Anda di halaman 1dari 23

Portofolio 1

Osteoarthritis

Oleh:

Dr. Balina Anesti

Pendamping:

dr. Meillince Melani Panjaitan

Wahana:

Puskesmas Muara Bulian


Kabupaten Batanghari

KOMITE INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PUSAT PERENCANAAN DAN PENDAYAGUNAAN SDM KESEHATAN

BADAN PPSDM KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN RI

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi Kasus dan Portofolio yang Berjudul:

Osteoarthritis
Oleh:

dr. Balina Anesti

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan program internship
dokter Indonesia di wahana Puskesmas Puskesman Muara Bulian Kabupaten Batanghari
periode.

Batanghari, Januari 2019

Pendamping,

dr. Meillince Melani Panjaitan

2
PORTOFOLIO
Kasus-1

Topik: Osteoarthritis
Tanggal (Kasus): Presenter: dr. Balina Anesti
Tanggal Presentasi: Pendamping: dr. Meillince Melani Panjaitan
Tempat Presentasi:
Objektif presentasi :
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa


Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Lansia, Perempuan, usia 66 tahun, Osteoarthritis
Tujuan :
1. Penegakkan Diagnosa
2. Penatalaksanaan
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi E-mail Pos
Data pasien : Nama: Ny. R No registrasi: -
Alamat: Rengas condong Rt.24,
Usia: 66 tahun
muara bulian
Agama: Islam Bangsa: Indonesia
Data utama untuk bahan diskusi:
Diagnosis/Gambaran Klinis:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Keadaan umum tampak sakit sedang, dengan keluhan utama nyeri pada lutut sebelah kanan yang
semakin memberat sejak 1 pekan yang lalu.
2. Riwayat Pengobatan:
Pasien sudah pernah berobat beberapa kali sebelumnya ke tukang urut dan ke puskesmas,
diberikan obat anti nyeri dan vitamin keluhan hilang sesaat namun kambuh kembali.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit
Kisaran 6 bulan yang lalu, pasien mengeluh timbul nyeri pada lutut sebelah kanan yang semakin
memberat, nyeri seperti berdenyut dan ditusuk-tusuk disertai bunyi gemeretak ketika digerakan.
Bengkak tidak ada. Kemerahan tidak ada. Nyeri tidak berkurang saat dikompres, nyeri semakin

3
memberat saat pasien melipat lutut dan menggerakan lututnya namun berkurang dengan istirahat.
Pasien sudah pernah berobat beberapa kali sebelumnya ke tukang urut dan ke puskesmas,
diberikan obat anti nyeri dan vitamin keluhan hilang sesaat namun kambuh kembali.
Kisaran 1 pekan yang lalu, pasien mengeluh keluhan semakin memberat dan lutut kaki kanan
terasa kaku terutama muncul pagi hari ketika bangun tidur sehingga pasien membutuhkan waktu
beberapa menit sebelum dapat menggerakan lututnya. Keluhan juga dirasakan menghambat
aktivitas pasien sehari-hari. Pasien lalu berobat ke poli lansia puskesmas Muara Bulian.
4. Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit yang sama berupa timbul nyeri lutut kaki kanan sebelumnya disangkal.
- Riwayat kecelakaan yang menciderai lutut kaki kanan disangkal.
- Riwayat penyakit tekanan darah tinggi ada diketahui sejak kisaran 5 tahun yang lalu
teratur minum obat.
- Riwayat kencing manis disangkal
5. Riwayat Keluarga
- Riwayat penyakit keluarga berupa timbul nyeri lutut kaki kanan disangkal.
- Riwayat penyakit keluarga berupa tekanan darah tinggi dan kencing manis ada.
- Riwayat penyakit keluarga berupa penyakit nyeri persendian disangkal
6. Lain-lain
Riwayat sosial ekonomi :
Pekerjaan pasien adalah sebagai petani dan sering membawa barang berat yang diletakkan di
punggung dari hasil pertanian.
Kesan: status ekonomi menengah ke bawah.
Riwayat pekerjaan dan kebiasaan :
- Kebiasaan berjalan ke tempat kerja dan mengangkat barang berat saat dahulu ada.
- Kebiasaan merokok tidak ada.

