ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil-hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa belum sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis adalah pembelajaran
berbasis masalah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa sebagai akibat dari pembelajaran berbasis masalah. Penelitian ini adalah kuasi
eksperimen yang menerapkan dua pembelajaran yaitu pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran
konvensional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa di salah satu SMK di Kabupaten Garut.
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, dan diperoleh dua kelas sebagai sampel
penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematis.
Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh kesimpulan bahwa: (1) peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada
siswa yang mendapat pembelajaran konvensional, (2) Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa
ketika mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis adalah
kesalahan karena kecerobohan atau kurang cermat, kesalahan mentransformasikan informasi, kesalahan
keterampilan proses, dan kesalahan memahami soal.
Kata kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Kemampuan Pemecahan Matematis
ABSTRACT
This research is motivated by the results of previous studies that showed that students'
mathematical problem solving ability is not as expected. One lesson to improve mathematical
problem solving is based learning problems . The purpose of this study was to determine the
increase in students' mathematical problem solving ability as a result of problem-based
learning. This study is a quasi-experimental study that applies two problem-based learning and
conventional learning. The population in this study were students in one of the vocational
schools in Garut. Sampling was done by purposive sampling, and obtained two classes as the
study sample. The research instrument used was a test of mathematical problem solving
abilities. Based on these results we concluded that: (1) the increase in students' mathematical
problem solving ability that gets problem-based learning better than students who received
conventional learning, (2) mistakes made by student when working on the problems related to
mathematical problem solving ability was a mistake due to carelessness or less closely,
tansform fault information, error process skills, and misunderstanding question.
Keywords: problem based learning, mathematical problem solving ability
untuk mengatasi kesulitan yang ditemui untuk dapat diakses tanpa banyak menggunakan
mencapai suatu tujuan yang diimginkan. mesin, ini berarti masalah yang terlibat bukan
Branca (dalam Sumarmo, 1994) karena perhitungan yang sulit; (2) dapat
mengatakan bahwa pemecahan masalah dapat diselesaikan dengan beberapa cara, atau
diartikan dengan menggunakan interpretasi bentuk soal yang open ended; (3) melukiskan
umum, yaitu pemecahan masalah sebagai ide matematika yang penting (matematika
tujuan, pemecahan masalah sebagai proses, yang bagus); (4) tidak memuat solusi dengan
dan pemecahan masalah sebagai keterampilan trik; (5) dapat diperluas dan digeneralisasikan
dasar. Pemecahan masalah sebagai tujuan (untuk memperkaya eksplorasi).
menyangkut alasan mengapa matematika itu Sumarmo (2013: 128) menyatakan
diajarkan. Dalam interpretasi ini, pemecahan bahwa pemecahan masalah matematik
masalah bebas dari soal, prosedur, metode mempunyai dua makna yaitu: (1) pemecahan
atau isi khusus yang menjadi pertimbangan masalah sebagai suatu pendekatan
utama adalah bagaimana cara menyelesaikan pembelajaran, yang digunakan untuk
masalah yang merupakan alasan mengapa menemukan kembali (reinvention) dan
matematika itu diajarkan. Pemecahan masalah memahami materi, konsep, dan prinsip
sebagai proses merupakan suatu kegiatan matematika. Pembelajaran diawali dengan
yang lebih mengutamakan pentingnya penyajian masalah atau situasi yang
prosedur, langkah-langkah strategi yang kontekstual kemudian melalui induksi siswa
ditempuh oleh siswa dalam menyelesaikan menemukan konsep/prinsip matematika; (2)
masalah dan akhirnya dapat menemukan sebagai tujuan atau kemampuan yang harus
jawaban soal bukan hanya pada jawaban itu dicapai, yang dirinci menjadi lima indikator,
sendiri. yaitu:
Bell (1978: 119) menyatakan bahwa 1. mengidentifikasi kecukupan data untuk
terdapat lima strategis yang berkaitan dengan pemecahan masalah;
pemecahan masalah dunia nyata (real world) 2. membuat model matematik dari suatu
yaitu: (1) menyajikan masalah dalam bentuk situasi atau masalah sehari-hari dan
yang jelas sehingga tidak bermakna ganda; menyelesaikannya;
(2) menyatakan masalah dalam bentuk yang 3. memilih dan menerapkan strategi untuk
jelas sehingga tidak bermakna ganda; menyelesaikan masalah matematika dan
(3)menyusun hipotesi-hipotesis alternatif dan atau di luar matematika;
prosedur yang diperkirakan dapat 4. menjelaskan atau menginterpretasikan
dipergunakan untuk memecahkan masalah hasil sesuai permasalahan asal, serta
tersebut; (4) menguji hipotesis dan melakukan memeriksa kebenaran hasil atau
kerja untuk memperoleh solusi (pengumpulan jawaban;
data, pengolahan data, dll), solusi yang 5. menerapkan matematika secara
diperoleh mungkin lebih dari satu; (5) jika bermakna.
diperoleh satu solusi maka langkah Selain itu, Polya (dalam Ruseffendi,
selanjutnya memeriksa kembali apakah solusi 1991) mengemukakan bahwa untuk
itu benar namun jika diperoleh lebih dari satu memecahkan suatu masalah ada empat
solusi maka memilih solusi mana yang paling langkah yang dapat dilakukan, yakni:
baik. 1. Memahami masalah.
