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur dan umumnya dijumpai
pada mukosa labial, mukosa bukal, palatum keras, palatum lunak, lidah,
jaringan periodontal dan orofaring.5,7 Thrush dijumpai sebesar 5% pada bayi

12
bayu lahir dan 10% pada orang tua yang kondisi tubuhnya lemah.17
Keberadaan kandidiasis pseudomembranosus ini sering dihubungkan
dengan penggunaan kortikosteroid, antibiotik, xerostomia, dan pada pasien
dengan sistem imun rendah seperti HIV/AIDS.4,5,7 Diagnosa banding dari
kandidiasis pseudomembranosus ini meliputi flek dari susu dan debris
makanan yang tertinggal menempel pada mukosa mulut, khususnya pada
bayi yang masih menyusui atau pada pasien lanjut usia dengan kondisi
tubuh yang lemah akibat penyakit.18

Gambar 2. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut25

b. Kandidiasis Atrofik Akut


Tipe kandidiasis ini kadang dinamakan sebagai antibiotic sore tongue
atau juga kandidiasis eritematus dan biasanya dijumpai pada mukosa bukal,
palatum, dan bagian dorsal lidah dengan permukaan tampak sebagai bercak
kemerahan.16-18 Penggunaan antibiotik spektrum luas maupun kortikosteroid
sering dikaitkan dengan timbulnya kandidiasis atrofik akut.16 Pasien yang
menderita kandidiasis ini mengeluh adanya rasa sakit seperti terbakar.3

Gambar 3. Kandidiasis Atrofik Akut17

13
2. Kronik, dibedakan atas tiga jenis, yaitu:
a. Kandidiasis Atrofik Kronik
Kandidiasis atrofik kronik disebut juga denture sore mouth atau
denture related stomatitis,16,17 dan merupakan bentuk kandidiasis paling
umum yang ditemukan pada 24-60% pemakai gigi tiruan.17 Gambaran klinis
denture related stomatitis ini berupa daerah eritema pada mukosa yang
berkontak dengan permukaan gigi tiruan.1 Gigi tiruan yang menutupi
mukosa dari saliva menyebabkan daerah tersebut mudah terinfeksi jamur.22
Berdasarkan gambaran klinis yang terlihat pada mukosa yang
terinflamasi di bawah gigi tiruan rahang atas, denture stomatitis ini dapat
diklasifikasikan atas tiga yaitu :17,19
Tipe I : tahap awal dengan adanya pin point hiperemi yang terlokalisir
Tipe II : tampak eritema difus pada mukosa yang berkontak dengan
gigi tiruan
Tipe III : tipe granular (inflammatory papillary hyperplasia) yang
biasanya tampak pada bagian tengah palatum keras.

Gambar 4. Denture Stomatitis tipe I 20

14
Gambar 5. Denture Stomatitis tipe II 20

Gambar 6. Denture Stomatitis tipe III 20


b. Kandidiasis Hiperplastik Kronik
Kandidiasis ini sering disebut juga sebagai Kandida leukoplakia yang
terlihat seperti plak putih pada bagian komisura mukosa bukal atau tepi
lateral lidah yang tidak bisa hilang bila dihapus. Kondisi ini dapat
berkembang menjadi displasia berat atau keganasan.5,16 Kandida leukoplakia
ini dihubungkan dengan kebiasaan merokok.5

Gambar 7. Kandidiasis Hiperplastik Kronik 3

15
c. Median Rhomboid Glositis
Median Rhomboid Glositis merupakan bentuk lain dari atrofik
kandidiasis yang tampak sebagai daerah atrofik pada bagian tengah
permukaan dorsal lidah, dan cenderung dihubungkan dengan perokok dan
penggunaan obat steroid yang dihirup.3,7

