Anda di halaman 1dari 25

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Darah

2.1.1 Pengertian Darah

Darah merupakan jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Sekitar 55%

adalah cairan dan 45% sisanya terdiri atas sel darah (Pearce, 2011). Rata-rata

manusia dengan tubuh yang sehat memiliki lima hingga enam liter darah yang

beredar dalam tubuhnya dan merupakan 5% hingga 7% berat tubuh. Keadaan

jumlah darah pada tiap-tiap orang tidak sama, tergantung kepada umur, jenis

kelamin, jenis pekerjaannya, keadaan jantung atau pembuluh darah. Darah

mempunyai kekentalan yang besarnya tiga hingga lima kali kekentalan air, Ph

7,35 hingga 7,45, dan bisa berwana merah cerah (darah arteri) atau merah gelap

(darah vena) menurut saturasi oksigen serta kadar hemoglobin (Komalasari et al,

2011)

2.1.2 Fungsi Darah

Darah merupakan jaringan penyokong istimewa yang mempunyai banyak

fungsi, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Sebagai alat pengangkutan, yaitu mengangkut :

a. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan ke seluruh

jaringan tubuh.

b. Mengambil oksigen atau zat hasil pembakaran dari paru-paru untuk

diedarkan keseluruh jaringan tubuh.

6
7

c. Karbon dioksida (CO2) dari seluruh jaringan tubuh ke alat pernapasan yaitu

paru-paru.

d. Zat-zat metabolism dari seluruh jaringan tubuh kea lat-alat ekskresi.

2. Sebagai benteng pertahanan tubuh dari infeksiberbagai kuman atau bibit

penyakit dan racun. Fungsi ini dilaksanakan oleh zat antibody, sel-sel darah

putih dansel darah pembeku.

3. Sebagai penjaga stabilitas suhu tubuh dengan memindahkan panas yang

dihasilkan oleh alat-alat tubuh yang aktif ke alat-alat tubuh yang aktif

4. Sebagai pengatur keseimbangan asam dan basa untuk menghindari kerusakan

jaringan tubuh (Prawirohartono, 2005).

Selain fungsi diatas, darah juga berfungsi sebagai proteksi terhadap cidera

dan pendarahan, pencegahan pendarahan merupakan fungsi dari trombosit karena

adanya pembekuan, fibrinolitik yang ada pada plasma. (Tarwoto & Wartonah,

2008)

2.1.3 Struktur Darah


Darah manusia terdiri atas dua komponen yaitu plasma darah dan sel-sel

darah atau cairan darah.

2.1.3.1 Plasma Darah

Plasma merupakan bagian cair dari darah yang tidak mengandung sel-sel

darah tetapi masih mengandung faktor-faktor pembekuan darah. Plasma diperoleh

dengan cara memisahkan sel-sel darah dari darah (whole blood) dengan cara

sentrifugasi. Plasma yang terbentuk memiliki komposisi faktor pembekuan yang

berbeda sesuai dengan jenis antikoagulan yang ditambahkan (Nugraha, 2015).

Fungsi plasma adalah sebagai perantara untuk menyalurkan makanan,

mineral, lemak, glukosa dan asam amino ke jaringan. Juga merupakan medium
8

untuk mengangkut bahan buangan seperti urea, asam urat dan sebagian karbon

dioksida (Pearce, 2011).

Plasma darah terdiri dari : Air 91%, Protein 8,0% (Albumin, Globulin,

Protombin dan Fibrinogen), Mineral 0,9% (Natrium Klorida, Natrium Bikarbonat,

Garam dari Kalium, Fosfor, Magnesium dan Besi dan seterusnya). Sisanya diisi

oleh sejumlah bahan organic, yaitu : Glukosa, Lemak, Urea, Asam Urat,

Kreatinin, Kolesterol, dan Asam Amino. Plasma juga berisi gas (Oksigen dan

Karbon Dioksida), hormone-hormon, enzim dan antigen.

2.1.3.2 Sel – sel Darah

Apabila setetes darah diletakkan di atas kaca objek yang bersih dan kering

kemudian di buat sediaan hapus dan diwarnai dengan pewarnaan May Grunwald-

Giemsa (MGG). Secara garis besar akan tampak sel-sel yang dapat dibagi dalam 3

kelompok besar, yaitu :

1. Eritrosit (Sel Darah Merah)

Sel-sel bulat, tidak berinti dan berwarna merah kebiruan homogen,

jumlahnya sangat banyak di seluruh lapangan pandangan. Sel-sel inilah yang

memberi warna merah pada darah (Sadikin, 2014). Fungsi utama eritrosit adalah

untuk pertukaran gas. Eritrosit membawa oksigen dari paru-paru menuju ke

jaringan tubuh dan membawa karbon dioksida (CO2) dari jaringan tubuh ke paru.

Eritrosit tidak mempunyai inti sel, tetapi mengandung beberapa organel dalam

sitoplasmanya. Sebagian besar sitoplasma eritrosit berisi hemoglobin yang

mengandung zat besi (Fe) sehingga dapat mengikat oksigen. Eritrosit berbentuk

bikonkaf, berdiameter 7 – 8 µ. Bentuk bikonkaf tersebut menyebabkan eritrosit


9

bersifat fleksibel sehingga dapat melewati lumen pembuluh darah yang sangat

kecil dengan lebih baik (Kiswari, 2014).