Daftar Pustaka
Arissa, M.I., 2012, Pola Distribusi Kasus Osteoartritis di RSU Dokter Soedarso Pontianak Periode
1 Januari 2008-31 Desember 2009, Naskah Publikasi, Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura, Pontianak.
Felson, D.T. & Zhang, Y., 2008, An Update on the Epidemiology of Knee and Hip Osteoarthritis
with a View to Prevention, Arthritis Rheumatology, 41: 1343–1355.
Koentjoro, S.L., J. Adji Suroso, J. A. & Suntoko, B., 2010, Hubungan Antara Indeks Masa Tubuh
(BMI) dengan Derajat Osteoartritis Lutut Menurut Kellgren dan Lawrence, Skripsi,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Martin, K.R., Shreffler, J. & Callahan, L.F., 2013, The role of pain intensity and pain limitation
as mediators in the relationship between arthritis status and seven psychosocial health

4
outcomes. Abstract presented at American College of Rheumatology Annual Scientific
Meeting, San Francisco, October 25-29.
Nainggolan, O., 2009, Prevalensi Dan Determinan Penyakit Rematik Di Indonesia, Puslitbang
Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI.
Shu, C.J.Y. & Yea, Y.L., 2003, Influence Of Social Support On Cognitive Function In The
Elderly. Journal BioMed Central Health service research, 3, 9.
Susanti, A.D., 2010, Hubungan Antara Karakteristik Klinis dengan Tingkat Nyeri Penderita
Osteoartritis Nyeri, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis Osteoarthritis
2. Tatalaksana Osteoarthritis

RANGKUMAN PEMBELAJARAN

1. Subjektif :

Kisaran 6 bulan yang lalu, pasien mengeluh timbul nyeri pada lutut kanan yang semakin
memberat, nyeri seperti berdenyut dan ditusuk-tusuk disertai bunyi gemeretak ketika digerakan.
Bengkak tidak ada. Kemerahan tidak ada. Nyeri tidak berkurang saat dikompres, nyeri semakin
memberat saat pasien melipat lutut dan menggerakan lututnya namun berkurang dengan istirahat.
Pasien sudah pernah berobat beberapa kali sebelumnya ke tukang urut dan ke puskesmas,
diberikan obat anti nyeri dan vitamin keluhan hilang sesaat namun kambuh kembali.

Kisaran 1 pekan yang lalu, pasien mengeluh keluhan semakin memberat dan lutut kaki
kanan terasa kaku terutama muncul pagi hari ketika bangun tidur sehingga pasien membutuhkan
waktu beberapa menit sebelum dapat menggerakan lututnya. Keluhan juga dirasakan menghambat
aktivitas pasien sehari-hari. Pasien lalu berobat ke poli lansia puskesmas Muara Bulian.

2. Objektif :
Status Generalikus
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Laju pernapasan : 22x/menit
Suhu : 36.30C
Berat Badan : 65 kg

5
Tinggi Badan : 160 cm
BMI : 25,3
Status Gizi : overweight

Keadaan Spesifik

Kulit
Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianosis (-), scar (-), keringat
umum(-), keringat setempat (-), pucat pada telapak tangan dan kaki (-), pertumbuhan rambut
normal.

KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula serta tidak
ada nyeri penekanan.

Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, dan deformasi (-).

Mata
Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-), sklera
ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah baik.

Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik, tidak ditemukan
penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung(-).

Telinga
Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran baik.

Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrofi papil (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-
), rhageden (-), bau pernapasan khas (-), faring tidak ada kelainan.

Leher

6
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH 2 0, kaku kuduk (-).
Dada dan punggung
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-).

Paru-paru
I : Statis, dinamis simetris kanan = kiri,
P : Stemfremitus normal.
P : Sonor pada kedua lapangan paru.
A : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus codis tidak teraba, thrill (-)
P : batas jantung sulit dinilai
A: HR = 80x/menit, murmur (-), gallop (-)

Perut
I : Datar dan tidak ada pembesaran, venektasi(-)
P : Lemas, nyeri tekan (-), hepar-lien tidak teraba, turgor kulit normal.
P : timpani
A: BU(+) normal

Extremitas atas :
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-), pigmentasi normal,
acral hangat, jari tabuh (-), turgor kembali cepat, clubbing finger (-).

Extremitas bawah
Eutoni, eutrophi, gerakan lutut kanan terbatas, kekuatan +5, edema pretibial (-/-), pigmentasi
normal, clubbing finger (-), turgor kembali cepat, tofus (-), perabaan hangat pada lutut (-),
kemerahan (-), nyeri tekan sendi lutut kanan (+), krepitasi sendi lutut kanan (+)

- Assessment:

Seorang wanita, berumur 66 tahun datang ke Puskesmas Muara Bulian dengan keluhan utama
nyeri pada lutut kanan yang semakin memberat sejak 1 pekan yang lalu.

