PENDAHULUAN
merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya. Penyakit yang dikenal dengan COPD adalah bronkhitis kronis
dan emfisema paru-paru. Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic Airflow Limitation
Bronkhitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mukus
yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan
sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam dua tahun berturut-
turut. Definisi ini tidak mencakup penyakit-penyakit seperti bronkiektasis dan tuberculosis yang
juga menyebabkan batuk kronik dan pembentukan sputum. Sputum yang terbentuk pada
Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh
pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal, serta destruksi dinding alveolar.
Faktor-faktor resiko untuk COPD seperti merokok, usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin laki-
laki, infeksi dada masa kanak-kanak, hiperaktifitas jalan napas (asma), status sosioekonomi
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. BRONKHITIS KRONIS
1. Definisi
Bronkhitis akut adalah radang pada bronkus yang biasanya mengenai trakhea dan laring,
sehingga sering dinamai dengan laringo tracheobronchitis. Radang ini dapat timbul sebagai
kelainan jalan nafas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik misalnya pada morbili,
pertusis, difteri, dan tifus abdominalis. Istilah bronchitis kronik menunjukkan kelainan pada
bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh beberapa faktor,
meliputi faktor yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri. Bronchitis
kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakheabronkhial yang
berlebihan, sehingga menimbulkan batuk yang terjadi paling sedikit selama 3 bulan dalam waktu
Bronchitis kronis bukanlah merupakan bentuk menahun dari bronchitis akut. walaupun
demikian, dapat ditemukan periode akut pada penyakit bronchitis kronis. Hal tersebut
menunjukkan adanya serangan bakteri pada dinding bronchus yang tidak normal. Infeksi
sekunder oleh bakteri dapat menimbulkan kerusakan yang lebih banyak sehingga akan
memperburuk keadaan.
2. Etiologi
b) Alergi
2
c) Rangsangan lingkungan, misalnya : asap pabrik, asap mobil, asap rokok, dll.
Bronkhitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat tubuh,
yaitu :
Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun
miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahan sehingga
Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan sumber bakteri yang
Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga
drainase lendir terganggu. kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri.
3. Patofisiologi
Serangan bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali
sebagai Eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada umumnya virus merupakan awal dari
serangan bronchitis akut pada infeksi saluran nafas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis
bronchitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama kurang
lebih 3 bulan dalam 1 tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.
Serangan bronchitis disebabkan karena, tubuh terpapar agen infeksi maupun noninfeksi
(terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respon
inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme.
Tidak seperti enfisema, bronchitis lebih mempengaruhi jalan napas kecil dan besar dibandingkan
3
alveoli. Dalam keadaan bronchitis, aliran udara masih memungkinkan tidak mengalami
hambatan.
a) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mucus pada bronchus besar sehingga meningkatkan
produksi mucus.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucociliary defence,
yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mucus dan siliari. Pada pasien dengan
bronchitis akut, system mucus siliari defence paru-paru mengalami kerusakan sehingga lebih
mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mucus akan menjadi hipertropi dan
hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi mucus akan meningkat.
Infeksi juga menyebabkan dinding bronchial meradang , menebal (seringkali sampai dua kali
ketebalan normal, dan mengeluarkan mucus kental. Adanya mucus kental dari dinding bronchial
dan mucus yang dihasilkan kelenjar mucus dalam jumlah banyak akan menghambat beberapa
aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula–mula hanya
mempengaruhi bronchus besar, namun lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan napas terutama
selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangakap pada
bagian distal dari paru – paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus,
hipoksia, dan asidosis pasien mengalami kekurangan O2 jaringan dan ratio ventilasi perfusi
abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PO2. Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan
4
nilai PCO2 sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum yang hitam,
biasanya karena infeksi pulmonary. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi pada FEV dengan
peningkatan pada RV dan FRC jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hipoksemia akan
timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive Heart Fairlure).
4. Manifestasi Klinik
Batuk persisten, produksi sputum seperti kopi, dispnea dalam beberapa keadaan,variable
wheezing pada saat ekspirasi, serta seringnya infeksi pada sistem respirasi.
5. Penatalaksanaan
drainase bronchial menjadi jernih. Pengobatan yang di berikan adalah antimikrobial, postural
5
2. EMFISEMA
1. Definisi
ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut,
maka dapat di katakan bahwa tidak termaksud emfisema jika di temukan kelainan berupa
pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa di sertai adanya destruksi jaringan. Namun keadaan
tersebut hanya sebagai ‘overinflation’. Emfisema disebabkan oleh destruksi progesif septum
alveolar dan kapiler, yang menyebabkan jalan napas dan ruang udara (bula) yang membesar,
recoil elastic paru yang menurun, dan jalan napas yang semakin mudah mengalami kolaps.
2. Etiologi
- Pengaruh usia
- Keturunan
- Infeksi
3. Patogenesa
Terdapat empat perubahan patologik yang dapat timbul pada pasien emfisema yaitu:
Protease (enzim paru-paru) mengubah atau merusak alveoli dan saluran nafas kecil dengan
cara merusak serabut elastin,sebagai akibatnya, kantungan alveolus kehilangan elastisitas dan
jalan napas kecil menjadi kolaps atau menyempit. Beberapa alveoli menjadi rusak dan yang
6
2) Hiperinflasi paru-paru
Pembesaran alveoli sehingga paru-paru sulit untuk dapat kembali ke posisi istirahat
3) Terbentuknya bullae
Dinding alveolus membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruang
tempat udara di antara parenkim paru-paru) yang dapat di lihat pada pemeriksaan pada X-ray.
