Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Kardiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah
BPK RSUDZABanda Aceh

oleh
Nasyirah
1407101030168

Pembimbing
dr. Novita, Sp.JP., FIHA

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BPK RUMAH SAKIT dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2015

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan
berkah dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus
yang berjudul “Angina Pektoris Tidak Stabil”. Shalawat berangkaikan salam
kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar
dalam kehidupan manusia dari zaman yang penuh dengan kebodohan menuju
zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Laporan Kasus ini ditulis untuk melengkapi tugas-tugas penulis dalam
menjalankan klinik kepaniteraan senior di SMF/Bagian Ilmu Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala-Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh.
Dalam penulisan dan penyusunan Laporan Kasus ini penulis telah banyak
mendapatkan bantuan dan bimbingan dari dr. Novita, Sp.JP selaku pembimbing
penulisan Laporan Kasus ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
penghargaan, rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada dr. Novita, Sp.JP
karena telah membantu penulis menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis juga berharap penyusunan laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri dan juga bagi para pembaca. Dengan disusunnya laporan kasus ini
diharapkan dapat menjadi bahan belajar untuk pengembangan ilmu, serta menjadi
inspirasi untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi kedepannya.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih memberkati dan
melimpahkan rahmat serta karunianya kepada kita semua.

Banda Aceh, September 2015

Penulis

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 2
2. 1 Definisi.......................................................................... 2
2. 2 Epidemiologi................................................................. 3
2. 3 Etiologi......................................................................... 3
2. 4 Patofisiologi................................................................. 4
2. 5 Diagnosis....................................................................... 7
2. 6 Tatalaksana................................................................... 10
2. 7 Komplikasi.................................................................... 14
2. 8 Prognosis....................................................................... 16

BAB III LAPORAN KASUS................................................................ 17


3.1 Identitas Pasien........................................................... 17
3.2 Anamnesis................................................................... 17
3.3 Vital Sign.................................................................... 18
3.4 Pemeriksaan Fisik...................................................... 18
3.5 Pemeriksaan Laboratorium.......................................... 19
3.6 Diagnosa Banding......................................................... 20
3.7 Terapi .......................................................................... 20
3.8 Prognosis................................................................... 22

BAB IV ANALISA KASUS.................................................................. 23


BAB V KESIMPULAN........................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 27
LAMPIRAN FOLLOW UP PASIEN........................................................ 29

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Spektrum penyakit jantung koroner................................................ 3


Gambar 2. Lesi penyebab pada angina tidak stabil........................................... 6
Gambar 3. Patogenesis Sindrom Koroner Akut................................................ 7
Gambar 4. Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut................................. 8

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik demografi pasien di International OASIS-2 Register............4


Tabel 2. Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG....................... 9
Tabel 3. Karakteristik Beberapa Cardiac Marker.................................................... 11
Tabel 4. Perbandingan APTS, NSTEMI, STEMI................................................... 11
Tabel 5. Klasifikasi Killip pada AMI..................................................................... 16
Tabel 6. Skoring resiko TIMI untuk SKA............................................................... 16

v
BAB I
PENDAHULUAN

Angina tidak stabil memiliki spektrum presentasi klinis yang disebut


secara kolektif sebagai sindrom koroner akut (ACS), yang terdiri dari infark
miokard dengan elevasi segmen-ST (STEMI) dan non-STEMI (NSTEMI) serta
angina tidak stabil. Angina tidak stabil dianggap sebagai ACS di mana tidak
terdeteksi enzim dan biomarker nekrosis miokard. Angina sendiri merupakan
istilah yang biasanya digunakan untuk sindrom nyeri yang timbul dari dugaan
iskemia miokard. Nyeri dada merupakan gejala spesifik yang dapat disebabkan
oleh kelainan pada jantung atau non-jantung. 1
Saat ini telah terjadi peningkatan insiden angina tidak stabil di Amerika
Serikat dan setiap tahunnya lebih dari satu juta orang dirawat di rumah sakit
karena angina tidak stabil. Selain itu, insiden angina tidak stabil di luar rumah
sakit memiliki angka yang sama besar dengan angka pasien yang harus
mendapatkan perawatan. Hal tersebut akan meningkatkan kewaspadaan terhadap
angina tidak stabil namun insidennya akan tetap tinggi dikarenakan angka harapan
hidup yang lebih baik dan meningkatnya kelangsungan hidup setelah serangan
angina tidak stabil.2
Usia rata-rata presentasi angina tidak stabil adalah 62 tahun (berkisar
antara 23-100 tahun). Rata-rata wanita yang mengalami angina tidak stabil adalah
5 tahun lebih tua daripada pria, dengan sekitar setengah dari wanita berumur lebih
tua dari 65 tahun. Hal tersebut hanya terjadi pada sekitar sepertiga dari pria. Orang
kulit hitam cenderung mengalami angina tidak stabil pada usia yang lebih muda.3
Risiko infark miokard, komplikasi, dan kematian pada angina tidak stabil
bervariasi karena spektrum klinis yang luas dan ditutupi oleh istilah angina tidak
stabil.Prediktor lain yang menunjukkan hasil jangka panjang lebih buruk pada
angina tidak stabil termasuk disfungsi sistolik ventrikel kiri yang mendasari dan
tingkat yang lebih luas dari penyakit jantung koroner.4Tingkat troponin positif
berkorelasi dengan kematian jangka menengah dalam mode tergantung dosis
(kisaran, 1,0-7,5% pada 6 minggu) independen usia, tingkat CKMB isoenzim
(CK-MB), dan penyimpangan segmen-ST.5

