Anda di halaman 1dari 14

TUGAS BACA PUSTAKA

DIVISI PEDIATRI SOSIAL

DHA DAN GANGGUAN PERKEMBANGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
DHA DAN GANGGUAN PERKEMBANGAN

PENDAHULUAN

Gizi yang terdiri dari berbagai komponen primer termasuk didalamnya protein

dengan kandungan asam aminonya, baik yang esensial maupun non-esensial,

sumber kalori berupa karbohidrat ataupun lemak, vitamin, dan mineral merupakan

salah satu faktor utama yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan otak.

Zat gizi yang dibutuhkan harus tersedia secara tepat baik kualitas maupun

kuantitasnya. Kekurangan gizi pada masa tumbuh-kembang ini dapat menimbulkan

kelainan yang bersifat ireversibel, artinya tidak dapat diperbaiki lagi setelah masa kritis

tersebut teratasi.1,2

Gizi bagi bayi merupakan hal yang penting karena pada masa ini terdapat

pertumbuhan pesat dari jaringan, termasuk pertumbuhan otak. Pertumbuhan otak yang

pesat terbentuk disebut pacu tumbuh otak (brain growth spurt) terjadi sejak dalam

kandungan dan dilanjutkan pada awal kehidupan. Diantara bahan yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan otak, kira-kira 60% adalah lemak. Lemak yang dibutuhkan untuk

pembentukan struktur otak janin dan bayi dibentuk dari bahan lain seperti karbohidrat

dan keton. Pengecualian adalah asam lemak esensial yang memerlukan asupan dari

luar, lewat plasenta pada janin dan pada bayi melalui diet.

Penelitian dalam bidang gizi bayi terutama komposisi asam lemak pada otak

hingga saat ini masih terus berkembang. Salah satu zat gizi yang akhir-akhir ini menarik

perhatian dalam bidang ini adalah docosahexaenoic acid (DHA) yang merupakan asam

1
lemak tak jenuh ganda rantai panjang omega 3. Docosahexaenoic acid cukup banyak

terdapat dalam air susu ibu, dan dalam banyak penelitian dihubungkan dengan

pertumbuhan otak serta kemampuan kognitif, psikomotor maupun ketajaman

penglihatan.3

DEFINISI

Docosahexaenoic acid (DHA) merupakan suatu asam lemak tak jenuh ganda

rantai panjang (Long-chain polyunsaturated fatty acid = LC-PUFA). Struktur DHA

adalah C22:6n-3, dengan 22 atom karbon danmemiliki 6 ikatan rangkap pada rantai

asam lemak tersebut. Letak ikatan rangkap mulai pada atom karbon nomor 3 dari

gugusan metil sehingga disebut sebagai omega 3 (n-3).3,4

Gambar 1. Proses perubahan DHA dan AA

2
ASAM LEMAK ESENSIAL

Asam lemak tak jenuh dapat dibedakan menurut letak ikatan rangkap pertama

dari atom karbon gugusan metil, dan dikenal asam lemak omega 3 (n-3), omega 6 (n-

6), omega 9 (n-9). Tubuh manusia dapat membuat asam lemak omega 9 dari asam

lemak jenuh, karbohidrat atau keton sehingga asam lemak omega 9 disebut asam

lemak tidak esensial. Sebaliknya, tubuh manusia tidak dapat membuat ikatan rangkap

pada posisi n-3 dan n-6 sehingga asam lemak omega 3 dan omega 6 harus diperoleh

dari sumber di luar tubuh, karena itu disebut sebagai asam lemak esensial.

Fungsi terpenting dari asam lemak esensial adalah sebagai konstituen

bermacam-macam fosfolipid yang penting sebagai lemak struktural dan fungsional

dalam membran sel dan mitokondria, serta sebagai prekursor untuk biosintesis

beraneka ragam senyawa eikosanoid seperti prostaglandin, tromboksan dan leukotrien.