7
Kisaran 6 bulan yang lalu, pasien mengeluh timbul nyeri pada lutut kanan yang semakin
memberat, nyeri seperti berdenyut dan ditusuk-tusuk disertai bunyi gemeretak ketika digerakan.
Bengkak tidak ada. Kemerahan tidak ada. Nyeri tidak berkurang saat dikompres, nyeri semakin
memberat saat pasien melipat lutut dan menggerakan lututnya namun berkurang dengan istirahat.
Pasien sudah pernah berobat beberapa kali sebelumnya ke tukang urut dan ke puskesmas,
diberikan obat anti nyeri dan vitamin keluhan hilang sesaat namun kambuh kembali.
Kisaran 1 pekan yang lalu, pasien mengeluh keluhan semakin memberat dan lutut kaki kanan
terasa kaku terutama muncul pagi hari ketika bangun tidur sehingga pasien membutuhkan waktu
beberapa menit sebelum dapat menggerakan lututnya. Keluhan juga dirasakan menghambat
aktivitas pasien sehari-hari. Pasien lalu berobat ke poli lansia puskesmas Muara Bulian.

Pasien memiliki riwayat penyakit tekanan darah tinggi diketahui sejak kisaran 5 tahun yang lalu
teratur minum obat. Riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis di keluarga ada. Dahulu
pasien bekerja sebagai Pekerjaan pasien adalah sebagai petani dan sering membawa barang berat
yang diletakkan di punggung dari hasil pertanian.
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg dan BMI = 25,3
(overweight). Pemeriksaan tanda vital lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik spesifik
regio genu dextra didapatkan gerakan terbatas, perabaan hangat pada lutut (-), nyeri tekan sendi
lutut kanan (+), krepitasi sendi lutut kanan (+). Pemeriksaan radiologi tidak dilakukan.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik maka diagnosis mengarah ke penyakit yang
mengenai sendi yaitu osteoarthritis, gout arthritis dan reumatoid arthritis, pada pasien ini diagnosis
lebih mengarah ke osteoarthritis. Kriteria menurut American College of Rheumatology dibutuhkan
3 dari 6 kriteria untuk dapat ditegakan bahwa seseorang menderita osteoarthritis. Pada anamnesis
didapatkan berumur > 50 tahun, nyeri sendi lutut kanan dan kaku lutut pada pagi hari kurang dari
30 menit dan pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan dan krepitasi sendi lutut kanan,
sehingga terdapat 5 dari 6 kriteria maka dapat ditegakan bahwa psaien menderita osteoarthritis.
Selain itu hal yang mendukung diagnosis adalah faktor resiko yang ada pada pasien yaitu status gizi
overweight, mempunyai riwayat pekerjaan membawa barang berat dan kebiasaan berjalan ke
tempat kerja.

3. Plan:

PLAN
a. Diagnosis :
 Dari segi klinis memenuhi kriteria klinis osteoartrits genu,

8
 Dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu radiografik dan Laboratorium
(Rheumatoid Factor, Analisis cairan sendi)
b. Pengobatan :
Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang mengalami OA adalah untuk edukasi pasien,
pengendalian rasa sakit, memperbaiki fungsi sendi yang terserang dan menghambat penyakit
supaya tidak menjadi lebih parah
1. Edukasi dan self manajemen (pengelolaan atau pengobatan diri sendiri):
a. Informasi kepada pasien:
 Memberikan informasi kepada pasien dengan osteoartritis untuk meningkatkan
pemahaman tentang kondisi penyakit osteoartritis, terapi, dan menghindari
kesalahpahaman, bahwa penyakit tersebut bersifat progresif dan tidak dapat diobati
b. Intervensi pengelolaan dan pengobatan diri pasien
 Perubahan perilaku yang positif, seperti olahraga, penurunan berat badan,
penggunaan alas kaki yang cocok dan joging atau jalan - jalan, semuanya harus tepat
sasaran
 Program pengelolaan dan pengobatan diri sendiri baik secara individu, maupun
kelompok harus menekankan perawatan penting yang direkomendasikan seperti
informasi penyakit kepada pasien, aktivitas dan olah raga, serta penurunan berat
badan yang berlebih atau obesitas.
c. Termoterapi
 Penggunaan kompres hangat atau dingin sebaiknya dipertimbangkan dalam terapi.