1
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Angina tidak stabil merupakan salah satu spektrum presentasi klinis
disebut secara kolektif sebagai sindrom koroner akut (ACSS), yang berada
diantara infark miokardelevasi segmen-ST (STEMI) dan non-STEMI (NSTEMI).
Angina tidak stabil dianggap ACS di mana tidak ada terdeteksi enzim dan
biomarker nekrosis miokard.1

Gambar 1. Spektrum penyakit jantung koroner


3

2.2 Epidemiologi
Data demografi internasional terbaik yang tersedia adalah dari register
OASIS-2(Organization to Assess Strategies for Ischemic Syndromes)6.

Tabel 1. Karakteristik demografi pasien di International OASIS-2 Register

Karena angina tidak stabil terkait erat dengan kejadian kejadian koroner,
perkiraan tren internasional dapat ditemukan di register MONICA (Monitoring
Trends and Determinants in Cardiovascular Diseases)yang disponsori oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Proyek besar ini memonitor lebih dari 7 juta
orang berusia 35-64 tahun dari 30 populasi di 21 negara dari pertengahan 1980-
an.3
Wanita yang mengalami angina tidak stabil akan berusia lebih tua dan
memiliki prevalensi lebih tinggi hipertensi, diabetes mellitus, CHF, dan riwayat
keluarga PJK dibandingkan laki-laki. Pria cenderung memiliki insiden yang lebih
tinggi dari MI sebelumnya dan revaskularisasi, proporsi yang lebih tinggi dari
enzim jantung positif pada saat masuk rumah sakit, dan tingkat yang lebih tinggi
dari kateterisasi dan revaskularisasi. Namun, hasil ini lebih terkait dengan tingkat
keparahan penyakit daripada jenis kelamin.3

2.3 Etiologi
Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara
pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard1.
4

Etiologi SKA antara lain:


1. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada
pada plak aterosklerosis. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta
komponennya dari plak yang ruptur mengakibatkan infark kecil di distal.
2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen
arteri koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas
otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
3. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus: terjadi
pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis
ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi: penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis.
Makrofag, limfosit T ↑ metalloproteinase penipisan dan ruptur plak
5. Keadaan/faktor pencetus:
a. ↑ kebutuhan oksigen miokard: demam, takikardi, tirotoksikosis
b. ↓ aliran darah koroner
c. ↓ pasokan oksigen miokard: anemia, hipoksemia.2

2.4 Patofisiologi
SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade
pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang
mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid dengan
fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption
‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor ‘faktor jaringan’
dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex
mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi
trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan
pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosis
akut’.7
Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit,
proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis
tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak
melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel
5

endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga


menyebabkan ruptur plak.7
Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi
berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami
aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya
plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid
(NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase,
NADH/NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan
endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat
terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan
gagal jantung.7, 8
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat
disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan
disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1,
tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit
oksid dan prostasiklin).7, 8

Gambar 2. Lesi penyebab pada angina tidak stabil.

Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi


sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan
sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi
6

platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan


fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark.8
SKA yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak
aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak
karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak,
adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik.8

Gambar 3. Patogenesis Sindrom Koroner Akut


7

2.5 Diagnosis
Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari 3 komponen utama, yaitu dari
anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac marker).1, 2
2.5.1 Anamnesis
Pasien dengan SKA biasanya datang dengan keluhan nyeri dada yang
khas kardial (gejala kardinal), yaitu2:
 Lokasi: substernal, retrosternal, atau prekordial
 Sifat nyeri: sakit, seperti ditekan, ditindih benda berat, seperti
diperas/dipelintir, rasa terbakar, atau seperti ditusuk.
 Penjalaran: ke lengan kiri, leher, rahang bawah,
punggung/interskapula, perut, atau lengan kanan.
 Nyeri membaik/hilang dengan istirahat atau nitrat.
 Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin,
cemas, lemah.
 Faktor pencetus: aktivitas fisik, emosi
 Faktor resiko: laki-laki usia>40 tahun, wanita menopause, DM,
hipertensi, dislipidemia, perokok, kepribadian tipe A, obesitas.

2.5.2 Elektro Kardiografi1, 2


Pada iskemia miokardium, dapat ditemukan depresi segmen ST (≥ 1mV)
atau inverse gelombang T simetris (> 2mV) pada dua lead yang bersebelahan.