Gambar 8. Median Rhomboid Glositis 7


3. Keilitis Angularis
Keilitis Angularis atau disebut juga angular stomatitis atau perleche
merupakan infeksi campuran bakteri dan jamur Kandida yang umumnya
dijumpai pada sudut mulut baik unilateral maupun bilateral. Sudut mulut
yang terinfeksi tampak merah dan sakit.5,3,17 Keilitis angularis dapat terjadi
pada penderita anemia defisiensi besi, defisiensi vitamin B12, dan pada gigi
tiruan dengan vertikal dimensi oklusi yang tidak tepat.17

Gambar 9. Keilitis Angularis 3

16
2.2.4 Diagnosa
Diagnosa yang tepat diperoleh dari pemeriksaan yang teliti. Diagnosa
kandidiasis oral yang dapat dilakukan meliputi anamnesa, pemeriksaan
klinis, dan pemeriksaaan penunjang seperti pemeriksaan sitologi eksfoliatif,
metode kultur swab, uji saliva, dan biopsi.16
Berdasarkan hasil anamnesa dapat diperoleh informasi mengenai
keadaan rongga mulut yang dialami pasien. Pasien yang menderita
kandidiasis oral bisa mempunyai keluhan terhadap keadaan rongga
mulutnya, namun ada juga yang tidak menyatakan adanya keluhan pada
rongga mulutnya. Keluhan yang bisa terjadi pada kandidiasis oral seperti
adanya rasa tidak nyaman, rasa terbakar, rasa sakit, dan pedih pada rongga
mulut.3 Pemeriksaan klinis dilakukan dengan melihat gambaran klinis lesi
yang terdapat pada rongga mulut. Gambaran klinis kandidiasis oral yang
terlihat bisa berbeda-beda sesuai dengan tipe kandidiasis yang terjadi pada
rongga mulut pasien. Di samping itu, pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan sitologi eksfoliatif, kultur swab, uji saliva, dan biopsi sangat
diperlukan dalam mendukung diagnosa kandidiasis oral.16

2.2.5 Perawatan
Perawatan kandidiasis oral dapat dilakukan dengan cara menjaga
kebersihan rongga mulut, pemberian obat-obatan antifungal, dan sebisa
mungkin menghilangkan faktor predisposisi penyebab kandidiasis oral.7,5,16
Kebersihan rongga mulut dapat dijaga dengan membersihkan daerah
mukosa bukal, menyikat gigi, lidah, dan membersihkan gigi tiruan bagi
yang memakainya. Gigi tiruan harus dibersihkan dan direndam dalam
larutan pembersih seperti klorheksidin yang efektif dalam menghilangkan
Kandida dibanding dengan hanya menyikat gigi tiruan. Ketika
membersihkan mulut dengan antifungal topikal, gigi tiruan harus dilepaskan
sehingga terjadi kontak antara mukosa dengan antifungal. Di samping itu,
pemakai gigi tiruan disarankan untuk melepas gigi tiruan pada malam hari
atau setidaknya enam jam sehari.5

17
Pengobatan farmakologis kandidiasis oral dikelompokkan dalam tiga
kelas agen antifungal yaitu: polyenes, azoles, dan echinocandins. Antifungal
Polyenes mencakup Amphotericin B dan Nystatin. Amphotericin B
dihasilkan oleh Streptomyces nodosus dan memiliki aktivitas antijamur yang
luas. Di samping keuntungannya, antifungal ini dapat menimbulkan efek
nefrotoksik. Obat antifungal lain yang sekarang banyak digunakan adalah
Nystatin. Azoles dibagi dalam dua kelompok yaitu imidazoles dan triazoles.
Azoles akan menghambat ergosterol yang merupakan unsur utama sel
membran jamur. Sedangkan, Caspofungin termasuk golongan antifungal
echinocandins yang digunakan untuk pengobatan terhadap infeksi jamur
Kandida dan spesies aspergillus.16
Umumnya kandidiasis oral merupakan infeksi lokal, maka pengobatan
secara topikal merupakan terapi yang pertama kali dilakukan, terutama pada
kandidiasis pseudomembranosus dan eritematus.16
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, merokok, konsumsi obat
antibiotik dan steroid, penggunaan gigi tiruan, dan penyakit HIV merupakan
faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya kandidiasis oral.
Oleh karena itu, mengurangi kebiasaan merokok, meminimalkan
penggunaan obat antibiotik dan steroid, mengurangi konsumsi karbohidrat
dan alkohol, membersihkan gigi tiruan dan merendamnya dalam cairan
klorheksidin, dan menanggulangi penyakit HIV sangatlah disarankan dalam
mengatasi kandidiasis oral.

