Anda di halaman 1dari 8

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PPNI JAWA TENGAH 2013

PENERAPAN TERAPI LATIHAN KETRAMPILAN SOSIAL PADA


KLIEN ISOLASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN MODEL
HUBUNGAN INTERPERSONAL PEPLAU DI RS DR MARZOEKI
MAHDI BOGOR

Abdul Wakhid1), Achir Yani S. Hamid2), Novy Helena CD3)


1)
AKPER Ngudi Waluyo, Ungaran, 50515, Indonesia
2)
Departemen Keperawatan Jiwa, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, 16424, Indonesia
3)
Departemen Keperawatan Jiwa, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, 16424, Indonesia

Email: abdul.wakhid2010@gmail.com

Abstract

Application of social skills training therapy to client with social isolation and low self esteem disturbance with
Interpersonal relationship Peplau Model Approach in RS Dr Marzoeki Mahdi Bogor. Social skills training was
designed to improve communication and social skills for someone was experienced difficulties in their
interaction skills include giving reinforcement, complain because they do not agree, reject the request of other,
exchange experience, demanding personal rights, give advice to others, problem solving and working with
people, sharing experience, ask for privacy (Michelson, 1985). Objective this final assignment was to found
describing result of Application of social skills training therapy management on Social isolation and low self
esteem client with interpersonal relationship Peplau Model approach in RS Dr Marzoeki Mahdi Bogor.
Application of social skills therapy was done to 18 clients since 10 September-9 November 2012. Finding was
revealed social skills training exactly effective may used for client with social isolation and low self esteem,
where all of clients who have done social skills therapy. Base on this finding, recommended social skills training
become to specialist standard therapy in psychiatric nursing and may used for social isolation and low self
esteem clients.

Key word : social skills training, social isolation, low self esteem, Peplau interpersonal model

60 Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dengan Pendekatan
Model Hubungan Interpersonal Peplau Di RS DR Marzoeki Mahdi Bogor
Abdul Wakhid, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena CD
PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PPNI JAWA TENGAH 2013