Depresi ST pada iskemia miokard:


A. Depresi ST horizontal, spesifik untuk iskemia
B. Depresi ST landai ke bawah, spesifik untuk iskemia
C. Depresi ST landai ke atas, tidak spesifik untuk
iskemia

Inverse T pada iskemia miokard:


A. Inverse T yang kurang spesifik untuk iskemia
B. Inverse T berujung lancip dan simetris, spesifik
untuk iskemia.

Gambar 4. Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut


8

Perubahan EKG yang khas menyertai infark miokardium, dan perubahan


paling awal terjadi hampir seketika pada saat mulainya gangguan
miokardium.Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera pada setiap orang yang
dicurigai menderita infark sekalipun kecurigaannya kecil.
Selama infark miokard akut, EKG berkembang melalui tiga stadium:
1) Gelombang T runcing diikuti dengan inverse gelombang T
 Secara akut, gelombang T meruncing (peaking), kemudian inverse
(simetris). Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokardium. Jika
terjadi infark sejati, gelombang T tetap inverse selama beberapa bulan sampai
beberapa tahun.
2) Elevasi segmen ST
 Secara akut, segmen ST mengalami elevasi dan menyatu dengan
gelombang T. elevasi segmen ST menggambarkan jejas miokardium. Jika terjadi
infark, segmen ST biasanya kembali ke garis iso elektrik dalam beberapa jam.

3) Muncul gelombang Q baru


 Gelombang-gelombang Q baru bermunculan dalam beberapa jam
sampai beberapa hari. Gelombang ini menandakan infark miokard, syarat: lebar ≥
0,04 detik, dalam ≥ 4mm atau ≥ 25% tinggi R. Pada kebanyakan kasus,
gelombang ini menetap seumur hidup pasien.

Tabel 2. Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG


Lokasi Lead Perubahan EKG

Anterios ekstensif V1-V6 ST elevasi, gelombang Q

Anteroseptal V1-V4 ST elevasi, gelombang Q

Anterolateral V4-V6 ST elevasi, gelombang Q

Posterior V1-V2 ST depresi, Gelombang R tinggi

Lateral I, aVL, V5, V6 ST elevasi, gelombang Q

Inferior II, III, aVF ST elevasi, gelombang Q


9

Ventrikel kanan V4R, V5R ST elevasi, gelombang Q

2.5.3 Cardiac Marker1, 2


Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan
menggunakan test enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB
(CK-MB), cardiac specific troponin (cTn) I/T, laktat dehidrogenase (LDH), dan
myoglobin. Peningkatan nilai enzim CKMB atau cTn T/I >2x nilai batas atas
normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard).Pemeriksaan
enzim jantung sebaiknya dilakukan secara serial.
a. Cardiac specific troponin (cTn)
 Paling spesifik untuk infark miokard
 Troponin C  Pada semua jenis otot
 Troponin I & T  Pada otot jantung
 Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah
dideteksi
b. Myoglobin
 Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya
sangat kecil), 1-2 jam sejak onset nyeri
 Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot
c. Creatine Kinase (CK)
 Ditemukan pada otot, otak, jantung
 Murah, mudah, tapi tidak spesifik
d. Lactat Dehidrogenase (LDH)
 Ditemukan di seluruh jaringan
 LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung,
normalnya LD2 > LD1
 Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2
e. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)
 Spesifik untuk infark miokard
10

Tabel 3. Karakteristik Beberapa Cardiac Marker

Cardiac Marker Meningkat Puncak Normal

cTn T 3 jam 12-48 jam 5-14 hari

cTn I 3 jam 24 jam 5-10 hari

CKMB 3 jam 10-24 jam 2-4 hari

CK 3-8 jam 10-36 jam 3-4 hari

Mioglobin 1-2 jam 4-8 jam 24 jam

LDH 24-48 jam 3-6 hari 8-14 hari

Tabel4. Perbandingan APTS, NSTEMI, STEMI


Perbedaan APTS NSTEMI STEMI

Nyeri dada <15 menit >15 menit >15 menit

EKG Normal/iskemik iskemik Evolusi

Cardiac marker Normal meningkat Meningkat

2.6 Tatalaksana
Penanganan dini yang harus segera diberikan pada pasien dengan keluhan
nyeri dada tipikal dengan kecurigaan SKA adalah1, 2:

1. Oksigenasi
 Untuk membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera dan
menurunkan beratnya ST-elevasi pada STEMI.
 Diberikan sampai pasien stabil dengan level oksigen 5-10 liter/menit secara kanul
hidung/sungkup.
2. Nitrogliserin (NTG)
 Diberikan secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg), dapat diulang sampai 3x dengan
interval 5-10 menit jika keluhan belum membaik setelah pemberian pertama,
dilanjutkan dengan drip intravena 5-10 μg/menit (jangan lebih 200 μg/menit).
11

 Kontraindikasi: hipotensi
 Manfaat:
 memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard;
 menurunkan kebutuhan oksigen di miokard;
 menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding
ventrikel;
 dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral;
 menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan)
.
3. Morphine
 Dosis 2 – 4 mg intravena
 Manfaat:
 mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
 mengurangi rasa sakit akibat iskemia;
 meningkatkan venous capacitance;
 menurunkan tahanan pembuluh sistemik;
 menurunkan nadi dan tekanan darah.
 Efek samping: mual, bradikardi, dan depresi pernapasan.

