Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keputihan atau Fluor Albus atau Vaginal discharge merupakan sekresi

vaginal abnormal pada wanita. Keputihan merupakan gejala keluarnya cairan dari

alat–alat genital yang bukan berupa darah (Sarwono, 2010). Fluor albus

merupakan salah satu masalah yang banyak dikeluhkan wanita mulai dari usia

muda sampai usia tua. Lebih dari sepertiga penderita yang berobat ke klinikklinik

ginekologi di Indonesia mengeluh adanya fluor albus dan lebih dari 80%

diantaranya adalah yang patologis. Fluor albus yang patologis diakibatkan oleh

infeksi pada alat reproduksi bagian bawah atau pada daerah yang lebih proksimal,

yang bisa disebabkan oleh infeksi gonokokkus, trikomonas, kandida, klamidia,

treponema, human papiloma virus, herpes genitalis. penularannya dapat terjadi

melalui hubungan seksual. Fluor albus patologis dapat juga disebabkan oleh

neoplasma/keganasan, benda asing, menopause, dan erosi. Fluor albus fisiologis

dapat terjadi pada bayi baru lahir, saat menars, saat ovulasi, karena rangsangan

seksual, kehamilan, mood/stress, penggunaan kontrasepsi hormonal, pembilasan

vagina yang rutin. (Ramayanti, 2004)

Penelitian secara epidemiologi, fluor albus patologis dapat menyerang

wanita mulai dari usia muda, usia reproduksi sehat maupun usia tua dan tidak

mengenal tingkat pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya, meskipun kasus ini

lebih banyak dijumpai pada wanita dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi

yang rendah. Dalam program keluarga berencana fluor albus juga merupakan
salah satu efek yang sering dikeluhkan oleh akseptor pemakai kontrasepsi

hormonal dan IUD, namun masih dianggap steril (fisiologis). Fluor albus juga

sering merupakan komplikasi yang dikeluhkan oleh penderita diabetes mellitus

dan pemakai kortikosteroid atau antibiotik dalam waktu lama. (Ramayanti, 2004)

Masalah fluor albus ini bagi wanita terasa sangat mengganggu baik dalam

kehidupannya sehari-hari maupun dalam hubungan dengan suami. Rasa tidak

nyaman, ketidaktentraman bekerja, rasa rendah diri, cemas akan kemungkinan

kanker, publikasi atau cerita tetangga atau teman di kantor tentang akibat adanya

fluor albus ini menyebabkan sebagian kecil wanita mencari pertolongan pada

dokter tetapi sebagian lagi berusaha mencari kesembuhan dengan pengobatan

tradisional seperti dibasuh dengan air sirih dan minum ramuan jamu. Kendala

yang dihadapi oleh para wanita dan para dokter adalah seringnya dijumpai kasus

yang kronis karena ketidaktahuan dari wanita dan terapinya tidak adekuat.

(Ramayanti, 2004)

Fluor albus atau keputihan merupakan keluhan dari alat kandungan yang

banyak ditemukan di poliklinik KIA, Kebidanan dan Kulit Kelamin. Frekuensi

fluor albus di bagian Ginekologi RSCM Jakarta adalah 2,2% dan di RS Sutomo

Surabaya adalah 5,3%. Keluhan ini terutama banyak diderita oleh kaum wanita

yang telah menikah, dari yang mengira bukan merupakan suatu penyakit sampai

yang dapat berakibat ketidak-harmonisan rumah tangga, bahkan fatal. Umumnya

mereka datang berobat bila disertai rasa gatal dan atau rasa sakit yang sangat,

karena fluor albus dinilai merupakan sesuatu yang sangat pribadi atau memalukan.

(Emiliana, 1992)

2
Keputihan (fluor albus) merupakan masalah yang sangat besar bagi

wanita. Sebagian besar keputihan disebabkan oleh golongan jamur kandida

meskipun dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang lain seperti kuman

gonococus, herpes genitalis, dan sebagainya. (Nasution, 2005)

Sebelum pubertas, normalnya perempuan tidak memiliki keputihan,

kecuali jika terjadi infeksi atau iritasi vagina. Setelah pubertas, estrogen (hormon

wanita) menyebabkan vagina memproduksi sekret (cairan) yang menjaga tetap

lembab dan bersih. Cairan ini keluar dari vagina sebagai duh tubuh vagina (fluor

albus). Setelah menopause, kadar estrogen menurun dan keputihan juga akan

menurun. (PSA, 2010)

Sesuai dengan standar kompetensi dokter Indonesia, bacterial vaginosis

sebagai salah satu diagnosis untuk keluhan fluor albus yang harus dapat diterapi

oleh dokter umum sampai tuntas dengan level kompetensi 4a. Sehingga sebagai

dokter muda, harus dapat menguasai tatalaksana fluor albus secara tepat.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Keputihan atau Fluor Albus atau Vaginal discharge merupakan sekresi

vaginal abnormal pada wanita. Keputihan merupakan gejala keluarnya cairan dari

alat-alat genital yang bukan berupa darah (Sarwono, 2010). Dalam kondisi

normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar,

bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar

Bartolini(Amiruddin, 2003).

Sekret vagina juga disebabkan karena aktivitas bakteri yang hidup pada

vagina yang normal. Pada perempuan, sekret vagina ini merupakan suatu hal yang

alami dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai pelicin dan pertahanan dari

berbagai infeksi. Dalam kondisi normal, sekret vagina tersebut tampak jernih,

putih keruh atau berwarna kekuningan ketika mengering pada pakaian. Sekret ini

non-irritan, tidak mengganggu, tidak terdapat darah, dan memiliki pH 3,5-4,5.

Flora normal vagina meliputi Corinebacterium, Bacteroides, Peptostreptococcus,

Gardnerella, Mobiluncuc, Mycoplasma dan Candida spp. Lingkungan dengan pH

asam memberikan fungsi perlindungan yang dihasilkan oleh

lactobacilli(Amiruddin, 2003).

Keputihan mungkin merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada

penderita gangguan ginekologik, Adanya gejala ini diketahui penderita karena

mengotori celananya. Dapat dibedakan antara keputihan yang fisiologis dan yang

patologis. Keputihan fisiologik terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa

4
mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang sedang pada

keputihan patologis terdapat banyak leukosit(Amiruddin, 2003).

2.2 Etiologi

Fluor albus atau keputihan fisiologis ditemukan pada:

1) Bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari: disini sebabnya ialah

pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.

2) Waktu disekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen. Fluor

albus disini hilang sendiri akan tetapi dapat menimbulkan keresahan pada

orang tuanya.

3) Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus,

disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina.

4) Waktu disekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri

menjadi lebih encer.

5) Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah

pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita

dengan ektropion porsionis uteri.

Fluor albus atau keputihan patologis dapat disebabkan oleh :

1) Bakteri: Vaginosis bakterial, Klamidia, Gonorrhea

2) Parasit: Trikomoniasis

3) Jamur: Candidiasis

4) Virus : Human Papiloma Virus (HPV) dan Herpes simplex

5) Benda asing: Dapat disebabkan oleh kondom yang tertinggal atau

pesarium untuk penderita hernia, prolapse uteri sehingga merangsang

sekret vagina berlebih, dan sisa pembalut atau kapas yang tertinggal.

5
6) Neoplasma jinak: Keputihan yang timbul disebabkan oleh peradangan

yang terjadi karena pertumbuhan tumor jinak ke dalam lumen.

7) Kanker: Gejala keputihan yang timbul ialah cairan yang banyak, berbau

busuk, dan terdapat bercak darah yang tidak segar.

8) Menopause: Pada wanita menopause, hormon estrogen telah berkurang

sehingga lapisan vagina menipis/menjadi kering, menyebabkan gatal yang

memicu untuk terjadinya luka kemudian infeksi. Keputihan dapat muncul

bercampur darah (senile vaginitis).

2.3 Epidemiologi

Berdasarkan data penelitian tentang kesehatan reproduksi wanita

menunjukkan 75% wanita di dunia pasti menderita keputihan, paling tidak sekali

dalam hidupnya dan 45% diantaranya bisa mengalaminya sebanyak dua kali atau

lebih (Anindita, 2006).

Bakterial vaginosis merupakan penyebab keputihan abnormal paling umum,

namun lebih dari 50% wanita mengalami BV asimptomatik sehingga tidak

terdeteksi (Gerberding, 2006).

Diperkirakan 70-75% wanita pernah setidaknya satu kali terinfeksi

Kandidiasis selama masa hidupnya, seringnya pada usia reproduktif atau pada

wanita muda (Sobel, 2008).

Prevalensi kasus trikomoniasis bervariasi tergantung pada teknik diagnosis

dan populasi yang ditinjau. Secara umum, prevalensi diperkirakan 5%-74% pada

wanita dengan angka tertinggi pada pasien klinik STD dan populasi dengan risiko

tinggi lainnya (Marcia, 2008).

6
2.4 Klasifikasi

2.4.1 Keputihan fisiologis

Keputihan yang merupakan mekanisme pertahanan alami yang

digunakan vagina untuk mempertahankan keseimbangan kimianya, serta untuk

menjaga kelenturan jaringan vagina. Keputihan fisiologis adalah cairan yang

keluar dari vagina, berwarna bening sampai putih, tidak berbau busuk, tidak terasa

nyeri, dan tidak gatal (Nikmah, 2017). Istilah keputihan fisiologis digunakan

untuk merujuk keputihan karena stimulasi estrogen (Behrman et al., 2006).

Keputihan dapat terjadi secara normal selama kehamilan. Hal ini

disebabkan oleh meningkatnya aliran darah ke vagina karena peningkatan

estrogen. Bayi perempuan mungkin mengalami keputihan untuk waktu yang

singkat setelah lahir karena mereka paparan saat di kandungan terhadap estrogen.

Keputihan juga bisa disebabkan oleh rangsangan seksual. Saat menarche karena

pengaruh esterogen dan biasanya akan hilang dengan sendirinya. Rangsangan

seksual sebelum dan pada waktu koitus akibat transudasi dinding vagina, saat

ovulasi berasal dari sekeret kelenjar serviks uteri yang menjadi lebih encer, saat

kehamilan, mood, stress, saat pemakaiaan kontrasepsi hormonal, pembilasan

vagina secara rutin (Manuaba, 2005).

Vagina merupakan organ berbentuk tabung yang panjangnya berkisar

antara 8-10 sentimeter, tipis, dan elastis yang ditutupi epitel pipih berlapis pada

permukaan dalamnya. Lapisan epitel vagina tidak mempunyai kelenjar dan folikel

rambut, dinding depan dan dinding belakang yang saling bersentuhan. Pada

keadaan normal, cairan yang keluar dari vagina dewasa sebelum menopause

terdiri dari epitel vagina, cairan transudasi dari dinding vagina, sekeresi dari

7
endoserviks berupa mucus, sekresi dari saluran yang lebih atas dalam jumlah yang

bervariasi serta mengandung berbagai mikroorganisme termasuk Lactobacillus

doderlein (Manuaba, 2005).

Lactobacillus mempunyai peranan penting dalam menjaga suasana

vagina dengan menekan pertumbuhan mikroorganisme patologis karena

Lactobasilus doderlein mempunyai kemampuan mengubah glycogen dari epitel

vagina yang terlepas menjadi asam laktat, sehingga vagina tetap dalam keadaan

asam dengan PH 3,0 sampai 4,5 pada wanita dalam masa reproduksi. Suasana

asam inilah yang mencegah tumbuhnya mikroorganisme patologis (Manuaba,

2005).

Apabila terjadi suatu ketidakseimbangan suasan flora vagina yang

disebabkan oleh beberapa faktor maka terjadi penurunan fungsi Lactobsilus

doderlein dengan berkurangnya jumlah glycogen karena fungsi proteksi

Lactobacillus doderlein berkurang maka terjadi aktivitas dari mikroorganisme

patologis yang selama ini ditekan oleh flora normal vagina. Progresifitas

mikroorganisme patologis secara klinis akan memberikan suatu reaksi inflamasi di

daerah vagina. Sistem imun tubuh akan bekerja membantu fungsi dari

Lactobacillus doderlein sehingga terjadi pengeluaran leukosit PMN maka

terjadilah keputihan (Manuaba, 2005).

Sekret vagina secara normal mengandung: sel epitel vagina, terutama

yang paling luar yang terkelupas dan dilepaskan kedalam rongga vagina; beberapa

sel darah putih. Bakteri-bakteri yang normal tedapat didalam vagina antar lain:

Lactobasillus doderlein, yang merupakan flora vagina terbanyak, dan beberapa

bakteri kokus seperti Streptococcus, Staphylococcus, Eschericia coli. Keputihan

8
normal bisa merupakan kombinasi hasil sekeresi dari vulva, vagina, tuba falopi,

uterus dan servik. Jumlah konsistensi dan warna dari keputihan berubah ubah

sesuai dengan perubahan hormon di dalam tubuh kita menurut siklus haid

(Chooruk et al., 2013).

2.4.2 Keputihan patologis

Keputihan patologis disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, parasit,

virus, benda asing, menopause, neoplasma pada alat kelamin dan erosi. Infeksi

oleh bakteri diantaranya Gonococcus, Chlamydia trachomatis, Gardnerella

vaginalis dan Treponema pallidum. Keputihan oleh jamur paling sering

disebabkan oleh spesies Candida, cairan yang keluar biasanya berwarna putih

seperti susu dan terasa gatal, kadang vagina juga tampak kemerahan karena gatal.

Etiologi keputihan karena parasit biasanya karena Trichomonas vaginalis. Cara

penularan penyakit ini melalui senggama, walaupun jarang tapi juga bisa

ditularkan melalui pemakaian alat-alat mandi bersama (handuk atau bibir kloset).

Cairan yang keluar karena infeksi trikomonas biasanya sangat berbuih dan

banyak, berbau menyengat, kadang cairan berwarna hijau atau putih kotor.

Keputihan karena virus paling sering etiologinya ialah dari Condiloma akuminata

(HPV) dan Herpes simplek (HSV 2), cairan sering keluar banyak tapi tidak

disertai gatal lebih ke arah nyeri.

Adanya benda asing seperti kondom atau pesarium dapat merangsang

pengeluaran cairan vagina yang berlebih. Jika rangsangan ini menimbulkan luka

akan sangat terjadi infeksi penyerta pada flora normal yang berada dalam vagina

sehingga timbul keputihan. Keganasan atau kanker dapat menyebabkan fluor

albus patologis dikarenakan akibat rangsangan sitokin oleh sel-sel kanker

9
menyebabkan pertumbuhan vaskuler yang cepat dan abnormal sehinnga mudah

berdarah. Selain darah, vaskuler tersebut juga akan mengeluarkan cairan tubuh

yang akan diemtabolisme oleh flora normal di vagina (proses pembusukan) dan

akan keluar dari vagina bila jumlahnya terlampaui banyak. Keputihan pada masa

menopause tidak semuanya patologis. Pada saat menopause sel-sel pada serviks

uteri dan vagina mengalami hambatan dalam pematangan sel akibat berkurangnya

estrogen. Vagina menjadi kering dan tipis, kadar glikogen menurun dalam

sitoplasma sel. Sel-sel yang rapuh ini akan menjadi tempat infeksi yang nantinya

akan menjadi luka dan mengeluarkan cairan radang.

2.5 Diagnosis

Diagnosis fluor albus ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran

klinis dan pemeriksaan penunjang (Ramayanti, 2004).

1. Anamnesis, dalam anmnesis yang harus diperhatikan adalah:

a. Usia

Harus dipikirkan kaitannya dengan pengaruh estrogen. Bayi wanita atau

wanita dewasa, fluor albus yang terjadi mungkin karena kadar estrogen yang

tinggi dan merupakan fluor albus yang fisiologis. Wanita dalam usia

reproduksi harus dipikirkan kemungkinan suatu penyakit hubungan seksual

(PHS) dan penyakit infeksi lainnya. Pada wanita yang usianya lebih tua

harus dipikirkan kemungkinan terjadinya keganasan terutama kanker

serviks. (Ramayanti, 2004)

b. Metode kontrasepsi yang dipakai

Pada penggunaan kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan sekresi

kelenjar serviks. Keadaan ini dapat diperberat dengan adanya infeksi jamur.

10
Pemakaian IUD juga dapat menyebabkan infeksi atau iritasi pada serviks

menjadi meningkat.

c. Kontak seksual

Untuk mengantipasi fluor albus akibat PHS seperti Gonorea, Kondiloma

Akuminata, Herpes Genitalis dan sebagainya. Hal yang perlu ditanyakan

kontak seksual terakhir dan dengan siapa melakukan.

d. Perilaku

Pasien yang tinggal di asrama atau bersama teman-temannya kemungkinan

tertular penyakit infeksi yang menyebabkan terjadinya fluor albus cukup

besar. Contoh: kebiasan yang kurang baik tukar menukar alat mandi atau

handuk.

e. Sifat fluor albus

Hal yang harus ditanya adalah jumlah, bau, warna, dan konsistensinya,

keruh/jernih, ada/tidaknya darah, frekuensinya dan sudah berapa lama

kejadian tersebut berlangsung. Hal ini perlu ditanyakan secara detail karena

dengan mengetahui hal-hal tersebut dapat diperkirakan kemungkinan

etiologinya.

f. Hamil atau menstruasi

Menanyakan kepada pasien kemungkinan hamil atau menstruasi, karena

pada keadaan ini fluor albus yang terjadi adalah fisiologis.

g. Masa inkubasi

Bila fluor albus timbulnya akut dapat diduga akibat infeksi atau pengaruh

rangsangan fisik, yaitu penyakit yang diderita, penggunaan obat antibiotik

atau kortikosteroid.

11
2. Pemeriksaan Fisik dan Genitalia

Pemeriksaan fisik secara umum harus dilakukan untuk mendeteksi

adanya kemungkinan penyakit kronis, gagal ginjal, ISK, dan infeksi lainnya yang

mungkin berkaitan dengan fluor albus (Ramayanti, 2004).

Pemeriksaan khusus yang juga harus dilakukan adalah pemeriksaan

genitalia, yaitu meliputi: (Ramayanti, 2004)

a. Inspeksi dan palpasi genitalia eksterna

b. Pemeriksaan spekulum untuk melihat vagina dan serviks

c. Pemeriksaan pelvis bimanual

Untuk menilai cairan dinding vagina, hindari kontaminasi dengan

lender vagina. Dan dapat disesuaikan dari gambaran klinis sehingga dapat

diketahui kemungkinan penyebabnya (Ramayanti, 2004).

3. Pemeriksaan Laboratorium

Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan bila

didapatkan keluhan keputihan, adalah: (Ramayanti, 2004)

a. Pengukuran pH

Penentuan pH dengan kertas indicator (N: 3.0-4.5). Hasil pengukuran pH

cairan vagina:

- Pada pH vagina 6.8-8.5 sering disebabkan oleh Gonokokus

- Pada pH vagina 5.0-6.5 sering disebabkan oleh Gardanerrella vaginalis

- Pada pH vagina 4.0-6.8 sering disebabkan candida albican

- Pada pH vagina 4,0-7.5 sering disebabkan oleh trichomoniasis tetapi tidak

cukup spesifik.

b. Penilaian sedian basah

12
Penilaian diambil untuk pemeriksaan sedian basah dengan KOH 10% dan

garam fisiologis (NaCl 0.9%). Cairan dapat diperiksa dengan melarutkan

sampel dengan 2 tetes larutan NaCl 0,9% diatas objek glass dan sampel kedua

di larutkan dalam KOH 10%. Penutup objek glass ditutup dan diperiksa

dibawah mikroskop.

- Trikomonas vaginalis akan terlihat jelas dengan NaCl 0.9% sebagai parasit

berbentuk lonjong dengan flagelanya dan gerakannya yang cepat.

- Candida albicans akan terlihat jelas degan KOH 10% tampak sel ragi

(blastospora) atau pseudohifa.

- Vaginitis non spesifik yang disebabkan oleh Gardnerella vaginalis pada

sediaan dapat ditemukan beberapa kelompok basil, lekosit yang tidak

seberapa banyak dan banyak sel-sel epitel yang sebagian besar

permukannya berbintik-bintik. Sel-sel ini disebut clue cell yan merupakan

ciri khas infeksi Gardnerella vaginalis.

c. Perwarnaan Gram

- Neisseria Gonorhoea memberikan gambaran adanya gonokokus intra dan

ekstra seluler.

- Gardnerella vaginalis memberikan gambaran batang-batang berukuran kecil

gram negatif yang tidak dapat dihitung jumlahnya dan banyak sel epitel

dengan kokobasil, tanpa ditemukan laktobasil.

d. Kultur

Dengan kultur akan dapat ditemukan kuman penyebab secara pasti, tetapi

seringkali kuman tidak tumbuh sehingga harus hati-hati dalam penafsiran.

e. Pemeriksaan serologis

13
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendeteksi Herpes Genitalis dan

Human Papiloma Virus dengan pemeriksaan ELISA.

f. Tes Pap Smear

Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi adanya keganasan pada serviks,

infeksi Human Papiloma Virus, peradangan, sitologi hormonal, dan evaluasi

hasil terapi.

2.5.1 Bacterial Vaginosis (Vaginitis Nonspesifik)

Ciri-ciri keputihan bacterial vaginosis adalah tipis, homogen, warna

putih abu-abu, dan berbau amis. Keputihannya bisa banyak sekali dan pada

pemeriksaan dengan spekulum lengket di dinding vagina. Pruritus atau iritasi

vulva dan vagina jarang terjadi. Diagnosis dibuat menggunakan kriteria Amsel (3

dari 4 kriteria) sebagai berikut: (Anwar, 2011)

1. Keputihan (vaginal discharge) yang tipis, homogen, warna putih abu-abu,

melekat pada dinding vagina.

2. Uji whiff positif yang berarti keluar bau seperti anyir (amis) pada waktu

ditambahkan larutan potasium hidroksida (KOH) 10% sampai 20% pada cairan

vagina.

3. pH cairan vagina sama atau lebih dari 4,5 (4,7-5,7).

4. Identifikasi mikroskopik clue cells pada sediaan basah meningkat lebih dari

20% dari jumlah sel epitel, lekosit normal kurang dari 30 per lapang pandang.

Clue cells adalah sel-sel epitel vagina dengan kerumunan bakteri menempel

pada membran sel. Tampak juga beberapa se1 radang atau laktobasili.

14
Secara klinis bacterial vaginosis bukan merupakan suatu proses

inflamasi, untuk itu penegakkan diagnosis bacterial vaginosis tidak dapat

didukung hanya satu kriteria melainkan didukung oleh beberapa kriteria klinis dan

uji laboratotium sederhana. Kriteria diagnosis yang dikenal adalah kriteria Amsel

dan metode pewarnaan Gram, yaitu kriteria Nugent dengan pendekatan

berdasarkan jumlah bakteri yang ada pada sekret vagina. Kriteria Nugent

merupakan modifikasi dari metode Spiegel dalam penghitungan jumlah kuman

pada preparat basah sekret vagina (Nugent et al., 1991).

Kriteria diagnosis berdasarkan skor Nugent


Sumber: Nugent et al., 1991

2.5.2 Trichomoniasis

Infeksi trikomonas adalah infeksi oleh protozoa Trichomonas vaginalis

yang ditularkan secara seksual. Merupakan sekitar 25% vaginitis karena infeksi.

Trikomonas adalah organisme yang tahan dan mampu hidup dalam handuk basah

atau permukaan lain. Masa inkubasinya berkisar 4 sampai 28 hari (Anwar, 2011).

Keluhan dan gejala bisa sangat bervariasi. Klasik cairan vagina berbuih,

tipis, berbau tidak enak, dan banyak. Sekret yang banyak sering menimbulkan

eritema, rasa gatal, dan perih pada vulva serta kulit disekitarnya. Warnanya bisa

abu-abu, putih, atau kuning kehijauan. Bila jumlah kuman banyak sekali, akan

15
tampak gambaran strawberry cervix pada serviks atau colpitis macularis.

Diagnosis dapat dibuat sebagai berikut: (Anwar, 2011)

1. Preparat kaca basah memperlihatkan protozoon fusiformis uniseluler yang

sedikit lebih besar dibanding sel darah putih. Protozoa tersebut mempunyai

flagela dan dalam spesimen dapat dilihat gerakannya. Biasanya ada banyak sel

radang (peningkatan jumlah lekosit).

2. Cairan vagina mempunyai pH 5,0 sampai 7,0.

3. Pasien yang terinfeksi tapi tidak ada keluhan mungkin diketahui terinfeksi

dengan diketemukannya Trichomonas vaginalis pada usapan Pap.

4. Dapat ditemukan clue cells karena biasa didapatkan bersamaan dengan

bacterial vaginosis.

5. Tes Whiff kadang positif.

2.5.3 Candidiasis

Beratnya keluhan tidak ada hubungannya dengan jumlah organisme.

Keluhan yang menonjol adalah pruritus, seringkali disertai iritasi vagina, disuria,

atau keduanya. Cairan vagina klasik berwarna putih seperti susu yang menjendal

(seperti kepala susu/krim atau seperti susu pecah) dan tidak berbau. Pemeriksaan

spekulum seringkali memperlihatkan eritema dinding vulva dan vagina, kadang-

kadang dengan plak yang menempel seperti keju (Anwar, 2011).

16
Diagnosis dibuat kalau preparat KOH cairan vagina menunjukkan

blastopora berbentuk panjang, pseudohifa seperti sosis panjang bersambung,

kadang-kadang hifa asli bersepta (larutan KOH 10% sampai 20% menyebabkan

lisis sel darah merah dan putih sehingga mempermudah identifikasi jamur).

Mungkin diperlukan untuk melihat banyak lapangan pandangan agar dapat

menemukan patogen. Preparat KOH negatif tidak mengesampingkan infeksi.

Pasien dapat diterapi berdasar gambaran klinis. Dapat dibuat biakan dan hasilnya

bisa diperoleh dalam waktu 24 sampai 72 jam. Pada Candidiasis pH sekret vagina

pada umumnya normal dan tes Whiff negatif (Anwar, 2011).

Diagnosis diferensial infeksi vagina


Sumber: APGO Educational Series in Women’s Health Issues (Anwar, 2011)

17
2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan fluor albus dibagi menjadi dua yaitu secara preventif

dan secara kuratif (Ramayanti, 2004).

1. Preventif

Pencegahan ini juga bisa dengan berbagai cara sepeti memakai alat

pelindung, pemakaian obat atau cara profilaksis atau melakukan pemeriksaan

secara dini.

a. Alat pelindung

Memakai alat pelindung terhadap kemungkinan tertularnya penyakit hubungan

seksual dapat dilakukan dengan menggunakan kondom. Kondom cukup efektif

mencegah terjadinya penularan penyakit hubungan seksual termasuk AIDS.

b. Pemakaian obat atau cara profilaksis

Pemakaian antiseptik cair untuk membersihkan vagina pada hubungan yang

dicurigai menularkan penyakit kelamin relatif tidak ada jika tidak disertai

dengan pengobatan terhadap mikroorganisme penyebab penyakitnya.

Pemakaian obat antibiotik dengan dosis profilaksis atau dosis yang tidak tepat

juga merugikan karena selain kuman tidak terbunuh juga terdapat

kemungkinan kebal terhadap obat jenis tersebut. Pemakaian obat yang

mengandung estriol baik krim maupun obat minum bermanfaat pada pasien

menaupose dengan gejala yang berat.

c. Pemeriksaan secara dini

Kanker serviks dapat dicegah secara dini dengan melakukan Pap smear secara

berkala. Pemeriksaan Pap smear dapat diamati adanya perubahan sel-sel

normal menjadi kanker yang terjadi berangsur-angsur, bukan secara mendadak.

18
Kanker leher rahim memberikan gejala keputihan berupa sekret encer,

berwarna merah muda, coklat mengandung darah atau hitam serta berbau

busuk.

Selain itu, dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan daerah intim

sebagai tindakan mencegah berulangnya keputihan yaitu dengan: (Ramayanti,

2004)

a. Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga rutin, istirahat cukup,

hindari rokok dan alkohol serta hindari stres berkepanjangan.

b. Setia kepada pasangan.

c. Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya agar tetap

kering dan tidak lembab misalnya dengan menggunakan celana dengan bahan

yang menyerap keringat, hindari pemakaian celana terlalu ketat. Biasakan

untuk mengganti pembalut, pantyliner pada waktunya untuk mencegah bakteri

berkembang biak.

d. Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yaitu dari arah

depan ke belakang.

e. Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena dapat

mematikan flora normal vagina. Jika perlu, lakukan konsultasi medis dahulu

sebelum menggunakan cairan pembersih vagina.

f. Hindari penggunaan bedak talkum, tissue atau sabun dengan pewangi pada

daerah vagina karena dapat menyebabkan iritasi.

g. Hindari pemakaian barang-barang yang memudahkan penularan seperti

meminjam perlengkapan mandi. Sedapat mungkin tidak duduk di atas kloset di

WC umum atau biasakan mengelap dudukan kloset sebelum menggunakannya.

19
2. Kuratif

Keputihan (fluor albus) fisiologis, yaitu tidak ada pengobatan khusus, penderita

diberi penerangan untuk menghilangkan kecemasannya. Keputihan patologis,

yaitu terapi fluor albus harus disesuaikan dengan etiologinya (Bag/SMF Ilmu

Kebidanan dan Penyakit Kandungan, 2008).

a. Bacterial Vaginosis:

- Metronidazole merupakan obat pilihan pertama, dosis: 500 mg tiap 12

jam peroral selama 7 hari.

- Metronidazole 2 gram dosis tunggal (1 kali saja).

- Clindamycine 300 mg tiap 12 jam peroral selama 7 hari.

- Metronidazole pervaginam 1 gram tiap 12 jam selama 5 hari.

b. Vaginitis Trichomoniasis:

- Metronidazole merupakan antimikroba pilihan pertama dosis tunggal 2

gram peroral atau 500 mg tiap 12 jam peroral selama 7 hari.

- Pengobatan pasangan dengan obat yang sama.

- Apabila menggunakan dosis tunggal belum sembuh, diulang dengan

pemberian Metronidazole 2x500 mg peroral selama 7 hari.

- Apabila pemberian ulangan masih belum sembuh diberikan

Metronidazole 2 gram dosis tunggal selama 3-5 hari.

c. Vulvovaginalis Kandidiasis:

- Kasus ringan dapat diberikan golongan Fluconazole 150 mg peroral dosis

tunggal, apabila tidak ada perbaikan dalam waktu 3 hari, diberikan

pengobatan tambahan.

20
- Pada kasus berat diberikan: Clotrimazole 100 mg intravaginal dosis

tunggal selama 7 hari, Clotrimazole 100 mg intravaginal tiap 12 jam

selama 3 hari, Clotrimazole 500 mg intravaginal dosis tunggal.

- Krim Hydrocortisone 1% dapat diberikan secara topical untuk

menghilangkan keluhan gatal dan perih.

- Untuk kasus kronis/rekuren: Ketoconazole 400 mg atau Fluconazole 200

mg dosis tunggal setiap hari sampai keluhan hilang, dilanjutkan dengan

Ketoconazole 100 mg atau Fluconazole 150 mg setiap minggu selama 6

bulan.

2.7 Komplikasi

Pada kasus yang tidak diobati, infeksi vagina sederhana dapat menyebar

ke traktus reproduksi bagian atas dan menyebabkan penyakit lain yang lebih

serius dan dapat menimbulkan infertilitas. Bila benda asing bertahan terlalu lama

dalam tubuh dapat terjadi toxic shock syndrome. Adanya komplikasi yang

spesifik berhubungan dengan lekorea pada kehamilan seperti kehamilan

premature, rupture membrane yang premature, BBLR, dan endometritis paska

kelahiran (Manuaba, 2005).

2.8 Prognosis

Biasanya kondisi-kondisi yang menyebabkan fluor albus memberikan

respon terhadap pengobatan dalam beberapa hari. Kadang-kadang infeksi akan

berulang. Dengan perawatan kesehatan akan menentukan pengobatan yang lebih

efektif (Amiruddin,2003). Vaginosis bacterial mengalami kesembuhan rata-rata

70-80% dengan regimen pengobatan yang sudah dibahas sebelumnya. Kandidiasis

mengalami kesembuhan rata-rata 80-95%. Trikomoniasis mengalami kesembuhan

21
rata-rata 95%. Infeksi virus sulit diestimasi data kesembuhannya karena

tergantung dengan status imun seseorang. Untuk keganasan pada traktus

reproduksi sulit diestimasi angka kesembuhannya (Amiruddin, 2003).

22
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, D. 2003. Fluor Albus in Penyakit Menular Seksual. LKiS: Jogjakarta

Anindita, W. dan Martini, S. 2006. Faktor Risiko Kejadian Kandidiasis Vaginalis


pada Akseptor KB .The Indonesian Journal of Public Health. Vol. 3. No. 1.
Juli. 2006. 24-28

Anon. Vaginal Discharge. Reviewed June 2010, Published October 2010.


Pharmaceutical Society of Australia. Self Care Health Advice for Live.
(Diakses tanggal: 10 April 2018). Diunduh dari:
http://www.nationalpharmacies.com.au/library/Vaginal_Discharge_Oct20
11_V4.pdf

Anwar, M. 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Bag/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. 2008. Pedoman Diagnosis


dan Terapi (Bag/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan) Edisi III.
Surabaya: RSUD Soetomo

Behrman, Richard E.; Kliegman, Robert; Karen Marcdante; Jenson, Hal B.


2006. Nelson essentials of pediatrics. St. Louis, Mo: Elsevier Saunders.
p. 348

Chooruk A, Utto P, Teanpaisan R, Piwat S, Chandeying N, Chandeying V, et al.


2013. Prevalence of lactobacilli in normal women and women with
bacterial vaginosis. J Med Assoc Thai. 96(5):519-22

Depkes, RI. 2011. Survey Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2011 Depkes RI
Survey

Emiliana T, Reny M, Dewi R M. 1992. Karakteristik Penderita Fluor Albus di


Puskesmas Cempaka Putih Barat I Jakarta. Jakarta: Pusat Penelitian
Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen kesehatan RI. (Diakses tanggal 10 Januari 2019). Diunduh
dari: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_074_kulit_%28i%29.pdf

Gerberding, J. L. 2006. ‘Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines’.


Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention (CDC), U.S.
Department of Health and Human Services.

Hurlock E. 2007. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Tentang


Kehidupan. Jakarta: Erlangga

Manuaba, I.A.C, I.B.G.F, Manuaba dan I.B.G Manuaba. 2005. Memahami


Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC

23
Marcia, M., Hobbs, Arlene C., Seña, Heidi Swygard, Schwebke JR. 2008.’
Trichomonas vaginalis and Trichomoniasis’. In: King K Holmes, P
Frederick Sparling, Walter E Stamm, Peter Piot, Judith N Wasserheit,
Lawrence Corey, et al., editors. Sexually Transmitted Disease. New
York: McGraw Hill; p. 771-93.

Nasution M A. 2005. Mikologi Dan Mikologi Kedokteran Beberapa pandangan


Dermatologis. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam
Bidang Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin Pada Fakultas Kedokteran,
Diucapkan Dihadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara. Medan:
Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU. (Diakses tanggal 10 Januari 2019).
Diunduh dari:
http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2005/ppgb_2005_mansur_amirs
yam_nasution.pdf .

Nugent RP, Krohn MA, Hillier SL. 1991. Reliability of diagnosing bacterial
vaginosis is improved by a standardized method of gram stain
interpretation. J Clin Microbiol. 29(2):297-301

Ramayanti. 2004. Pola Mikroorganisme Fluor Albus Patologis Yang Disebabkan


oleh Infeksi Pada Penderita Rawat Jalan di Klinik Ginekologi Rumah Sakit
Umum Dr. Kariadi Semarang: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
kedokteran Universitas Diponegoro. (Diakses tanggal 10 April 2018).
Diunduh dari: http://eprints.undip.ac.id/12387/1/2004PPDS3634.pdf

Sobel, J. D. 2008.’ Vulvovaginal Candidiasis’. In: King K Holmes, P Frederick


Sparling, Walter E Stamm, Peter Piot, Judith N Wasserheit, Lawrence
Corey, et al., editors. Sexually Transmitted Diseases. 4th ed. New York:
McGraw Hill; p. 823-38.

24

Anda mungkin juga menyukai