2. Terapi non farmakologi


a. Latihan dan terapi manual
 Latihan harus menjadi pengobatan utama bagi orang-orang dengan osteoarthritis,
terlepas dari usia, komorbiditas, persepsi rasa sakit atau kecacatan. Latihan tersebut
antara lain: Penguatan otot lutut dan senam aerobik
 Manipulasi atau peregangan otot harus dipertimbangkan sebagai tambahan terapi inti,
terutama osteoartritis pinggul
b. Penurunan berat badan
 Penurunan berat badan (minimal 5% untuk BMI >25)
c. Elektroterapi
 Penggunaan stimulasi listrik transkutan saraf (TENS) sebagai tambahan untuk
pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit
d. Akupuntur
 Tidak diperbolehkan untuk osteoartritis
e. Alat bantu dan berbagai perangkatnya
 Penggunaan alas kaki yang sesuai untuk Osteoartritis pada tungkai bawah
 Orang-orang dengan osteoarthritis yang memiliki nyeri sendi biomekanik atau
ketidakstabilan harus dipertimbangkan untuk penilaian dalam menguatkan
persendian/ sol sebagai tambahan untuk pengobatan
 Alat-alat bantu (misalnya, tongkat dan Turner tap) harus dipertimbangkan sebagai
tambahan terhadap pengobatan bagi orang-orang dengan osteoarthritis yang memiliki
masalah khusus dengan aktivitas hidup sehari-hari. Profesional kesehatan mungkin
perlu mencari nasihat ahli dalam konteks ini (misalnya, dari terapis okupasi atau
Pusat Pengkajian Peralatan Disability).
f. Pengobatan nutrisi
 Glukosamin atau produk kondrotin lainnya tidak dianjurkan dalam osteoartritis
g. Terapi invasif untuk osteoartritis lutut
 Rujukan untuk arthroscopic lavage (pencucian artroskopi) dan debridement tidak

9
dianjurkan sebagai bagian dari pengobatan untuk osteoarthritis, kecuali orang yang
memiliki osteoarthritis lutut mempunyai riwayat yang jelas adanya penguncian
mekanik (tidak terdapat gel pada jalan sendi atau bukti X-ray sendi yang longgar
karena robeknya meniskus).
3. Terapi farmakologi
a. Analgetik oral
 Parasetamol dan / atau non-steroid anti-inflamasi topikal (NSAID) harus
dipertimbangkan sebelum NSAID oral, siklooksigenase 2 (COX-2) inhibitor atau
opioid. Dosis maksimal parasetamol 4000 mg/ hari.
 Jika parasetamol atau NSAID topikal tidak cukup untuk menghilangkan rasa sakit
bagi orang-orang dengan osteoarthritis, maka penambahan analgesik opioid
(tramadol) harus dipertimbangkan. Risiko dan manfaat harus dipertimbangkan,
terutama pada orang tua.
b. Terapi topikal
 Capsaicin topikal harus dipertimbangkan sebagai tambahan terhadap pengobatan untuk
osteoarthritis lutut atau tangan.
c. NSAID dan penghambat selektif COX-2 (cyclo-oxygenase)
 Penggunaan obat ini bisa atau tidak diikuti dengan parasetamol
 Penggunaan NSAID dan atau COX-2 dimulai dari dosis terendah
 Dalam penggunaan NSAID dan atau COX-2 harus disertai dengan terapi PPI (Puma
Proton Inhibitor)
 Pertimbangkan efek samping penggunaan NSAID/ COX-2 terhadap toksisitas hati
maupun kardio-renal serta factor resiko dari usia.
d. Injeksi intra artikular
 Injeksi kortikosteroid (intra-artrikular) Untuk Osteoartritis dengan nyeri sedang – berat
 Injeksi intra-artikular Hyaluronan tidak dianjurkan untuk pengobatan osteoarthritis.
e. Rujuk untuk pelayanan spesialis
 Kriteria rujukan untuk operasi (osteotomy, fusion, arthroplasty hanya pada sendi
panggul dan lutut):
- Pasien sebelumnya sudah mendapat terapi non bedah
- Rujukan untuk operasi penggantian sendi harus dipertimbangkan untuk orang-orang
dengan osteoarthritis yang mengalami gejala sendi (nyeri, kekakuan dan penurunan
fungsi) yang memiliki dampak besar pada kualitas hidup mereka dan refrakter
terhadap pengobatan non-bedah. Rujukan harus dibuat sebelum ada berkepanjangan
dan mendirikan batasan fungsional dan sakit parah
- Pasien dengan faktor spesifik (termasuk usia, jenis kelamin, merokok, obesitas
dan komorbiditas) seharusnya tidak menjadi hambatan untuk operasi penggantian sendi.

PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad fungtionam : dubia ad bonam

10
OSTEOARTHRITIS

A. Pendahuluan
Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang
berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis tidak
mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan (Koentjoro, 2010). Osteoarthritis
ialah suatu penyakit sendi menahun yang ditandai oleh adanya kelainan pada tulang rawan
(kartilago) sendi dan tulang di dekatnya. Tulang rawan (kartilago) adalah bagian dari sendi yang
melapisi ujung dari tulang, untuk memudahkan pergerakan dari sendi. Kelainan pada kartilago
akan berakibat tulang bergesekan satu sama lain, sehingga timbul gejala kekakuan, nyeri dan
pembatasan gerakan pada sendi (Nainggolan, 2009).