4. Aspirin
 Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik
"chewable" dari pada tablet, terutama pada stadium awal. Aspirin suppositoria
(325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah. Aspirin boleh
diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned
heparin).
 Harus diberikan kepada semua pasien SKA jika tidak ada kontraindikasi (ulkus
gaster, asma bronkial).
 Efek: menghambat COX-1 dalam platelet dan mencegah pembentukan TXA2,
sehingga mencegah agregasi platelet dan konstriksi arterial.
12

5. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine


 Derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu
perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP
(adenosine diphosphate) pada reseptor platelet, sehingga menurunkan kejadian
iskemi.
 Pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis dan iskemia
berulang, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100
mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Efek samping: netropenia,
trombositopenia (jarang), purpura trombotik trombositopenia  perlu evaluasi
hitung sel darah lengkap pada minggu II – III.
 Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin,
namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi
gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya
risiko perdarahan. Dosis: 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai
beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–
60% inhibisi dicapai dalam 3–7 hari .
Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic
Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif
daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke)
pada aterosklerosis.
13
14

2.7 Komplikasi
Komplikasi:

 Aritmia
 Disfungsi ventrikel kiri
 Hipotensi
 Lain-lain:
o Emboli Paru Dan Infark Paru
o Emboli Arteri Sistemik
o Stroke Emboli
o Ruptur Jantung
o Disfungsi & Ruptur m. Papilaris

2.8 Prognosis
Risiko MI, komplikasi, dan kematian pada angina tidak stabil bervariasi
karena spektrum klinis yang luas dan ditutupi oleh interval angina tidak stabil.
Agresivitas pendekatan terapi harus sepadan dengan estimasi risiko individual.10

Tabel 5. Klasifikasi Killip pada AMI:


Klas Definisi Mortalitas (%)

I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6

II + S3 dan/atau ronki basah 17

III Edema paru 30-40

IV Syok kardiogenik 60-80


15

Tabel 6. Skoring resiko TIMI untuk SKA:


Usia >65 tahun 1

>3 faktor resiko PJK (riw.kel, HT, kol ↑, DM, 1


rokok)

Diketahui PJK 1

Pemakaian ASA 7 hari terakhir 1

Angina berat (<24 jam) 1

↑ petanda biokimia 1

Deviasi ST 1
16

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. J
Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Aceh
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Wih Resap, Pintu Rame, Bener Meriah
CM : 1-06-47-06
Tanggal Masuk : 16 September 2015
Tanggal Pemeriksaan : 17 September 2015

3.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Nyeri dada
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien rujukan dari praktek dokter spesialis jantung dengan keluhan nyeri
dada yang dialami sejak 16 jam SMRS.Nyeri dada memberat dalam 1 minggu dan
dirasakan seperti tertindih beban dan tidak hilang dengan istirahat. Nyeri dada
telah dirasakan kurang lebih 20 menit dan menjalar ke ulu hati, bahu dan
punggung belakang. Sebelumnya pasien sejak seminggu SMRS juga merasakan
nyeri dada tetapi tidak seberat ini. Keluhan nyeri dada disertai dengan keluhan
keringat dingin dan mual namun tidak ada keluhan muntah.Selain itu pasien juga
mengeluhkan nyeri ulu hati. Nyeri ulu hati berlangsung berulang, timbul disaat
perut dalam keadaan kosong ( tidak atau terlambat makan ). Nyeri terasa perih
seperti tersayat dan rasa terbakar di daerah ulu hati. Nyeri akan berkurang jika
pasien makan. Pasien juga merasakan sakit kepala dan juga lemas. Keluhan nyeri
dada disertai dengan keluhan keringat dingin.
17

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. 2 hari
SMRS pasien berobat di puskesmas dan diperiksa kolesterol 235.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa, ibu pasien menderita
hipertensi, DM (-), Penyakit jantung (-).
e. Riwayat Pemakaian Obat
Pasien belum pernah berobat untuk keluhan nyeri dadanya.
f. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien memiliki riwayat merokok selama 20 tahun.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : E4 M6 V5
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 60 x/menit, reguler
Frekuensi Nafas : 19 x/menit
Temperatur : 36,20C (aksila)
b. Status General
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Kembali cepat
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Kepala
Bentuk : Kesan Normocephali
Rambut : Tersebar rata, sukar dicabut.
Mata : Cekung (-), Refleks cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),
konj.palpebra inf pucat (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-), nafas cuping hidung (-)
18