Sel darah merah dibentuk dalam sumsum tulang melalui berbagai tahap,

tahap awal besar dan berisi nucleus tetapi tidak ada hemoglobin, kemudian

dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan nucleusnya dan baru diedarkan ke

dalam sirkulasi darah. Rata-rata panjang hidup darah merah kira-kira 115 hari. Sel

menjadi usang dan dihancurkan dalam retikulo-endotelial, terutama dalam limpa

dan hati. Globin dari hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan

sebagai protein dalam jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin

dikeluarkan untuk digunakan dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem

dari hemoglobin diubah menjadi bilirubin dan biliverdin yaitu yang berwarna

kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang rusak

pada luka memar. Bila terjadi pendarahan maka sel darah merah dengan

hemoglobinnya sebagai pembawa oksigen akan hilang. Pada peredaran darah

sedang, sel-sel itu diganti dalam waktu beberapa minggu berikutnya. Tetapi bila

kadar hemoglobin turun sampai 40% atau dibawahnya, maka diperlukan tranfusi

darah (Pearce, 2011).

Gambar 2.1 Eritrosit (Anonim, 2017).


10

2. Trombosit (Sel Darah Pembeku)

Trombosit merupakan sel darah yang berperan penting dalam hemostasis.

Trombosit melekat pada lapisan endotel pembuluh darah yang robek (luka)

dengan membentuk plug trombosit. Trombosit tidak mempunyai inti sel,

berukuran 1 – 4 µ, dan sitoplasmanya berwarna biru dengan granula ungu-

kemerahan. Trombosit merupakan derivate dari megakariosit, berasal dari

fragmen-fragmen sitoplasma megakariosit. Jumlah trombosit 150.000 –

350.000/mL darah. Granula trombosit mengandung factor pembekuan darah,

adenosine difosfat (ADP), dan adenosine trifosfat (ATP), kalsium, serotonin, serta

katekolamin. Sebagian besar di antaranya berperan dalam merangsang mulainya

proses pembekuan darah. Umur trombosit kurang lebih sekitar 10 hari (Kiswari,

2014).

Gambar 2.2 Trombosit dan Eritrosit (Yanti, 2018).

3. Leukosit (Sel Darah Putih)

Leukosit terbentuk di sumsum tulang (myelogenous), kemudian disimpan

dalam jaringan limfatikus (limfa, timus, dan tonsil) dan diangkut oleh darah ke

organ dan jaringan. Umur leukosit adalah 13-20 hari. Vitamin, asam folat dan

asam amino dibutuhkan dalam pembentukan leukosit. Sistem endokrin mengatur


11

produksi, penyimpanan dan pelepasan leukosit. Perkembangan granulosit dimulai

dengan myeloblast (sel yang belum dewasa di sumsum tulang), kemudian

berkembang menjadi promyelosit, myelosit (ditemukan di sumsum tulang),

metamyelosit dan bands (neutrofil pada tahap awal kedewasaan), dan akhirnya,

neutrofil. Perkembangan limfosit dimulai dengan limfoblast (belum dewasa)

kemudian berkembang menjadi prolimfoblast dan akhirnya menjadi limfosit (sel

dewasa). Perkembangan monosit dimulai dengan monoblast (belum dewasa)

kemudian tumbuh menjadi promonosit dan selanjutnya menjadi monosit (sel

dewasa). Fungsi utama leukosit adalah melawan infeksi, melindungi tubuh dengan

memfagosit organisme asing dan memproduksi atau mendistribusikan antibodi.

Jumlah normal berkisar 3.200-10.000/mm3 (KEMENKES RI, 2011).

Leukosit terbagi menjadi 2 tipe yaitu granulosit (neutrofil, eosinofil dan

basofil) dan agranulosit (limfosit dan monosit).

a. Leukosit dengan inti yang terpecah-pecah (granulosit) sehingga sekilas

mempunyai beberapa inti dengan berbagai bentuk. Leukosit seperti ini

dinamakan sebagai leukosit polimorfonukleus atau sel polimorfonukleus.

Sel-sel polimorfonukleus ini mempunyai butir-butir kecil di dalam

sitoplasmanya, sel-sel polimorfonukleus disebut juga granulosit atau sel-

sel bergranula. Sel-sel polimorfonukleus ini dibedakan lagi berdasarkan

warna sitoplasmanya masing-masing. Dengan demikian, didapat sel

polimorfonukleus neutrofil karena warnanya netral dengan MGG; sel

polimorfonukleus eosinofil yang nisbi lebih merah serta sel

polimorfonukleus basofil yang lebih biru (Sadikin, M, 2014).


