Anda di halaman 1dari 8

BAB I

KONSEP DASAR DOKUMENTASI DAN PENDOKUMENTASIAN


DALAM KEPERAWATAN

A. PENGERTIAN
Menurut Tung Palan (1983), dokumentasi adalah suatu catatan yang dapat
dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Fisbach (1991)
menyebutkan bahwa dokumentasi keperawatan adalah suatu dokumen yang berisi
data yang lengkap, nyata, dan tercatat, bukan hanya tentang tingkat kesakitan klien,
tetapi juga jenis/tipe, kualitas, dan kuantitas pelayanan kesehatan dalam memenuhi
kebutuhan klien.

Menurut Zaidin Ali (1998), dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang
memuat seluruh data yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis keperawatan,
perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan dan penilaian keperawatan yang
disusun secara sistematis, valid, dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral
dan hukum. Jadi dapat disimpulkan bahwa dokumentasi keperawatan adalah
catatan yang dikumpulkan secara menyeluruhmencakup bio-psiko-sosio-spiritual
yang komprehensif. Catatan tersebut diarahkan untuk pengkajian, diagnosis,
perencanaan, tindakan, dan evaluasi keperawatan. Catatan tersebut tersusun
secara teratur, sistematis, dan dimasukkan dalam format tertentu serta dapat
dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum.

B. TUJUAN
Tujuan dokumentasi keperawatan yaitu:
1. Menghindari kesalahan, tumpang-tindih, dan ketidaklengkapan informasi dalam
asuhan keperawatan.
2. Terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama atau dengan pihak
lain melalui dokumentasi keperawatan.yang efektif.
3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas tenaga keperawatan .
4. Terjaminnya kualitas keperawatan.
5. Terlindungnya perawat dari suatu keadaan yang memerlukan penanganan
secara hukum.
6. Tersedianya data-data dalam peneyelenggaraan penelitian karya ilmiah,
pendidikan, dan penyusunan/ penyempurnaan standar asuhan keperwatan.
7. Melindungi klien dari tindakan malpraktik
C. MANFAAT
D. PRINSIP-PRINSIP
E. TEKNIK
BAB III
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN CHARTING BY EXCEPTION
PROBLEM-INTERVENTION-EVALUATION (PIE)

A. CHARTING BY EXCEPTION
Keuntungan dari sistem CBE ( Charting By Exception)
1. Data terbaru tersedia di samping tempat tidur. Informasi siap untuk diakses oleh
pemberi perawatan kesehatan yang berinteraksi dengan pasien di unit
keperawatan.
2. Lembar alur menghilangkan kebutuhan akan lembar kerja atau kertas coret'an
lain untuk mencatat informasi tentang pasien. Data segera dicatat pada catatan
permanen.
3. Panduan pada bagian belakang format menjadi referensi yang mudah didapat,
yang sangat berguna bagi perawat yang baru mengenal sistem ini.
4. Kecenderungan status pasien mudah dilihat dari lembar alur. Informasi
pengkajian diatur berdasarkan sistem tubuh dan mudah untuk dicari.
5. Hasil yang normal diidentifikasi dengan tepat sehingga terdapat kesepakatan
tentang apa yang disebut pengkajian normal. .
6. Banyak menghilangkan catatan naratif berulang tentang' perawatan rutin.
Referensi terhadap standar praktik dapat menyingkirkan pencatatan naratif
informasi.
7. Waktu untuk mencatat menurun. Burke dan Murphy (1988)' menemukan bahwh
waktu pendokumentasian menurun 23% dengan penghematan biaya sebesar
$380,591.
8. CBE mudah diadaptasikan pada pendokumentasian jalur klinis. Short (1997)
melaporkan bahwa studi pilot menggunakan CBE dan alur klinis menghasilkan
penurunan waktu untuk mencatat sebesar 67% dan penurunan waktu yang
dihabiskan pada setiap operan dinas. Dengan menggunakan CBE dan alur klinis
secara
9. bersamaan, berbagai hal tentang pasien dapal dipantau dan perubahan dalam
praktik dapm diimplcmemasikan dengan segera.

Keuntungan dari sistem CBE ( Charting By Exception)


1. Duplikasi pencatatan terjadi pada sistem CBE; misalnya, diagnosis keperawatan
yang dipertahankan pada daftar masalah tertulis juga dalam rencana perawatan.
Pada contoh lain, hasil yang abnormal atau signifikan dijabarkan dalam lembar
alur instruksi perawat/dokter. Jika hasil ini memerlukan intervensi perawat, maka
catatan SOAP harus ditulis. Bagian subjektif dan objektif dalam catatan SOAP
mengulang informasi yang ditulis dalam lembar alur. Akhirnya, pengkajian dan
perencanaan catatan SOAP bisa sama dengan rencana perawatan.