Mulut
Bibir : Sianosis (-)
Faring : Hiperemis (-)

Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran (-)
Peningkatan TVJ : (-), R -2 cmH2O
Axilla
Pembesaran KGB (-)
Thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan : Abdominal Thoracal
Retraksi : (-)

2. Palpasi
- Pergerakan dada simetris
- Nyeri tekan (-/-)
- Suara fremitus taktil kanan = kiri
3. Perkusi
- Sonor (+/+)
4. Auskultasi
Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) wheezing (-/-)
Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat


Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V Linea Midclavicularis Sinistra
Perkusi
Batas jantung atas : di ICS III
Batas jantung kanan : di ICS V Linea Parasternalis dekstra
19

Batas jantung kiri : di ICS V 2 cm ke arah lateral linea axilaris anterior


sinistra.
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
Palpasi : Soepel (+), distensi abdomen (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik usus kesan normal
Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : - Superior : Edema (-), Sianosis (-) - Inferior : Edema (-),
Sianosis (-)

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


3.4.1 Laboratorium (16 September 2015)
Darah Rutin

Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan

Haemoglobin 15,4 gr/dl 14 - 17 gr/dl

Eritrosit 5,1103/mm3 4,7-6,1. 106/mm3

Leukosit 8,6 103/mm3 4,5-10,5.103/ul

Trombosit 278 103/mm3 150-400.103/ul

Hematokrit 44 % 45-55%

Faal Hemostasis

Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan

Waktu Perdarahan 2 1-7 menit

Waktu Pembekuan 7 5-15 menit


20

Jantung

Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan

Troponin I < 0,10 < 1,5 ng/ml

CK-MB 31 < 25 U/L

Elektrolit

Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan

Na 140 135-145 mmol/L

K 4,1 3,5-4,5 mmol/L

Cl 103 90-110 mmol/L

Fungsi Ginjal

Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan

Ureum 22 mg/dl 13-43 mm/dl

Creatinin 1,05 mg/dl 0,67-1,17 mg/dl

Diabetes

Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan

Gula Darah Sewaktu 147 mg/dl <200 mg/dl

3.4.2 Elektrokardiografi tanggal 16September 2015


21

Interpretasi EKG

 Heart Rate : 50 BPM


 Irama : Sinus
 Interval PR : 0.24 s
 Interval QRS : 0.04 s
 Regularitas : Reguler
 Axis : Normoaxis
 Morfologi
- Gelombang P : 0.08 s
- Kompleks QRS : 0.04 s
- Hipertropi Ventrikel : LVH (-), RVH (-)
- P mitral : negatif
- Q patologis : negatif
Segmen ST
- ST elevasi : negatif
- ST depresi : negatif

Kesimpulan : Sinus Bradikardi


22

- Elektrokardiografi 19 September 2015

Interpretasi EKG

 Heart Rate : 50 BPM


 Irama : Sinus
 Interval PR : 0.24 s
 Interval QRS : 0.04 s
 Regularitas : Reguler
 Axis : Normoaxis
 Morfologi
- Gelombang P : 0.08 s
- Kompleks QRS : 0.04 s
- Hipertropi Ventrikel : LVH (-), RVH (-)
- P mitral : negatif
- Q patologis : negatif
Segmen ST
- ST elevasi : negatif
23

- ST depresi : negatif

Kesimpulan : Sinus Bradikardi

3.5 RESUME

. Pasien rujukan dari praktek dokter spesialis jantung dengan keluhan nyeri
dada yang dialami sejak 16 jam SMRS.Nyeri dada memberat dalam 1 minggu dan
dirasakan seperti tertindih beban dan tidak hilang dengan istirahat. Nyeri dada
telah dirasakan kurang lebih 20 menit dan menjalar ke ulu hati, bahu dan
punggung belakang. Sebelumnya pasien sejak seminggu SMRS juga merasakan
nyeri dada tetapi tidak seberat ini. Keluhan nyeri dada disertai dengan keluhan
keringat dingin dan mual namun tidak ada keluhan muntah.Selain itu pasien juga
mengeluhkan nyeri ulu hati. Nyeri ulu hati berlangsung berulang, timbul disat
perut dalam keadaan kosong ( tidak atau terlambat makan ). Nyeri terasa perih
seperti tersayat dan rasa terbakar di daerah ulu hati. Nyeri akan berkurang jika
pasien makan. Pasien juga merasakan sakit kepala dan juga lemas. Keluhan nyeri
dada disertai dengan keluhan keringat dingin.Dari hasil pemeriksaan fisik, pada
umumnya tidak ditemukan kelainan.Pada pemeriksaan penunjang, pasien sudah
dilakukan EKG dengan kesimpulan sinus bradikardi.

