Anda di halaman 1dari 8

Teknologi di Balik The Heart Technique®

(Oleh Dr. Adi W. Gunawan, CCH)

Antusiasme publik menyambut dan memelajari teknik swaterapi revolusioner The


Heart Technique® (THT) sungguh luar biasa. Workshop THT di Jakarta, 30 Juli
2018, dihadiri 1.100 peserta. Sementara di Medan, 8 Juli 2018, dihadiri 1.300
peserta. Pada dua workshop ini kami dengan berat hati menolak banyak calon
peserta karena kapasitas ruang sudah maksimal digunakan. Bahkan banyak yang
memaksa datang di hari H, berharap bisa menggantikan peserta yang batal hadir.
Setelah dua workshop perdana ini, para Certified Trainer The Heart Technique®
membawakan worskhop THT di berbagai kota di Indonesia, seperti Medan, Bogor,
Lubuk Linggau, Jakarta, Purwokerto, Cilacap, Bali, dan akan terus berlanjut di kota-
kota lainnya.
Yang lebih luar biasa lagi, saat peserta diminta mempraktikkan THT pada diri
mereka, efek terapeutik langsung mereka alami saat itu juga. Ada yang berhasil
mengatasi fobia, tidak percaya diri, perasaan bersalah, luka batin, kemarahan pada
diri sendiri, marah pada orang lain, perasaan kecewa, terluka, dendam, merasa diri
bodoh, dan masih banyak lagi.
Publikasi The Heart Technique® yang viral di medsos menarik minat dan mendapat
perhatian banyak pihak. Ada yang bertanya pada saya, di mana saya belajar teknik
ini, siapa nama guru saya, apakah saya berafiliasi ke lembaga tertentu di luar negeri,
apa landasan teori dan cara kerja THT, dan apakah ada penelitian tentang
keefektifannya.
THT adalah teknik terapi revolusioner, sangat mudah dipelajari, sangat mudah
dipraktikkan, dan sangat efektif mengatasi berbagai masalah perilaku dan emosi.
Walau sangat mudah dipelajari dan dipraktikkan, sesungguhnya ilmu yang menjadi
landasan terciptanya teknik ini cukup rumit.
Saya mencipta THT melalui perjalanan dan proses panjang. Protokol THT dirancang
sedemikian rupa sehingga sangat mudah dipraktikkan oleh siapa saja tanpa harus
mengerti hipnosis, hipnoterapi, cara kerja pikiran, atau trance. Sebelum diajarkan ke
publik, THT telah diujicobakan selama satu setengah tahun kepada lebih dari 100
subjek/klien, terbukti efektif memberi hasil terapi positif dan konsisten, dengan
tingkat keberhasilan di atas 95%.
Apa dasar pemikiran atau teori di balik THT? Mengapa THT bisa sangat efektif
mengatasi beragam masalah perilaku dan emosi? Untuk memahami teknologi rumit
di balik THT, berikut ini saya uraikan, secara ringkas, perjalanan belajar dan
pemahaman yang saya peroleh dari pengalaman sebagai hipnoterapis klinis dan
dari hasil memelajari berbagai literatur yang menjadi landasan terciptanya teknik
revolusioner THT.
Pemahaman dari Perspektif Hipnoterapi Klinis
Di awal karir sebagai hipnoterapi klinis, tahun 2005, saya mendapat pemahaman
bahwa kunci penyelesaian masalah ada pada penanganan emosi. Ini bermula dari
membaca artikel yang ditulis oleh Joseph Breuer, menceritakan pengalamannya
menangani kliennya, Bertha Pappenheim, yang diberi nama samaran Anna O.