Pendahuluan Mintz dan Kopelowicz, 2007 dalam Jones et al,


2011). Gejala positif meliputi waham, halusinasi,
Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang gaduh gelisah, perilaku aneh, sikap bermusuhan
kesehatan, tercantum bahwa kesehatan adalah dan gangguan berpikir formal. Gejala negatif
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual meliputi sulit memulai pembicaraan, afek tumpul
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang atau datar, berkurangnya motivasi, berkurangnya
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. atensi, pasif, apatis dan penarikan diri secara sosial
Untuk mencapai tingkat kesehatan jiwa secara dan rasa tidak nyaman (Videbeck, 2008).
optimal, pemerintah Indonesia menegaskan
perlunya upaya peningkatan kesehatan jiwa, seperti Isolasi sosial sebagai salah satu gejala negatif pada
yang dituangkan dalam Undang-undang No. 36 skizofrenia digunakan oleh klien untuk menghindar
tahun 2009 tentang kesehatan Bab IX pasal 144 dari orang lain agar pengalaman yang tidak
yang menyatakan bahwa upaya kesehatan jiwa menyenangkan dalam berhubungan dengan orang
ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat lain tidak terulang lagi. Tindakan keperawatan
menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas yang dapat dilakukan kepada klien isolasi sosial
dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang adalah terapi generalis dan terapi spesialis (terapi
dapat mengganggu kesehatan jiwa. psikososial/psikoterapi) yang ditujukan kepada
klien sebagai individu, kelompok klien, dan
WHO (2009) memperkirakan sebanyak 450 juta keluarga klien, serta komunitas disekitar klien
orang di seluruh dunia mengalami gangguan (Carson, 2000; Chen, et, al., 2006; Eiken, 2012).
mental, terdapat sekitar 10% orang dewasa Tindakan keperawatan spesialis diberikan kepada
mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% pasien yang bertujuan untuk meningkatkan
penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan kemampuan bersosialisasi adalah latihan
jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Gangguan ketrampilan sosial (Cacioppo, et, al, 2002). Terapi
jiwa mencapai 13% dari penyakit secara ini merupakan metode yang didasarkan prinsip-
keseluruhan dan kemungkinan akan berkembang prinsip sosial dan menggunakan teknik perilaku
menjadi 25% di tahun 2030, gangguan jiwa juga bermain peran, praktek dan umpan balik guna
berhubungan dengan bunuh diri, lebih dari 90% meningkatkan kemampuan seseorang dalam
dari satu juta kasus bunuh diri setiap tahunnya menyelesaikan masalah (Kneisl, 2004 &
akibat gangguan jiwa. Gangguan jiwa ditemukan di Varcarolis, 2006).
semua negara, pada perempuan dan laki-laki, pada
semua tahap kehidupan, orang miskin maupun kaya Penelitian ini menggabungkan tindakan
baik di pedesaan maupun perkotaan mulai dari keperawatan dengan salah satu teori model
yang ringan sampai berat. keperawatan yang sesuai dengan kondisi klien
isolasi sosial yaitu teori keperawatan Hildegard
Data WHO (2006) mengungkapkan bahwa 26 juta Peplau’s. Teori Peplau sangat tepat diaplikasikan
penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa, pada klien yang mengalami isolasi sosial karena
dimana panik dan cemas adalah gejala paling menjelaskan proses hubungan antara perawat dan
ringan. Gambaran gangguan jiwa berat di Indonesia klien dimulai dari tahap orientasi dimana perawat
pada tahun 2007 memiliki prevalensi sebesar 4.6 merupakan orang asing yang baru dikenal oleh
permil, artinya bahwa dari 1000 penduduk klien, selanjutnya masuk kedalam tahap identifikasi
Indonesia terdapat empat sampai lima diantaranya dan eksploitasi dimana terjadi proses hubungan
menderita gangguan jiwa berat (Puslitbang Depkes terapeutik untuk membantu menyelesaikan
RI, 2008). Penduduk Indonesia pada tahun 2007 perasalahan yang dihadapi oleh klien dan diakhiri
(Pusat Data dan Informasi Depkes RI, 2009) dengan tahap resolusi dimana klien diupayakan
sebanyak 225.642.124 sehingga klien gangguan untuk tidak tergantung kepada perawat karena telah
jiwa di Indonesia pada tahun 2007 diperkirakan dilakukan latihan mengatasi masalah oleh perawat.
1.037.454 orang. Provinsi Jawa Barat didapatkan
data individu yang mengalami gangguan jiwa Metode
sebesar 0,22 % (Riskesdas, 2007). Penelitian ini merupakan analisis terhadap
penerapan manajemen terapi latihan ketrampilan
Skizofrenia adalah gangguan, multifaktorial sosial pada klien isolasi sosial dengan pendekatan
perkembangan saraf dipengaruhi oleh faktor model teori hubungan interpersonal Peplau yang
genetik dan lingkungan serta ditandai dengan gejala dilaksanakan terhadap klien yang mengalami
positif, negatif dan kognitif (Andreasen 1995; isolasi sosial di Rumah Sakit dr Marzoeki Mahdi
Nuechterlein et al 2004;. Muda et al. 2009 dalam Bogor sejak tanggal 10 September hingga 9
Jones et al, 2011). Gejala kognitif sering November 2012 dengan jumlah klien yang
mendahului terjadinya psikosis, dan pengobatan mengalami isolasi sosial sebanyak 18 klien.
yang segera dilakukan diyakini sebagai prediktor
yang lebih baik dari hasil terapi (Green, 2006;

Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dengan Pendekatan 61
Model Hubungan Interpersonal Peplau Di RS DR Marzoeki Mahdi Bogor
Abdul Wakhid, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena CD
PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PPNI JAWA TENGAH 2013