3.6 DIAGNOSIS
1. Angina Pektoris Tidak Stabil
2. Infar Miokard Non-ST Elevasi

3.7 PENATALAKSANAAN
3.7.1 TERAPI KARDIOLOGI
Terapi Non-Farmakologi
- Bed rest
- Diet jantung 1700 kkal
Terapi Farmakologi
- Arixtra 1x2,5 selama 3 hari
-Omeprazol 2x20 mg (injeksi)
- Platogrix 1x 75 mg
24

- Aspilet 1x 80 mg
- Actalipid 1x 40 mg
- Sucralfat Syr 3xCII

3.8 PROGNOSIS

Quo ad Vitam : dubia ad bonam


Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
25

BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 43 tahun dengan keluhan


utama nyeri dada sejak 16 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada dirasakan
seperti remasan menjalar ke ulu hati, punggung dan bahu serta tidak berkurang
dengan istirahat dan lebih dari 20 menit. Gejala tersebut dapat menunjukkan telah
terjadi suatu peristiwa yang disebut sebagai sindrom koroner akut. Sindrom
koroner akut merupakan suatu spektrum miokard akut dan atau nekrosis miokard
yang pada umumnya terjadi akibat menurunnya aliran darah koroner. Sindrom
koroner akut dapat dibedakan menjadi angina pektoris tidak stabil, STEMI dan
Non-STEMI berdasarkan gambaran EKG dan biomarker nekrosis atau infark
miokard 1, 2, 9, 11
Gambaran EKG pada pasien ini tidak menunjukkan ada suatu elevasi
ataupun depresi dari segmen-ST dan atau inversi gelombang T. Pada pemeriksaan
penunjang ditemukan peningkatan dari biomarker jantung berupa CK-MB, tetapi
troponin I normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hal ini merupakan suatu
1
angina pektoris tidak stabil. Angina pektoris tidak stabil umumnya terjadi pada
laki-laki dengan rasio laki-laki dibandingkan dengan perempuan adalah 3:2
dengan usia rata-rata presentasi adalah 68 tahun di Amerika Serikat.12
Gejala pada saat ini merupakan gejala ulangan. Pada penyakti jantung
koroner serangan berulang sering terjadi. Penggunaan terapi statin telah
dinyatakan dapat mengurangi serangan berulang.17Begitu pula dengan terapi
lainnya dan revaskularisasi sebelumnya dapat mengurangi kemungkinan serangan
berulang.1
Pasien merokok sejak20 tahun.Hipertensi, rokok, pola makan yang tidak
sehat (berujung pada sindrom metabolik seperti dislipidemia dan DM) merupakan
faktor-faktor yang dapat meningkatkan terjadinya aterosklerosis sehingga memicu
iskemia pembuluh koroner. Menurut Delima, pasien yang memiliki riwayat
hipertensi berisiko 1,23 kali menderita angina pektoris. Kegemukan atau obesitas
juga meningkatkan risiko mengalami gejala angina pektoris, yaitu 1,18 kali.
Perilaku pernah merokok meningkatkan risiko sebesar 1,53 kali. Merokok
diketahui meningkatkan risiko kematian akibatpenyakit jantung koroner dan
26

serebrovaskuler hingga 2-3kali. Merokok menyebabkan kerusakan dan


kekakuanpembuluh darah.5

Faktor risiko pada pasien seperti hipertensi, merokok dan pola makan yang
tidak sehat dapat memicu terjadinya kerusakan pada struktur pembuluh darah
yang pada akhirnya menyebabkan terbentuknya aterosklerosis dan kemudian
terjadi trombosis. Proses aterosklerosissebenarnya dimulai dengan fatty streak
sejak bayi lahir. Semakin lama fatty streak tersebut semakin berkembang sehingga
mencapai pembuluh darah koroner pada umur 15 tahun, setelah itu karena
beberapa factor, fatty streak akan berkembang menjadi fibrous plaque pada umur
25 tahun. Kalau penderita tersebut mempunyai banyak faktor risiko maka semakin
mungkin plaque tersebut semakin membesar menjadi ateroma pada umur kira-
kira 40 tahun dan kalau faktor risiko yang dipunyai masih tetap ada maka ateroma
akan semakin membesar sehingga pada suatu saat akan menyebabkan
penyumbatan yang bermakna pada pembuluh darah koroner dan akan
mengakibatkan iskemia sampai infark miokardium akut.5 Iskemia pembuluh darah
koroner dapat menurunkan asupan darah ke dinding jantung sehingga
menyebabkan hipoksia jaringan. Pada fase awal, kebutuhan oksigen dari sel-sel
miokard akan meningkat, namun karena dalam waktu lama kebutuhan oksigen
yang tinggi tidak terpenuhi juga, sel-sel miokardium mulai menggunakan
glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan
energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam
laktat akan menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan
dengan angina pektoris.8

Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati yang dirasakan apabila
pasien tidak makan atau terlamabat makan. Adanya iritasi mukosa dan
peningkatan volume cairan di rongga usus menyebabkan keluhan abdomen terasa
sakit. Selain karena 2 hal itu, nteri abdomen atau kram timbul karena metaolisme
karbohidrat oleh bakteri diusus yang menghasilkan das H2 dan CO2 yang
menimbulkan kembung dan flatus berlebihan. Biasanya pada keadaan ini
penderita akan merasa mual bahkan muntah serta nafsu makanmenurun. Karena
terjadi ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit. Oleh karena itu pasien kita
27

konsulkan ke bagian penyakit dalam dan ditangani oleh divisi gastroenterologi


serta pasien mendapatkan terapi sesuai gejala yang dikeluhkannya.

