Anda di halaman 1dari 30

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Rongga Mulut Dan Gigi


3.1.1 Rongga Mulut
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri
atas dua bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibula, yaitu ruang di antara
gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang
dibatasi di sisi-sisinya oleh tulang maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah
belakang bersambung dengan awal faring.2,9
Rongga mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai
orofaring. Atap mulut dibentuk oleh palatum durum dan mole. Di bagian
posterior palatum mole berakhir pada uvula. Lidah membentuk dasar mulut. Pada
bagian paling posterior dari rongga mulut terletak tonsil di antara kolumna
anterior dan posterior.2,9

Gambar 3.1. Rongga Mulut

10
11

Ada beberapa struktur dalam rongga mulut, yaitu:2,9,10


a. Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan
tulang maksilaris.Palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk
konkaf. Bagian anteriornya mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol, atau
rugae.
b. Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang
dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Palatum mole adalah suatu daerah fleksibel muscular di sebelah posterior
palatum durum. Tepi posterior berakhir pada uvula. Uvula membantu
menutup nasofaring selama menelan.

Gambar 3.2 Gigi-geligi dan tulang palatum

c. Tulang Alveolar
Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara dua lapis tulang kortikal.
Pembuluh darah dan saraf gigi menembus tulang alveolar ke foramen apical
untuk memasuki rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan berfungsi
sebagai sumber kalsium siap pakai untuk mempertahankan kadar darah ion
12

ini. Setelah hilangnya gigi permanen atau setelah periodontitis dapat terjadi
resorbsi nyata dari tulang alveolar.
d. Gingiva
Gingiva adalah membran mukosa yang melapisi vestibukum dari rongga
mulut dan melipat di atas permukaan luar tulang alveolar. Saat mendekati
gigi, ia menyatu dengan tepian bawah lapis merah muda yang lebih kuat yang
disebut gusi atau gingiva, yang merupakan bagian membran mukosa yang
terikat erat pada periosteum Krista tulang alveolar. Ia dilapisi epitel berlapis
gepeng dengan banyak papilla jaringan ikat menonjol pada dasarnya. Epitel
ini berkeratin, tetapi dalam lingkungan basah ini ia tidak memiliki stratum
granulosum dan sel-sel gepeng lapis superfisialnya tetap berinti piknotik.
e. Ligamentum Periodontal.
Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen padat, membentuk
membrane periodontal atau ligament periodontal di antara sementum dan
tulang alveolar di sekitarnya. Serat-seratnya berjalan miring ke atas dari
sementum ke tulang hingga tekanan pada gigi menekan serat-serat yang
tertanam dalam tulang. Ligamen periodontal menahan gigi pada sakunya dan
masih memungkinkan sedikit gerak
f. Pulpa.
Pulpa, yang memenuhi rongga gigi, berasal dari jaringan yang membentuk
papilla dentis selama perkembangan embrional. Arteriol kecil memasuki
pulpa melalui foramen apical dan cabang kapilernya pecah dekat dasar
odontoblas dan sebagian terdapat diantaranya. Mereka ini berlanjut ke dalam
vena kecil yang letaknya lebih ke pusat pulpa. (Fawcett, 2002)
g. Lidah.
Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot yang terbagi atas 2
kelompok, yaitu otot-otot yang hanya terdapat dalam lidah (otot intrinsik) dan
otot-otot ekstrinsik yang salah satu ujungnya mempunyai perlekatan di luar
lidah, yaitu pada tulang rahang bawah di dasar mulut dan tulang lidah. Otot
13

intrinsik mempunyai serat lebih halus daripada otot ekstrinsik. Otot-otot ini
penting dalam proses mengunyah dan mengucapkan kata-kata. Pergerakan
lidah diatur oleh saraf otak ke-12.

Gambar 3.3 Bagian dorsal lidah

g. Kelenjar ludah. Terdiri dari:


 Kelenjar parotis.
 Kelenjar submaksilaris.
 Kelenjar subliingualis.

3.1.2 Gigi dan Komponennya


Gigi memiliki mahkota, leher, dan akar. Mahkota gigi menjulang di atas
gusi, lehernya dikelilingi gusi dan akarnya berada di bawahnya. Gigi dibuat dari
bahan yang sangat keras, yaitu dentin. Di dalam pusat strukturnya terdapat
rongga pulpa.
14

Gambar 3.4 Diagram potongan sagital gigi molar pertama bawah manusia

Semua gigi terdiri atas sebuah mahkota yang menonjol di atas gusi atau
gingival, dan satu atau lebih akar gigi meruncing yang tertanam di dalam lubang
atau alveolus di dalam tulang maksila atau mandibula.
Manusia memiliki susunan gigi primer dan sekunder, yaitu:
a. Gigi primer, dimulai dari tuang diantara dua gigi depan yang terdiri dari 2 gigi
seri, 1 taring, 3 geraham dan untuk total keseluruhan 20 gigi
b. Gigi sekunder, terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 2 premolar dan 3 geraham
untuk total keseluruhan 32 gigi.

Komponen-komponen gigi meliputi:


a. Email
Email gigi adalah substansi paling keras di tubuh. Ia berwarna putih
kebiruan dan hampir transparan. Sembilan puluh smebilan persen dari
beratnya adalah mineral dalam bentuk Kristal hidroksiapatit besar-besar.
Matriks organik hanya merupakan tidak lebih dari 1% massanya.
15

b. Dentin
Dentin terletak di bawah email, terdiri atas rongga-rongga berisi
cairan. Apabila lubang telah mencapai dentin, cairan ini akan menghantarkan
rangsang ke pulpa, sehingga pulpa yang berisi pembuluh saraf akan
menghantarkan sinyal rasa sakit itu ke otak. Dentin bersifat semitranslusen
dalam keadaan segar, dan berwarna agak kekuningan. Komposisi kimianya
mirip tulang namun lebih keras.
c. Pulpa
Pulpa merupakan bagian yang lunak dari gigi. Bagian atap pulpa
merupakan bentuk kecil dari bentuk oklusal permukaan gigi. Pulpa
mempunyai hubungan dengan jaringan peri- atau interradikular gigi, dengan
demikian juga dengan keseluruhan jaringan tubuh.
Bahan dasar pulpa terdiri atas 75% air dan 25% bahan:
- Glukosaminoglikan
- Glikoprotein
- Proteoglikan
- Fibroblas sebagai sintesis dari kondroitin sulfat dan dermatan sulfat
d. Sementum
Akar gigi ditutupi lapisan sementum tipis, yaitu jaringan bermineral
yang sangat mirip tulang. Melihat sifat fisik dan kimiawinya, sementum lebih
mirip tulang dari jaringan keras lain dari gigi. Ia terdiri atas matriks serat-
serat kolagen, glikoprotein, dan mukopolisakarida yang telah mengapur.