Hasil Sebanyak 14 klien (77,8%) mengalami riwayat


kegagalan, serta dari sosial ekonomi rendah
Tabel 1Distribusi Karakteristik Klien Dengan sebanyak 11 klien (61,1%) merupakan faktor sosial
Masalah Isolasi Sosial di Rumah Sakit Marzoeki budaya.
Mahdi Bogor 2012 (n=18)
Karakteristik Jumlah Prosentase Tabel 3
Usia Distribusi Faktor Presipitasi Pada Klien dengan
a. 18 – 24 tahun 5 27,8 masalah Isolasi Sosial di RS Marzoeki Mahdi
b. 25 – 65 tahun 13 72,2 Bogor 2012 (n=18)
Jenis kelamin Faktor Presipitasi Jumlah %
Laki-laki 18 100,0 Biologis
Pendidikan Putus obat 6 33,3
a. Menengah 11 61,1 Psikologis
(SMP-SMA) 7 38,9 1. Keinginan tidak terpenuhi 14 77,8
b. Tinggi (PT) 2. Gagal membina hubungan 9 50,0
Pekerjaan dengan lawan jenis
a. Bekerja 9 50,0 3. Gagal bekerja 12 66,7
b. Tidak bekerja 9 50,0 4. Merasa tak berguna 12 66,7
Status perkawinan Sosial Kultural
a. Belum menikah 6 33,3 1. Ekonomi 11 61,1
b. Menikah 12 66,7 2. Masalah pekerjaan 12 66,7
Penanggung jawab 3. Konflik keluarga 11 61,1
biaya 2 11,1 Asal stresor
a. Umum 10 55,6 1. Internal 18 100,0
b. Jamkesmas 6 33,3 2. Eksternal 14 77,8
c. Jamkesda Waktu stresor
1. < 6 bulan 6 33,3
Berdasarkat tabel 1 dapat dijelaskan bahwa 2. > 6 bulan 12 66,7
mayoritas klien pada rentang usia 25-65 tahun atau Jumlah stresor
pada masa dewasa yaitu 13 klien (72.2%) dan 1. >1 stresor 18 100,0
seluruhnya berjenis kelamin laki-laki (100%).
Mayoritas klien memiliki latar belakang pendidikan Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan bahwa pada
sekolah menengah (SMP-SMA), yaitu 11 klien faktor presipitasi aspek biologis yaitu putus obat
(61,1%), 50% memiliki pekerjaan, 12 klien sebanyak 6 klien (33,3%), dan secara psikologis
(66,7%) sudah menikah dan 10 klien (55,6%) biaya 77,8% klien memiliki keinginan yang tidak
perawatan ditanggung oleh Jamkesmas. terpenuhi, pada faktor sosial budaya didapatkan
masalah pekerjaan sebanyak 66,7%, asal stresor
Tabel 2. Distribusi Faktor Predisposisi Pada seluruhnya berasal dari internal tetapi ada juga
Klien dengan masalah Isolasi Sosial di RS stresor ekstrenal yang menyertainya yang
Marzoeki Mahdi Bogor 2012 (n=18) didapatkan pada 14 klien (77,8%). Waktu stresor
Faktor Predisposisi Jumlah % paling banyak pada waktu >6 bulan sebanyak 12
Biologis klien (66,7%) dan jumlah stresor seluruhnya lebih
a. Trauma/penyakit fisik 6 33,3 dari 1 stresor.
b. Genetik 12 66,7
c. Riwayat gangguan jiwa 9 50,0 Tabel 4. Distribusi Penilaian Stresor terhadap
sebelumya 5 27,8 masalah Isolasi Sosial di Rumah Sakit
d. Penyalahgunaan NAPZA Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor 2012 (n=18)
Psikologis
Penilaian Terhadap Isolasi Sosial
a. Introvert 13 72,2
Stresor n Mean SD Min-maks
b. Riwayat 14 77,8
Respon Kognitif 18 27,50 7,548 16-39
kegagalan/kehilangan 9 50,0
Respon Afektif 18 15,89 5,368 8-27
c. Riwayat kekerasan Respon Perilaku 18 14,94 2,711 9-19
Sosial kultural Respon Sosial 18 19,61 3,109 13-24
a. Pendidikan menengah 11 61,1 Respon Fisiologis 18 15,17 3,536 9-21
b. Status ekonomi rendah 11 61,1 Jumlah 18 93,11 16,97 69-130
c. Jarang terlibat kegiatan 4 22,2
sosial Berdasarkan tabel 4 dapat dijelaskan bahwa rata-
Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan bahwa pada rata penilaian terhadap stressor pada 18 klien
faktor predisposisi biologis terbanyak yaitu adanya isolasi sosial pada respon kognitif 27,50, respon
riwayat genetik yaitu sebanyak 12 klien (66,7%).

62 Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dengan Pendekatan
Model Hubungan Interpersonal Peplau Di RS DR Marzoeki Mahdi Bogor
Abdul Wakhid, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena CD
PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PPNI JAWA TENGAH 2013