Asam linoleat, asam a-linolenat dan asam oleat termasuk dalam kelompok asam

lemak tak jenuh. Dalam tubuh asam lemak tak jenuh dapat mengalami desaturasi dan

pemanjangan rantai karbon serta membentuk asam lemak tak jenuh rantai panjang.

Enzim yang dibutuhkan untuk terjadinya reaksi tersebut terdapat di hati, otak dan

retina. Desaturasi dan pemanjangan rantai akan mengubah asam lemak tak jenuh seri

n-9 menjadi asam mead. seri n-6 akan diubah menjadi asam arakidonat sedangkan seri

n-3 akan diubah menjadi DHA.3

3
SUMBER ALAMIAH DHA

Dalam alam, jalur biokimia untuk membuat asam lemak tak jenuh ganda n-3 dan

n-6 (asam linoleat dan asam a-linolenat) hanya terdapat pada kloroplas sel tumbuhan,

alga dan beberapa jamur, sehingga tumbuhan merupakan sumber utama asam lemak

esensial ini. Ikan dan beberapa binatang laut tertentu mendapatkan bahan ini dari

fitoplankton dalam rantai makanannya. Selanjutnya tubuh mampu memproses lebih

lanjut melalui kerja enzim elongase dan desaturase sehingga minyak ikan menjadi

sumber yang kaya akan DHA khususnya ikan laut dalam seperti salmon, mackerel,

herring dan tuna. Manusia juga mempunyai sistim enzim untuk memperpanjang rantai

dan desaturasi, sehingga dapat membuat DHA dan asam arakidonat dari asam lemak

n-3 dan n-6. Dengan demikian manusia dapat memperoleh DHA dari minyak ikan

maupun dari prekursornya yang terdapat dalam minyak tumbuhan.3

KANDUNGAN DHA BAYI BARU LAHIR

Selama kehamilan, asupan diet dan cadangan asam lemak n-3 pada ibu penting

untuk menjamin jumlah asam lemak n-3 yang adekuat pada bayi saat lahir. Seluruh

asam lemak tak jenuh ganda termasuk DHA dapat ditransfer melalui plasenta. Transfer

ini berlangsung cepat saat trimester ketiga kehamilan, saat terjadi pacu tumbuh otak.

Otak bayi membutuhkan sekitar 21 gram DHA tiap minggu selama trimester ini. Bayi

prematur kehilangan kesempatan mem-peroleh cukup asam lemak n-3 pada trimester

terakhir kehamilan, karena itu kandungan asam lemak tersebut pada bayi prematur

lebih rendah dari pada bayi matur.

4
Setelah lahir, kebutuhan asam lemak n-3 pada bayi dapat difasilitasi oleh enzim

desaturase dan longase, namun pada bayi prematur, jumlah enzim tersebut masih

rendah. Di lain pihak, aktifitas enzim desaturase prematur kurang dapat mensintesa LC-

PUFA seperti DHA dan asam arakidonat dari prekursornya dan elongase juga masih

sangat kurang, sehingga bayi premature kurang dapat mensintesa LC-PUFA seperti

DHA dan asam arakidonat dari prekursornya.3

LEMAK DALAM ASI

Kadar asam lemak dalam ASI relatif sama dengan air susu mamalia lainnya,

sekitar 4-8 gram persen dari air susu. Yang berbeda adalah komposisi/susunan asam

lemaknya, yaitu ASI selain mengandung asam lemak dengan rantai 12 sampai 18, juga

mengandung asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang seperti DHA dan asam

arakidonat. Susu formula yang dipasarkan, hanya mengandung prekursornya, yaitu

asam linoleat dan a-linolenat. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan DHA dan

asam arakidonat, bayi yang hanya mendapat susu formula saja harus mensintesis

sendiri dengan menggunakan sistim enzim yang tersedia.