3.1.3 Persarafan Gigi


Nervus sensori pada rahang dan gigi berasal dari cabang nervus
kranial ke-V atau nervus trigeminal pada maksila dan mandibula. Persarafan
pada daerah orofasial, selain saraf trigeminal meliputi saraf kranial lainnya,
seperti saraf kranial ke-VII, ke-XI, ke-XII.
16

Nervus Maksila
Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila,
palatum, dan gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus
ini akan bercabang lagi menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris
superior ini kemudian akan bercabang lagi menjadi tiga, yaitu nervus alveolaris
superior anterior, nervus alveolaris superior medii, dan nervus alveolaris
superior posterior. Nervus alveolaris superior anterior mempersarafi gingiva dan
gigi anterior, nervus alveolaris superior medii mempersarafi gingiva dan gigi
premolar serta gigi molar I bagian mesial, nervus alveolaris superior posterior
mempersarafi gingiva dan gigi molar I bagian distal serta molar II dan molar III.
Nervus Mandibula
Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior.
Nervus alveolaris inferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di
bawah akar gigi molar sampai ke tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini
tidaklah merupakan sebuah cabang besar, tapi merupakan dua atau tiga cabang
yang lebih besar yang membentuk plexus dimana cabang pada inferior ini
memasuki tiap akar gigi.
Cabang-cabang n. Trigeminus yang mensarafi bagian rongga mulut adalah :
1. N. Infraorbitalis, mensarafi gingiva pada sisi labial insisivus,kaninus dan
premolar rahang atas.
2. N. Alveolaris superior posterior, mensarafi gingiva pada sisi bukal gigi
molar rahang atas.
3. N. Palatinalis mayor, mensarafi gingiva pada sisi palatal semua gigi rahang
atas kecuali insisivus.
4. N. Spenopalatinus panjang, mensarafi gingiva pada sisi palatal insisivus
rahang atas.
5. N. Sublingualis, mensarafi gingiva pada sisi lingual rahang bawah.
6. N. Mentalis , mensarafi gingiva pada sisi labial insisivus dan kaninus rahang
bawah.
17

7. N. Bukalis, mensarafi gingiva pada sisi bukal molar rahang bawah.

Gambar 3.5 Ilustrasi Inervasi Gigi

Persarafan Dentis Dan Gingiva Rahang Atas


a. Permukaan labia dan buccal : N. alveolaris superior posterior, medius dan
anterior
 Nervus alveolaris superior anterior, mempersarfi gingiva dan gigi
anterior.
 Nervus alveolaris superior media, mempersarafi gingiva dan gigi
premolar dan molar I bagian mesial.
 Nervus alveolaris superior posterior, mempersarafi gingiva dan gigi molar
I bagian distal, molar II dan molar III.
b. Permukaan palatal : N. palatinus major dan nasopalatinus
 Bagian depan palatum: N. Nasopalatinus (keluar dari foramen incisivum),
mempersarafi gingiva dan gigi anterior rahang atas.
18

 Bagian belakang palatum: N. Palatinus Majus (keluar dari foramen


palatina mayor), mempersarafi gingiva dan gigi premolar dan molar
rahang atas.
3.2. Gangren Radiks
3.2.1. Definisi
Gangren radiks adalah tertinggalnya sebagian akar gigi. Jaringan akar gigi
yang tertinggal merupakan jaringan mati yang merupakan tempat subur bagi
perkembangbiakan bakteri.4,7
3.2.2. Etiologi
Gangren radiks dapat disebabkan oleh karies, trauma, atau ekstraksi yang
tidak sempurna. 4,7
3.2.3. Manifestasi Klinis
Gejala yang didapat dari gangrene bisa terjadi tanpa keluhan sakit, dalam
keadaan demikian terjadi perubahan warna gigi, dimana gigi terlihat berwarna
kecoklatan atau keabu-abuan. Pada inspeksi sudah tidak terlihat lagi bagian dari
mahkota gigi,. Pada gangren radiks, tidak dilakukan pemeriksaan sondasi dan
CE, pada perkusi tidak menimbulkan nyeri. 4,7
3.2.4. Patogenesis
Karies dapat terjadi akibat pertumbuhan bakteri di dalam mulut yang
mengubah karbohidrat yang menempel pada gigi menjadi suatu zat bersifat
asam yang mengakibatkan demineralisasi email. Umumnya, proses
remineralisasi dapat dilakukan oleh air liur, namun jika terjadi
ketidakseimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi, maka akan
terbentuk karies (lubang) pada gigi. Karies kemudian dapat meluas dan
menembus lapisan dentin. Pada tahap ini, jika tidak ada perawatan, dapat
mengenai daerah pulpa gigi yang banyak berisi pembuluh darah, limfe dan
syaraf. Pada akhirnya, akan terjadi nekrosis pulpa, meninggalkan jaringan mati
dan gigi akan keropos perlahan hingga tertinggal sisa akar gigi. 4,7
19

Mahkota gigi dapat patah akibat trauma pada gigi, seperti terbentur benda
keras saat terjatuh, berkelahi, atau sebab lainnya. Seringkali mahkota gigi yang
patah menyisakan akar gigi yang masih tertanam dalam gusi, dengan pulpa gigi
yang telah mati. 4,7
Pencabutan tidak sempurna juga sering menyebabkan gangren radiks. Hal
ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain struktur gigi yang rapuh, akar gigi
yang bengkok, akar gigi yang menyebar, kalsifikasi gigi, aplikasi forceps yang
kurang tepat dan tekanan yang berlebihan pada waktu tindakan pencabutan.
Sisa akar gigi atau gangren radiks yang hanya dibiarkan saja dapat
muncul keluar gusi setelah beberapa waktu, hilang sendiri karena teresorbsi
oleh tubuh, atau dapat berkembang menjadi abses, kista dan neoplasma. Setiap
sisa akar gigi juga berpotensi untuk mencetuskan infeksi pada akar gigi dan
jaringan penyangga gigi. Infeksi ini menimbulkan rasa sakit dari ringan sampai
hebat, terjadi pernanahan, pembengkak pada gusi atau wajah hingga sukar
membuka mulut (trismus). Pasien terkadang menjadi lemas karena susah
makan. Pembengkakan yang terjadi di bawah rahang dapat menginfeksi kulit,
menyebabkan selulitis atau flegmon, dengan kulit memerah, teraba keras
bagaikan kayu, lidah terangkat ke atas dan rasa sakit yang menghebat. Perluasan
infeksi ini sangat berbahaya, bahkan penanganan yang terlambat dapat
merenggut jiwa, seperti pada angina Ludwig. 4,7
Infeksi pada akar gigi maupun jaringan penyangga gigi dapat
mengakibatkan migrasinya bakteri ke organ yang lain melalui pembuluh darah.
Teori ini dikenal dengan fokal infeksi. Keluhan seperti nyeri, bengkak dan
pembentukan pus (nanah) adalah reaksi tubuh terhadap infeksi gigi. Bakteri
yang berasal dari infeksi gigi dapat meluas ke jaringan sekitar rongga mulut,
kulit, mata, saraf, atau organ berjauhan seperti otot jantung, ginjal, lambung,
persendian, dan lain sebagainya.
Gigi atau sisa akar seperti ini sebaiknya segera dicabut (ekstraksi), namun
antibiotik umumnya diberikan beberapa hari sebelumnya untuk menekan infeksi
20