American College of Rheumatology (2011) mengartikan osteoarthritis sebagai


sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi. Penyakit ini
ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru yang irreguler
pada permukaan persendian. Nyeri merupakan gejala khas pada sendi yang mengalami
osteoarthritis. Rasa nyeri semakin berat bila melakukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan
rasa nyeri diakibatkan setelah melakukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri
semakin ringan dengan istirahat (Susanti, 2010).

Kejadian osteoarthritis banyak pada orang yang berusia di atas 45 tahun. Laki-laki di
bawah umur 55 tahun lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan dengan wanita pada
umur yang sama. Namun, setelah umur 55 tahun prevalensi osteoarthritis lebih banyak wanita
dibandingkan pria. Hal ini diduga karena bentuk pinggul wanita yang lebar dapat menyebabkan
tekanan yang menahun pada sendi lutut. Osteoartritis juga sering ditemukan pada orang yang
kelebihan berat badan dan mereka yang pekerjaanya mengakibatkan tekanan yang berlebihan
pada sendi-sendi tubuh (Nainggolan, 2009).

B. Epidemiologi

Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum di dunia.
Felson (2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda radiologis
terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum dijumpai pada orang dewasa.
Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010) menemukan bahwa orang dewasa dengan

11
kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22% . Pada pria dengan kelompok umur yang sama,
dijumpai 23% menderita OA. pada lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA
pada lutut kiri. Berbeda halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden OA pada
lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7.

C. Faktor Resiko

Faktor-faktor yang telah diteliti sebagai faktor risiko osteoarthritis lutut antara lain usia
lebih dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan, ras/etnis, genetik, kebiasaan merokok, konsumsi
vitamin D, obesitas, osteoporosis, diabetes melitus, hipertensi, hiperurisemi, histerektomi,
menisektomi, riwayat trauma lutut, kelainan anatomis, kebiasaan bekerja dengan beban berat,
aktivitas fisik berat dan kebiasaan olah raga. Terjadi peningkatan dari angka kejadian
osteoarthritis selama atau segera setelah menopause karena faktor hormon seks (Shu, 2003).

Menurut Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal yang disusun oleh Helmi tahun 2012,
terdapat beberapa faktor resiko yang terdiri dari :

1) Peningkatan usia.

Osteoarthritis biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita osteoarthritis
yang berusia di bawah 40 tahun. Usia rata−rata laki yang mendapat osteoartritis sendi lutut yaitu
pada umur 59 tahun dengan puncaknya pada usia 55 - 64 tahun, sedang wanita 65,3 tahun dengan
puncaknya pada usia 65 – 74 tahun. Presentase pasien dengan osteoarthritis berdasarkan usia di
RSU dr. Soedarso menunjukan bahwa pada usia 43-48 tahun (13,30%), usia 49- 54 tahun
(16,06%), dan usia 55- 60 tahun meningkat (27,98%) (Arissa, 2012).

2) Obesitas.

Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang bekerja dengan lebih
berat, diduga memberi andil pada terjadinya osteoarthritis. Setiap kilogram penambahan berat
badan atau masa tubuh dapat meningkatkan beban tekan lutut sekitar 4 kilogram. Dan terbukti
bahwa penurunan berat badan dapat mengurangi resiko terjadinya osteoarthritis atau
memperparah keadaan steoarthritis lutut (Nainggolan, 2009).

12
3) Jenis kelamin wanita.

Angka kejadian osteoartritis berdasarkan jenis kelamin didapatkan lebih tinggi pada
perempuan dengan nilai persentase 68,67% yaitu sebanyak 149 pasien dibandingkan dengan laki-
laki yang memiliki nilai persentase sebesar 31,33% yaitu sebanyak 68 pasien (Arissa, 2012).
wanita lebih sering menderita OA, terutama pada wanita yang sudah menopause atau berhentinya
siklus menstruasi. Kondisi itu dipengaruhi adanya perubahan hormonal saat wanita memasuki
usia menopause. Wanita memiliki hormon estrogen dan progesteron yang sebelum menopause
produksinya masih seimbang. Suatu saat terjadi penurunan produksi hormon karena menopause
yang bisa menyebabkan proses gangguan pada sel. Hormon estrogen dan progesteron pada
wanita berfungsi menjaga kekenyalan, otot, dan ligamen. Pada wanita yang sudah mengalami
menopause terjadi ketidakseimbangan hormone yang akan menyebabkan pengroposan tulang dan
ligamen kendur sehingga memudahkan terjadinya Osteoarthritis.

4) Riwayat trauma.