Kadar DHA dalam ASI menurut Makrides dkk, berkisar 0,1-1% tergantung pada

diet ibu. Haris dkk dalam penelitiannya tahun 1984 melaporkan bahwa kadar DHA

dalam ASI dapat meningkat hingga 4,8% jika ibu mengkonsumsi suplemen minyak ikan

dengan kandungan DHA 47 gram tiap hari.

PERAN DHA (Docosahaexanoic acid)

Lipida merupakan komponen utama penyusun otak yang terdiri dari kolesterol

dan fosfolipid yang kaya asam lemak rantai panjang. Asam lemak rantai panjang yang

5
paling banyak didapatkan dalam fosfolipid otak adalah Arachidonic Acid (AA) dan

Docosahexaenoic acid (DHA). 60% struktur otak terdiri dari lipida. Pada periode

tumbuh-kembang otak, kandungan DHA meningkat pada membran sel saraf. Dengan

adanya fakta ini diduga DHA berperan penting dalam proses tumbuh-kembang otak,

terutama pada saat otak tumbuh dengan cepat, yaitu pada trimester ketiga kehamilan

hingga usia 2-3 tahun.1,3,4,5

Dalam jaringan otak, terutama dalam bagian kelabu mempunyai kandungan

DHA yang tinggi dibandingan dengan bagian putih atau myelin. Dalam neuron, DHA

berperan sebagai bagian struktural non-myelin dari membran neuron, yaitu DHA

sangat banyak didapatkan di membran presinaptik. Selama pertumbuhan otak, neuron

berdiferensiasi membentuk akson dan dendrit yang akan diakhiri dengan pertumbuhan

growth cones. Proses perpanjangan akson dan transformasi membutuhkan komposisi

asam lemak, khususnya AA dan DHA.

Gambar 2. Neuron yang kaya akan AA dan DHA

6
Uestad dan Innis (2000) menemukan bahwa DHA berperan pada membran

growth cones. Pada saat cadangan DHA sangat terbatas, membran sel neuron

menjadi prioritas utama dalam perkembangan sel, diikuti perpanjangan akson dan

growth cone, pada akhirnya sangat membantu dalam transfer impuls antar jaringan.

DHA berperan penting dalam pengaturan neurotransmiter dalam sistem impuls saraf

dan pertumbuhan neuron khususnya growth cone dan sinaptogenesis.

Retina mamalia mempunyai DHA dalam konsentrasi tinggi. DHA terdapat pada

bagian luar lapisan fosfolipid sel Rod. DHA diperlukan untuk fungsi normal retina.

Fungsi DHA pada retina berhubungan dengan interaksi protein fotoaktif Rhodopsin

dengan DHA. Juga ditemukan adanya lapisan ganda fosfolipid kaya akan DHA,

mempunyai kadar cairan yang tinggi sehingga mempunyai kemungkinan yang lebih

besar untuk berikatan dan meningkatkan permeabilitas, dimana merupakan

karakteristik yang penting dalam fungsi normal sel fotoreseptor.2

SUPLEMENTASI DHA

Tingginya kebutuhan DHA untuk tumbuh-kembang otak janin ditunjukkan dengan

peningkatan DHA pada plasma ibu hamil mencapai 23% s/d 52% selama kehamilan.

Semakin tua usia kehamilan semakin tinggi kadar DHA pada tali pusat, hal ini

menunjukkan bahwa semakin tua usia janin dalam kandungan semakin tinggi

kebutuhan DHA. Tingginya kebutuhan janin menuntut suplai dari plasma ibu melalui

transfer tali pusat. Konsentrasi DHA ibu cenderung menetap sejak usia 26 minggu

kehamilan. Tetapi pada ibu yang tidak mendapat nutrisi yang memadai akan

menyebabkan turunnya kadar DHA dalam plasma dan dengan sendirinya jumlah yang

ditransfer melalui tali pusat juga mengalami penurunan. Kadar DHA baru dapat kembali

7
normal setelah 32 minggu pasca kelahiran. Diperkirakan transfer DHA dari ibu ke janin

dapat mencapai 4 g/hari dengan laju aliran darah ke janin 110 ml/menit/kg berat badan.