Ketika pasien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratoraks akan
4. Tipe Emfisema
a) Emfisema sentrilobular
Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakan bronkhiolus, biasanya
pada daerah paru-paru atas. Inflamasi merambah sampai bronkhiolus tetap, biasanya kantung
alveolus bersisa.
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umumnya juga merusak paru-paru bagian
bawah. Tipe ini sering disebut centriacinar emfisema, sering kali timbul pada perokok. Panacinar
timbul pada orang tua dan pasien dengan defisiensi enzim alpha-antitripsin.
c) Emfisema paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian yang mengakibatan isolasi blebs (udara dalam alveoli)
sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai pneumotorak spontan. Pada
7
keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner dan sering kali timbul Cor
5. Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang akan
menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara akan terganggu akibat dari
perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibatkan akibat dari
adanya destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan napas kolaps sebagian, dan
kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara
akan tertahan di antara ruangan alveolus (disebut blebs) dan di antara parenkim paru-paru
(disebut bullae) . Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilator pada ‘dead space’atau
area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja napas meningkat dikarenakan
terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O² dan CO².
Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi
dengan usia,tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda biasanya berhubungan
6. Manifestasi Klinis
3. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk
6. Batuk menahun
8
A. Mekanisme Terjadinya Obstruksi pada COPD
I. Intraluminer
Akibat infeksi dan iritasi yang menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh
II. Intramular
- Edema dan inflamasi (peradangan), sering terdapat pada bronkhitis dan asma.
III. Ekstramular
Kelainan terjadi di luar saluran pernapsan. Destruksi dari jaringan paru mengakibatkan
hilangnya kontraksi radial dinding bronkus ditambah dengan hiperinflamasi jeringan paru
COPD merupakan penyakit obstruksi saluran napas, terjadi sedikit demi sedikit, bertahun
tahun, biasanya dimulai pada seorang penderita perokok berumur 15-25 tahun produktivitasnya
menurun dan timbul perubahan pada saluran pernapasan kecil dan fungsi paru mulai berubah
pula. Umur 35-45 tahun timbul batuk produktif. Umur 45-55 tahun timbul sesak napas,
infeksi saluran pernapasan bagian atas sehingga sering kali tidak dapat bekerja. Umur 55-65
tahun sudah ada kor pulmonal yang dapat menyebabkan kegagalan pernapasan dan meninggal
dunia.
9
Semua penyakit pernapasan dikarakteristikkan oleh obstruksi kronis pada aliran udara.
- Pelengketan mukosa
- Takipnea
- Ortopnea
a. Pemeriksaan Radiologis
Pada pemeriksaan fungsi paru FVC (kapasitas vital kuat) dan fev folume ekspirasi kuat
Pada pemeriksaan gas darah arteri PH <> 45 mmHg, sedangkan yang normal PH 7,35-
Untuk mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai hipertensi pulmonal dan
10
D. PENATALAKSANAAN COPD
Penatalaksanaan pada penderita COPD prinsipnya adalah untuk meringankan keluhan
simptomatik, memperbaiki serta mempertahankan fungsi paru dan usaha pencegahan harus
dilakukan seperti penghentian merokok, menghindari polusi udara. Adapun penatalaksanaan
yang dapat dilakukan adalah :
- Pemberian bronkodilator
o Teoillin
Golongan teofilin biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg berat badan per oral.
o Agonis B2
Sebaiknya diberikan scara aerosol atau nebulizer. Dapat juga diberikan kombinasi obat
secara aerosol maupun oral, sehingga diharapkan mempunyai efek bronkodilator lebih
kuat.
- Pemberian kortikosteroid
pernapasan.
Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus, merupakan pengobatan yang utama
klorida.
o Nebulizasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencer
sputum.
11
- Fisioterapi dan rehabilitasi
Pencegahan eksaserbasi COPD akut meliputi vaksinasi influenza dan pneumokokal. Pasien
dengan kombinasi gejala yang terdiri dari peningkatan dispnea, peningkatan sputum, atau
sputum purulen dapat disembuhkan dengan antibiotic yang ditargetkan melawan patogen
Pemberian singkat kortikosteroid oral memperbaiki fungsi paru dan mempercepat pemulihan
Prognosis keseluruhan untuk pasien COPD bergantung pada keparahan obstruksi aliran udara.
Pasien dengan FEV1 < 0,8 L mempunyai angka mortalitas tahunan 25%. Pasien dengan kor
pulmonal, hiperkapnia, kebiasaan merokok, dan penurunan berat badan memiliki prognosis
buruk. Kematian biasanya terjadi akibat infeksi, gagal napas akut, embolus paru, atau aritmia
jantung.
E. KOMPLIKASI COPD
Komplikasi yang sering terjadi dengan berlanjutnya penyakit, yaitu :
Kegagalan respirasi yang ditandai dengan sesak napas dengan manifestasi asidosis
respirasi.
Retensi co2.
Hematologik : polisitemia.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Jeremy, et al. Penyakit Paru Obstruktif Kronis. At a Glance Sistem respirasi Edisi kedua.
EMS. Jakarta : 2008.
2. Jeremy, et al. Chronic Obstructive Pulmonary Diseases. At a Glance Medicine Edisi kedua.
EMS. Jakarta : 2008.
3. Stefan, et al. Penyakit Paru Obstruktif. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC. Jakarta :
2007.
4. Adri. 2010. COPD. Diakses dari http://adriyanii.blogspot.com/2010/11/makalah-copd.html
pada tanggal 17 Januari 2011.
5. Anak coass. 2009. PPOK. Diakses dari http://coass.blogsome.com/2009/09/07/ppok pada
tanggal 17 Januari 2011.
13