Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KPD (KETUBAN PECAH DINI)

Di Ruang Maternitas

Rumah Sakit Baptis Batu

Oleh:

RIWANDA OKTAVIANI

NIM. 18.30.050

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN DAN NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan KPD (Ketuban Pecah Dini) di Ruang Kaber Rumah Sakit
Baptis Batu yang dilakukan oleh :

Nama : Riwanda Oktaviani

NIM : 18.30.050

Prodi : Profesi Ners

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik profesi Ners
Departemen Maternitas, yang dilaksanakan pada tanggal 14 Januari 2019 – 19
Januari 2019, yang telah disetujui dan disahkan pada :

Hari :……………………

Tanggal :……………………

Malang,14Januari 2019

Mengetahui :

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(…………………………..) (…………………………..)

Kepala Ruang

(…………………………..)
LAPORAN PENDAHULUAN
KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A. DEFINISI
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum proses
persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan. KPD yang memanjang adalah yang terjadi lebih
dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan (Sarwono, 2001).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai
persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in partu. Sebagian besar ketuban
pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu, sedangkan kurang
dari 36 minggu tidak terlalu banyak. Ketuban pecah dini merupakan kontroversi
obstetri. Pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya menyebabkan kemungkinan
infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas yang akan meningkatkan kesakitan
dan kematian ibu maupun janinnya (Manuaba, 1998).

B. ETIOLOGI KETUBAN PECAH DINI (KPD)


Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut.
Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat
berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah
kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut (Manuaba, 1998) :
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-
otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga
sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan
desakan janin yang semakin besar. Adalah serviks dengan suatu kelainan
anatomi yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau
merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan
terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa
kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.
2. Peninggian tekanan intra uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a. Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli atau kehamilan kembar
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput
ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan
sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi
dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan
selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan
kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah
pecah.
4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL.
Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak.
Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah cairan amnion terjadi secara
berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan
uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.
5. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
6. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP
(sepalo pelvic disproporsi).
7. Korioamnionitis
Adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh penyebaran
organisme vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah pecahnya
selaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
8. Penyakit Infeksi
Adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme yang
meyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi menyebabkan
terjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik
sehingga memudahkan ketuban pecah.
9. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)
10. Riwayat KPD sebelumya
11. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
12. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
13. Keadaan sosial ekonomi
14. Faktor lain
a. Faktor golongan darah
b. Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan
kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban.
c. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
d. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.

C. FAKTOR RESIKO KETUBAN PECAH DINI


Faktor risiko ketuban pecah dini persalinan preterm :
1. Kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
2. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
3. Perdarahan pervagina
4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
5. Kadar crh (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada
stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
6. Inkompetensi serviks (leher rahim)
7. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
8. Riwayat kpd sebelumya

D. PATOFISIOLOGI KETUBAN PECAH DINI (KPD)


Penyebab dari ketuban pecah dini belum diketahui. Tetapi kemungkinan
penyebab yaitu infeksi pada vagina seperti oleh gonorrhoe dan streptococcus yang
menyebabkan teinfeksinya selaput amnion sehingga memudahkan selaput tersebut
untuk pacah secara dini. Chorioamnionitis merupakan infeksi selaput ketuban
yang juga akan merusak selaput amnion sehinga bisa pula pecah. Penyebab
selanjutnya adalah peningkatan tekana intracterine seperti pada kehamilan kembar
dan polihidromnion, menyebabkan terjadinya intrumnion meningkat akhirnya
selaput amnion pecah. Trauma pada amniosintesis menyebabkan cairan ketuban
bisa pecah. demikian juga halnya dengan hipermotilitas uterus dimana kontraksi
otot uterus rahim menjadi meningkat yang menekan selaput amnion.
Semua hal diatas dapat menyebabkan ketuban pecah dini. Pada ibu dengan
ketuban pecah dini tetapi his (-) sehinga pembukaan akan terganggu dan
terhambat sementara janin mudah kekeringan karena pecahnya selaput amnion
tersebut, maka Janin harus segera untuk dilahirkan atau pengakhiran kehamilan
harus segera dilakukan. Tindakan yang dilakukan adalah menginduksi dengan
oksitosin, jika gagal lakukan persalinan dengan caecar.
Pada ibu dengan ketuban pecah dini dan hisnya ada (+) persalinan dapat
segera dilakukan. Apabila adanya pemeriksaan dalam yang terlalu sering dapat
beresiko terhadap infeksi. Ketuban yang telah pecah dapat menyebabkan
persalinan menjadi terganggu karena tidak ada untuk pelicin jalan lahir.
Akibatnya terjadi persalinan yang lama.
Akibat persalinan yang lama terjadi pula penekanan yang lama pada janin
dijalan lahir, dan jika terjadi fetal distress mengakibatkan untuk melakukan
persalinan atau ekstraksi vacum dan cuna, atau terjadi asphyxia akibat penekanan
yang lama pada jalan lahir inipun mengakibatkan iskemia pada jalan lahir dan
akhirnya terjadi nekrosis jaringan. Hal ini beresiko terhadap cidera pada ibu dan
janin, dan juga beresiko tinggi terhadap infeksi.
E. MANIFESTASI KLINIS KETUBAN PECAH DINI (KPD)
1. Adanya cairan yang merembes dari vagina dengan bau khas ketuban
2. Aroma ketuban khas berbau amis dan tidak berbau amoniak
3. Disertai demam, cairan/bercak vagina yang banyak dan berbau, nyeri perut
jika penyebabnya adalah infeksi
4. Terkadang ibu akan merasakan ada sesuatu yang pecah