Houwelingen AC et al (1995) meneliti pengaruh suplementasi minyak ikan pada

ibu hamil terhadap pertumbuhan otak janin. Penelitian dilakukan dengan memberikan

2.7 gram minyak ikan/hari sejak hamil 30 minggu sampai lahir. Kemudian penelitian

tersebut dilanjutkan dengan meneliti pengaruh pemberian produk pangan kaya asam

linoleat (Omega-6) 10 gram/hari dari umur kehamilan 20 minggu sampai lahir. Hasil

kedua penelitian tersebut menunjukan bahwa suplementasi Omega-6 (Linoleic Acid

Study) dapat meningkatkan konsentrasi Omega-6 tapi menurunkan konsentrasi

Omega-3. Sebaliknya suplementasi Omega-3 dapat meningkatkan konsentrasi Omega-

3 tapi menurunkan Omega-6. suplementasi long-chain polyunsaturated fatty acids (LC-

PUFA) + ∝-asam linolenik pada ibunya yang sedang hamil akan berpengaruh positif

pada pertumbuhan janin, namun kalau hanya diberikan asam linolenik maka

pertumbuhan lingkaran kepalanya berbanding terbalik, diperkirakan karena dengan

hanya pemberian asam linolenik justru akan menghambat pembentukan DHA yang

akhirnya dapat menghambat pertumbuhan otak.

Pentingnya peranan Omega-3/DHA untuk tumbuh-kembang bayi ditunjukkan

dengan kandungan DHA pada ASI (0.2-0.4% asam lemak). Kadar DHA pada air susu

ibu cukup tinggi, tetapi tidak semua PASI mempunyai kandungan DHA dalam

konsentrasi yang diperlukan untuk tumbuh kembang otak bayi. Dengan adanya

kenyataan bahwa DHA merupakan komponen penting dari asam lemak di otak, maka

pemberian DHA pada formula terutama bagi bayi prematur akan sangat bermanfaat

dalam pertumbuhan otaknya.

8
Kandungan DHA di dalam ASI dipengaruhi oleh kualitas makanan ibu. Pada

penelitian yang membandingkan pengaruh suplementasi DHA pada ibu menyusui

dengan 4 perlakuan, yaitu: pemberian alga, telur omega-3, minyak ikan dan tanpa

suplementasi menunjukkan hasil bahwa suplementasi DHA secara nyata meningkatkan

konsentrasi DHA pada plasma ibu, terdapat hubungan yang bermakna antara

konsentrasi DHA plasma ibu dengan konsentrasi DHA pada ASI, konsentrasi DHA ASI

berhubungan erat dengan konsentrasi DHA bayi.

Bayi yang mengkonsumsi ASI atau formula yang mengandung DHA akan

menunjukkan developmental quotient (DQ) yang lebih tinggi, kemampuan memecahkan

masalah yang lebih baik, kadar DHA di dalam plasma dan fosfolipid eritrosit juga lebih

tinggi tetapi penilaian fungsi kognitif kedua kelompok pada usia 2 tahun tidak

menunjukkan perbedaan jika dibandingkan dengan bayi yang mengkonsumsi formula

tanpa DHA.

Penelitian membandingkan bayi ASI dengan bayi susu formula yang diberi

linoleic acid (LNA), setelah 6,5 minggu perlakuan, kandungan DHA pada bayi dengan

susu formula nyata menurun dibanding bayi ASI. DHA-PE (DHA pada

Phosphatidylethanolamine) dan DHA-PC (DHA pada Phosphatidylcholine Erythrocyte)

pada bayi yang mendapat ASI meningkat sedangkan pada bayi yang mendapat formula

menurun. Kesimpulan yang diambil dari penelitian ini adalah LNA bukan sumber terbaik

bagi pembentukan DHA. Hal tersebut karena pada bayi terutama pada usia kurang dari

4 bulan belum dapat merubah LNA menjadi DHA karena keterbatasan untuk

melakukan desaturasi dan elongisasi LNA menjadi DHA (Carlson,1992). Pedoman

suplementasi LC PUFA pada susu formula bayi berdasarkan pada kebutuhan asam

9
lemak esensial pada bayi prematur 4-5% dari total kalori, sampai 12% atau setara

dengan 0,6-0,8 g/kg/hari dengan batas tertinggi 1,5 g/kg/hari masih dianggap aman.