afektif sebesar 15,89, respon perilaku sebesar dan presipitasi terjadinya gangguan jiwa.
14,94, respon sosial sebesar 19,61, respon fisiologis Seluruh klien adalah laki-laki karena di
sebesar 15,17 dan secara keseluruhan respon klien ruangan Antareja merupakan ruang
isolasi social sebesar 93,11. perawatan klien laki-laki. Terlepat dari
kondisi tersebut, Kaplan, Sadock, dan
Tabel 5. Distribusi Penilaian Stresor pada Klien Grebb (1999); Davison dan Neale (2001),
dengan masalah Isolasi Sosial Sebelum dan dalam Fausiah dan Widury, (2005) dalam
Sesudah Diberikan Latihan Ketrampilan Sosial penelitiannya yang menunjukkan bahwa
di RS Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor 2012 (n=18) laki-laki lebih mungkin memunculkan
Penilaian
Isolasi Sosial gejala negatif dibandingkan wanita dan
Terhadap Stresor n
Mean Mean Min-maks wanita tampaknya memiliki fungsi sosial
Sebelum Sesudah
yang lebih baik daripada laki-laki.
Respon Kognitif 18 27,50 14,89 12-18
Respon Afektif 18 15,89 11,33 9-14 Didukung pula oleh pendapat Sinaga
Respon Perilaku 18 14,94 9,83 8-13 (2007), yang menyatakan prevalensi
Respon Sosial 18 19,61 13,89 10-17 Skizofrenia berdasarkan jenis kelamin, ras
Respon Fisiologis 18 15,17 10,61 8-13 dan budaya adalah sama. Dimana wanita
Jumlah 18 93,11 60,56 53-66
cenderung mengalami gejala yang lebih
ringan, lebih sedikit rawat inap dan fungsi
Berdasarkan tabel 5, rata-rata respon secara sosial yang lebih baik di komunitas
keseluruhan sebelum diberikan terapi latihan dibandingkan dengan laki-laki. Laki-laki
ketrampilan sosial sebesar 93,11 dan sesudah lebih banyak mengalami isolasi sosial
diberikan terapi latihan ketrampilan sosial sebesar karena disebabkan tuntutan terhadap
60,56. tanggung jawab atau peran yang harus
dipenuhi seorang laki-laki didalam
Pembahasan keluarga lebih tinggi dibanding
1. Karakteristik klien perempuan, sehingga stresor yang dialami
a. Usia juga lebih banyak.
Klien yang dirawat dengan masalah isolasi
sosial sebagian besar berada dalam c. Pendidikan
rentang usia 25-65 tahun atau pada masa Klien yang dirawat dengan masalah isolasi
dewasa yaitu 13 klien (72.2%). Masa sosial sebagian besar memiliki latar
dewasa merupakan masa kematangan dari belakang pendidikan sekolah menengah
aspek kognitif, emosi, dan perilaku. (SMP-SMA), yaitu 11 klien (61,1%). Hal
Kegagalan yang dialami seseorang untuk ini menunjukkan bahwa klien mempunyai
mencapai tingkat kematangan tersebut latar belakang pendidikan yang cukup
akan sulit memenuhi tuntutan memenuhi syarat dalam menerima
perkembangan pada usia tersebut dapat informasi baru. Klien sebagian besar
berdampak terjadinya gangguan jiwa mampu memahami penjelasan,
(Yusuf, 2010). Pendapat tersebut pengarahan, melakukan latihan seperti
didukung oleh Stuart (2009) yang yang disampaikan oleh perawat dalam
menyatakan bahwa usia merupakan aspek pelaksanaan terapi latihan ketrampilan
sosial budaya terjadinya gangguan jiwa sosial. Hal ini sesuai dengan pendapat
dengan risiko frekuensi tertinggi Siagian (1995) yang menyatakan semakin
mengalami gangguan jiwa yaitu pada usia tinggi pendidikan seseorang semakin besar
dewasa. untuk memanfaatkan pengetahuan dan
keterampilan. Tingkat pendidikan sangat
Usia dewasa merupakan usia produktif mempengaruhi cara individu berperilaku,
dimana klien memiliki tuntutan untuk membuat keputusan dan memecahkan
mengembangkan aktualisasi diri, baik dari masalah, serta mempengaruhi cara
diri sendiri, keluarga, maupun lingkungan. penilaian klien terhadap stresor.
Menurut Erikson (2000) dalam Stuart &
Laraia (2005), pada usia ini individu mulai Faktor pendidikan mempengaruhi
mempertahankan hubungan saling kemampuan seseorang dalam
ketergantungan, memilih pekerjaan, menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
memilih karir, melangsungkan Hal ini senada dengan pendapat
perkawinan. Kopelowicz (2002) yang menyatakan
bahwa semakin tinggi pendidikan dan
b. Jenis Kelamin pengetahuan seseorang akan berkorelasi
Jenis kelamin merupakan bagian dari positif dengan keterampilan koping yang
aspek sosial budaya faktor predisposisi dimiliki. Pendidikan sebagai sumber

Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dengan Pendekatan 63
Model Hubungan Interpersonal Peplau Di RS DR Marzoeki Mahdi Bogor
Abdul Wakhid, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena CD
PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PPNI JAWA TENGAH 2013
koping berhubungan dengan kemampuan
seseorang untuk menerima informasi yang e. Status Perkawinan
dapat membantu mengatasi masalah yang Klien isolasi sosial yang dirawat sebagian
dihadapi seseorang. Pada klien kelolaan, besar sudah menikah yaitu sebanyak 12
pendidikan klien termasuh dalam klien (66,7%). Hal ini didukung dengan
pendidikan menengah sehingga mampu pendapat Hawari (2001) dan Kintono
menerima informasi pembelajaran yang (2010) yang menyatakan bahwa berbagai
disampaikan oleh perawat. Hal ini dapat masalah perkawinan dapat menjadi
diamati pada saat perawat melakukan sumber stress bagi seseorang dan
terapi latihan ketrampilan sosial, pasien merupakan salah satu penyebab umum
mudah menangkap informasi yang gangguan jiwa. Masalah umum yang
disampaikan mengenai penjelasan terapi sering terjadi selama menjalani
dan sesi-sesi yang akan dilakukan sebelum perkawinan adalah pertengkaran,
melakukan terapi. ketidaksetiaan, kematian salah satu
pasangan, dan perceraian yang jika tidak
d. Status Pekerjaan dapat diatasi dapat menjadi sumber stres
Klien yang dirawat dengan masalah isolasi yang menyebabkan masalah kejiwaan.
sosial sebagian besar memiliki pekerjaan Cara seseorang mengatasi permasalah
sebelum dirawat yaitu (50,0%). Hal ini yang muncul merupakan mekanisme
memberikan gambaran bahwa klien koping dalam menjalankan 5 (lima) fungsi
sebelum masuk ke rumah sakit, mampu dalam sebuah keluarga, yaitu fungsi
terlibat aktif dan produktif dalam afektif, fungsi sosialisasi dan penempatan
menjalankan peran sehari-hari sosial, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi,
dilingkungannya. Pekerjaan juga serta memberikan pelayanan kesehatan
mencerminkan produktivitas dan bagi seluruh anggota keluarga (Friedman,
penghasilan seseorang. Hal ini sesuai 1998).
dengan fungsi ekonomi keluarga yang
memberikan tugas anggota, terutama 2. Faktor Predisposisi
kepala keluarga untuk mencari sumber- a. Aspek Biologis
sumber kehidupan dalam memenuhi Sebagian besar faktor predisposisi pada
fungsi-fungsi keluarga yang lain terutama klien yang diberikan terapi latihan
memenuhi kebutuhan keluarga (WHO, ketrampilan sosial adalah adanya riwayat
1978, dalam Effendy, 1998). Pekerjaan genetik yaitu sebanyak 66,7%. Faktor
merupakan salah satu faktor predisposisi genetik memiliki peran terjadinya
dan presipitasi sosial budaya proses gangguan jiwa pada klien yang menderita
terjadinya gangguan jiwa. Faktor status skizofrenia (Sadock dan Sadock, 2007).
sosioekonomi yang rendah lebih banyak Jika salah satu orang tua menderita
mengalami gangguan jiwa dibanding pada gangguan jiwa, keturunannya memiliki
tingkat sosioekonomi tinggi. Pendapat resiko 10%, dan resiko sebesar 40% jika
tersebut juga didukung oleh Townsend kedua orang tua memiliki riwayat
(2009) yang menyatakan bahwa salah satu gangguan jiwa. Pada klien isolasi sosial
faktor sosial yang menyebabkan tingginya yang dilakukan pengelolaan, dapat dilihat
angka gangguan jiwa termasuk skizofrenia bahwa faktor genetik merupakan faktor
adalah tingkat sosial ekonomi rendah. yang lebih besar dibandingkan dengan
faktor predisposisi lainnya seperti trauma
Penjelasan tersebut menjelaskan bahwa fisik, riwayat napza, ataupun riwayat
seseorang yang berada dalam sosial gangguan jiwa sebelumnya.
ekonomi rendah dan tidak memiliki
pekerjaan lebih berisiko untuk mengalami Pemberian terapi latihan ketrampilan
berbagai masalah terutama kurangnya rasa sosial dapat membantu klien
percaya diri dalam menjalankan aktivitas mengembangkan cara berpikir bahwa
hidup sehari-hari. Terapi latihan klien yang memiliki riwayat anggota
ketrampilan sosial sangat tepat dilakukan keluarga yang mengalami gangguan jiwa
terhadap individu yang mengalami akan dapat melangsungkan proses
masalah kurang percaya diri sehingga kehidupannya tanpa harus merasa minder,
klien memiliki pengetahuan bagaimana tidak percaya diri serta masih tetap dapat
cara membina hubungan dengan orang melakukan interaksi terhadap orang lain.
lain, cara melakukan kerja sama dengan
orang lain yang dapat dijadikan sebagai b. Aspek Psikologis
mekanisme koping konstruktif.