12

b. Leukosit dengan inti bulat (agranulosit) yang memberi kesan bahwa sel ini

berinti tunggal dan utuh, sehingga dinamakan juga sebagai sel-sel

mononukleus. Sel-sel ini dibedakan berdasarkan besar-kecil

sitoplasmanya. Sel mononukleus dengan sitoplasma sangat sedikit

sehingga didominasi oleh inti yang bulat, dinamakan sebagai limfosit. Sel-

sel mononukleus dengan sitoplasma besar dan intinya agak berlekuk

seperti kacang dinamakan sebagai monosit (Sadikin, M, 2014).

Gambar 2.3 Jenis-jenis Leukosit (Arsika, 2017).

2.2 Antikoagulan

Antikoagulan adalah zat yang digunakan untuk mencegah pembekuan darah

dengan cara menghambat faktor-faktor pembekuan darah (Arianda, 2015).

Aktivitas zat antikoagulan terjadi dengan mengikat atau mengendapkan ion

kalsium (Ca). Ion kalsium adalah salah satu faktor pembekuan (faktor IV), tanpa

kalsium pembekuan tidak terjadi, dan akan menghambat pembentukan thrombin.

Trombin adalah enzim yang berperan dalam perubahan fibrinogen menjadi fibrin
13

(Kiswari, 2014). Antikoagulan yang sering digunakan dalam pemeriksaan

hematologi yaitu:

1. Natrium sitrat atau Sodium citrate

Natrium sitrat adalah jenis antikoagulan yang direkomendasikan oleh

International Committee for Standardization In Hematology (ICSH) dan

International Society for Thrombosis and Hematology sebagai antikoagulan

yang terpilih untuk tes koagulasi. Natrium sitrat digunakan dalam bentuk

larutan pada konsentrasi 3,2%. Natrium sitrat berkerja dengan

mengendapkan ion kalsium, sehingga menjadi bentuk yang tidak aktif.

Pencampuran antikoagulan dan darah dengan cara diinversi (dibolak-balik)

sebanyak 4 kali. Selain digunakan sebagai pemeriksaan koagulasi juga

digunakan sebagai pemeriksaan laju endap darah dengan perbandingan 3

natrium sitrat dan 9 bagian darah (Kiswari, 2014).

2. Oxalate

Oxalate mencegah koagulasi dengan mengendapkan kalsium. Oxalate

paling banyak digunakan dalam bentuk kalium oxalate. Umumnya

digunakan untuk menyediakan plasma dalam pengujian glukosa.

Kelebihan oxalate dapat menyebabkan hemolysis dan pelepasan

hemoglobin ke dalam plasma. Pencampuran antikoagulan ini dengan cara

inversi sebanyak 8-10 kali (Kiswari, 2014).

3. EDTA ( Ethylene Diamine Tetra Asetic Acid)

EDTA umumnya tersedia dalam bentuk bubuk garam di-kalium (K2)

atau cair tri-kalium (K3), EDTA pada bagian tutup tabung berwarna lavender

(ungu). Cara kerja EDTA yaitu dengan mengikat ion kalsium sehingga
14

terbetuk garam kalsium yang tidak larut. Takaran pemakaian EDTA dalah 1-

1,5 mg untuk setiap mL darah (Kiswari, 2014). ETDA digunakan untuk

pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, LED, hitung leukosit, hitung

trombosit, retikulosit, hapusan darah dan lain sebagainya (Arianda, 2015).

Cara pencampuran antikoagulan ini dengan inversi sebanyak 8-10 kali.

4. Heparin

Heparin bekerja mencegah pembekuan dengan cara menghambat

pembentukan trombin. Heparin tidak dapat digunakan untuk membuat

apusan darah tepi dikarenakan hasil pewarnaan (cara Wright) membuat

preparat terlalu biru (Kiswari, 2014). Trombin adalah yang dibutuhkan

untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Heparin digunakan dalam

pemeriksaan kimia darah, elektrolit, enzim, kultur sel dan OFT (osmotic

fragility test) (Arianda, 2015). Heparin sedikit toksik dan harganya relatif

mahal. Ada 3 jenis heparin yaitu ammonium, litium dan sodium heparin.

5. Natrium Polianetol Sulfonat (SPS)

SPS mencegah koagulasi dengan cara mengikat kalsium. Antikoagulan

ini digunakan untuk pengumpulan darah dalam pemeriksaan kultur. Selain

sebagai antikoagulan, SPS juga mengurangi aktivitas protein yang disebut

komplemen, yang menghancurkan bakteri. SPS juga menghambat

fagositosis dan mengurangi aktifitas antibiotik tertentu (Kiswari, 2014).

6. Asam Citrate Dextrosa (ACD)

Asam sitrat berfungsi mencegah koagulasi dengan cara mengikat ion kalisum

melalui sedikit efek pada trombosit. ACD tersedia dalam dua formulasi yaitu

larutan A dan larutan B untuk tes imunohematologi. Sitrat berfungsi mencegah


15

pembekuan dengan mengikat kalsium, fosfat menstabilkan p H, dan dextrose

menyediakan energy untuk membantu menjaga kelangsungan hidup sel darah

(Kiswari, 2014).