Selanjutnya, kisah ini ditulis ke dalam buku Studies on Hysteria (Sigmund Freud
and Josef Breuer, 1895). Anna O, telah Breuer tangani banyak sesi namun
mengalami perkembangan signifikan. Sampai suatu hari, Anna mengalami katarsis
spontan, terjadi luapan dan ledakan emosi hebat. Setelah luapan emosi ini reda dan
selesai, Anna sembuh dari histeria yang ia alami. Dari sini saya mencatat hal
penting. Kunci penyelesaian masalah ada pada penanganan emosi secara tepat dan
tuntas.
Pemahaman bahwa kunci penyelesaian masalah ada pada emosi, semakin kuat
saat saya membaca buku Hypnotherapy of War Neuroses: A Clinical
Psychologist's Casebook (John G. Watkins, 1949). Ini adalah buku pertama yang
ditulis oleh Watkins, dan adalah buku klasik yang sangat sulit saya dapatkan saat
itu. Saya butuh waktu cukup lama, berburu dan mencari buku ini hingga akhirnya
mendapatkannya di salah satu toko buku bekas di Sydney, Australia.
Saya semakin yakin berada di jalur pemahaman yang benar setelah membaca lebih
banyak pemikiran dan karya para pakar, khususnya terkait proses terapi
menggunakan teknik abreaktif, seperti Gil Boyne, Gerald Kein, Randal Churchill,
Charles Tebbetts, John G. Watkins, Richard P. Kluft, Frank W. Putnam Arreed F.
Barabasz, dan Ciara C. Christensen.
Pemahaman inilah yang melandasi pemikiran saya saat menyusun Quantum
Hypnotherapeutic Protocol® (QHP), protokol hipnoterapi klinis yang saya gunakan
dalam praktik klinis, ajarkan dan digunakan semua hipnoterapis Adi W. Gunawan
Institute of Mind Technology.
Dalam QHP yang kami gunakan, untuk menyelesaikan masalah klien, kami selalu
mencari kejadian paling awal yang menjadi penyebab masalah. Ini dilakukan dengan
pemahaman bahwa tidak mungkin ada asap (simtom masalah) tanpa ada api (akar
masalah). Dengan demikian, menurut protokol ini, saat api masalah berhasil tuntas
dipadamkan maka asap (simtom masalah) juga sudah pasti hilang dengan
sendirinya.
Saya kembali mendapat pemahaman penting saat membaca beberapa artikel jurnal,
khususnya penanganan kasus menggunakan teknik abreaksi, seperti Efficacy of
abreactive ego state therapy for PTSD: trauma resolution, depression, and anxiety
(Christensen C, Barabasz A, Barabasz M, 2013 ), Efficacy of single-session
abreactive ego state therapy for combat stress injury, PTSD, and ASD (Barabasz A,
Barabasz M, Christensen C, French B, Watkins JG, 2013), keduanya dipublikasi di
International Journal of Clinical Hypnosis.
Dalam proses terapi, untuk menemukan akar masalah, yang disebut ISE (Initial
Sensitizing Event), terapis menuntun klien mundur, menggunakan teknik spesifik,
menyusuri garis waktu di pikirannya, melewati satu atau lebih kejadian, disebut SSE
atau Subsequent Sensitizing Event, sebelum akhirnya mendarat di kejadian paling
awal. Kejadian-kejadian ini sebenarnya adalah memori spesifik dengan muatan
emosi dan tersimpan di pikiran bawah sadar.
Pada setiap kejadian ini biasanya terkandung emosi dengan intensitas moderat,
tinggi, dan bahkan sangat tinggi. Penyelesaian masalah dilakukan dengan
merekonstruksi kejadian sedemikian rupa sehingga emosi yang muncul pada
kejadian ini padam. Dengan padamnya emosi, secara otomatis terjadi resolusi
trauma dan klien bisa memetik hikmah dari kejadian-kejadian ini untuk ia gunakan
demi kebaikan hidupnya saat ini dan kemudian hari. Bila emosi tidak tuntas
dipadamkan, terapi tidak maksimal. Klien dapat kambuh dan simtomnya muncul lagi.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa kejadian yang sama, dialami oleh orang
berbeda, menghasilkan dampak yang juga berbeda. Ada yang mengalami trauma,
ada yang hanya kaget sejenak, dan ada yang sama sekali tidak terpengaruh.