64 Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dengan Pendekatan
Model Hubungan Interpersonal Peplau Di RS DR Marzoeki Mahdi Bogor
Abdul Wakhid, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena CD
PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PPNI JAWA TENGAH 2013
Faktor predisposisi pada aspek psikologis Terapi latihan ketrampilan sosial akan
sebagian besar akibat adanya riwayat melatih klien dalam meningkatkan
kegagalan/kehilangan (77,8%). hubungan dengan orang lain dengan cara
Pengalaman kehilangan dan kegagalan memberikan pengetahuan serta
akan mempengaruhi respon individu kemampuan bagaimana menjalani
dalam mengatasi stresornya. Hal ini sesuai hubungan dengan orang lain.
dengan teori psikoanalisa Freud (1994)
yang menyampaikan bahwa 3. Faktor Presipitasi
ketidakmampuan menyelesaikan masalah, Hasil pengkajian terhadap 18 klien yang
konflik yang tidak disadari antara impuls mengalami isolasi sosial kronis diperoleh
agresif atau kepuasan libido serta bahwa 6 klien (33,3%) mengalami putus obat.
pengakuan terhadap ego dari kerusakan Rata-rata klien menyampaikan bahwa mereka
eksternal yang berasal dari kepuasan. Hal merasa bosan dan merasa sudah sembuh
ini senada dengan yang disampaikan sehingga tidak perlu lagi minum obat,
Erickson (1963, dalam Townsend 2009) disamping itu klien juga menyampaikan bahwa
yang menyatakan bahwa pengalaman jika minum obat terus menerus menjadikan
penolakan orang tua pada masa bayi akan klien tidak bisa bekerja seperti biasa karena
membuat anak menjadi tidak percaya diri mudah ngantuk dan lemas.
dalam berhubungan dengan orang lain.
Kondisi ini akan membuat individu lebih Seluruh klien yang mengalami masalah isolasi
cenderung mengisolasi diri. sosial memiliki stresor berasal dari diri klien
sendiri dan juga ditambah dengan stresor dari
Pemberian terapi latihan ketrampilan luar diri pasien. Hal ini sesuai dengan pendapat
sosial dapat membantu klien Stuart dan Laraia (2005) bahwa stresor dapat
mengembangkan mekanisme koping berasal dari internal maupun eksternal. Waktu
dalam memecahkan masalah terkait masa terpaparnya stresor pada klien sebagian besar
lalu yang tidak menyenangkan. Klien sudah mengalami gangguan jiwa > 6 bulan dan
dilatih untuk mengidentifikasi kemampuan jumlah stresor yang dialami oleh klien lebih
yang masih dapat digunakan yang dapat dari 1 stresor. Kondisi ini menujukkan bahwa
meningkatkan kemampuannya dalam rata-rata klien sudah mengalami gangguan jiwa
bersosialisasi sehingga tidak mengalami kronis. Jumlah stresor lebih dari satu yang
hambatan dalam berhubungan sosial. dialami oleh individu dalam satu waktu yang
bersamaan akan lebih sulit diselesaikan
c. Aspek Sosial Budaya dibandingkan dengan satu stresor dalam satu
Faktor predisposisi selanjutnya adalah waku. Setiap stresor atau masalah yang muncul
aspek sosial budaya, dimana pada klien membutuhkan penyelesaian sehingga semakin
kelolaan didapatkan aspek sosial budaya banyak stresor yang dimiliki oleh individu
sebagian besar adalah pendidikan maka individu tersebut makin dituntut untuk
menengah dan sosial ekonomi rendah memiliki penyelesaian koping yang adekuat
masing-masing sebanyak 11 klien dan makin bervariasi dalam mengatasi
(61,1%). Menurut Townsend (2009) status stresornya (Stuart dan Laraia, 2005).
sosioekonomi yang rendah lebih rentan
mengalami gangguan jiwa dibanding pada 4. Penilaian Terhadap Stresor
tingkat sosioekonomi tinggi. Kemiskinan Berdasarkan hasil penilaian terhadap stresor
yang dialami oleh seseorang menjadikan pada klien yang memiliki masalah isolasi
terjadinya keterbatasan dalam pemenuhan sosial didapatkan rata-rata respon kognitif
kebutuhan pokok seperti nutrisi, 27,50, respon afektif sebesar 15,89, respon
pemenuhan kesehatan, kurangnya perilaku sebesar 14,94, respon sosial sebesar
perhatian terhadap pemecahan masalah 19,61, respon fisiologis sebesar 15,17 dan
yang dapat menimbulkan munculnya stres. secara keseluruhan respon klien isolasi social
sebesar 93,11.
Klien dengan gangguan jiwa berat yang
memiliki status ekonomi rendah sering Respon klien dengan isolasi sosial dalam
mendapatkan stigma dari lingkungan menghadapi stresor tersebut sesuai dengan
sosialnya sehingga akan membuat mereka pendapat Stuart dan Laraia (2005) yang
lebih memilih tidak terlibat dalam melihatnya dari aspek kognitif, afektif,
kegiatan sosial sehingga terkesan menutup fisiologis, perilaku, dan sosial. Kelima aspek
diri. tersebut dijadikan pedoman dalam penilaian
terhadap respon klien dengan isolasi sosial
dalam penelitian ini. Didapatkannya penilaian

Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dengan Pendekatan 65
Model Hubungan Interpersonal Peplau Di RS DR Marzoeki Mahdi Bogor
Abdul Wakhid, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena CD
PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PPNI JAWA TENGAH 2013

terhadap stresor pada kelima respon tersebut dengan melakukan pengkajian secara
mendorong penulis untuk memberikan terapi mendalam terhadap masalah yang muncul pada
latihan ketrampilan sosial yang bertujuan klien. Pada tahap ini hubungan perawat dan
untuk membantu meningkatkan respon klien sudah terbina dengan baik sehingga
kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan perawat dapat menggali permasalahan yang
sosialnya. klien alami.

Terapi latihan ketrampilan sosial merupakan Setelah mendapatkan berbagai data, perawat
proses pembelajaran dengan menggunakan dengan klien bersama-sama menentukan tujuan
teknik perilaku bermain peran, praktik dan untuk membantu mengatasi masalah yang
umpan balik untuk meningkatkan kemampuan termasuk dalam tahap eksploitasi. Pada tahap
menyelesaikan masalah (Kneisl, 2004). Proses eksploitasi ini perawat melatih klien tentang
pembelajaran sosial mengacu kepada kekuatan kemampuan untuk meningkatkan hubungan
berpikir tentang bagaimana belajar sosial melalui terapi latihan ketrampilan sosial.
memberikan pujian dan hukuman, termasuk Terapi latihan ketrampilan sosial terdiri dari 4
beberapa pujian dan model yang akan sesi dimana pada tiap-tiap sesi dilakukan rata-
diberikan. Pembelajaran sosial meliputi rata 3 kali pertemuan, dan masing-masing
motivasi, emosi, pikiran, penguatan sosial, pertemuan dilakukan selama 30-45 menit.
penguatan diri. Penguatan sosial bisa Tahap eksploitasi ini dilakukan bersama klien
berbentuk perhatian, rekomendasi, perhatian sampai klien benar-benar menguasai baik
dan lainnya yang dapat membuat individu secara kognitif maupun psikomotor untuk tiap-
terus berperilaku ke arah yang lebih baik. tiap sesi latihan terapi. Setelah perawat merasa
yakin bahwa klien telah mampu menguasai
5. Ketepatan Penerapan Manajemen Terapi terapi yang dilatihkan, selanjutnya perawat
Latihan Ketrampilan Sosial pada Klien Isolasi melakukan identifikasi kembali terhadap
Sosial dengan Menggunakan Pendekatan kemampuan klien dalam melaksanakan
Model Hubungan Interpersonal Peplau kemampuan yang telah dilatihkan serta
perawat membantu klien untuk mempersiapkan
Penurunan respon tersebut menunjukkan lepas dari ketergantungan terhadap perawat
bahwa terapi latihan ketrampilan sosial dalam melakukan hubungan sosial dengan
memiliki pengaruh yang signifikan setelah lingkungan sekitarnya yang termasuk dalam
dilakukan pada klien yang mengalami masalah tahap akhir yaitu tahap resolusi.
isolasi sosial. Pada klien isolasi sosial, latihan Simpulan
ketrampilan sosial diberikan berdasarkan hasil 1. Faktor predisposisi biologis terbanyak yaitu
identifikasi masalah klien yang didapatkan adanya riwayat genetik yaitu sebanyak 12 klien
adanya ketidaktahuan dan ketidakmampuan (66,7%). Sebanyak 14 klien (77,8%)
klien dalam membina dan melakukan mengalami riwayat kegagalan, serta
hubungan sosial. Adanya latihan ketrampilan berpendidikan menengah dan dari sosial
sosial terbukti dapat membantu meningkatkan ekonomi rendah masing-masing sebanyak 11
kemampuan sosial klien yang dapat dilihat klien (61,1%) merupakan faktor sosial budaya.
pada respon kognitif, afektif, psikomotor, Faktor presipitasi aspek biologis yaitu putus
sosial dan fisik. Hal ini diakibatkan karena obat sebanyak 6 klien (33,3%), dan secara
sebelum diberikan terapi, klien merasa malu, psikologis 77,8% klien memiliki keinginan
minder dan tidak percaya diri untuk membina yang tidak terpenuhi, pada faktor sosial budaya
hubungan sosial dengan lingkunganya. Setelah didapatkan masalah pekerjaan sebanyak
diberikan terapi, didapatkan pengaruh yang 66,7%, asal stresor seluruhnya berasal dari
signifikan terhadap kemampuan sosial klien. internal tetapi ada juga stresor ekstrenal yang
menyertainya yang didapatkan pada 14 klien
Pelaksanaan terapi latihan ketrampilan sosial (77,8%). Waktu stresor paling banyak pada
yang dilakukan dengan menggunakan waktu >6 bulan sebanyak 12 klien (66,7%) dan
pendekatan model hubungan interpersonal jumlah stresor seluruhnya lebih dari 1 stresor.
Peplau pada klien dengan masalah isolasi 2. Latihan ketrampilan sosial dapat meningkatkan
sosial. Model interpersonal dapat dilakukan kemampuan sosialisasi pada klien isolasi
secara efektif karena proses tahap pertama sosial. Semua klien telah mampu melakukan
dalam hubungan perawat dengan klien yang latihan berbicara yang baik, melakukan latihan
disebut tahap orientasi diawali dengan berbicara untuk menjalin persahabatan,
membina hubungan saling percaya dimana melakukan latihan berbicara untuk
perawat dan klien belum saling mengenal dan bekerjasama dan melakukan latihan berbicara
perawat merupakan orang asing bagi klien. untuk menghadapi situasi yang sulit.
Tahap identifikasi dilakukan oleh perawat