2.3 Hemoglobin

2.3.1 Pengertian Hemoglobin

Hemoglobin merupakan protein yang kaya akan zat besi, hemoglobin

memiliki daya tampung terhadap oksigen dengan oksigen itu membentuk

oksihemoglobin didalam sel darah merah. Dengan melalui proses tersebut,

oksigen dari paru-paru dibawa menuju jaringan-jaringan. Jumlah hemoglobin

dalam darah normal kira-kira 15gr tiap 100 ml darah. Sel darah merah yang telah

melewati masa hidupnya dan hancur, maka hemoglobin yang di lepaskan dari sel

akan dicerna oleh sel-sel dari sistem makrofag. Disini terjadi pelepasan besi bebas

kemudian di simpan dalam tempat penyimpanan yaitu ferritin atau digunakan

untuk pembentukan hemoglobin yang baru (Pearce, 2011).

2.3.2 Sintesis Hemoglobin

Tahap pembentukan Hemoglobin dimulai dalam eritroblast dan terus

berlangsung sampai tingkat normoblast dan retikulosit. Dari penyelidikan dengan

isotop diketahui bahwa bagian hem dari hemoglobin terutama disintesis dari asam

asetat dan glisin. Sebagian besar sintesis ini terjadi didalam mitokondria. Langkah

awal sintesis ialah pembentukan senyawa pirol, selanjutnya 4 senyawa pirol

bersatu membentuk senyawa protoporfirin yang kemudian berikatan dengan besi

membentuk molekul hem, pada akhirnya keempat molekul hem berikatan dengan

satu molekul globin. Satu globin yang disintesis dalam ribosom retikulum

endoplasma membentuk Hemoglobin (Guyton, 2012).


16

Sintesis Hemoglobin dimulai dari suksinil koA yang dibentuk dalam siklus

krebs berikatan dengan glisin yang dipengaruhi oleh enzim asam aminolevolinat

(ALA) molekul pirol. Koenzim pada reaksi tersebut yaitu piridoksal fosfat

(vitamin B6) yang dirangsang oleh eritropoetin, kemudian empat pirol bergabung

untuk membentuk protoporfirin IX lalu kemudian bergabung dengan besi (bentuk

ferro/ Fe2+) untuk membentuk molekul heme. Dan pada akhirnya, setiap molekul

heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yang disebut globin yang

disintesis di ribosom membentuk sub unit yang disebut rantai Hemoglobin

(Hoffbrand, et al., 2013).

Beberapa faktor lain yang esensial untuk sintesis hemoglobin, yaitu:

1. Vitamin B12 dan asam folat

Vitamin B12 terdiri dari sebuah cincin porifin yang melekat ke sebuah basa

nukletida. Cincin porfirin sangat mirip dengan hem, kecuali bahwa besi diganti

oleh kobalt. Metabolisme Vitamin B12 dan asam folat berperan penting dalam

sintesis dan pertukaran antar molekul flagmen 1- dan 2-karbon. Reaksi-reaksi ini

mempengaruhi sintesis purin dan pirimidin, sehingga hal ini mempengaruhi

sintesis DNA (Sacher et al, 2004).

2. Besi

Besi merupakan trace element yang paling banyak terdapat di tubuh.

Sekitar 65% dari 4000 mg besi yang normal terdapat di dalam tubuh (60 mg/kg

pada pria dan 50 mg/kg pada wanita) terikat ke hem. Diperlukan 1 mg besi untuk

setiap ml sel darah merah yang diproduksi. Setiap hari, 20 hingga 25 mg besi

diperlukan untuk eritropoiesis, sebanyak 95% didaur ulang dari besi yang berasal

dari perputaran eritrosit dan katabolisme hemoglobin. Hanya 1 mg/hari yang baru
17

diserap untuk mengimbangi pengeluaran minimal besi melalui feaces dan urine

(Sacher et al, 2004).

2.3.3 Struktur Hemoglobin

Sifat-sifat hemoglobin secara individual merupakan konsekuensi struktur

sekunder dan tersiernya. Hemoglobin merupakan protein tetrametik yang tersusun

dari pasangan dua polipeptida yang berbeda di sebut (α, β, γ, δ, S dan seterusnya ).

Meskipun serupa pada keseluruhan panjangnya, polipeptida α (141 residu) dan β

(146 residu ) dari hemoglobin A dikode oleh gen yang berbeda dan memiliki

struktur primer yang berlainan. Sebaliknya rantai β, γ dan δ hemoglobin manusia

memiliki sifat primer yang perlu di lestarikan (Murray et al, 2014).

Gambar 2.4 Struktur Hemoglobin (Anonim, 2015).

2.3.4 Reaksi Hemoglobin

Hemoglobin mengikat oksigen, untuk membentuk oksihemoglobin,

oksigen menempel pada Fe3+ dalam heme.

Hb + O2 HbO2

Afinitas hemoglobin terhadap oksigen dipengaruhi oleh pH, suhu, dan

konsentrasi 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) dalam sel darah merah, 2,3-DPG dan H+

berkompetisi dengan oksigen untuk berikatan dengan hemoglobin terhadap

oksigen.
18

Karbon monoksida atau CO bereaksi dengan hemoglobin membentuk

karbon monoksihemoglobin atau karboksihemoglobin.