2.3. Kandidiasis Oral Akibat Pemakaian Obat-obatan


2.3.1. Antibiotik
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penggunaan obat antibiotik
dapat menyebabkan terjadinya kandidiasis oral. Obat antibiotik sudah sejak
lama digunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang disebabkan infeksi
bakteri dan obat ini ada beberapa macam, salah satunya adalah yang
digunakan sebagai obat antituberkulosis. Berikut akan dijelaskan indikasi,

18
klasifikasi, efek samping obat, dan patogenesis obat antibiotik terhadap
timbulnya kandidiasis.
a. Indikasi dan Klasifikasi
Antibiotik merupakan obat yang digunakan untuk mengobati infeksi
yang disebabkan oleh bakteri. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh
bakteri misalnya, tuberkulosis, salmonella (keracunan makanan), sifilis,
pneumonia, tonsillitis (inflamasi pada tonsil), dan impetigo (infeksi kulit).7
Obat antituberkulosis merupakan golongan obat antibiotik yang digunakan
untuk mengatasi infeksi bakteri penyebab tuberkulosis paru yaitu
Mycobacterium tuberculosis.21
Berdasarkan cara kerjanya, antibiotik dibedakan atas antibiotik
bakterisidal dan bakteriostatik. Antibiotik bakterisidal seperti penisilin
bekerja dengan membunuh bakteri, sedangkan antibiotik yang bakteriostatik
seperti eritromisin bekerja dengan menghentikan pertumbuhan dan
multiplikasi bakteri. Antibiotik juga dibedakan berdasarkan efek kerjanya
terhadap bakteri yaitu antibiotik spektrum luas yang digunakan pada infeksi
bakteri yang luas dan antibiotik spektrum sempit yang hanya diindikasikan
untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh beberapa bakteri. Di samping
itu, ada juga antibiotik yang bekerja membunuh bakteri aerob (bakteri yang
membutuhkan oksigen dalam hidupnya) dan bakteri anaerob (bakteri yang
tidak membutuhkan oksigen dalam hidupnya).22
b. Efek Samping
Di samping kegunaannya, obat antibiotik memilki efek samping yang
luas baik pada tubuh maupun rongga mulut. Efek samping yang umumnya
dijumpai akibat pemakaian obat antibiotik seperti diare, muntah, dan infeksi
jamur pada mulut, sistem pencernaan dan vagina. Adapun beberapa efek
samping lain yang bisa terjadi seperti pada penggunaan obat antibiotik
sefalosporin dapat menyebabkan peningkatan enzim hati, antibiotik
tetrasiklin dapat menyebabkan sensitivitas terhadap cahaya matahari dan
diskolorasi gigi, dan antibiotik aminoglikosid dapat menimbulkan ketulian.
Penggunaan antibiotik penisilin dapat menimbulkan reaksi alergi berupa