Olkin dan Schoenfeld (Sumarmo, 2013: Kegiatan dapat yang dilakukan pada
447) menyatakan bahwa bentuk soal langkah ini adalah: apa (data) yang diketahui,
pemecahan masalah yang baik hendaknya apa yang tidak diketahui (ditanyakan), apakah
memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) informasi cukup, kondisi (syarat) apa yang
Berdasarkan masalah yang dipelajari, siswa mencari informasi, menganalisis data dan
berusaha untuk membuat rancangan, proses, membuat serta menguji hipotesis,
penelitian yang mengarah ke penyelesaian membandingkan strategi lain, dan
masalah, sehingga membangun pengetahuan membaginya dengan siswa lain dan strategi
mereka sendiri melalui pengalaman nyata, dari pembimbing
kemudian siswa mengidentifikasi 5. Keaslian (Authenticity)
permasalahan dengan cara mencari apa saja PBL melibatkan siswa dalam
hal-hal yang diketahui, yang ditanyakan, dan mempelajari informasi dalam cara yang sama
mencari cara yang cocok untuk ketika mengingatnya kembali dan
menyelesaikan permasalahan tersebut. Dalam menerapkan dalam situasi yang akan datang
menginvestigasikan dan menyelesaikan dan menilai pembelajaran dengan cara
masalah, dalam prosesnya siswa mendemonstrasikan pemahaman dan bukan
menggunakan banyak keterampilan sehingga kemahiran belaka.
termotivasi untuk memecahkan masalah
nyata dan guru mengapresiasi aktivitas siswa METODE
sehingga siswa senang bekerja sama. Penelitian yang digunakan adalah
Adapun manfaat yang diperoleh melalui kuasi eksperimen. Desain penelitiannya
PBL menurut Gick dan Holyoak (dalam menggunakan desain kelompok kontrol
Krismiati: 2008) antara lain: non-ekuivalen.
1. Motivasi (Motivation)
PBL membuat siswa lebih terlibat dalam O X O (Ruseffendi, 2005 : 53 )
pembelajaran sebab mereka terikat untuk ......................
merespon dan karena mereka merasa diberi O O
kesempatan untuk mendapatkan hasil
(dampak) dari penyelidikan. Keterangan:
2. Hubungan dan Isi (Relevance And O : Tes kemampuan pemecahan masalah
Context) matematis siswa
PBL menawarkan siswa sebuah jawaban X : Pembelajaran Berbasis Masalah
yang jelas terhadap pertanyaan, “Mengapa ... : Pengambilan sampel tidak secara acak
kita perlu mempelajari informasi ini?”, dan Penelitian ini dilakukan di salah satu
“Apa saja dari yang sedang saya lakukan di SMK di Kabupaten Garut. Penelitian
sekolah harus dilakukan dengan sesuatu dilaksanakan dari bulan Februari sampai April
dalam dunia nyata?” 2015.
3. Berfikir Tingkat tinggi (Higher-Order
Thinking) HASIL DAN PEMBAHASAN
Skenario masalah yang tidak lengkap Hasil data yang diperoleh dari pretes,
memanggil keluar (membangkitkan) berfikir postes, dan N-Gain diolah dengan software
kritis dan kreatif siswa, menebak Apa SPSS 18 dan microsoft exel 2010 disajikan
jawaban yang benar yang dikehendaki guru dalam tabel berikut:
untuk saya temukan?
Tabel 2
4. Pembelajaran bagaimana belajar
(Learning How To Learn)
PBL mengembangkan metakognisi dan
pembelajaran diri yang teratur dengan
meminta siswa untuk menghasilkan cara
mereka sendiri mendefinisikan masalah,
154 Jurnal “Mosharafa”, Volume 5, Nomor 2, Mei 2016
ISSN 2086 4280
Sumartini, T.S. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut
http://e-mosharafa.org/
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa nonparametrik yaitu uji Mann Whitney-U.
ada kenaikan yang signifikan antara Begitu juga untuk n-gain karena kelas
kemampuan pemecahan masalah matematis eksperimen berdistribusi tidak normal, maka
siswa setelah mendapat perlakuan. Siswa pengujian hipotesis menggunakan uji
pada kelas eksperimen memperoleh rataan nonparametrik yaitu uji Mann Whitney-U.
yang lebih besar dari kelas kontrol. Besarnya
kenaikan rataan untuk kelas eksperimen dari Uji Kesamaan Rataan Pretes Kemampuan
pretes ke postes sebesar 27,78, sedangkan Pemecahan Masalah Matematis
kenaikan rataan untuk kelas kontrol dari Tabel 4
pretes ke postes sebesar 25,26. Secara
sepintas, gambaran tersebut menunjukkan
bahwa kemampuan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa pada kelas
eksperimen lebih baik dari kelas kontrol.