Hb + CO HbCO

Afinitas hemoglobin untuk oksigen jauh lebih rendah dari pada afinitasnya

terhadap karbon monoksida, sehingga menggantikan oksigen pada hemoglobin

dan menurunkan kapasitas darah sebagai pengangkut oksigen (Ganong, 2015).

Sejumlah kecil karbon monoksida dibentuk dalam tubuh, dan gas ini di

duga sebagai pesan kimia diotak dan di tempat- tempat lain. Dalam jumlah yang

lebih banyak gas ini akan bersifat racun terhadap tubuh. Karbon monoksida

bersifat toksik karena bereaksi dengan hemoglobin membentuk

karbonmonoksihemoglobin (karboksi hemoglobin, COHb) dan COHb tidak dapat

mengambil oksigen. Afinitas hemoglobin terdapat CO 210 kali lebih besar

dibandingkan afinitasnya terdapat oksigen dan COHb sangat lamban melepaskan

karbon monoksida. Inilah sebabnya mengapa penderita anemia yang mempunyai

HbO2 50% dari jumlah normal masih dapat melakukan kerja fisik sedang, tetapi

individu sedang yang kadar HbO2 turun sampai taraf yang serupa akibat adanya

COHb, menjadi sangat tidak mampu (Ganong, 2015).

2.3.5 Jenis Hemoglobin

Hemoglobin terbagi menjadi 3 jenis: hemoglobin embrional (Hb Gower1,

Hb Gower 2 dan Hb Portland), hemoglobin fetal (HbF) dan hemoglobin dewasa

(HbA dan HbA2). Masing-masing jenis hemoglobin tersebut mempunyai susunan

tertentu pada rantai globin dan setiap rantai globin disintesis pada suatu

kromosom yang spesifik. Rantai epsilon, beta, gamma, dan delta dibentuk oleh
19

gen yang terletak dalam kromosom 11. Rantai alpha dan zeta dibentuk oleh gen

pada kromosom 16 (Ciesla, 2007).

Tabel 2.1 Hemoglobin normal manusia pada berbagai fase pertumbuhan

Fase Pertumbuhan Komponen hemoglobin Persentase (%)


Kehamilan 1-2 bulan Hb Gower 1 25
Hb Gower 2 15
Hb Portland 10
Hb F 50
Kehamilan 3 bulan HbF 96-97
HbA 3-4
Bayi baru lahir HbF 81,7 ± 4,2
HbA 17,7 ± 4,6
HbA2 0,25 ± 0,20
Dewasa HbA 97
HbA2 2,5
HbF 0,5
(Wahiyidiyat & Amalia, 2012).

2.3.6 Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin pada setiap orang berbeda-beda, dibedakan berdasarkan

jenis kelamin dan umur. Batas normal kadar hemoglobin menurut kelompok umur

dan jenis kelamin dapat dilihat pada table dibawah.

Tabel 2.2 Tabel Batas Normal Kadar Hemoglobin

Kelompok Umur & Jenis Kelamin Kadar Normal Hemoglobin (gr/dl)


Bayi (< 3 bulan) 13,6 – 19,6
Umur 1 tahun 11,0 – 13,0
Umur 12 tahun 11,5 – 14,8
Laki-laki dewasa 13,5 – 18,0
Wanita dewasa 12,0 – 15,0
Sumber: Kiswari, 2014

2.4 Ginjal

2.4.1 Pengertian Ginjal

Ginjal adalah organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan

tubuh dengan baik. Ginjal melakukan fungsi yang paling penting dengan

menyaring plasma dan memindahkan zat dari filtrat dengan kecepatan yang
20

bervariasi bergantung pada kebutuhan tubuh. Dan pada akhirnya ginjal membuang

zat yang tidak diinginkan dengan filtrasi darah dan menyekresi ke dalam urine.

Sementara zat yang dibutuhkan masuk kembali ke dalam darah (H. Syaifuddin,

2011)

2.4.2 Fungsi Ginjal

Price & Wilson (2005) menjelaskan secara singkat fungsi utama ginjal yaitu :

1. Fungsi Eksresi

a. Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mili Osmol dengan

mengubah-ubah ekresi air.

b. Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah-

ubah ekresi natrium.

c. Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit

individu dalam rentang normal.

d. Mempertahankan derajat keasaman/pH plasma sekitar 7,4 dengan

mengeluarkan kelebihan hidrogen dan membentuk kembali karbonat.

e. Mengeksresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein

(terutama urea, asam urat dan kreatinin).

f. Bekerja sebagai jalur eksretori untuk sebagian besar obat.

2. Fungsi Non eksresi

a. Menyintesis dan mengaktifkan hormone

a) Renin : penting dalam pengaturan tekanan darah

b) Eritropoitin : merangsang produksi sel darah merah oleh

sumsum tulang
21

c) 1,25-dihidroksivitamin D3 sebagai hidroksilasi akhir vitamin

D3 menjadi bentuk yang paling kuat.

d) Prostaglandin : sebagian besar adalah vasodil;ator bekerja

secara lokal dan melindungi dari kerusakan iskemik ginjal

e) Degradasi hormon polipeptida, insulin, glukagon,

parathormon, prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH, dan

hormon gastrointestinal.