66 Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dengan Pendekatan
Model Hubungan Interpersonal Peplau Di RS DR Marzoeki Mahdi Bogor
Abdul Wakhid, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena CD
PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PPNI JAWA TENGAH 2013

3. Latihan ketrampilan sosial dapat menurunkan Videbeck, S.L. (2008). Psychiatric-Mental Health
tanda dan gejala pada klien yang mengalami Nursing. 4th ed. Philadelphia: Lippincott
isolasi sosial. Rata-rata respon secara Williams & Wilkins
keseluruhan pada masalah isolasi sosial WHO. (2006). The world health report: 2006:
sebelum diberikan terapi latihan ketrampilan mental health: new Understanding, new hope.
sosial sebesar 93,11 dan sesudah diberikan www.who.int/whr/2001/en/ diperoleh tanggal
terapi latihan ketrampilan sosial sebesar 60,56. 20 Februari 2011.
4. Pendekatan model hubungan interpersonal WHO. (2009). Improving health systems and
Peplau dirasakan tepat diterapkan pada klien services for mental health (Mental health
dengan masalah isolasi sosial karena tahapan- policy and service guidance package). Geneva
tahapan pemberian asuhan keperawatan dalam 27, Switzerland: WHO Press.
model hubungan interpersonal Peplau yang
terdiri dari tahap orientasi, identifikasi,
eksploitasi dan resolusi dapat diterapkan sesuai
dengan karakteristik klien.

Daftar pustaka
Cacioppo, J. T., Hawkley, L. C., Crawford, L. E.,
Ernst, J. M., Burleson, M. H., Kowalewski, R.
B., . . . Berntson, G. G. (2002). Loneliness
and Health: Potential Mechanisms.
Psychosomatic Medicine, 64, 407–417.
Carson, V.B. (2000). Mental Health Nursing: The
Nurse-Patient Journey. 2nd ed. Philadelphia:
W.B. saunders Company.
Chen, K, & walk. (2006). Social Skills Training
Intervension for Student with
Emotional/Behavioral Disorder: A Literature
Review from American Perspective.
www.ccbd.net/dokuments/bb/BB.15(3)%socia
l % 20 skills pdf. Desember 12, 2012.
Kneisl, C.R., Wilson, S.K., and Trigoboff, E.
(2004). Psychiatric mental health nursing.
New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Kopelowitz, dkk (2002), Psycosocial treatment for
schizofrenia, NewYork, Oxford University
Michelson, L., Sugai, P.D & Wood, R.P.(1985).
Social skills assesment, New York: Plenum
press.
Riskesdas, (2007), Riset Kesehatan Dasar, Badan
Penelitian Kesehatan Nasional, Jakarta.
Sadock, B.J., & Sadock, V.A. (2007). Kaplan and
Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed.
Lippincott Williams & Wilkins
Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principles and
Practice of Psychiatric Nursing, 8th ed.
Missouri: Mosby, Inc.
Townsend, M.C. (2009). Psychiatric Mental Health
Nursing Concepts of Care in Evidence-Based
Practice. 6th ed. Philadelphia: F.A. Davis
Company
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
Varcarolis, E.M.,. (2010). Foundations of
Psychiatric Mental Health Nursing a Clinical
Approach. Missouri: Saunders Elsevier

Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dengan Pendekatan 67
Model Hubungan Interpersonal Peplau Di RS DR Marzoeki Mahdi Bogor
Abdul Wakhid, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena CD

Anda mungkin juga menyukai