19
urtikaria pada kulit. Di samping itu, obat antituberkulosis yang sering
digunakan seperti rifampisin, isoniazid dan pirazinamid memiliki efek
hepatotoksik.22,23 Oleh karena adanya efek-efek samping tersebut di atas,
hendaklah kita lebih berhati-hati dalam pemakaian obat antibiotik.
c. Patogenesis Timbulnya Kandidiasis Oral
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, obat antibiotik mempunyai
efek samping pada rongga mulut berupa timbulnya kandidiasis oral.
Mekanisme obat antibiotik dalam menimbulkan kandidiasis oral adalah
melalui aksi kerjanya dalam mengobati penyakit yang disebabkan oleh
infeksi bakteri. Dalam rongga mulut manusia terdapat flora normal yaitu
bakteri dan jamur dimana jamur yang dominan ditemukan adalah jamur
Kandida albikan.6 Pada keadaan normal, Kandida albikan tidak berbahaya
bagi kehidupan manusia dan hidup bersama dengan bakteri dalam keadaan
seimbang. Namun beberapa keadaan seperti penggunaan obat antibiotik
dapat menyebabkan ketidakseimbangan diantara flora normal tersebut.3,24
Obat antibiotik walaupun sangat bermanfaat bagi pengobatan terhadap
infeksi bakteri, namun cara kerja obat tersebut penting untuk diperhatikan.
Antibiotik bekerja dengan membunuh bakteri yang ada pada seseorang, baik
bakteri penyebab penyakit maupun bakteri normal yang berguna bagi
manusia, sementara jamur Kandida tidak dibunuh oleh obat antibiotik.24,25
Dengan tidak adanya lagi bakteri yang secara normal hidup dalam keadaan
seimbang dengan Kandida, maka Kandida dapat tumbuh subur dan
melakukan multiplikasi sehingga terjadilah pertumbuhan berlebihan dari
Kandida pada rongga mulut yang kita kenal dengan kandidiasis oral.25
Adapun bakteri normal yang berguna bagi manusia seperti
Lactobacillus acidophilus berperan dalam menjaga pertumbuhan jamur
Kandida agar tetap seimbang.25,26 Pada manusia, Lactobacillus acidophilus
ditemukan pada sistem pencernaan, mulut, dan vagina.26 Bakteri
Lactobacillus dapat mengurangi perlekatan Kandida albikan pada sel epitel
inang. Lactobacillus juga melepaskan hidrogen peroksida dan asam laktat
yang dapat menghambat proliferasi dan invasi jamur Kandida albikan.

20
Substansi bakteriocin yang diproduksi Lactobacillus dapat menekan
pertumbuhan dan mengurangi jumlah jamur Kandida.27 Dengan adanya aksi
obat antibiotik dalam membunuh bakteri, maka Lactobacillus acidophilus
juga akan ikut hilang. Hal ini menyebabkan pertumbuhan jamur Kandida
semakin meningkat karena keberadaan bakteri yang hidup seimbang dengan
Kandida dan dapat menekan pertumbuhan abnormal jamur Kandida telah
tereleminasi akibat pemakain obat antibiotik.

2.3.2. Steroid
Seperti halnya obat antibiotik, steroid sebagai salah satu obat yang
sekarang banyak digunakan juga memiliki efek samping terhadap rongga
mulut. Obat steroid kadang juga dikenal dengan sebutan kortikosteroid.
Berikut akan dijelaskan mengenai indikasi, efek samping obat, dan
patogenesis obat steroid dalam menimbulkan kandidiasis oral.
a. Indikasi
Secara umum, penggunaan obat steroid diindikasikan dalam
mengobati berbagai penyakit seperti asma, rheumatoid arthritis, dan juga
pada beberapa kondisi lainnya.28,29
Penyakit asma merupakan suatu penyakit kronik pada sistem
pernafasan paru-paru manusia. Penyakit ini biasanya bersifat herediter, dan
kadang lebih dari satu orang dalam suatu keluarga bisa mengalami penyakit
asma ini. Pada penyakit asma terjadi inflamasi dan pembengkakan pada
sistem pernafasan manusia.28 Penggunaan steroid dalam mengobati penyakit
ini adalah melalui aksi antiinflamasi obat ini yang mampu mengurangi
inflamasi dan pembengkakan yang terjadi pada pasien asma. Steroid bekerja
mengurangi pembentukan mediator proinflamasi seperti prostaglandin,
leukotrien, dan platelet activating factor (PAF) serta menekan semua respon
inflamasi termasuk pembengkakan dini, kemerahan, nyeri, panas, dan
gangguan fungsi.29
Rheumatoid arthritis merupakan salah satu penyakit yang
menyebabkan nyeri, pembengkakan, kekakuan, dan disfungsi pada sendi.

