Anda di halaman 1dari 12

Borang Portofolio

Nama Peserta: dr. Dwi Wijayanto

Nama Wahana: RSUD Raden Achmad Basoeni Mojokerto

Topik: Penanganan Kasus Bedah Hemoroid Interna Grade 4


No. RM: 084xxx
Tanggal (kasus): 14 Januari 2016
Nama Pendamping: dr. Eko Yunita
Nama Pasien: Tn. M

Tempat Presentasi:

Obyektif Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi: Laki – laki, 21 tahun, keluhan BAB bercampur darah segar, menetes setelah BAB. keluar benjolan, keluar
masukdari dubur sejak 5 tahun yang lalu.awalnya benjolan tersebut bisa masuk sendiri. Tapi kemudiaa harus didorong
dulu baru bisa dimasukkan. Saat ini benjolan tersebut tidak bisa dimasukkan lagi.

Tujuan: Penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan hemoroid interna


Bahan bahasan: Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan Email Pos


diskusi

Data pasien: Nama: Tn. M Usia: 21 tahun Nomor Registrasi: 084xxx

Nama klinik: RSUD Raden Achmad Basoeni Mojokerto Terdaftar sejak: 14 Januari 2016

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/Gambaran Klinis: keluhan BAB bercampur darah segar, menetes setelah BAB. keluar benjolan, keluar
masukdari dubur sejak 5 tahun yang lalu.awalnya benjolan tersebut bisa masuk sendiri. Tapi kemudiaa harus didorong
dulu baru bisa dimasukkan. Saat ini benjolan tersebut tidak bisa dimasukkan lagi.

2. Riwayat Pengobatan: -

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: -

4. Riwayat Keluarga: riwayat penyakit kronis dan herediter di keluarga disangkal.

5. Riwayat Pekerjaan: pelajar

6. Riwayat Lingkungan Sosial dan Fisik : pasien tinggal bersama ayah ibu dan saudara pasien dalam satu rumah.
7. Lain – lain :

Pemeriksaan Fisik :

- Keadaan umum : tampak sakit sedang

- Kesadaran : compos mentis E4 M6 V5

- Tanda – tanda vital : TD : 110/80 mmHg; Nadi : 94 x /menit teratur ; RR : 18x/menit; Suhu : 36,5 ºC

- Kepala/Leher = A/I/C/D = +/-/-/-

- Thorax= Cor dan Pulmo dalam batas Normal

- Abdomen= dalam batas Normal


DAFTAR PUSTAKA:

1. Guyton&Hall. Insulin,Glukagon,dan Diabetes Mellitus. Dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Arthur C Guyton, John E Hall, Edisi 9,
Jakarta : EGC; 1997; 78 : 1234-1236

2. Sjamsuhidajat, R. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC

3. Waspadi, S. Kaki Diabetes. Dalam : Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam ed. IV, Jakarta; 2006. 1933 – 36

Hasil Pembelajaran :

1. Diagnosis gangren pedis berdasarkan anamnesa, pemeriksaaan fisik dan penunjang

2. Manifestasi klinis dan klasifikasi Hemoroid Interna

3. Tatalaksana Hemoroid Interna

4. Pencegahan pada Hemoroid Interna

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subjektif:
Pasien datang ke IGD RSUD RA Basoeni Mojokerto dengan keluhan BAB bercampur darah segar, menetes setelah
BAB. keluar benjolan, keluar masukdari dubur sejak 5 tahun yang lalu.awalnya benjolan tersebut bisa masuk sendiri.
Tapi kemudiaa harus didorong dulu baru bisa dimasukkan. Saat ini benjolan tersebut tidak bisa dimasukkan lagi.

2. Objektif:
Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis Hemoroid Interna Grade 4 Pada kasus ini
Anamnesa
Gambaran klinis
Status Lokalis

3. “Assessment”:

Pasien datang ke IGD RSUD RA Basoeni Mojokerto dengan keluhan BAB bercampur darah segar, menetes
setelah BAB. keluar benjolan, keluar masukdari dubur sejak 5 tahun yang lalu.awalnya benjolan tersebut bisa
masuk sendiri. Tapi kemudiaa harus didorong dulu baru bisa dimasukkan. Saat ini benjolan tersebut tidak
bisa dimasukkan lagi.

1. Definisi Hemoroid
Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan
pada hemoroid terjadi ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari “hemoroid adalah
dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan superior” (Dorland, 2002).
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan
sekedar pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur berupa pembuluh darah,
jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal (Felix, 2006).

2. Etiologi Hemoroid
Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti, beberapa faktor
pendukung yang terlibat diantaranya adalah:
a. Penuaan
b. Kehamilan
c. Hereditas
d. Konstipasi atau diare kronik
e. Penggunaan toilet yang berlama-lama
f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
g. Obesitas.

Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus mukosa (Schubert dkk, 2009). Selain itu dikatakan
ada hubungan antara hemoroid dengan penyakit hati maupun konsumsi alkohol (Mc Kesson Health Solution LCC, 2004).