yang telah terjadi. Pencabutan tidak dapat dilakukan dalam keadaan gigi yang
sedang sakit, karena pembiusan lokal (anestesi lokal) seringkali tidak maksimal.
Sisa akar gigi yang tertinggal ukurannya bervariasi mulai dari kurang dari 1/3
akar gigi sampai sebatas permukaan gusi. 4,12
Gigi yang tinggal sisa akar tidak dapat digunakan untuk proses
pengunyahan yang sempurna. Gangguan pengunyahan menjadi alasan
masyarakat untuk membuat gigi tiruan. Masalahnya, sampai sekarang banyak
yang masih membuat gigi tiruan di atas sisa akar gigi. Keadaan ini bisa memicu
infeksi lebih berat. 4,12
3.2.5. Tatalaksana
Penatalaksanaan sisa akar gigi ini tergantung dari pemeriksaan klinis akar
gigi dan jaringan penyangganya. Akar gigi yang masih utuh dengan jaringan
penyangga yang masih baik, masih bisa dirawat. Jaringan pulpanya dihilangkan,
diganti dengan pulpa tiruan, kemudian dibuatkan mahkota gigi. Akar gigi yang
sudah goyah dan jaringan penyangga gigi yang tidak mungkin dirawat perlu
dicabut. Sisa akar gigi dengan ukuran kecil (kurang dari 1/3 akar gigi) yang
terjadi akibat pencabutan gigi tidak sempurna dapat dibiarkan saja. Untuk sisa
akar gigi ukuran lebih dari 1/3 akar gigi akibat pencabutan gigi sebaiknya tetap
diambil. Untuk memastikan ukuran sisa akar gigi, perlu dilakukan pemeriksaan
radiologi gigi. 4,11
Pencabutan sisa akar gigi umumnya mudah. Gigi sudah mengalami
kerusakan yang parah sehingga jaringan penyangga giginya sudah tidak kuat
lagi. Untuk kasus yng sulit dibutuhkan tindakan bedah ringan.
Ekstraksi Gigi
Ekstraksi gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan
dengan tang, elevator, atau pendekatan transalveolar, bersifat ireversibel dan
terkadang menimbulkan komplikasi. Ekstraksi gigi yang ideal adalah
pencabutan sebuah gigi atau akar yang utuh tanpa menimbulkan rasa sakit,
dengan trauma yang seminimal mungkin pada jaringan penyangganya sehingga
21

luka bekas pencabutan akan sembuh secara normal dan tidak menimbulkan
masalah prostetik pasca-bedah. 13
Ekstraksi gigi sering dikategorikan menjadi dua macam yakni
ekstraksi simpel dan ekstraksi bedah/surgical. Ekstrasi simpel adalah ekstraksi
yang dilakukan pada gigi yang terlihat dalam rongga mulut, menggunakan
anestesi lokal dan menggunakan alat-alat untuk elevasi bagian gigi yang
terlihat. Ekstrasi bedah adalah ekstraksi yang dilakukan pada gigi yang tidak
dapat dijangkau dengan mudah karena berada di bawah garis gingiva atau
karena belum erupsi secara keseluruhan. Dalam ekstraksi bedah, dilakukan
sayatan pada gusi untuk menjangkau gigi. Dalam beberapa kasus, gigi tersebut
harus dipecah menjadi beberapa bagian sebelum dicabut. 13

3.3 Gingivitis Marginalis


3.3.1 Definisi
Istilah gingivitis digunakan pada penyakit gingiva berupa inflamasi. Secara
klinis gingivitis ditandai dengan adanya inflamasi gingiva berupa perubahan
warna, perubahan konsistensi, perubahan tekstur permukaan, perubahan atau
pertumbuhan size atau ukuran, perubahan kontur/bentuk pendarahan pada
probing dan perubahan pada tipe saku. 15,16
Radang gusi atau gingivitis adalah akibat dari infeksi bakteri. Pada
awalnya organisme streptokokus gram positif mendominasi. Tetapi, setelah 3
minggu, spesies batang gram positif khususnya Actinomyces, organisme gram
negatif seperti Fusobacterium, Veillonella dan organisme-organisme spirochaetal
termasuk treponema berkoloni menempati sulkus gusi.
Gingivitis dapat terjadi pada anak-anak dan orang dewasa, juga terjadi
pada masa remaja, dan gingivitis tidak mempunyai predileksi, terhadqp jenis
kelaminatau ras. 15,16
3.3.2 Klasifikasi
Klasifikasi Gingivitis menurut lokasinya15,16
22

 Gingivitis Lokalisata
Gingivitis yang hanya terdapat pada satu gigi.
 Gingivitis Generalisata
Gingivitis yang hampir menyeluruh pada semua gigi rahang atas atau rahang
bawah.
 Gingivitis Marginalis
Gingivitis yang terdapat pada daerah margin dan bisa mencapai daerah
attached gingiva
 Gingivitis Dims
Gingivitis yang melibatkan gingiva margin dan attached gingiva serta papila
interdental
 Gingivitis Papilaris
Gingivitis yang melibatkan papila interdental dan meluas ke marginal gingiva
yang berbatasan.