Untuk satu kejadian terekam di otak sebagai memori traumatik butuh lima syarat.
Pertama, harus ada kejadian yang menghasilkan emosi. Kedua, kejadian ini
bermakna bagi individu. Ketiga, kondisi kimiawi otak pada saat kejadian mendukung.
Keempat, individu merasa terperangkap, tidak bisa menghindar atau keluar dari
kejadian ini, Kelima, individu merasa tidak berdaya.
Kejadian yang dimaksud pada poin pertama bisa berupa kejadian yang dialami
secara langsung oleh individu, atau kejadian yang disaksikan tapi individu tidak
terlibat atau mengalaminya, atau kejadian yang ia baca dan atau dengar dari media
massa atau media sosial, atau kejadian yang ia dengar dari orang yang mengalami,
atau bahkan bisa kejadian dalam mimpi.
Dari cerita proses terapi di atas dapat disimpulkan bahwa sejatinya akar dari segala
akar masalah adalah emosi, bisa positif atau negatif, tapi biasanya negatif, yang
lekat pada memori kejadian yang klien alami.
Pemahaman dari Perspektif Teori Ego Personality
Manusia bukan entitas tunggal. Dalam diri kita ada banyak Bagian Diri atau Ego
Personality (EP) dengan peran, karakter, fungsi, kepribadian, tujuan, pola pikir, dan
agendanya sendiri (Watkins dan Watkins, 1997; Emerson, 2003, 2006).
Setiap kejadian, terutama pengalaman dengan muatan emosi intens, baik positif
maupun negatif, direkam dan menjadi bagian EP spesifik. Dengan demikian, saat
akan melakukan terapi, untuk mengatasi masalah klien, EP yang memegang data ini
harus aktif atau diaktifkan. Bila terapi dilakukan bukan pada EP yang tepat sasaran,
pasti tidak efektif.
Dalam satu saat hanya bisa ada satu EP yang aktif mengendalikan individu. EP ini
disebut executive. Sementara EP lainnya, terutama yang bermasalah, tinggal di
kedalaman pikiran bawah sadar, underlying, tidak disadari atau diketahui
keberadaannya namun membuat masalah.
Untuk dapat menjangkau EP underlying, bisa dengan beberapa cara. Klien bisa
dibawa “turun” masuk kondisi hipnosis dan baru setelahnya terapis mengakses EP
ini. Cara lain, terapis menggunakan protokol tertentu, langsung minta bicara dengan
EP yang hendak diproses. Namun cara ini biasanya tidak selalu berhasil. Salah satu
cara efektif untuk mengakses EP adalah dengan menggunakan jalur memori dan
emosi.
Pemahaman Motivasi
Sejatinya setiap individu memiliki dua jenis motivasi, dari pikiran sadar dan pikiran
bawah sadar. Hidup berjalan baik bila motivasi dari kedua pikiran ini sejalan atau
saling mendukung. Bila terjadi sebaliknya, saat motivasi pikiran sadar bertentangan
dengan motivasi pikiran bawah sadar, hidup menjadi perjalanan yang melelahkan
dan penuh masalah.
Dari berbagai literatur, diketahui bahwa pikiran bawah sadar mengendalikan diri
individu antara 95% hingga 99%. Dengan demikian, perubahan atau transformasi
diri dapat terjadi dengan sangat mudah bila motivasi perubahan berasal dari pikiran
bawah sadar. Menggunakan teknik tertentu, hipnoterapis klinis yang cakap dapat
mengakses pikiran bawah sadar dengan mudah dan membangkitkan motivasi
perubahan dari pikiran bawah sadar. Hasilnya, perubahan diri terjadi dengan sangat
mudah, lancar, menyenangkan, dan bertahan lama.
Pemahaman dari Fungsi Pikiran Bawah Sadar
Fungsi utama pikiran bawah sadar (PBS) adalah menjaga keselamatan hidup dan
melindungi individu dari hal-hal yang ia, PBS, tahu, pikir, yakin, percaya, rasa,
persepsikan sebagai hal yang merugikan atau membahayakan keselamatan dan
kesejahteraan pikiran sadar dan atau tubuh fisik individu (Erickson,1977; Tebetts,
1987; Kein, 1998; Havens, 2005, Gunawan, 2008). PBS melindungi individu dengan
cara yang ia pilih sendiri, tanpa bisa diintervensi pikiran sadar
Untuk mengatasi trauma, PBS klien perlu disiapkan, diedukasi, negosiasi, dirayu,
diyakinkan, dan atau direedukasi sehingga mampu melihat dan memahami kondisi
klien secara utuh menggunakan bingkai kearifan.
Bila hal ini berhasil dilakukan, PBS dengan senang hati melepas emosi yang selama
ini mengganggu klien. Proses pelepasan emosi ini sama sekali tidak membutuhkan
intervensi dari terapis atau klien. PBS melakukan sendiri dengan sukarela. Tentu,
untuk mencapai kondisi ini, terapis perlu cakap dan terampil mengolah dinamika
yang muncul atau dimunculkan PBS klien (Gunawan, 2010).
Pemahaman dari Perspektif Trauma dan Tubuh
Saya juga membaca buku-buku yang secara khusus membahas trauma, memori,
emosi, energi emosi, dan pengaruhnya pada tubuh. Buku-buku ini antara lain
Psychological Trauma (Bessel A. Van Der Kolk, 1987), Waking the Tiger: Healing
Trauma (Peter A. Levine dan Ann Frederick, 1997), Healing Trauma: A Pioneering
Program for Restoring the Wisdom of Your Body (Peter A. Levine, 2008), In an
Unspoken Voice: How the Body Releases Trauma and Restores Goodness (Peter A.
Levine dan Gabor Mate, 2010), The Body Bears the Burden: Trauma, Dissociation,
and Disease (Robert Scaer, 2014), The Body Keeps the Score: Brain, Mind, and
Body in the Healing of Trauma (Bessel van der Kolk M.D, 2015), Trauma and
Memory: Brain and Body in a Search for the Living Past: A Practical Guide for
Understanding and Working with Traumatic Memory (Peter A. Levine Ph.D. dan
Bessel A. van der Kolk M.D., 2015).
Dari buku-buku ini saya mendapat pemahaman bahwa saat makhluk, khususnya,
hewan mengalami kejadian yang membuatnya stres, ada dua kemungkinan yang
bisa terjadi. Pertama, stres, atau biasa disebut sebagai entrofi, dikeluarkan dari
tubuh. Secara alamiah hewan akan melakukan shaking atau gemetar pada
tubuhnya, terutama pada tungkai. Proses shaking ini terus terjadi sampai entrofi
berhasil tuntas dikeluarkan dari sistem tubuhnya. Kedua, bila karena sesuatu hal,
hewan tidak bisa mengeluarkan stres dari sistem tubuhnya, stres ini tersimpan
dalam bentuk energi yang menetap di bagian tubuh atau organ tertentu. Selama
energi ini masih ada di dalam tubuh, ia akan mengganggu kerja tubuh, dan terutama
menempatkan hewan ini senantiasa dalam posisi waspada penuh, gelisah, fight or
flight (Levine dan Frederick, 1997).
Pada hewan, proses pelepasan atau pengeluaran energi stres, yang muncul karena
kejadian traumatik, terjadi secara alamiah. Sistem tubuh hewan didesain sedemikian
rupa sehingga secara otomatis mengeluarkan entrofi tanpa ia perlu melakukan
upaya apapun. Namun tidak demikian halnya dengan manusia.
Saat manusia mengalami kejadian traumatik, muncul emosi negatif intens yang lekat
pada memori kejadian, secara teknis disebut memori patologis. Emosi ini, bila tidak
dinetralisir, akan tersimpan di dalam dirinya dalam bentuk energi (emotion = energy
in motion), menetap di bagian tubuh atau organ tertentu. Selanjutnya, setiap kali
memori ini muncul atau sengaja dimunculkan, emosi yang lekat padanya juga turut
teraktivasi. Memori ini bisa dalam bentuk visual (gambar), suara (auditori), dan
perasaan atau sensasi fisik tertentu.
Pemahaman dari Perspektif Neurosains
Memori kejadian, khususnya bermuatan emosi negatif intens, tidak memudar atau
hilang seiring waktu berjalan seperti memori pada umumnya, bahkan setelah
puluhan tahun kemudian. Memori masa lalu ini selalu hadir di masa sekarang (Van
der Kolk, Weisaeth, dan van der Hart, 2007).
Memori traumatik dapat digambarkan sebagai jalur neuron menghubungkan
reseptor-reseptor glutamat yang tercipta saat individu mengalami kejadian traumatik.
Saat jalur neuron ini teraktivasi ulang oleh pemicu, individu mengalami kembali
kejadian seolah-olah baru terjadi (revivifikasi). Ini dinamakan konsolidasi sinaptik.
Aktivasi ulang jalur sinaptik neuron yang dikonsolidasi oleh glutamat, pada saat
mengingat kembali kejadian traumatik, membuat jalur ini rentan untuk diputus
(Nader, Schafe, dan LeDoux, 2000).
Emosi yang tersimpan dalam diri manusia tidak bisa lepas atau padam dengan
sendirinya (Gunawan, 2014). Emosi ini akan menaikkan level keaktifan amigdala,
bagian otak yang melakukan regulasi afek, memengaruhi mekanisme fight or flight.
Saat amigdala over-aroused maka kondisi emosi individu menjadi tidak baik. Ia
mudah cemas, mudah marah, takut, sedih berlebih, tidak stabil, dan bisa mengalami
berbagai gangguan emosi lainnya (Feinstein, 2010).
Singkat cerita, amigdala yang over-aroused atau terlalu aktif mengakibatkan regulasi
emosi tidak berjalan seperti seharusnya dan mengakibatkan klien mengalami
masalah.
(Energi) emosi ini juga dapat menyebabkan level serotonin di amigdala turun di
bawah batas normal dan berdampak buruk pada kondisi mental individu. Energi ini
memengaruhi kinerja organ tubuh dan dapat mengakibatkan beragam penyakit fisik.
Dari salah satu literatur yang saya pelajari, saya mendapat informasi berharga
tentang penelitian selama 10 tahun yang dilakukan oleh tim peneliti Universitas
Harvard, dipimpin Kathleen Hui, MD. Menurut Hui:
Functional MRI and PET (Positron Emission Tomography) studies on accupuncture
at commonly used accupuncture points have demonstrated significant modulatory
effects on the limbic system.
Dari hasil penelitian ini (The Harvard neuroimaging studies) diperoleh informasi
penting yaitu stimulasi pada titik akupuntur spesifik mengirim sinyal yang mampu
secara instan mengurangi level keaktifan amigdala. Dengan bahasa yang lebih
sederhana, ada cara untuk “mendinginkan” amigdala yang “panas”. Saat amigdala
kembali “dingin” maka regulasi emosi individu menjadi baik atau kembali normal.
Untuk “mendinginkan” amigdala, tentu langkah pertama yang harus dilakukan
adalah dengan mengeluarkan (energi) emosi yang terperangkap di tubuh atau
sistem psikis. Dan untuk bisa melakukan hal ini, emosi yang tersimpan di pikiran
bawah sadar atau tubuh harus diaktifkan. Cara paling mudah untuk mengaktifkan
emosi adalah dengan menggunakan jalur memori. Dari uraian di atas, emosi lekat
pada memori kejadian. Saat memori aktif atau diaktifkan maka emosi juga turut aktif.