F. PENGARUH KETUBAN PECAH DINI (KPD) TERHADAP IBU DAN


JANIN
1. Pada Janin
Karena janin telah terbuka maka dapat terjadi infeksi intra pratal, apalagi
bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi
puerperalis (nifas), peritonitis dan septikemia serta dry labour. Ibu akan
merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama,
maka suhu tubuh naik, nadi cepat dan tampak gejala-gejala infeksi.
2. Pada Ibu
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin
mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intra uterin lebih dahulu terjadi
(amnionitis, vaskulis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan
meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal.

G. PEMERIKSAAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)


Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Diagnosa KPD
ditegakkan dengan cara :
1. Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang
banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau ngepyok. Cairan berbau khas, dan
perlu juga diperhatikan warna, keluarnya cairan tersebut his belum teratur
atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.
2. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari
vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak,
pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3. Pemeriksaan dengan spekulum.
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan
dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar,
fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan
manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar
cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
4. Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada
lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu
dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam
persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu
pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah
rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa
dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan
kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi
persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi,
bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban
mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5,
dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
a. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7-7,5, darah
dan infeksi vagina dapat mengahasilkan tes yang positif palsu.
b. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis.
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG), Pemeriksaan melalui ultrasonografi
(USG) dapat digunakan untuk mengkonfirmasi jumlah air ketuban yang
terdapat di dalam rahim.
3. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.
Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion. Walaupun
pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada
umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan
sederhana.

H. KOMPLIKASI KETUBAN PECAH DINI (KPD)


Komplikasi yang mungkin terjadi yaitu :
1. Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden
dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
KPD.
2. Partus peterm
Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada
kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20 s.d. 37 minggu) atau dengan
berat janin kurang dari 2500 gram.
3. Prolaps Tali pusat.
4. Tali pusat menumbung.
5. Distasia (partus kering). Pengeluaran cairan ketuban untuk waktu yang akan
lama akan menyebabkan dry labour atau persalinan kering.
6. Ketuban pecah dini merupakan penyebab pentingnya persalinan premature
dan prematuritas janin.
7. Resiko terjadinya ascending infection akan lebih tinggi jika persalinan
dilakukan setelah 24 jam onset.
8. Hipoplasia pulmonal janin sangat mengancam janin, khususnya pada kasus
oligohidramnion.
I. PENATALAKSANAAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)
Ketuban pecah dini merupakan sumber persalinan prematuritas, infeksi
dalam rahim terhadap ibu maupun janin yang cukup besar dan potensial. Oleh
karena itu, penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang
rinci, sehingga dapat menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi
dalam rahim. Memberikan profilaksis antibiotik dan membatasi pemeriksaan
dalam merupakan tindakan yang perlu diperhatikan. Disamping itu makin kecil
umur kehamilan makin besar peluang terjadi infeksi dalam lahir yang dapat
memicu terjadinya persalinan prematuritas bahkan berat janin kurang dari 1
kg..
Penanganan medis
1. Pada kehamilan preterm berupa penanganan konservatif (Manuaba, 1998):
a. Rawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan
kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu
b. Berikan antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari
c. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi
d. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Sedian terdiri atas betametason 12 mg
sehari dosis tunggal selama 2 hari atau deksametason IM 5 mg setiap 6
jam sebanyak 4 kali
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa (-) : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam
g. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi
h. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin)
2. Pada kehamilan aterm berupa penanganan aktif, antara lain :
a. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio
sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan
persalinan di akhiri:
1) Bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi.
Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
2) Bila skor pelvik > 5 induksi persalinan, partus pervaginam.