Dengan komposisi Asam lemak sebesar 0,5-0,7 g/kg/hari dan 40-60 mg/kg/hari dalam

bentuk AA dan n-3 sebesar 70-150 mg/kg/hari, 35-75 mg/kg/hari dalam bentuk DHA

dengan perbandingan n-6:n-3 harus dijaga antara 4:1 – 10:1, sedangkan rasio

AA:DHA berkisar antara 1:1 sampai 2:1, Jumlah asam lemak tidak boleh melebihi 12%

dari total energi yang dibutuhan.

Suplementasi DHA pada formula bayi lanjutan atau pada makanan perlu

dipertimbangkan baik-baik. karena anak-anak sudah dapat mensintesa DHA dari LC-

PUFA sesuai dengan kebutuhannya. Sedangkan pemberian DHA yang berlebihan

dapat menekan proses pembentukan AA, menekan aktifitas ensim siklooksigenase

yang memfasilitasi pembentukan prostaglandin PGH2 dan PGH3 dari AA, sehingga

dapat menghambat pembentukan prostaglandin berikut tromboksan dan leukotrin, dan

menyebabkan terhambatnya respons terhadap proses keradangan khususnya pada

pelepasan interleukin-1 dan TNF, memanjangnya masa perdarahan, menurunnya renin

yang turut dalam pengontrolan fungsi ginjal.3

HUBUNGAN DHA DAN GANGGUAN PERKEMBANGAN

DHA sangat penting bagi fungsi dan perkembangan otak. Diperkirakan bahwa

meningkatnya kejadian gangguan perkembangan juga dipengaruhi oleh kurangnya

DHA dalam tubuh. Pada tingkatan genetik telah diketahui penyebab terjadinya ADHD

and disleksia, perilaku antisosial , gangguan mood (Faraone et al., 1995; Faraone,

Biederman, Jetton,& Tsuang, 1997; Willcutt, Pennington, & DeFries,2000), walaupun

10
ada beberapa gangguan yang tidak diketahui secara genetik. Pada gangguan

perkembangan ada banyak gen yang terlibat, (Fisher & DeFries, 2002) dan faktor

lingkungan masih menjadi sasaran dalam strategi pencegahan serta terapi pada

gangguan perkembangan. Pengaruh diet tentunya akan berdampak pada ekspresi gen,

sebaliknya faktor genetik dapat mempengaruhi proses absorpsi dan penggunaan

nutrien pada seseorang. Oleh karena itu, masuk akal jika keterlibatan secara genetik

terhadap ganguan perkembangan akan mempengaruhi metabolism asam lemak.

(Bennett & Horrobin,2000; Peet et al, 2003). Defisisensi asam lemak omega 3 pada

anak akan mengakibatkan terjadinya masalah-masalah tingkah laku seperti gangguan

perilaku, hiperaktif-impulsif, gangguan kecemasan, temper tantrum , gangguan tidur

serta kesulitan dalam belajar.7,8,9

BUKTI PENELITIAN

Penelitian membuktikan omega 3 dapat memperbaiki gangguan mood dan

impulsif pada ADHD (Nemets,Stahl, & Belmaker, 2002; Peet & Horrobin, 2002;Su,

Huang, Chiu, & Shen, 2003). Bukti penelitian lainnya menunjukkan adanya hubungan

defisiensi omega 3 dengan perilaku antisosial pada remaja (Iribarren et al.,2004)

. Beberapa penelitian terhadap penurunan konsentrasi PUFA dalam darah

ditemukan pada anak yang mengalami gangguan ADHD (Bekaroglu et al., 1996;

Burgess, Stevens, Zhang, & Peck, 2000; Burgess & Stevens, 2003; Chen, Hsu, Hsu,

Hwang, & Yang, 2004; Mitchell, Aman, Turbott, & Manku, 1987; Stevens et al, 1995).