2.4.3 Penyakit Gagal Ginjal

2.4.3.1 Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal ialah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan

fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu derajat dimana memerlukan terapi

pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Salah satu

sindrom klinik yang terjadi pada gagal ginjal ialah uremia. Hal ini disebabkan

karena menurunnya fungsi ginjal (Sudoyo, 2009).

Kriteria penyakit GGK menurut KDOQI (2002), adalah:

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari tiga bulan, berupa kelainan

struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan GFR, dengan

manifestasi:

a. Kelainan patologis

b. Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi

darah atau urin

2. GFR < 60 ml/menit/1,73m2


22

2.4.3.2 Gagal Ginjal Akut

Gagal ginjal akut merupakan keadaan dimana berhentinya fungsi ginjal

secara tiba-tiba, dapat disebabkan oleh obstruksi, sirkulasi darah yang terganggu

atau penyakit ginjal yang melatari. Terlepas dari tipenya, baik prarenal, intrarenal,

atau pascarenal, biasanya gagal ginjal akut melewati 3 fase berbeda, yaitu : fase

oliguria, fase diuresis, dan fase pemulihan. Sekitar 5% pasien yang dirawat di

rumah sakit mengalami gagal ginjal akut. Keadaan tersebut biasanya bersifat

reversible setelah menjalani terapi, akan tetapi jika tidak menjalani terapi keadaan

ini dapat berlanjut menjadi penyakit ginjal terminal (end-stage renal disease),

azotemia prerenal, dan kematian (Kowalak et al, 2011)

Gagal ginjal akut merupakan sakit yang kritis. Tanda-tanda yang dini pada

penyakit ini meliputi oliguria, azotemia, dan terkadang anuria.

Ketidakseimbangan elektrolit, asidosis metabolik, dan beberapa akibat berat

lainnya akan terjadi ketika keadaan uremia yang dialami pasien bertambah berat

dan disfungsi renal menggangu sistem tubuh yang lain. Dan gejala-gejala yang

timbul yaitu :

1. GI: anoreksia, mual, muntah, diare atau konstipasi, stomatitis, pendarahan,

hematemesis, membran mukosa yang kering, pernapasan uremik.

2. Sistem saraf pusat: sakit kepala, mengantuk, iritabilitas, kebingungan,

neuropati perifer, serangan kejang, koma.

3. Kulit: kering, pruritus, pucat, pupura, dan terkadang uremic frost.

4. Kardiovakuler: pada awal penyakit, hipotensi kemudian terjadi hipertensi,

aritmia, kelebihan muatan cairan, gagal jantung, edema sistemik, anemia,

perubahan mekanisme pembekuan darah.


23

5. Pernapasan: edema paru, pernapasan Kussmaul (Kowalak et al, 2011).

2.5 Hemodialisis

1. Pengertian Hemodialisis

Hemodialisis ialah suatu proses terapi pengganti ginjal dengan

menggunakan selaput membran semi permeabel (dialiser), yang berfungsi seperti

nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal (Black &

Hawks, 2009; Ignatavicius, 2009).

2. Tujuan Hemodialisis

Tujuan dilaksanakannya terapi hemodialisis ialah untuk mengambil zat-zat

nitrogen yang bersifat toksik dari dalam tubuh pasien ke dializer tempat darah

tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan ketubuh pasien (Niken, 2009).

3. Prinsip Yang Mendasari Kerja Hemodialisa

Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis

dan ultrafiltrasi. Pada difusi toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan,

dengan cara bergerak dari darah yang memiliki kosentrasi tinggi ke cairan dialisat

yang memiliki konsentrasi rendah. Pada osmosis air yang berlebihan pada tubuh

akan dikeluarkan dari tubuh dengan menciptakan gradien tekanan dimana air

bergerak dari tubuh pasien ke cairan dialisat. Gradien ini dapat ditingkatkan

melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin

dialisis (Smeltzer et al, 2008).

4. Indikasi Hemodialisis

Hemodialisis diindikasikan pada pasien dalam keadaan akut yang

memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa


24

minggu) atau pasien dengan gagal ginjal tahap akhir yang memerlukan terapi

jangka panjang/permanen (Smeltzer et al, 2008).

Secara umum indikasi dilakukan hemodialisis pada penderita gagal ginjal adalah:

a. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 ml/menit

b. Hiperkalemia

c. Kegagalan terapi konservatif

d. Kadar ureum lebih dari 200 mg/dl

e. Kreatinin lebih dari 65 mEq/L

f. Kelebihan cairan

g. Anuria berkepanjangan lebih dari 5 kali

5. Adekuasi Hemodialisis

Setelah pasien melakukan hemodialisis pertama dan dilanjutkan dengan

hemodialisis rutin maka, penting melakukan pengkajian untuk menentukan

apakah pasien telah mendapatkan hemodialisis yang adekuat atau tidak

(Cahyaningsih, 2009).