Cedera sendi, terutama pada sendi – sendi penumpu berat tubuh seperti sendi pada lutut
berkaitan dengan risiko osteoartritis yang lebih tinggi. Trauma lutut yang akut termasuk robekan
terhadap ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan faktor timbulnya osteoartritis lutut.

5) Riwayat cedera sendi.

Pada cedera sendi berat dari beban benturan yang berulang dapat menjadi faktor penentu
lokasi pada orang-orang yang mempunyai predisposisi osteoarthritis dan berkaitan pula dengan
perkembangan dan beratnya osteoarthritis (Shu, 2003)

6) Faktor genetik.

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis, adanya mutasi dalam gen
prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen dan
proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.

7) Kelainan pertumbuhan tulang

Pada kelainan kongenital atau pertumbuhan tulang paha seperti penyakit perthes dan
dislokasi kongenital tulang paha dikaitkan dengan timbulnya osteoarthrtitis paha pada usia muda
(Shu, 2003)

8) Pekerjaan dengan beban berat.

13
Bekerja dengan beban rata-rata 24,2 kg, lama kerja lebih dari 10 tahun dan kondisi
geografis berbukit-bukit merupakan faktor resiko dari osteoarthritis lutut (Maharani, 2007). Dan
orang yang mengangkat berat beban 25 kg pada usia 43 tahun, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadinya osteoarthritis dan akan meningkat tajam pada usia setelah 50 tahun (Martin,
2013).

9) Tingginya kepadatan tulang

Tingginya kepadatan tulang merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya osteoarthritis, hal ini mungkin terjadi akibat tulang yang lebih padat atau keras tak
membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi (Nainggolan,
2009).

10) Gangguan metabolik menyebabkan kegemukan.

Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi
penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan ternyata
tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga
dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada
timbulnya kaitan tersebut antara lain penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan hipertensi
(Susanti, 2010).

D. Klasifikasi

Pada umumnya diagnosis osteoarthritis didasarkan pada gabungan gejala klinik dan
perubahan radiografi. Gejala klinik perlu diperhatikan, oleh karena tidak semua pasien dengan
perubahan radiografi osteoarthritis mempunyai keluhan pada sendi. Terdapat 4 kelainan
radiografi utama pada osteoarthritis, yaitu: penyempitan rongga sendi, pengerasan tulang bawah
rawan sendi, pembentukan kista di bawah rawan sendi dan pembentukan osteofit. S

Sendi yang dapat terkena osteoarthritis antara lain:

1. Osteoarthritis sendi lutut.

2. Osteoarthritis sendi panggul.

3. Osteoarthritis sendi-sendi kaki.

4. Osteoarthritis sendi bahu.

5. Osteoarthritis sendi-sendi tangan.

14
6. Osteoarthritis tulang belakang

Pembagian osteoarthritis berdasarkan patogenesisnya dibagi menjadi osteoarthritis primer


yang disebut juga osteoarthritis idiopatik adalah osteoarthritis yang kausanya tidak diketahui dan
tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi.
Sedangkan osteoarthritis sekunder adalah osteoarthritis yang didasari oleh adanya kelainan
endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan dan imobilisasi yang lama. osteoarthritis primer
lebih sering ditemukan dari pada osteoarthritis sekunder (Arissa, 2012).

E. Patofisiologi

Rawan sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan matriks rawan sendi.
Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks tulang rawan sehingga fungsi bantalan
rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks rawan sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan
dan kolagen. Perkembangan perjalanan penyakit osteoarthritis dibagi menjadi 3 fase, yaitu
sebagai berikut :

1) Fase 1

Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago. Metabolisme kondrosit menjadi


terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti metalloproteinases yang kemudian hancur
dalam matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat protease yang mempengaruhi
proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada penipisan kartilago.

2) Fase 2

Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai adanya
pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovia.

15
3) Fase 3

Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons inflamasi pada
sinovia. Produksi magrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL-1), tumor necrosis factor-alpha
(TNF-α), dan metalloproteinase menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan manifestasi balik
pada kartilago dan secara langsung memberikan dampak adanya destruksi pada kartilago.
Molekul-molekul pro-inflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini
memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi dan memberikan dampak terhadap
pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi dan stress inflamasi
memberikan pengaruh pada permukaan artikular menjadi kondisi gangguan yang progresif.