Penelitian RCT asam lemak omega 3 pertama kali di amerika pada 63 orang

anak usia 6-12 tahun dengan diagnosis DSM IV ADHD. Membuktikan tidak adanya efek

11
terapi DHA, namun secara signifikan mampu menaikkan konsentrasi DHA dalam darah

(Voight et al,2001). Begitu pula penelitian di jepang dengan hasil yang sama pada anak

ADHD usia 6-12 tahun (Hirayama, Hamazaki, & Terasawa,2004). Penelitian RCT yang

bermakna dilakukan di amerika dengan hasil adanya manfaat penggunaan DHA

(Stevens et al, 2003).

Ada 3 penelitian yang melaporkan kadar asam lemak omega 3 yang rendah

pada anak yang mengalami ASDs (Bell et al. 2004; Meguid et al. 2008; Vancassel et al.

2001), Asam lemak omega 3 merupakan terapi tambahan yang sering dipakai dengan

penggunan sekitar 28.7% pada anak-anak dengan gangguan ASDs (Green et al.2006).

Hanya terdapat satu penelitian RCT terhadap pemberian Omega 3 dengan ASDs,

dilaporkan mempunyai sampel yang kecil (UKU Side Effect Rating Scale, Amminger et

al, 2007). Kurangnya bukti ilmiah menyebabkan penggunaan omega 3 belum tentu

aman dan efektif terhadap gangguan ASDs.

Penelitian-penelitian yang ada dengan beragam hasil, membuktikan bahwa perlu

investigasi dan penelitian lanjutan dimasa yang akan datang. Terutama mengenai

implikasi klinis terhadap pemberian DHA dan efeknya terhadap gangguan

perkembangan.7,8

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjiningsih. Stimulasi perkembangan anak. Dalam : Tumbuh kembang anak. Edisi 2.

Jakarta. EGC.2014;207.

2. Erni Darto Saharso. Upaya untuk meningkatkan perkembangan otak anak (An efforts to

increase child’s brain development). Kelompok Neurodevelopmental. Bagian Ilmu

kesehatan anak FK Unair. Surabaya.

3. Tangkilisan HA, Hesti Lestari. Peran penambahan DHA pada susu formula. Sari

pediatric, Vol 3, No.3, Desember 2001; 147-151

4. Elisabetta Murru, Sebastian Banni, Gianfranca Carta. Review artcle Nutritional

properties of dietary omega 3 enriched phospholipids. Biomed Research Int. Vol 2013.

June 2013.

5. Gustafson KM, John Colombo, Carlson SE. Docosahexanoic acid and cognitive function:

is the link mediated by autonomic nervous system. Prostaglandins leukot Essent Fatty

acids.2008;79: 135-140.

6. Anonymous Monograph. Docosahexanoic acid (DHA). Alternative medicine review. Vol

14 number 4. 2009.

7. Richardson AJ. Omega 3 fatty acids in ADHD and related neurodevelopmental

disorders.Int Review of Pscychiatry, april 2006;18(2): 155-172.

8. Ross BM, Jenifer Sequin Sieswerda LE. Review omega 3 fatty acids as treatments for

mental illness: which disorder and which fatty acid. Biomed central Ltd. Lipid in health

and Disease. September 2007,6:21.

9. Beth Levant, Zarcone TJ, Fowler SC. Developmental effects of dietary n-3 fatty acids on

activity and response to novelty.Physiol Behav, August 2010; 101(1):176-183.

13

Anda mungkin juga menyukai