J. ASUHAN KEPERAWATAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)


1. Anamnesa
Pengkajian yang dilakukan meliputi :
a. Biodata klien, berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku,
Agama, Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan,
Pekerjaan , Suku, Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.
b. Keluhan utama : keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau /
kecoklatan sedikit / banyak, pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada,
air ketuban sudah kering, inspeksikula tampak air ketuban mengalir / selaput
ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering
c. Riwayat haid. Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang
keluar, konsistensi, siklus haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan
tanggal partus
d. Riwayat Perkawinan. Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa?
Apakah perkawinan sah atau tidak, atau tidak direstui dengan orang tua?
e. Riwayat Obstetris. Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil
laboraturium : USG , darah, urine, keluhan selama kehamilan termasuk
situasi emosional dan impresi, upaya mengatasi keluhan, tindakan dan
pengobatan yang diperoleh.
f. Riwayat penyakit dahulu. Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu,
bagaimana cara pengobatan yang dijalani nya, dimana mendapat
pertolongan, apakah penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau kambuh
berulang – ulang
g. Riwayat kesehatan keluarga. Adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit yang diturunkan secara genetic seperti panggul sempit, apakah
keluarga ada yg menderita penyakit menular, kelainan congenital atau
gangguan kejiwaan yang pernah di derita oleh keluarga.
h. Kebiasaan sehari –hari
1) Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan KPD mengalami penurunan
nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami penurunan
2) Pola istirahat dan tidur : klien dengan KPD mengalami nyeri pada daerah
pinggang sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah mudah
terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada
perineum)
3) Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah
inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin),hilangnya kontrol
blas, terjadi over distensi blass atau tidak atau retensi urine karena rasa
takut luka episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK. Pola BAB,
freguensi, konsistensi,rasa takut BAB karena luka perineum, kebiasaan
penggunaan toilet.
4) Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,
penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian, tata rias
rambut dan wajah.
5) Aktifitas : Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan
KPD di anjurkan untuk bedresh total
6) Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan
yang membuat fresh dan relaks.
i. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan umum: suhu normal kecuali disertai infeksi.
2) Pemeriksaan abdomen: uterus lunak dan tidak nyeri tekan. Tinggi fundus
harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut
hari haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin
dan presentasi maupun cakapnya bagian presentasi. Denyut jantung
normal.
3) Pemeriksaan pelvis: pemeriksaan speculum steril pertama kali dilakukan
untuk memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina. Karna cairan
alkali amnion mengubah pH asam normal vagina, kertas nitrasin dapat
dipakai untuk mengukur pH vagina. Kertas nitrasin menjadi biru bila ada
cairan alkali amnion. Bila diagnose tidak pasti adanya skuama anukleat,
lanugo, atau bentuk Kristal daun pakis cairan amnion kering dapat
membantu.
4) Pemeriksaan vagina steril: menentukan penipisan dan dilatasi serviks.
Pemeriksaan vagina juga mengidentivikasi bagian presentasi dan stasi
bagian presentasi dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat.
j. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboraturium. Cairan yang keluar dari vagina perlu
diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari
vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina.
Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah
warna, tetap kuning.
2) Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah
dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.
3) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis.
4) Pemeriksaan ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk
melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD
terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi
kesalahn pada penderita oligohidromnion.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
a. Nyeri akut b/d peredaran karakteristik kontraksi
b. Intoleran aktifitas b/d tirah baring
c. Kurang pengetahuan mengenai prosedur b/d kurang informasi
d. Ansietas b/d kondisi janin yang menurun
e. Resiko tinggi infeksi b/d rembesan cairan ketuban