21
Arthritis ini dapat terjadi pada semua sendi tubuh, terutama pada
pergelangan tangan dan jari serta bersifat simetris, misalnya bila arthritis
terjadi pada tangan kiri, maka tangan kanan akan mengalami hal yang
sama.29 Penggunaan obat steroid dapat mengurangi gejala penyakit ini.
Penyakit lain seperti Addison juga memerlukan obat steroid dalam
pengobatannya. Penyakit Addison disebabkan oleh adanya kerusakan pada
kelenjar adrenal dan ketidakmampuannya dalam memproduksi hormon
kortisol dan hormon aldosteron. Kortisol yang tidak mampu diproduksi
digantikan dengan kortikosteroid sintetik seperti hidrokortison, prednison,
atau deksametason, sedangkan kekurangan aldosteron dibantu dengan
steroid fludokortison.30
Selain itu, steroid juga banyak digunakan oleh para olahragawan
dengan tujuan untuk meningkatkan massa otot. Steroid jenis ini dikenal
dengan sebutan steroid anabolik androgenik. Penggunaan steroid ini oleh
para atlit memperoleh banyak perhatian. Sebagian besar atlit dan pelatihnya
percaya bahwa steroid dapat meningkatkan kekuatan dan agresivitas
sehingga bermanfaat dalam meningkatkan stamina seseorang.28
Dalam bidang kedokteran gigi, obat steroid umunya digunakan pada
kasus-kasus ulser di rongga mulut yang dilatarbelakangi oleh adanya reaksi
hipersensitivitas seperti liken planus dan recurrent apthous stomatitis. Hal
ini dihubungkan dengan kemampuan obat steroid sebagai antiinflamasi dan
imunosupresan.23
b. Efek Samping
Obat steroid dapat menimbulkan efek-efek yang tidak diinginkan
pemakainya. Adapun beberapa efek samping tersebut seperti kerentanan
seseorang terhadap infeksi, obesitas, osteoporosis, terhambatnya
pertumbuhan, katarak, dan terjadinya sindrom Cushing (moon face, buffalo
hump, dan peningkatan lingkaran perut).23,29
Pemberian obat steroid dapat menekan sistem imun sehingga
seseorang menjadi mudah terkena infeksi misalnya infeksi oleh jamur
Kandida pada rongga mulut.30 Obat steroid juga mampu meningkatkan

22
selera makan pemakainya sehingga menyebabkan pertambahan berat badan
yang bila tidak dikontrol dapat menimbulkan obesitas. Obesitas juga dapat
dijumpai pada sindrom Cushing.29,30 Osteoporosis merupakan salah satu
efek samping yang dapat dijumpai akibat pemakaian jangka panjang obat
kortikosteroid, dimana obat ini mampu mengurangi kepadatan mineral
tulang, menghambat osteoblast dan mengganggu keseimbangan
pembentukan dan reabsorpsi tulang. Kortikosteroid juga mengurangi
penyerapan kalsium dari usus dan meningkatkan pengeluaran kasium
melalui ginjal yang berakibat terjadinya osteoporosis.29,30 Pertumbuhan
yang terhambat dikaitkan dengan efek steroid dalam menghambat
pertumbuhan tulang dan hormon pertumbuhan.30 Penggunaan obat steroid
dalam jangka panjang juga dapat mengakibatkan terjadinya katarak, dimana
dilaporkan sebesar 75% pasien mengalami katarak setelah beberapa tahun
mengkonsumsi prednisolon sebanyak 15mg/hari, namun mekanisme
terjadinya katarak akibat obat ini masih belum jelas diuraikan.29,30
Terjadinya sindrom Cushing pada pengguna steroid ditandai dengan adanya
moon face, buffalo hump, dan peningkatan lingkaran perut.23,30 Hal ini
terjadi karena efek steroid yang dapat menyebabkan redistribusi cadangan
karbohidrat dan lemak ke wajah (moon face) dan perut (peningkatan
lingkaran perut) sehingga pemakai obat ini akan terlihat gemuk pada daerah
tersebut.32,37 Distribusi lemak tubuh juga dapat dijumpai pada belakang
leher yang tampak membengkak (buffalo hump).23
c. Patogenesis Timbulnya Kandidiasis Oral
Obat steroid seperti yang telah dibahas sebelumnya, memiliki efek
imunosupresi. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan obat steroid dalam
menghambat fungsi makrofag. Efek terhadap makrofag tersebut menandai
dan membatasi kemampuannya untuk memfagosit dan membunuh
mikroorganisme. Aktivasi limfosit T dan produksi limfosit B juga dihambat
oleh obat steroid. Antibodi sebagai salah satu komponen penting dalam
sistem imunitas manusia dapat ditekan produksinya oleh pemakaian obat
steroid terutama apabila digunakan dalam dosis besar.10,23 Seperti yang kita

23
ketahui, makrofag, limfosit T , limfosit B, dan juga antibodi merupakan
komponen penting yang berfungsi sebagai sistem pertahanan dan imunitas
tubuh manusia yang juga terdapat dalam rongga mulut.27,30 Namun,
komponen-komponen tersebut diatas dapat terganggu fungsinya akibat
pemakaian obat steroid yang mana obat ini dapat menekan sistem imunitas
manusia. Dalam keadaan imun yang lemah, maka infeksi akan mudah
menyerang seseorang.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, di dalam rongga mulut
manusia terdapat banyak flora normal yang salah satunya adalah jamur
Kandida. Pada keadaan sistem imun yang baik, jamur Kandida tidak
menimbulkan penyakit. Namun, penggunaan obat steroid dapat menurunkan
sistem imun dalam rongga mulut. Dengan sistem imun yang lemah, maka
jamur Kandida dalam rongga mulut bisa menjadi patogen dan menimbulkan
infeksi yang disebut kandidiasis.

24
BAB III
ANALISIS MASALAH

Tn. ST, 52 tahun, laki-laki, dirawat di bagian penyakit dalam dan saraf
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dengan diagnosis penurunan kesadaran
ec suspek meningoensefalitis bakterial + MDR TB on therapy fase intensif
tanggal 12 Agustus 2017. Pasien mengeluh gusi berdarah sejak ± 5 hari yang lalu.
Pasien selama ini belum berobat ke dokter gigi untuk keluhannya. Pasien
mengeluh gusi berdarah. Bercak berwarna kekuningan juga ditemukan pasien
pada lidah. Pasien belum pernah ke dokter gigi untuk mengobati kondisi gigi dan
lidah tersebut. Pasien merasa tidak nyaman karena langit-langit mulut dan lidah
terasa kotor. Sulit menelan tidak ada, nyeri menelan tidak ada, demam tidak ada.
Riwayat mengkonsumsi antibiotika OAT selama 1 bulan smrs.
Riwayat gusi berdarah (+) merupakan manifestasi dari keadaan
trombositopenia yang disebabkan oleh efek samping obat anti biotika, dimana
pada sebagian besar trombositopenia yang tergantung obat, antibodi di arahkan
melawan antigen protein obat-plasma, kemudian di serap ke trombosit. Trombosit
di bungkus oleh imunoglobulin atau komplemen. Jika rangkaian komplemen di
aktifkan, trombosit mengalami lisis langsung dalam sirkulasi.. Keluhan terdapat
bercak putih kekuningan pada permukaan lidah merupakan manifestasi dari
keadaan neutropenia pada pasien yang menyebabkan pasien rentan untuk
terinfeksi bakteri, virus, atau jamur. Keadaan sistem imun yang buruk pada pasien
leukemia akut ini dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya infeksi pada rongga
mulut seperti kandidiasis oral.
Dari riwayat kebiasaan, adanya kebiasaan oral hygiene berupa tidak
dibersihkannya gigi dan mulut dengan baik selama pasien mengalami penurunan
kesadaran, tidak pernah menggosok gigi setelah makan, serta adanya kebiasaan
merokok 1 bungkus perhari. Kebiasaan-kebiasaan ini merupakan faktor
predisposisi untuk terjadinya kandidiasis oral.
Saat dikonsulkan ke bagian Gigi dan Mulut, keadaan umum pasien tampak
kompos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 87 x/m, pernafasan 22 x/m,