Mengurangi pleonasme dapat dilakukan dengan mendokumentasikan catatan


perkembangan pada lembar alur keperawatan/instruksi dokter di samping tempat
tidur. Walaupun begitu, cara ini akan menghambat penggunaan catatan
perkembangan yang terintegrasi (karena hal ini jarang ditemukan di samping
tempat tidur).

2. Sistem CBE dibentuk di fasilitas yang semua perawatnya adalah RN. Unsur
pengkajian fisik perlu ditinjau berdasarkan lingkup praktik LPN. Beberapa fasilitas
yang mengimplementasikan sistem CBE yang tidak semua perawatnya RN telah
mengubah sistem pemberian asuhan keperawatannya sedemikian rupa dengan
mengakomodasi tanggung jawab RN untuk pengkajian. Meskipun LPN bisa
ditugaskan untuk merawat pasien, RN tetap hams menyelesaikan pegkajian flsik
dalam 8 atau 24 jam sekali.

3. Implementasi lengkap dari sistem ini memerlukan perubahan besar dalam sistem
pendokumentasian organisasi. Tidak seperti sistem yang telah dijelaskan
sebelumnya, sepeni pencatatan Fokus atau PIE, sistem CBE memerlukan
perubahan format pada berbagai alat dokumentasi.
4. Upaya pendidikan utama diperlukan ketika mengimplementasikan sistem CBE.
Perawat di St. Luke’s mengalami kesulitan untuk belajar mendokumentasikan
hanya hasil yang abnormal pada lembar alur keperawatan/instruksi dokter dan
kesulitan dalam menaati standar praktik, Menurut Burke dan Murphy, beberapa
masalah ini telah melibatkan lembaga perawat yang tidak mengenal sistem
pencatatan.

5. Sistem CBE berdampak pada masalah penggantian biaya sampai sistem ini lebih
luas diterima. Salah satu organisasi peninjau sejawat (peer review organization,
PRO) di Pennsylvania mengeluarkan pernyataan bahwa membcdakan antara
kejadian yang tidak didokumentasikan dengan kejadian yang tidak terjadi
merupakan hal yang tidak mungkin. Lebih jauh lagi, mereka juga menyatakan
bahwa tidak didokumentasikannya aktivitas rutin selama peninjauan oleh PRO
dapat berarti kegagalan melakukan tindakan, yang akan dicatat sebagai defisiensi
dokumentasi (KPRO, 1994). Tinjauan ini dianggap sebagai upaya perubahan
yang dilakukan untuk mendidik para peninjau tentang CBE dan sistemnya agar
lebih diterima di perusahaan penggantian biaya kesehatan.

6. Dasar hukum sistem CBE masih terus diperdebatkan. Meskipun pengacara St.
Luke’s telah meninjau sistem dan menyetujui kepatuhan sistem tcrhadap prinsip-
prinsip legal, namun hakim dan juri tetap akan mengeluarkan peraturan tentang
validitas dokumentasi untuk setiap kasus. Tammelleo (1994) melaporkan tentang
sebuah kasus penggugat yang menderita radang cakram sctelah menjalani
pembedahan, menerima $600.000 berdasarkan fakta bahwa “pencatatan yang
intermiten gagal memberi tanda bahaya sccara kontinu yang membutuhkan
intervensi dini dari dokter” (hlm. 72). Sistem CBE tidak mendetinisikan kasus ini
dengan cukup jelas, walaupun standar menggambarkannya dengan cukup jelas
untuk kelangsungan pemberian perawatan. Kasus ini menggambarkan tentang
tiga hal:
a. Standar untuk pengkajian keperawatan dan intervensi harus didefinisikan
dengan jelas.
b. Kebijakan dan prosedur untuk CBE harus diikuti secara jelas.
c. Tidak ada sistem dokumentasi yang akan melindungi profesional
kesehatan dari pengadilan yang buruk.

B. PROBLEM-INTERVENTION-EVALUATION

Keuntungan Pencatatan Problem-Intervention-Evaluation


1. Pencatatan PiE menyederhanakan proses: pencatatan dengan menggunakan
lembar alur umuk mencakup data pengkajian dan perawatan rutin pasien yang
jika tidak menggunakan sistem PIE akan didokumentasikan dalam catatan
perkembangan naratif. Penggunaan lembar alur ini mengurangi pleonasme.