3. Intervensi
Perencanaan dan implementasi yang dilakukan yaitu:
a. Nyeri akut b.d. peredaran karakteristik kontraksi
Tujuan:
1) Pasien menunjukkan ekspresi wajah rileks
2) Pasien tidak mengeluh kesakitan
3) Pasien menyatakan nyerinya berkurang
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara konprehensif, meliputi : penyebab
nyeri, kualitas nyeri, penyebaran nyeri, tingkat keparahan nyeri, dan
waktu datangnya nyeri.
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien.
4. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau dan cara mengatasinya.
5. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi.
6. Tingkatkan istirahat

b. Intoleransi aktivitas b.d. tirah baring


Tujuan :
1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan toleransi aktifitas
2) Memperlihatkan kamajuan (ketingkat yang lebih tinggi dari mobilitas
yang mungkin)
3) Memperlihatkan penurunan tanda-tanda hipoksia terhadap aktifitas (nadi,
tekanan darah, pernapasan)
Intervensi :
1. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.
2. Kaji penyebab kelemahan.
3. Kaji tanda-tanda vital.
4. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.
5. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.
6. Kaji penyebab kelemahan.
7. Kaji tanda-tanda vital.
8. Pantau asupan nutrisi
9. Ciptakan lingkungan yang nyaman.

c. Kurang pengetahuan mengenai prosedur b.d. kurang informasi


Tujuan:
1) Menggungkapkan pengetahuan tentang prosedur/situasi
2) Berpartisipasi dalam prosedur pembuatan ketuban
Intervensi :
1. Mengobservasi kesiapan klien untuk mendengarkan
2. Menentukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya.
3. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan klien tentang proses
penyakit yang sfesifik.
4. Jelaskan fatofisiologi terjadinya.
5. Gambarkan tanda dan gejala yang bisa muncul pada penyakit dengan cara
yang tepat.
6. Identifikasi kemungkinan penyebab penyakit yang diderita klien.
7. Diskusikan gaya hidup yang diperlukan untuk mencegah komplikasi.
8. Diskusikan pilihan terapi serta penaganannya.
Instruksikan klien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
perawat yang jaga.
d. Ansietas b.d. kondisi janin yang menurun
Tujuan :
1) Gangguan sistem dukungan secara efektif
2) Menyelesaikan persalinan dengan sukses
Intervensi :
1. Kaji tingkat ansietas. Bantu pasien mengidentifikasi keterampilan koping
yang telah dilakukan dengan berhasil pada masa lalu.
2. Beri informasi mengenai vertigo dan penanganannya.
3. Dorong pasien mendiskusikan ansietas dan gali keprihatinan mengenai
serangan vertigo.
4. Ajarkan pasien teknik penatalaksanaan stress atau lakukan rujukan bila
perlu.
5. Beri upaya kenyamanan dan hindari aktivitas yang menyebebkan stress.
6. Instruksikan pasien dalam aspek program pengobatan

e. Resiko tinggi infeksi, faktor resiko : ketuban pecah dini


Tujuan :
1) Bebas dari proses infeksi nosokomial selama perawatan di rumah sakit
2) Memperlihatkan kemampuan tentang faktor-faktor risiko yang berkaitan
dengan infeksi dan melakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk
mencegah infeksi
Intervensi :
1. Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan staf
2. Awasi tanda – tanda vital
3. Ambil spesimen untuk kultur dan sensitivitas dan berikan antibiotik tepat
sesuai indikasi
4. Awasi tanda-tanda infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, 2001, Konsep Asuhan Kebidanan, Jakarta.

Manuaba, Ida bagus Gede, 1998, Ilmu Kebidanan Penyaki Kandungan dan KB,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC : Jakarta.

Muhtar, Rustam, etc, 1998, Sinopsis Obstetri, Jilid I, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC : Jakarta.

Saefuddin, Abdul Bari, 2002, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal, Jakarta : YBP-SP, 2002.

Sarwono, 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal, Cetakan Kedua, Penerbit JNPKKR POGI dan Yayasan Bina
Pustaka : Jakarta.

Sastrawinata, Suliman, 2005, Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi, Edisi


2, FKUP : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai