LP Cob
LP Cob
LP Cob
Oleh :
DYAN EKA RIYANTO PUTRA
NIM. 150070300113005
Disusun oleh :
Mengetahui,
............................................. .............................................
NIP.
Kepala Ruang 12
RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang
.........................................................
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFINISI
EPIDEMOLOGI
Beberapa faktor yang menjadi resiko dari cidera kepala antara lain anak-
anak yang berada dalam rentang usia 6 bulan–2 tahun, usia 15-24 tahun, dan
orang tua. Perbandingan angka kejadian pada pria dan wanita adalah 2:1.
Resiko tinggi cidera kepala juga terdapat pada individu yang tinggal pada
ETIOLOGI
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya trauma kepala antara lain:
b. pertengkaran,
c. jatuh,
d. kecelakaan olahraga,
e. tindakan criminal
KLASIFIKASI
apabila benturan hebat pada objek yang keras atau benda yang bergerak
kepala nampak dari luar seperti skull, meningens, atau jaringan otak
terjadinya infeksi.
tembok atau benda lain, sesaat kemudian kita akan merasa kepala
kepala kita, dan beberapa saat setelah itu kita akan kembali
sadar. Recovery time 24-48 jam. Gejala: penurunan kesadaran dalam
waktu singkat, mual, amnesia terhadap hal hal yang baru saja terjadi,
letargi, pusing.
gangguan pada sistem saraf pada daerah otak yang mengalami memar.
vena pada korteks cerebri (jarang sekali mengenai arteri). Gejala: mirip
akut dan memiliki prognosa yang lebih baik karena aliran darah pada
pembuluh darah yang robek berjalan relatif lambat. Sering terjadi pada
bagian frontal dan temporal otak. ICH sering disebabkan oleh hipertensi.
adanya battle’s sign (ekimosis pada tulang mstoid), akumulasi darah pada
membran timpani.
PATOFISIOLOGI
Kerusakan akibat cidera otak tidak seluruhnya terjadi pada saat trauma itu
kerusakan primer, yaitu efek yang muncul beberapa saat setelah kejadian seperti
kerusakan sekunder,yaitu kerusakan pada otak yang terjadi beberapa jam atau
hari setelah kejadian (Smeltzer, 2000). Merupakan tahap lanjut dari kerusakan
primer dan timbul karena kerusakan primer membuka jalan untuk kerusakan
iskemia, atau hipertermi (Japardi, 2002). Kerusakan sekunder ini sering terjadi
pada otak berbeda dengan kerusakan pada organ- organ lain. Pada otak,
dimana dibatasi oleh tulang tengkorak yang keras, jika terjadi memar atau
ke dalam(ke jaringan otak). Jika hal ini terus dibiarkan maka jumlah cairan dalam
intra cranial. Tahap selanjutnya setelah terjadi PTIK adalah terjadinya gangguan
pada aliran darah menuju otak. Peningkatan tekanan ini akan menurunkan aliran
darah ke otak sehingga jaringan otak mengalami hipoksia dan terjadilah iskemia.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala dari cidera otak secara umum antara lain:
Penurunan kesadaran
Amnesia
Kejang
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PENATALAKSANAAN
Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala
b. Pernapasan (Breathing)
Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC, emboli paru,
infeksi. Akibat dari gangguan pernafasan dapat terjadi hipoksia dan hiperkapnia.
Tindakan dengan pemberian oksigen kemudian cari dan atasi faktor penyebab
c. Sirkulasi (Circulation)
ekstrakranial yakni berupa hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur alat
dalam, trauma dada disertai tamponade jantung atau peumotoraks dan syok
atau darah.
d. Pemeriksaan fisik
defisit fokal serebral dan cedera ekstra kranial. Hasil pemeriksaan fisik pertama
ini dicatat sebagai data dasar dan ditindaklanjuti, setiap perburukan dari salah
satu komponen diatas bis adiartikan sebagai adanya kerusakan sekunder dan
e. Pemeriksaan radiologi
f. Tekanan tinggi intrakranial (TTIK)
monitor TIK. TIK yang normal adalah berkisar 0-15 mmHg, diatas 20 mmHg
1. Hiperventilasi
terkontrol, dengan sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27-30 mmHg dimana terjadi
dengan pCO2 sekitar 30 mmHg dipertahankan selama 48-72 jam, lalu dicoba
diteruskan lagi selama 24-48 jam. Bila TIK tidak menurun dengan hiperventilasi
periksa gas darah dan lakukan CT scan ulang untuk menyingkirkan hematom.
2. Drainase
Tindakan ini dilakukan bila hiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka pendek
3. Terapi diuretik
Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak normal
melalui sawar otak yang masih utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila tidak
jam selama 24-48 jam. Monitor osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm
Loop diuretik (Furosemid)
Terapi ini diberikan pada kasus-kasus yang tidak responsif terhadap semua
Bolus 10 mg/kgBB/iv selama 0,5 jam dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam selama 3 jam,
lalu pertahankan pada kadar serum 3-4 mg%, dengan dosis sekitar 1
5. Streroid
Berguna untuk mengurangi edema serebri pada tumor otak. Akan tetapi
menfaatnya pada cedera kepala tidak terbukti, oleh karena itu sekarang tidak
6. Posisi Tidur
Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya ditinggikan
bagian kepala sekitar 20-30, dengan kepala dan dada pada satu bidang, jangan
posisi fleksi atau leterofleksi, supaya pembuluh vena daerah leher tidak terjepit
sebaiknya dengan cairan koloid seperti hydroxyethyl starch, pada awalnya dapat
dipakai cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau ringer laktat, jangan diberikan
stabil normal, yang akan takikardia kembali normal dan volume urin normal >30
ml/jam. Setelah 3-4 hari dapat dimulai makanan peroral melalui pipa nasogastrik.
h. Nutrisi
Pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5 kali normal
dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi antara lain oleh
karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam darah dan akan
bertambah bila ada demam. Setelah 3-4 hari dengan cairan perenteral
pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa dimulai, sebanyak
2000-3000 kalori/hari.
i. Epilepsi/kejang
Pengobatan:
Bila cendrung berulang 50-100 mg/ 500 ml NaCl 0,9% dengan tetesan <40
mg/jam. Setiap 6 jam dibuat larutan baru oleh karena tidak stabil. Bila setelah
400 mg tidak berhasil, ganti obat lain misalnya Fenitoin. Cara pemberian
dengan 200-500 mg/hari/iv atau oral Profilaksis: diberikan pada pasien cedera
kepala berat dengan resiko kejang tinggi, seperti pada fraktur impresi, hematom
Pengkajian
BREATHING
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,
BLOOD:
BRAIN
ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi
memori).
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,
BOWEL
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula
karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks
pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
KOMPLIKASI
b. Infeksi
c. Gagal nafas
d. Herniasi otak
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
atau bahkan penurunan kesadaran. Beberapa faktor yang menjadi resiko dari
cidera kepala antara lain anak-anak yang berada dalam rentang usia 6 bulan – 2
tahun, usia 15-24 tahun, dan orang tua. Perbandingan angka kejadian pada pria
dan wanita adalah 2:1. Resiko tinggi cidera kepala juga terdapat pada individu
rendah (Okie, 2005). Tingkat mortalitas pada kasus ini dipengaruhi oleh tingkat
Pemeriksaan fisik:
sianosis
reflek pupil
konstipasi
psikologis.
mengingat/keterbatasan kognitif.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan:
motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
INTERVENSI RASIONAL
nadi, frekuensi nafas, suhu. peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan
meningkatkan TIK.
Turunkan stimulasi eksternal dan
Meningkatkan aliran balik vena dari kepala
berikan kenyamanan, seperti
sehingga akan mengurangi kongesti dan
lingkungan yang tenang.
oedema atau resiko terjadinya peningkatan
TIK.
Batasi pemberian cairan sesuai Diuretik digunakan pada fase akut untuk
Tujuan:
Kriteria evaluasi:
INTERVENSI RASIONAL
mekanis.
sesuai indikasi.
Lakukan penghisapan
jangan lebih dari 10-15 detik. koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak
wheezing, krekel.
ulang.
Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-
ventilasi mekanik.
Tujuan:
Kriteria evaluasi:
pneumonia, atelektasis.
Berikan antibiotik sesuai indikasi
Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah
XI – Traumatologi , Surabaya.
EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
EGC, Jakarta.
Publisher
Okie, S., 2005. Traumatic Brain Injury in the War Zone, The New England
Smeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing
Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan cel otak