Pengkajian hemodialisis harus meliputi :

1. Gejala pasien

2. Hasil Pemeriksaan Darah

3. Berat Badan Ideal dan Manajemen Cairan

4. Kinetik Modelling

5. Urea Reduction Ratio

6. Komplikasi

Komplikasi yang dapat diakibatkan oleh pelaksanaan terapi hemodialisis

(Hirmawaty, 2014) adalah:


25

a. Hipotensi dapat terjadi selama dialisis ketika cairan dikeluarkan

b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi

jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.

c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan

terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh.

d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis selama produk akhir

metabolisme meninggalkan kulit.

e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan

serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini

kemungkinan terjadi lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.

f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dan cepat

meninggalkan ruang ekstrasel.

g. Mual dan muntah merupakan hal yang sering terjadi.

2.6 Macam-Macam Pemeriksaan Hemoglobin

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan kadar hemoglobin,

antara lain :

1. Cara Tallquist

Cara ini menentukan kadar Hb tidak teliti, kesalahan antara 25 – 50 %.

Kita hanya mendapat kesan kadar Hb saja, kecuali bila tidak ada hemo

globinometer baru dapat dipakai. Sebagai dasar diambil ialah 100% = 15,8 gram

per 100 ml darah. Tallquist mempergunakan suatu skala warna dalam suatu buku,

mulai dari merah muda 10%. Ditengah–tengahnya ada lowong, ditempat mana

darah yang akan dibandingkan dapat dilihat, jadi darah dibandingkan secara

langsung (Depkes RI, 1989).


26

2. Cara Sahli

Prinsip pemeriksaan hemoglobin menggunakan metode sahli adalah

hemoglobin diubah menjadi hematin asam, kemudian warna yang terjadi

dibandingkan secara visual dengan standart dalam hemometer dan dibaca pada

tabung sahli. Cara sahli ini bukanlah cara yang teliti. Kelemahan metodik

berdasarkan kenyataan bahwa kolorimetri visual tidak teliti, bahwa hematin asam

asam itu bukan merupakan larutan sejati dan bahwa alat itu tidak dapat

distandartkan. Cara ini juga kurang baik karena tidak semua macam hemoglobin

diubah menjadi hematin asam (R.Gandasoebrata, 2007).

3. Cara Kupersulfat

Cara yang kasar ini sering dipakai untuk menentukan apakah seseorang

boleh menjadi donor darah atau tidak. Untuk menentukan hal ini tidak diperlukan

angka mutlak, tetapi cukup ditetapkan nilai minimum saja dimana donasi darah

tidak membahayakan yang bersangkutan. Nilai ini adalah berat jenis 1.053 pada

wanita yang sesuai dengan kadar hemoglobin kurang lebih 12,5 g/dl dan berat

jenis 1.005 untuk pria yang sesuai dengan kadar hemoglobin 13,5 g/dl. Cara ini

dilakukan dengan menjatuhkan setetes darah kedalam larutan CuSO4 dengan

berat jenis 1.053 – 1.055. Bila tetes darah naik sampai kepermukaan berarti berat

jenisnya lebih rendah. Hasil pemeriksaan menjadi tidak tepat apabila CuSO4

berubah berat 10 jenisnya, baik karena kontaminasi maupun karena penguapan,

atau bila ada sesuatu disamping hemoglobin yang merubah berat jenis darah

(Frances K. Widmann, 1995).


27

4. Cara Sianmethemoglobin

Prinsip pemeriksaan hemoglobin menggunakan metode

cyanmethemoglobin ialah hemoglobin darah diubah menjadi sianmethemoglobin

(hemoglobin-sianida) dalam larutan yang berisi kaliumferrisianida. Absorbasi

larutan diukur pada panjang gelombang 546 nm. Larutan drabkin yang dipakai

pada cara ini mengubah hemoglobin, oksihemoglobin, methemoglobin dan

karboksihemoglobin menjadi sianmethemoglobin. Cara ini sangat bagus untuk

laboraturium rutin dan sangat dianjurkan untuk penetapan kadar hemoglobin

dengan teliti karena standart sianmethemoglobin yang ditanggung kadarnya

bersifat stabil dan dapat dibeli. Ketelitian cara ini dapat mencapai ± 2%

(R.Gandasoebrata, 2007).

5. Automatic Analyzer

Perkembangan teknologi di bidang hematologi telah menciptakan alat

hitung sel darah otomatis yang sangat membantu pemeriksaan rutin. Hematology

analyzer adalah unit tunggal yang meliputi suatu penganalisis specimen yang

berisi perangkat keras untuk aspirrasidilusi dan menganalisa setiap specimen

darah secara keseluruhan serta bagian modul data yang meliputi computer,

monitor, keyboard, printer dan disk drives. Hematology analyzer mampu

menghemat waktu pemeriksaan, ketepatan hasil dan keteitian yang baik,

reproduksibilitas yang tinggi seingga beban kerja menjadi lebih efisien, diagnosis

lebih cepat dan pengobatan juga akan tepat. Namun cara manual tetap tidak dapat

ditinggalkan sepenuhnya karena pada keadaan tertentu ara manual masih

merupakan metode rujukan. Kaibrasi juga harus dilakukan pada instrument,

metoda pemeriksaan dan reagen. Proses kalibrasi harus dikerjakan secara simultan
28

dalam satu kesatuan and kondisi juga dilakkan pengecekan terhadap arus listrik,

pembuangan limbah dan tanggal kadaluarsa reagen.