25
suhu 36.80 C dan Keadaan gizi pasien adalah gizi kurang, hal ini dapat
menyebabkan pertahanan sistem imunitas pasien berkurang, sehingga komplikasi
kesehatan oral pada pasien mudah terjadi.
Pada pemeriksaan ekstraoral tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan
intraoral, ditemukan adanya debris di semua regio, bercak-bercak putih
kekuningan yang menyebar terutama di palatum molle, dan bercak-bercak putih
kekuningan yang tersebar merata di dorsum lidah, bisa dikerok, dan meninggalkan
dasar kemerahan. Kemungkinan terjadinya infeksi jamur pada pasien akibat
higienitas mulut yang buruk disertai buruknya sistem imun yang buruk
Pada pemeriksaan tambahan berupa kultur jamur, didapatkan jamur
Candida tropicalis pada spesimen yang berasal dari dorsal lidah dan orofaring.
Selain itu, pada pemeriksaan mikroskopis KOH didapatkan yeast cell positif pada
kedua spesimen. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyebab bercak putih
kekuningan pada penderita ini adalah Candida yang menyebabkan terjadinya
kandidiasis oral.
Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pemberian obat kumur
betadine gargle dan nistatin suspensi oral dengan dosis 400.000 unit tiap 6 jam.
Pemberian nistatin sampai minimal 48 jam setelah gejala perioral menghilang dan
tidak ditemukan lagi jamur Candida pada kultur. Selain itu juga dilakukan
perawatan dengan menjaga oral hygiene pasien. Mengedukasikan kepada pasien
mengenai oral hygiene untuk mengatasi adanya komplikasi yang lebih lanjut.
Edukasi juga dilakukan pada pasien dalam cara menyikat gigi yang benar dan
teratur serta memberitahu kepada pasien mengenai pentingnya kunjungan ke
dokter gigi setiap 6 bulan, terutama setelah pasien menjalankan terapi untuk
leukemianya.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell,Richard S, . 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih


bahasa Liliana Sugiharto; Ed 6. EGC : Jakarta.
2. Hannula J. Clonal types of oral yeasts in relation to age,health, and
geography. Dissertation. Finland: University of Helsinki, 2000:8-13.
3. Rossie K, Guggenheimer J. Oral candidiasis :clinical manifestation,
diagnosis,and treatment. Oral Pathol 1997; 9(6): 635-41.
4. Scully C.Oral and Maxillofacial Medicine. 1st ed. United Kingdom:
Wright,2004: 252-75.
5. Akpan A , Morgan R. Oral candidiasis. Postgrad Med J 2002;78:455-9.
6. Siar CH, Ng KH, Rasool S, Ram S, Jalil AA, Ng KP. Oral candidosis in non-
hodgkin’s lymphoma: a case report. J Oral Sci 2003;45(3): 161-4.
7. McCullough MJ, Savage NW. Oral candidosis and the therapeutic use of
antifungal agents in dentistry. Aust Dent J 2005;50(2):S36-9.
8. Cannon RD, Chaffin WL. Oral colonization by Candida albican.Crit Rev Oral
Biol Med 1999;10(3):359-83.
9. Cannon RD, Holmes AR, Mason AB, Monk BC. Oral candida:clearance,
colonization,or candidiasis?. J Dent Res 1995;74(5):1152-61.
10. Guggenheimer J, Moore PA. Xerostomia etiology, recognition and treatment.
J Am Dent Assoc 2003;134:61-9.
11. Olver IN. Xerostomia: a common adverse effect of drugs and radiation. Aust
Prescr 2006;29:97-8.
12. Ruslan G. Efek merokok terhadap rongga mulut. Cermin Dunia Kedokteran
1996; 113:41-3.
13. Cannon RD, Chaffin WL. Colonization is a crucial factor in oral candidiasis.J
Dent Edu 2001;65(8):785-7.
14. Basson NJ. Competition for glucose between candida albicans and oral
bacteria grown in mixed culture in a chemostat. J Med Microbiol 2000;
49:969-75.

27
15. Kusumaningtyas E. Mekanisme infeksi candida albikans pada permukaan sel.
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis.Balai Penelitian Veteriner:304-13.
16. Muzyka B C. Oral fungal infections. Dent Clin N Am 2005;49:49-65.
17. Webb BC, Thomas CJ, Willcox MDP, Harty DWS, Knox KW. Candida
associated denture stomatitis aetiology and management: a review.part 2. oral
disease caused by candida species. Aust Dent J 1998;43(3): 160-6.
18. Lynch MA, Brightman VJ, Greenberg MS. Ilmu penyakit mulut : diagnosis
dan terapi. Alih Bahasa. Sianita Kurniawan. Jakarta Barat: Binarupa
Aksara,1993:266-87.
19. Scully C.Oral and Maxillofacial Medicine. 1st ed. United Kingdom:
Wright,2004: 252-75.
20. Anonymous. Denture related stomatitis.<www.eaom.net> (20 Agustus 2010).
21. El Khushman HM, Momani JA, Sharara AM, et al. The pattern of active
pulmonary tuberculosis in adults at King Hussein Medical Center,Jordan.
Saudi Med J 2006;27(5):633-6.
22. Bupa’s Health Information. Antibiotics. 2009. <www. hcd2.bupa.co.uk> (24
Agustus 2010).
23. Trummel CL. Adrenal corticosteroids.In : Yagiela JA, Dowd FJ, Neidle EA.
Pharmacology and therapeutics for dentistry. 5thed. New Delhi: Mosby
Elsevier,2004: 565-72.
24. The Natural Health Team. Special candida overgrowth report.14thed.
Copyright, 2010.
25. Whiting KS. Special report: yeast infections and systemic candidiasis.The
Institute of Nutritional Science 2010.
26. Sandhyarani N. Lactobacillus acidophilus. <www.buzzle.com> (27 Oktober
2010)
27. Morales DK, Hogan DA. Candida albicans interactions with bacteria in the
context of human health and disease. PLoS Pathog 2010;6(4).
28. Gardenhire D. Steroid rage: hazards and effects. Focus J 2008:58.
29. Jordan GH. Corticosteroids: implications for nursing practice.Nursing
Standard 2002;17(12):43-53.

28
30. American College of Chest Physicians. Controliing your asthma: patient
education guide.Dallas Asthma Consortorium 2004:4-30.
31. Clark RW, Bourguignon C, Lipsky PE, Zurier R, Pontzer C. Rheumatoid
Arthritis and CAM. National Center for Complementary and Alternative
Medicine 2009.
32. Loechner K. Adrenal insufficiency and addison’s disease. National Endocrine
and Metabolic Diseases Information Service 2009.
33. CT Deshmukh. Minimizing side effects of systemic corticosteroids in
children. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2007;73:218-21.

29

Anda mungkin juga menyukai