F. Manifestasi Klinik

Menurut Australian Physiotherapy Association (APA) (2003) dalam Nainggolan (2009)


penyakit osteoarthritis mempunyai gejala-gejala yang biasanya menyulitkan bagi kehidupan
penderitanya. Adapun gejala tersebut antara lain:

1) Nyeri sendi (recurring pain or tenderness in joint)

Keluhan nyeri merupakan keluhan utama yang sering-kali membawa penderita ke dokter,
walaupun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya. Biasanya nyeri sendi
bertambah dikarenakan gerakan dan sedikit berkurang bila istirahat. Pada gerakan tertentu (misal

16
lutut digerakkan ke tengah) menimbulkan rasa nyeri. Nyeri pada osteoarthritis dapat menjalar
kebagian lain, misal osteoarthritis pinggang menimbulkan nyeri betis yang disebut sebagai
“claudicatio intermitten”. Korelasi antara nyeri dan tingkat perubahan struktur pada
osteoarthritis sering ditemukan pada panggul, lutut dan jarang pada tangan dan sendi apofise
spinalis.

2) Kekakuan (stiffness)

Pada beberapa penderita, kaku sendi dapat timbul setelah duduk lama di kursi, di mobil,
bahkan setelah bangun tidur. Kebanyakan penderita mengeluh kaku setelah berdiam pada posisi
tertentu. Kaku biasanya kurang dari 30 menit.

3) Hambatan gerakan sendi (inability to move a joint)

Kelainan ini biasanya ditemukan pada osteoarthritis sedang sampai berat. Hambatan
gerak ini disebabkan oleh nyeri, inflamasi, sendi membengkok, perubahan bentuk. Hambatan
gerak sendi biasanya dirasakan pada saat berdiri dari kursi, bangun dari tempat berbaring,
menulis atau berjalan. Semua gangguan aktivitas tergantung pada lokasi dan beratnya kelainan
sendi yang terkena.

4) Bunyi gemeretak (krepitasi)

Sendinya terdengar berbunyi saat bergerak. Suaranya lebih kasar dibandingkan dengan
artritis reumatoid dimana gemeretaknya lebih halus. Gemeretak yang jelas terdengar dan kasar
merupakan tanda yang signifikan.

5) Pembengkakan sendi (swelling in a joint)

Sendi membengkak / membesar bisa disebabkan oleh radang sendi dan bertambahnya
cairan sendi atau keduanya.

6) Perubahan cara berjalan atau hambatan gerak

Hambatan gerak atau perubahan cara berjalan akan berkembang sesuai dengan beratnya
penyakit. Perubahan yang terjadi dapat konsentris atau seluruh arah gerakan maupun eksentris
atau salah satu gerakan saja (Sudoyono, 2009).

7) Kemerahan pada daerah sendi (obvious redness or heat in a joint)

Kemerahan pada sendi merupakan salah satu tanda peradangan sendi. Hal ini mungkin
dijumpai pada osteoarthritis karena adanya sinovitis, dan biasanya tanda kemerahan ini tidak
menonjol dan timbul belakangan (Sudoyono, 2009)

17
G. Diagnosis Banding

REUMATOID GOUT
OSTEOARTHRITIS
ARTHRITIS ARTHRITIS
Metabolik:
Inflamasi Faktor genetik penimbunan kristal
ETIOLOGI
Idiopatik Autoimun monosodium urat
monohidrat
Gejala cenderung di
Gejala cenderung pada Onset nyeri
pagi hari, kaku di pagi
GEJALA malam hari, kaku di pagi persendian sewaktu-
hari berlangsung > 60
hari berlangsung < 30 menit waktu
menit
Cenderung sendi
Sendi-sendi kecil:
bagian proximal:
Sendi penyangga berat PIP, MCP,
PREDILEKSI MTP 1, olecranon,
tubuh: coxae, genu, vertebre pergelangan siku,
tendon achiles dan
pergelangan kaki, dll
jari-jari tangan
SIMETRISITAS Asimetris Simetris, bilateral Asimetris
 Celah sendi:
baik hingga
menyempit
 Celah sendi:
 Erosi: erosi pada
 Celah sendi: menyempit menyempit
pinggir tulang
 Erosi: tidak ada  Erosi: erosif
GAMBARAN “over hanging
 Kista: ada sekitar sendi
lip” punched out
RADIOLOGI
 Osteofit: ada pada  Kista: ada dengan garis
pinggir sendi (pseudocyst) sklerotik
 Osteofit: tidak ada  Kista: tidak ada
 Osteofit: tidak
ada

H. Diagnostis

Susanti (2010) menyatakan bahwa kriteria diagnosis untuk osteoarthritis lutut, koksa dan
tangan digunakan kriteria menurut American College of Rheumatology, yaitu :

18
Diagnosis osteoarthritis selain berdasarkan gejala klinis juga didasarkan pada hasil
radiologi. Namun pada awal penyakit, radiografi sendi seringkali masih normal.

Pemeriksaan Radiologik

Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi yang terkena sudah
cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik (Soeroso, 2006). Gambaran Radiografi
sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :

a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang menanggung
beban seperti lutut).

b. Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis).

c. Kista pada tulang

d. Osteofit pada pinggir sendi

e. Perubahan struktur anatomi sendi.