Metode kerja hematology analyzer meliputi;

a. Impedansi atau Konduktometri

Dalam metode elektrik konduksi, menggunakan prinsip konuktivitas yang

trjadi pada setiap sel yang melewati sebuah lubang sel pada oriffce (ruang

perhitungan). Teknik ini sangat berguna untuk menentukan jumlah dan ukuran

partikel yang terlarut dalam larutan elektrik konduksi. Prinsip pengukurannya

bahwa darah adalah kondduktor yang baik dan pelarut yang digunakan adalah

konduktor yang baik. Metode ini menggunakan dua electrode yang satu diletakan

daam oriffce dan yang lainnya diletakan dibagian luar. Diantara kedua electrode

tersebut (terbuat dari platinum) dialirkan arus listrik konstan. Perhitungan sel

terjadi saat sel-sel darah dialirkan melewati lubang bersama mengalirnya larutan

(reagen). Pada saat tidak ada sel yang melewati lubang office maka resistensi akan

menjadi besar, maka pulsa tegangan akan terbentuk dengan besar.

b. Flowcytometri

Flow cytometry merupakan metode pengukuran jumlah dan sifat sel-sel

darah dengan cara sel darah dialirkan melalui suatu celah sempit satu per satu.

Light scattering merupakan metode dimana sel darah dalam aliran akan melewati

suatu celah. Dan pada celah tersebut terdapat sensing area kemudian berkas

cahaya akan difokuskan di sensing area tersebut. Apabila sel darah mengenai

berkas cahaya tersebut maka berkas cahaya tersebut akan dihamburkan,

dipantulkan, atau dibiaskan ke segala arah. Beberapa detektor yang diletakkan

pada sudut-sudut tertentu akan menangkap berkas-berkas cahaya dan


29

mengubahnya menjadi sinyal listrik, kemudian sinyal tersebut akan dianalisis oleh

komputer. Keuntungan dari flow cytometry ini adalah tingkat efisiensi dan

sensitivitasnya yang tinggi (Carey et al., 2007) (Nguyen et al., 2007).

6. Portable Digital Analyzer

a. Menggunakan Cuvvet

metode yang digunakan adalah cyanmethemoglobin dan prinsip

pemeriksaannya adalah deoxycholate melisiskan eritrosit dan hemoglobin

terbebas. Sodium nitrit mengubah hemoglobin menjadi methemoglobin

bersamaan dengan sodium azide membentuk azidemethemoglobin, absorban

diukur pada dua Panjang gelombang yaitu 570 dan 880 nm. Reagen yang

digunakan untuk pemeriksaan adalah Drabkin dalam bentuk kering yang ada

didalam cuvet. Nilai normal untuk alat portable digital analyzer diatas yaitu laki-

laki 13,0 g/dl sampai dengan 18,0 g/dl, dan perempuan 11,0 g/dl sampai dengan

16,0 g/dl.

b. Menggunakan Strip Test (POCT)

Prinsip kerja alat POCT adalah sel pengukuran dimana reaksi tertentu

dapat berlangsung, sel ini dapat berupa matriks yang berpori, chamber atau suatu

permukaan (surfance). Cara pengukuran pada alat ini dapat secara visual, optikal

atau monitoring reaksi elektrokimia yang terjadi. Pemeriksaan POCT kimia

menggunakan teknologi biosensor. Teknologi biosensor yang digunakan untuk

mengukur kadar kimia darah menggunakan alat POCT ada dua macam yaitu

amperometric detection dan reflecntance. Amperometric detection merupakan

metode yang pengukurannya menggunakan deteksi arus listrik yang dihasilkan

pada sebuah reaksi elektrokimia. Jika darah diteteskan pada strip uji, akan terjadi
30

reaksi antara darah dan reagen yang ada dalam strip. Reaksi akan menghasilkan

arus listrik yang besarnya sama dengan kadar bahan kimia yang ada pada darah.

Reflectance (pemantulan) merupakan metode yang pengukurannya mendeteksi

warna yang terbentuk dari reaksi antara sampel yang mengandung bahan kimia

dengan reagen yang ada pada strip uji. Reagen yang ada pada strip uji akan

menghasilkan intensitas warna tertentu yang linear dengan kadar bahan kimia

yang ada di dalam darah ( Widaghdo, 2013).

Teknologi biosensor muatan listrik yang dihasilkan oleh interaksi kimia

antara zat tertentu dalam darah dan zat kimia pada reagen kering (strip) akan

diukur dan dikonversi menjadi angka yang sesuai dengan jumlah muatan listrik.

Angka yang dihasilkan dianggap setara dengan kadar zat yang diukur dalam darah

(Menkes,2010)

Anda mungkin juga menyukai