3. Patogenesis Hemoroid
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung
di anal canal oleh jaringan ikat yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan terdapat
plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk
mencegah terjadinya inkontinensia (Nisar dan Scholefield, 2003).
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang
keras secara berulang serta mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan
prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar
dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti
kehamilan yang meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh
trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya (Acheson dan Schofield, 2006).
Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran multidimensional terhadap patogenesis hemoroid,
melalui mediator dan sitokin yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan dengan
peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal
meregang akibat dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan perdarahan.
Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor

4. Klasifikasi Hemoroid
Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line menjadi batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:
a. Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi oleh epitel skuamos yang telah termodifikasi
serta banyak persarafan serabut saraf nyeri somatik
b. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi mukosa.
c. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit pada bagian inferior serta memiliki serabut
saraf nyeri (Corman, 2004)

5. Derajat Hemoroid Internal


Menurut Person (2007), hemoroid internal diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan yakni:
a. Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal.
b. Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara
spontan.
c. Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk kembali secara manual oleh pasien.
d. Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal meski dimasukkan secara manual.

6. Gejala klinis Hemoroid


Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid (Villalba dan Abbas, 2007) yaitu:
a. Hemoroid internal
1. Prolaps dan keluarnya mukus.
2. Perdarahan.
3. Rasa tak nyaman.
4. Gatal.
b. Hemoroid eksternal
1. Rasa terbakar.
2. Nyeri ( jika mengalami trombosis).
3. Gatal.

7. Diagnosis Hemoroid
Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan:
a. Anamnesis.
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan penunjang.

8 Pemeriksaan Penunjang Hemoroid


Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai
mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid (Halverson, 2007). Side-viewing pada anoskopi merupakan
instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid. Allonso-Coello dan Castillejo (2003) dalam Kaidar-Person,
Person, dan Wexner (2007) menyatakan bahwa ketika dibandingkan dengan sigmodoskopi fleksibel, anoskopi mendeteksi
dengan presentasi lebih tinggi terhadap lesi di daerah anorektal.
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan
sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan rasa
tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium
enema X-ray atau kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada pasien dengan perdarahan
menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid (Canan, 2002).

9. Diagnosa Banding hemoroid


Menurut Kaidar-Person dkk (2007) selama evaluasi awal pasien, kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala seperti
perdarahan rektal, gatal pada anus, rasa tak nyaman, massa serta nyeri dapat disingkirkan. Kanker kolorektal dan anal, dan
melanoma anorektal merupakan contoh penyebab gejala tersebut. Dibawah ini adalah diagnosa banding untuk gejala-gejala
diatas:
a. Nyeri
1. Fisura anal
2. Herpes anal
3. Proktitis ulseratif
4. Proctalgia fugax
b. Massa

1. Karsinoma anal
2. Perianal warts
3. Skin tags
c. Nyeri dan massa
1. Hematom perianal
2. Abses
3. Pilonidal sinus
d. Nyeri dan perdarahan
1. Fisura anal
2. proktitis
e. Nyeri, massa, dan perdarahan

Hematom perianal ulseratif


f. Massa dan perdarahan

Karsinoma anal
g. Perdarahan
1. Polips kolorektal
2. Karsinoma kolorektal
3. Karsinoma anal

10. Penatalaksanaan Hemoroid


Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan
jenis dan derajat daripada hemoroid.
Penatalaksanaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain
koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan
kostipasi seperti kodein (Daniel, 2010)
Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen serat dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta
dapat direkomendasikan
pada derajat awal hemoroid (Zhou dkk, 2006). Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan,
menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan awal dan dapat
membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak penelitian yang mendukung hal tersebut.
Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada
hemoroid. Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping. Selain itu suplemen
flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum
diketahui bagaimana mekanismenya (Acheson dan Scholrfield, 2008).

Pembedahan
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan
konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan.
HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain:
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rektum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
f. Permintaan pasien.

Pembedahan yang sering dilakukan yaitu:


1. Skleroterapi. Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5 %, vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau
hypertonic salt solution. Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut adalah edema, reaksi
inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan
fibrosis pada sumukosa hemoroid. Hal ini akan mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan hemoroid (Kaidar-Person dkk,
2007). Senapati (1988) dalam Acheson dan Scholfield (2009) menyatakan teknik ini murah dan mudah dilakukan, tetapi jarang
dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang tinggi.
2. Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring
yang akan menghsilkan fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan perdarahan.
3. Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah menjadi panas. Manipulasi instrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengatur banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi,
dan sklerosis jaringan hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan komplikasi yang minimal.
4. Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan hemoroid dan pembuluh darah yang
memperdarahinya. Biasanya digunakan pada hemoroid internal derajat rendah.
5. Laser haemorrhoidectomy.
6. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan proktoskop yang
dilengkapi dengan doppler probe yang dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi jaringan hemoroid
tersebut diligasi menggunakan absorbable suture. Pemotongan aliran darah ini diperkirakan akan mengurangi ukuran
hemoroid.
7. Cryotherapy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang sangat rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan
ini disebabkan kristal yang terbentuk di dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun prosedur ini
menghabiskan banyak waktu dan hasil yang cukup mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik yang paling jarang dilakukan
untuk hemoroid (American Gastroenterological Association, 2004).
8. Stappled Hemorrhoidopexy. Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan hemoroid pada bagian proksimal dentate line.
Keuntungan pada stappled hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa nyeri paska operasi selain itu teknik ini juga aman dan
efektif sebagai standar hemorrhoidectomy (Halverson, 2007).

Menurut Nagie (2007), pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan:


1. Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah-buahan, sayur-mayur, dan kacang-kacangan
menyebabkan feses menyerap air di kolon. Hal ini membuat feses lebih lembek dan besar, sehingga mengurangi proses
mengedan dan tekanan pada vena anus.
2. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari
3. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan
memperkeras feses. Hindari mengedan.

Anda mungkin juga menyukai