Saat emosi aktif, ia membanjiri sungai energi, meridian. Dan pada saat inilah
(energi) emosi dapat diproses dengan mudah.
Pemahaman dari Perspektif Sistem Meridian
Saat individu secara sengaja mengingat suatu pengalaman traumatik, maka ia
sejatinya memilih dan mengaktifkan memori spesifik yang tersimpan di pikiran
bawah sadar.
Pada memori ini lekat emosi dengan intensitas tertentu. Dan saat individu mengingat
suatu kejadian, yang ia lakukan sebenarnya adalah menaikkan memori ini ke pikiran
sadar. Di pikiran sadar, memori dan emosi menjalani proses berbeda. Memori, yang
adalah narasi kejadian, masuk ke memori kerja pikiran sadar dan diketahui oleh
individu. Sementara emosi, yang adalah energi, setelah “naik” ke permukaan, masuk
ke sungai energi yang letaknya di bawah permukaan kulit. Sungai energi ini dikenal
sebagai jalur meridian. Manusia memiliki dua puluh meridian, dua belas meridian
utama dan delapan meridian “istimewa”.
Setiap meridian memiliki arah aliran energi alamiah yang spesifik. Ada meridian
yang energinya mengalir dari bawah naik ke atas. Dan sebaliknya ada meridian
yang arah aliran energi alamiahnya adalah dari atas ke bawah.
Kita dapat memengaruhi, menguatkan atau merilekskan meridian dengan
melakukan penelusuran menggunakan telapak tangan, yang tentunya juga berisi
energi, mengikuti atau berlawanan dengan arah aliran energi alamiah meridian.
Saat kita tahu ada emosi tersimpan di tubuh, maka emosi ini dapat dilepas dengan
cara mengumpulkan emosi di kedua kepalan tangan, dilanjutkan dengan mengebas
atau menghentakkannya ke lantai (Eden dan Feinstein, 2008). Sampai pada tahap
tertentu, cara ini efektif. Namun, dari pengalaman kami, tidak semudah dan
sesederhana ini prosesnya. Saya jumpa banyak klien yang sebelumnya telah
mencoba mengatasi emosinya dengan cara ini, namun gagal.
Salah satunya adalah klien saya, usia 23 tahun, mengalami stres berat karena
hampir di-DO oleh universitas tempatnya belajar. Menurut klien, ia mengalami gejala
Parkinson karena kedua tangannya bergetar. Klien berusaha membuat tangannya
stabil, tidak gemetar, dengan mengebas atau menghentak lengannya. Setelahnya,
tangannya berhenti gemetar sejenak, kemudian kambuh lagi.
Saya sampaikan pada klien bahwa ia tidak bisa mengeluarkan entrofi dengan cara
ini. Ada emosi intens dalam dirinya dan ini mengganggu fisiknya. Yang ia alami
adalah hysterical tremor bukan Parkinson.
Saat seseorang mengingat kejadian traumatik, memori ini naik ke permukaan,
diketahui oleh pikiran sadar, dan emosi, dalam bentuk energi, masuk ke jalur
meridian. Emosi ini biasanya dirasakan di bagian tubuh tertentu, seperti di daerah
dada, ulu hati, perut, punggung, leher, kepala, punggung, tangan, atau kaki.
Biasanya hanya di satu bagian tubuh. Dari temuan di ruang praktik, saat kami
memroses emosi klien, diketahui bahwa ada dua tempat emosi menetap di tubuh.
Saya menyebutnya sebagai lokasi primer dan sekunder.
Lokasi primer adalah tempat, di tubuh, di mana emosi paling kuat dirasakan oleh
individu. Lokasi sekunder adalah tempat emosi menetap tapi, sebelumnya, tidak
dirasakan atau diketahui klien. Saat emosi ini diproses, barulah klien merasakan ada
aliran energi (emosi). Aliran ini bisa dirasakan bermula dari kaki, tangan, lengan,
atau bagian tubuh lain.
Emosi di lokasi primer mudah diproses. Sementara emosi di lokasi sekunder lebih
sulit karena sering tidak diketahui keberadaannya. Untuk dapat mengakses emosi di
lokasi sekunder dan melepaskannya, saya menggunakan teknik hipnoterapi klinis.
Upaya melepas atau mengeluarkan (energi) emosi yang terperangkap dalam tubuh
dengan cara mengebas atau menghentak tangan dan kaki tidak efektif karena
individu tidak bisa memastikan apakah emosi ini berasal dari kejadian paling awal
(ISE) atau kejadian-kejadian lanjutan (SSE). Terapi hanya akan efektif dan tuntas
bila (energi) emosi yang dilepas adalah keseluruhan (energi) emosi yang berasal
dari ISE maupun SSE, baik yang tersimpan di lokasi primer maupun sekunder.
Your Body is Your Subconscious
Emosi memengaruhi tubuh melalui senyawa kimiawi otak, neuropeptida. Hal ini
ditemukan oleh Candace B. Pert, Ph.D., melalui penelitiannya, dan ditulis ke dalam
buku Molecules Of Emotion: The Science Behind Mind-Body Medicine, terbit tahun
1999. Dalam satu audio book-nya, dilansir tahun 2005, Pert menyatakan bahwa
Your Body is Your Subconscious. Dasar pernyataan ini adalah hasil penelitian Beliau
yaitu saat kita merasakan emosi tertentu, otak menghasilkan senyawa kimiawi
neuropeptida, berisi informasi spesifik. Neuropeptida ini selanjutnya menyebar ke
seluruh sel tubuh dengan membawa pesan ini. Saat tiba di sel tubuh, neuropeptida
ini "docking" di reseptor sel, seperti flashdisk dimasukkan ke port USB laptop, dan
mengunduh (download) informasi ke inti sel.
Dari penelitan Pert diketahui bahwa apapun yang kita pikirkan, alami, dan terutama
rasakan, pasti berpengaruh pada tubuh fisik. Rasa atau emosi sejatinya adalah
ranah pikiran bawah sadar. Dengan demikian, tubuh adalah cerminan dari kondisi
pikiran bawah sadar.
Akhirnya, Tercipta THT
Berdasar uraian di atas, jelas sekali bahwa untuk mengatasi suatu masalah perilaku,
dan terutama yang disebabkan oleh kejadian dengan muatan emosi intens, cukup
kompleks. Dan ini bisa menggunakan banyak pendekatan. Setiap pendekatan
tentunya memiliki landasan teori, teknik dan strategi turunannya masing-masing
dengan segala keunggulan dan keterbatasannya.
Teknologi di baik The Heart Technique® mencakup semua hal yang telah dijelaskan
di atas, ditambah beberapa hal lain yang tidak dijelaskan di sini karena bersifat
sangat teknis.
Protokol THT terdiri atas lima tahap. Dan setiap tahap menggunakan pendekatan
berbeda. Cara kerja THT, berdasar pemahaman yang diuraikan di atas, dalam
mengatasi masalah klien, secara detil saya jelaskan di kelas pelatihan khusus untuk
para Certified Trainer The Heart Technique®.
Anda bisa membaca testimoni para pengguna THT di bit.ly/TESTIMONI_THT. Dan
bagi Anda yang ingin belajar The Heart Technique®, ada dua pilihan cara. Pertama,
Anda hadir dan belajar langsung di worskhop The Heart Technique®. Kedua, Anda
belajar melalui modul The Heart Technique®, terdiri atas buku dan DVD. Modul THT
bisa didapatkan di bit.ly/MODUL_THT.
Demikianlah adanya….
Demikianlah kenyataannya….

Anda mungkin juga menyukai