Gambar 3.6 Gingivitis Marginalis karena plak

3.3.3 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis gingivitis mencakup pendarahan, perubahan warna,
perubahan konsistensi, perubahan tekstur permukaan, pembentukan
konftu/bentuk, perubahan saku gusi, resesi gingiva, halitosis dan rasa sakit. 15,16
 Perdarahan
23

Perdarahan gingiva bisa terjadi secara spontan atau karena trauma


mekanis, misalnya sewaktu menyikat gigi. Terjadinya pendarahan gingiva
pada waktu probing merupakan tanda klinis gingivitis yang penting.
Pendarahan ini mudah terjadi karena inflamasi kronis menyebabkan penipisan
dan ulserasi epitel sulkus, dan pembuluh darah yang penuh berisi darah
menjadi rapuh dan terdesak oleh cairan dan sel radang sehingga berada lebih
dekat ke permukaan epitel sulkus.
 Perubahan warna
Perubahan warna gingiva biasanya bermula pada papila interdental
dan gingiva bebas. Bila inflamasi bertambah parah terjadi perubahan warna
pada gingiva cekat Akibat inflamasi kronis warna gingiva yang normainya
merah jambu akan berubah menjadi sedikit merah sampai merah tua karena
terjadinya proliferasi vaskular dan berkurangnya keratinisasi akibat
terhimpitnya epitel oleh jaringan yang terinflamasi. Terjadinya stasis venous
menyebabkan warna gingiva menjadi merah kebiru-biruan sampai biru,
apabila vaskularisasi bericurang (berkaitan dengan terjadinya fibrosis atau
proses reparatif) warna gingiva terlihat pueat atau hampir menyerupai warna
normal.
 Perubahan Konsistensi
Pada tahap awal konsistensi gingiva belum mengalami perubahan.
Konsistensi gingiva kemudian dapat berubah menjadi lunak dan
menggembung, serta berlekuk apabila ditekan. Hal ini adalah akibat jaringan
ikat gingiva diinfiltrasi oleh cairan dan sel-sel eksudai inflamasi. Dalam tahap
lanjut konsistensinya menjadi sangat lunak dan rapuh yang mudah koyak
apabila diprobing, Konsistensi yang demikian disebabkan karena degenerasi
jaringan ikat dan epitel gingiva. Bila inflamasi kronis berlangsung lama
terjadi fibrosis dan proliferasi epitel sehingga konsistensi gingiva menjadi
kaku seperti kulit.
24

 Perubahan tekstur permukaan


Perubahan tekstur permukaan yang sering terlihat adalah hilangnya
tekstur seperti kulit jeruk, dan berubah menjadi licin dan berkilat karena
perubahan histopatologis yang terjadi didominasi oleh eksudasi. Tekstur yang
demikian terjadi pada gingiva yang berkonsistensi lunak. Perubahan
histopatologisnya didominasi oleh fibrosis, tekstur permukaannya adalah
bernodul-nodul.
 Perubahan kontur/bentuk
Perubahan kontur gingiva pada gingivitis umumnya berkaitan dengan
terjadinya pembesaran gingiva (gingival enlargement), meskipun pembesaran
gingiva ini juga bisa disebabkan oleh sebab-sebab lain sebagaimana biasanya
akibat pembesaran gingiva ini tepi giginya membulat dan papila interdental
menjadi tumpul.
 Perubahan saku gusi
Pada gingivitis terjadi pembentukan saku gusi (gingival pseudo
pocket) yaitu sulkus gingiva yang dinding jaringan lunaknya terinflamasi
tanpa adanya migrasi epitel saku ke apikal. Perbedaan saku gusi dengan
sulkus gingiva adalah pada saku gusi terdapat tanda-tanda inflamasi gingiva.
Kedalamannya bisa tetap, tetapi bisa juga bertambah apabila terjadi
pembesaran gingiva atau naiknya tepi gingiva ke koronal.
 Resesi
Resesi adalah tersingkapnya permukaan akar gigi akibat bergesernya
posisi gingiva ke apikal, bisa terjadi pada gingiva yang terinflamasi apabila
gingivanya tipis terutama bila gingiva cekatnya inadequate
 Halitosis
Halitosis atau nafas yang terasa bau sering dikeluhkan penderita
gingivitis, dan keluhan inilah yang sering menjadi alasan bagi pasien untuk
meminta perawatan. Penyebabnya adalah sisa makanan yang tertinggal, dan
25

eksudat radang. Halitosis yang disebabkan oleh gingivitis harus dibedakan


dengan yang disebabkan oleh sebab-sebab lain seperti kelainan pada saluran
pernafasan dan pencernaan dan penyakit-penyakit metabolisme seperti^
diabetes melitus dan uremia.
 Nyeri Sakit
Nyeri sakit jarang menyertai gingivitis pada tahap awal, kalaii terjadi
eksaserbasi akut, gingiva terasa nyeri waktu menyikat gigi karena penderita
menyikat giginya hanya dengan tekanan yang lebih ringan dan lebih jarang
menyikat gigi, sehingga plak lebih banyak menumpuk dan kondisi penyakit
bertambah parah.

3.3.4 Etiologi
Secara umum penyebab penyakit gingiva dikelompokkan menjadi dua
golongan yaitu: 15,16,17,18
a. Faktor lokal
Faktor lokal adalah faktor yang berada di sekitar gigi dan jaringan
periodontium
a. Faktor Pencetus/utama: Plak bakteri
Plak bakteri sering juga disebut sebagai plak dental. Yang di maksudkan
dengan plak dental secara umum adalah bakteri yang berhubungan dengan
permukaan gigi.
b. Faktor Pendorong /predisposisi
Beberapa faktor yang berperan sebagai faktor lokal pendorong :
- Materia alba
Materia alba adalah deposit lunak dan transparan, terdiri dari
mikroorganisme, leukosit, protein saliva, sel-sel epitel dan deskuamasi
dan partikel-partikel makanan. Materi ini bisa melekat ke permukaan
gigi maupun restorasi dan gingiva,
26

- Debris Makanan
Debris makanan harus dibedakan dari impaksi makanan. Debris
makanan adalah partikel makanan yang bersisa di mulut akibat tidak
tuntas terlarutkan oleh enzim bakteri atau mekanis lidah, bibir dan
pipi.
- Stein Dental
Stein dental adalah deposit berpigmen yang melekat pada permukaan
gigi. Beberapa bakteri kromogenik menyebabkan stein seperti: stein
hitam (black stein) stein hijau (green stein) dan stein jingga (orange
stein)
- Kalkulus
Kalkulus atau yang dikenal juga sebagai karang gigi adalah plak
bakteri yang telah mengalami mineralisasi atau kalsifikasi.
- Karies
Karies terutama yang berada dekat margin gingiva, karena daerah ini
mudah terjadi penumpukan plak bakteri dan deposit lunak lainnya.
- Merokok
Beberapa ahli mengatakan dampak merokok terhadap periodontal
beragam, terdiri dari: stein, panas dan asap yang timbul pada waktu
menghisap rokok. Stein tembakau akibat merokok dianggap
mempermudah penumpukan plak.
- Impaksi makanan (food impaction)
Peranan impaksi makanan karena partikel makanan yang terjepit
tersebut merupakan suatu lingkungan yang menguntungkan bagi
perkembangbiakan plak dan merupakan iritasi mekanis terhadap
periodontium
- Kesalahan prosedur kedokteran gigi (faulty dentistry)
27

Bentuk kesalahan yang sering dijumpai adalah seperti : tambalan yang


terlalu tinggi (over hanging). Restorasi dengan kontak proksimal yang
terbuka, tepi mahkota tiruan yang tidak baik, restorasi yang
overkontur, gigi tiruan lepasan atau cekat yang tidak baik
kedudukannya, dan piranti orthodonti.
- Kontrol plak inadequat
Kontrol plak yang dilakukan secara inadequat menyebabkan plak dan
deposit lunak lainnya lebih mudah menumpuk dan tidak tersingkirkan
dari perlekatannya.
- Makanan berkonsistensi lunak dan mudah melekat
Makanan yang lunak dan melekat dipermukaan gigi merupakan
lingkungan yang menguntungkan bagi perkembangbiakan bakteri
plak. Sebaliknya makanan yang kenyal dan berserat menghalangi
penumpukan plak.
- Trauma mekanis
Trauma mekanis menyebabkan cedera pada ginggiva sehingga lebih
mempermudah timbulnya inflamasi akibat serangan bakteri plak.
Trauma mekanis ini bisa disebabkan oleh cara menyikat gigi yang
salah atau kebiasaan menggaruk-garuk gingiva dengan kuku.
- Trauma kimiawi
Tablet aspirin atau obat puyer yang sering diaplikasikan secara lokal
pada gusi sebagai usaha pasien menghilangkan nyeri sakit gigi
maupun obat kumur yang keras serta obat-obatan yang bersifat bisa
menyebabkan trauma kimiawi pada gingiva.
b. Faktor sistemik
Faktor sistemik adalah faktor yang dihubungkan dengan kondisi
tubuh, yang dapat mempengaruhi respon periodontium terhadap penyebab
lokal. Faktor-faktor sistemik tersebut adalah : Faktor-faktor endokrin
(hormonal) meliputi : pubertas, kehamilan dan menopouse, gangguan dan
28

defisiensi nutrisi meliputi: defisiensi vitamin dan defisiensi protein serta obat-
obatan meliputi : Obat-obat yang dapat menyebabkan hiperplasia gingiva non
inflamatoris dan kontrasepsi hormonal. Faktor-faktor psikologis (emosional),
penyakit metabolisme : Diabetes Melitus, gangguan penyakit hematologis :
leukimia dan anemia, Penyakit-penyakit yang melemahkan (debilatating
disease).

3.3.4. Tatalaksana
Perawatan gingivitis terdiri dari 3 komponen utama yang dapat dilakukan
bersamaan, yaitu: 17,18
 Menjaga kebersihan rongga mulut
 Menghilangkan plak dan kalkulus dengan scaling
 Memperbaiki faktor-faktor retensi plak
Ketiga macam perawatan ini saling berhubungan. Pembersihan plak dan
kalkulus tidak dapat dilakukan sebelum fator-faktor retensi plak diperbaiki.
Membuat mulut bebas plak ternyata tidak memberikan manfaat bila tidak
dilakukan upaya mencegah plak atau tidak diupayakan untuk memasstikan
pembersihan segera setelah deposit ulang.

3.4. Manifestasi Oral pada Pasien Acute Myeloid Leukemia


Lesi pada mukosa oral merupakan tanda awal dari penyakit sistemik yang
belum terdiagnosa. Ini berarti mukosa oral mempunyai fungsi yang penting dalam
mendeteksi penyakit sistemik karena mukosa oral juga berperan sebagai barometer
dan adanya penyakit sistcmik, misalnya kelainan darah leukemia. Mukosa oral
mempunyai sifat khusus dibandingkan jaringan tubuh lainnya, ini disebabkan karena:
(1) mukosa oral mendapat vaskularisasi yang cukup sehingga mudah terpengaruh
oleh keadaan organ yang jauh letaknya, (2) mukosa oral sering mcngalami epitelisasi
dalam waktu yang singkat, (3) mukosa oral mudah mcngalami trauma. 1,19
29

Semua tipe leukemia khususnya leukemia akut memiliki manifestasi


oral.Manifestasi oral leukemia lebih sering ditemukan pada pasien leukemia akut
pada tahap awal perkembangan penyakit. Prevalensi dan distribusi dari komplikasi
inisial leukemia di rongga mulut pada pasien AML sama dengan pasien ALL. 1,19
Manifestasi oral leukemia sering menimbulkan keluhan bagi pasien.Keluhan
oral ini mendorong pasien untuk mencari pengobatan ke dokter gigi. Terdapat tanda
dan gejala oral yang paling sering ditemukan, diantaranya: 1,19
Perdarahan oral
Menurut Bressman dkk, tanda oral leukemia yang paling sering terjadi pada
masa posdiagnostik adalah perdarahan oral danpeteki.Perdarahan oral merupakan
manifestasi oral leukemia yang paling sering menimbulkan keluhan bagi
pasien.Perdarahan oral lebih sering ditcmukan pada pasien leukemia akut
dibandingkan pada pasien leukemia kronik, perdarahan ini umumnya terjadi pada
bibir, lidah dan gingival.
Perdarahan oral sering dianggap sebagai hal yang tidak berbahaya, namun
manifestasi oral ini dapat merefleksikan kemungkinan timbulnya perdarahan di
tempat lain seperti otak, paru-paru dan saluran pencernaan yang berakibat fatal, yang
mana perdarahan merupakan faktor utama penyebab kematian pasien leukemia selain
infeksi.
Trombositopenia dan anemia disebabkan oleh supresi sumsum dari penyakit
dan hasil kemoterapinya adalah kepucatan pada mukosa, petechiae, dan ecchymoses,
dan perdarahan gingival. Perdarahan hebat pada gingival dapat ditangani dengan
terapi local, mengurangi kebutuhan transfuse platelet. Resiko dari transfuse platelet
termasuk hepatitis, infeksi HIV, reaksi transfuse, dan formasi dari antiplatelet
antibody, yang mana mengurangi kegunaan dari transfuse platelet selama episode
hemorrgagic berikutnya. Hemorrhage oral dapat diakibatkan oleh DIC, yang
menyebabkan hipofibrinogenemia.
Pada pengobatan kemoterapi, obat-obatan anti-leukemia sangat menekan
aktivitas sumsum tulang yang menyebabkan trombositopenia, anemia dan
30

leukopenia.Trombositopenia yang sering ditemukan pada pasien yang menjalankan


kemoterapi timbul akibat pengaruh obat-obatan yang menghambat produksi
megakariosit.
Pasien dengan kecenderungan perdarahan oral dapat ditandai dcngan melihat
perubahan pada mukosa oral yang mengalami peteki dan ekimosis. Perdarahan akan
terjadi jika jumlah trombosit kurang dan 75.000/mm2. Banyaknya perdarahan
tcrgantung pada keparahan trombositopenia dan keberadaan iritan lokal.Karakteristik
perdarahan oral pada pasien leukemia berupa darah yang berwama merah tua,
konsistensinya kental, intemiten dan titik perdarahan multipel. Kadang terjadi
perdarahan yang terus-menerus disebabkan oleh gangguan pada proses pembekuan
darah.
Terapi topical untuk menghentikan perdarahan harus selalu ada
pengangkatan dari iritan local yang jelas, dan direct pressure. Dapat digunakan
absorbable gelatin atau colagen sponge, thrombin topical.Dapat juga menggunakan
obat kumur antifibrinolitik seperti asam tranexaminic atau asam ε-aminocaproic. Jika
terapi localini tidak berhasil dalam menangani perdarahan gingival dan hemorrhage,
transfuse platelet sangat diperlukan.

Infeksi oral
Infeksi dilandai dengan adanya demam dan dihubungkan dengan keparahan
neutropenia, aplasia sumsum tulang.Kegagalan migrasi leukosit dan kemampuan
leukosit yang berkurang untuk melawan infeksi.Selain itu, infeksi juga ditimbulkan
akibat pengobatan kemoterapi leukemia akut pada orang dewasa.Kemoterapi
menyebabkan turunnya imunitas tubuh, sehingga nfeksi mudah terjadi.
Kemoterapi menimbulkan komplikasi oral.Komplikasi oral yang paling sering
terjadi adalah infeksi.perdarahan dan mukositis. Perdarahan dan mukositis oral
memudahkan terjadinya infeksi oral dan bakteremia yang dapat berakibat fatal.
Infeksi oral merupakan komplikasi fatal dan serius yang terjadi pada pasien
leukemik neutropenik. Candidiasis adalah infeksi jamur oral yang umum terjadi, tapi
31

infeksi dengan jamur lain seperti histoplasma, aspergillus, atau phycomycetes dapat
pula diawalai pada jaringan oral. Saat lesi ini telah diduga positif, specimen biopsy,
aspirasi fine-needle, atau smear sitologi harus diperoleh karena kultur tunggal tidak
dapat diandalkan utuk organism ini. Diagnosis untuk infeksi dental, terutama infeksi
periodontal dan perikoronal, sulit pada pasien neutropik leukemik karena tidak
adanya inflamasi normal.
Menegakkan diagnosis pada infeksi oral menjadi hal yang sangat penting
karena telah terbukti bahwa flora oral berpotensi menyebabkan infeksi yang dapat
mengancam jiwa, yaitu bakteri Gram positif dan basil Gram negative. Merupakan
kewajiban seorang dokter gigi untuk melakukan examinasi dan mengeliminasi segala
yang dapat berpotensi menjadi penyebab infeksi akut atau sebelum dilakukan
kemoterapi, walaupun mungkin transfuse platelet dengan kombinasi antibiotik secara
intravena diperlukan sebelum dilakukan perawatan pada gigi.

Ulserasi Oral
Ulser pada mukosa oral sering ditemukan pada pasien leukemia yang
melakukan kemoterapi dan rata-rata disebabkan karena efek langsung dari obat
kemoterapi pada sel mukosa oral.Lockhart dan Sonis melaporkan bahwa ulcer
sekunder karena kemoterapi muncul kira-kira 7 hari setelah terapi awal
dilakukan.Ulsernya besar, irregular, dan bau busuk, dan dikelilingi oleh mukosa yang
pucat yang disebabkan karena anemia dan kurangnya respon inflamatori.Ulser oral
yang paling sering pada pasien leukemia yang melakukan kemoterapi adalah infeksi
HSV rekuren.Infeksi ini melibatkan mukosa intraoral dan bibir.
Lesinya dimulai dengan cluster klasik dari vesikel HSV rekuren dan menyebar
dengan cepat, menyebabkan ulcer yang luas yang biasanya dikelilingi mukosa yang
pucat akibat anemia.Lesi memiliki respon yang baik pada acyclovir parenteral yang
didistribusikan melalui intravena ataupun melalui mulut.Manajemen perawatan dari
ulcer oral pada pasien leukemia harus mencegah penyebaran dari infeksi local,
meminimalisir bakteri, mengusahakan penyembuhan, dan mengurangi rasa sakit.
32

Ulser yang ada pada pasien leukemia yang dirawat kemoterapi dapat terinfeksi oleh
organism yang tidak umum pada infeksi oral, misalnya gram negative enteric bacilli.
Terapi antibakteri topical dapat dicoba dengan solusi providine-iodine,
ointment bacitracin-neomycin, atau bilasan chlorhexidine.Kaolin dan pectin dapat
digunakan dengan obat kumur diphenhydramine untuk mengurangi rasa sakit.

Hiperplasia gingiva
Hiperplasia gingiva lebih sering terjadi pada pasien leukemia akut khususnya
AML daripada pasien leukemia kronik. Hiperplasia gingiva disebabkan karena
infiltrasi sel-sel leukemik ke gingiva, inflamasi atau akibat hiperplasia reaktif.Faktor
yang mempermudah timbulnya hiperplasia gingiva adalah adanya respon yang
berlebihan terhadap iritan lokal yang disebabkan berkurangnya kemampuan sel darah
putih untuk melawan infeksi gingiva karena bentuknya yang tidak matang. Iritan
lokal tersebut merupakan stimulus inflamasi yang dapat berasal dari akumulasi plak
dan bekuan darah yang sering ditemukan pada pasien dengan kecenderungan
perdarahan oral yang menyebabkan kebersihan rongga mulut menjadi buruk.
Hiperplasia gingiva juga terjadi pada pasien leukemia yang kebersihan rongga
mulutnya baik.Hal ini menimbulkan anggapan bahwa kondisi lokal yang merugikan
bukanlah faktor utama yang mendorong infiltrasi sel-sel leukemik ke jaringan lunak.
Hiperplasia gingiva juga dihubungkan dengan kemoterapi
leukemia.Dilaporkan, terdapat beberapa pasien yang menderita leukemia
promyelositik akut (M3) yang awalnya tidak mengalami hiperplasia gingiva pada
masa perkembangan penyakitnya.Namun setelah menjalankan kemoterapi dengan
penggunaan obat asam transretinoik, mengalami hiperpalsia gingival.
Gambaran klinis hiperplasia gingiva akibat leukemia dapat terlihat berupa
pembengkakan yang difus pada papila interdental, margin gingiva dan gingiva
cekat.Pada papila interdental terlihat seperti masa yang menyerupai tumor.Pada
pasien AML sering ditemukan hiperplasia gingiva sampai menutupi korona
gigi.Gingiva yang membengkak berwarna merah kebiruan dan tidak memiliki
33

stippling sehingga permukaannya menjadi licin dan berkilat.Konsistensinya tidak


terlalu lunak tetapi mudah terjadi perdarahan spontan akibat iritasi yang ringan,
kadang disertai infeksi, odontalgia dan inflamasi ulserstif nekrosis akut pada daerah
interdental.
Secara histopatologi, jaringan gingiva di infiltrasi oleh sel-sel leukosit yang
belum matang pada inflamasi kronik dapat juga terlihat leukosit yang telah
matang.Jaringan epitel memperlihatkan derajat yang bervariasi terhadap infiltrasi sel-
sel leukemik, lamina propria dipenuhi oleh sel-sel leukemik yang meluas dari lapisan
sel basal epitel ke dalam gingiva.Pembuluh darah setempat tertekan oleh infiltrat
yang menyebabkan jaringan gingiva mengalami edema dan degencrasi.Pada
hiperplasia gingiva yang disertai inflamasi nekrosis akut, permukaan gingiva dilapisi
oleh jaringan fibrin pseudomembran, sel-sel epitel yang nekrosis, polimorfonuklear
leukosit dan kolonisasi bakteri.

Variasi lain dari manifestasi oral leukemia


Variasi lain yang tidak spesifik dari manifestasi oral leukemia adalah
kebersihan rongga mulut yang buruk akibat xerostomia. Xerostomia dapat timbul
akibat kemoterapi, kemoterapi atau efek psikologi pasien yang mengalami kecemasan
saat menjalankan kemoterapi. Selain itu, dapatjuga dijumpai sakit tenggorokan
laringofaringitis, bibir kering dan pecah-pecah, hairy tongue, sialorhoe, halitosis,
benigna migratory glossitis, median romboid glossitis, pemfigus, nyeri gusi,
dekstruksi tulang alveolar dan penyembuhan luka yang lama setelah ekstraksi gigi.
Manifestasi oral neurologis dapat terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik ke
nervus V dan VII.Gangguan pada nervus V dan VII pernah dilaporkan pada pasien
leukemia akibat penggunaan obat vincristin, yaitu obat yang sering dipakai untuk
pengobatan leukemia akut, khususnya ALL.Manifestasi neurologi oral yang dapat
terjadi berupa paralisis fasial, neuralgia trigeminal, kesukaran menelan, kesukaran
memanjangkan lidah, kelemahan otot-otot pengunyahan dan parestesia akut (akibat
34

peningkatan cairan serebrospinal, perdarahan intrakranial, atau infiltrasi sel-sel ganas


yang teriokalisasi pada sistem saraf pusat maupun di sekitar saraf tepi)

3.5 Hubungan Manifestasi Gangguan Kesehatan Gigi dan Mulut dengan Acute
Myeloid Leukemia
Leukemia merupakan penyakit malignan pada darah, dimana terjadi proliferasi
tidak terkontrol dari sel-sel darah imatur yang berasal dari mutasi stem sel
hematopoetik. Sel-sel imatur ini berkompetisi dengan sel-sel normal untuk ruang di
sumsum tulang menyebabkan gagal dan kematian sumsum tulang. Secara umum,
klasifikasi leukemia terbagi atas 4, yaitu (1) acute lymphocytic, (2) acute myeloid, (3)
chronic lymphocytic, (4) chronic myeloid. Bentuk akut leukemia merupakan hasil dari
akumulasi sel-sel imatur dan fungsinya berkurang pada sumsum tulang belakang
yang terjadi progresif, dengan cepat fatal pada pasien-pasien yang tidak diterapi.
Leukemia kronik ditandai dengan permulaan yang lambat dengan proliferasi sel-sel
lebih matur dan berdiferensiasi yang tidak terkontrol. 16,21
Setiap pasien leukemia yang menjalani terapi antineoplasma seperti kemoterapi
dengan atau tanpa kemoterapi dan transplantasi sumsum tulang sebaiknya juga
dilakukan tatalaksana pada giginya karena banyak manifestasi oral yang terjadi pada
pasien-pasien, dapat berasal dari leukemia dan/atau pengobatan. Dalam
melaksanakan prosedur gigi pada tahap pengobatan kemoterapi yang berbeda
(sebelum, selama, atau setelah) harus mengikuti protokol tertentu dalam hubungannya
terhadap indeks hematologi pasien, dengan tujuan untuk mempertahankan kesehatan
dan berkontribusi dalam keberhasilan terapi antineoplasma.
Komplikasi oral dapat mempengaruhi protokol kemoterapi, bisa saja
mempermudah dalam mengurangi dosis yang diberikan, perubahan protokol
pengobatan, atau bahkan tidak melanjutkan terapi antineoplasma, secara
Kemungkinan untuk melakukan prosedur gigi tertentu pada pasien-pasien leukemia
tergantung pada keadaan keseluruhan kesehatan pasien, stadium penyakit, dan/atau
terapi antineoplasma. 16,21
35

Pasien leukemia diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu risiko tinggi,


moderate, dan rendah untuk terapi gigi, tergantung tipe leukemia (akut atau kronik)
dan kemoterapi. Pasien risiko tinggi yaitu pasien dengan leukemia aktif, yang
mempunyai jumlah sel-sel neoplasma yang banyak pada sumsum tulang dan darah
perifer sehingga trombositopenia dan neutropenia. Pasien dengan terapi
antineoplasma yang mengalami supresi sumsum tulang akibat terapi juga merupakan
kelompok risiko tinggi. Pasien risiko moderate merupakan pasien yang berhasil
menyelesaikan fase pertama pengobatan (induksi) dan sedang menjalani fase
maintenance, sehingga tidak menunjukkan tanda-tanda keganasan pada sumsum
tulang atau darah perifer; akan tetapi terjadi mielosupresi karena kemoterapi. Pasien
dengan kategori risiko rendah, berhasil menyelesaikan terapi dan tidak ada tanda-
tanda keganasan atau mielosupresi. 16,21
Kesehatan gigi dan mulut harus dipertahankan sebagai bagian dari perlindungan
kesehatan dasar dari pasien selama terapi antineoplasma sehingga akan menurunkan
risiko infeksi sitemik dari fokal infeksi oral. Peran dokter gigi diperlukan pada tiga
tahap, yaitu: 16,21
1 Evaluasi terapi pre-antineoplasma dan persiapan pasien untuk terapi
antineoplasma.
2 Guidelines dan perlindungan kesehtatan gigi selama pengobatan, dan
3 Perlindungan post-pengobatan

3.6 Hubungan Kemoterapi pada Kesehatan Rongga Mulut


Rongga mulut mempunyai resiko yang tinggi terhadap perawatan kemoterapi,
sebab sinar X dan elektron yang digunakan untuk merusak sel kanker juga dapat
merusak sel normal rongga mulut dengan menghentikan pertumbuhan sel – sel secara
cepat dan mencegah reproduksi sel – sel di dalam mulut, sehingga akan sulit bagi
jaringan mulut untuk mengadakan perbaikan. Selain itu kemoterapi dapat
menyebabkan perubahan pada mulut dan produksi saliva serta mengganggu
keseimbangan jumlah bakteri. Efek samping pada rongga mulut yang disebabkan oleh
36

kemoterapi berupa mukositis, kandidiasis oral, gangguan pengecapan, karies radiasi,


perdarahan gingiva, osteoradionekrosis, nekrosis jaringan lunak dan xerostomia.3,6
Mukositis
Permukaan mukosa mulut sangat sensitif terhadap efek kemoterapi karena sel lapisan
basal dari epitel mukosa mempunyai aktivitas mitosis yang tinggi. Kemoterapi
mengganggu pembelahan sel epitel mengakibatkan kerusakan epitel, atropi, ulser dan
inflamasi. Mukositis terjadi dalam lima fase yaitu fase awal inflamasi/vaskular, fase
informasi genetik, fase amplifikasi sinyal, fase ulseratif/bakteriologi dan fase
penyembuhan. Gejala khas mulai terlihat satu sampai dua minggu setelah terapi
kemoterapi dimulai yaitu berupa eritema mukosa yang tersebar dengan daerah ulser
yang dangkal,timbulnya rasa sakit, xerostomia dan kehilangan sensasi rasa3,6,11

Gambar 3.7 Mukositis pada daerah bukal dan lidah

Kandidiasis Oral
Beberapa studi menunjukkan bahwa pasien yang memperoleh kemoterapi
mempunyai jenis mikroorganisme yang lebih banyak pada rongga mulutnya, seperti
Laktobasilus spp., Streptokokus aureus dan Kandida albikans. Meningkatnya resiko
kandidiasis oral disebabkan karena menurunnya aliran saliva sebagai akibat dari
kemoterapi serta berkurangnya aktivitas fagosit dari saliva dalam melawan
mikroorganisme. Gambaran klinis kandidiasis berupa pseudomembran dan
eritematous, pasien mengeluh rasa sakit yang lebih dan adanya rasa terbakar.3
37

Gambar 3.8. Infeksi jamur setelah terapi kemoterapi umumnya terjadi, contohnya
candida

Gangguan Pengecapan
Gangguan pengecapan biasanya timbul dari minggu kedua atau ketiga setelah
kemoterapi dan berakhir setelah beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan setelah
kemoterapi dihentikan. Gangguan pengecapan terjadi karena taste buds pada lidah
bersifat radiosensitif, sehigga terjadi degenerasi terhadap struktur histologi
normalnya. Beberapa studi menunjukkan bahwa keluhan terhadap gangguan
pengecapan terjadi pada 70% pasien yang menerima kemoterapi, yang secara tidak
langsung mengakibatkan berkurangnya nafsu makan dan berat badan.3,7

Karies Radiasi
Karies radiasi adalah karies yang umum terjadi pada pasien dengan kanker kepala dan
leher yang mendapat perawatan kemoterapi. Karies mulai terjadi dua sampai sepuluh
bulan setelah kemoterapi, bahkan pada pasien yang tidak mempunyai karies
sebelumnya bisa terkena karies radiasi apabila dia menerima perawatan kemoterapi.
Faktor utama terjadinya keadaan ini adalah menurunnya jumlah saliva dan perubahan
kualitas saliva. Di samping itu, kemoterapi mempunyai efek langsung terhadap gigi,
yaitu membuat gigi lebih rentan mengalami dekalsifikasi. Gambaran klinis karies
radiasi adalah terjadinya kerusakan yang parah pada daerah servikal atau pada
38

mahkota gigi, permukaan bukal dan lingual gigi menjadi putih kapur atau terbentuk
daerah opak akibat demineralisasi enamel. Setelah beberapa bulan, permukaan
menjadi lebih lunak, kehilangan translusensi, sering rapuh, terjadi erosi dan
terpaparnya dentin lunak.3,6,7,12

Gambar 3.9. Karies gigi

Osteoradionekrosis (ORN)
Efek jangka panjang kemoterapi terhadap daerah irkemoterapi adalah berkurangnya
suplai darah pada daerah tersebut. Proses devaskularisasi mengakibatkan efek yang
merugikan terhadap kemampuan penyembuhan jaringan lokal. Apabila dilakukan
pembedahan terhadap rahang, misalnya pencabutan gigi , penyembuhan terhadap
tulang dan jaringan sekitarnya tidak sempurna, sel-sel tulang dan vaskularisasi pada
jaringan tulang bisa mengalami injuri yang irreversibel dan tulang rahang mungkin
mati. Osteoradionekrosis dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah
kemoterapi dan bisa terjadi secara spontan atau pada umumnya terjadi akibat trauma.
Gambaran klinis osteoradionekrosis antara lain kehilangan jaringan lunak dan tulang,
timbulnya rasa sakit, fistula orofasial, fraktur patologis, nekrosis jaringan lunak,
supurasi dan terbukanya tulang secara spontan terjadi kira-kira satu tahun setelah
kemoterapi dihentikan. Mandibula lebih beresiko terhadap osteoradionekrosis
daripada maksila, karena vaskularisasi pada mandibula lebih jelek daripada maksila,
stuktur tulang mandibula yang lebih padat serta mandibula lebih sering terlibat
sebagai daerah kemoterapi dibandingkan maksila.3,8,11,13
39

Gambar 3.10. Osteoradionekrosis meliputi mandibula

Xerostomia
Terapi kemoterapi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah
terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai
tingkat kerusakan. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva
tergantung pada dosis dan lamanya penyinaran. Pengaruh kemoterapi lebih banyak
mengenai sel asini dari kelenjar saliva serous dibandingkan kelenjar saliva mukus.
Gejala klinis xerostomia termasuk diantaranya berkurangnya volume saliva, rasa
kering dan rasa terbakar pada rongga mulut, bibir pecah - pecah, celah pada sudut
mulut, perubahan pada permukaan lidah dan peningkatan frekuensi dan volume
kebutuhan cairan. Selain berkurangnya volume saliva, terjadi perubahan lainnya pada
saliva, dimana viskositas menjadi lebih kental dan lengket, pH saliva turun dan
sekresi Ig A berkurang.8,15

Gambar 3.11. Xerostomia

Anda mungkin juga menyukai