19
Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka OA dapat diberikan suatu derajat.
Kriteria OA berdasarkan temuan radiografis dikenal sebagai kriteria Kellgren dan Lawrence yang
membagi OA dimulai dari tingkat ringan hingga tingkat berat. Perlu diingat bahwa pada awal
penyakit, gambaran radiografis sendi masih terlihat normal (Felson, 2006).

Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna. Pemeriksaan


darah tepi masih dalam batas – batas normal. Pemeriksaan imunologi masih dalam batas – batas
normal. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel
peradangan (< 8000 / m) dan peningkatan nilai protein (Susanti, 2010).

I. Penatalaksanaan
Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya OA yang
diderita (Soeroso, 2006). Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :

1. Terapi non-farmakologis

a. Edukasi

Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat mengetahui
serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah
semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai

b. Terapi fisik atau rehabilitasi

Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini dilakukan untuk
melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi
yang sakit.

c. Penurunan berat badan

Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh karena itu,
berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk melakukan penurunan
berat badan apabila berat badan berlebih

2. Terapi farmakologis

20
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul,
mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis dari
ketidakstabilan sendi (Felson, 2006).

a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid (AINS), Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX-2), dan


Asetaminofen

Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS
(Ibuprofen, Meloxicam, Piroksikam, Na Diclofenak) dan Inhibitor COX-2 (Celecoxib, Refecoxib,
Valdecoxib, Parecxib) dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena
risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat
pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak
toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara mengombinasikannnya dengan menggunakan
inhibitor COX-2, namun dalam penggunaannya inhibitor COX-2 menimbulkan resiko pada
sistem kardiovaskular sehingga kebanyakan ditarik dari pasaran.

Kontraindikasi penggunaan asetaminofen adalah bila seseorang memiliki


hipersensitivitas terhadap asetaminofen, penyakit G6PD dan gangguan fungsi hati.
Kontraindikasi penggunaan ibuprofen adalah Penderita yang hipersensitif terhadap asetosal
(aspirin) atau obat antiinflamasi non steroid lainnya, wanita hamil dan menyusui, serta anak
dibawah usia 14 tahun. Penderita dengan syndroma nasal polyps, angioderma dan reaksi
bronchospasma terhadap asetosal (aspirin) atau antiinflamasi non steroid yang lain.

b. Chondroprotective Agent

Chondroprotective Agent adalah obat – obatan yang dapat menjaga atau merangsang
perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat – obatan yang termasuk dalam kelompok obat ini
adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan
sebagainya ( Felson, 2006 ).

3. Terapi pembedahan

Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa
sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu
aktivitas sehari – hari.

21
J. Osteoarthritis dan Berat Badan

Berat badan sering dihubungkan dengan berbagai macam penyakit, termasuk OA. Berat
badan yang berlebih ternyata berkaitan dengan meningkatnya risiko seseorang menderita OA
pada kemudian hari, baik wanita maupun pria (Soeroso, 2006). Menurut penelitian dari Grotle
(2008), selain umur, berat badan yang berlebih terutama obesitas turut berperan dalam
patogenesis dan patofisiologi dari OA, lutut terutama dalam perkembangan penyakit ke derajat
yang lebih tinggi. Peran faktor metabolik dan hormonal pada kaitannya antara OA dan obesitas
juga disokong dengan adanya kaitan antara OA dengan penyakit jantung koroner, diabetes
mellitus dan hipertensi (Soeroso, 2006).

Untuk mendeteksi kelebihan berat badan yang diderita seseorang, ada dua cara sederhana
yang dapat dilakukan yaitu dengan cara mengukur Indeks Massa Tubuh (BMI) (WHO, 2005) dan
mengukur Waist-hip ratio (Vasquez, 2007). BMI dapat diukur dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :

Setelah nilai didapat, maka bandingkan nilai tersebut dengan tabel klasifikasi BMI di
berikut ini :

22
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dan orang gemuk cenderung lebih sering
mengeluh tentang besarnya rasa nyeri yang dialami pada lutut mereka dibandingkan dengan
orang lain yang kurang gemuk (Soeroso, 2006). Berdasarkan penelitian lain yang dilakukan
Thumboo (2002) didapati bahwa pasien OA lutut dengan obesitas mengalami peningkatan rasa
nyeri pada daerah persendian lutut dibandingkan dengan pasien yang kurang obesitas.
Berdasarkan dua hal tersebut dapat dikatakan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor yang
meningkatkan intensitas rasa nyeri yang dirasakan pada lutut pasien OA.

23

Anda mungkin juga menyukai