Selain itu, jika dilihat dari peningkatannya, N-
gain kelas eksperimen lebih besar dari kelas
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai
kontrol, walaupun keduanya diinterpretasikan
sig = 0,465. Karena nilai sig > 0,05 maka Ho
dalam kategori sedang.
diterima. Hal ini berarti tidak terdapat
perbedaan rataan skor pretes kemampuan
Uji Normalitas
Tabel 3 pemecahan masalah matematis pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
1. Kesalahan karena kecerobohan atau luas trapesium, tetapi siswa belum bisa
kurang cermat menangkap informasi yang terkandung dalam
Siswa melakukan kesalahan karena soal. Siswa salah dalam menuliskan panjang
kurang cermat dalam memahami konsep, sisi sejajar dalam trapesium yang seharusnya
sehingga salah dalam menuliskan rumus panjang sisi yang satu harus ditambahkan
Phytagoras. Seharusnya berdasarkan gambar terlebih dahulu dengan panjang bagian yang
yang dibuat siswa rumus yang digunakan lain yang pencariannya menggunakan
adalah 𝑏 2 = 𝑎2 + 𝑐 2 . Selain itu, dari hasil teorema phytagoras.
pekerjaan siswa di atas , yaitu 576 + 𝑏 2 + 3. Kesalahan keterampilan proses
49 menjadi 𝑏 2 = 576 − 49 terlihat jelas
siswa melakukan kesalahan yang diakibatkan
karena kurang menguasai teknik berhitung.
Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Dari gambar di atas, terjadi kesalahan Gambar 4. Kesalahan kesalahan memahami soal
siswa dalam memahami soal. Siswa sudah
benar dalam menuliskan konsep mengenai
156 Jurnal “Mosharafa”, Volume 5, Nomor 2, Mei 2016
ISSN 2086 4280
Sumartini, T.S. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut
http://e-mosharafa.org/
Dari gambar di atas, siswa melakukan baik pada kategori tinggi, sedang,
kesalahan dalam memahami soal yaitu maupun menengah.
menentukan tinggi dari segitiga. Siswa 4. Dilihat dari kesalahan-kesalahan yang
menganggap bahwa segitiga tersebut segitiga dilakukan oleh siswa, sebaiknya
siku-siku sehingga langsung menentukan setiap pembelajaran, guru selalu
tinggi segitiga 5 cm. mengevaluasi hasil pekerjaan siswa
terutama jika ada kesalahan konsep
PENUTUP sehingga bisa diluruskan pada
Kesimpulan pertemuan berikutnya
1. Peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran berbasis DAFTAR PUSTAKA
masalah lebih baik daripada siswa Abdurrahman, Mulyono. (2003).
yang mendapatkan pembelajaran Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan
konvensional. Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
2. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan Amir, M.T. (2009). Inovasi Pendidikan
oleh siswa ketika mengerjakan soal- Melalui Problem Based learning.
soal yang berkaitan dengan Jakarta: Kencana Prenada Media
kemampuan pemecahan masalah Group
matematis adalah kesalahan karena Barrett, T et al., (2005). Handbook of
kecerobohan atau kurang cermat, Enquiry & Problem Based
kesalahan mentransformasikan Learning. Barrett, T., Mac
informasi, kesalahan keterampilan Labhrainn, I., Fallon, H. (Eds).
proses, dan kesalahan memahami Galway: CELT. [Online]. Tersedia
soal. http://www.nuigalway.ie/celt/pblboo
k [12 April 2013]
Saran Bell, F. H. (1978). Teaching and Learning
Berdasarkan kesimpulan penelitian di Mathematics. Wim. C. Brown
atas, diajukan beberapa saran sebagai Company Publishers. USA.
berikut: Branca, N.A. (1980). Problem Solving as
1. Pembelajaran berbasis masalah dapat Goal, Process and Basic Skills. in S
digunakan sebagai pembelajaran di Krulik and R.E. Reys (Eds).
tingkat SMK dalam upaya Problem Solving in School
meningkatkan kemampuan Mathematics. Washington DC:
pemecahan masalah matematis. NCTM.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan, Dahar, R. W. (2011). Teori-Teori Belajar
untuk melihat keefektifan dan Pembelajaran. Jakarta:
pembelajaran berbasis masalah pada Erlangga.
level sekolah yang berbeda. Depdiknas. (2006). Kurikulum Standar
3. Pada penelitian ini hanya dikaji Kompetensi Matematika Sekolah
peningkatan kemampuan pemecahan Menengah Atas dan Madrasah
masalah matematis secara aliyah. Jakarta: Depdiknas.
keseluruhan. Oleh karena itu, Duch, B.J., Groh, S.E., dan Allen, D.E.
diharapkan penelitian selanjutnya (2001). Why Problem-Based
dapat mengkaji peningkatan Learning: A Case Study of
kemampuan pemecahan masalah Institutional Change in
berdasarkan kemampuan awal siswa
Jurnal “Mosharafa”, Volume 5, Nomor 2, Mei 2016 157
ISSN 2086 4280
Sumartini, T.S. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut
http://e-mosharafa.org/