Pasien mendapatkan terapiarixtra, platogrix, aspilet, actalipid. Terapi


tersebut merupakan terapi inisial untuk pasien dengan SKA tanpa elevasi segmen
ST sesuai dengan pedoman dari American Heart Association.1 Pasien ini juga
mendapatkan terapi omeprazol dan sucralfat sirup dari bagian penyakit dalam
divisi gastroenterologisesuai dengan gejala pada lambung yang dirasakannya.
28

BAB V
KESIMPULAN

Pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri dada selama lebih kurang 20
menit yang menjalar ke ulu hati, bahu dan punggung belakang, nyeri dada
dirasakan seperti tertindih beban berat dan tidak hilang dengan istirahat. Hasil
EKG pasien menunjukkan tidak ada ST elevasi maupun depresi dan cardiac
markers menunjukkan peningkatan CK-MB dan troponin I normal, sehingga
ditegakkan diagnosis Angina pektoris tidak stabil. Angina pektoris tidak stabil
merupakan suatu keadaan sindrom koroner akut yang ditandai dengan gejala
nyeri dada tipikal, tidak ada elevasi segmen ST, dan tidak ada ditemukan
peningkatan pada biomarker iskemia atau infark miokard. Hipertensi merupakan
salah satu faktor risiko utama penyebab terjadinya angina pektoris tidak stabil.
Penanganan awal yang cepat dan ketepatan diagnosa merupakan kunci utama
keberhasilan penatalaksanaan angina pektoris tidak stabil.
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Amsterdam, E. A.; Wenger, N. K.; Brindis, R. G., et al. 2014 AHA/ACC


guideline for the management of patients with non–ST-elevation acute
coronary syndromes: a report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines,
Journal of the American College of Cardiology. 2014, 64, e139-e228.

2. Braunwald, E. Unstable angina and non–ST elevation myocardial infarction,


American journal of respiratory and critical care medicine. 2012, 185, 924-
932.

3. Luepker, R. V. WHO MONICA project: what have we learned and where to


go from here?, Public Health Reviews. 2011, 33, 1.

4. Lupón, J.; Valle, V.; Marrugat, J., et al. Six-month outcome in unstable
angina patients without previous myocardial infarction according to the use of
tertiary cardiologic resources, Journal of the American College of Cardiology.
1999, 34, 1947-1953.

5. Meune, C.; Balmelli, C.; Twerenbold, R., et al. Patients with acute coronary
syndrome and normal high-sensitivity troponin, The American journal of
medicine. 2011, 124, 1151-1157.

6. Yusuf, S.; Pogue, J.; Anand, S., et al. Effects of recombinant hirudin
(lepirudin) compared with heparin on death, myocardial infarction, refractory
angina, and revascularisation procedures in patients with acute myocardial
ischaemia without ST elevation: a randomised trial, Lancet. 1999, 353, 429-
438.

7. Stone, G. W.; Maehara, A.; Lansky, A. J., et al. A prospective natural-history


study of coronary atherosclerosis, New England Journal of Medicine. 2011,
364, 226-235.

8. Willerson, J. T. Systemic and local inflammation in patients with unstable


atherosclerotic plaques, Progress in cardiovascular diseases. 2002, 44, 469-
478.

9. Anderson, J. L.; Adams, C. D.; Antman, E. M., et al. ACC/AHA 2007


guidelines for the management of patients with unstable angina/non–ST-
elevation myocardial infarction: a report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines
(Writing Committee to Revise the 2002 Guidelines for the Management of
Patients With Unstable Angina/Non–ST-Elevation Myocardial Infarction)
developed in collaboration with the American College of Emergency
Physicians, the Society for Cardiovascular Angiography and Interventions,
and the Society of Thoracic Surgeons endorsed by the American Association
of Cardiovascular and Pulmonary Rehabilitation and the Society for
30

Academic Emergency Medicine, Journal of the American College of


Cardiology. 2007, 50, e1-e157.

10. Cannon, C. P.; McCabe, C. H.; Stone, P. H., et al. The Electrocardiogram
Predicts One-Year Outcome of Patients With Unstable Angina and Non–Q
Wave Myocardial Infarction: Results of the TIMI III Registry ECG Ancillary
Study fn1, Journal of the American College of Cardiology. 1997, 30, 133-
140.