2. Sebagaimana awalnya, pencatatan PIE manghilangkan penggunaan rencana


perawamn terpisah yang tradisional. Catalan perkembangan dapat menjadi
rencana perawatan dengan memasukkan dokumentasi masalah, intervensi dan
evaluasi.

3. Pencatatan PIE mencerminkan beberapa aspek dari prom kepmwatan.


mendorong pengunaan diagnosis kepenwatan untuk mengidentifikasi masalah,
dan membantu perawat menerapkan dan mendokumentasikan proses
keperawatan dalam praktik sehari-hari.

4. Setiap masalah yang diidentifikasikan dievaluasi sedikitnya sekali dalam setiap


jam dinas. Pencatatan PIE mengharuskan perawat mendokumentasikan evaluasi
respons pasien terhadap intervensi. Sehingga, catatan perkembangan
mencerminkan tindak lanjut masalah yang ada secara kontinu (Siegrist, Dettor,
Stocks, 1985).
5. Pencipta metode PIE merasa yakin bahwa metode tersebut dapat digunakan
dalam keperawatan utama. Perawat utama melakukan pengkajian dan membuat
catatan PIE. Kemudian perawat sejawat mempunyai rencana baru yang harus
dilaksanakan dan diikutsertakan sepanjang jam dinas (Siegrist, Dettor, Stocks,
1985). Menurut Menenberg (1995), pencatatan PIE juga menguntungkan bagi
para dokter. Pencatatan PIE harian menyatukan rencana pengobatan mental
dengan catatan perkembangan dan menghilangkan pleonasme pencatatan.

6. Pencatatan PIE meningkatkan kredibilitas pro fesional. Perawat tidak lagi


mendokumentasikan istilah basket seperti “mempunyai hari yang indah” dalam
rekam medis. Hasilnya, kualitas catatan perkembangan membaik, membuatnya
lebih mudah untuk mengidentifikasi kontribusi perawat pada seluruh perawatan
pasien (Buckley Womack, Gidney, 1987).

Kerugian dan Masaah Pencatatan Problem-Intervention-Evaluation

Berikut ini adalah kerugian dan masalah yang bcrkaitan dengan pencatatan PIE:

1. Karena pencatatan PIE menghapuskan rencana perawatan yang terpisah, maka


hasil yang dicapai pasien tidak ditentukan secara jelas. Sementara catatan
harian meningkatkan pendokumentasian masalah, intervensi, dan evaluasi,
maka kemampuan perawat untuk mengevaluasi perkembangan pasien
berdasarkan hasil yang sudah ditentukan sebelumnya menjadi terbatas karena
hasil yang diharapkan belum tercantum dalam pencatatan tersebut.

2. Sistem ini beranggapan bahwa semua perawat berpraktik dengan pengalaman


dan pengetahuan yang sama, dan semuanya boleh membuat keputusan yang
tepat berkaitan dengan identifikasi masalah dan pemilihan intervensi. Tanpa
rencana perawatan. alur klinis, atau pedoman praktik untuk melaksanakan
perawatan. maka akan mengaklbatkan ketidakkonsistenan.
3. Karena sistem PIE menggabungkan rencana perawatan dalam catatan
perkembangan, dan rencana perawatan akhirnya menjadi tanggung jawab
perawat terdaftar (registered nurse, RN), maka muncul pertanyaan tentang
bagaimana melibatkan perawat praktik berlisensi (licensed practical nurses,
LPN) ke dalam proses pendokumenntasian tersebut. Selama
pengimplementasian sistem ini, perawat Craven County mencatat bahwa LPN
adalah yang paling mengalami kesulitan dengan sistem ini karena
keterbatasannya akan proses keperawatan dan diagnosis keperawatan. Perawat
ini membutuhkan lebih banyak instruksi individual (Siegrist, Dettor, Stocks,
1985). Pada perkembangan terakhir pemberian perawatan kesehatan, mengkaji
pencampuran staf sebelum memilih sistem pendokumentasian merupakan hal
yang sangat bijaksana.

4. Perawat yang menggunakan sistem PIE telah mencatat bahwa pencatatan


tersebut dapat dengan sering memberitahukan adanya perubahan pada status
pasien, tetapi hal ini tidak sesuai untuk pasien yang masalahnya tidak berubah
dari satu hari ke hari berikutnya, seperti pada pasien yang menjalani perawatan
jangka panjang atau dengan penyakit terminal (Siegrist, Dettor, Stocks, 1985).

5. Keharusan untuk mencatat masalah setiap 8 dan 24 jam dapat menimbulkan


dokumentasi yang panjang, terutama jika pasien mempunyai banyak masalah.

Anda mungkin juga menyukai