11. Anderson, J. L.; Adams, C. D.; Antman, E. M., et al. 2011 ACCF/AHA
focused update incorporated into the ACC/AHA 2007 guidelines for the
management of patients with unstable angina/non–ST-elevation myocardial
infarction a report of the american college of cardiology foundation/american
heart association task force on practice guidelines, Circulation. 2011, 123,
e426-e579.

12. Shroff, G. R.; Heubner, B. M.; Herzog, C. A. Incidence of acute coronary


syndrome in the general Medicare population, 1992 to 2009: a real-world
perspective, JAMA internal medicine. 2014, 174, 1689-1690.

13. Hankey, G. J. Vascular disease of the heart, brain and limbs: new insights
into a looming epidemic, The Lancet. 2005, 366, 1753-1754.

14. DeVon, H. A.; Zerwic, J. J. The symptoms of unstable angina: do women and
men differ?, Nursing research. 2003, 52, 108-118.

15. Hu, F. B.; Stampfer, M. J.; Solomon, C. G., et al. The impact of diabetes
mellitus on mortality from all causes and coronary heart disease in women:
20 years of follow-up, Archives of internal medicine. 2001, 161, 1717-1723.

16. Zadok Batsheva, M.; Feldman, A.; Rosenfeld, R. Misdiagnosed Acute


Coronary Syndrome: Characteristics of Patients with Acute Coronary
Syndrome Discharged Home from the Emergency Department, sraeli Journal
of Emergency Medicine. 2007, 7, 3-10.

17. Ray, K. K.; Cannon, C. P.; McCabe, C. H., et al. Early and late benefits of
high-dose atorvastatin in patients with acute coronary syndromes: results
from the PROVE IT-TIMI 22 trial, Journal of the American College of
Cardiology. 2005, 46, 1405-1410.
31

FOLLOW UP
Tanggal S O A P
17 September Nyeri dada KU : nyeri dada Unstable - Arixtra 1x2,5
2015 Kes : CM angina selama 3 hari
Hari kedua TD :120/80 mmHg pectoris. -Omeprazol 2x20 mg
rawatan HR :60x/menit (injeksi)
RR : 19 x/menit - Platogrix 1x 75 mg
Suhu :36,5°C - Aspilet 1x 80 mg
Mata : dbn - Actalipid 1x 40 mg
T/H/M : dbn - Sucralfat Syr 3xCII
Leher : TVJ R±2cmH2O
Thorax : Simetris (+), Ves
(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II,
regular, bising (-)
Abdomen : Distensi (-),
H/L/R tidak teraba,
peristaltik normal
Ekstremitas : edema (-/-)

Tanggal S O A P
18 September Nyeri dada KU : nyeri dada Unstable - Arixtra 1x2,5
2015 berkurang. angina
Kes : CM selama 3 hari
Hari rawatan pectoris.
ketiga TD :110/80 mmHg -Omeprazol 2x20 mg
HR : 70x/menit (injeksi)
RR : 18 x/menit - Platogrix 1x 75 mg
Suhu :36,6°C - Aspilet 1x 80 mg
Mata : dbn - Actalipid 1x 40 mg
T/H/M : dbn - Sucralfat Syr 3xCII
Leher : TVJ R±2cmH2O
Thorax : Simetris (+), Ves
(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II,
32

regular, bising (-)


Abdomen : Distensi (-),
H/L/R tidak teraba,
peristaltik normal
Ekstremitas : edema (-/-)

Tanggal S O A P
19 September Nyeri dada KU : nyeri dada Unstable - Arixtra 1x2,5
2015 (-). angina
Kes : CM selama 3 hari
Hari keempat pectoris.
rawatan TD :120/80 mmHg -Omeprazol 2x20 mg
HR : 50x/menit (injeksi)
RR : 19 x/menit - Platogrix 1x 75 mg
Suhu :36,6°C - Aspilet 1x 80 mg
Mata : dbn - Actalipid 1x 40 mg
T/H/M : dbn - Sucralfat Syr 3xCII
Leher : TVJ R±2cmH2O
Thorax : Simetris (+), Ves
(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II,
regular, bising (-)
Abdomen : Distensi (-),
H/L/R tidak teraba,
peristaltik normal
Ekstremitas : edema (-/-)
33

Tanggal S O A P
20September Nyeri dada KU : nyeri dada Unstable -Omeprazol 2x20 mg
2015 (-). angina
Kes : CM - Platogrix 1x 75 mg
Hari keempat pectoris.
rawatan TD :120/80 mmHg - Aspilet 1x 80 mg
HR : 50x/menit - Actalipid 1x 40 mg
RR : 19 x/menit - Sucralfat Syr 3xCII
Suhu :36,6°C - Neurodex 1x1
Mata : dbn
T/H/M : dbn
Leher : TVJ R±2cmH2O
Thorax : Simetris (+), Ves
(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II,
regular, bising (-)
Abdomen : Distensi (-),
H/L/R tidak teraba,
peristaltik normal
Ekstremitas : edema (-/-)

Anda mungkin juga menyukai